Oleh:
Tanggal Praktik :
13-15 September 2021
I. IDENTITAS
1. Identitas Pasien 2. Identitas
Penanggung Jawab
Nama : Ny. A Nama : Ny. Y
Umur : 30 Tahun Umur : 65 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan :- Pekerjaan : ibu rumah tangga
Pekerjaan : Tidak/Belum Bekerja Alamat : Selorejo-Blitar
Gol. Darah :- Hubungan dengan Klien :Orang tua (Ibu)
Alamat : Selorejo-Blitar
2. Riwayat Psikologi
Sikap pasien kooperatif, tidak ada disorientasi, kognitif mudah memahami
3. Riwayat Sosial
Px tinggal di daerah pedesaan, tinggal bersama keluarga, biasanya berbincang-bincang
dengan tetangga maupun teman-temannya
1. Riwayat Spiritual
Px beragama islam, pasien menerima keadaan saat ini. Harapan pasien terhadap perawatan
dan pengobatan yaitu kaki bengkak berkurang, cepat sembuh dapat pelayanan terbaik.
3. Pemeriksaan Wajah
a. Mata
Kelengkapan dan kesimetrisan mata (+), Kelopak mata/palpebra oedem (-), ptosis/dalam
kondisi tidak sadar mata tetap membuka (-), peradangan (-), luka(-), benjolan (-), Bulu mata
tidak rontok, Konjunctiva dan sclera perubahan warna (anemis), Warna iris (coklat), Reaksi
pupil terhadap cahaya (miosis), Pupil (isokor), Ikterik (+)
b. Hidung
Inspeksi dan palpasi : Amati bentuk tulang hidung dan posis septum nasi (tidak ada
pembengkokan). Amati meatus : perdarahan (-), Kotoran (-), Pembengkakan (-),
pembesaran / polip (-), tidak menggunakan Oksigen
c. Mulut
Bibir : tidak simetris, ujung bibir sebelah kanan tidak bisa digerakkan, warna bibir cokelat
kehitaman, lesi (-), Bibir pecah (-), Amati gigi ,gusi, dan lidah : Caries (-), Kotoran (-), Gigi
palsu (-), Gingivitis (-), Warna lidah merah muda, Perdarahan (-) dan abses (-).
Amati orofaring atau rongga mulut : Bau mulut (tidak tercium), Benda asing : (-)
d. Telinga
Amati bagian telinga luar: Bentuk simetris, Ukuran normal, Warna kuning kecoklatan, lesi
(-), nyeri tekan (-), peradangan (-), penumpukan serumen (-).
e. Keluhan lain: -
2. Pemeriksaan Thoraks/dada
a. PEMERIKSAAN PARU
INSPEKSI
- Bentuk torak (Normal chest)
- Susunan ruas tulang belakang (normal),
- Bentuk dada (simetris),
- keadaan kulit (kering)
- Retrasksi otot bantu pernafasan : -
- Pola nafas : (Eupnea/normal)
- Amati : cianosis (-), batuk (-).
PALPASI
Pemeriksaan taktil / vocal fremitus : getaran antara kanan dan kiri teraba (sama).
PERKUSI
Area paru : (sonor)
AUSKULTASI
- Suara nafas Area Vesikuler : (bersih)
Keluhan lain terkait dengan paru: -
b. PEMERIKSAAN JANTUNG
INSPEKSI
Ictus cordis (-)
PALPASI
Pulsasi pada dinding torak teraba : (Kuat)
PERKUSI
Batas-batas jantung normal adalah :
Batas atas : ICS II
Batas bawah : ICS V
Batas Kiri : ICS V Mid Clavikula Sinistra
Batas Kanan : ICS IV Mid Sternalis Dextra
AUSKULTASI
BJ I terdengar (tunggal, ( keras ), ( reguler )
Keluhan lain terkait dengan jantung : -
3. Pemeriksaan Abdomen
INSPEKSI
Bentuk abdomen : (datar ), Massa/Benjolan (- ), Kesimetrisan (+),
Bayangan pembuluh darah vena (-), Asites (+)
AUSKULTASI
Frekuensi peristaltic usus 11 x/menit ( N = 5 – 35 x/menit)
PALPASI
Palpasi Hepar : diskripsikan : Nyeri tekan ( - ), perabaan (tidak teraba)
Palpasi Ginjal : nyeri tekan (- ), perabaan (ginjal tidak teraba).
PERKUSI
Hasil perkusi pada abdomen adalah tympani.
Keluhan lain yang dirasakan terkait dengan Abdomen : -
2. Pemeriksaan Ektremitas/Muskuloskeletal
a. Inspeksi
Otot antar sisi kanan dan kiri (simetris), deformitas (-), fraktur (-)
b.Palpasi
Oedem : - - Lakukan uji kekuatan otot : 5 5
+ +
5 5
c.Keluhan lain: -
4. Pemeriksaan Kulit/Integument
a. Integument/Kulit
Inspeksi : Adakah lesi (- ), Jaringan parut ( - ), Warna kulit sawo matang, cyanotik (-)
Palpasi : Tekstur (halus), Turgor/Kelenturan (baik), Struktur (tegang), Lemak subcutan
(tebal), nyeri tekan (+ ) pada daerah kaki kanan dan kiri.
b.Pemeriksaan Rambut
Inspeksi dan Palpasi : Penyebaran (merata), tidak berbau, rontok (-), warna hitam
c.Pemeriksaan Kuku
Inspeksi dan palpasi : warna putih, kuku bersih, CRT kembali dalam <2 detik
d.Keluhan lain: -
2. Hipertermia b.d Setelah dilakukan Manajemen Hipertermia 13/9/ 1. Memonitor suhu tubuh 14/9/ S = px mengatakan demam
Proses penyakit intervensi selama 4 (I.15506) 2021 2. Menyediakan 2021 naik turun
d.d suhu tubuh jam, maka diharapkan Observasi lingkungan yang O=
diatas nilai Termoregulasi 1. Identifikasi penyebab dingin No Indikator
normal, Meningkat (L.14134) hipertermia 3. Memberikan asupan 1. Takikardi cukup
takikardi, kulit dengan kriteria hasil : 2. Monitor suhu tubuh cairan oral menurun
terasa hangat 2. Suhu tubuh
Terapeutik 4. Menganjurkan tirah
cukup membaik
No Indikator 1. Sediakan lingkungan yang baring
3. Suhu kulit
1. Takikardi dingin 5. Berkolaborasi cukup membaik
cukup 2. Berikan asupan cairan pemberian cairan dan
menurun oral elektrolit intravena
2. Suhu tubuh A = masalah teratasi
Edukasi sebagian
cukup
membaik 1. Anjurkan tirah baring P=
3. Suhu kulit Kolaborasi 1. Memonitor suhu tubuh
cukup 1. Kolaborasi 2. Memberikan asupan
membaik pemberian carian dan cairan oral
elektrolit intravena
3. Berkolaborasi
pemberian cairan dan
elektrolit intravena
3 Nyeri akut b.d Setelah dilakukan Manajemen Nyeri (I.08238) 13/9/ 1. Mengidentifikasi 14/9/ S = px mengatakan nyeri
Agen pencedera intervensi selama 7 Observasi 2021 lokasi karakteristik, 2021 sedikit berkurang
fisiologis d.d px jam, maka diharapkan 1. Identifikasi lokasi durasi, frekuensi, O=
mengeluh nyeri,
Tingkat Nyeri karakteristik, durasi, kualitas, intensitas No Indikator
frekuensi nadi
Menurun (L.08066) frekuensi, kualitas, nyeri 1. Keluhan nyeri
meningkat,
tampak dengan kriteria hasil : intensitas nyeri 2. Mengidentifikasi skala cukup menurun
meringis. 2. Identifikasi skala nyeri nyeri 2. Frekuensi nadi
No Indikator Terapeutik 3. Memberikan teknik cukup membaik
1. Keluhan nyeri 1. Berikan teknik nonfarmakologis 3. Meringis cukup
menurun menurun
nonfarmakologis untuk untuk mengurangi
mengurangi nyeri nyeri (teknik relaksasi
2. Frekuensi nadi A = masalah teratasi
2. Fasilitasi istirahat dan nafas dalam)
membaik sebagian
tidur 4. Mengajarkan teknik
3. Meringis P=
Edukasi nonfarmakologis
menurun 1. Memfasilitasi istirahat
1. Jelaskan penyebab, untuk mengurangi rasa
dan tidur
periode, dan pemicu nyeri 2. Berkolaborasi
nyeri 5. Memfasilitasi istirahat
2. Jelaskan strategi dan tidur melanjutkan
meredakan nyeri 6. Berkolaborasi pemberian analgesik
3. Ajarkan teknik pemberian analgesik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
analgesik
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Definisi Peritonitis TB (Tuberculosis Peritoneal)
Tuberkulosis peritoneal merupakan suatu peradangan peritoneum parietal atau visceral
yang disebabkan oleh kuman mycobacterium tuberculosis, dan terlihat penyakit ini
mengenai seluruh peritoneum, alat-alat system gastrointestinal, mesenterium dan organ
genitalia interna. Penyakit ini jarang berdiri sendiri dan biasanya merupakan kelanjutan dari
proses tuberkulosa di tempat lain terutama dari tuberculosis paru, namun sering ditemukan
ketika didagnosa bahwa proses tuberkulosa paru sudah tidak ada lagi. Hal ini bisa terjadi
karena proses tuberkulosa di paru mungkin sudah sembuh terlebih dahulu sedangkan
penyebaran masih berlangsung di tempat lain
B. Epidemiolog
Tubercolusis peritoneal lebih sering dijumpai pada wanita di banding pria dengan
perbandingan 1,5 : 1 dan lebih sering pada decade 3 dan 4. Tuberculosis peritoneal dijumpai
2% dari seluruh tuberculosis paru dan 59,8% dari tuberculosis abdominal. Di Negara yang
sedang berkembang, tuberculosis peritoneal masih sering dijumpai terutama di Indonesia,
sedangkan di Amerika Serikat dan Negara Barat lainnya walaupun sudah jarang ada
kecenderungan meningkat dengan meningkatnya jumlah penderita AIDS dan imigran.
Karena perjalanan penyakit berjalan perlahan-lahan dengan gejala yang tidak jelas maka
diagnosa sering sulit ditegakan, atau lambat terdiagnosa. Tidak jarang penyakit ini memiliki
gejala yang nyaris sama seperti penyakit lain, seperti sirosis hepatic atau neoplasma dengan
gejala asites yang tidak terlalu menonjol
C. Etiologi
Penyebab dari Peritonitis Tuberkulosis adalah mycobacterium tuberculosis. Pada
umumnya peritonitis merupakan keadaan akibat adanya proses tuberculosis di tempat lain,
terutama paru-paru. Namun demikian, sering juga dilaporkan bahwa sewaktu diagnosis
peritonitis tuberculosis ditegakkan ternyata proses tuberculosis di paru sudah menyembuh
atau tidak ada lagi. Hal ini mungkin terjadi oleh karena proses tuberculosis di paru dapat
menyembuh dengan sendirinya walaupun sebenarnya di tempat lain masih terdapat
penyebaran.
Pada kebanyakan kasus peritonitis tuberculosis, penyebarannya tidak secara langsung
berlanjut (kontinu) dari alat sekitarnya, tetapi lebih sering disebabkan karena reaktivitas
proses laten yang terdapat di peritoneum yang diperoleh sewaktu terjadi penyebaran
hematogen dari proses primer terdahulu. Oleh karena itu pulalah banyak kasus peritonitis
tuberculosis tanpa diketahui ada kelainan di paru-paru.
Pada sebagian kecil selain terjadi melalui penyebaran hematogen dapat juga melalui
penyebaran langsung tuberculosis usus, tuberculosis alat genitalia interna atau akibat
pecahnya kelenjar limfe mesentrium yang mengalami perkejuan.
D. Gejala klinis
Gejala klinis dapat diketahui dari anamnesa umumnya bervariasi keluhan dan gejala
timbul perlahan-lahan sampai berbulan-bulan, sehingga penderita tidak menyadari keadaan
ini. Lama keluhan biasanya berkisar 2 minggu sampai dengan 2 tahun rata-rata 16
minggu.Keluhan terjadi secara 9 perlahan-lahan sampai berbulan-bulan disertai nyeri perut
hebat yang bersifat lokal maupun umum, pembengkakan perut, disusul tidak nafsu
makan,berat badan menurun, batuk dan demam.Pada fase yang lebih lanjut sakit perut lebih
terasa dan timbul manifestasi seperti sub obstruksi.
Pada pemeriksaan fisik gejala yang sering dijumpai adalah : asites, demam, distensi
abdomen, pucat dan kelelahan. Tergantung lamanya keluhan, keadaan umum pasien biasa
masih cukup baik, sampai keadaan yang kurus dan kahektik. Pada perempuan tuberculosis
peritoneal disertai oleh proses Tuberkulosis pada ovarium atau tuba, sehingga pada
pemeriksaan alat genitalia biasa ditemukan tanda-tanda peradangan yang sukar dibedakan
dari kista ovarii. suspect intra abdominal sangat dibutuhkan untuk melakukan intervensi
gawat darurat dan untuk penggunaan teknik diagnostik. Keadaan umum pasien bisa masih
cukup baik sampai keadaan chachecia, pada wanita sering dijumpai tuberculosis peritoneum
disertai oleh proses tuberculosis pada ovarium atau tuba, sehingga pada alat-alat genital
dijumpai tanda-tanda peradangan. Fenomena papan catur yang khas pada peritonitis
tuberculosis cukup jarang ditemui.
Gambaran klinisnya tergantung pada luas peritonitis, berat peritonitis dan jenis
organisme yang bertanggung jawab. Peritonitis dapat lokal, menyebar, atau umum.
Gambaran klinis yang biasa terjadi pada peritonitis bakterial primer yaitu adanya nyeri
abdomen, demam, nyeri lepas tekan dan bising usus yang menurun atau menghilang. Selain
nyeri, pasien biasanya menunjukkan gejala dan tanda lain yaitu nausea, vomitus, syok
(hipovolemik, septik, dan neurogenik), demam, distensi abdominal, nyeri tekan abdomen
dan rigiditas yang lokal, difus atau umum, dan secara klasik bising usus melemah atau
menghilang. Peritonitis bakterial kronik (tuberculous) memberikan gambaran klinis adanya
keringat malam, kelemahan, penurunan berat badan, dan distensi abdominal.
E. Pemeriksaan diagnostik
1. Foto Polos
Foto polos thorax dapat menunjukkan bukti TB paru aktif atau sembuh pada
beberapa pasien. Gambaran foto thorax abnormal (sugestif TB) memiliki nilai
sensitivitas diagnostik peritonitis TB sebesar 38%. Namun, walaupun penemuan lesi
TB pada foto thorax mendukung diagnosis peritonitis TB, gambaran foto thorax
normal tidak membatalkan diagnosis. Nodul-nodul TB dapat menyebar di
peritoneum dan omentum, menyebabkan abses, perlengketan, obstruksi intestinalis,
dan ascites. Karena itu, fitur yang muncul dalam foto polos abdomen bervariasi dan
seringkali tidak khas.
2. USG
Pada peritonitis tuberkulosis dengan pemeriksaan ultrasonografi (USG) dapat dilihat
adanya 1. cairan dalam rongga peritoneum yang bebas atau terfiksasi (dalam bentuk
kantong-kantong) dalam rongga abdomen, 2. pembesaran kelenjar limfe di
retroperitoneal 3. adanya penebalan mesenterium 4. nodul peritoneum 5. abses hepar
dan lien 6. perlengketan lumen usus Pemeriksaan USG juga bisa digunakan sebagai
alat bantu biopsi untuk menegakkan diagnosa peritonitis tuberkulosa.
3. CT Scan
Gambaran CT scan yang dapat terlihat pada peritonitis tuberkulosis, berupa :
Penebalan noduler atau simetris dari peritoneum dan mesenterikum
Enhancement abndormal dari peritoneal atau mesenterikum
Ascites
Pembesaran hipodens dari nodus limfatikus: limfadenopati dengan atenuasi rendah
17 Sebagai tambahan, dapat terlihat gambaran yang lebih spesifik dengan karateristik
sebagai berikut :
wet type: ascites dengan atenuasi yang tinggi eksudat (20-45 HU), yang bisa
bermanifestasi secara bebas atau pun terlokalisir; ascites dengan atenuasi yang tinggi
dapat terjadi karena kandungan protein dan seluler yang tinggi
dry type: menyebabkan limfadenopati mesenterikum dan adesi fibrosis; penebalan
omentum yang diibaratkan ‘cake-like’ omentum
fibrotic type: massa pada omentum yang menyerupai cake dengan usus yang
menetap; usus yang tak beraturan dan mesenterikum dengan ascites terlokalisir
Keterlibatan omentum mungkin berupa ‘cake-like’, noduler, atau berantakan,
tetapi semua manifestasi atau gambaran mirip dengan karsinoma peritoneum, yang
mana menjadi diagbnosis banding utama dari penyakit ini.
Ketika saluran pencernaan terlibat dalam penebalan dinding, regio ileocaecal
merupakan regio yang paling sering terlibat dan dapat menyebabkan konjungsi
dengan melibatkan peritoneum.
CT scan dan USG dapat digunakan untuk memandu aspirasi jarum halus cairan
ascites atau biopsi spesimen. Fitur CT scan bila digabungkan (makronodul
mesenterika, penebalan peritoneum, massa nodus limfatikus dengan bagian tengah
hipodens, lesi splenikus, dan kalsifikasi) dapat membedakan peritonitis TB dengan
karsinomatosis peritoneum
F. Terapi
Pengobatan TB peritoneal terutama medikamentosa. Regimen antituberkulosis yang
digunakan identik dengan TB paru. Peran kortikosteroid kontroversial, dan data empiris
kurang. Keterlambatan dalam inisiasi terapi medis dapat menyebabkan morbiditas yang
signifikan dan bahkan kematian. Intervensi bedah disediakan untuk komplikasi yang
timbul dari perlengketan dan inflamasi, termasuk perforasi usus, penyumbatan, fistula,
abses, dan perdarahan usus.
G. Pathway