Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN MATA KULIAH SOSIOANTROPOLOGI

MASALAH-MASALAH SOSIAL

Dosen Pengampu :

Dr. Ni Komang Yuni Rahyani, M.Kes

Disusun Oleh :

Ni Kadek Dwi Suryaningsih

Sarjana Terapan Jurusan Kebidanan

POLTEKKES KEMENKES DENPASAR

Tahun Ajaran 2021/2022

Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga
saya dapat menyelesaikan penyusunan laporan yang berjudul “Masalah-Masalah Sosial” dengan tepat
waktu . Adapun laporan ini disusun sesuai dengan sumber yang di dapat baik dari media cetak maupun
media eletronik.

Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Sosioantropologi . Selain itu,laporan ini
bertujuan menambah wawasan dan juga manfaat tentang masalah-masalah sosial di masyarakat bagi
pembaca dan juga bagi penulis.

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kata sempurna dan terdapat banyak kekurangan
terutama dari segi penulisan. Oleh karenanya, diharapkan saran dan kritik yang membangun agar penulis
menjadi lebih baik lagi di masa mendatang.

Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih banyak dan penulis berharap laporan ini dapat berguna bagi
kita semua.

Bali, 9 Agustus 2021

Penulis

DAFTAR ISI

1
Kata Pengantar ……………………………………………………………………..... 1
DAFTAR ISI………………………………………………………………………….. 2
BAB I. PENDAHULUAN…………………………………………………………… 3
1.1 Latar belakang……………………………………………………………… 3

1.2 Tujuan Laporan……………………………………………………………. 3

1.3 Manfaat Laporan………………………………………………………....... 3


BAB II. PEMBAHASAN…………………………………………………………....... 4
2.1 Kajian Materi Sosiologi……………………………………………………. 4
2.1.1 Ciri-Ciri Ilmu Sosiologi………………………………………………. 4
2.1.2 Manfaat Sosiologi…………………………………………………….. 4
2.1.3 Ruang lingkup Kajian Materi Sosiologi…………………………….. 5
2.2 Pokok Bahasan Materi……………………………………………………. 5
2.2.1 Pengaruh-Pengaruh Penyebab Terjadinya Masalah Sosial………. 5
2.2.2 Perspektif Masalah dan Solusi dari Berbagai Aspek Sosial Budaya 8
2.2.3 Masalah-Masalah Sosial……………………………………………… 19
BAB III. PENUTUP……………………………………………………………………. 27
3.1 Kesimpulan………………………………………………………………….. 27
3.2 Kritik dan Saran…………………………………………………………….. 28
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………….. 29

BAB I

2
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sosiologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang masyarakat yang meliputi gejala-
gejala sosial, stuktur sosial dan perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat. Sosiologi
menelaah gejala-gejala yang wajar dalam masyarakat seperti norna-norma, kelompok sosial
lapisan masyarakat, lembaga masyarakat,proses sosial,perubahan sosial,kebudayaan,serta
perwujudannya.
Gejala-gejala tersebut ada yang tidak berlangsung normal sebagaimana yang dikehendaki
masyarakat merupakan gejala-gejala abnormal atau gejala-gejala patologis, hal ini disebabkan
adanya unsur-unsur masyarakat tidak dapat berfungsi sehingga menyebabkan kekecewaan dan
penderitaan. Gejala-gejala abnormal dinamakan masalah- masalah sosial.Masalah-masalah sosial
berhubungan erat dengan nilai-nilai social dan lembag-lembaga kemasyarakatan. Masalah
tersebut bersifat social karena bersangkut paut dengan hubungan antar manusia dan di dalam
kerangka bagian-bagian kebudayaan normatif dan dinamakan masalah karena bersangkut paut
dengan gejala-gejala yang menganggu kelanggengan dalam masyarakat. Dengan demikian
masalah-masalah social menyangkut nilai-nilai sosial yang menyangkut segi moral. Dikatakan
masalatr karena tata kelakuan immoral, berlawanan dengan hukum dan bersifat merusak.
Masalah sosial timbul dari kekurangan-kekurangan dalam diri manusia atau kelompok sosial
yang bersumber pada faktor-faktor ekonomis, biologis, biopsikologis dan kebudayaan.Problema-
problema (masalah-masalah) sosial yang berasal dari faktor ekonomis antara lain adalah
kemiskinan, penganggurar dan sebagainya.yang berasal dari faktor biologis contohnya penyakit
sedangkan yang berasal dari faktor psikologis seperti penyakit syaraf, gangguan jiwa dan yang
berasal dari kebudayan menyangkut perceraian, kejahatan, kenakalan anak-anak, konflik rasial
dan keagamaan.

1.2 Tujuan Laporan :


Tujuan penyusunan laporan ini adalah :
-Mengetahui masalah-masalah sosial yang di hadapi oleh masyarakat
-Mengetahui pengaruh penyebab terjadinya masalah sosial di lingkungan masyarakat
-Mengetahui solusi dari berbagai konteks penyebab terjadinya masalah sosial

1.3 Manfaat laporan :


Manfaat penyusunan laporan ini adalah :
-Menambah wawasan pembaca dan penulis mengenai masalah-masalah sosial
-Memgembangkan ilmu pengetahuan mengenai sosiologi
-Membantu mencegah masalah-masalah sosial dari dampak masalah sosial

BAB II

3
PEMBAHASAN

2.1 Kajian Materi Sosiologi


Sosiologi merupakan ilmu yang membicarakan apa yang sedang terjadi saat ini, khususnya
pola-pola hubungan dalam masyarakat serta berusaha mencori pengertian-pengertian an um,
rasional, empiris
serta bersifat umum. Sosiologi merupakan sebuah istilah yang berasal dari kata latin socius yang
artinya teman, dan logos dari kata Yunani yang berarti cerita,diungkapkan pertama kalinya
dalam buku yang berjudul "Cours De Philosophie Positive" karangan August Comte (1798-
1857). Sosiologi muncul sejak ratusan, bahkan ribuan tahun yang lalu. Namun sosiologi sebagai
ilmu yang mempelajari masyarakat baru lahir kemudian di Eropa.Istilah sosiologi sebagai cabang
ilmu sosial dicetuskan pertama kali oleh ilmuan Perancis, bernama August Comte tahun 1842.
Sehingga Comte dikenal sebagai Bapak Sosiologi,sosiologi merupakan pengetahuan
kemasyarakatan yang tersusun dari hasil-hasil pemikiran ilmiah dan dapat di kontrol secara krtisi
oleh orang lain atau umum.
2.1.1 Ciri-Ciri Ilmu Sosiologi
Sosiologi merupakan salah satu bidang ilmu social yang mempelajari masyarakat. Sosiologi
sebagai ilmu telah memenuhi semua unsur ilmu pengetahuan. Menurut Harry M. Jonhson, yang
dikutif oleh Soerjo Soekanto, sosiologi sebagai ilmu mempunyai cirri-ciri sebagai berikut :

 Emperis, yaitu didasarkan pada observasi dan akal sehat yang hasilnya tidak bersifat
spekulasi ( menduga-duga).
 Teoritis, yaitu selalu berusaha menyusun abstraksi dari hasil observasi yang konkret di
lapangan dan abstraksi tersebut merupakan kerangka dari unsure-unsur yang tersusun
secara logis dan bertujuan menjalankan hubungan sebab-akibat sehingga menjadi teori.
 Komulatif, yaitu disusun atas dasar teori-teori yang sudah ada, kemudian
diperbaiki,diperluas sehingga memperkuat teori-teori yang lama.
 Nonetis, yaitu pembahasan suatu masalah yang tidak mempersoalkan baik atau buruk
masalah tersebut, tetapi lebih bertujuan untuk menjelaskan masalah tersebut secara
mendalam.

2.1.2 Manfaat Sosiologi


 Sosiologi memberikan gambaran realitis yang terjadi di dalam perkembangan
masyarakat sehingga secara langsung dapat mengasah nalar kesadaran sosial.
 Tindakan individu yang terus berkorelasi dengan sosial kemasyarakatan yang
kemudian menghasikan perkembangan masyarakat sehingga dapat dapat melihat
perkembangan sosial masyarakat
 Dapat memberi wawasan budaya secara umum dan luas yang nantinya akan
berguna dalam kehidupan sehari-hari

2.2 Ruang Lingkup Pembahasan Materi Sosiologi

4
Sebagai ilmu Pengetahuan, sosiologi mengkaji lebih mendalam pada bidangnya dengan
cara bervariasi (Pitirim Sorokin 1928:25). Hampir semua gejala sosial yang terjadi di desa
maupun di kota baik individu maupun kelompok,merupakan ruang kajian yang cocok bagi
sosiologi. Ruang kajian sosiologi lebih luas dari ilmu sosial lainnya (Randall
Collin.1974:19). Hal ini di karenakan ruang lingkup sosiologi mencangkup semua interaksi
sosial yang berlangsung antara indiviu dengan individu,individu dengan kelompok,serta
kelompok dengan kelompok di lingkungan masyarakat .
Adapun dibuatnya tugas laporan ini penulis membatasi ruang lingkup pembahasan materi
sosiologi tentang masalah-masalah sosial di masyarakat yang jika dirincikan menjadi
beberapa hal, antara lain :
a. Pengaruh sejarah,sosial,politik secara global yang menjadi faktor-faktor
penyebab terjadinya masalah sosial .
b. Persepsi masalah sosial dan solusi dari berbagai konteks budaya dalam
masyarakat .
c. Masalah-masalah sosial serta dampak-dampak dari masalah sosial.

2.3 Pokok Bahasan Teori


Masalah sosial merupakan suatu ketidaksesuaian antara unsure-unsur kebudayaan atau
masyarakat, yang membahayakan kehidupan kelompok sosial. Atau, menghambat
terpenuhinya keinginan-keinginan pokok masyarakat sehingga menyebabkan kepincangan
ikatan sosial. Dalam keadaan normal terdapat integrasi serta hubungan-hubungan antara
unsure-unsur moral,politik,pendidikan,agama,kebiasaan,ekonomi,dan juga rumah tangga.
Apabila antara unsure-unsur tersebut terjadi bentrokan,maka hubungan-hubungan sosial akan
terganggu sehingga mungkin terjadi kegoyahan dalam kehidupan kelompok sosial.Suatu
masalah sosial,yaitu tidak adanya persesuaian antara ukuran-ukuran dan nilai-nilai sosial
dengan kenyataan-kenyataan serta tindakan-tindakan sosial.Ada berbagai macam-macam
masalah sosial yang tergantung pula dari nilai-nilai sosial masyarakat yang bersangkutan dan
juga berhubungan erat dengan unsure waktu.
2.3.1 Pengaruh-Pengaruh Global Yang Menyebabkan Terjadinya Masalah Sosial
Adanya kepincangan-kepincangan antara angapan-anggapan masyarakat tentang apa
yang seharusnya terjadi dengan apa yang terjadi di kenyataan di kehidupan masyarakat
sekarang. Ada bermacam-macam derajat perbedaan tersebut juga menyebabkan terjadinya
bermacam-macam masalah sosial yang tergantung pula dari nilai-nilai sosial masyarakat
yang bersangkutkan dan juga berhubungan erat dengan dengan unsure waktu . secara
sosiologis, agak sulit untuk menentukan secara mutlak sampai sejauh mana masalah sosial
dapat diklasifikasikan. Sukar untuk menentukan frekuensi suatu gejala abnormal agar gejala
tersebut dapat dinamakan problem sosial . Namun secara global banyak pengaruh-pengaruh
global yang menyebabkan terjadimya suatu masalah sosial.

a. Pengaruh Sejarah

5
Sejarah mungkin merupakan pengaruh masalah sosial yang paling sulit dipecahkan
sepanjang kehidupan manusia. Pengaruh sejarah berbeda dengan pengaruh masalah sosial
lainnya karena menyangkut kurun waktu yang cukup lama terjadi . Sumber utama
pengaruh sejarah sebagai penyebab masalah sosial yaitu maraknya penguasaan kekuasan
suatu negara demi mendapatkan suatu hak, baik kemerdekaan atau pengakuan dari negara
lain sehingga segala peraturan-peraturan dalam suatu kelompok masyarakat yang telah
ditata tidak berlaku lagi yang cenderung menyebabkan terhambatnya terwujudnya
kesejahteraan masyarakat. Berikut peristiwa sejarah yang mempengaruhi terjadinya suatu
masalah sosial :
 Peperangan (Perang Dunia I dan Perang Dunia II )
Peperangan merupakan tragedi kemanusian terbesar dalam sejarah kehidupan umat
manusia,karena tidak hanya menimbulkan korban jiwa juga harta benda yang tidak
terhitung nilainya,dimana negara-negara di dunia terbagi dalam dua aliansi saling
berperang dan saring menghancurkan.Peperangan mengakibatkan disorganisasi dalam
berbagai aspek kemasyarakatan,baik bagi Negara menang maupun bagi Negara yang
kalah dimana tidak hanya angkatan bersenjata yang tersangkut tetapi juga seluruh
lapisan masyarakat yang menimbulkan banyak korban jiwa dan sampai sekarang
masalah sosial yang masih terjadi karena pengaruh peprangan yaitu minimnya rasa
toleransi masyarakat mayoritas terhadap masyarakat minoritas sehingga masih timbul
rasa kebencian dan pertentangan yang menyebabkan kurangnya perdamaian dalam
masyarakat selain itu masalah sosial seperti kriminalitas yang terjadi saat perang dunia
I dan II yang menyebabkan hilangnya kesadaran sosial mengenai kemanusian masih
terjadi sampai sekarang ini yaitu tindakan kekerasan seksual dan menghabisi nyawa
seseorang.

b. Pengaruh Sosial
 Perubahan sosial
Perubahan sosial adalah segala perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan
yang mempengaruhi system soialnya termasuk di dalam nilai-nilai,sikap dan pola
prilaku di antara kelompok-kelompok masyarakat,perubahan sosial dapat menjadi
pengaruh dalam penyebab terjadinya masalah sosial
Faktor-faktor yang menyebabkan dinamika perubahan sosial sehingga
menyebabkan masalah sosial :
- Faktor internal
Faktor ini berasal dari dalam diri masyarakat itu sendiri,antara lain:
1. Bertambahnya jumlah penduduk
Di dunia ini, salah satu masalah sosial yang menjadi sorotan utama
masyarakat dunia adalah mengenai pertumbuhan penduduk yang sangat cepat
.tentu saja dengan semakin tingginya tingkat pertumbuhan penduduk suatu
daerah,mengakibatkan semakin banyak masalah yang ditimbulkan. Sebagai
contoh kurangnya sumber penghasilan sehingga meningkatnya jumlah
penggaguran dan semakin meningkatnya jumlah penduduk akan
mengakibatkan semakin tingginya permintaan kebutuhan hidup seperti
sandang,pangan,dan papan sehingga menimbulkan masalah sosial seperti
pencurian dan perampokan/pembegalan.

6
2. Adanya teknologi baru
Kita telah mengetahui bahwa manusia adalah makhluk yang dinamis
artinya manusia selalu berusaha setiap saat untuk memperbaiki kehidupannya
dengan segala cara. Salah satu caranya adalah dengan cara terus menemukan
hal-hal baru yang nantinya dapat berguna bagi kehidupan masyarakat di
dunia. Adanya inovasi pada berbagai kehidupan sosial dan budaya
masyarakat akan meberi pengaruh yang luas bagi kehidupan masarakat.
Pengaruh ini berdampak pada terciptanya prilaku sosial yang menimbulkan
masalah sosial , sebagai contoh yaitu teknologi yang sealu menggantikan
pekerjaan manusia semakin canggih teknologinya maka semakin berkurang
manusia di butuhkan dalam pekerjaan sehingga menimbulkan terjadinya
peningkatan penggangguran.
- Faktor Eksternal
1. Lingkungan Alam fisik Yang Ada di Sekitar Manusia
Penyebab perubahan yang bersumber dari lingkungan alam fisik,kadang
kala di sebabkan oleh masyarakat itu sendiri. Terjadinya bencana alam seperti
banjir dan tanah longsor menyebabkan masyarakat yang mendiami daerah
tersebut terpaksa harus berpindah dan mencari tempat tinggal baru sehingga
meningkatkan permintan penghasilan karena kehilangan harta benda saat
terkena musibah sehingga menimbulkan masalah sosial seperti kemiskinan.
Seperti sekarang ini yaitu adanya pandemi covid-19 yang sangat
mempengaruhi terjadinya masalah sosial karena penyebarannya sesama
manusia maka segala aktivitas manusia di luar rumah berubah menjadi di
dalam rumah sehingga timbul masalah sosial seperti bnyaknya karyawan-
karyaman yang di berhentikan/dirumahkan sehingga penghasilan tidak ada
maka terjadi peningkatan kemiskinan dan juga meningkatnya kematian.
2. Pengaruh kebudayaan Masyarakat
Banyak hal yang terjadi dikehidupan masyarakat salah satu hal yang paling
menonjol yaitu adanya budaya di setiap kelompok masyarakat namun karena
bertentangannya dengan kehidupan sekarang membuat adanya pengaruh
terjadinya masalah sosial seperti contoh budaya pemakaman di tanah Toraja
secara besar-besaran yakni Rambu Solo, penduduk Toraja percaya tanpa
adanya upacara ritual ini maka arwah orang yang telah meninggal akan
memberikan kesialan bagi keluarga yang di tinggalkan karena kepercayaan
itulah penduduk toraja memaksakan diri untuk mengadakan acara itu dalam
ekonomi sulit sehingga dampak yang bias terjadi yaitu utang-piutang sesuai
perjanjian yang di buat akibat tidak memenuhi perjanjian tersebut timbulah
masalah sosial seperti penyitaan barang berharga secara paksa yang termasuk
dalam kriminalitas.

c. Pengaruh Politik
Ilmu politik berhubungan erat sekali dengan ilmu sosiologi,karena ilmu sosiologi
mempelajari latar belakang,susunan dan pola kehidupan sosial dari berbagai golongan
dan kelompok dalam masyarakat yang nantinya akan mempengaruhi keputusan
kebijaksanaan dalam ilmu politik. Politik juga mempengaruhi penyebab terjadinya
masalah sosial di masyarakat seperti berikut :

7
 Korupsi oleh wakil rakyat
Korupsi adalah tindakan yang melawan hukum yang merugikan keuangan Negara
sehingga secara tidak langsung juga merugikan masyarakat. Dampak korupsi terhadap
berbagai bidang kehidupan masyarakat menimbulkan biaya yang disebut sebagai
biaya sosial.Praktek korupsi yang dilakukan oleh orang yang tidak bertanggungjawab
menciptakan ekonomi biaya tinggi yang berimbas pada mahalnya harga jasa dan
pelayanan public karena harga yang ditetapkan harus dapat menutupi kerugian pelaku
akibat besarnya modal penyelewengan tindak korupsi. Hal ini menyebabkan
timbulnya masalah sosial di masyarakat seperti solidaritas sosial semakin menurun
akibat rasa tidak percaya lagi terhadap penegakan hukum dan akibat masalah sosial
tersebut permasalahan tingginya korupsi pengentasan kemiskinan berjalan lambat
karena pada hakekatnya uang negara dari rakyat dan untuk rakyat namun di gunakan
untuk kepentingan diri sendiri oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab.
2.3.2 Persepsi Masalah Sosial Dari Berbagai Konteks Sosial Budaya (Keluarga)
Di dalam masyarakat senantiasa di temukan adanya satuan-satuan sosial, setiap satuan
sosial memiliki bentuk dan sifastnya masing-masing.Salah satu satuan sosial tersebut adalah
berupak kelompok primer atau kelompomk utama yang umumnya di kenal dengan keluarga.
Keluarga merupakan suatu kelompok orang yang membentuk satu kesatuan yang berkumpul dan
hidup bersama dalam waktu yang lama,karena terikat oleh pernikahan dan hubungan darah.
Keluarga disebut kelompok utama karena mereka adalah satuan sosial paling kecil yang
membentuk satuan sosial yang lebih besar,satuan mereka ini merupakan wujud dari sebuah
masyarakat. Maka keluarga dan masyarakat memiliki ikatan kehidupan bersama, dan bahkan
dapat dikatakan bahwa tidak ada masyarakat tanpa kehadiran keluarga di dalamnya. Studi
tentang sosiologi keluarga tentu tidak lepas atau berhubungan dengan pemahaman kita mengenai
sosiologi. Keberhasilan atau kegagaln keluarga menjalankan fungsi dapat kita pahami dari
realistis atau kenyataan sosial yang terjadi. Kenyataan itu merupakan wujud dan hasil tindakan
sosial individu-individu keluarga.Berikut masalah sosial di berbagai konteks sosial budaya yang
berhubungan dengan keluarga :
1. Perkawinan
Pada dasarnya perkawinan merupakan tulang punggung terbentuknya keluarga, di
mana keluarga merupakan komponen pertama dalam pembangunan masyarakat. Dengan
demikian tujuan perkawinan bukan hanya sebagai sarana pelampiasan nafsu syahwat melainkan
memiliki tujuan yang lebih mulia. Perkawinan merupakan hubungan cinta, kasih sayang dan
kesenangan, sarana bagi terciptanya kerukunan hati, serta sebagai perisai bagi suami istri dari
bahaya kekejian sehingga dengan perkawinan lahirlah generasi yang akan memperbanyak umat
memperkokoh kekuatan dan meningkatkan perekonomian. Dengan demikian akan terjadi sikap
tolong menolong antara laki-laki (suami) dan perempuan (istri) dalam kepentingan dan tuntutan
kehidupan, dimana suami bertugas mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan istri
bertugas mengurus rumah tangga dan mendidik anak-anak. Menikah secara sosiologis memiliki
dampak besar di era sekarang ini. Menikah Sosiologis yang saya maksud adalah cara menikah
yang sesuai undang-undang negara. Perkawinan merupakan wujud menyatukan dua manusia ke
dalam satu tujuan yang sama. Salah satu tujuan perkawinan adalah mencapai kebahagiaan yang
bahagia bersama pasangan hidup. Namun, jalan menuju kebahagiaan tak selamanya mulus.

8
Banyak hambatan, tantangan, dan persoalan yang terkadang menggagalkan jalannya rumah
tangga. Perbedaan latar sosial, budaya, ataupun faktor lainnya merupakan penyebab munculnya
hambatan dan konflik dalam proses komunikasi dalam membina hubungan perkawinan, sebab
karakter tiap individu berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya sehingga hal itu dapat
berpengaruh pada cara pandangnya. Dalam aspek sosial budaya perkawinan, ada faktor
pendukung dan penghambat.
Faktor pendukung keberhasilan penyesuaian perkawinan mayoritas subjek terletak dalam
hal saling memberi dan menerima cinta, ekspresi pada bagaimana pasangan suami-istri menjaga
kualitas hubungan antar pribadi dan pola-pola perilaku yang diperankan oleh suami maupun istri,
serta kemampuan menghadapi afeksi, saling menghormati dan menghargai, saling terbuka antara
suami dan istri. Hal tersebut tercermin dan menyikapi perbedaan yang muncul, sehingga
kebahagiaan dalam hidup berumah tangga akan tercapai.
Faktor penghambat yang mempersulit penyesuaian perkawinan mayoritas subjek terletak dalam
hal baik suami maupun istri tidak dapat menerima perubahan sifat dan kebiasaan di awal
perkawinan, suami maupun istri tidak berinisiatif menyelesaikan masalah, perbedaan budaya dan
agama di antara suami dan istri, suami maupun istri tidak tau peran dan tugasnya dalam rumah
tangga. Hal tersebut tercermin pada bagaimana pasangan suami istri menyikapi perubahan,
perbedaan, pola penyesuaian yang dimainkan dan munculnya hal-hal baru dalam perkawinan,
yang kesemuanya itu dirasa kurang membawa kebahagiaan hidup berumah tangga, sehingga
masing-masing pasangan gagal dalam menyesuaikan diri satu sama lain. dampak sosial yang
cukup besar apabila terjadi persoalan. Contoh masalah sosial dalam konteks perkawinan yaitu
perkawinan anak

 Perkawinan anak
Perkawinan anak adalah perkawinan yang dilakukan oleh seorang yang belum dewasa atau
di bawah usia 18 tahun. Definisi ini mengacu pada Konvensi Hak-Hak Anak Perserikatan
Bangsa-Bangsa (UNCROC) yang menetapkan bahwa batasan bagi usia anak adalah 18
tahun.Namun jika kita mengacu pada Undang-undang (UU) kita sendiri, ada kerancuan
mengenai usia perkawinan.UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan menetapkan bahwa
usiaperkawinan untuk perempuan adalah 16 tahun sedangkan laki-laki adalah 19 tahun.
Sementara UU Perlindungan Anak tahun 2002 mendefinisikan anak sebagai seseorang yang
berusia di bawah 18 tahun. Penyebab pertama adalah adanya ketimpangan status gender di
masyarakat yang merendahkan posisi anak perempuan. Hal ini akan mengakibatkan seorang
anak perempuan sulit menolak keinginan orang tuanya yang mendorong mereka menikah dengan
laki-laki yang lebih tua. Ketika sudah menikah pun, anak tersebut akan tetap berada di bawah
kuasa suaminya.Penyebab lainnya adalah kurangnya pengetahuan tentang risiko kesehatan yang
terjadi akibat perkawinan muda, sepertinya tingginya angka kematian ibu sehabis melahirkan,
bayi prematur dan risiko terkena HIV/AIDS. Ketidaktahuan atas risiko ini yang menyebabkan
praktik perkawinan anak masih terus terjadi.Untuk wilayah konflik, praktik kawin anak lebih
merajalela karena runtuhnya struktur hukum, ekonomi, dan sosial. Banyak keluarga yang
bermigrasi memilih untuk menikahkan anak-anak perempuannya karena pilihan hidup menjadi
sangat terbatas di kampong pengungsian selain itu penyebab perkawinan anak juga karena
budaya terdahulu yaitu perjodohan dini. Dengan mengidentifikasi begitu banyaknya masalah
sosial dan politik yang melatarbelakangi terjadinya perkawinan anak, sudah sepantasnya praktik

9
itu dilarang bukan malah dimaklumi Jika tetap dibiarkan, masalah-masalah tersebut tidak akan
selesai malah akan diperparah dengan adanya masalah-masalah baru yang lain.Sejumlah
penelitian menyimpulkan perkawinan anak adalah sumber dari pelbagai masalah sosial di
masyarakat. Paling tidak dijumpai lima dampak buruk perkawinan anak yaitu :
1. Perkawinan anak merupakan salah satu penyebab dari tingginya angka perceraian di
masyarakat.Di Indonesia, angka perceraian antara usia 20-24 tahun lebih tinggi pada
yang menikah sebelum usia 18 tahun. Hal ini dikarenakan anak-anak tersebut belum
matang secara fisik, mental, dan spiritual untuk mengemban tanggung jawab yang
diperlukan dalam mempertahankan hubungan perkawinan.
2. Perkawinan anak berdampak buruk pada kualitas sumber daya manusia
Indonesia.Perkawinan anak memaksa anak putus sekolah dan menjadi pengangguran
sehingga menghambat program wajib belajar 12 tahun yang dicanangkan pemerintah.
Dengan lebih dari 90% perempuan usia 20-24 tahun yang menikah secara dini tidak lagi
bersekolah, tidak heran bahwa kualitas sumber daya manusia Indonesia mengalami
penurunan.
3. Perkawinan anak menyebabkan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).Data global
menunjukkan bahwa bagi anak perempuan yang menikah sebelum umur 15,
kemungkinan mereka mengalami kekerasan dalam rumah tangga meningkat 50%. Selain
karena ketimpangan relasi kuasa, para pengantin muda cenderung penuh emosi sehingga
gampang emosi.
4. Perkawinan anak menyebabkan berbagai isu kesehatan Para pengantin anak memiliki
risiko tinggi menghadapi berbagai permasalahan kesehatan. Tingginya AKI (angka
kematian ibu) setelah melahirkan disebabkan karena ketidaksiapan fungsi-fungsi
reproduksi ibu secara biologis dan psikologis. Anak perempuan berusia 10-14 tahun
berisiko lima kali lipat meninggal saat hamil maupun bersalin dibandingkan kelompok
usia 20-24 tahun, sementara risiko ini meningkat dua kali lipat pada kelompok usia 15-19
tahun.Selain kesehatan ibu, angka kematian bayi bagi ibu remaja juga lebih tinggi dan
14% bayi yang lahir dari ibu berusia remaja di bawah 17 tahun adalah prematur.
Kemungkinan anak-anak tersebut mengalami hambatan pertumbuhan (stunting) selama 2
tahun juga meningkat sebanyak 30%-40%. Bahkan, pengantin anak memiliki kerentanan
yang lebih tinggi terhadap HIV/AIDS akibat hubungan seksual dini dan kurangnya
pengetahuan mengenai kontrasepsi.
5. Perkawinan anak menghambat agenda-agenda pemerintah.Perkawinan anak mengancam
agenda-agenda pemerintah seperti program Keluarga Berencana (KB) dan Generasi
Berencana (Genre) oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional
(BKKBN). Hal ini dikarenakan perkawinan anak bisa menyebabkan ledakan penduduk
karena tingginya angka kesuburan remaja Indonesia . Jika angka kelahiran remaja tidak
dikendalikan, program pemerintah lain seperti program pengentasan kemiskinan dan
wajib belajar 12 tahun akan terbebani.Perkawinan membutuhkan kedewasaan dan
kematangan yang bukan hanya bersifat biologis, melainkan juga psikologis, sosial,
mental dan spiritual.Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap
Perempuan menetapkan batas minimal usia nikah adalah 18 tahun. Sedangkan menurut
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), batas minimal bagi
perempuan sebaiknya 21 sedangkan bagi laki-laki 25.

10
Solusi tepat menangani perkawinan anak yaitu diperlukan penyuluhan terhadap remaja
mengenai dampak-dampak perkawinan anak agar menambah kesadaran diri pada anak dan perlu
reformasi UU perkawinan terkait penetapan usia kawin.Berdasarkan penelitian Pusat Studi
Wanita UIN Jakarta pada tahun 2000, usia nikah dalam Undang-Undang Perkawinan seharusnya
dinaikkan menjadi minimal 19 tahun, baik untuk laki-laki maupun perempuan. Usia tersebut
menurut Alquran surat an-Nisa ayat 6 sudah dianggap matang secara fisik, ekonomi, sosial,
mental kejiwaan, agama, dan budayaSelain itu diperlukan pendidikan seks yang komprehensif
sejak tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP). Pendidikan ini menekankan pada aspek
kesehatan reproduksi serta tanggung jawab moral dan sosial. Pendidikan seksual terpadu yang
diberikan kepada para remaja perlu mendapat dukungan, bantuan dan pengarahan dari orang tua
yang menekankan tentang tanggung jawab anak laki-laki dan perempuan atas seksualitas dan
kesuburan mereka sendiri.Terakhir, perlu ada upaya pendidikan ajaran agama yang lebih
humanis, lebih damai dan lebih ramah terhadap anak dan perempuan. Kita perlu menyingkirkan
ajaran agama yang tidak lagi relevan dengan konteks kekinian agar tidak bertentangan dengan
prinsip perlindungan anak perempuan.Mari mengimplementasikan ajaran agama yg lebih
akomodatif terhadap nilai-nilai kemanusiaan dan relevan dengan konteks kekinian.
2. Perceraian
Perceraian berpeluang terjadi pada pasangan suami istri yang masih hidup akibat
munculnya masalah yang tidak terpecahkan (buntu) ketika hidup bersama dalam sebuah rumah
tangga. Selain gejala umum, perceraian juga dipandang sebagai gejala alamiah ketika sesuatu
yang berbeda disatukan dalam satu atap rumah tangga. Bahkan, lebih ekstrem lagi, perceraian
dianggap sebagai jalan keluar bagi para pihak (suami istri) jika masalah yang dihadapi berpotensi
menimbulkan kekerasan dalam rumah tangga. Peningkatan angka perceraian setiap tahun
menunjukkan bahwa ada masalah yang selama ini luput dari perhatian kita terhadap keluarga
sebagai institusi terkecil masyarakat. Padahal, keluarga adalah benteng terakhir peradaban ketika
negara dinilai gagal membangun peradaban. Jika kasus perceraian dibiarkan, maka keluarga
sebagai institusi penopang masyarakat pelan-pelan akan keropos dan membusuk. Dengan
demikian peradaban akan runtuh karena keluarga sebagai benteng terakhir telah ambruk.Pada
posisi ini, kecaman terhadap pasangan yang bercerai bisa dipahami karena perkawinan masuk
dalam wilayah sakral serta melibatkan semua pihak. Proses dan tradisi perkawinan juga terbilang
ketat di Indonesia, menghabiskan banyak energi dan biaya yang tidak sedikit.Dari segi dampak,
perceraian juga berdampak luas. Selain berdampak psikis terhadap anak dan keluarga, perceraian
juga berdampak terhadap rusaknya tatanan sosial, memberi contoh tidak baik bagi pasangan lain,
seakan-akan perceraian satu-satunya jalan ketika keluarga dihadapkan pada masalah dalam
rumah tangga. Apalagi bagi masyarakat tradisional dimana pembagian peran dalam rumah
tangga belum berimbang, suami dinobatkan sebagai kepala rumah tangga atau pencari nafkah
(aktif), sementara istri sebagai ibu rumah tangga (pasif), jika terjadi perceraian, mata rantai
ekonomi keluarga akan terputus.Atas dasar itu dapat dikatakan bahwa paradigma masyarakat
terhadap perceraian cenderung di bangun atas dasar keyakinan, pengalaman dan realitas yang
mereka lihat. Bagi masyarakat, peristiwa pernikahan adalah peristiwa skaral baik dalam bingkai
agama maupun adat. Sementara itu, berdasarkan pengalaman dan realitas yang mereka lihat,
perceraian lebih banyak menimbulkan dampak negatif (mudharat) dibandin positif.Faktor-Faktor
PerceraianApa sebenaranya yang menjadi faktor atau penyebab sehingga kasus perceraian
meningkat setiap tahun. Sejumlah sosiolog, berdasarkan hasil penelitiannya di berbagai negara
menyebutkan beberapa faktor meningkatnya perceraian yaitu :

11
1. Tingginya angka perceraian akibat tingginya tingkat pertumbuhan penduduk dari tahun
ke tahun. Faktor ini sangat masuk akal karena laju pertumbuhan penduduk meningkat
setiap tahun. Dengan demikian pasangan yang melakukan perkawinan dan memutuskan
untuk bercerai pun bertambah setiap tahun. Indonesia misalnya mengalami peningkatan
jumlah penduduk mencapai 1,49 persen setiap tahun.
2. Faktor bencana, perang atau konflik. Para sosiolog seperti Jacobson melihat adanya
kaitan langsung antara perang dengan tingkat perceraian. Menurutnya, perang
memisahkan banyak pasangan suami-istri untuk jangka waktu yang lama. Keadaan
memungkinkan pasangan yang berpisah lama tersebut melakukan hubungan di luar
perkawinan yang sah karena faktor kesepian.
3. Faktor industrialisasi dan urbanisasi. Tingginya tingkat perceraian merupakan produk
dari industrialisasi dan urbanisasi. Pada saat itu, peranan keluarga berubah dan muncul
apa yang disebut sebagai dualisme karir, yaitu suami maupun istri sama-sama bekerja dan
mengurus rumah tangga secara bersama pula. Akibatnya, muncul sejumlah persoalan
dalam rumah tangga karena terlalu sibuk di luar rumah; anak menjadi tidak terurus,
hubungan dengan tetangga menjadi renggang, komunikasi tripartit antara suami-istri-
anak tidak terbangun dengan baik.
4. Faktor perubahan sistem keluarga dari sistem kerabat luas ke konjugal. Faktor ini
menurut Goode lebih mungkin terjadi dibandingkan dengan industrialisasi dan urbanisasi.
Dari hasil penelitiannya, Goode menemukan bahwa industrialisasi yang sedang
berlangsung di beberapa negera tidak menunjukkan adanya pertambahan pada tingkat
perceraian. Selain itu, sistem keluarga ini mengandalkan pasangan suami-istri untuk
fokus lebih banyak terhadap kehidupuan keluarga masing-masing yang terdiri dari suami
istri dan anak-anak. Sementara kerabat luas tidak lagi menjadi penyangga kehidupan
pasangan suami istri. Akibatnya, anggota keluarga konjugal menjadi kurang tergantung
pada kerabatnya. Konsekwensinya, kontrol sosial dari anggota kerabat luas menjadi
berkurang dan tidak efektif lagi, sehingga beban emosional dan finansial keluarga
konjugal menjadi lebih berat. Unit keluarga konjugal ini menjadi ebih mudah pecah
apabila terjadi konflik antara suami-istri karena sedikitnya tekanan kerabat yang
mengharuskan mereka bersatu dan memper-tahankan perkawinan.
Solusi yang semestinya kita lakukan u tuk menghindari terjadinya perceraian yaitu
memiliki komunikasi yang baik di dalam hubungan suami istri dalam masalah apapun harus
dibicarakan secara baik-baik dan selalu berusaha untuk tidak saling keras kepala dalam
menyampaikan pendapat dan perlunya dukungan orang-orang terdekat untuk membantu
meredam ego masing-masing.

3. Kesakitan
Kesakitan merupakan gangguan pada kemampuan individu untuk menjalankan tugas atau
peran yang diharapkan darinya. Sakit juga merupakan suatu peran sosial, dan seseorang yang
sakit mempunyai sejumlah hak maupun kewajiban sosial. Namun kesakitan justru juga
menimbulkan masalah sosial akibat dari penyakit yang diderita oleh individu. Tanggapan
seseorang terhadap suatu penyakit ditentukan oleh berbagai faktor dan yang mempengaruhi

12
tanggapan baik si penderita sakit sendiri (self-defined) maupun orang lain (other defined)
terhadap situasi sakit seseorang yang mengakibatkan masalah sosial yaitu:

 Ambang toleransi orang yang teterpa dan menilai suatu penyakit yang diderita
seseorang. Di suatu kalangan sosial dan budaya tertentu warga masyarakat cenderung
lebih toleran terhadap simtom kelainan daripada dalam lingkungan sosial atau budaya
lain. Dalam kalangan sosial tertentu, simtom penyakit menular seksual mungkin akan
disembunyikan selama mungkin karena dianggap memalukan,karena di anggap sudah
melakukan hubungan badan dengan orang berbeda berkali-kali dengan kata lain hal itu
merupakan dosa besar jika kaitkan dengan agama
 Informasi, pengetahuan, anggapan budaya, serta pemahaman yang dipunyai orang
yang membuat penilaian terhadap seseorang yang sakit. Keperluan psikologis yang
mempengaruhi proses psikologis. Orang secara psikologis sering tidak dapat atau
sukar menerima kenyataan bahwa orang lain yang dicintainya (isteri, anak, suami,
orang tua, saudara kandung, teman) sedang menderita penyakit yang tidak dapat
disembuhkan dan cepat atau lambat akan mengakibatkan kematian si penderita.
Penyangkalan terhadap kenyataan medis ini dapat mempengaruhi upaya kesehatan
yang ditempuh oleh teman dan kerabat. Keadaan psikologis individu yang menderita
sakit pun mempengaruhi upaya kesehatan yang ditempuhnya. Rasa cemas dan takut
terhadap suatu penyakit menular atau penyakit kronik tertentu beserta berbagai
dampaknya dapat saja mempercepat upaya kesehatan, tetapi dapat pula menundanya.
Kebanyakan seseorang menganggap kesehatan mental itu tidak penting padahal secara
menyeluruh penyakit yang sangat sulit di sembuhkan adalah penyakit mental sehinnga
seseorang sanga jarang untuk percaya terhadap psikolog.
 Keperluan yang bersaing dengan tanggapan terhadap penyakit. Orang tua mungkin
menunda upaya kesehatan bagi anaknya yang sakit manakala mereka merasa bahwa
mereka terpaksa masih harus memprioritaskan pemenuhan keperluan pokok sehari-
hari. Seseorang dapat mempertaruhkan kesehatan dan bahkan jiwanya demi hal lain
yang dianggapnya lebih penting, seperti keberhasilan pelaksanaan tugas di tempat
kerja.
 Akses ke sarana kesehatan. Kemudahan memperoleh pelayanan medis berkaitan
dengan frekuensi pemanfaatannya. Penyediaan pelayanan medis berbanding terbalik
dengan keperluan terhadapnya, seperti di kawasan dengan morbilitas tinggi dijumpai
sedikit sarana kesehatan sedangkan di kawasan dengan morbilitas rendah dijumpai
banyak sarana kesehatan. Hal ini disebabkan ekonomi pasar, seperti kawasan yang
makmur mempunyai daya tarik bagi sarana kesehatan.
Solusi tepat menangani suatu persepsi masyarakat mengenai sakit seseorang yaitu perlunya
informasi-informasi langsung dari tenaga kesehatan contohnya seperti penyuluhan di setiap desa
guna memperluas pengetahuan masyarkat pentingnya kesehatan dalam kehidupan.

13
4. Kehamilan
Kehamilan merupakan periode dimana terjadi perubahan kondisi biologis wanita disertai
dengan perubahan perubahan psikologis dan terjadinya proses adaptasi terhadap pola hidup dan
proses kehamilan itu sendiri (Muhtasor, 2013:1). Proses kehamilan sampai persalinan merupakan
mata rantai satu kesatuan dari konsepsi, nidasi, pengenalan adaptasi, pemeliharaan
kehamilan,perubahan endokrin sebagai persiapan menyongsong kelahiran bayi, dan persalinan
dengan kesiapan pemeliharaan bayi (Sitanggang dkk, 2012: 2). Selain menimbulkan kebahagiaan
bagi wanita dan pasangannya, kehamilan juga dapat menimbulkan kekhawatiran pada wanita
pada trimester 1, 2 dan 3. Dengan menerapkan manajemen asuhan kebidanan diharapkan bidan
memperhatikan kebutuhan dasar manusia dalam aspek bio-psiko-sosial-budaya dan spiritual.
Tingkat kebutuhan tiap individu  berbeda-beda. Masa kehamilan dan persalinan pada manusia
dideskripsikan oleh Bronislaw Malinawski (1927) sebagai fokus perhatian yang sangat penting
dalam kehidupan masyarakat. Ibu hamil dan yang akan bersalin dilindungi secara adat, religi dan
moral atau kesusilaan berdasarkan tujuan untuk menciptakan keseimbangan fisik antara ibu dan
bayi, serta terutama untuk mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan. Kondisi tersebut
dihadapkan pada kenyataan adanya trauma persalinan dalam masyarakat, yang mengakibatkan
ansietas pada ibu hamil (Malinowski, 1927)
Pada dasarnya, masyarakat mengkhawatirkan masa kehamilan dan persalinan karena
menganggap masa tersebut kritis karena dapat membahayakan bagi janin dan atau ibunya.
Tingkat kekritisan ini dapat dipandang berbeda oleh setiap individu, dan direspon oleh
masyarakat dengan berbagai strategi atau sikap, seperti upacara kehamilan, anjuran dan larangan
secara tradisional. Di samping itu, masyarakat secara umum berperilaku mementingkan
memelihara kesehatan kehamilan, sesuai pengetahuan kesehatan modern dan tradisional.
Strategi-strategi tersebut dilakukan warga masyarakat agar dapat dicapai kondisi kehamilan dan
persalinan ideal tanpa gangguan (Danandjaja,1980; Swasono, 1998)
Terlepas dari sudut pandang masyarakat  tentang masa kehamilan dan persalinan yang kritis,
terdapat berbagai pandangan budaya (tuntutan budaya), serta faktor-faktor sosial lainnya dalam
kepentingan reproduksi yang menimbulkan masalah sosial. Hal tersebut meliputi:
1. Keinginan ideal perorangan untuk memiliki anak dengan jenis kelamin tertentu. Kebanyakan
seseorang akan lebih memilih menginginkan anaklaki-laki karena anak laki-laki nantinya
akan mendapat warisan keluarga jika hal tersebut tidak terpenuhi biasanya suami ataupun
keluarga terus memaksa memiliki anak samapi jenis kelamin yang diinginkan didapat tanpa
memperhitungkan kesehatan ibunya.
2. Kondisi ketersediaan sumber social. Biasanya pengaruh lingkungan keluarga sangat
berpengaruh membuat timbulnya suatu masalah sosial karena persepsi budaya yang masih
kental. Seperti contoh ibu hamil di larang makan nanas,seperti di desa saya sendiri orang
hamil di larang untuk makan rujak di atas cobeknya langsung tanpa alasan jelas.
Berbagai pandangan budaya dan faktor-faktor sosial tersebut dapat menjadi stressor yang
mendukung pandangan bahwa masa hamil dan bersalin dianggap kritis dan mengakibatkan
kekhawatiran bagi warga masyarakat. Pada masa kehamilan dan saat menjelang kelahiran, aspek
financial juga dapat menjadi masalah jika ibu hamil dan pasangannya belum bekerja, berhenti
bekerja, atau dengan penghasilan yang kurang. Ibu hamil mungkin tinggal di rumah kontrakan
yang tidak memenuhi syarat kesehatan dan dalam lingkungan kumuh sehingga membuat ibu

14
rentan terhadap kekurangan gizi pada masa kehamilan. Dalam setiap masyarakat ada mitos atau
kepercayaan tertentu yang sangat dipengaruhi oleh lingkungan sosial budaya dan adat istiadat
tertentu, seperti mitos “mitoni” :
1. Tidak boleh  makan makanan yang berbau amis.
2. Tidak boleh mempersiapkan keperluan untuk bayi sebelum lahir.
3. Ayah yang bekerja sebagai pencari nafkah berhak mendapat jumlah makanan yang lebih
banyak dan bagian yang lebih baik dari pada anggota keluarganya yang lain.
4. Anak laki-laki diberi makan lebih dulu dari pada anak perempuan dan lain sebagainya.
Solusi tepat dari hal tersebut yaitu perlunya ibu hamil untuk selalu berkosultasi di bidan ataupun
dokter untuk menjaga kesehatan ibu dan anak.
5. Persalinan
Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban keluar dari uterus
ibu (Wijayanti, 2015:1). Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks dan janin
turun ke dalam jalan lahir. Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang
terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang
kepala, tanpa komplikasi baik ibu maupun janin (Asri dkk, 2012:1).Persalinan adalah rangkaian
proses yang berakhir dengan pengeluaran hasil konsepsi oleh ibu. Proses ini dimulai dengan
kontraksi persalinan sejati yang ditandai oleh perubahan progresif pada serviks dan diakhiri
dengan pelahiran plasenta (Varney)Periode postpartum didefinisikan sebagai awal setelah
melahirkanplasenta sampai 6 minggu setelah kelahiran (Ekabua et al, 2011:1). Terlepas
pandangan masyarakat mengenai persalinan, banyak masyarakat masih terpengaruh secara
spiritual dalam persalinan dalam artian masyarakat belum terbuka mengenai pentingnya
keselamatan ibu dan bayi saat persalinan sehingga menimbulkan persepsi yang akhirnya menjadi
penyebab terjadinya masalah sosial salah satunya yaitu dengan adanya dukun beranak. Di daerah
pedesaan, kebanyakan ibu hamil masih mempercayai dukun beranak untuk menolong persalinan
yang biasanya dilakukan di rumah. Beberapa penelitian yang pernah dilakukan mengungkapkan
bahwa masih terdapat praktek-praktek persalinan oleh dukun yang dapat membahayakan si ibu.
Penelitian Iskandar dkk (1996) menunjukkan beberapa tindakan/praktek yang membawa resiko
infeksi seperti "ngolesi" (membasahi vagina dengan rninyak kelapa untuk memperlancar
persalinan), memasukkan tangan ke dalam vagina dan uterus untuk rnengeluarkan placenta atau
setelah persalinan, ibu duduk dengan posisi bersandar dan kaki diluruskan ke depan selama
berjam-jam yang dapat menyebabkan perdarahan dan pembengkakan
           Pemilihan dukun beranak sebagai penolong persalinan pada dasarnya disebabkan karena
beberapa alasan   antara lain dikenal secara dekat, biaya murah, mengerti dan dapat membantu
dalam upacara adat yang berkaitan dengan kelahiran anak serta merawat ibu dan bayi sampai 40
hari. Disamping itu juga masih adanya keterbatasan jangkauan pelayanan kesehatan yang ada.
Walaupun sudah banyak dukun beranak yang dilatih, namun praktek-praktek tradisional tertentu
rnasih dilakukan. lnteraksi antara kondisi kesehatan ibu hamil dengan kemampuan penolong
persalinan sangat menentukan hasil persalinan yaitu kematian atau bertahan hidup.
        Secara medis penyebab klasik kematian ibu akibat melahirkan adalah perdarahan, infeksi
dan eklamsia (keracunan kehamilan). Kondisi-kondisi tersebut bila tidak ditangani secara tepat
dan profesional dapat berakibat fatal bagi ibu dalam proses persalinan. Namun, kefatalan ini

15
sering terjadi tidak hanya karena penanganan yang kurang baik tepat tetapi juga karena ada
faktor keterlambatan pengambilan keputusan dalam keluarga. Terutama di daerah pedesaan,
keputusan terhadap perawatan medis apa yang akan dipilih harus dengan persetujuan kerabat
yang lebih tua; atau keputusan berada di tangan suami yang seringkali menjadi panik melihat
keadaan krisis yang terjadi. Kepanikan dan ketidaktahuan akan gejala-gejala tertentu saat
persalinan dapat menghambat tindakan yang seharusnya dilakukan dengan cepat.
Ada suatu kepercayaan yang mengatakan minum rendaman air rumput Fatimah akan
merangsang mulas. Memang, rumput Fatimah bisa membuat mulas pada ibu hamil, tapi apa
kandungannya belum diteliti secara medis. Jadi, harus dikonsultasikan dulu ke dokter sebelum
meminumnya. Sebenarnya, rumput ini hanya boleh diminum bila pembukaannya sudah
mencapai 3-5 cm, letak kepala bayi sudah masuk panggul, mulut rahim sudah lembek atau tipis,
dan posisi ubun-ubun kecilnya normal.Jika letak ari-arinya di bawah atau bayinya sungsang, tak
boleh minum rumput ini karena sangat bahaya. Terlebih jika pembukaannya belum ada, tapi si
ibu justru dirangsang mulas pakai rumput ini, bisa-bisa janinnya malah naik ke atas dan
membuat sesak nafas si ibu. Mau tak mau, akhirnya dilakukan jalan operasi. Faktor yang
menjadikan proses kelancaran persalinan si Ibu yaitu :
1. Faktor fisik berkaitan dengan bentuk panggul yang normal dan seimbang dengan besar
bayi
2. Faktor mental berhubungan dengan psikologis ibu, terutama kesiapannya dalam
melahirkan. Bila ia takut dan cemas, bisa saja persalinannya jadi tidak lancar hingga
harus dioperasi. Ibu dengan mental yang siap bisa mengurangi rasa sakit yang terjadi
selama persalinan.
3. Faktor lain yang juga harus diperhatikan: riwayat kesehatan ibu, apakah pernah menderita
diabetes, hipertensi atau sakit lainnya; gizi ibu selama hamil, apakah mencukupi atau
tidak; dan lingkungan sekitar, apakah men-support atau tidak karena ada kaitannya
dengan emosi ibu. Ibu hamil tak boleh cemas karena akan berpengaruh pada bayinya.
Solusi dari hal tersebut yaitu perlunya kebijakan pemerintah memberantas dukun-dukun
beranak yang tidak memiliki ijin praktek dan juga perlunya penyuluhan terhadap ibu hamil pra
persalinan agar keluarga me nyiapkan financial dengan baik sehingga waktu persalinan tidak ada
lagi alasan mahalnya dana persalinan karena pemerintah sendiri sudah memberikan kemudahan
akses kesehatan dengan mengeluarkan kartu BPJS.
6. Masa Nifas
Masa nifas (puerperium) adalah masa setelah keluarnya placenta sampai alat-alat reproduksi
pulih seperti sebelum hamil dan secara normal masa nifas berlangsung selama 6 minggu atau 40
hari. (Ambarwati dkk, 2010:2) sampai organ-organ reproduksi kembali ke keadaan normal
seperti sebelum hamil. (Herawati, 2015:1). Periode postpartum adalah masa dari kelahiran
plasenta dan selaput janin (menandakan akhir periode intrapartum) hingga kembalinya traktus
reproduksi wanita pada kondisi tidak hamil. Perawatan masa nifas yaitu:
1. Memulihkan kesehatan umum penderita,
2. Mendapatkan kesehatan emosi yang stabil,
3. Mencegah terjadinya ineksi dan komplikasi,
4. Memperlancar pembentukan ASI, dan

16
5. Agar penderita dapat melaksanaan perawatan sampai masa nifas selesai dan memelihara
bayi dengan baik.
Keadaan psikologis pada masa nifas meliputi insting keibuan, yang merupakan perasaan dan
dorongan yang dibawa sejak manusia dilahirkan, yang ada dalam seorang wanita untuk menjadi
seorang ibu yang selalu memberi kasih sayang kepada anaknya. Sikap ini berada dengan sikap
pria dewasa. Walaupun mereka menyukai anak bayi, tetapi pendekatannya berbeda dengan
wanita. Reaksi ibu setelah melahirkan ditentukan oleh tempramennya. Bila ibu bertempramen
gembira, ibu biasanya menjadi ibu yang lebih sukses, sedangkan ibu yang selalu murung
kemungkinan mengalami kesulitan dalam tugasnya sebagai seorang ibu. Selain itu, kemungkinan
pula timbul reaksi kecemasan reaksi kekecewaan karena kedatangan bayinya belum diharapkan.
Untuk mengadakan penyesuaian tersebut kemungkinan ibu dapat mengatasinya sendiri atau
memerlukan bantuan. Oleh karena itu, tugas bidan untuk memberi bantuan yang merupakan
bimbingan agar ibu dapat mengatasi masalahnya. Kebutuhan ibu masa nifas meliputi:
1.         Kebutuhan fisik,
Selama hamil umumnya menurun walaupun tidak sakit. Untuk memenuhi kebutuhan fisik seperti
istirahat, makanan yang bergizi, lingkungan bersih dilakukan pengawasan dan perawatan yang
sempurna serta pengertian dari lingkungan setelah ibu pulang nanti.
2.         Kebutuhan psikologis.
Kebutuhan bagi tiap-tiap individu bahwa manusia butuh diakui, dihargai, diperhatikan oleh
manusia lain. Oleh karena itu, untuk memenuhi kebutuhan psikologis, bidan dan keluarga harus
bersikap dan bertindak bijaksana dan menunjukan rasa simpati dan menghormati.
3.         Kebutuhan sosial,
Ibu dipenuhi dengan memfasilitasi pasangan atau keluarga mendampingi ibu bila murung,
menunjukkan rasa saying pada bayi, memberi bantuan dan pelajaran yang dibutuhkan untuk
mengembalikan kesehatannya. seperti sebelum hamil, lama masa nifas yaitu 6-8 minggu
(Rustam Mochtar, 1998, hal. 115).
Masa nifas merupakan salah satu masa yang penting dalam suatu tahapan pada kehidupan
seorang perempuan. Namun, dewasa ini banyak aspek-aspek sosial budaya yang mempengaruhi.
Adapun berbagai macam-macam aspek sosial budaya pada masa nifas pada beberapa daerah
antara lain:
1. Harus pakai sandal kemana pun ibu nifas pergi, selama 40 hari.
2. Minum jamu, agar rahim cepat kembali seperti semula.
3. Setiap pagi harus mandi keramas, biar badannya cepat segar dan peredaran darah lancar.
4. Posisi ketika tidur/duduk kaki harus lurus. Tidak boleh di tekuk/posisi miring, hal itu
dapat mempengaruhi posisi tulang, karena tulang ibu nifas seperti bayi baru
melahirkan/mudah terkena Varises.
5. Harus banyak makanan yang bergizi atau yang mengandung sayur-sayuran.
Tidak memakai perhiasan, karena dapat mengganggu aktifitas Bayi.

17
Solusi dari hal tersebut yaitu kesadaran terhadap perintah-perintah tenaga kesehatan pasca
persalinan harus saling didukung oleh keluarga dan lingkungan masayarakat agar sang ibu
selalu merasa aman dan lancer dalam penyembuhan atau masa nifas.
7. BBL (Bayi Baru Lahir )
Neonatus yaitu bayi baru lahir atau berumur 0 sampai dengan usia 1 bulan sesudah lahir.
Masa neonates terdiri dari neonatus dini yaitu bayi berusia 0-7 hari, dan neonatus lanjut yaitu
bayi berusia 7-28 hari (Muslihatun, 2010:2). Neonatus atau bayi baru lahir normal adalah bayi
baru lahir normal dengan berat lahir antara 2.500-4.000 gram, cukup bulan, lahir langsung
menangis, dan tidak ada kelainan konginetal (cacat bawaan) yang berat (M. Sholeh Kosim,2007
dalam Kumalasari,2015). Seorang bayi yang baru lahir umumnya mempunyai berat sekitar 2.5 –
4 kg dengan panjang 45 – 55 cm. Tetapi ia akan kehilangan sampai 10 % dari berat tubuhnya
dalam beberapa hari setelah kelahiran. Kemudian pada akhir minggu pertama berat tubuhnya
akan mulai naik kembali. Karenanya, tidaklah mengherankan jika seorang bayi yang baru lahir
memerlukan beberapa minggu untuk menyesuaikan diri. Sebuah selaput keras menutupi dua titik
lunak dari kepala disebut fontanel. Dimana tulang-tulang tengkorak belum menyatu dan meutup
dengan sempurna. Fontonel anterior.
Menjadi orang tua baru memang menyenangkan, tapi terkadang juga bisa menjadi gugup
atau penakut karena banyaknya mitos-mitos soal bayi baru lahir yang dibawa turun temurun dari
orang-orang tua kita dulu yang mungkin kita sendiri menjadi bagian dari mitos-mitos yang
dianut orang tua kita padahal hal tersebut yang menjadi pemicu masalah sosial pada bayi baru
lahir. Namun menurut saya mitos-mitos itu tidak selalu salah, mungkin hanya beda pengertian
saja namun juga tidak semuanya benar, bahkan ada yang benar-benar salah menurut dokter.
Berikut beberapa mitos yang sampai sekarang menjadi masalah sosial di masyarakat : 
1. Dibedong agar kaki tidak bengkok.Ternyata di bedong bisa membuat peredaran darah
bayi menjadi terganggu, kerja jantung akan lebih berat memompa darah, akibatnya bayi
akan sering sakit di daerah paru-paru dan jalan nafasnya. Selain itu dibedong akan
menghambat perkembangan motorik si bayi karena tidak ada kesempatan untuk
bergerak. Sebaiknya dibedong saat sesudah mandi untuk melindungi dari dingin atau saat
cuaca dingin itu pun dibedong longgar. Jadi dibedong itu tidak ada hubungannya dengan
pembentukan kaki karena semua kaki bayi yang baru lahir kakinya bengkok, sebab di
dalam perut tidak ada ruang yang cukup untuk meluruskan kakinya sehingga waktu
lahirpun masih bengkok, tapi akan lurus dengan sendirinya.
2. Pemakaian gurita agar tidak kembung. Pemakaian gurita akan menghambat
perkembangan organ-organ perut. Jika memang harus memakaikan gurita jangan
mengikat terlalu kencang terutama di bagian dada agar jantung dan paru-parunya bisa
berkembang dengan baik.
3. Menggunting bulu mata agar lentik.Memotong bulu mata bisa mengurangi fungsinya
untuk melindungi mata dari benda-benda asing.
4. Beri setetes kopi agar bayi tidak step (kejang). Pemberian kopi pada bayi jelas berbahaya
karena mengandung kafein yang akan memacu denyut jantungnya bekerja lebih cepat.
5. Jangan menyusui bayi jika ibunya sedang sakit. saat ibu sedang sakit tubuh si ibu akan
menghasilkan sistem kekebalan tubuh yang lebih banyak dan akan ikut ke dalam asi yang
jika di minum si bayi akan meningkatkan sistem kekebalan tubuhnya.

18
Solusi yang tepat menangani mitos-mitos yang beredar di masyarakat tersebut yaitu tenaga
kesehatan mesti memberi penyuluhan dan juga pendataan bagi ibu hamil dalam segala aspek
untuk meningkatkan kesehatan bayi.
8. KB (Keluarga Berencana)
Keluarga Berencana (KB) merupakan salah satu pelayanan kesehatan preventif yang paling
dasar dan utama bagi wanita. Meskipun tidak selalu diakui demikian, peningkatan dan perluasan
pelayanan Keluarga Berencana merupakan salah satu usaha untuk menurunkan angka kesakitan
dan kematian ibu yang sedemikian tinggi akibat kehamilan yang dialami oleh wanita. Banyak
wanita harus menentukan pilihan kontrasepsi yang sulit,tidak hanya karena terbatasnya jumlah
metode yangtersedia tetapi juga karena metode-metode tertentu mungkin tidak dapat diterima
sehubungan dengan kebijakan nasional KB, kesehatan individual dan seksualitas wanita atau
biaya untuk memperoleh kontrasepsi (Maryani, 2008). Banyak wanita yang mengalami kesulitan
dalam menentukan pilihan jenis kontrasepsi. Hal ini tidak hanya karena terbatasnya metode yang
tersedia, tetapi juga oleh ketidaktahuan tentang persyaratan dan keamanan metode kontrasepsi
tersebut. Kurangnya informasi tentang metodekontrasepsi yang sesuai dengan kebutuhan para
ibu menyebabkan keengganan mereka mengikuti program Keluarga Berencana. Hal ini
selainmengakibatkan tingginya paritas pada seorang ibu yang berdampak pada tingginya angka
kesakitan dan kematian ibu, juga meningkatkan jumlah penduduk yang tidak terkendali.
Berbagai faktor yang harus dipertimbangkan termasuk status kesehatan, efek samping potensial,
konsekuensi kegagalan atau kehamilan yang tidak diinginkan, keluarga yang direncanakan,
persetujuan suami, dan norma budaya yang ada. Salah satu sosial budaya yang menjadi masalah
terhambatnya program keluarga berencana yaitu masyarakat masih memandang rendah anak
perempuan karena anggapan bahwa anak laki-lakilah yang menjadi pewaris dari segala hal maka
itu orang tua yang masih belum mempunyai anak laki-laki akan terus bereproduksi demi
mendapatkan anak lelaki tidak perduli berapa jumlah anak yang terlahirkan sebelumnya. Selain
itu,pandangan tentang banyak anak banyak rejeki juga menjadi pemicu masalah sosial
terhambatnya program keluarga berencana sehingga hal ini bias menimbulkan meningkatnya
kematian ibu dan anak serta menurunnya kesehatan reproduksi.
Solusi dari masalah tersebut memang sangat sukar untuk di cegah karena masayarakat lebih
memikirkan harkat dan martabat ketimbang kesehatan sehingga sangat perlu adanya kebijakan
pemerintah mengenai 2 anak cukup dengan memberikan pajak jika lebih dari 1 anak namun
tanpa terlepas dari peraturan Hak Asasi Manusia.

2.3.3 Masalah-Masalah Sosial


1. Globalisasi
Berbagai bentuk permasalahan sosial akibat globalisasi yang terjadi di dalam kehidupan
masyarakat memang tak bisa di hindari. Hal ini lantaran globalisasi diibaratkan memiliki dua sisi
yang saling bertolak belakang. Satu sisi menjanjikan kemajuan bagi kehidupan masyarakat. Di
sisi lain globalisasi juga menyebabkan munculnya beragam contoh permasalahan sosial. Dimana
masalahan sosial adalah realitas sosial yang tidak diharapkan untuk terjadi bagi sebagian besar
masyarakat yang tinggal dalam suatu lingkungan sosial dengan saling berdekatakan satu sama

19
lainnya. Tetapi karena adanya pengaruh globalisiasi inilah semua bidang kehidupan seperti
politik, ekonomi, budaya, dan lainnya terpengaruhi satu sama lain. Pengertian globalisasi sebagai
salah satu aspek dalam kehidupan manusia terjadi lantaran derasnya perkembangan di dalam
bidang-bidang pengetahuan. Hal ini tentusanja menjadi salah satu tantantang dan juga menjadi
salah satu peluang bagi siapapun yang ingin hidup di era sekarang. Globalisasi sebagai bentuk
gejala sosial memberikan pandangan bahwa manusia akan senantiasanya berkembang untuk
mengelamai perubahan sosial, baik perubahan tersebut berdampak negatif ataupun perubahan
sosial tersebut berdampak positif.Globalisasi berdampak negatif salah satu penyebabnya karena
ada permasalahan sosial yang dialami oleh masyarakat, kekuarangsiapanmengdapai perubahan
zaman menjadikan masyarakat tidak bisa memilah dan memiih hal-hal yang postif dalam
globalisasi, oleh karenannya tulisan ini akan menjabarkan tentang berbagai permasalahan sosial
globalisasi.
Berikut masalah-masalah sosial yang terjadi akibat globalisasi :
a. Konsumerisme
Pengertian konsumenisme menunjukkan perilaku konsumtif, yaltu suatu prilaku membeli
barang dengan lebih mengutamakan keinginan daripada kebutuhan. Perliaku konsumtif
dipengaruhi gaya hidup western, tuntutan gaya hidup, dan akibat persaingan antara
produsen lokal dan produsen internasional dalam menawarkan produknya. Persaingan
mendonong munculnya tawaran benupa diskon. Kondisi tersebut memenganuhi
konsumen untuk berpenilaku konsumtif. Akhirnya, karena adanya prilaku ini masyarakat
cederung tidak bisa berkarya untuk dirinya sendiri, masyarakat akan cederung menjadi
pekerja atau mencarai kerja daripada menciptkan peluang kerja.
b. Neokolonialisme
Neokolonialisme adalah cerminan negara berdaulat dan merdeka, tetapi sistem ekonomi
dan politiknya ditentukan oleh pihak luar. Walaupun dan segi politik era kolonial sudah
berakhir, penjajah masih berkuasa di berbagai bidang kehidupan dalam bentuk
neokolonialisme. Beberapa permasalahan lain yang sening muncul akibat
neokolonialisme sebagai benikut.
Negara berkembang hanya memperoleh sebagian kecil dan keuntungan industri (sebagai
dampak ekonomi globalisasi). Eksploitasi sumber daya alam meningkat sehingga terjadi
kenusakan lingkungan, terutama di negara-negana berkembang. Tidak hanya sekton
ekonomi, kapitalisme mulai berpengaruh pada sektor politik di negara-negara
berkembang.Contoh nyata dalam permasalahan sosial akbiat globalisasi, di Indonesia
khususnya adalah neokolonialisme ini ialah adanya perusahaan-perusahaan yang menjadi
penambang emas atau kekayaan alam lainnya, di Indonesia. Mereka memiliki modal dan
pengetahuan untuk mengelola, akibatnya dengan adnaya modal tersebut sebagian besar
warga negara kita hanya di jadikan pekerja atau hanya diberikan keuntungan sekitar 2 %
untuk memenuhi kebutuhannya.
c. Permainan Tradisional dan Modern
Percaya atau tidak, di zaman era globalisasi seperti pada saat ini banyak masyarakat
mendapat dampak sosial sebagi akibat permainanan. Mengapa permainan?, hal ini
lantaran dengan permainan yang dilakukan oleh seorang anak akan memberikan
pengaruh ketika kelas ia menjadi dewasa. Permainan anak pada zaman dulu memberikan
ruang interkasi sosial yang tinggi, akan tetapi permainan pada zaman sekarang ini lebih
banyak memberikan pendidikan untuk bersikap individualistik, seperti contohnya

20
permainan gameonline, atau permainan lainnya. Yang hubungan sosialnya hanya terjadi
secara dunia maya.
d. Integrasi Bangsa Terancam
Salah satu masalah sosial yang muncul akibat globalisasi ialah ancaman mengenai
integrasi sosial, ancaman ini terjadi karena sikap masyarakat setelah mengenai
perkembangan teknologi menjadikan ia suit bergaul dan dengan mudahnya mengolok-
ngolok orang yang memiliki pandangan berbeda.Padahal bangsa kita dikenal sebagai
bangsa yang ramah, jika dibiarakan maka tak khayal sikap seperti ini akan menjadi
masalah sosial serius akibat globalisasi.
e. Tenaga Manusia Digantikan Robot
Tenaga manusia digantikan robot adalah salah satu masalah sosial dalam globalisasi,
Masalah ini muncul lantaran dengan digantikannya pekerjaaan masyarakat dengan robot
sehingga menjadi penyebab berbagai jenis pengangguran akan semakn tinggi, selain itu
arti kriminalitas juga akan meningkat.
f. Kenakalan Remaja
Kenalakan remaja adalah kondisi yang tidak diinginkan oleh siapapun, baik untuk
masyarakat ataupun negara. Alasannya karena remaja merupakan investasi masa depan
sebuah bangsa, apabila remajanya memiliki pemikiran yang cerdas sudah pasti
menjadikan negara tersebut kedepan akan maju tetapi jikalau tidak akan menjadi beban
bagi kehidupan. Banyaknya kenakalan remaja yang terjadi akhir-akhir ini menjadi salah
satu masalah sosial yang ada di masyarakat. Lantaran kebebasannya dalam mengakses
informasi tersetentu yang mencangkup kehidupan di seluruh dunia.

2. Sosial Enequality
Ketimpangan sosial/sosial enequality adalah keadaan ketidakseimbangan sosial dalam
masyarakat yang membuat perbedaan yang sangat mencolok. Dalam hal ketimpangan sosial
sangat terlihat dari berbagai aspek, misalnya dalam aspek keadilan bisa saja terjadi. Antara
orang kaya dan orang miskin sangat dibedakan dalam aspek apapun, penduduk desa yang
bermigrasi ke kota juga terpengaruh oleh hal ini. Ketidakpedulian terhadap orang lain ini
disebabkan oleh kesenjangan yang terlalu jauh antara "kaya" dan "miskin". Banyak orang
kaya memandang rendah kelas bawah, apalagi jika mereka miskin dan kotor, apalagi
membantu, mereka cuek saja. Walaupun banyak anak jalanan yang tidak memiliki tempat
tinggal dan tidur di jalanan, namun masih banyak orang yang malas untuk tidur di hotel
berbintang, ada banyak orang di luar sana yang kelaparan dan tidak bisa memberi makan
anak-anak mereka tetapi ada lebih banyak orang kaya. sedang asyik menyantap berbagai
makanan lezat dengan harga selangit. Disaat banyak orang miskin yang kedinginan karena
pakaian yang tidak pas dipakai, banyak orang kaya yang kaya membeli pakaian, bahkan
terkadang memesan pakaian dari desainer seharga 250.000 juta, dengan harga segitu
seharusnya bisa memberi makan orang miskin. .kelaparan. dengan harga segitu seharusnya
bisa memberi makan orang miskin kelaparan dengan harga segitu seharusnya bisa memberi
makan orang miskin kelaparan.

21
3. Akses Fasilitas Kesehatan
Akses ke pelayanan kesehatan merupakan pusat dari penyelenggaraan sistem pelayanan
kesehatan di seluruh dunia. Hal ini penting karena pengukuran kegunaan dan akses dalam
pemberian pelayanan merupakan bagian dari sistem kebijakan kesehatan yang ada. Meskipun
demikian, akses masih dianggap gagasan yang kompleks dimana ada beragam interpretasi dari
banyak ahli. Dalam pelayanan kesehatan, akses biasanya didefinisikan sebagai akses ke
pelayanan, provider dan institusi. Menurut beberapa ahl,i akses lebih daripada pelengkap dari
pelayanan kesehatan karena pelayanan dapat dijangkau apabila tersedia akses pelayanan yang
baik. Sementara umumnya para ahli menyadari bahwa karakteristik pengguna mempengaruhi
karakteristik provider dalam memberikan pelayanan. Atau dengan kata lain, akses ke pelayanan
terbentuk dari hubungan antara pengguna dan sumber daya pelayanan kesehatan. Akses
pelayanan kesehatan seringkali dilihat hanya dari perspektif pemberi pelayanan saja, sementara
akses dari sisi masyarakat sebagai pengguna kurang terperhatikan. Perbaikan kualitas pelayanan
kesehatan dari sisi akses memerlukan perspektif yang lengkap dari dua sisi yang berbeda.
umumnya masyarakat berpendapat bahwa masih ada kekurangan yang dirasakan. Terutama pada
aspek akses secara fisik,dikarenakan sarana dan prasarana yang kurang baik. Selain itu akses
secara sosial juga dirasa kurang, karena masih ada tenaga kesehatan yang melayani dengan
kurang ramah. Masyarakat masih merasa akses dari aspek fisik dan sosial masih sulit. Perlu
direkomendasikan pada pemerintah daerah masing-masing untuk upaya perbaikan akses secara
fisik, dan Dinkes untuk mendiseminasikan informasi kesehatan mengenai hak pasien kepada
masyarakat.Akses masyarakat secara ekonomi untuk mendapatkan pelayanan di fasilitas
kesehatan dirasakan tidak ada masalah. Akses secara ekonomi justru dirasakan ketika harus
menuju ke fasilitas pelayanan tersebut. Sarana jalan yang jelek dan ketidaktersediaan kendaraan
umum cukup menjadi keluhan masyarakat.Sementara untuk iuran dalam BPJS, untuk menjadi
peserta masyarakat masih menilai lebih jauh untung-ruginya. Pertimbangan ini mereka sesuaikan
dengan kondisi keuangan dan kondisi status kesehatannya.Secara sosial masyarakat masih
merasakan adanya hambatan psikologi saat berinteraksi dengan tenaga kesehatan. Hambatan ini
pula yang menjadi alasan mereka mengalihkan aksesnya ke fasilitas pelayanan kesehatan di luar
wilayah atau ke desa/kecamatan tetangga.
4. Sistem Pendidikan
pendidikan bersifat mendasar karena menyangkut kualitas sumber daya manusia sebagai
modal dasar dalam pembangunan. Pendidikan berintikan interaksi antara pendidik dengan
peserta didik dalam upaya membantu peserta didik menguasai tujuan-tujuan pendidikan.
Interaksi pendidikan dapat berlangsung dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan
masyarakat.Pendidikan tidak dapat lepas dari aspek sosial, politik, ekonomi dan budaya,
menganggap pendidikan sebagai sesuatu yang berdiri sendiri tanpa ada kaitannya dengan aspek
sosial yang melingkupinya akan berakibat pada keterasingan pendidikan dalam realitas dunia
nyata. Pendidikan yang merupakan salah satu sistem sosial, pada akhirnya juga mengalami
dampak arus globalisasi.Dalam dunia pendidikan yang merupakan salah satu sistem sosial, pada
akhirnya juga mengalami dampak arus globalisasi. Konsekuensi yang harus dibayar oleh
lembaga pendidikan adalah perubahan logika pendidikan. Lembaga pendidikan; sekolah,
perguruan tinggi yang semula merupakan pelayanan publik (publik servant)dengan
memposisikan pembelajar (siswa dan mahasiswa) sebagai warga negara (citizen) yang berhak
mendapatkan pendidikan yang layak, namun ketika status BHMN (Badan Hukum Milik Negara)

22
menjadi target, PTN (Perguruan Tinggi Negeri) sebagai privatisasi pendidikan, tidak lebih
sebagai produsen, sedangkan pembelajar (mahasiswa dan siswa) sebagai konsumennya. Jalinan
relasional yang membentuk pun mengarah pada transaksi harga antara penjual dan pembeli.
Sementara produk (output) yang dihasilkan adalah pesanan dari pemodal untuk memenuhi
kebutuhan produsen dan mengabaikan aspek kesadaran kritis siswa.Secara detail akibat dari
privatisasi pendidikan penyelenggaraan pendidikan yang semula tanggung jawab utama
pemerintah, diserahkan kepada pihak swasta) yang berujung komersialisasi pendidikan sehingga
berdampak pada:
a. biaya pendidikan menjadi mahal, sulit dijangkau masyarakat luas. Mahalnya biaya
pendidikan telah menyebabkan pendidikan yang semula adalah proses humanisasi
(memanusiakan manusia) telah berubah menjadi dehumanisasi atau secara tidak langsung
telah mengupayakan pemunduran hakikat kemanusiaan yang mempu mengaktualisasikan
dirinya dan mampu menghadapi kontradiksi-kontradiksi dalam kehidupan; seperti
ditemukan kasus kekerasan dalam rumahtangga akibat tekanan phsikis karena mahalnya
biaya pendidikan, banyak ditemukan anak yang bunuh diri karena malu belum bayar SPP,
atau dijumpai orang tua yang membunuh anaknya karena trauma dengan beban yang
akan dihadapi. Kenyataan ini biasa terjadi dalam lingkungan lembaga pendidikan yang
tidak memiliki kreativitas dan inovasi dalam pendanaan (fundraising), sehingga hanya
mengandalkan siswa dan orang tua sebagai target sumber dana.
b. Memperlebar gapaian dalam kualitas pendidikan. Privatisasi dapat meningkatkan
kompetisi. Sisi lain dari kompetisi adalah menciptakan poralisasilembaga pendidikan.
Lembaga yang menang dalam persaingan dan perburuan dana akan menjadi sekolah
unggulan. Sebaliknya lembaga yang kalah akan semakin terpuruk dan tersingkir.
sehingga ada asumsi yang telah membudaya dalam masyarakat bahwa sekolah yang
mahal akan menularkan outcome atau output yang berkualitas atau bagaimana bisa
berkualitas kalau biaya pendidikannya tidak mahal.
c. Melahirkan diskriminasi sosial. Kesempatan memperoleh pendidikan semakin sempit dan
diskriminatif, sehingga empat hasil konvensi hak anak (KHA) yang harus diberikan dan
dinikmatinya sebelum mereka dewasa oleh PBB yang telah diratifikasi pemerintah
melalui Keppres Nomor 26 tahun 1990 yaitu: hak untuk bertahan hidup
(rightforsurvival), hak mendapat perlindungan (rightforprotection), hak partisipasi
(rightforpartisipation), dan hak tumbuhkembang (rightfordevelopment) yang harus
dijadikan pedoman secara yuridis dan politis telah diabaikan dan dilangggar.
d. Menimbulkan stigmatisasi, ke arah pelabelan sosial. Sekolah yang bagus dan ternama
diidentikkan dengan sekolahnya orang kaya, sebaliknya sekolah sederhana adalah
sekolahnya kaum miskin. Kelima, menggeser budaya akademik menjadi budaya
ekonomis, sehingga pendidikan ahanya diarahkan untuk mobilitas vertikal, yaitu upaya
peningkatan kecakapan untuk menghasilkan pendapatan ekonomi yang lebih baik dan
mengkondisikan tenaga produktif untuk dijual dalam bursa kerja.
e. Memperburuk kualitas SDM dan kepemimpinan masa depan. Didorong oleh misi untuk
meningkatkan akumulasi kapital sebesar-besarnya, lembaga pendidikan akan lebih
banyak menerima pelajar gedongan meski ber-IQ pas-pasan. Pelajar berprestasi tapi
miskin banyak kesulitan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Mobilitas
sosial vertikal hanya akan menjadi milik orang kaya.Dengan demikian pendidikan yang
semula sebagai aktivitas sosial budaya berubah menjadi komoditas usaha yang siap
diperjual belikan. Biaya pendidikan menjadi mahal sehingga tidak terjangkau oleh rakyat

23
miskin dan hanya terjangkau oleh orang kaya , gelar dalam atau luar negeri bergengsi pun
siap diperdagangan kepada yang mampu membelinya Inilah babak baru kapitalisme
pendidikan global yang melucuti makna pendidikan. Pendidikan yang semula dipahami
sebagai proses pendewasaan sosial manusia menuju tataran ideal, yang menyangkut
tujuan memelihara dan mengembangkan fitrah serta potensi atau sumber daya insani
menuju terbentuknya manusia seutuhnya (insan kamil) 11 yang dilakukan melalui
aktivitas sosial-budaya, telah kehilangan makna perenial-nya. Pendidikan kini menjadi
ajang mencari laba dan aktivitas mencari keuntungan. Secara sederhana dapat dibedakan
pendidikan sebagai aktivitas sosial budaya dengan pendidikan sebagai aktivitas bisnis dan
berorientasi keuntungan. Kemudian jika dikaitkan dengan pergeseran perilaku, maka
ekses dari globalisasi menciptakan budaya-budaya baru misalnya budaya konsumerisme,
pragmatisme, hedonisme. Sehingga semakin banyak anak muda atau kalangan pelajar
yang sering nongkrong di Mall-mall, terdapat banyak pembelajar (siswa dan mahasiswa)
yang berfikir pragmatis dan hedonis dengan menjadi "ayam kampus" sebagai pelarian
atas belitan masalah atau akibat ketidak-siapan terhadap masuknya arus globalisasi.

5. Hak Atas Layanan Kesehatan Reproduksi


Hak reproduksi didefinisikan sebagai hak-hak yang mencakup hak-hak manusia tertentu
yang sudah diakui oleh undang-undang nasional,kesehatan reproduksi adalah keadaan
kesejahteraan fisik, mental, dan sosial yang utuh, dan bukan hanya tidak adanya penyakit atau
kelemahan, dalam segala yang berhubungan dengan sistem reproduksi dan fungsi serta proses-
prosesnya. Oleh karena itu, kesehatan reproduksi berarti bahwa orang dapat mempunyai
kehidupan seks yang memuaskan dan aman dan bahwa mereka memiliki kemampuan untuk
bereproduksi dan kebebasan untuk menentukan apakah mereka ingin melakukannya, bilamana,
dan berapa seringkah. Kesehatan reproduksi juga mencakup kesehatan seksual, yang bertujuan
meningkatakan status kehidupan dan hubungan-hubungan perorangan, dan bukan semata-mata
konsultasi dan perawatan yang bertalian dengan reproduksi dan penyakit yang ditularkan melalui
hubungan seks. dan hak reproduksi adalah kesetaraan antara laki-laki dan perempuan, bebas dari
apapun bentuk paksaan atau kekerasan serta diskriminasi, dan ditujukan tidak semata pada
pasangan tetapi juga individu. Selain prinsip ini, keterlibatan perempuan dalam setiap upaya dan
program perwujudan kesehatan dan hak reproduksi manusia juga ditekankan, baik dalam
kepemimpinan, perencanaan, pengambilan keputusan, pengelolaan, pelaksanaan dan organisasi,
hingga penilaian pelayanan di semua tingkat sistem pemeliharaan kesehatan. Namun walaupun
hak reproduksi sudah tertuang di dalam undang-undang nasional namun masih menimbulkan
masalah akibat sosial budaya seperti budaya patriarkhi,budaya ini menempatkan laki-laki sebagai
pihak yang sangat diuntungkan, diutamakan, bahkan dilayani, atau lebih sebagai makhluk yang
aktif dalam hubungan seksual. Hal ini tercermin dari pola asuh anak laki-laki yang dididik aktif
dan mau bekerja keras, hal itu terkait dengan adanya anggapan bahwa anak laki-laki akan
menjadi kepala keluarga yang bertanggungjawab memberi nafkah keluarga.Sedangkan
perempuan diposisikan sebagi pihak yang harus melayani, berbakti, dan patuh, implikasi dari
penerapan budaya ini tercermin pada kehidupan keluarga, anak perempuan senantiasa dididik
untuk melayani segala kebutuhan ayah, kakak dan adik laki-laki, mengerjakan pekerjaan rumah
tangga, dan bersikap sabar, lemah lembut dan pasrah. Pola asuh ini terkait dengan pelebelan
bahwa anak perempuan nantinya akan menjadi ibu rumah tangga yang mendapat nafkah dari
suaminya. Karena pola asuh seperti itu telah terinternalisasi dan menjadi budaya, maka saat
perempuan hidup berumah tangga, akan melakukan hal yang sama, yang menurutnya

24
sudahmenjadi kewajaran untuk dilakukan. Misalnya, karena dididik untuk selalu menghormati
dan melayani suami maka keputusan untuk memiliki anak dengan jenis kelamin tertentu atau
perencanaan memiliki anak, ditentukan oleh suami. Akibatnya istri dipaksa untuk terus hamil
dan melahirkan jika ketentuan jumlah anak dan jenis kelamin tertentu belum didapat dan juga
sebaliknya akibat hanya untuk pemenuhan nafsu seksual suami istri saat sudah hamil dipaksa
untuk aborsi janin agar tidak bertambahnya kebutuhan-kebutuhan anak sehingga hak kesehatan
reproduksi tidak tercapai sehingga menimbulkan tingginya kematian ibu dan anak.
6. Human Trafficking
Permasalahan trafficking merupakan salah satu dari sekian banyak permasalahan sosial
yang ada di Indonesia. Masalah Trafficking timbul sebagai akibat kondisi yang kurang baik di
dalam keluarga seperti kesulitan ekonomi, ketidakharmonisan keluarga, pernikahan dini dan
perceraian, tingkat pendidikan yang rendah dan kondisi lainnya yang mengakibatkan terjadinya
tindakan trafficking.Para korban trafficking sebagian besar adalah perempuan dan anak yang
keadaan ekonominya rendah serta tingkat pendidikan yang rendah. faktor yang menjadi
penyebab terjadinya perdagangan manusia yaitu Kemiskinan, Rendahnya Pendidikan, perubahan
globalisasi dunia. kendala dalam perlindungan hukum terhadap korban kejahatan perdagangan
orang meskipun pemerintah telah mengeluarkan UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Perdagangan Orang namun sangat disayangkan bahwa undang-undang tersebut
belum dapat dilaksanakan secara efektif, karena adanya beberapa kendala yaitu berupa faktor
non-yuridis yang meliputi faktor ekonomi, faktor kemiskinan, faktor pendidikan yang rendah
serta faktor sosial dan budaya . Di Indonesia masalah perdagangan orang masih menjadi salah
satu ancaman besar dimana setiap tahun hampir ribuan perempuan dan anak harus menjadi
korban trafficking yang terkadang tidak pernah merasa bahwa dirinya adalah korban,
permasalahan ini bukanlah masalah baru dan tidak hanya terjadi di Indonesia saja melainkan di
negara-negara lain juga terjadi.Trafficking merupakan suatu permasalahan lama yang kurang
mendapatkan perhatian sehingga keberadaannya tidak begitu nampak di permukaan padahal
dalam prakteknya sudah merupakan permasalahan sosial yang berangsur angsur menjadi suatu
kejahatan masyarakat dimana kedudukan manusia sebagai obyek sekaligus sebagai subyek dari
trafficking. Selain masalah utama Kurangnya upaya hukum pencegahan yang kuat bagi para
pelaku, masalah ini juga didasari oleh lemahnya tingkat kesadaran masyarakat untuk mengerti
dan paham akan adanya bahaya yang ditimbulkan dari praktektrafficking.Lemahnya tingkat
kesadaran masyarakat ini tentunya akan semakin memicu praktik trafficking untuk terus
berkembang. Dalam hal ini maka selain mendesak pemerintah untuk terus mengupayakan adanya
bentuk formal upaya perlindungan hukum bagi korban trafficking dan tindakan tegas bagi pelaku
maka diperlukan juga kesadaran masyarakat agar masyarakat juga berperan aktif dalam
memberantas praktektrafficking sehingga tujuan pemberantasan trafficking dapat tercapai
dengan maksimal dengan adanya kerjasama yang baik antara pemerintah dan masyarakat.
Bentuk-Bentuk Perdagangan Manusia :
a. Kerja Paksa Seks & Eksploitasi seks, baik di luar negeri maupun di wilayah Indonesia.
Dalam banyak kasus, perempuan dan anak-anak dijanjikan bekerja sebagai buruh migran,
PRT, pekerja restoran, penjaga toko, atau pekerjaan-pekerjaan tanpa keahlian tetapi
kemudian dipaksa bekerja pada industri seks saat mereka tiba di daerah tujuan. Dalam
kasus lain, berapa perempuan tahu bahwa mereka akan memasuki industri seks tetapi

25
mereka ditipu dengan kondisi-kondisi kerja dan mereka dikekang di bawah paksaan dan
tidakdiperbolehkan menolak bekerja.
b. Pembantu Rumah Tangga (PRT), baik di luar ataupun di wilayah Indonesia. PRT baik
yang di luar negeri maupun yang di Indonesia di trafik ke dalam kondisi kerja yang
sewenang-wenang termasuk: jam kerja wajib yang sangatpanjang, penyekapan ilegal,
upah yang tidak dibayar atau yang dikurangi,kerja karena jeratan hutang, penyiksaan fisik
ataupun psikologis, penyerangan seksual, tidak diberi makan atau kurang makanan, dan
tidak boleh menjalankan agamanya atau diperintah untuk melanggar agamanya.
Pengantin Pesanan, terutama di luar negeri. Beberapa perempuan dan anak perempuan
yang bermigrasi sebagai istri dari orang berkebangsaan asing, telah ditipu dengan
perkawinan. Dalam kasus semacam itu, para suami mereka memaksa istri-istri baru ini
untuk bekerja untuk keluarga mereka dengan kondisi mirip perbudakan atau menjual
mereka ke industri seks.
c. Trafficking/penjualan Bayi, baik di luar negeri ataupun di Indonesia.Beberapa buruh
migran Indonesia (TKI) ditipu dengan perkawinan palsu saat di luar negeri dan kemudian
mereka dipaksa untuk menyerahkan bayinya untuk diadopsi ilegal. Dalam kasus yang
lain, ibu rumah tangga Indonesia ditipu oleh PRT kepercayaannya yang melarikan bayi
ibu tersebut dan kemudian menjual bayi tersebut ke pasar gelap.
Dampak-Dampak Perdagangan Manusia
Para korban perdagangan manusia mengalami banyak hal yang sangat
mengerikan.Perdagangan manusia menimbulkan dampak negatif yang sangat berpengaruh
terhadap kehidupan para korban.Tidak jarang, dampak negatif hal ini meninggalkan
pengaruh yang permanen bagi para korban.Dari segi fisik, korban perdagangan manusia
sering sekali terjangkit penyakit.Selain karena stress, mereka dapat terjangkit penyakit karena
situasi hidup serta pekerjaan yang mempunyai dampak besar terhadap kesehatan tidak hanya
penyakit, pada korban anak-anak seringkali mengalami pertumbuhan yang terhambat.
Sebagai contoh, para korban yang dipaksa dalam perbudakan seksual seringkali dibius
dengan obat-obatan dan mengalami kekerasan yang luar biasa. Para korban yang diperjual-
belikan untuk eksploitasi seksual menderita cedera fisik akibat kegiatan seksual atas dasar
paksaan, serta hubungan seks yang belum waktunya bagi korban anak-anak. Akibat dari
perbudakan seks ini adalah mereka menderita penyakitpenyakit yang ditularkan melalui
hubungan seksual, termasuk diantaranya adalah HIV/AIDS. Beberapa korban juga menderita
cedera permanen pada organ reproduksi mereka Dari segi psikis, mayoritas para korban
mengalami stress dan depresi akibat apa yang mereka alami. Seringkali para korban
perdagangan manusia mengasingkan diri dari kehidupan sosial.Bahkan, apabila sudah sangat
parah, mereka juga cenderung untuk mengasingkan diri dari keluarga.Para korban seringkali
kehilangan kesempatan untuk mengalami perkembangan sosial, moral, dan spiritual. Sebagai
bahan perbandingan, para korban eksploitasi seksual mengalami luka psikis yang hebat
akibat perlakuan orang lain terhadap mereka, dan juga akibat luka fisik serta penyakit yang
dialaminya. Hampir sebagian besar korban “diperdagangkan” di lokasi yang berbeda bahasa
dan budaya dengan mereka, hal itu mengakibatkan cedera psikologis yang semakin
bertambah karena isolasi dan dominasi.

26
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada bagian pembahasan, dapat ditarik simpulan sebagai berikut.
Tujuan kajian pemahaman ilmu sosiologi khususnya di ruang lingkup masalah-masalah
sosial di masyarakat pada dasarnya yaitu menjelaskan, dan mengendalikan masalah-masalah
sosial dalam kelompok masyarakat sesuai apa yang terjadi di lapangan agar tidak terjadi lagi di
masa mendatang. Penjelasan terhadap suatu masalah sosial masyarakat dimana masalah sosial
menimbulkan suatu ketidaksesuaian antara unsure-unsur kebudayaan masyarakat, yang
membahayakan kehidupan kelompok sosial. Atau, menghambat terpenuhinya keinginan-
keinginan pokok masyarakat sehingga menyebabkan kepincangan ikatan sosial. Dalam keadaan
normal terdapat integrasi serta hubungan-hubungan antara unsure-unsur
moral,politik,pendidikan,agama,kebiasaan,ekonomi,dan juga rumah tangga. Karena hal itu
persepsi-persepsi dari kalangan masyarakat terutama saat di pengaruhi globalisasi,politik,sosial
dan budaya sangat mempengaruhi kemajuan peningkatan pengetahuan masyarakat pentingnya
menghadapi masalah sosial yang terjadi di lingkungannya agar tidak berkepanjangan dan
bergerak atas kemauan dari kesatuan individu mengajak dan memepengaruhi individu lain. Jika
individu tidak melakukan perubahan maka tidak akan terjadi perkembangan dan kemajuan dalam
masyarakat khususnya dalam memahami dan menghadapi suatu masalah sosial. Pengetahuan
terhadap faktor-faktor penyebab munculnya masalah sosial individu atau kelompok masyarakat
membantu meramalkan sebab-akibat dari suatu tindakan atau aturan sosial budaya dalam
kelompok masyarakat.Hal ini membantu melakukan pengendalian preventif terhadap masalah
sosial dalam masyarakat. Pengendalian mengandung arti bahwa masalah sosial menawarkan
berbagai strategi dalam mengarahkan dan mengendalikan perilaku masyarakat dalam segala
aspek yang dapat menimbulkan masalah sosial di masyarakat. Berhasil atau tidaknya
pengendalian masalah sosial di masyarakat juga dipengaruhi oleh perilaku individu di dalam
masyarakat mau atau tidaknya mengikuti solusi-solusi penanganan penyebab masalah sosial.
Kemudian, suatu tindakan sosial yang pelaksanaanya dimungkinkan melalui suatu
jaringan hubungan- hubungan kemanusiaan. Jaringan-jaringan inilah bersama dengan hubungan-
hubungan dan peranan-peranan individu dan juga kesadaran dari masing-masing individu yang
menentukan tercapainya pengendalian penyebab masalah sosial di suatu masyarakat. Berbagai
aspek yang mendukung pehamanan mengenai masalah sosial dalam suatu masyarakat yang bisa
mempengaruhi perilaku dalam masyarakat yang mengandung unsur- unsure
keagaaman,kebijakan politil,sosial dan juga globalisasi

27
3.2. Kritik dan Saran
Puji syukur saya panjatkan sebagai implementasi rasa syukur kami atas selesainya
makalah Pengalaman individu-individu dalam kelompok masyarakat . Namun, dengan selesainya
bukan berarti telah sempurna, karena kami sebagai manusia, sadar bahwa dalam diri kami
tersimpan berbagai sifat kekurangan dan ketidak sempurnaan yang tentunya sangat
mempengaruhi terhadap kinerja kami.
Oleh karena itu, saran serta kritik yang bersifat membangun dari pembaca sangat kami
perlukan guna penyempurnaan dalam tugas berikutnya dan dijadikan suatu pertimbangan dalam
setiap langkah sehingga kami terus termotivasi ke arah yang lebih baik dan semoga makalah
kami ini bermanfaat bagi kita semua.

28
DAFTAR PUSAKA

Kamanto Sunarto. 20M. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Lembaga Penerbit FE tII.

hup//komunitas.wikispaces.
com/fi1elvieWkemiskinan+dan+upaya+pemberdayaan+masyarakt.pdf

Willis, Sofyan. 2009. Konseling keluarga


(Family Counseling). Bandung :
Alfabeta

Yazid, Abdullah. 2006. Disharmonis


Keluarga.

Skinner, B.F. (1985). Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda.


(Ed. George Ritzer). Penyadur: Drs. Alimandan. Jakarta: Rajawali.

Abdullah Idi, Sosiologi Pendidikan¸ Jakarta: Rajawali Pers, 2011.

Hendi Suhendi dan Ramdani Wahyu, Pengantar Sosiologi Keluarga, Bandung: Pustaka Setia,
2001.
Sorjono Soekanto,Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Rajawali Pers, 2003.

Zamroni. 1992. Pengantar Pengembangan Teori Sosial. Yogyakarta: Tiara


Wacana

Sutresno, Ismail J. 1997. Persepsi perilaku Ibu


hamil dan Masyarakat terhadap Resiko
kehamilan dan Persalinan

Mustaqim dan Abdul Hadi. (2010). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Nawawi,Hadari. (2012). Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada
UniversityPress.

Hasbullah. (2011). Dasar-dasar Ilmu Kependidikan. Jakarta: Rajawali Pers.

[1] Adhyani, Rahma. (2011). Faktor- Faktor yang Berhubungan dengan Pemilihan Kontrasepsi
non IUD pada akseptor KB wanita usia 20-39 tahun. Semarang

White K. 2011. Sosiologi Kesehatan dan Penyakit, Edisi ke-3. Jakarta: Rajawali Pers
29
https://pijarpsikologi.org/di-balik-kekuatan-pengaruh-sosial/

30

Anda mungkin juga menyukai