Kolostomi
Kolostomi
PERAWATAN KOLOSTOMI
Pengertian
Sebuah lubang buatan yang dibuat oleh dokter ahli bedah pada dinding abdomen untuk
mengeluarkan feses (M. Bouwhuizen, 1991)
Pembuatan lubang sementara atau permanen dari usus besar melalui dinding perut untuk
mengeluarkan feses (Randy, 1987)
Lubang yang dibuat melalui dinding abdomen ke dalam kolon iliaka untuk mengeluarkan
feses (Evelyn, 1991, Pearce, 1993)
Kolostomi Permanen
Pembuatan kolostomi permanen biasanya dilakukan apabila pasien sudah tidak
memungkinkan untuk defekasi secara normal karena adanya keganasan, perlengketan,
atau pengangkatan kolon sigmoid atau rectum sehingga tidak memungkinkan feses
melalui anus. Kolostomi permanen biasanya berupa kolostomi single barrel ( dengan
satu ujung lubang)
Lubang kolostomi yang muncul dipermukaan abdomen berupa mukosa kemerahan yang disebut
STOMA. Pada minggu pertama post kolostomi biasanya masih terjadi pembengkakan sehingga
stoma tampak membesar.
Pasien dengan pemasangan kolostomi biasanya disertai dengan tindakan laparotomi (pembukaan
dinding abdomen). Luka laparotomi sangat beresiko mengalami infeksi karena letaknya
bersebelahan dengan lubang stoma yang kemungkinan banyak mengeluarkan feses yang dapat
mengkontaminasi luka laparotomi, perawat harus selalu memonitor kondisi luka dan segera
merawat luka dan mengganti balutan jika balutan terkontaminasi feses.
Perawat harus segera mengganti kantong kolostomi jika kantong kolostomi telah terisi feses atau
jika kontong kolostomi bocor dan feses cair mengotori abdomen. Perawat juga harus
mempertahankan kulit pasien disekitar stoma tetap kering, hal ini penting untuk menghindari
terjadinya iritasi pada kulit dan untuk kenyamanan pasien.
Kulit sekitar stoma yang mengalami iritasi harus segera diberi zink salep atau konsultasi pada
dokter ahli jika pasien alergi terhadap perekat kantong kolostomi. Pada pasien yang alergi
tersebut mungkin perlu dipikirkan untuk memodifikasi kantong kolostomi agar kulit pasien tidak
teriritasi.
Komplikasi kolostomi
1.Obstruksi/ penyumbatan
Penyumbatan dapat disebabkan oleh adanya perlengketan usus atau adanya pengerasan feses
yang sulit dikeluarkan. Untuk menghindari terjadinya sumbatan, pasien perlu dilakukan irigasi
kolostomi secara teratur. Pada pasien dengan kolostomi permanen tindakan irigasi ini perlu
diajarkan agar pasien dapat melakukannya sendiri di kamar mandi.
2.Infeksi
Kontaminasi feses merupakan factor yang paling sering menjadi penyebab terjadinya infeksi
pada luka sekitar stoma. Oleh karena itu pemantauan yang terus menerus sangat diperlukan dan
tindakan segera mengganti balutan luka dan mengganti kantong kolstomi sangat bermakna untuk
mencegah infeksi.
3.Retraksi stoma/ mengkerut
Stoma mengalami pengikatan karena kantong kolostomi yang terlalu sempit dan juga karena
adanya jaringan scar yang terbentuk disekitar stoma yang mengalami pengkerutan.
4.Prolaps pada stoma
Terjadi karena kelemahan otot abdomen atau karena fiksasi struktur penyokong stoma yang
kurang adekuat pada saat pembedahan.
5.Stenosis
Penyempitan dari lumen stoma
6.Perdarahan stoma
Post operasi tutup kolostomi merupakan suatu rangkaian tindakan pembedahan pada post kolostomi
sementara.
Klien yang mengalami kelainan pada usus seperti: obstruksi usus, kanker kolon, kolitis ulceratif, penyakit
Divertikuler akan dilakukan pembedahan yang disebut dengan kolostomi yaitu lubang dibuat dari
segmen kolon (asecenden, transversum dan sigmoid). Lubang tersebut ada yang bersifat sementara dan
permanen. Kolostomi asenden dan transversum bersifat sementara , sedangkan kolostomi sigmoid
bersifat permanen.
Tujuan
Menjaga kebersihan pasien
Mencegah terjadinya infeksi
Persiapan pasien
PERSIAPAN ALAT
1. Colostomy bag atau cincin tumit, bantalan kapas, kain berlubang, dan kain persegi empat
2. Kapas sublimate/kapas basah, NaCl
3. Kapas kering atau tissue
4. 1 pasang sarung tangan bersih
5. Kantong untuk balutan kotor
6. Baju ruangan / celemek
7. Bethadine (bila perlu) bila mengalami iritasi
8. Zink salep
9. Perlak dan alasnya
10. Plester dan gunting
11. Bila perlu obat desinfektan
12. bengkok
13. Set ganti balut
PERSIAPAN KLIEN
1. Memberitahu klien
2. Menyiapkan lingkungan klien
3. Mengatur posisi tidur klien
PROSEDUR KERJA
1. Cuci tangan
2. Gunakan sarung tangan
3. Letakkan perlak dan alasnya di bagian kanan atau kiri pasien sesuai letak stoma
4. Meletakkan bengkok di atas perlak dan didekatkan ke tubuh pasien
5. Mengobservasi produk stoma (warna, konsistensi, dll)
6. Membuka kantong kolostomi secara hati-hati dengan menggunakan pinset dan tangan kiri
menekan kulit pasien
7. Meletakan colostomy bag kotor dalam bengkok
8. Melakukan observasi terhadap kulit dan stoma
9. Membersihkan colostomy dan kulit disekitar colostomy dengan kapas sublimat / kapas
hangat (air hangat)/ NaCl
10. Mengeringkan kulit sekitar colostomy dengan sangat hati-hati menggunakan kassa steril
11. Memberikan zink salep (tipis-tipis) jika terdapat iritasi pada kulit sekitar stoma
12. Menyesuaikan lubang colostomy dengan stoma colostomy
13. Menempelkan kantong kolostomi dengan posisi vertical/horizontal/miring sesuai
kebutuhan pasien
14. Memasukkan stoma melalui lubang kantong kolostomi
15. Merekatkan/memasang kolostomy bag dengan tepat tanpa udara didalamnya
16. Merapikan klien dan lingkungannya
17. Membereskan alat-alat dan membuang kotoran
18. Melepas sarung tangan
19. Mencuci tangan
20. Membuat laporan
Selama kehamilan trimester kedua hingga ketiga perkembangan kelenjar mama akan progresiif
yang menyebabkan payudara membesar lebih cepat. Kadar hormon luteal dan plasenta akan
terjadinya proliferasi dari kelenjar ductus lactiferus dan jaringan lobus alveoral. Sehingga pada
palpasi payudara secara umum ditemukan nodul yang agak keras. Pengembangan jaringan
connective menyebabkan terjadinya jaringan menjadi lembut dan longgar. Meskipun
perkembangan mamae sudah sempurna pada pertengahan masa kehamilan, namun laktasi tetap
terhambat hingga penurunan kadar estrogen pada saat menjelang kelahiran. Pada saat itu akan
dijumpai kondisi mamae yang kulitnya tipis, tranparan, dan mengeluarkan materi yang agak
kental ( pre kolestrum ). Prekolstrum ini sudah bisa ditemukan dalam sel asini pada bulan ketiga
dari kehamilan.
Colestrum merupakan cairan yang berwarna putih kekuningan dan oranye yang merupakan
bentuk mula dari ASI.
1. .Persipan Alat :
2. Minyak kelapa .
3. Kapas
4. Handuk.
5. Waslap.
6. Air dalam kom .
ALERGI MAKANAN
DEFINISI :
Adalah gejala klinis yang timbul setelah makan sesuatu makanan karena reaksi badan yang
abnormal terhadap makanan atau terhadap bahan tambahan dari makanan tersebut.
PATOFISIOLOGI :
Ada 4 faktor yang berperan :
1. Faktor mukosa saluran cerna belum dewasa, penyerapan alergen bertambah, hal ini dapat
disebabkan karena :
ETIOLOGI :
Contoh makanan yang dapat memberikan reaksi alergi menurut prevalensinya
Hampir semua jenis makanan dan zat tambahan pada makanan dapat menimbulkan reaksi alergi.
GEJALA KLINIS :
Pada umumnya menifestasi klinis alergi makanan terdapat di :
1. Oropharynx dan gastrointestinal yaitu : edema dan gatal, di bibir dan mukosa mulut,
mual, muntah, kejang perut dan diare.
2. Kulit : urtikaria akut, angioedema, pruritus, eritema, karena peningkatan histamin plasma.
3. Saluran napas : asma bronkial, rinitis biasanya menunjukkan alergi terhadap
aeroalergen/inhalan tetapi hasil penelitian terbaru menunjukkan adanya hubungan alegi
makanan dengan asma bronkial, rinitis dan lain-lain, terutama pada anak. Seperti : susu,
telor, coklat, kacang, ikan, udang.
4. Manifestasi vaskuler : pusing, migren dapat disebabkan oleh : keju, anggur, kerang,
tomat, kopi kacang, susu, coklat, kenari, natrium sitrat atau makanan yang mengandung
pressoramin yang lain.
5. Manifestasi muskuloskeletal : adanya hubungan erat antara alergi makanan dan penyakit
rematik yaitu : kenari, tembakau, kacang, ekstrak makanan, natrium sitrat, bahan
petrokimia, susu, tartrazine, debu rumah, dan lain-lain.
6. Manifestasi psikologik : reaksi ansietas dan skizofrenia ada hubungannya dengan susu
cereal, kacang-kacangan, penyebabnya belum jelas.
DIAGNOSA :
Anamnesa :
Dasar diagnosa yang terpenting adalah anamnesa yang cermat meliputi jenis makanan
yang dimakan, selang waktu timbulnya gejala, jumlah makanan yang dimakan, riwayat
penyakit atopi / riwayat keluarga dengan penyakitnya.
Macam makanan, pada umumnya makanan yang dimasak, kurang alergenitas dibanding
dengan yang mentah, dan sering terjadi reaksi silang antara makanan sejenis.
Dicari apakah ada bahan pengawet yang dipakai dalam makanan tersebut. Gejala dapat
timbul ½ - 48 jam sesudah makan.
Pemeriksaan Fisik :
Mencari tanda-tanda alergi, adanya urtikaria, asma, tanda-tanda shock anafilaktik dan gejala
gastrointestinal, vsakuler, muskuloskeletal dan lain-lain.
Pemeriksaan Laboratorium :
Adanya peningkatan kadar eosinofil dan IgE spesifik dalam darah menunjukkan adanya
alergi.
Tes kulit : tes gores untuk mencari alergen penyebab. Ada korelasi yang baik antara tes
kulit dengan alergen makanan seperti : susu, telor, coklat, ikan, kacang, udang, dan lain-
lain apabila diameter bintul +/- 3 mm.
Tes intradermal nilainya terbatas, berbahaya.
Tes hemaglutinin dan antibodi presipitat tidak sensitif.
Biopsi usus : sekunder dan sesudah dirangsang dengan makanan food chalenge
didapatkan inflamasi / atrofi mukosa usus, peningkatan limfosit intraepitelial dan IgM.
IgE ( dengan mikroskop imunofluoresen ).
Pemeriksaan/ tes D Xylose, proktosigmoidoskopi dan biopsi usus.
Diit coba buta ganda ( Double blind food chalenge ) untuk diagnosa pasti.
DIAGNOSA BANDING :
Gastrointestinal refluks, ulkus peptikum, sindrom malabsorbsi, gangguan psikologik,
pankreatitis, keracunan obat ( teofilin ).
Intoleransi makanan : reaksi non imunologik yang abnormal, namun masih merupakan
reaksi fisiologik.
Idiosinkrasi makanan : reaksi terhadap makanan tidak berlandaskan reaksi imunologik.
Biasanya terhadap bahan pengawet atau bahan warna yang terkandung dalam makanan.
Keracunan makanan : reaksi timbul dan mengenai semua yang makan makanan tersebut,
karena makanan mengandung bahan toksik atau terkontaminasi oleh bakteri yang
membuat toksin.
PENATALAKSANAAN :
Diit Eliminasi
Berdasarkan riwayat penyakit dan tes buta ganda, harus dievaluasi sesudah beberapa lama, kalau
perlu konsultasi dengan ahli diit.
Setelah diit selama 6 bulan dapat dirangsang dengan makanan diit coba ( chalenge ) lagi.
Makanan yang boleh dimakan : nasi, pepaya, kambing, ayam, daging sapi, wortel, sayur, ubi,
singkong, jagung, minyak, garam, gula, madu, dan cuka.
Makanan yang tidak boleh dimakan : semua makanan yang dicurigai dapat menyebabkan reaksi
alergi : merica, bumbu-bumbu dapur, kopi, teh, permen, udang, ikan laut, telor, coklat, dan
sebagainya.
Obat-obatan
Antihistamin dapat dipakai Chlortrimetan 2 – 4 mg/ hari atau antihistamin lain, obat-obatan
golongan adrenergik/ epinephrin 1/1000 0,3 cc/subkutan : bila timbul reaksi anafilaktik. Dapat
diberi Kortikosteroid, Prednison 5 mg 3 x 1 – 2 tablet/hari, kemudian dosis diturunkan.
KESEHATAN LANSIA DI INDONESIA
ETIOLOGI
Sebab penyakit pada lansia lebih bersifat endogen daripan eksogen. Hal ini disebabkan
menurunnya berbagai fungsi tubuh karena proses menua.
Etiologi sering kali tersembunyi (Occult)
Sebab penyakit bersifat ganda (multiple) dan kumulatif, terlepas satu sama lain ataupun
saling mempengaruhi.
DIAGNOSIS
Diagnosis penyakit pada lansia umumnya lebih sukar dari pada remaja/dewasa. Karena sering
kali tidak khsa gejalanya dan keluhan-keluhan tidak has dan tidak jelas
PERJALANAN PENYAKIT
Pada umumnya perjalanan penyakit adalah kronik (menahun) diselingi dengan
eksaserbasi akut.
Penyakit bersifat progresif, dan sering menyebabkan kecacatan (invalide)
Penyakit/ gangguan
(intrinsic)
|
|
v
Hambatan
(impairment)
(exteriorized)
|
|
v
Disabilitas
(Objectified)
|
|
v
Handicap
(socialized)
Imapirment adalah setiap kehilangan atau kelainan, baik psikologik, fisiologik atupun struktur
atau fungsi anatomik.
Disabilitas adalah semua retriksi atau kekurangan dalam kemampuan untuk melakukan kegiatan
yang dianggap dapat dilakukan oleh orang normal.
Handicap adalah suatu ketidakmampuan seseorang sebagai akibat impairment atau disabilitas
sehingga membatasinya untuk melaksakan peranan hidup secara normal.
Data penyakit pada lansia di Indonesia (disease pattern of people >55 years)