Analisis Unsur Intrinsik Dan Ekstrinsik Max Havelar
Analisis Unsur Intrinsik Dan Ekstrinsik Max Havelar
Disusun Oleh :
No Nama NIM
1 Ainur El Faz 1601045109
2 Evita Maina Putri 1601045004
3 Ismi Salamah 1601045077
4 M. Sabri Putra Oktavianto 1601045085
5 Saefullah Riyadi 1601045025
6 Siti Nur Khotimah 1601045033
JAKARTA
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Analisis unsur intrinsik, ekstrinsik, dan
historiografi pada Max Havelaar”
Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah berkontribusi
dengan memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik dan rapi.
Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca.
Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna,
sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi
terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang Masalah ................................................................ 1
1.2 Perumusan Masalah ....................................................................... 2
1.3 Tujuan ............................................................................................ 3
1.4 Luaran yang diharapkan ................................................................. 3
1.5 Manfaat .......................................................................................... 3
BAB II KAJIAN TEORI ............................................................................... 4
BAB III HASIL ANALISIS .......................................................................... 6
BAB IV BIAYA DAN JADWAL KEGIATAN ........................................... 8
4.1 Anggaran Biaya ............................................................................. 8
4.2 Jadwal Kegiatan ............................................................................. 8
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 9
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bagi dunia sastra Indonesia, Max Havelaar karya Multatuli tidak boleh
diabaikan begitu saja. Sastrowardoyo (1983, hlm. 45-46) mengemukakan studi Henry
A. Ett mengenai Multatuli bahwa cara berkata Multatuli meninggalkan bekas
pengaruhnya pada tulisan-tulisan Van Deyssel dan Kloss, gagasan- gagasannya pada
kisah Frederick van Eeden De Kleine Johannes (Si Yohannes Kecil), dan nada getirnya
pada pandangan Querido. Pengarang-pengarang tersebut sebagai anggota angkatan 1880
di negeri Belanda yang memengaruhi penulis- penulis Pujangga Baru pada tahun 1930-
an.
Max Havelaar juga membawa pengaruh yang besar bagi sejarah perubahan
sistem kolonial. Fenomena ini menjadi gambaran bagaimana sebuah teks sastra, sebuah
roman dapat memengaruhi sejarah kehidupan manusia. Dalam Indische Spiegel
disebutkan bahwa Max Havelaar telah mendekatkan daerah jajahan kepada
masyarakat Belanda yang berakibat pada kemunculan pengarang- pengarang Belanda
memberikan informasi tentang Hindia Belanda. Pengaruhnya juga berimbas pada
penerbitan dan munculnya teks-teks tentang perkawinan dan secara tidak langsung
menimbulkan perubahan di pulau Jawa (Nieuwenhuys, 1978, hlm. 188).
Sastrowardoyo (1983, hlm. 44) menuliskan bahwa buku ini telah membuka
perhatian masyarakat Belanda tentang kecurangan dan tindakan pemerintah Belanda
yang mendatangkan kesengsaraan sehingga pada tahun 1870 sistem cultuurstelsel (tanam
paksa) yang telah ada sejak tahun 1830 dihapuskan.
Pengaruh Max Havelaar dilaporkan tampak pada penghapusan tanam paksa di
Indonesia. Penghapusan cultuurstelsel adalah langkah yang sangat penting mengingat
perannya yang vital bagi pemasukan dana untuk ekspansi kolonial di Hindia Belanda di
samping bagi negeri Belanda sendiri. Pada periode 1830-1850 sistem cultuurstelsel ini
telah menyeimbangkan anggaran keuangan pemerintah Hindia Belanda juga melunasi
hutang pemerintah sebelumnya. Pada periode berikutnya (1850-1870), tanam paksa
digunakan untuk memacu pertumbuhan ekonomi dengan mengoptimalkan industri
perkebunan secara intensif dan ekstensif (Simarmata, 2002, hlm. 33-65). Hanya
saja, kemajuan ekonomi di Hindia Belanda tidak menyentuh perbaikan ekonomi rakyat
bahkan menimbulkan kesengsaraan. Kisah Max Havelaar juga kental dengan
permasalahan penyelewengan uang negara—dalam pandangan masa itu pemerintah adalah
Belanda—yang sekarang lazim disebut sebagai korupsi.
Sejak tahun 1930, Max Havelaar menghilang dari pengajaran sastra Belanda. Usaha
pembungkaman dan penyensoran juga bisa dilihat dari sedikitnya fragmen-fragmen yang
ada di dalam novel tersebut; bagian-bagian yang dianggap tidak berbahaya saja yang
diperkenalkan. Tidak heran, terjemahan lengkap Max Havelaar tidak ditemukan pada
zaman kolonial (Teeuw, 1997, hlm. 77).
Meskipun novel Max Havelaar terbit tahun 1860—156 tahun yang lalu—, novel
ini masih dibicarakan oleh kritikus sastra pada abad berikutnya. Penelitian tentang novel
Max Havelaar telah dilakukan oleh Willem Frederik Hermans yang berjudul “De
raadselachtige Multatuli” yang kemudian diterjemahkan oleh H.B. Jassin ke dalam
bahasa Indonesia menjadi Multatuli yang penuh teka-teki (Djambatan, 1988).
Terkait tentang penting dan menariknya Max Havelar tersebut. Maka, penyusun
membahas tentang unsur instrinsik dan ekstrinsik serta historiografi yang terdapat
dalam karya Max Havelar ini.
B. Rumusan Masalah
1) Apa saja unsur-unsur intrinsik yang terdapat dalam Max Havelar?
C. Tujuan Penelitian
KAJIAN TEORI
Unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang ada di luar karya sastra yang
secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisme
karya sastra. Secara lebih khusus mempengaruhi bangunan cerita sebuah
karya sastra, namun tidak ikut menjadi bagian di dalamnya. Unsur
ekstrinsik tersebut ikut menjadi bagian di dalamnya. Unsur ekstrinsik
tersebut ikut berpengaruh terhadap totalitas sebuah karya sastra.
PEMBAHASAN
b. Penokohan
Havelaar : Penyabar
Peduli
Tine : Penyayang
(Ketika Tine memberi semangat Max Havelar untuk
selalu berjuang melawan kolonialisme)
Syaalman : Mempunyai semangat tinggi
(“Syaalma mengelilingi kota di waktu malam untuk
mencari seseorang yang menaruh minat terhadap
naskah karangannya..”)
Frits : Penolong dan murah hati
(“..tiba-tiba Frits menolong saya”)
Wawelaar : Lemah lembut
(“..Wawelaar yang lemah lembut itu..”)
Venbrugge : Jujur
(“Ia seorang yang jujur dan tidak akan berbohong”)
3) Latar
a. Tempat
Lebak
“..membuat jalan-jalan yang lebih baik lagi di Lebak.”
b. Waktu
Tahun 1842
“Tahun 1842 ia dipindahkan ke Sumatera Barat, suatu daerah
dimana kekuasaan Belanda masih sangat..”
4) Sudut Pandang
Orang Ketiga dan orang pertama
Pada pembahasan di bab awal dalam novel ini menggunakan sudut
pandang orang ketiga, karena pada bab awal Droogstppel
mencertitakan tentang Max Havelaar.
Sedangkan dalam pertengahan dan akhir bab dalam novel ini,
penulis menggunakan sudut pandang orang pertama, dengan
menceritakan Max Havelaar sebagai tokoh utama yang berperan
dalam cerita tersebut.
5) Alur
6) Amanat
Sebagai manusia seharusnya kita bisa bersikap jujur, adil dan teguh dalam
pendirian untuk membela kebenaran. Seperti hal nya Max Havelaar yang
selalu ingin membantu masyarakat pribumi dari kebijakan-kebijakan
kolonialisme yang merugikan pribumi, walaupun Max Havelaar sendiri
bukan berasal dari pribumi dan banyak yang menentang hal kebajikan
yang dilakukan Max Havelaar.
2) Psikologis
Douwes Dekker menulis novel ini sebagai bentuk kefrustrasiannya melihat
praktik eksploitasi lewat sistem tanam paksa serta kebijakan-kebijakan
pemerintah Belanda yang menindas bumiputra. Dengan nama pena Multatuli yang
berarti aku menderita, dia mengisahkan kekejaman tanam paksa yang
menyebabkan ribuan pribumi kelaparan, miskin dan menderita. Mereka diperas
sedangkan pejabat kolonial Belanda dan pejabat pribumi sibuk memperkaya diri
dengan praktik-praktik korupsi.
Diceritakan dalam novel itu, bahwa Douwes Dekker sempat menduduki
jabatan controleur di Natal, Sumatera Utara. Kemudian dimutasi ke Padang
tepatnya di Sumatera Barat dan Rangkas Bitung, Lebak, Banten. Dia selalu
menentang kebijakan atasannya yang selalu merugikan kaum pribumi.
Ketidakadilan dan perampasan hak yang dilakukan Belanda membuatnya
bersikukuh untuk melakukan perlawanan dan terus mengkritik model tersebut.
Meskipun seorang Belanda, dia justru lebih memilih untukbersimpati pada rakyat
pribumi yang teraniaya dan tertindas. Kelakuan pemerintah Belanda terhadap
penduduk dianggapnya tidak berkemanusian dan justru memperlihatkan bahwa
Negeri Belanda sebagai negeri yang tidak berperadaban.
Akibat dari tekadnya yang sangat gigih dalam membela penduduk itu
Douwes Dekker pernah diskors. Karena hal itu juga, gajinya hanya dibayar
separuh oleh pemerintah Belanda. Pada akhirnya, perlawanannya pada tahun 1856
membuat dirinya diberhentikan dari jabatannya. Bahkan pemerintah Belanda
mengajukan Douwes Dekker ke pengadilan.
Setelah kalah dalam perkara ini Douwes Dekker dipulangkan ke Eropa.
Namun, semangatnya tidak pernah pudar. Hal ini membuat pemerintah Belanda
kesulitan untuk menghilangkan ideologi Douwes Dekker. Dengan menyewa
sebuah apartemen sederhana di Belgia, dia memulai melakukan perlawanan. Sifat
antikolonialnya ditunjukan tetap dengan cara non-kooperatif, yaitu menolak
penindasan, perampasan, penganiayaan, antidiskriminasii.
Meski begitu, sebenarnya Novel ini belum berbicara tentang pembebasan
politis, namun baru berbicara tentang pembebasan pada kelas pekerja atau buruh
tanam paksa dan kelas bawah atas pengusaha dan penguasa. Akan tetapi,
setidaknya lewat keberanian yang dipompakan Multatuli lewat buku ini mulai
menyadarkan orang akan kebejatan politik kolonialisme.
Seperti yang dikatakan oleh John F. Kennedy bahwa “Jika politik itu
kotor, puisi akan membersihkannya. Jika politik bengkok, sastra akan
meluruskannya”. Jadi, Max Havelaar sebagai sebuah karya sastra memang layak
menjadi inspirasi bagi siapa saja yang ingin merdeka dan melakukan perlawanan
dari segala bentuk penjajahan ketidakadilan.
Pandangan-pandangan Multatuli dapat membuka perspektif orang orang
bahwa kita harus melakukan pergerakan untuk memperjuangkan kemerdekaan
yang menjadi hak segala bangsa.
3) Sosiologis
Dampak dari penerbitan novel Max Havelaar bagi rakyat Indonesia
(waktu itu masih bernama Hindia Belanda) bisa dikatakan sama dengan dampak
yang ditimbulkan dari terbitnya novel Uncle Tom’s Cabin bagi rakyat Amerika
Serikat khususnya yang berkulit hitam atau Noli Me Tangere bagi rakyat Filipina.
Max Havelaar yang pertama kali terbit di negeri Belanda pada tahun 1860
ini menimbulkan kegemparan di negeri Belanda. Selanjutnya melahirkan
tuntutan-tuntutan dari dalam negeri Belanda sendiri, agar pemerintah Belanda
memberlakukan politik etis bagi rakyat negeri seberang (dalam hal ini Indonesia).
Pemberlakuan politik etis inilah yang memberikan kesempatan bagi
segelintir rakyat Indonesia untuk mencicipi pendidikan yang lebih tinggi. Dan
sejarah menceritakan kepada kita bahwa generasi itulah yang pada akhirnya
memimpin Indonesia bebas dari penjajahan Belanda. Sehingga, dengan
pengaruhnya yang sebegitu besar tidak salah Pramudya Ananta Toer mengatakan
bahwa novel inilah yang menghabisi zaman kolonialisme.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Di dalam buku Max Havelar terdapat banyak sejarah yang terkuak sejak zaman
kolonial atau zaman penjajahan Belanda, sistem tanam paksa dan kerja paksa yang
dianggap sangat kejam pun disampaikan dalam buku ini. Selain itu, Max Havelar juga
menceritakan tentang perdagangan Belanda yang sangat tidak menguntungkan bagi
bangsa Indonesia. Selain itu, pemerintahan Belanda yang Liberal pun diungkapkan dalam
novel ini. Walaupun buku ini sempat dilarang namun buku ini tetap diterjemahkan dalam
40 bahasa di dunia.
Secara garis besar novel ini membahas tentang kejamnya dan piciknya
kolonialisme yang tertutupi dengan apik, namun karena hadirnya novel ini piciknya
kolinialisme terkuak dan buku ini pun terkenal dengan buku yang membunuh
kolonialisme.
DAFTAR PUSTAKA
Ubaidillah. 2016, Kajian Bandingan Novel Max Havelar Dengan Bumi Manusia
Serta Pemanfaatannya Untuk Menyusun Buku Pengayaan Kepribadian Di SMA,
Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Siregar, Nurma, 2019. Max Havelaar: Karya Sastra Multatuli Menguak Kejamnya
Kolonialisme. Jakarta: Idn Times. (Diakses pada tanggal 13 Desember 2019)
https://www.idntimes.com/science/discovery/nur-mar-a-siregar/max-havelaar-karya-
sastra-multatuli-exp-c1c2.