Disusun Oleh:
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
kamikesempatan dalam menyelesaikan makalah ini, sehingga Makalah yang berjudul Penilaian
Keterampilan tentang Pembelajaran Biologi Berdasarkan Taksonomi Harrow, ini dapat
diselesaikan tepat pada waktunya. Terima kasih kami ucapkan kepada Bapak Amrizal, S.Si,
M.Pd. Selaku dosen pengampu mata kuliah Evaluasi Hasil Belajar yang telah membimbing
kami.
Selaku manusia biasa, kami menyadari bahwa dalam hasil makalah ini masih terdapat
kekurangan dan kekeliruan yang tidak disengaja. Oleh karena itu saya sangat membutuhkan
kritik dan saran. Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya pada
mata kuliah Evalusi Hasil Belajar jurusan Pendidikan Biologi di Universitas Negeri Medan.
Kelompok 3
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI................................................................................................................................... ii
BAB I .............................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN .......................................................................................................................... 1
BAB II............................................................................................................................................. 3
PEMBAHASAN ............................................................................................................................. 3
PENUTUP..................................................................................................................................... 13
3.1 Kesimpulan..................................................................................................................... 13
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan proses untuk dapat menjalankan kehidupan dan memenuhi tujuan
hidupnya secara lebih efektif dan efisien. Pendidikan bukan sekedar hanya transfer ilmu
pengetahuan semata, namun lebih dari itu. Pendidikan merupakan proses transformasi nilai dan
pembentukan kepribadian dengan segala aspek yang dicakupnya.
Dalam dunia pendidikan dikenal istilah taksonomi yang merujuk pada tujuan pendidikan.
Salah satunya adalah taksonomi Harrow. Taksonomi Horrow (dalam Dimyati, 2009: 208)
mengemukakan taksonomi ranah psikomotor sekaligus menjelaskan bahwa penentuan kriteria
untuk mengukur keterampilan siswa harus dilakukan dalam jangka waktu 30 menit. Taksonomi
ranah psikomotor Harrow disusun secara hierarkis dalam lima tingkatan, yaitu: (1) meniru, (2)
manipulasi, (3) ketetapan gerak, (4) artikulasi, (5) naturalisasi.
Taksonomi dibuat untuk mengklasifikasikan tujuan pendidikan. Dalam hal ini. Tujuan
pendidikan, dibagi menjadi beberapa domain, yaitu : kognitif, afektif, dan psikomotor. Dari
setiap ranah tersebut dibagi kembali menjadi beberapa kategori dan subkategori yang berurutan
secara bertingkat, mulai dari tingkah laku sederhana sampai tingkah laku yang paling kompleks.
Tingkah laku dalam setiap tingkat diasumsikan menyertakan juga tingkah laku dari tingkat yang
lebih rendah
1
f. Bagaimana konsep penilaian keterampilan pembelajaran biologi berdasarkan
Taksonomi Harrow?
2
BAB II
PEMBAHASAN
Taksonomi berasal dari bahasa Yunani " Tassein " berarti mengklasifikasi dan " nomos "
yang berarti aturan. Taksonomi berarti mengklasifikasi berhierarki dari sesuatu atau prinsip yang
mendasari klasifikasi. Semua hal yang bergerak, benda diam, tempat dan kejadian-kejadian.
sampai pada kemampuan berpikir dapat diklasifikasi menurut beberapa skema taksonomi.
Berkaitan dengan pendidikan, taksonomi merujuk pada tujuan pendidikan. hal ini digunakan
untuk menganalisis atau mengklasifikasi sebuah pandangan yang berhubungan dengan kegiatan
pendidikan dalam bentuk sehari-hari.
a) Waktu untuk kegiatan belajar mengajar dapat dialokasikan dan dimanfaatkan secara
tepat.
b) Pokok bahasan dapat dibuat seimbang sehingga tidak ada materi pelajaran yang
dibahas terlalu mendalam atau terlalu sedikit dan sesuai.
c) Pendidik dapat menetapkan berapa banyak materi pelajaran yang dapat atau sebaiknya
diberikan dalam setiap jam pelajaran.
3
d) Pendidik dapat menetapkan susunan dan rangkaian materi pelajaran secara tepat.
e) Pendidik dapat menetapkan dan mempersiapkan strategi belajar mengajar yang cocok
dan menarik dengan mudah.
f) Pendidik dapat dengan mudah mempersiapkan berbagai keperluan peralatan maupun
bahan dalam keperluan belajar.
g) Pendidik dapat dengan mudah mengukur keberhasilan siswa dalam belajar.
Sehingga seorang pendidik dituntut untuk mampu menyusun dan merumuskan tujuan
pembelajaran secara jelas dan tegas. Karna rumusan dalam tujuan pembelajaran yang
dilakukannya, akan berujung pada inefektivitas dan inefesiensi pembelajaran.
Ranah psikomotorik adalah ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill) atau
kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu. Menurut Bloom
(1979) dalam Kathworle (2002: 214)[2], bahwa ranah psikomotor berhubungan dengan hasil
belajar yang pencapaiannya melalui keterampilan manipulasi yang melibatkan otot dan kekuatan
fisik.Menurut Reber (1988), keterampilan adalah kemampuan melakukan pola-pola tingkah laku
yang kompleks dan tersusun rapi secara mulus dan sesuai dengan keadaan untuk mencapai hasil
tertentu. Keterampilan bukan hanya meliputi gerakan motorik melainkan juga pengejewantahan
fungsi mental yang bersifat kognitif. Konotasinya pun luas sehingga sampai pada mempengaruhi
atau mendayagunakan orang lain. Artinya, orang yang mampu mendayagunakan orang lain
secara tepat juga dianggap sebagai orang yang terampil.
Keterampilan motorik atau psikomotorik tidak hanya berupa gerak-gerak yang tersusun
rapi saja tetapi juga didasari dengan aspek kognitif yang berkaitan dengan mental. Namun yang
perlu diingat ialah bahwa keterampilan dalam menghafal suatu bahan pengajaran bukanlah
termasuk hasil-hasil psikomotor, melainkan termasuk hasil belajar kognitif, yaitu kemampuan
mengingat kembali (recall). Jadi, seorang peserta didik dikatakan telah berhasil mencapai ranah
psikomotor ketika dia telah mampu mempraktekkan dari apa yang telah ia terima dari kegiatan
belajar mengajar berupa gerakan-gerakan yang terkoordinasi oleh kerja saraf. Hasil belajar
psikomotori yaitu berupa kemampuan gerak tertentu. Kemampuan gerak ini juga bertingkat
mulai dari gerak sederhana yang mungkin dilakukan secara refleks hingga gerak kompleks yang
4
terbimbing hingga gerak kreativitas. Dalam asesmen psikomotor, tujuan pembelajaran
disesuaikan dengan ranah psikomotorik.
Taksonomi untuk ranah psikomotorik antara lain dikemukakan oleh Anita Harrow (1972).
Menurut Harrow kebanyakan para guru tidak dapat menuntut pencapaikan 100 dari tujuan yang
dirumuskan kecuali hanya berharap bahwa keterampilan yang dicapai siswa-siswanya akan
sangat mendukung mempelajari keterampilan lanjutan atau gerakan-gerakan yang lebih
kompleks sifatnya. Selain yang telah dikemukakan tersebut, Harrow juga memberikan saran
mengenai bagaimana melakukan pengukuran terhadap ranah psikomotorik ini. Menurutnya,
penentuan kriteria untuk mengukur keterampilan siswa harus dilakukan dalam jangka waktu
sekurang-kurangnya 30 menit. Kurang dari waktu tersebut diperkirakan para penilai belum dapat
menangkap gambaran tentang pola ketereampilan yang mencerminkan kemampuan siswa.
Menurut Harrow (1972: 89)]4] , keterampilan psikomotor ada enam tahap, yaitu: gerakan
refleks, gerakan dasar, kemampuan perseptual, gerakan fisik, gerakan terampil, dan komunikasi
nondiskursif.
1. Reflex Movements (gerakan refleks), yakni respons gerakan yang tak disadari yang dimiliki
individu sejak lahir, mencakup : refleks segmental, refleks intersegmental, dan refleks
suprasegmental. Ketiga refleks ini terkait dengan gerakan-gerakan yang dikoordinasikan
oleh otak dan bagian-bagian sumsum tulang belakang.
2. Basic-Fundamental Movements (basik gerakan dasar), yaitu gerakangerakan yang menuntut
kepada keterampilan yang kompleks sifatnya, meliputi : gerakan lokomotor (gerakan yang
5
mendahului kemampuan berjalan seperti tengkurap, merangkak, memanjat); gerakan
nonlokomotor (gerakan dinamik dalam suatu ruangan yang bertumpu pada suatu sumbu
tertentu); gerakan manipulatif (gerakan yang terkoordinasikan seperti gerakan dalam ibadah
shalat).
3. Perceptual Abilities (kombinasi dari kemampuan kognitif dan gerakan) meliputi:
diskriminasi kinestetik (menyadari akan gerakan tubuh seseorang, kesadaran tubuh
(menyadari gerakan pada dua sisi tubuh, satu sisi tubuh, keseimbangan atau
keberatsebelahan), perasaan tubuh (perasaan adanya gerakan yang terkait dengan badannya
sendiri), hubungan tubuh dengan lingkungan sekitar (arah dan kesadaran badan kaitannya
dengan lingkungan ruang sekitar).
4. Physical Abilities (kemampuan yang diperlukan untuk mengembangkan gerakan-gerakan
keterampilan tingkat tinggi, meliputi ketahanan, kekuatan, kellenturan, kecerdasan otak
(agility) atau kemampuan untuk bergerak cepat.
5. Skilled Movements (gerakan yang memerlukan belajar) misal keterampilan, berkhutbah di
depan masyarakat yang meliputi keterampilan adaptasi terkait dengan basik gerakan dasar;
keterampilan adaptasi kombinasi 32 misal menggunakan peralatan tertentu; keterampilan
adaptasi kompleks seperti menguasai mekanisme seluruh tubuh dalam gerakan-gerakan
shalat;
6. Non-Discursive Communication (kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan
gerakan), meliputi : gerakan ekspresif; gerakan interpretif seperti gerakan dalam seni dan
kreatif (improvisasi).
Tujuan instruksional kawasan psikomotor dikembangkan oleh Harrow (1972: 80) yang juga
menyusun tujuan psikomotor secara hierarkis dalam lima tingkat, mencakup tingkat meniru
sebagai yang paling sederhana dan naturalisasi sebagai yang paling kompleks. Perilaku
psikomotor menekankan pada keterampilan neuro-mascular yaitu keterampilan yang
bersangkutan dengan gerakan otot. Adapun ke lima tingkatan tersebut antara lain:
1. Meniru (Immitation)
Tujuan instruksional pada tingkat ini mengharapkan siswa untuk dapat meniru suatu
perilaku yang dilihatnya. Sebagai contoh, siswa mengobservasi guru yang menunjukkan beda
ucapan suara “t” dan “th” dalam bahasa Inggris, dan mengukurnya dari besar kecilnya hembusan
6
nafas pada selembar kertas. Pada saat tersebut siswa diharapkan untuk dapat meniru cara
mengucapkan kedua suara tersebut dengan benar. Pada tingkat ini kalaupun siswa dapat
melakukannya, perilaku ini belum bersifat otomatis, dan masih mungkin terjadi kesalahan pada
saat siswa mencobanya.
2. Manipulasi (Manipulation)
Pada tingkat ini siswa diharapkan untuk melakukan suatu perilaku tanpa bantuan visual,
sebagaimana pada tingkat meniru. Siswa diberi petunjuk berupa tulisan atau instruksi verbal, dan
diharapkan melakukan tindakan (perilaku) yang diminta. Dalam hal ini perilaku tersebut masih
dilakukan secara kaku dan tanpa koordinasi neuro-mascular yang baik. Pada dasarnya tujuan
tingkat ini sama dengan imitasi, bedanya adalah siswa tidak lagi melihat contoh tetapi hanya
diberi instruksi secara tertulis atau verbal.
Pada tingkat ini siswa diharapkan dapat melakukan suatu perilaku tanpa menggunakan
contoh visual maupun petunjuk tertulis, dan melakukannya dengan lancer, tepat, seimbang, dan
akurat. Dalam melakukan perilaku tersebut kecil kemungkinan untuk membuat kesalahan karena
siswa telah mahir melakukannya.
4. Artikulasi (Articulation)
Pada tingkat ini siswa diharapkan untuk menunjukkan serangkaian gerakan dengan akurat,
urutan yang benar, dan kecepatan yang tepat.
5. Naturalisasi (Naturalization)
Pada tingkat ini siswa diharapkan melakukan gerakan tertentu secara spontan atau
otomatis. Siswa melakukan gerakan tersebut tanpa berfikir lagi cara melakukannya dan
urutannya. Contoh yang mudah adalah merakit panel kontrol. Seseorang telah mencapai tingkat
naturalisasi ini apabila “dirinya telah menyatu dengan panel kontrol”, sehingga seolah-olah
peralatan pada panel kontrol merupakan perpanjangan dari dirinya, tanpa harus berfikir lagi.
Pada masing-masing tingkatan, terdapat beberapa kata kerja operasional yang dapat
digunakan di dalam penilaian psikomotorik yang dilakukan oleh guru, yaitu antara lain:
7
Meniru Manipulasi Ketepatan Artikulasi Naturalisasi
Gerakan
P1 P2 P3 P4 P5
8
Berdasarkan dari tingkatan taksonomi diatas dapat kita ketahui bahwa dalam dunia
pendidikan psikomotorik terkandung dalam mata pelajaran praktik misalnya pada pembelajaran
biologi, ada beberapa materi yang mengharuskan siswa untuk melakukan pratikum. Praktikum
adalah kegiatan belajar yang berbentuk pengamatan terhadap percobaan atau pengujian di
laboratorium yang diikuti dengan analisis dan penyimpulan terhadap hasil pengamatan tersebut.
Di dalam taksonomi harrow ada lima tingkatan yang bisa dijadikan sebagai acuan dalam
penilaian keterampilan siswa dalam pembelajaran biologi, yaitu :
1. Meniru : Dalam pembelajaran biologi, siswa diharapkan dapat meniru suatu tindakan/perilaku
yang dilihatnya misalnya saat pratikum berlangsung, sebelum memulai praktikum guru akan
mempraktikan prosedur kerja yang benar terlebih dahulu dan nantinya diharapkan siswa bisa
mengulangi prosedur tersebut.
2. Manipulasi : di pembelajaran biologi, hal ini bisa kita lihat dari kemampuan siswa dalam
memahami suatu prosedur/cara kerja suatu alat melalui tulisan ataupun ucapan dari guru secara
langsung. Misalnya guru langsung memberikan lembar kerja pratikum kepada siswa tanpa
memberikan penjelasan langsung. Dalam tingkatan ini diharapkan siswa bisa memahami
prosedur yang ada.
3. Ketepatan gerakan : di pembelajaran biologi, guru sangat berharap para siswa dapat
memahami serta mengingat semua tindakan/prosedur dengan baik dan benar tanpa adanya
kesalahan misalnya pada pratikum menguji kadar amilum pada beberapa preparat. Setelah guru
menjelaskan prosedur yang harus dikerjakan, siswa sangat diharapkan dapat mengingat dan
memahami dengan baik langkah langkah kegiatan praktikum agar praktikum dapat berjalan
dengan lancar dan kondusif.
5. Naturalisasi : di pembelajaran biologi, semua tindakan berjalan secara natural/alami baik yang
dilakukan guru maupun siswa. Oleh karena itu, guru bisa menilai perilaku siswa secara alami dan
benar. Pada tahap ini, guru akan menilai cara siswa dalam menyelesaikan, menghasilkan suatu
9
kesimpulan serta menyusun laporan dalam praktikum yang telah dilakukan sebagai bentuk
implementasi dari prosedur yang telah dijelaskan dan dipraktekkan oleh guru bidang studi.
Kelompok :
Nama Siswa : 1.
2.
3.
Kelas :
Hari/Tanggal :
Penilaian :
Petunjuk Pengisian
Nomor Siswa
No. Pernyataan Skor
1 2 3 4 5
Siswa dapat menyiapkan alat dan bahan Ya
1. di meja kerja secara lengkap sesuai
Tidak
dengan panduan petunjuk praktikum
10
Siswa mampu mengambil dan membawa
Ya
mikroskop dengan dua tangan : satu
tangan memegang lengan mikroskop,
2.
satu tangan lagi memegang kabel
Tidak
mikroskop dan diletakan di atas meja
kerja
Siswa mampu mensterilkan gelas benda Ya
dan cover slip dengan mengusapkannya
menggunakan tisu yang sudah diberi
3.
alcohol secukupnya dengan cara
Tidak
mengusap dari arah kanan ke kiri sampai
gelas benda benar-benar kering
Mencari sumber cahaya yang optimal
Ya
pada mikroskop cahaya yang sudah
4. tersedia dengan memutar cermin
mikroskop ke arah sumber cahaya sambil Tidak
11
Siswa mampu meletakan gelas benda di Ya
meja preparat pada mikroskop cahaya
8.
dan jepitlah kedua sisi gelas benda Tidak
dengan penjepit pada mikroskop
Siswa mampu mengamati preparat basa Ya
yang telah dibuat di bawah mikroskop.
9.
Gunakan lensa dari perbesaran lemah Tidak
(10x10)
Siswa mampu membersihkan gelas benda
Ya
dan cover slip dengan membilasnya
10. menggunakan air yang mengalir dan
mengeringkannya dengan tisu Tidak
12
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Kami sangat menyarankan kepada guru bidang studi biologi untuk terus meningkatkan
perhatiannya kepada psikomotorik peserta didik dalam mempelajari keterampilan dalam bidang
biologi ataupun memberikan suatu tindakan yang dimana kemampuan yang dimiliki siswa
terutama keterampilan dalam mata pelajaran biologi bisa diwujudkan dengan baik agar tentunya
guru bisa menilai pencapaian yang dimiliki siswa dari keterampilannya.
13
DAFTAR PUSTAKA
Kristiningtyas, Woro.(2017). Peningkatan hasil belajar siswa aspek kognitif dan psikomotorik
dalam membuat sketsa dan peta wilayah yang menggambarkan objek geografi melalui
metode survei lapangan. Jurnal refleksi edukatika. 8(1) (2017).
14