Anda di halaman 1dari 38

CRITICAL BOOK REPORT (CBR)

PEMERIKSAAN AKUNTANSI

Dosen Pengampu :
Ulfa Nurhayani, S.E., M.Si
Rini Herliani, S.E., M.Si, Ak, CA

DISUSUN OLEH: KELOMPOK 8

1. Marta Theresia Napitupulu (7191142009)


2. Ramania Sthefany Rolenta Parhusip (7193342024)
3. Gabriel Phillip (7193142007)

PRODI S1 PENDIDIKAN AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur bagi Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karuniaNya “Critical
Book Report” ini dapat dibuat untuk memenuhi tugas sebagaimana telah tercantum
dalam kurikulum . “Critical Book Report” adalah tugas wajib dalam setiap mata kuliah
termasuk mata kuliah Auditing. “Critical Book Report” ini ditujukan untuk
mengembangkan pengetahuan Mahasiswa dalam mengkritisi buku, dengan mengkritisi
buku Mahasiswa juga dibiasakan untuk membaca buku. Dengan kebiasaan membaca
buku wawasan Mahasiswa akan semakin luas.
Auditing adalah salah satu mata kuliah dari delapan mata kuliah yang ada.
“Critical Book Report” ini masih jauh dari yang diharapkan, oleh sebab itu kami
sebagai penulis sangat mengharapkan saran dan sumbangan pemikiran dalam
penyempurnaan “Critical Book Report” ini pada masa yang akan datang. Atas saran
dan sumbangan pemikiran yang diberikan diucapkan terimakasih.
Mudah-mudahan “Critical Book Report” ini dapat memenuhi harapan sebagai
tugas dalam pembelajaran mata kuliah Auditing.

Medan, October 2021

Kelompok 8

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................i

DAFTAR ISI...................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................1

1.1 Rasionalisasi Pentingnya CBR..............................................................................1

1.2 Tujuan Penulisan CBR...........................................................................................1

1.3 Manfaat CBR.........................................................................................................1

BAB II ISI BUKU...........................................................................................................2

2.1 Identitas Buku........................................................................................................2

2.2 Ringkasan Isi Buku................................................................................................4

BAB III PEMBAHASAN.............................................................................................32

3.1 Keunggulan..........................................................................................................32

3.2 Kelemahan...........................................................................................................33

BAB IV PENUTUP......................................................................................................34

4.1 Kesimpulan..........................................................................................................34

4.2 Saran....................................................................................................................34

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................35

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Rasionalisasi Pentingnya CBR


Kita sering kali bingung dalam memilih buku sebagai referensi untuk kita baca
dan pahami. Ketika kita memilih satu buku, terkadang kurang memuaskan hati kita
baik dari segi analisis bahasa, penulisan, maupun pembahasan mengenai Auditing .
Oleh karena itu, penulis membuat “Critical Book Report” ini untuk mempermudah
pembaca dalam memilih buku referensi, khususnya pada pokok pembahasan mengenai
Auditing .

1.2 Tujuan Penulisan CBR


1. Memenuhi tugas CBR yang diberikan oleh dosen.
2. Mengkritisi atau membandingkan suatu topik materi Auditing dalam Tiga
buku yang berbeda.
3. Menguraikan isi buku.
4. Melatih mahasiswa agar lebih kritis dan berani berargumentasi berdasarkan
materi dari buku Pengauditan .

1.3 Manfaat CBR


 Untuk menambah wawasan tentang materi Auditing .
 Untuk memudahkan pembaca dalam mempelajari Pemeriksaan Akuntansi
Audit.

1
BAB II

ISI BUKU

2.1 Identitas Buku


1. Buku Pertama

Judul Buku : Modern Auditing


Penulis : William C. Boynton, Raymond N.

Johnson, Walter G. Kell


Penerbit : Erlangga
Kota Terbit : Jakarta
Tahun Terbit : 2003
Cetakan : Jilid 1
Tebal Buku : 654 Halaman
ISSN : 979-688-708-8
Dimensi Buku : Hard Boo

2. Buku Kedua

Judul Buku : Auditing : Petunjuk Praktis Pemeriksaan Akuntan Oleh


Akuntan Publik
Penulis : Sukrisno Agoes
Penerbit : Salemba Empat
Kota Terbit : Jakarta
Tahun Terbit 2017
Cetakan : Edisi 5
Tebal Buku : 642 Halaman
ISBN : 978-979-061-734-6
Dimensi Buku : Hard Book

2
3. Buku Ketiga

Judul Buku : Audit Sektor Publik


Penulis : Dr. Hj. Anis Rachma Utary, M.Si., Ak.,
Muhammad Ikbal, S.E., M.E.
Penerbit : Interpena Yogyakarta
Tahun Terbit 2014
Kota Terbit :Yogyakarta
Cetakan :-
Tebal Buku : 218 Halaman
ISBN : 978-602-14470-1-7
Dimensi Buku : Hard Book

3
2.2 Ringkasan Isi Buku
1. Buku Pertama
BAB I : Auditing dan Profesi Akuntan Publik
Auditing menawarkan beraga peluang karir dalam akuntan public, industry, dan
pemerintahan. Pada abad yang sama yang lampau, jasa auditing yang disediakan
oleh profesi akuntan public telah meningkat sebagai salah satu satu komponen
penting dalam pasar bebas ekonomi A.S. peran profesi akuntan public di A.S
dalam pelaporan keuangan berlanjut sebagai pemberi jasa yang digunakan sebagai
model pengembangan profesi auditor diseluruh Negara diatas muka bumi ini.
Peluang profesional yang memiliki keterampilan auditing dan atetasi meningkat
secara pesat dengan adanya teknologi informasi yang berdampak sangat luas
terhadap system laporan keuangan.
BAB II : Audit Laporan Keuangan dan Tanngung Jawab Auditor
Hubungan antara akuntansi dan auditing dalam proses pelaporan keuangan
melibatkan pembagian tanggungjawab dasar antara manajemen entitas dan auditor
independennya. Manajemen bertanggungjawab terhadap penyusunan laporan
keuangan sesuai dengan GAAP, dan auditor bertanggungjawab untuk menyatakan
pendapat atas laporan berdasarkan pada audit yang dilaksanakan sesuai dengan
GAAS. Apabila auditor independen melaksanakan audit sesuai GAAS, para
pengguna laporan keuangan dapat menggunakan laporan tersebut dengan
keyakinan yang memadai bahwa laporan keuangan tersebut dengan kayakinan
yang memadai
BAB III : Etika Profesional
Etika berkenaan dengan bagaimana orang akan berperilaku terhadap sesamanya.
Para ahli etika umum berbeda pendapat tentang apakah semua tingkah laku harus
didasarkan pada standar universal yang tidak berubah atau ditentukan oleh tradisi
dan kebiasaan yang berubah. Pada keduan kasus, suatu kerangka kerja umum
pengambilan keputusan yang beretika dapat diterpakan. Etika professional
meliputi standar perilaku bagi seseorang professional untuk maksud idealistic dan
praktis.

4
BAB IV : Kewajiban Hukum Auditor
Meskipun proporsi kegagalan audit terhadap seluruh audit tergolone sangat
rendah, namun konsekuensi dari sedikit kegagalan audit tersebut dapat menjadi
signifikan bagi para investor, kreditor, peserta pasar lainnya, dan juga bagi para
auditor. Litigasi telah berdampak signifikan atas profesi akuntan publik dalam
rentang waktu 30 tahun terakhir dan secara inkremental memperjelas tanggung
jawab dan peran auditor sebagai katalis untuk pengembangan dan kemajuan
standar auditing Namun, pada awal dekade 1990-an, perhatian orang-orang yang
berada di dalam atau di luar profesi akuntan tertuju pada ledakan gugatan sekuritas
yang kejam serta keterpaksaan untuk mencari penyelesaian di luar pengadilan.
BAB V : Gambaran Umum Proses Audit
Tujuan auditor secara menyeluruh adalah memberikan pendapat atas laporan
keuangan. Bab ini menyajikan suatu gambaran audit, yang dilukiskan dalam
Gambar 5-1. Masalah perencanaan audit vang penting meliputi memperoleh
pemahaman tentang bisnis dan industri klien, mengidentifikasi asersi manajemen
yang penting, dan mengevaluasi tingkat materialitas perikatan. Selain itu, auditor
juga membuat keputusan pendahuluan tentang risiko bawaan, risiko pengen-
dalian, dan risiko deteksi. Dalam pelaksanaan audit, seorang auditor memiliki
kewajiban untuk memperoleh bukti audit yang cukup dan kompeten agar dapat
mendukung keputusan pendahuluan tentang faktor- faktor risiko kunci.

BAB VI : Bukti Audit, Tujuan Audit, Program Audit, dan Kertas Kerja

Auditor harus merencanakan audit dengan memikirkan akhir audit tersebut di


dalam benaknya. Tujuan audit secara menyeluruh adalah memberikan pendapat
atas laporan keuangan yang dicapai melalui pengumpulan dan mengevaluasi bukti
audit. Bab ini me- review keputusan-keputusan penting vang harus dibuat oleh
auditor berkenaan dengan sifat, saat, serta luasnya prosedur audit maupun
penetapan staf audit. Selain itu, auditor harus dapat menetapkan tujuan audit
spesifik dari asersi laporan keuangan manajemen, karena setiap tujuan audit
biasanya memerlukan bukti dan prosedur audit yang berbeda pula. Dalam bab ini
dibahas bagaimana auditor menerapkan pertimbangan profesional melalui
pemilihan prosedur audit.

5
Dewasa ini, banyak perusahaan mengirimkan, mengolah, serta me nyimpan
berbagai informasi penguat yang penting dalam bentuk elektronik
BAB VII : Menerima Perikatan Audit dan Merencanakan Audit
Sebelum menerima suatu pertikaian audit, auditor harus memastikan bahwa audit
dapat diselesaikan sesuai dengan semua standart professional yang dapat
diaplikasikan, termasuk standar-standar auditing yang berlaku umum, Kode
Prilaku Profesional, dan stndart pengendalian intern. Langkah-langkah yang
penting dalam menerima perikatan termasuk mengevaluasi integritas manajemen,
mengidentifikasi kondisi-kondisi khusus dan resiko yang tidak biasa, menaksir
kompetensi, mengevaluasi indenpedensi, memutuskan untuk menerima atau
menolak perikatan, serta menerbitkan suatu surat perikatan. Perencanaan yang
tepat penting dalam melaksanakan suatu audit yang efisien dan efektif.
BAB VIII : Materialitas, Resiko, Dan Strategi Audit Pendahuluan
Tiga komponen penting dari perencaanaan audit adalah membuat pertimbangan
pendahuluan mengenai tingkat materialitas, mempertimbangkan resiko audit, dan
mengembangkan strategi audit pendahuluan. Materialitas dipertimbangkan baik
pada tingkat laporan keuangan maupun pada tingkat saldo akun dan dapat
dinyatakan secara kuantitatif maupun kualitatif. Terdapat suatu hubungan terbalik
antara tingkat materialitas dan jumlah bukti yang diperlukan. Resiko audit dapat
dinyatakan dalam tiga atau empat komponen. Komponen resiko bawaan dan resiko
bawaan dan jarang dinilai oleh auditor. Seringkai berguna untuk menyatakan
resiko prosedur analitis dan risiko deteksi sebagai suatu produk dari dua
komponen, resiko prosedur analitis dari resiko pengujian terinci.
BAB IX : Pemahaman Mengenai Pengendalian Intern
Sejumlah besar organisasi telah diakui pentingnya pengendalian intern oleh
manajemen, auditor independen, dan pihak eksternal lainnya seperti pembuat
peraturan. Standar pekerjaan lapangan kedua mensyaratkan agar auditor
memperolehpemahaman yang cukup mengenai pengendalian intern suatu entitas
untuk merencanakan audit. Hal ini termasuk pemahaman mengenai rancangan
pengendalian intern dan apakah pengendalian tersebut telah ditempatkan dalam
operasi, tetapi tidak termasuk menentukan efektivitasnya. Auditor menggunakan
pemahaman untuk mengindentifikasi jenis salah saji material yang dapat

6
mempengaruhi asersi laporan keuangan manajemen, untuk mempertimbangkan
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi resiko salah saji semacam itu, dan untuk
merancang pengujian substantive untuk menyediakan keyakinan yang memadai
dalam mendeteksi salah saji.
BAB X : Menilai Resiko Pengendalian/Pengujian
Metodologi untuk menilai resiko pengendalian untuk kelas transaksi tertentu dan
asersi saldo akun adalah bagian yang penting dari audit laporan keuangan.
Metodologi ini termasuk mengindentifikasikan salah saji potensiall dan
pengendalian yang diperlukan, mengevaluasi bukti dari prosedur untuk
memperoleh suatu pemahaman mengenai pengendalian intern yang relevan,
melaksanakan ppengujian pengendalian, dan membuat serta mendokumentasikan
penilaian. Setelah menyelesaikan urutan tersebut, auditor biasanya
membandingkan tingkat resiko pengendalian actual yang dinilai dengan tingkat
yang direncanakan dinilai untuk menentukan apakah tingkat pengujian substantive
yang direncanakan harus direvisi untuk memperoleh tingkat keyakinan yang
diinginkan, yaitu bahwa asersi bebas dari salah saji yang material. Bab ini
membahas teknik audit berbantuan computer yang dapat digunakan untuk
mengevaluasi pengendalian terprogram.
BAB XI : Resiko Deteksi dan Perancangan Pengujian Substantif
Setelah memperoleh pemahaman tentang prosedur dan kebijakan struktur
pengendalian intern yang relevan dengan sebuat asersi dan menilai resiko
pengendalian, auditor mengevaluasi perencanaan tingkat pengujian substantive
dan perencanaan yang berkaitan dengan resiko deteksi yang dispesifikasi dalam
strategi audit pendahuluan. Jika diperlukan, model resiko audit digunakan untuk
menentukan tingkat resiko deteksi revisi yang dapat diterima sebagai dasar untuk
menentukan revisi tingkat pengujian substantive. Auditor kemudian merancang
pengujian sustantif spesifik untuk mencapai tingkat resiko deteksi yang dapat.
Diterima dengan melakukan pertimbangan tentang sifat, waktu dan luasnya
beberapa pengujian.
BAB XII : Sampling Audit dala Pengujian Pengendalian

Samping statistic dan nonstatistic dapat digunakan dalam melakukan pengujian


pengendalian. Perbedaan penting antara dua jenis sumpling ini adalah bahwa

7
hukum probabili digunakan untuk mengendalikan resiko sampling dalam statistic.
Dalam jenis sampling apapun, auditor terutama memperhatikan tentang perolehan
bukti yang cukup untuk mendukung tingkat resiko pengendalian tertentu yang
direncanakan dalam strategi audit pendahuluan oleh auditor. Ketika tingkat resiko
pengendalian yang lebih tinggi harus ditentukanbersamaan dengan tingkat resiko
deketsi yang lebih rendah. Pengujian substantive yang sesuai dengan tingkat resiko
deteksi yang dapat dipakai kemudian dirancang.

2. Buku Kedua
BAB 1 - PENGERTIAN AUDITING
Menurut penulis auditing adalah suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis
dan sistematis oleh pihak yang independen terhadap laporan keuangan yang telah
disusun oleh manajemen beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti
pendukungnya dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat mengenai
kewajaran laporan keuangan. Menurut (Mulyadi , 2002), Auditing Adalah Proses
Yang Sistematis Untuk Memperoleh Dan Mengevaluasi Bukti Secara Objektif
Atas Tuduhan Kegiatan Ekonomi Dan Kegiatan Dengan Tujuan Untuk
Menetapkan Tingkat Kesesuaian Antara Laporan Dengan Kriteria Yang Telah
Ditetapkan, Serta Penyampaian Hasil Kepada Pengguna Yang Bersangkutan

BAB 2 - STANDAR PROFESIONAL AKUNTAN PUBLIK DAN KODE


ETIK PROFESI AKUNTAN PUBLIK
PSA No.01 (SPAP Seksi 161) mengatur hubungan standar auditing dengan standar
pengendalian mutu:
a. Auditor independen bertanggung jawab untuk memenuhi standar auditing yang
telah ditetapkan dalam penugasan audit.
b. Kantor akuntan publik harus mematuhi standar auditing yang ditetapkan dalam
pelaksanaan audit.

Standar auditing yang ditetapkan berkaitan dengan pelaksanaan penugasan audit


secara individual dan keseluruhan.

8
BAB 3 - TANGGUNG JAWAB HUKUM AKUNTAN PUBLIK
Menurut Arens (2017:139) tuntutan hukum bisa terjadi karena Business Failure,
Audit Failure, Audit Risk.
a. Business Failure terjadi jika perusahaan tidak mampu membayar
kewajibannya atau tidak bisa memenuhi harapan investor karena kondisi
ekonomi atau bisnis yang memberatkan.
b. Audit Failure terjadi jika akuntan publik memberikan opini yang salah
karena gagal mematuhi apa yang diatur dalam standar auditing.
c. Audit Risk adalah resiko bahwa akuntan publik menyimpulkan bahwa
laporan keuangan disajikan secara wajar dan memberikan opini wajar tanpa
pengecualian padahal dalam pernyataannya laporan keuangan mengandung
salah saji material.
BAB 4 - LAPORAN AKUNTAN
Opini tanpa modifikasian diberikan jika auditor menyimpulkan bahwa laporan
keuangan telah disusun sesuai dengan standar akuntansi keuangan yang berlaku
(SAK ETAP/SAK berbasis IFRS)
a. Opini dengan modifikasian diberikan jika auditor menyimpulkan bahwa
laporan keuangan tidak bebas dari salah saji material.
b. Tidak dapat memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat untuk
menyimpulkan bahwa laporan keuangan secara keseluruhan bebas dari
kesalahan penyajian material.
BAB 5 - PENGENDALIAN INTERN (INTERNAL CONTROL

Pengendalian internal terdiri dari 5 komponen yang saling berkait:


a. Lingkungan pengendalian
b. Penaksiran risiko
c. Aktifitas pengendalian
d. Informasi dan komukasi
e. Pemantauan

BAB 6 - BUKTI AUDIT DAN TES TRANSAKSI


Prosedur audit untuk memperoleh bukti audit dapat mencakup inspeksi,
observasi, konfirmasi, penghitungan kembali, pelaksanaan ulang dan prosedur
analitis, dan sering kali memadukan beberapa prosedur permintaan keterangan

9
dari manajemen. Kecukupan dan ketepatan bukti audit saling berkaitan satu
dengan yang lainnya. Ketepatan merupakan ukuran kualitas bukti audit yang
mencakup relevansi dan keandalan bukti audit yang mendukung auditor untuk
merumuskan opininya. Keandalan bukti audit dipengaruhi oleh sumber dan
sifatnya serta bergantung pada masing-masing kondisi bukti audit yang diperoleh.
BAB 7 - KERTAS KERJA PEMERIKSAAN (AUDIT WORKING PAPERS)
Kertas kerja pemeriksaan adalah semua berkas-berkas yang dikumpulkan oleh
auditor dalam menjalankan pemeriksaan yang berasal:
1. Pihak Klien
2. Analisis yang dibuat oleh auditor
3. Pihak ketiga
Berkas yang berasal dari klien terdiri dari:
a. Neraca saldo f. Rincian beban umum dan
b. Rekonsiliasi Bank administrasi
c. Analisi umur piutang g. Rincian beban penjualan
d. Rincian persediaan h. Surat pernyataan langganan
e. Rincian liabilitas
Analisis yang dibuat auditor:
a. Berita acara kas opname e. Laporan kerja neraca
b. Pemahaman dan evaluasi f. Laporan kerja laba dan rugi
internal control g. Jadwal utama
c. Analisis penarikan aset tetap h. Jadwal pendukung
d. Analisis mengenai cukup i. Konsep laporan audit
tidaknya cadangan piutang tak j. Surat manajemen
tertagih

Berkas yang diperoleh dari pihak ketiga adalah:


a. Piutang
b. Liabilitas
c. Dari Bank
d. Dari penasihat hukum perusahaan

10
BAB 8 - AUDIT PLAN, AUDIT PROGRAM, AUDIT PROCEDURES,
AUDIT TEKNIK, RESIKO AUDIT, DAN MATERIALITAS
a. Audit Plan
Menurut SPAP 300 perencanaan suatu audit laporan keuangan yang berlaku
efektif mulai 1 januari 2013 untuk emiten dan 1 januari 2014 untuk entitas selain
emiten. Perencanaan suatu audit melibatkan penetapan strategi audit secara
keseluruhan untuk perikatan tersebut dan pengembangan rencana audit.
b. Audit Program
Audit program merupakan kumpulan dari prosedur audit yang akan dijalankan dan
dibuat secara tertulis. Audit program membantu auditor dalam memberikan
perintah kepada asisten mengenai pekerjaan yang harus dilaksanakan. Audit
program yang baik harus mencantumkan:
1. Tujuan pemeriksaan
2. Prosedur audit yang akan dijalankan
3. Kesimpulan pemeriksaan
c. Audit Prosedur dan Audit Tekhnik
Audit prosedur adalah langkah-langkah yang harus dijalankan auditor dalam
melaksanakan pemeriksaannya dan sangat diperlukan oleh asisten agar tidak
melakukan penyimpangan dan dapat bekerja secara efisien dan efektif. Audit
prosedur dilakukan dalam rangka mendapatkan bahan-bahan bukti yang cukup
untuk mendukung pendapat auditor atas kewajaran laporan keuangan.
d. Resiko Audit dan Materialitas

Menurut SPAP 320 materialitas dalam konteks audit ialah kerangka pelaporan
keuangan sering kali membahas konsep materialitas dalam konteks penyusunan
dan penyajian laporan keuangan. Walaupun kerangka pelaporan keuangan
membahas materialitas dengan istilah yang berbeda-beda.

BAB 9 - PEMERIKSAAN KAS DAN SETARA KAS

5. SIFAT DAN CONTOH KAS DAN SETARA KAS


Kas merupakan harta lancar perusahaan yang sangat menarik dan mudah untuk
diselewengkan. Selain itu banyak transaksi perusahaan yang menyangkut
penerimaan dan pengeluaran kas. Karena itu, untuk memperkecil kemungkinan

11
terjadinya kecurangan atau penyelewengan yang menyangkut uang kas
perusahaan, diperlukan adanya pengendalian intern (internal control) yang baik
atas kas dan setara kas.
Contoh dari perkiraan-perkiraan yang biasa digolongkan sebagai kas dan bank
adalah:
 Kas kecil (Petty Cash) dalam rupiah maupun mata uang asing.
 Saldo rekening giro di Bank dalam rupiah maupun mata uang asing.
 Bon sementara (I O U).
 Bon-bon kas kecil yang belum direimbursed
 Check tunai yang akan didepositokan.

6. TUJUAN PEMERIKSAAN KAS DAN SETARA KAS

1. Untuk memeriksa apakah terdapat internal control yang cukup baik atas kas
dan setara kas serta transaksi penerimaan dan pengeluaran kas dan bank.
2. Untuk memeriksa apakah saldo kas dan setara kas yang ada di neraca per
tanggal neraca betul-betul ada dan dimiliki perusahaan (Existence).
3. Untuk memeriksa apakah ada pembatasan untuk penggunaan saldo kas dan
setara kas.
4. Untuk memeriksa, seandainya ada saldo kas dan setara kas dalam valuta
asing, apakah saldo tersebut dikonversikan ke dalam rupiah dengan
menggunakan kurs tengah BI pada tanggal neraca dan apakah selisih kurs
yang terjadi sudah dibebankan atau dikreditkan ke laba rugi tahun berjalan.
5. Untuk memeriksa apakah penyajian di Neraca sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum di Indonesia (Presentation dan Disclosure).
6. Untuk memeriksa apakah semua transaksi yang menyangkut penerimaan dan
pengeluaran kas sudah dicatat pada waktu yang tepat, tidak terjadi
penggeseran waktu pencatatan

BAB 10 - PEMERIKSAAN PIUTANG USAHA DAM PIUTANG LAINNYA


1. SIFAT DAN CONTOH PIUTANG
Piutang Usaha adalah piutang yang berasal dari penjualan barang dagangan atau
jasa secara kredit. Piutang lain – lain adalah piutang yg timbul dari transaski

12
diluar kegiatan perusahaan. Contoh piutang :
1.Piutang usaha

2.Wesel tagih

3. Piutang pegawai

4. Piutang bunga

5. Uang muka

6. Uang jaminan

7. Piutang lain – lain

8. Allowance for bed debts ( penyisihan piutang tak tertagih )

2. TUJUAN PEMERIKSAAN PIUTANG


 Untuk mengetahui adanya internal control yang baik atas piutang dan
penerimaan kas
 Untuk memeriksa validity ( keabsahan ) dan authenticity ( keotentikan) dari
piutang
 Untuk memeriksa collectability ( kemungkinan tertagihnya piutang ) dan
cukup tidaknya perkiraan Allowance for bed debts ( penyisihan piutang tak
tertagih )
 Untuk mengetahui kewajiban bersyarat ( contingent liability ) yang timbul
karena pendiskontoan wesel tagih ( notes receivable )
 Untuk memeriksa apakha penyajian piutang sesuai dengan SAK/ETAP yang
berlaku.

3. PROSEDUR PEMERIKSAAN (AUDIT PROCEDURES) PIUTANG

USAHA YANG DISARANKAN

1. Pelajari dan evaluasi internal control atas piutang dan transaksi penjualan,
piutang dan penerimaan.
2. Buat Top Schedule dan Supporting Schedule piutang pertanggal
neraca.Minta aging shedule dari piutang usaha pertanggal neraca yang antara

13
lain menunjukkan nama pelanggan (customer), saldo piutang, umur piutang
dan kalau bisa subsequent collections- nya.

1. Periksa mathematical accuracy-nya dan check individual balance ke


subledger lalu totalnya ke general ledger.
2. Test check umur piutang dari beberapa customer ke subledger piutang dan
sales invoice.
3. Kirimkan konfirmasi piutang: (1) Tentukan dan tuliskan dasar pemilihan
pelanggan yang akan dikirim surat konfirmasi. (2) Tentukan apakah akan
digunakan konfirmasi positif atau konfirmasi negatif. (3) Cantumkan nomor
konfirmasi baik di schedule piutang maupun di surat konfirmasi. (4) Jawaban
konfirmasi yang berbeda harus diberitahukan kepada klien untuk dicari
perbedaannya. (5) Buat ikhtisar (summary) dari hasil konfirmasi
4. Periksa subsequent collections dengan memeriksa buku kas dan bukti
penerimaan kas untuk periode sesudah tanggal neraca sampai mendekati
tanggal penyelesaian pemeriksaan lapangan (audit field work). Perhatikan
bahwa yang dicatat sebagai subsequent collectionshanyalah yang
berhubungan dengan penjualan dari periode yang sedang diperiksa.
5. Periksa apakah ada wesel tagih (notes receivable) yang didiskontokan untuk
mengetahui kemungkinan adanya contingent liability.
6. Periksa dasar penentuan allowance for bad debts dan periksa apakah jumlah
yang disediakan oleh klien sudah cukup, dalam arti tidak terlalu besar dan
terlalu kecil.
7. Test sales cut-of dengan jalan memeriksa sales invoice, credit note dan lain-
lain, lebih kurang 2 (dua) minggu sebelum dan sesudah tanggal neraca.
Periksa apakah barang- barang yang dijual melalui invoice sebelum tanggal
neraca, sudah dikirim per tanggal neraca. Kalau belum cari tahu alasannya.
Periksa apakah ada faktur penjualan dari tahun yang diperiksa, yang
dibatalkan dalam periode berikutnya.
8. Periksa notulen rapat, surat-surat perjanjian, jawaban konfirmasi bank, dan
correspondence file untuk mengetahi apakah ada piutang yang dijadikan
sebagai jaminan.

14
9. Periksa apakah penyajian piutang di neraca dilakukan sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum di Indonesia/SAK
10. Tarik kesimpulan mengenai kewajaran saldo piutang yang diperiksa.

BAB 11 - PEMERIKSAAN SURAT BERHARGA DAN INVESTASI

11.1. SIFAT DAN CONTOH SURAT BERHARGA

Investasi dalam surat berharga dapat merupakan aset lancar atau aset tidak lancar
tergantung maksud dan tujuan dari pembelian surat berharga itu sendiri. Apabila
pembelian surat berharga tersebut bertujuan untuk memanfaatkan kelebihan dana
yang di miliki biasanya surat berharga tersebut mudah di uangkan dalam waktu
singkat dan surat berharga tersebut di klasifikasikan sebagai temporary
investment yang merupakan current assets.
Surat berharga yang di golongkan sebagai long term investment biasanya di beli
dengan tujuan sebagai berikut :

 Untuk menguasai manajemen dari perusahaan yang sahamnya di beli (lebih


besar atau sama dengan 50% dari saham yang beredar).

 Untuk memperoleh pendapatan yang continue (misal dalam bentuk bunga dari
pembelian obligasi).

 Sebagai sumber penampungan dari penjualan hasil produksi atau sumber


pembelian bahan baku.
11.2. TUJUAN PEMERIKSAAN SURAT BERHARGA

1. Untuk memeriksa apakah terdapat internal control yang cukup baik atas
temporary dan long term investment.

2. Untuk memeriksa apakah surat berharga yang tercantum di laporan posisi


keuangan benar-benar di miliki dan atas nama perusahaan pertangganl laporan
posisi keuangan.
3. Untuk memeriksa apakah semua pendapatan dan penerimaan yang berasal dari
surat berharga tersebut telah di bukukan dan uangnya di terima oleh
perusahaan.
4. Untuk memeriksa apakah penilaian dari surat berharga tersebut sesuai dengan
standar akuntansi yang berlaku di Indonesia/SAK/ETAP/IFRS

15
5. Untuk memeriksa apakah penyajian di dalam laporan keuangan sesuai dengan
standar akuntansi yang berlaku umum di Indonesia/SAK/ETAP/IFRS.

11.3. PROSEDUR PEMERIKSAAN SURAT BERHARGA YANG DI


SARANKAN
1. Pelajari dan evaluasi internal control atas tenporary dan long term investment.
2. Minta rincian dari surat berharga yang memperlihatkan saldo awal, penambahan
dan pengurangan serta saldo akhirnya.
3. Periksa fisik dari surat-surat berharga tersebut dan juga kepemilikannya. Yang
biasanya pemeriksaan fisik bersamaan dengan kas opnam.
4. Cocokkan data-data dalam rincian dengan berita acara pemeriksaan fisik surat
berharga tersebut.
5. Periksa mathematical accuracy dari rincian surat berharga.
6. Cocokkan saldo akhir dari rincian surat berharga.
7. Lakukan vouching atas pembelian dan penjualan surat berharga, terutama
perhatikan otorisasi dan kelengkapan bukti pendukungnya.
8. Periksa perhitungan dan devidennya dan perhatikan segi perpajakannya. Periksa
apakah bunga/deviden yang di terima telah di bukukan semuanya.
9. Periksa harga pasar dari surat berharga tersebut pada tanggal laporan posisi
keuangan.

10. Adakah diskusi dengan manajemen untuk mengetahui apakah ada perubahan
tujuan dari pembelian surat berharga yang akan mempengaruhi klasifikasi dan
surat berharga tersebut.
11. Periksa subsequent events untuk mengetahui apakah ada transaksi sesudah
tanggal laporan posisi keuangan yang akan mempengaruhi klasifikasi atau
disclosure dari surat- surat berharga tersebut.
12. Periksa apakah penyajian sudah sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku
umum di Indonesia/SAK/ETAP/IFRS
13. Tarik kesimpulan mengenai kewajaran saldo temporary dan long term inverstment
yang di periksa.

16
BAB 12 - PEMERIKSAAN PERSEDIAAN ( INVENTORIES )

12.1. PENGERTIAN PERSEDIAAN

Menurut Standar Akuntansi Keuangan (PSAK No.14, hal 14.1 s/d 14.2 & 14.9 –
IAI, 2002, persediaan adalah aktiva:

1. yang tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha normal.


2. dalam proses produksi dan atau dalam perjalanan; atau
3. dalam bentuk bahan atau perlengkapan (supplies) untuk digunakan dalam
proses atau pemberian jasa.
Persediaan meliputi barang yang dibeli dan disimpan untuk dijual kembali,
misalnya barang dagang dibeli oleh pengecer untuk dijual kembali, atau pengadaan
tanah dan properti lainnya untuk dijual kembali. Persediaan juga mencakup barang
jadi yang telah diproduksi, atau barang dalam penyelesaian yang sedang
diproduksi perusahaan, dan termasuk bahan serta perlengkapan yang akan
digunakan dalam proses produksi.

12.2. TUJUAN PEMERIKSAAN (AUDIT OBJECTIVES) PERSEDIAAN

1. Untuk memeriksa apakah terdapat internal control yang cukup baik atas
persediaan,
2. Untuk memeriksa apakah persediaan yang tercantum di neraca betul-betul ada
dan dimiliki oleh perusahaan pada tanggal neraca.
3. Untuk memeriksa apakah metode penilaian persediaan (valuation)sesuai
dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia/Standar Akuntansi
Keuangan.
4. untuk memeriksa apakah sistem pencatatan persediaan sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum di Indonesia/SAK.
5. Untuk memeriksa apakah terhadap barang-barang yang rusak
(defective),bergerak lambat (s/ow moving) dan ketinggalan mode
(absolescence)sudah dibuatkan allowance yang cukup.
6. Untuk mengetahui apakah ada persediaan yang dijadikan jaminan kredit.
7. Untuk mengetahui apakah persediaan diasuransikan dengan nilai
pertanggungan yang cukup.
8. Untuk mengetahui apakah ada perjanjian pembelian/penjualan persediaan

17
(purchasel sales commitment) yang mempunyai pengaruh yang besar terhadap
laporan keuangan,
9. Untuk memeriksa apakah penyajian persediaan dalam laporan keuangan sudah
sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia/SAK.

12.3. PROSEDUR PEMERIKSAAN (YANG DISARANKAN) ATAS


PERSEDIAAN

Prosedur pemeriksaan dibagi atas prosedur bompliance test, analytical review dan
substantive test. Dalam praktiknya, prosedur pemeriksaan yang dibahas di sini
harus disesuaikan dengan kondisi perusahaan yang diaudit. Prosedur pemeriksaan
persediaan mencakup pembelian, penyimpanan, pemakaian dan penjualan
persediaan, karena berkaitan dengan siklus pembelian, utang dan pengeluaran kas serta
siklus penjualan, piutang dan penerimaan kas.
Prosedur pemeriksaan untuk compliance test.
Pelajari dan evaluasi internal controlatas persediaan
1. Dalam hal ini auditor biasanya menggunakan internal control
questionnaires, yang contohnya bisa dilihatdi Exhibit 11-1.
2. Lakukan test transaksi (compliance test} atas pembelian dengan
menggunakan purchase order sebagai sample.Untuk test transaksi atas
pemakaian persediaan (bahan baku) bisa digunakan material
requisition sebagai sample. Untuk test transaksi atas penjualan, bisa
digunakan faktur penjualan sebagai sample.
3. Tarik kesimpulan mengenai infernal controlatas persediaan.

BAB 13 - PEMERIKSAAN BIAYA DIBAYAR DIMUKA (PREPAID


EXPENSES) DAN PAJAK DIBAYAR DIMUKA (PREPAID TAXES)
13.1. Sifat Dan Contoh Biaya Dbayar Di Muka Dan Pajak Dibayar Di Muka
Keduanya mempunyai manfaat kurang atau sama dengan satu tahun, sehingga
dikelompokkan sebagai harta lancar (current asset).
Menurut Penulis :
1. Biaya dibayar di muka dimaksudkan sebagai biaya yang telah terjadi, yang
akan digunakan untuk aktivitas perusahaan yang akan datang.
2. Bagian dari biaya yang dibayar di muka yang akan memberikan manfaat untuk

18
beberapa periode kegiatan diklasifikasikan sebagai aktiva tak lancar.

Pajak dibayar di muka adalah pajak yang dibayar oleh perusahaan setiap bulan

atau dipotong/dipungut oleh pihak ketiga dan akan diperhitungkan sebagai kredit

pajak di akhir tahun (PPh) atau di akhir Bulan (PPN).

13.2. Tujuan Pemeriksaan (Audit Objektives) Biaya Dan Pajak Dibayar Di

Muka

1. Internal control yang cukup baik.


2. Biaya yang manfaatnya untuk periode berikutnya dicatat sebagai biaya
dibayar di muka.
3. Biaya yang manfaatnya pada priode barjalan dibebankan/dicatat
sebagai biaya periode berjalan.
4. Pajak yang dibayar di muka di dukung oleh bukti setoran/pemungutan pajak
yang sah dan lengkap sehingga bisa diperhitungkan sebagai kredit pajak pada
akhir periode.
5. Penyjian biaya dan pajak dibayar di muka dalam laporan keuangan
sudah sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.

13.3. Prosedur Pemeriksaan Biaya dan Pajak Dibayar di Muka yang

disarankan

Prosedur pemeriksaan dibagi atas prosedur compliance test dan prosedur


subtantive test. Pembahasan prosedur pemeriksaan untuk substantive test akan
dibagi dalam beberapa bagian, yaitu sewa dibayar di muka, premi asuransi
dibayar di muka, biaya advertensi dibayar di muka dan pajak dibayar di muka.
Dalam praktiknya, prosedur pemeriksaan yang dibahas di sini harus disesuaikan
dengan kondisi perusahaan yang diaudit.

19
BAB 14 - PEMERIKSAAN ASET TETAP
14.1. SIFAT DAN CONTOH ASET TETAP
Aktiva Tetap Mempunyai Sifat Ialah :

1. Tidak Untuk Dijual Kembali.


2. Digunakan Hanya Dalam Kegiatan Operasional Perusahaan Untuk
Memproduksi Suatu Barang Atau Jasa.
3. Umur Ekonomisnya Ialah Dalam Jangka Panjang (Lebih Dari Satu Tahun).
Terdapat 2 Aktiva Antara Lain Sebagai Berikut :

Aktiva Tetap Dibedakan Menjadi 2 Yaitu Aktiva Tetap Berwujud (Tangible


Assets) Serta Aktiva Tetap Tidak Berwujud (Intangible Assets).

14.2. AUDIT OBJECTIVE (TUJUAN PEMERIKSAAN ASET TETAP)


1. Memeriksa apakah terdapat internal control yang baik atas aset tetap.
2. Memeriksa apakah aset tetap yang tercantum di neraca betul-betul ada, masih
digunakan dan milik perusahaan.
3. Memeriksa apakah penambahan aset tetap dalam tahun berjalan betul-betul
merupakan suatu Capital Expenditure, diotorisasi oleh pejabat yang berwenang,
didukung oleh bukti- bukti yang lengkap dan dicatat dengan benar.
4. Memeriksa apakah disposal dari aset tetap sudah dicatat dengan benar dan telah
diotorisasi oleh pejabat yang berwenang.
5. Disposal aset tetap dapat terjadi dalam bentuk penjualan yang akan menimbulkan
laba/rugi penjualan aset tetap, tukar tambah atau penghapusan aset tetap yang
dapat menimbulkan kerugian, jika aset tetap tersebut masih mempunyai nilai
buku.
6. Memeriksa apakah pembebanan penyusutan dalam periode yang di audit
dilakukan sesuai dengan ketentuan SAK, dan apakah perhitungannya sudah
benar.

7. Memeriksa apakah ada aset tetap yang dijadikan sebagai jaminan.


8. Memeriksa apakah penyajian aset tetap dalam laporan keuangan sesuai dengan
prinsip akuntansi yang berlaku umum.

20
14.3. PROSEDUR PEMERIKSAAN ASET TETAP

1. Pelajari dan evaluasi pengendalian internal atas aset tetap


2. Minta kepada klien top schedule serta supporting schedule aset tetap
3. Periksa footing dan cross footingnya dan cocokkan totalnya dengan buku besar
4. Vouch penambahan serta pengurangan dari aset tetap tersebut.
5. Periksa fisik dari aset tetap tersebut
6. Periksa bukti pemilikan aset tetap
7. Pelajari dan periksa apakah capitalization policy dan depreciation policy yang
dijalankan konsisten dengan tahun sebelumnya
8. Buat analisis tentang perkiraan repair and maintenance
9. Periksa apakah aset tetap sudah diasuransikan
10. Tes perhitungan penyusutan
11. Periksa notulen rapat, perjanjian kredit, dan jawaban konfirmasi
12. Periksa apakah ada komitmen yang dibuat oleh perusahaan untuk membeli atau
menjual aset tetap
13. Untuk construction in progress kita periksa penambahannya
14. Periksa lease agreement jika ada aset tetap diperoleh melalui leasing
15. Periksa atau tanyakan apakah ada aset tetap yang dijadikan agunan kredit di bank
16. Periksa penyajiannya apakah sesuai dengan standar akuntansi keuangan di
Indonesia

3. Buku Ketiga

BAGIAN I PEMAHAMAN UMUM TENTANG AUDIT


Pengertian Audit
Secara khusus Audit adalah sebuah proses pemeriksaan. Mengingat pentingnya
proses audit, maka biasanya pihak auditor (pihak yang melakukan audit bisa
disebut dengan auditor) akan memerintahkan kepada lembaga/ perusahaan yang
akan diaudit untuk menyiapkan berkas- berkas yang diperlukan.
Menurut (Mulyadi, 2002), berdasarkan beberapa pengertian auditing di atas maka
audit mengandung unsur-unsur:
1. suatu proses sistematis
2. untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif

21
3. pernyataan mengenai kegiatan dan kejadian ekonomi
4. menetapkan tingkat kesesuaian
5. kriteria yang telah ditetapkan
6. Penyampaian hasil (atestasi)
7. pemakai yang berkepentingan
Berdasarkan sifat dan karakter pekerjaan dan tujuan yang akan dicapai, Audit
dibagi menjadi tiga golongan, yaitu :
1. Audit Laporan Keuangan (fi nancial statement audit)
2. Audit Kepatuhan (compliance audit)
3. Audit Operasional (operational audit)

Klasifikasi Auditor

Auditor biasanya diklasifi kasikan dalam dua kategori berdasarkan siapa yang
mempekerjakan mereka, yaitu: Auditor eksternal, dan auditor internal.
Lembaga Audit

Auditor adalah sebuah profesi, diberbagai negara tidak berbeda dengan indonesia
auditor memiliki strata tersendiri. Di negara kita, ada dua lembaga yang
memberikan jasa sebagai “auditor eksternal” atau “auditor independen”, yaitu
“Kantor Akuntan Publik” atau “KAP” dan “Badan Pemeriksa Keuangan” atau
“BPK” (STAN, 2007):
1. Kantor Akuntan Publik (KAP) yang memiliki izin yang masih berlaku dari
Kementerian Keuangan, yang anggotanya tergabung dalam Ikatan Akuntan
Indonesia (IAI).
2. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) adalah lembaga negara yang bebas dan
mandiri dalam memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara
sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Dasar Republik Indonesia Tahun
1945 dan undangundang Republik Indonesia No. 15 Tahun 2006 tentang Badan
Pemeriksa Keuangan.
Audit Sektor Publik

Audit terhadap sektor publik menjadi fokus perhatian karena dinilai instansi
pemerintah tidak terbuka terhadap masyarakat mengenai kondisi keuangan
sebenarnya dan instansi sektor publik rawan akan penyalahgunaan dana sehingga

22
dibutuhkan aturan yang ketat dan audit yang independen terhadap pemeriksaan
laporan keuangan instansi pemerintahan.
Audit terhadap sektor publik sangat penting dilakukan hal ini merupakan bentuk
tanggung jawab sektor publik (pemerintah pusat dan daerah) untuk
mempertanggungjawabkan dana yang telah digunakan oleh instansi sehingga
dapat diketahui pemanfaatan dana tersebut dilaksanakan sesuai prosedur dan
standar atau tidak.
Institusi Sektor Publik
Dalam kerangka pemahaman sektor publik maka barang publik yang dimaksud
tidak hanya berupa dalam bentuk barang secara fisik namun juga mengandung
makna non fisik yaitu pelayanan publik (untuk selanjutnya dalam bab ini barang
publik juga diartikan sebagai pelayanan publik). Dari berbagai literatur, barang
publik dapat dikategorisasikan menjadi dua jenis, yaitu:
1. Barang publik murni (pure public goods
2. Barang semi publik (quasi-public goods)
Akuntansi Sektor Publik
Sektor publik adalah manajemen keuangan yang berasal dari publik sehingga
menimbulkan konsekuensi untuk dipertanggung jawabkan kepada publik. Dengan
demikian, pengelolaannya memerlukan keterbukaan dan akuntabilitas terhadap
publik. Dengan demikian dalam setiap institusi sektor publik wajib adanya
akuntansi yang disebut sebagai Akuntansi sektor publik. Akuntansi sektor publik
adalah sistem akuntansi yang dipakai oleh lembaga-lembaga publik sebagai salah
satu alat pertanggung jawaban kepada publik.
Seperti telah disebutkan di atas, proses pencatatan akuntansi harus memiliki
standarisasi yang sama. Sistem akuntansi untuk badan-badan pemerintahan harus
mengikuti standar akuntansi pemerintah (SAP) seperti dimaksud dalam undang-
undang nomor 17 tahun 2003 pasal 32, undang-undang nomor 1 tahun 2004 pasal
51 ayat 3, dan peraturan pemerintah nomor 24 tahun 2005. Sementara itu,
organisasi publik non pemerintahan mengikuti standar akuntansi keuangan. Salah
satu bentuk penerapan teknik akuntansi sektor publik adalah di organisasi BUMN.

23
BAGIAN II SIFAT DAN KARAKTER AUDIT SEKTOR PUBLIK
1.1. Sejarah Audit Sektor Publik di Indonesia

Sejarah munculnya ide pemeriksaan keuangan pemerintah (audit sektor publik) di


Indonesia cukup panjang, dan itu berlaku cukup lama setelah era reformasi tahun
1999. Pada tanggal 22 Mei 2002, sesudah memulai proses yang cukup panjang,
Menteri Keuangan Republik Indonesia menyampaikan White Paper dengan judul
“Reform of Public Financial Management System in Indonesia: Principles and
Strategy” untuk membahas berbagai persoalan yang terkait dengan pengelolaan
keuangan di sektor publik beserta auditnya.
Berbagai tindaklajut atas white paper tersebut bermunculan, salah satu hasil
reformasi di bidang keuangan negara yang berkaitan dengan audit sektor publik
adalah pemberlakuan paket tiga UndangUndang Keuangan Negara pada tahun
2003 dan 2004, Standar Akuntansi Pemerintahan pada tahun 2005, serta Standar
Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) diterbitkan oleh Badan Pemeriksa
Keuangan dengan Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia No.
01 Tahun 2007 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara, ini semua
menjadi dasar dalam proses audit sektor publik di Indonesia.
1.2. Karakteristik Audit Sektor Publik
Ditinjau dari proses (metodologi) dan teknik audit, tidak ada perbedaan mendasar
antara audit sektor publik dan sektor privat. Ditinjanu dari pelaksana audit, sektor
private proses audit dipercayakan kepada lembaga profesional berypa Kantor
Akuntan Publik (KAP) sementara Lembaga audit pemerintah dan juga KAP yang
ditunjuk oleh lembaga audit pemerintah. Perbedaan mendasar lainnya adalah
standar audit yang digunakan, sektor private menggunakan Standar Profesional
Akuntan Publik (SPAP) yang dikeluarkan oleh IAI sementara sektor publik
menggunakan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) yang dikeluarkan
oleh BPK.
1.3. Tujuan Audit Sektor Publik

Lembaga sektor publik merupakan lembaga masyarakat, milik dan untuk


masyarakat. Organisasi sektor publik mendapat amanah dan kepercayaan dari
masyarakat untuk menggunakan sumber daya publik. Disamping itu, hasil audit
juga diperlukan oleh pihak eksternal (di luar entitas yang diaudit) untuk

24
mengevaluasi apakah:

1. Sektor publik mengelola sumber daya publik dan menggunakan kewenangannya


secara tepat dan sesuai dengan ketentuan dan peraturan
2. Program yang dilaksanakan mencapai tujuan dan hasil yang diinginkan, dan
3. Pelayanan publik diselenggarakan secara efektif, efi sien, ekonomis, etis, dan
berkeadilan.

BAGIAN III PERENCANAAN AUDIT PERENCANAAN AUDIT

1.1. Penugasan Audit

Penugasan berhubungan dengan pelaksanaan kegiatan pendahuluan proses audit


dalam rangka untuk mengetahui kondisi lapangan atau objek audit
sesungguhnya. Perencanaan penugasan audit merupakan keseluruhan rencana
penugasan audit untuk masa yang akan datang dan dilakukan oleh lembaga audit.
Secara keseluruhan aktivitas persiapan penugasan meliputi:
- penerbitan Surat Tugas
- koordinasi dengan Inspektorat lain
- pemberitahuan kepada Auditi
- pengumpulan informasi umum
- penyusunan rencana penugasan,

1.2. Proses Awal Audit


Proses audit atau proses awal dilakukannya audit merupakan sebuah rangkaian
sistemetis. Proses dapat diartikan sebagai aktivitas mengolah masukan (input)
menjadi keluaran (output) yang berguna/ memiliki nilai tambah (outcome).
Demikian juga dengan proses audit, dapat dipandang sebagai aktivitas
pengumpulan dan evaluasi bukti-bukti yang mendukung informasi/laporan yang
disajikan auditi, untuk meningkatkan keyakinan (assurance) bagi pemakainya,
bahwa laporan tersebut dapat dipakai sebagai dasar untuk pengambilan
keputusan.

25
BAGIAN IV ETIKA PROFESI AUDITOR
Pengertian Etika
Etika sebagai disiplin ilmu berhubungan dengan kajian secara kritis tentang adat
kebiasaan, nilai-nilai, dan norma perilaku manusia yang dianggap baik atau tidak
baik. Dalam etika masih dijumpai banyak teori yang mencoba untuk menjelaskan
suatu tindakan, sifat, atau objek perilaku yang sama dari sudut pandang atau
perspektif yang berlainan.
Pentingnya Etika Profesi
Dengan demikian etika adalah refleksi dari apa yang disebut dengan “self
control”, karena segala sesuatunya dibuat dan diterapkan dari dan untuk
kepenringan kelompok sosial (profesi) itu sendiri. Selanjutnya, karena kelompok
profesional merupakan kelompok yang berkeahlian dan berkemahiran yang
diperoleh melalui proses pendidikan dan pelatihan yang berkualitas dan berstandar
tinggi yang dalam menerapkan semua keahlian dan kemahirannya yang tinggi itu
hanya dapat dikontrol dan dinilai dari dalam oleh rekan sejawat, sesama profesi
sendiri.
Etika Akuntan Indonesia

Etika profesi akuntan di Indonesia diatur dalam Kode Etik Akuntan Indonesia.
Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia dimaksudkan sebagai panduan dan aturan
bagi seluruh anggota, baik yang berpraktik sebagai akuntan publik, bekerja di
lingkungan dunia usaha, pada instansi pemerintah, maupun di lingkungan dunia
pendidikan dalam pemenuhan tanggung- jawab profesionalnya.
Independensi Auditor
Independensi menyangkut kemampuan untuk bertindak obyektif serta penuh
integritas. Independensi auditor adalah sikap tidak memihak kepada kepentingan
siapapun dalam melakukan pemeriksaan laporan keuangan yang dibuat oleh pihak
manajemen. Auditor mempunyai kewajiban untuk bersikap jujur tidak saja kepada
pihak manajemen, tetapi juga terhadap pihak ketiga sebagai pemakai laporan
keuangan, seperti kreditor, pemilik maupun calon pemilik.

26
BAGIAN V SISTEM PENGENDALIAN SEKTOR PUBLIK
Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah sebuah konsep etika yang dekat dengan administrasi publik
pemerintahan (lembaga eksekutif pemerintah, lembaga legislatif parlemen dan
lembaga yudikatif Kehakiman) yang mempunyai beberapa arti antara lain, hal ini
sering digunakan secara sinonim dengan konsep-konsep seperti yang dapat
dipertanggungjawabkan (responsibility), (Dykstra, 1939) yang dapat
dipertanyakan (answerability), yang dapat dipersalahkan (blameworthiness) dan
yang mempunyai ketidakbebasan (liability) termasuk istilah lain yang
mempunyai keterkaitan dengan harapan dapat menerangkannya salah satu aspek
dari administrasi publik atau pemerintahan, hal ini sebenarnya telah menjadi
pusat- pusat diskusi yang terkait dengan tingkat problembilitas di sektor publik,
perusahaan nirlaba, yayasan dan perusahaan-perusahaan.
Akuntabilitas dalam Sektor Publik
Konsep dan kebijakan mengenai akuntabilitas memiliki akar yang kuat dalam
kehidupan bernegara kita, khususnya mulai pada era reformasi. Kebijakan
akuntabilitas di Indonesia dimulai sejak dikeluarkannya TAP MPR RI Nomor
XI/MPR/1998 dan dan UU No. 28/1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang
Bersih dan Bebas dari KKN.

Akuntabilitas memiliki makna umum tanggungjawab, jadi azas akuntabilitas di


sini diartikan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggara
negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat sebagai
pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan
perundangundangan yang berlaku.

BAGIAN VI ALAT DAN BUKTI AUDIT


Prinsip audit adalah pemeriksaan dengan bukti nyata. Oleh karena itu, dalam
pelaksanaan audit, auditor melakukan kegiatan pengumpulan bukti audit, yaitu
hal yang dapat digunakan sebagai bukti untuk mendukung kesimpulan-
kesimpulan yang akan diambil oleh auditor. Bukti audit (audit evidence)
mendukung laporan keuangan yang terdiri dari data akuntansi dan semua
informasi penguat yang tersedia bagi auditor.

27
Temuan Audit
Temuan audit adalah himpunan data dan informasi yang dikumpulkan, diolah dan
diuji selama melaksanakan tugas audit atas kegiatan instansi tertentu yang
disajikan secara analitis menurut unsur-unsurnya yang dianggap bermanfaat bagi
pihak-pihak yang berkepentingan. Temuan audit yang berupa temuan atas
pengendalian intern, temuan atas ketaatan terhadap peraturan perundangan dan
temuan kecurangan dan ketidakpatutan selanjutnya harus disajikan menurut
elemen temuan yang terdiri dari kriteria, kondisi, sebab dan akibat.
Meurujuk pendapat Murwanto dkk (2007) temuan audit dirinci sebagai berikut:
1. Temuan atas pengendalian Intern
2. Temuan atas kecurangan (fraud)
3. Temuan atas Perbuatan Melanggar Hukum

BAGIAN VII AUDIT SAMPLING


Dalam melaksanakan audit, seorang auditor tidak mungkin memeriksa seluruh
bukti audit yang jumlahnya sangat banyak, maka dari itu auditor dapat memilih
beberapa bukti audit dengan mengambil beberapa sampel. Sampel representatif
(representative sample) adalah sampel yang karakteristiknya hampir sama dengan
yang dimiliki oleh populasi. Hasil sampel dapat menjadi non-representatif akibat
kesalahan non-sampling atau kesalahan sampling. Risiko dari dua jenis kesalahan
yang terjadi tersebut disebut sebagai risiko non-sampling dan risiko sampling.
Keduanya dapat dikendalikan dalam sampel.
Risiko sapling (sampling risk) adalah risiko bahwa auditor mencapai kesimpulan
yang salah karna sampel populasi yang tidak representatif. Risiko sampling adalah
bagian sampling yang melekat akibat pengujian lebih sedikit dari populasi secara
keseluruhan. Jika populasi sebenarnya memiliki tingkat pengecualian, uditir
menerima populasi yang slah karenaa sampel tidak cukup mewakili populasi.
BAGIAN VIII KERTAS KERJA AUDIT KERTAS KERJA AUDIT
Pengertian dan Fungsi Kertas Kerja Audit
Kertas kerja audit adalah catatan-catatan yang diselenggarakan auditor mengenai
prosedur audit yang diterapkan, pengujianpengujian yang dilaksanakan, informasi
yang diperoleh dan kesimpulan-kesimpulan yang dibuat sehubungan dengan
auditnya. Kertas kerja audit harus meliputi semua informasi yang dipandang perlu

28
oleh auditor bagi pelaksanaan audit yangdipandang perlu oleh auditor bagi
pelaksanaan audit yang memadai dan untuk mendukung laporan audit atau
pendapat yang akan diberikan oleh auditor.
Isi Kertas Kerja Audit
Kuantitas, tipe, dan isi kertas kerja bervariasi dengan keadaan yang dihadapi oleh
auditor, namun harus cukup memperlihatkan bahwa catatan akuntansi cocok
dengan laporan keuangan atau informasi lain yang dilaporkan serta standar
pekerjaan lapangan yang dapat diterapkan telah diamati. Kertas kerja biasanya
harus berisi dokumentasi yang memperlihatkan:
1. Pekerjaan telah direncanakan dan disupervisi dengan baik
2. Pemahaman memadai atas pengendalian intern telah diperoleh untuk
merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian
yang telah dilakukan
3. Bukti audit yang telah diperoleh
Jenis Kertas Kerja Audit
Dalam rangka mendukung laporan hasil audit, kertas kerja dikelompokkan dalam
Daftar Utama (lead/top schedule) dan Daft ar Pendukung (supporting schedule).

BAGIAN IX PELAPORAN DAN TINDAK LANJUT


Fungsi dan Tujuan Laporan Audit
Laporan hasil audit merupakan bentuk komunikasi tertulis yang berisi pesan agar
pembaca laporan dapat mengerti dan menindaklanjuti temuan (sesuai rekomendasi
yang terdapat di dalam laporan tersebut). Selain sebagai ringkasan dari pekerjaan
audit dan temuan audit, Laporan Audit juga merupakan dasar dalam membuat
Surat Opini Audit, Rekomendasi, dan membuat Keputusan Audit. Peranan utama
dari Laporan Audit (Murwanto, 2007) adalah:
1. Laporan Audit adalah jalan utama bagi institusi audit untuk memahami
informasi tentang proses audit
2. Laporan Audit adalah dasar dalam pembuatan Surat Opini Audit dan
Keputusan Audit.
3. Laporan Audit adalah dasar yang penting untuk mengumpulkan dan

mengolah informasi audit.

29
Syarat Laporan Audit
Pada setiap akhir pelaksanaan audit, auditor harus menyiapkan konsep Laporan
Audit. Isi konsep Laporan Audit tersebut harus mudah dimengerti dan bebas dari
penafsiran ganda serta memenuhi standar pelaporan (Murwanto, 2007) yaitu:
Lengkap, Akurat, Obyektif, Meyakinkan, Jelas, Ringkas.
Bentuk Laporan Audit

Baik audit sektor privat maupun sektor publik harus memiliki bentuk laporan yang
baik, sistematis dan prosedural. Laporan Audit umumnya terdiri dari judul, tujuan
laporan, bagian utama, tanda tangan dari ketua tim audit, dan tanggal laporan
(Muwarnto, 2007). Laporan Audit berisi hal-hal sebagai berikut:
1. Pernyataan atas tugas audit.
2. Informasi dasar mengenai auditan.
3. Informasi dasar tentang audit dan evaluasi keseluruhan
4. Temuan audit.
5. Opini audit dan Rekomendasi

Laporan Audit Keuangan

Salah satu bentuk audit adalah audit keuangan, yang merupakan penilaian atas
suatu perusahaan atau badan hukum lainnya (termasuk pemerintah) sehingga
dapat dihasilkan pendapat yang independen tentang laporan keuangan yang
relevan, akurat, lengkap, dan disajikan secara wajar. Berdasarkan SA-IAI, tipe
opini/pendapat auditor yang dapat digunakan dalam laporan audit atas laporan
keuangan adalah:
1. Pendapat wajar tanpa pengecualian
2. Pendapat wajar tanpa pengecualian dengan paragraf penjelasan
3. Pendapat wajar dengan pengecualian.
4. Pendapat tidak wajar
5. Pernyataan tidak memberikan pendapat.

30
BAGIAN X AUDIT PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK
Penerimaan Negara
Pada dasarnya, penerimaan negara terbagi atas 2 jenis penerimaan, yaitu
penerimaan dari pajak dan penerimaan bukan pajak yang disebut penerimaan
negara bukan pajak (PNBP). Menurut UU no. 20 tahun 1997 tentang Penerimaan
Negara Bukan Pajak, PNBP adalah seluruh penerimaan Pemerintah Pusat yang
tidak berasal dari penerimaan perpajakan (www.bpkp.go.id) UU tersebut juga
menyebutkan kelompok PNBP meliputi: a) penerimaan yang bersumber dari
pengelolaan dana Pemerintah; b) penerimaan dari pemanfaatan sumber daya alam;
c) penerimaan dari hasil-hasil pengelolaan kekayaan Negara yang dipisahkan; d)
penerimaan dari pelayanan yang dilaksanakan Pemerintah penerimaan
berdasarkan putusan pengadilan dan yang berasal dari pengenaan denda
administrasi; e) penerimaan berupa hibah yang merupakan hak Pemerintah
penerimaan lainnya yang diatur dalam Undang-undang tersendiri
Tujuan dan Lingkup Audit
Audit atas PNBP memiliki tujuan untuk mengetahui dan menilai: a) Apakah setiap
jenis PNBP yang telah dimuat dalam rencana penerimaan pada setiap
departemen/lembaga pemerintah non departemen mempunyai landasan hukum
dan telah dipungut sesuai dengan tarif yang telah ditetapkan dan disetorkan ke kas
negara dengan tertib; b) Apakah realisasi PNBP mencapai target yang telah
ditetapkan dalam DIKS. c) Apakah semua PNBP pada setiap departemen/lembaga
pemerintah non departemen telah ditatausahakan dan dilaporkan serta
dipertanggungjawabkan sesuai dengan peraturan perundangundangan.

31
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Keunggulan
 Buku Pertama karangan William, Dkk, yang berisi 12 bab, Pada buku Modern
Auditing ini materi yang diberikan sama dengan buku pembanding 1 & 2
terdapat tabel-tabel dibeberapa materi, sehingga mempermudah untuk
memahami isi bacaan. Pada lembar-lembar tertentu terdapat warna-warni dari
tampilan isi buku, sehingga menarik untuk dibaca. Terdapat kasus-kasus pada
setiap babnya sehingga menambah pemahaman ilmu pembaca mengenai bab
tersebut. Terdapat rangkuman disetiap babnya sehingga mempermudah untuk
membaca dan mendalami materi disetiap babnya.
 Buku Kedua karangan Sukrisno Agoes, yang berisi 5 bab yang isinya cukup
jelas pada awal buku terdapat struktur dari auditing yang akan lebih mudah
dimengerti oleh para pembaca. Materi mengenai auditing dijelaskan secara
lengkap, dalam bentuk paragraf dan juga point-point. Setiap materi yang
dibahas terdapat contoh-contoh yang memperlengkap penjelasan. Di setiap
materi nya terdapat juga soal-soal latihan untuk melatih kemampuan pembaca.
Di setiap materi nya banyak dibuat ilustrasi dan bagan-bagan untuk lebih
memperjelas materi tersebut. Di akhir bab terdapat juga soal- soal latihan
secara keseluruhan materi.
 Buku Ketiga karangan Anis, Dkk, yang berisi 10 bab, Materi dijelaskan secara
singkat, padat dan jelas dan tidak bertele-tele. Terdapat beberapa tabel dan
bagan yang akan membantu pembaca untuk memahami materi lebih jelas.
Penjelasan materi dalam setiap babnya didukung dengan pendapat para ahli
yang memperkaya materi dalam buku sehingga pembaca dapat percaya pada
materi yang disampaikan karena didukung oleh sumber yang jelas. Banyaknya
sumber referensi seperti jurnal-jurnal sejenis, buku-buku, bahkan pendapat para
ahli memperkaya materi dalam buku sehingga pembaca dapat percaya pada
materi yang disampaikan karena didukung oleh sumber yang jelas.

32
3.2 Kelemahan
 Buku Pertama karangan William, Dkk, di dalam buku ini, bahasa yang
digunakan sedikit rumit karena menggunakan bahasa asing yang
diterjemahkan, banyak terdapat istilah-istilah penting, tanpa diinformasikan
maksud katanya, buku ini terlalu tebal, mencapai 660 halaman, tidak terdapat
latisan soal pada setiap bab.
 Buku Kedua karangan Sukrisno Agoes, Bahasa yang digunakan didalam
buku ini masih cukup sulit dipahami oleh pembaca, karena masih banyak
beberapa kata yang dijelaskan secara ilmiah yang kurang dimengerti oleh
orang-orang akademik yang masih awal untuk melakukan penelitian. Di akhir
setiap bab tidak terdapat kesimpulan atau ringkasan mengenai materi.

 Buku Ketiga karangan Anis, Dkk, di dalam buku ini tidak terdapat
rangkuman diakhir bab yang menyulitkan pembaca mencari informasi
penting dalam setiap bab. Tidak ada soal latihan pada setiap akhir bab yang
dapat digunakan untuk mengasah kemampuan pembaca.

33
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil critical dapat disimpulkan, bahwa dari ketiga buku tersebut
memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing, sehingga ketiganya saling
melengkapi dan bisa dijadikan sebagai sumber literatur untuk mahasiswa akuntansi
khususnya di mata kuliah Auditing . Buku Kedua lebih bagus dijadikan sebagai sumber
referensi utama, dan kedua buku yang lain hanya pendukung. Sekali lagi penilaian ini
hanya bersifat subjektif karena perspektif setiap manusia itu berbeda. Dan setiap buku
yang dituangkan oleh penulis juga berbeda, karenanya penting bagi kita selaku
mahasiswa memperbanyak buku yang kita baca. Kesimpulannya ketiga buku tersebut
kami jadikan acuan dalam mempelajari seluk-beluk mengenai Auditing .

4.2 Saran
Saran kami terhadap buku yang telah dikritisi bahwa, penulis diharapkan bisa
mengembangkan materi lebih aktual sesuai dengan perkembangan zaman serta dapat
menambahkan materi tambahan khususnya yang menunjang dalam hal Auditing.

34
DAFTAR PUSTAKA

Agoes, Sukrisno. 2017. Auditing: Petunjuk Praktis Pemeriksaan Akuntan Oleh Akuntan
Publik. Jakarta: Salemba Empat
Boynton, William C,dkk. 2003. Modern Auditing. Jakarta: Erlangga
Utari, Anis Rachma. dkk. 2014. Auditing Sektor Publik. Yogyakarta: Interpena
Yogyakarta.

35

Anda mungkin juga menyukai