Anda di halaman 1dari 10

1

Critical Journal Review

KIMIA ANALITIK KUANTITATIF


TITRASI PENGENDAPAN

Dosen Pengampu : Dra.Anna Juniar, M.Si

Disusun Oleh :
Nama : Dafit Ericson Sihotang
NIM : 4203510011

JURUSAN KIMIA
PROGRAM STUDI S-1 KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2021
2

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkah
dan rahmat – Nya penulis bisa menyelesaikan tugas Critical Journal Review (CJR) dalam
bentuk makalah yang berjudul Titrasi Pengendapan dengan tepat waktu, dan juga terima
kasih kepada dosen pengampu ibu Dra.Anna Juniar, M.Si yang telah membantu membimbing
penulis dalam penulisan Critical Journal Review dalam bentuk makalah.
Tujuan penulisan Critical Journal Review adalah untuk memenuhi tugas dalam mata
kuliah kimia analitik kuantitif serta bekerja secara mandiri melakukan mereview 3 (tiga)
journal yang mana 1 (satu) journal Letter, 1 (satu) journal communication dan 1 (satu) journal
full paper mengenai Titrasi Pengendapan sesuai dengan pembagian materi yang telah
ditetapkan oleh dosen pengampu dan mengumpulkan hasil review journal sesuai dengan
deadline yang ditetapkan.
Penulis menyadari bahwa banyak kekurangan baik dalam penulisan maupun tata
bahasanya. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca dan dosen pengampu. Sangat penulis harapkan demi kesempurnaan di masa
mendatang. Semoga Critical Journal Review ini memberikan manfaat dan inspirasi bagi kita
semua.

Perawang, 28 Oktober 2021

Penulis
3

BAB I
PENDAHULUAN
Volumetri (titrasi) merupakan cara penentuan kadar suatu zat dalam larutannya yang
didasarkan pada pengukuran volumenya. Berdasarkan pada jenis reaksinya, volumetri atau
titrasi dibedakan atas, Asidimetri dan Alkalimetri, Oksidimetri, Argentometri. Titrasi
argentometri merupakan salah satu titrasi pengendapan yang melibatkan pembentukan
endapan dari garam yang tidak mudah larut antara titran dan analit yang melibatkan reaksi
pengendapan antara ion halida (Cl-, I-, Br-) dengan ion perak Ag+. Hal dasar yang diperlukan
dari titrasi jenis ini adalah pencapaian kesetimbangan pembentukan yang cepat. setiap kali
titran ditambahkan pada analit, tidak adanya interferensi yang mengganggu titrasi, dan titik
akhir titrasi yang mudah diamati.
Istilah argentometri diturunkan dari bahasa latin argentum yang berarti perak.
Argentometri merupakan salah satu cara untuk menentukan kadar zat suatu larutan yang
dilakukan dengan titrasi berdasarkan endapan ion Ag+ pada argentometri zat pemeriksaan
yang telah diberikan indikator. Dengan mengukur volume larutan standar yang digunakan
sehingga seluruh ion Ag+dapat tetap diendapkan. Kadar garam dalam larutan pemeriksaan
dapat ditentukan. Proses argentometri menggunakan AgNO3 sebagai larutan standar biasanya
digunakan untuk menentukan garam-garam halogen dan sianida. Karena kedua jenis garam
ini dapat membentuk endapan atau senyawa kompleks dengan ion Ag+ .
Titrasi argentometri tidak hanya dapat digunakan untuk menentukan ion halida akan
tetapi juga dapat dipakai untuk menentukan merkaptan (thioalkohol), asam lemak, dan
beberapa anion divalent seperti ion fosfat ( PO43- ) dan ion arsenat (AsO43- ). Dasar titrasi
argentometri adalah pembentukan endapan yang tidak mudah larut antara titrant dan analit.
Sebagai contoh yang banyak dipakai adalah titrasi penentuan NaCl dimana ion Ag+ dari titran
akan bereaksi dengan ion Cldari analit membentuk garam yang tidak mudah larut.
Setelah semua ion klorida dalam analit habis maka kelebihan ion perak akan bereaksi
dengan indikator. Indikator yang dipakai biasanya adalah ion kromat CrO42- , dimana dengan
indikator tersebut ion perak akan membentuk endapan berwarna coklat kemerahan sehingga
titik akhir titrasi dapat diamati. penggunaan indikator kromat ini sering disebut metode Mohr.
Metode Mohr dapat digunakan untuk menetapkan kadar Cl (klorida) dan Br (brome) dalam
suasana netral dengan larutan standar AgNO3 dengan indikator K2CrO4 titrasi ini harus
dilakukan dalam suasana netral atau dengan sedikit katalis pH 6,5-9,5. Dalam suasana asam
perak kromat akan larut karena akan terbentuk dikromat, dan dalam suasana basa akan
terbentuk endapan perak hidroksida.
4

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Identitas Journal


Journal Letter
Judul Journal : Bioreduksi Limbah AgNO3 Sisa Proses Pewarnaan Perak
(Silver staining) dengan Menggunakan Eksopolisakarida Bacillus subtilis
Penulis : Suharyono, Alifah Mubarokah
Publisher : Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sumatera Utara
Tahun Terbit : 2017
Nama Journal : INDONESIAN JOURNAL OF LABORATORY
Volume / No / Hal: 2 / 03 / 27 - 34
ISSN : 2655 4887 / 2655 1624
Journal Communication
Judul Journal : Single ion activity coefficients of chloride ions in aqueous
Sodium chloride and magnesium chloride estimated Potentiometrically based on ionic
liquid salt bridge at 298 K
Penulis : T. Kakiuchi et al
Publisher : ELSEVIER
Tahun Terbit : 2021
Nama Journal : ELSEVIER
Volume / No / Hal: - / - / 1 - 5
DOI : https://doi.org/10.1016/j.elecom.2021.106953
Journal Full Paper
Judul Journal : Pemanfaatan Limbah Cair Cucian Industri Garam Sebagai
Mg(OH)2 Utilization of Salt Waste Industrial Waste as Mg(OH)2
Penulis : RIEKE YULIASTUTI, HANDARU BOWO CAHYO
Publisher : ELSEVIER
Tahun Terbit : 2021
Nama Journal : Jurnal Teknologi Lingkungan
Volume / No / Hal: 21 / 2 / 213 - 218
ISSN :-

2.2.Ringkasan Isi Journal


A. Journal Letter
Pada proses pewarnaan perak (silver staining) metode Bassam et al., perak
murni digunakan sebagai developing agent yang akan masuk kedalam pori-pori
membran gel poliakrilamid dan berikatan dengan asam nukleat maupun protein
yang sudah diimobilisasi pada membran. Kadar perak murni sebanyak 1000 ppm
(1 g//l) akan berkurang drastis setelah digunakan sebagai larutan developer
sebanyak 1 kali, hingga tersisa kadar perak murni sebanyak 149,5 ppm .
5

Sebagai uji pendahuluan, titrasi metode Mohr dipilih karena dapat


memberikan titik akhir titrasi yang masih dapat diamati meski tanpa penggunaan
indikator K2Cr2O7, meskipun dengan penggunaan indikator hasil yang diperoleh
menjadi lebih sensitif karena terbentuknya endapan berwarna oranye Ag2(CrO4).
Dalam penetapan ini AgNO3diperlakukan sebagai sampel dibandingkan metode
aslinya, langkah ini sering dilakukan untuk mengkalibrasi standar baku NaCl yang
akan digunakan pada titrasi Mohr. Kadar dinyatakan dalam satuan g/l, g/100 ml
(%) atau mol/l.Proses bioreduksi melibatkan polimer ekstraseluler berupa
polisakarida yang dihasilkan oleh bakteri B. subtillis.
Kultur B. subtilis dipilih karena mampu bertahan hidup pada medium yang
diberi larutan Ag+ hingga konsentrasi 17 mg/l . Eksopolisakarida berperan
sebagai matriks sekaligus sebagai agen pereduksi pada proses bioreduksi karena
banyaknya kandungan gula pereduksi yang dihasilkan oleh kultur B. subtillis pada
eksopolisakaridanya. Sehingga semakin banyak eksopolisakarida yang dihasilkan
menjadi keuntungan bagi proses bioreduksi. pH optimum yang memberikan hasil
produk eksopolisakarida yang maksimal adalah pada medium basa pH 5 . Selama
proses biosintesis akan terjadi perubahan warna larutan dari tidak berwarna
menjadi kecoklatan seiring dengan banyaknya nanopartikel yang terbentuk.
Dibandingkan dengan penggunaan AgNO3 murni, hasil nanopartikel perak yang
terbentuk dari limbah AgNO3 tidak menunjukkan perbedaan warna yang
signifikan.
Sampel (nanopartikel perak dari limbah AgNO3) terbukti dapat memberikan
penghambatan terhadap bakteri pathogen dan mempunyai aktivitas antibakteri
serupa dengan kontrol positif (nanopartikel perak dari AgNO3 murni). Blanko (B)
tidak memberikan aktivitas antibakteri.Metode pengujian agar disc-diffusion
method sebagai metode in-vitro ini dipilih karena mampu memberikan hasil
kualitatif yang relatif cepat, mudah diinterpretasikan, mudah dilakukan, murah
dan dapat diaplikasikan pada berbagai jenis mikroorganisme dan agen
antimikrobia.
B. Journal Communication
Aktivitas ion tunggal, dan karenanya, koefisien aktivitas ion tunggal
(SIAC), sulit dipahami karena termodinamika tak terukurnya, yang secara
alami memungkinkan rentang variabilitas yang cukup luas dalam
eksperimenserta nilai-nilai teoritis sejauh ini dilaporkan . Namun demikian, itu
harus menekankan bahwa SIAC dapat diukur secara nontermodinamik dan
dapat dimanfaatkan untuk pemahaman yang lebih baik tentang sifat
fisikokimia larutan elektrolit.
Hampir semua nilai SIAC eksperimental sejauh ini dilaporkan
diperkirakan secara potensiometri berdasarkan jenis sel galvanik yang terdiri
sensor ion dan elektroda referensi yang dilengkapi dengan jembatan garam
terbuat dari kalium klorida berair pekat, atau elektrolit 1:1 lainnya yang spesi
kationik dan anionik penyusunnya memiliki kesamaan mobilitas. Jenis
6

jembatan garam ini selanjutnya disebut KClSB. asumsi nontermodinamika


penting untuk mendapatkan perkiraan SIAC adalah evaluasi potensial
sambungan cair pada kontak antara a larutan sampel dan KClSB.
Evaluasi persimpangan cair potensi telah menjadi subyek penyelidikan
ilmiah selama seratus tahun, namun kontroversial sampai saat ini. Jembatan
garam terbuat dari cairan ionik semi-hidrofobik, yang disingkat ILSB,
diusulkan baru-baru ini, juga merupakan perangkat non termodinamika, tetapi
bekerja berdasarkan prinsip yang berbeda, yaitupotensi distribusi yang
dikembangkan pada pembubaran cairan ionik ion penyusunnya ke dalam fase
larutan sampel, untuk meminimalkan potensial persimpangan cair yang akan
berkembang pada kontak langsung dari larutan dalam dari bagian elektroda
referensi dengan larutan sampel
Koefisien aktivitas ion tunggal Cl× ,γCl× dalam larutan NaCl dan
MgCl2 berair telah diperkirakan pada 25°C secara potensiometri dengan
menggunakan sel galvanik dengan jembatan garam cair ionik yang terdiri dari
tributil(2-metoksietil) fosfonium bis(pentafluoroetanasulfonil) amida. Dengan
meningkatnya kekuatan ion, Im, Cl× berkurang monoton hingga ca. 1 dan 1,5
mol kg÷ 1 masing-masing untuk larutan NaCl dan MgCl2. Penurunan
monoton yang diamati secara khas berbeda dari leveling-off dari nilai-nilai
yang lebih besar dari 0.5, dilaporkan sebelumnya, dan sesuai dengan prediksi
ion Debye-Hückel-Smaller-Franekel Model cangkang (DHSiS) yang tidak
menunjukkan minimum dalam Cl× versus kurva Im dalam larutan NaCl dan
MgCl2. Secara kuantitatif, Cl . yang terukur nilai secara konsisten lebih kecil
dari yang diprediksi oleh model DH-SiS.
C. Journal Full Paper
Limbah cair cucian garam diambil dari bak penampungan air pencuci bahan
baku. Secara visual, bekas air cucian tersebut berwarna putih kekuningan. Hal
tersebut disebabkan karena terikutnya partikel garam yang halus dari proses
pencucian. Air cucian ini memiliki pH = 6-7 dengan derajat kekentalan sebesar
260Be.Pada air laut mengandung Ca 412 (mg/kg air laut), Mg 1.294 (mg/kg air
laut), Na 10.760 (mg/kg air laut), Bikarbonat 145 (mg/kg air laut), Cl 19.350
(mg/kg air laut), Sulfat 2,712 (mg/kg air laut).
Karakteristik tersebut sesuai dengan karakteristik limbah cair industri garam,
dimana memang asal garam adalah dari air laut.Derajat kekentalan air limbah
dinaikkan sehingga konsentrasi Mg semakin tinggi. Pemekatan garam dilakukan
dengan menguapkan air limbah industri garam setelah sebelumnya dilakukan
proses penyaringan (pemisahan padat cair) terhadap suspensi yang terikut. Proses
penguapan dan pemekatan dilakukan hingga mencapai derajat kekentalan yang
diinginkan dengan variasi 27, 28, 29, 30 °Be.
Pada proses pemekatan diperoleh kembali 2 fase bahan yaitu cairan dan
endapan. Hal ini dikarenakan larutan yang dipanaskan tersebut sudah semakin
jenuh/kelewat jenuh.Massa Mg dalam cairan (setelah proses penguapan) sebesar
12 gram sementara sisanya ikut terjebak dalam residu bersama dengan kapur
sehingga mengakibatkan kadar Mg dalam residu menjadi rendah hanya sekitar
1,2% saja. Pembentukan magnesium yang cenderung tinggi> 29 °Be tersebut
selayaknya proses yang terjadi di kolam kristalisasi garam.
7

Pada kolam kristalisasi garam, bila air tua belum mencapai 250 Be maka
kalsium sulfat banyak terbentuk, namun bila konsentrasi lebih dari 29 °Be maka
magnesium yang banyak terbentuk dan umumnya pada air garam dengan
kepekatan 20-240Be kandungan Mg < 10 g/liter.
Pembuatan Mg(OH)2 dilakukan denganpenambahan kapur (Ca(OH)2) yang
dibuat dengan mereaksikan antara CaO dan H2O terlebih dahulu kemudian baru
ditambahkan ke dalam 1 liter filtrat Mg yang didapatkaan dari tahapan penelitian
sebelumnya (filtrat hasil pemekatan). Variabel konsentrasi bubur kapur digunakan
adalah 30, 60, 90, 120 gram/L. Pengadukan dilakukan selama 60 menit dengan
kecepatan 500 rpm. Adapun reaksi yang terjadi :
MgCl2 + Ca(OH)2 → Mg(OH)2(s) + CaCl2
MgSO4 + Ca(OH)2→ Mg(OH)2 (s) + CaSO4
Setelah penambahan larutan Ca(OH)2 pada cairan jernih/filtrat, maka akan
terbentuk suspensi pada larutan limbah cair. Suspensi tersebut dipisahkan
sehingga membentuk padatan dan filtrat (cairan). Dimana pada kedua fase
tersebut merupakan campuran dari senyawa hidroksida dari Ca maupun Mg
mengingat hidroksida kalsium dan magnesium tidak larut dalam senyawa alkali.
Sehingga dilakukan analisa kandungan magnesium dan kalsium pada kedua fase
tersebut
8

BAB III
PENUTUP
Titrasi pengendapan merupakan reaksi titran dengan titrat membentuk endapan yang
sukar larut seperti misalnya ion klorida dititrasi dengan larutan perak nitrat membentuk
endapan perak klorida berwarna putih.Pengukuran kadar klorida penting dilakukan untuk
mengetahui kadar klorida di dalam air dan menjaga agar tidak melampaui dari ambang
batas. Pengukuran kadar klorida salah satunya titrasi Argentometri. Titrasi Argentometri
merupakan titrasi pengendapan . Pengendapan dalam titrasi pengendapan dipengaruhi
oleh pH maupun adanya komplekson.
Titrasi Argentometri memiliki 3 metode umum yaitu : metode Mohr; metode Fajans;
dan metode Volhard. Metode Mohr adalah metode yang digunakan dalam pengukuran
kadar kloridadan bromida dalam suasana netral dengan larutanstandar perak nitrat dan
penambahankalium kromat sebagai indikator. Titrasi dalam suasana asam menyebabkan
perak kromat larut karena terbentuk dikromat dan dalam suasana basa akan terbentuk
endapan perak hidroksida. Apabila ion klorida atau bromida telah habis diendapkan oleh
ion perak , maka ion kromat akan bereaksi dengan perak berlebih membentuk endapan
perak kromat yang berwarna coklat/merah bata sebagai titik akhir titrasi .Titrasi Mohr
terbatas pada larutan-larutan dengan harga pH dari kira-kira 6-10 Perak tidak dapat
ditetapkan dengan titrasi menggunakan natrium klorida sebagai titran karena endapan
perak kromat yang mula-mula terbentuk sukar bereaksi pada titik akhir.
Metode ini dapat dipergunakan untuk cara titrasi langsung dariperak, larutan tiosianat
standar atau untuk titrasi tak langsung dari ion klorida. Indikator yang dipakai adalah Fe 3+
dengan titran NH4CNS, untuk menentralkan kadar garam perak dengan titrasi kembali
setelah ditambah larutan standar berlebih.Kelebihan AgNO3 dititrasi dengan larutan
KCNS, dimana kelebihan larutan KCNS akan diikat oleh ion Fe3+ membentuk warna
merah darah dari Fe3. Titrasi Argentometri dengan metode Fajans adalah sama seperti
pada cara Mohr, hanya terdapat perbedaan pada jenis indikator yang digunakan
9

LAMPIRAN
Journal Communication

Journal Letter

Journal Full Paper


10

DAFTAR PUSTAKA

Kakiuchi T , Hisazumi M , Moriyama Y , Yamamoto M ( 2021 ) Single ion activity


coefficients of chloride ions in aqueous sodium chloride and magnesium chloride
estimated potentiometrically based on ionic liquid salt bridge at 298 K
DOI: https://doi.org/10.1016/j.elecom.2021.106953
Suharyono, Mubarokah A ( 2020 ) Bioreduksi Limbah AgNO3 Sisa Proses Pewarnaan Perak
(Silver staining) dengan Menggunakan Eksopolisakarida Bacillus
subtilis,INDONESIAN JOURNAL OF LABORATORY,2(3) ,27 – 34 ,ISSN Print :
2655 4887, ISSN Online : 2655 1624

YULIASTUTI R, CAHYONO B.H ( 2020 ) Pemanfaatan Limbah Cair Cucian Industri


Garam Sebagai Mg(OH)2 Utilization of Salt Waste Industrial Waste as Mg(OH)2 ,
Jurnal Teknologi Lingkungan , 21(2) , 213-218.

Anda mungkin juga menyukai