Anda di halaman 1dari 3

Sejarah berdirinya Kerajaan Demak

Sejarah berdirinya Kerajaan Demak Demak sebelumnya adalah sebuah daerah


bernama Bintoro atau Gelagahwangi, yang merupakan daerah kadipaten di bawah
kekuasaan Kerajaan Majapahit. Dapatkan informasi, inspirasi dan insight di email kamu.
Daftarkan email Suatu ketika, Raden Patah diperintahkan oleh gurunya, Sunan Ampel
dari Surabaya, untuk merantau ke barat dan bermukim di sebuah tempat yang
terlindung oleh tanaman gelagah wangi. Raden Patah adalah putra dari Raja Brawijaya
dari istrinya yang disebut Putri Cina. Dalam perantauannya itu, Raden Patah
menemukan tempat yang dimaksud Sunan Ampel kemudian menamainya sebagai
Demak. Baca juga: Raja-Raja Kerajaan Demak Berdirinya Kerajaan Demak tidak bisa
lepas dari kemunduran Kerajaan Majapahit pada akhir abad ke-15. Pada saat itu,
wilayah kekuasaannya mulai memisahkan diri dan saling serang karena merasa
sebagai pewaris takhta Majapahit yang sah.

Mendapat dukungan dari wali songo dan ki ageng


teging

Raden Patah yang mendapat dukungan dari wali sanga dan Ki Ageng Pengging,
kemudian diangkat sebagai bupati Demak oleh Prabu Brawijaya dengan ibu kota di
Bintara. Setelah merasa kuat karena memiliki daerah yang strategis dan mempunyai
dukungan dari wali sanga, para wali menyarankan agar Raden Patah menjadikan
Demak sebagai kerajaan Islam dan sepenuhnya memisahkan diri dari Kerajaan
Majapahit. Raden Patah kemudian mengumpulkan para pengikutnya untuk melawan
Kerajaan Majapahit. Setelah Kerajaan Majapahit berhasil dikalahkan, Kerajaan Demak
resmi berdiri sebagai kerajaan Islam. Ada banyak versi tentang tahun berdirinya
Kerajaan Demak. Beberapa sejarawan berpendapat Kesultanan Demak didirikan pada
1500 M, dan sebagian lainnya meyakini tahun 1478 atau setahun sebelum berdirinya
Masjid

Di bawah kepemimpinan Raden Patah, Kesultanan Demak menjadi pusat penyebaran agama
Islam dengan peran sentral Wali Songo. Periode ini adalah fase awal semakin berkembangnya
islam di jawa dan menjadi kerajaan islam pertama di jawa

Menghapus system kasta

Di bawah kepemimpinan Raden Patah, Kesultanan Demak menjadi pusat penyebaran agama
Islam dengan peran sentral Wali Songo. Periode ini adalah fase awal semakin berkembangnya
ajaran Islam di Jawa.

Kasta Brahmana Kasta Brahmana merupakan kasta tertinggi. Kaum Brahmana bertugas
menjalankan upacara- upacara keagamaan. Kasta Ksatria Kasta Ksatria merupakan kasta yang
bertugas menjalankan pemerintahan. Golongan kasta ksatria seperti raja, bangsawan, dan prajurit
masuk dalam kelompok tersebut. Kasta Waisya Kasta Waisya merupakan kasta dari rakyat biaya,
yaitu petani dan pedagang. Kasta Sudra Kasta Sudra adalah kasta dari golongan hamba sahaya
dan para budak.

Masuknya Islam melalui kerajaan demak memberikan identitas baru bagi kehidupan masyarakat
pada masa itu. Dalam bidang sosial, kebudayaan Islam aturan kasta tidak diterapkan lagi di dalam
masyarakat. Sistem kasta yang sebelumnya dipakai oleh masyarakat pada masa Hindu-Buddha
mulai pudar tidak dipergunakan lagi. Islam yang berkembang pesat membuat masyoritas
masyarakat memeluk Islam. Baca juga:

. dan akhirnya demak telah membebaskan mereka dari belenggu sistem kasta. Dalam Islam tidak
terdapat bukti mengenai masalah kasta. Dalam Islam menunjukan semua orang memang sederajat
atau memiliki derajat yang sama, tidak ada pemisahan seperti dalam sistem kasta. Islam
memperlakukan mereka sebagai manusia yang mulia dan terhormat.  
TEMPAT BERKUMPULNYA PARA WALI

Dalam buku '100 Masjid Terindah di Indonesia', dari Andalan Media, Masjid Agung Demak
diperkirakan telah dibangun sejak abad ke-15. Jadi tak heran jika bangunan ini didominasi
material kayu. Ada empat orang wali berperan langsung dalam pembuatan masjid ini, yaitu
Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Ampel dan Sunan Gunung Jati. Dan sinilah para wali
berdiskusi masalah penyebaran islam di Indonesia karena demak adalah kerajaan yang paling
suka rela dalam menerima islam dan tetap mendukung para wali

Ekspedisi menguasai banten

Saat Pati Unus wafat, kepemimpinan Kerajaan Demak diteruskan oleh adiknya, yakni Sultan
Trenggana. Sama seperti kakaknya, Sultan Trenggana juga menaruh rasa benci terhadap Portugis.
Ia melakukan berbagai upaya untuk mencegah masuknya Portugis ke Jawa Barat. Salah satu
upayanya ialah dengan menguasai wilayah Jawa Barat, termasuk Banten. Dilansir dari Portal Resmi
Provinsi DKI Jakarta, saat itu Banten merupakan wilayah kekuasaan Kerajaan Pajajaran. Rajanya,
yakni Samiam menjalin hubungan dengan Portugis. Tujuannya untuk membendung luasnya wilayah
kekuasaan Kerajaan Demak, khususnya di Jawa Barat. Baca juga: Biografi Raden Patah, Raja
Pertama Kerajaan Demak Fatahillah dikirim oleh Sultan Trenggana untuk menguasai Banten. Pada
1527, bersama dengan dua ribu pasukannya, Fatahillah berhasil menyerbu dan menguasai Banten.
Menurut Fitriyani Rahman dalam jurnal yang berjudul Perkembangan Prasejarah Banten Pada Abad
XIV Hingga Masa Kesultanan Maulana Muhammad, Kerajaan Demak memiliki dua alasan utama
dan satu alasan khusus mengapa ingin menguasai Banten. Alasan utamanya ialah karena Kerajaan
Pajajaran menjalin kerja sama dengan Kerajaan Portugis. Selain itu, Kerajaan Demak juga ingin
memutus jalinan perdagangan Portugis dengan Kerajaan Pajajaran di Malaka. Alasan khusus
Kerajaan Demak menguasai Banten, yakni karena posisi Banten yang sangat strategis. Banten
merupakan salah satu pusat perdagangan internasional dan daerah penghasil lada, yang saat itu
komoditinya sangat diminati dalam perdagangan. Usaha Fatahillah dan dua ribu pasukannya
membuahkan hasil. Ia berhasil menguasai Banten, Sunda Kelapa dan Cirebon. Atas jasanya,
Fatahillah diangkat menjadi raja di Cirebon. Setelah Banten dikuasai oleh Kerajaan Demak, pada
1526, Maulana Hasanuddin diangkat menjadi Bupati Kadipaten Ban

Anda mungkin juga menyukai