Ini
A. Sejarah Kepeloporan
UII didirikan oleh para ulama, cendekiawan, pemimpin sekaligus pendiri Republik Indonesia
yang memiliki tujuan yang sama yaitu dalam rangka menciptakan pemimpin sekaligus
cendikiawan muslim yang tidak hanya ahli di bidang ilmu pengetahuan namun juga dapat
mengintegrasikan dan mengaktualisasinya dengan nilai-nilai keislaman. Para pendiri
tersebut diantaranya Drs. Mohammad Hatta, Mr. Muwardi, Dr. Ahmad Ramli, KH. Mas
Mansur, KH. A. Wahid Hasyim, KH. R. Fatchurrahman Kafrawi, KH. Farid Ma’ruf, KH. Abdul
Kahar Muzakkir, KH. Mohammad Roem dan Mohammad Natsir.
“Wujud Sekolah Tinggi Islam ialah membentuk ulama yang dalam pengetahuannya dan
berpendirian kukuh, serta mempunyai semangat yang dinamis. Hanya ulama yang seperti
itulah yang bisa menjadi pendidik yang sebenarnya dalam masyarakat. Di Sekolah Tinggi
Islam itu akan bertemu Agama dan Ilmu dalam suasana kerja Bersama, untuk membimbing
masyarakat dalam kesejahteraan”
VISI
Terwujudnya Universitas Islam Indonesia sebagai rahmatan lil alamin, memiliki komitmen
pada kesempurnaan (keunggulan), risalah Islamiyah, di bidang Pendidikan, penelitian,
pengabdian masyarakat dan dakwah, setingkat universitas yang berkualitas di negara maju.
MISI
Menegakkan wahyu ilahi dan sunah nabi sebagai sumber kebenaran mutlak serta rahmat
bagi alam semesta, dan mendukung cita-cita luhur dan suci bangsa Indonesia dalam
mencerdaskan kehidupan bangsa melalui upaya membentuk tenaga ahli dan sarjana muslim
yang bertakwa, berakhlak, terampil, berilmu amaliah dan beramal ilmiyah, mengembangkan
dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, seni yang berjiwa agama Islam,
membangun masyarakat dan negara Republik Indonesia yang adil dan Makmur berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang diridhai oleh Allah SWT. Serta mendalami
mengembangkan dan menyebarluaskan pemahaman ajaran agama Islam untuk dihayati dan
diamalkan oleh warga Universitas dan masyarakat pada umumnya.
Values-Innovation-Perfection
Belajar di UII adalah sebuah proses penanaman nilai, akhlak dan pembelajaran ilmu
pengetahuan bagi mahasiswanya agar nantinya dapat berkontribusi dalam memperbaiki
kualitas lingkungan di masa depan, atau menjadi insan yang mampu mengemban misi
rahmatan lil alamin.
C. Insan UII
Salah satu tujuan Universitas Islam Indonesia (UII) yang dirumuskan para pendirinya yaitu
melahirkan cendekiawan muslim dan pemimpin bangsa yang mampu menerapkan nilai-nilai
islami sebagai bentuk islam rahmatan lil alamin. Untuk mencapai tingkat
mengimplementasikan nilai nilai islam rahmatan lil alamin maka diperlukan 3 fondasi yang
saling berhubungan dan konsiten satu sama lain.
Sebagai insan UII yang rahmatan lil ‘alamin, kita memiliki suatu dimensi yang saling
berhubungan dan konsisten. Nilai-nilai keislaman diwujudkan dalam syariat Islam, kemudian
dalam pelaksanaannya syariat Islam akan menghasilkan adab-adab akhlak yang mulia. Yang
didalamnya terkandung nilai-nilai islam rahmatan lil alamin.
Maka dalam adat minang kita mengenal istilah “adat basandi syarak syarak basandi kitabullah”
Adab yang bersandi syari’at, dan syari’at yang bersandi kitabullah. Jadi, bentuk hasil terbaik
dalam penerapan sumber ajaran kehidupan adalah menghasilkan adab.
D. Kedudukan Ilmu dan Adab
Ilmu dan adab memiliki bagiannya dan kedudukannya sendiri. Adab berperan sebagai pondasi
dari Ilmu. Sebab, kepintaran tidak ada artinya apabila seseorang tidak memiliki adab (etika).
Ilmu menjadi berbahaya bagi pemiliknya dan orang lain karena tidak dihiasi akhlak, dan malah
ilmu tersebut digunakan untuk berbuat dzalim. Kemudian jika adab/akhlak tidak dibarengi
dengan ilmu maka akan menjadi kesesatan karena tidak memiliki dasar pengetahuan dan
pemahaman.
Adab terdiri dari norma-norma dan nilai-nilai ajaran Tuhan yang berasal dari hati. Sedangkan
ilmu terdiri atas pengetahuan yang berasal dari akal dan alat/praktik yang berasal dari tangan.
UII bertujuan mencetak leaders (pemimpin) bukan labors (pekerja) sebagai bentuk rahmat bagi
semesta alam. Oleh karena itu, kita diharuskan memiliki jiwa dan sifat seorang pemimpin sejati
yang memilki ilmu dan adab yang tinggi.
Posisi adab terhadab ilmu akan dijelaskan dari kutipan ulama berikut:
“ Wahai anakku jadikanlah ilmumu sebagai garam dan jadikanlah adabmu (karakter)mu
sebagai tepung “ (Ruwaim r.a)
“ Pergaulilah para ahli fikih (guru) dan pelajari karakter mereka, kerena yang demikian itu lebih
aku sukai daripada engkai mempelajari banyak hadits “ ( Hubaid bin al-syahid r.a )
Disini kita bisa mengambil pelajaran, bahwa peran adab sangat penting bagi kehidupan bahkan
lebih utama dari ilmu jika dilihat dari pernyataan diatas.
Sebagai insan ulil albab, kita diharuskan menjadi seorang yang berilmu berbasis adab. Yaitu
menjadi seorang berilmu tinggi dan dilengkapi dengan kompetensi alat namun memiliki
kompetensi adab sebagai dasarnya.
Yang membedakan kita seorang muslim dengan umat yang lain adalah letak orientasi
intelektualnya. Dalam masalah fokus perhatian, seorang muslim lebih mengedepankan hasil
atau apa yang diberikan ke masyarakat oleh dirinya, dan non-muslim lebih mengedepankan
apa yang bisa ia dapatkan. Dalam segi pendekatan, seorang muslim lebih mengutamakan hati
dan ketauhidan, sedangkan non-muslim lebih mengutamakan akalnya dan dan prestasinya.
Dan dalam praktiknya, seorang muslim lebih mementingkan hubungan atau kebersamaan dan
juga lebih mengutamakan silaturahmi atau organisasi, sedangkan non-muslim lebih berfikir
secara individual dan mementingkan peranan teknologi. Maka dari itu tidak heran jika sumber
adab non muslim berubah-berubah karena nilainya dari manusia sedangkan sumber adab
umat Islam berasal dari nilai-nilai ketuhanan (Al-Quran dan Hadist)
Seorang muslim sejati yang dicapai tidak hanya kesenangan berbentuk properti tetapi
kebahagiaan berbentuk kesejahteraan orang lain.
Muslim sejati adalah yang beribadah kepada ALLAH SWT semata, dengan melakukan aktifitas
yang bersifat qolbiyah (jiwa), badaniyah (raga), dan perbuatan, dibalut dengan kebagusan
adab/karakter
3. Ulama yang mengejar kesejahteraan/kemakmuran yang dapat diraih dengan amal shaleh
Ada beberapa cara bagaimana menjadi intelektual dan muslim yang sebenarnya
J. Pemimpin berbudaya
Sebagai sarjana sholeh, kita dituntut menjadi pemimpin yang berbudaya. Ada beberapa
keunggulan sarjana sholeh, yaitu:
1. karakter terbaik, diperoleh dari pesantrenisasi hingga memiliki sifat kasih sayang yang tinggi
3. intelektual terbaik, didapat dari proses dan cara berfikir yang baik hingga menjadi seorang
profesional
Seorang pemimpin berbudaya haruslah selalu mempraktekkan ilmunya, dan melakukan aksi
didasari dengan ilmu. Dan senantiasa membela bangsa, negara, dan umat.
Pemimpin berbudaya memiliki landasan yaitu kompetensi karakter dan pilar-pilar pendukung,
yaitu:
1. pengetahuan
2. skill
3. pengalaman kepemimpinan
“don’t look to become a person of succes, look isntead to become a person of velue” ( albert
einstein)
“Everyone thinks of changing the world, but no one thinks of changing himself” (asmai budi
anas hasin)
“life only comes around once, so do whatever makes you happy, and be with whoever makes
you smile” (asmai budhi anas hasin)