Keywords Abstract
ajang pencarian bakat; This article aims to examine the phenomenon of Indonesia's talent
fenomena seni; search arena using a postcolonial perspective. Various talent search
poskolonial programs in Indonesia are imported products, which can be interpreted as
an effort to globalize Indonesia. This has indirectly changed the
Indonesian people's mindset and culture, one of which is the taste of
music, which prefers westernized songs. Postcolonial can be interpreted as
a form of analysis unit that can be used to study the form of the new
cultural colonial phenomenon, primarily carried out by the west towards
nations in the developing (eastern) category of regions. The form of
colonialism that occurred was no longer physical colonialism. However,
colonization was carried out through language texts, culture, and the
development of a negative image of the east by the west, hegemony as a
form of power practice. The postcolonial approach in looking at the
phenomenon of the talent search arena in Indonesia can provide an
overview of how western culture enters Indonesia and hegemony through
television media. This form of hegemony is represented in the talent search
event, which is full of westernized nuances. The meaning of western
culture can be conveyed to the audience and constructed within the
audience.
18
Fenomena Ajang Pencarian Bakat di Indonesia….. Setiawan, A. Y.
19
seolah-olah bernuansa kebarat-baratan. Mulai (timur), beserta kemungkinan jalan keluar atau
dari standar panggung, kostum, penampilan, dan pemecahannya (Kasiyan, 2003). Sementara
pemilihan lagu yang lebih didominasi oleh lagu- secara harafiah, poskolonial dapat diartikan
lagu barat. Dengan demikian, dapat dimaknai sebagai “masa setelah penjajahan” (Martono,
bahwa seni pertunjukan di Indonesia akan 2012, p. 141). Artinya praktik penjajahan
semakin kehilangan identitasnya. Pertunjukan (kolonialisme) masih berlanjut sampai sekarang,
semacam ini sangat jauh dari bentuk seni di era modern. Bentuk penjajahan yang terjadi
pertunjukan yang ada di Indonesia. tidak lagi penjajahan secara fisik, namun
Pertanyaan yang kemudian muncul adalah, penjajahan dilakukan melalui teks bahasa,
mengapa industri pertelevisian di Indonesia tidak budaya, serta pembangunan citra negatif
membuat program pencarian bakat yang mengenai timur oleh barat, menghegemoni
bernuansa ke-Indonesiaan, dimana lagu, sebagai bentuk praktik kekuasaan. Secara
penampilan, dan tata panggung yang disuguhkan perlahan-lahan Barat telah melakukan hegemoni
kental akan budaya tradisi yang ada di Indonesia. secara politik maupun budaya. Selain itu, konteks
Namun, jawaban dari pertanyaan tersebut poskolonialis juga mencakup kasus globalisasi
nampaknya sudah dapat dipastikan. Program dan perdagangan bebas yang seringkali dianggap
semacam ini sudah tidak akan lagi memperoleh sebagai bentuk neokolonialisme. Kata “post”
rating yang tinggi, sebab masyarakat sudah sebaiknya diartikan sebagai “melampaui”
semakin mengagumi segala hal yang berbau sehingga poskolonial adalah kajian yang
kebarat-baratan. Sebagai contoh, sebagian remaja melampaui kolonialisme, artinya bisa berupa
saat ini lebih tertarik menyanyikan lagu-lagu pasca atau permasalahan lain yang masih terkait
barat dengan bahasa Inggris, ketimbang lagu- meskipun tampak seperti terpisah dari
lagu milik Koes Plus misalnya. Lebih dari itu, kolonialisme (Nurhadi, 2007, p. 2).
kalangan remaja dan bahkan kaum intelektual Moore & Gilbert menjelaskan bahwa teori
sekalipun lebih suka menggunakan bahasa poskolonial yang lahir pada paruh kedua abad ke-
Inggris untuk sekedar bercakap-cakap dalam 20 sering disebut sebagai metode dekonstruksi
pergaulan sehari-hari, atau menulis “status” di terhadap model berpikir dualis (biner), yang
media sosial, daripada menggunakan bahasa membedakan antara “Timur” dan “Barat”
Indonesia, yang notabenya adalah bahasa (Martono, 2012, p. 140). Dalam hal ini,
persatuan. Sebab, orang yang mampu berbahasa kedudukan Barat ditempatkan sebagai posisi
Inggris dengan baik dalam pergaulan akan dinilai penjajah, dan Timur sebagai posisi yang terjajah.
sebagai orang yang cerdas, dan memiliki status Dengan kata lain, Barat memiliki kedudukan
sosial yang lebih tinggi. yang lebih unggul dari pada Timur. Konsep ini
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka lebih dikenal dengan orientalisme yang
dibutuhkan suatu pandangan untuk mengungkap diperkenalkan oleh Edward Said dalam bukunya
realitas yang terjadi dibalik maraknya program yang berjudul Orientalisme.
ajang pencarian bakat dalam dunia pertelevisian Menurut Said, orientalisme yang
di Indonesia. Dalam artikel ini, akan digunakan menggambarkan hubungan dua bagian antara
sebuah pendeketan poskolonial untuk Timur dan Barat merupakan kunci dalam teori
mengungkap realitas tersebut. Adapun studi poskolonial. Konsep “Timur” diciptakan oleh
poskolonial menawarkan sebuah perspektif Barat yang menekan kemampuan “Orient” untuk
“baru” dalam menganalisis dominasi negara mengekspresikan diri. Penggambaran Barat
Barat (dikelompokkan sebagai kelompok mengenai Timur diposisikan dalam tempat yang
superior) atas kelompok negara-negara Timur lebih rendah, terbelakang, irasional, dan
(kelompok inferior) yang tertindas (Martono, tradisional, sehingga dengan demikian Barat
2012, p. 139). mengidentifikasi diri mereka sebagai lawan dari
karakteristik tersebut, yaitu sebagai dunia yang
Pembahasan
unggul progresif, dan rasional (Martono, 2012, p.
Postkolonialis dan Orientalisme 144).
Poskolonial dapat dimaknai sebagai Berdasarkan pemaparan tersebut dapat
sebentuk unit analisis yang dapat digunakan dimaknai bahwa orientalis cenderung
untuk mengkaji bentuk fenomena penjajahan merendahkan cara berpikir Timur yang dianggap
kebudayaan model baru terutama yang dilakukan tidak sederajat dengan Barat. Terdapat perbedaan
oleh Barat terhadap bangsa-bangsa yang ada di yang terkesan sangat jauh antara Barat dan
kategori wilayah yang sedang berkembang Timur. Dengan demikian praktik-praktik
penjajahan dapat dilakukan dengan mudah oleh tersebut kemudian dapat memberikan pengaruh
Barat terhadap Timur, melalui praktik penjajahan kepada audience. Dengan demikian, produser
secara hegemoni, baik hegemoni politik maupun media akan berpijak pada sistem tersebut, agar
budaya. representasi yang ditampilkan melalui program
televisi dapat menimbulkan makna di benak para
Representasi Budaya Barat melalui Media
audience. Dengan kata lain, kebudayaan barat
Maraknya ajang pencarian bakat sebagai yang direpresentasikan dalam acara ajang
program andalan di beberapa stasiun televisi pencarian bakat di Indonesia dapat tertanam
swasta dapat dimaknai sebagai suatu bentuk dengan baik dalam benak para audience.
masuknya budaya barat ke Indonesia. Program
import yang tayang dengan sukses di Indonesia Fenomena Ajang Pencarian Bakat ditinjau
tersebut mempengaruhi berbagai macam aspek, dari Perspektif Poskolonial
salah satunya adalah semakin terpuruknya Berdasarkan studi poskolonial yang telah
kualitas dan identitas seni pertunjukkan di dipaparkan pada bagian sebelumnya, maka
Indonesia. Suasana panggung yang menampilkan fenomena maraknya ajang pencarian bakat di
sang Idola dibuat sedemikian global sehingga Indonesia dapat dimaknai sebagai bentuk
mirip dengan nuansa konser pertunjukan yang penjajahan yang telah menghegemoni
ada di Barat. Dengan demikian, masyarakat masyarakat Indonesia. Nuansa kebarat-baratan
sebagai audience akan menganggap yang sebagai bentuk representasi globalitas
demikian adalah keren dan modern. Seni ditampilkan dengan sangat jelas. Lahirnya sang
pertunjukan yang berlabel ke-Indonesiaan Idola melalui ajang tersebut dapat dikatakan
bahkan sangat jarang dijumpai dalam acara-acara sebagai bentuk kamuflase belaka. Sebab pesan
televisi. yang lebih tertangkap, seolah-olah ingin
Terdapat pesan-pesan yang menarik untuk disampaikan melalui acara tersebut adalah
dikaji dalam menangkap fenomena ajang bagaimana kebudayaan barat dapat masuk dan
pencarian bakat di Indonesia, seperti misalnya mempengaruhi masyarakat sebagai penonton.
Indonesian Idol. Imperialisme budaya merupakan Tanpa disadari hal ini adalah bentuk
salah satu tesis yang paling menarik untuk kolonialisme yang seharusnya sudah menjadi
menjelaskan pesan-pesan tersebut. Bagi para bahan renungan.
penggagas tesis imperialisme budaya, televisi Bentuk hegemoni semacam ini kian
global adalah televisi kolonial yang menjajah memberikan pengaruh yang negatif, terutama
menurut Coutas (Heryanto, 2012, p. 177). Dalam dalam kemunduran kualitas seni pertunjukan di
berbagai program acara ajang pencarian bakat Indonesia. Bentuk pertunjukan lokal yang
nuansa kebarat-baratan sangat mudah untuk menunjukkan identitas Indonesia akan semakin
dikenali. Secara tampilan, Indonesian Idol tidak sulit dijumpai dalam tayangan televisi, sebab
ada bedanya dengan American Idol. Artinya, masyarakat akan lebih menyukai bentuk
potret globalitas yang direpresentasikan dalam pertunjukan dengan nuansa Barat karena sudah
acara tersebut dapat dikenali sebagai Barat, dan terbiasa dengan suguhan-suguhan acara
kebudayaan Barat. bernuansa barat tersebut. Masyarakat akan
Masuknya kebudayaan Barat di Indonesia memiliki penilaian bahwa segala sesuatu yang
sangat dipengaruhi oleh media, salah satunya berbau Barat akan lebih baik daripada Timur
adalah aktivitas menonton tayangan televisi. (termasuk Indonesia). Hal tersebut juga
Thwaites, Davis, dan Mules (1994, p. 1) berdampak pada kehidupan sosialnya, mulai dari
mengatakan “Culture is the ensemble of social gaya hidup, gaya berpakaian, selera musik,
processes by which meanings are produced, hingga gaya berbicara yang kebarat-baratan.
circulated, and exchanged.” Budaya adalah Beberapa waktu lalu ajang pencarian bakat
gabungan dari proses sosial, dimana makna yang baru selesai digelar adalah The Voice Kids
diproduksi, disirkulasikan, dan dipertukarkan. Indonesia, dimana pesertanya adalah anak-anak
Sebagai bagian dari budaya, maka dalam usia 9-13 tahun. Dan lagi-lagi nuansa konser
aktivitas menonton televisi terdapat proses dibuat sangat kebarat-baratan sesuai dengan
pemaknaan, yang dalam hal ini dilakukan oleh standar yang telah ditetapkan. Audience yang
audience. Menonton televisi sebagai aktivitas sebagian besar adalah anak-anak dan remaja
membaca tidak hanya sekedar menyaksikan apa menjadi konsumen rutin acara tersebut selama
yang dilihat oleh mata, melainkan adanya proses beberapa bulan terakhir. Acara ini juga menuai
menerjemahkan teks menjadi makna. Makna perhatian dan komentar dari para netizen. Satu
21
hal yang menarik adalah perihal pemilihan lagu mengapa lagu barat lebih sering digunakan oleh
yang dibawakan oleh para kontestan, dimana para kontestan.
sebagian besar kontestan lebih memilh Kesimpulan
membawakan lagu-lagu barat/lagu berbahasa
Pendekatan poskolonial dalam memandang
inggris, daripada lagu Indonesia. Hal ini dapat
fenomena ajang pencarian bakat di Indonesia
diperkirakan sebagai sebuah bentuk pengaruh
dapat memberikan gambaran tentang bagaimana
yang timbul akibat acara-acara ajang pencarian
budaya barat masuk ke Indonesia, dan
bakat sebelumnya yang penuh dengan nuansa
menghegemoni melalui media televisi. Bentuk
kebarat-baratan, sehingga mempengaruhi
hegemoni tersebut direpresentasikan dalam acara
generasi berikutnya, termasuk anak-anak. Lagu-
ajang pencarian bakat yang sarat akan nuansa
lagu Indonesia bahkan sudah semakin kehilangan
kebarat-baratan, sehingga makna kebudayaan
identitas di rumahnya sendiri. Namun demikian,
barat tersebut dapat tersampaikan kepada
pendapat lain mengatakan bahwa lagu-lagu barat
audience dan terkonstruksi dalam diri audience.
membutuhkan kualitas teknik vokal yang jauh
Hal ini sudah sepatutnya menjadi renungan
lebih rumit daripada lagu Indonesia, sehingga
bersama, sebab akan menentukan nasib dari
lagu barat dinilai lebih berkualitas dari segi
Identitas ke-Indonesiaan di masa yang akan
teknik, dan lagu Indonesia dinilai terlalu
datang, tidak hanya dalam bidang seni
sederhana. Hal inilah yang menjadi alasan
pertunjukkan, namun juga bidang-bidang yang
lain.
Referensi
Heryanto, A. (2012). Budaya Populer di Indonesia: Mencairnya Identitas Pasca-Orde Baru (A.
Heryanto, ed.). Yogyakarta: Jalasutra.
Kasiyan. (2003). Revitalisasi Dialektika Pluralitas Budaya Global Dalam Persepkif Poskolonial.
Humaniora, 15(1), 74–82. https://doi.org/10.22146/jh.776
Martono, N. (2012). Sosiologi Perubahan Sosial: Perspektif Klasik, Modern, Posmodern, dan
Poskolonial. Jakarta: Rajagrafindo Persada.
Nurhadi. (2007). Poskolonial: Sebuah Pembahasan. Seminar Rumpun Sastra. Retrieved from
http://staffnew.uny.ac.id/upload/132236129/penelitian/POSKOLONIAL+SEBUAH+PEMBAHA
SAN.pdf
Thwaites, T., Davis, L., & Mules, W. (1994). Tools for Cultural Studies: an Introduction. Victoria:
Macmillan Education Australia.