Anda di halaman 1dari 28

CRITICAL BOOK REVIEW

MK. AKUNTANSI FORENSIK DAN


PENGUJIAN KECURANGAN

PRODI S1 AKT - FE

Skor Nilai :
CRITICAL BOOK REVIEW

AKUNTANSI FORENSIK & AUDIT INVESTIGATIF

(Theodorus M. Tuanakotta)

DISUSUN OLEH :

(KELOMPOK 9)

NAMA ANGGOTA:

1. ADE DWI PERTIWI (7171220001)


2. CUTSERLY UTARI (7173520015)
3. FITRI RAMADHANI (7173220010)
4. ILHAM ANUGERAH (7172220002)

KELAS : Akuntansi A 2017

DOSEN PENGAMPU : Dr. Azizul Kholis., SE. M.Si. CSA, CSRS

Tiara Reizsa Adhitya S.E., M.Si

MATA KULIAH : Akuntansi Forensik dan Pengujian Kecurangan

JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

MEDAN

MEI 2020
KATA PENGANTAR

            Puji syukur saya  panjatkan atas kehadirat Allah swt. yang telah
memberikan rahmat dan karunia yang dilimpahkan-Nya kepada penulis, sehingga
dapat menyelesaikan tugas ini.
            Adapun yang menjadi judul tugas saya adalah “Critical Book
Review”.Tujuan saya  menulis makalah ini yang utama untuk memenuhi tugas
dari dosen pembimbing saya yaitu Dr. Azizul Kholis., SE. M.Si. CSA, CSRS dan
Ibu Tiara Reizsa Adhitya S.E., M.Si dalam mata kuliah “Akuntansi Forensik dan
Pengujian Kecurangan”.

            Jika dalam penulisan makalah ini terdapat berbagai kesalahan dan
kekurangan dalam penulisannya, maka kepada para pembaca, penulis memohon
maaf sebesar-besarnya atas koreksi-koreksi yang telah dilakukan. Hal tersebut
semata-mata agar menjadi suatu evaluasi dalam pembuatan tugas ini.
            Mudah-mudahan dengan adanya pembuatan tugas ini dapat memberikan
manfaat berupa ilmu pengetahuan yang baik bagi penulis maupun bagi para
pembaca.

Medan, 10 Mei 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................................... ii
BAB I. PENDAHULUAN...........................................................................................1
A. Rasionalisasi Pentingnya CBR........................................................................ 1
B. Tujuan Penulisan CBR..................................................................................... 1
C. Manfaat CBR................................................................................................... 1
D. Identitas Buku.................................................................................................. 1
BAB II. RINGKASAN ISI BUKU.............................................................................. 2
BAB III. PEMBAHASAN..........................................................................................23
A. Kelebihan Buku..............................................................................................23
B. Kekurangan Buku..........................................................................................23
BAB IV. PENUTUP...................................................................................................24
A. Kesimpulan.....................................................................................................24
B. Rekomendasi...................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................25

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. RASIONALISASI PENTINGNYA CBR


Sekarang ini sudah banyak buku yang memberikan informasi
kepada pembaca untuk mempelajari tentang filsafat ilmu dengan tujuannya
masing-masing. Oleh sebab itu, kita perlu menganalisis buku tersebut dengan
kegiatan CBR guna mengetahui bagaimana isi buku tersebut dan apakah buku
tersebut pantas untuk dibaca. Serta untuk mengetahui kelebihan dan
kekurangan dari buku tersebut.
B.   TUJUAN
 Critical Book Review ini bertujuan :
a.       Mengulas isi sebuah buku.
b.      Mencari dan mengetahui informasi yang ada dalam buku.
c.       Melatih diri untuk berfikir kritis dalam mencari informasi yang
diberikan oleh setiap bab dari buku.
C. MANFAAT
a. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Akuntansi Forensik dan Pengujian
Kecurangan.
b. Untuk menambah pengetahuan tentang Akuntansi Forensik dan Pengujian
Kecurangan
D. IDENTITAS BUKU
Data Buku Utama :

a. Judul Buku : Akuntansi Forensik & Audit Investigatif


b. Pengarang : Theodorus M. Tuanakotta
c. Penerbit : Salemba Empat
d. Tahun Terbit : 2010
e. Edisi :2
f. ISBN : 978-979-061-130-6

1
BAB II

RINGKASAN ISI BUKU

BAB 1

AKUNTANSI FORENSIK

Akuntansi forensik pada dasarnya mengenai fraud. Tindak pidana korupsi, seperti
akan dibahas dalam bab lain, adalah salah satu contoh oh dari sekian banyak
bentuk fraud atau white-collar crime (kejahatan kerah putih). Bagaimana profil
dari pelaku praud ini? Ada yang menggambarkan mereka sebagai serakah, licik,
dan Lihai (cerdik dalam konotasi yang jelek). Di Amerika serikat, pelaku fraud ini
dimanfaatkan untuk mendeteksi fraud lainnya dan menangkap pelakunya. Pelaku
fraud yang cerdik, dimanfaatkan negara.

Dalam pembahasan selanjutnya kita akan melihat bahwa yang diterapkan pada
masalah hukum bukan saja akuntansi, tetapi juga auditing. Oleh karena itu, istilah
akuntansi dalam definisi akuntansi digunakan dalam arti seluas-luasnya, yakni
disiplin akuntansi yang meliputi auditing.

Masalah hukum dapat diselesaikan di dalam atau di luar pengadilan. Penyelesaian


di dalam pengadilan dilakukan melalui litigasi (litigation) atau dengan berperkara
atau beracara di pengadilan. Penyelesaian diluar pengadilan (out-of-settlement)
dilakukan secara nir-litigasi (non-litigation).

BAB 2

MENGAPA AKUNTANSI FORENSIK?

Cakupan akuntansi forensik pada dasarnya adalah front dalam arti seluasnya.
Kalau seorang auditor dapat disebut sebagai akuntan yang berspesialisasi dalam
auditing, maka akuntan forensik menjadi spesialis yang lebih khusus lagi (super
specialist) dalam bidang fraud. Iya menjadi fraud auditor atau fraud exeminer.

2
Mengapa akuntansi forensik? Karena ada fraud, baik berupa potensi fraud maupun
nyata-nyata ada fraud titik itulah jawaban singkatnya atas pertanyaan yang
menjadi judul bab ini.

Fraud menghancurkan pemerintahan maupun bisnis. Fraud berupa korupsi lebih


luas daya penghancurnya. Pendidikan pun ikut dirusaknya. Ketika korupsi
berkecamuk sedemikian hebatnya, pebisnis dan mahasiswa akuntansi forensik
sekalipun, bertanya: apa salahnya korupsi? Mengapa benturan kepentingan
(conflict of interest) dipersoalkan?

BAB 3

LINGKUP AKUNTANSI FORENSIK

Pertanyaan berikutnya adalah, apa lingkup akuntansi forensik? Apa yang


dikerjakan akuntan forensik? Pertanyaan ini sedikit telah di singgung dalam kedua
bab pertama.

Seperti pada bab 1 dan 2, pembahasan dalam bab 3 lebih bersifat selayang
pandang. Keseluruhan bahasan dalam buku ini mencerminkan lingkup akuntansi
forensik. Dalam praktiknya, ada pokok bahasan yang sama sekali tidak
merupakan lingkup praktik akuntansi forensik Dan di suatu lembaga (misalnya
convert operations). Dan sebaliknya, ada pokok bahasan yang lebih ditekankan
oleh lembaga tersebut.

BAB 4

ATRIBUT DAN KODE ETIK AKUNTAN FORENSIK SERTA STANDAR


AUDIT INVESTIGATIF

Anggota suatu profesi mempunyai ciri-ciri khas sesuai tuntutan profesinya;


demikian juga dengan akuntan forensik. Akuntan forensik memiliki ciri-ciri

3
seorang akuntan dan auditor. Kekhususannya dalam fraud audit mewarnai ciri-ciri
atau atribut seorang akuntan forensik. Ini adalah pokok bahasan pertama dalam
bab ini.

Ciri lain dari anggota suatu profesi adalah, ia tunduk pada kode etik profesinya.
Hal yang sama berlaku untuk akuntan forensik. Di sektor publik, tuntutan untuk
menaati kode etik bahkan lebih intens karena wewenang yang relatif besar yang
dimiliki akuntan forensik yang merupakan bagian dari sistem penegakan hukum.

Standar profesi akuntan untuk pelaksanaan audit atas laporan keuangan dan jasa
jasa atestasi sudah ada dan sudah disosialisasikan secara luas kepada anggota
profesi (anggota Institut Akuntan Publik Indonesia atau IAPI).

BAB 5

TATANAN KELEMBAGAAN

Korupsi adalah masalah besar (kalau bukan terbesar) bangsa ini. Masalahnya
beraneka ragam, mulai dari upaya pencegahan dan pemberantasan sampai pada
penanganan kasus korupsi sejak orde baru yang mencapai lebih dari satu
quadrillion rupiah (lebih dari Rp 1.000 triliun). Jumlah ini akan terus meningkat,
baik karena kasus baru maupun karena opportunity cost (berupa bunga atau yield
yang tidak diterima negara).

Oleh karena itu, bahasan mengenai tatanan kelembagaan merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari pokok bahasan akuntansi forensik di Indonesia. ada
beberapa pendekatan untuk membahas tatanan kelembagaan di bidang
pemberantasan korupsi.

Pertama, membahas tatanan kelembagaan dari perkembangannya lintas waktu.


Misalnya, sejak lahirnya Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) sampai
dengan perubahan atau amandemen terakhirnya. UUD 1945 ini sudah mengalami
4 kali perubahan.

4
BAB 6

FRAUD

Dalam bab ini penulis sengaja tidak menerjemahkan fraud dengan kecurangan.
Istilah fraud yang dikenal para akuntan, dalam kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP) diatur dalam banyak pasal dan dengan berbagai istilah. Misalnya,
dalam pengumpulan statistik kejahatan, istilah ini langsung menunjukkan ke
pasal-pasal dalam KUHP. Ini dibahas dalam bagian pertama bab ini.

Selanjutnya bab ini akan membahas fraud dengan hubungan kerja atau
occupational fraud dengan menggunakan suatu bagan yang dikenal sebagai fraud
tree. Fraud tree ini dikembangkan oleh Association of Certified Fraud Examiners
(ACFE) dan merupakan referensi yang dipergunakan pemeriksa fraud.

Pertanyaan yang sering timbul, mengapa manusia melakukan fraud? Atau dalam
konteks Indonesia, mengapa pejabat penting dengan kedudukan dan penghasilan
yang tinggi (termasuk guru besar di perguruan tinggi ternama dan pimpinan LSM
yang mempunyai misi memberantas korupsi) justru terlibat dalam tindak pidana
korupsi.

BAB 7

KORUPSI

Bagian terbesar buku ini berbicara tentang fraud pada umumnya, dan korupsi pada
khususnya. tanpa pemahaman yang mendalam tentang fraud dan korupsi, kita
tidak dapat melaksanakan akuntansi forensik yang memadai. Kalau bab 16
membahas korupsi dari segi hukum, maka bab ini melihat korupsi sebagai
fenomena sosiologi dan dampaknya pada sendi-sendi sosial dan perekonomian
secara makro.

5
BAB 8

MENCEGAH FRAUD

Seperti menangani penyakit, lebih baik mencegah daripada mengobati nya. Para
ahli memperkirakan bahwa fraud yang terungkap merupakan bagian terkecil dari
seluruh fraud yang sebenarnya terjadi. Oleh karena itu upaya utama seharusnya
adalah pada pencegahannya. Ada ungkapan yang secara mudah ingin menjelaskan
penyebab atau akar permasalahan dari fraud. Ungkapan itu adalah: fraud by need,
by Freed, and by opportunity. Kata fraud dalam ungkapan itu bisa diganti dengan
corruption, financial crime, dan lain-lain. Dari pembahasan tentang fraud triangle
di bab lain, kita tentu tahu bahwa ungkapan tersebut merupakan penyederhanaan
dari dunia nyata.

Namun, ada yang bermakna dari ungkapan itu. Kalau kita ingin mencegah fraud,
hilangkanlah atau tekan sedapat mungkin (berdasarkan cost-benefit analysis atau
Pareto optimum). Menghilangkan atau menekan neet and great yang mengawali
terjadinya fraud dilakukan sejak menerima seseorang (recruitment process),
meskipun kita tahu bahwa proses itu bukan jaminan penuh. Ini terus ditanamkan
melalui fraud awareness dan contoh-contoh yang diberikan pimpinan perusahaan
atau lembaga. Contoh yang diberikan atasan telah terbukti merupakan unsur
pencegah yang penting. Kasus kasus fraud menunjukkan bahwa contoh negatif
dari diberikan pimpinan, cepat ditiru oleh bawahannya. Unsur opportunity dalam
ungkapan di atas biasanya ditekan melalui pengendalian intern.

BAB 9

MENDETEKSI FRAUD

Mendeteksi Fraud dibahas dalam bab ini. Baik mencegah maupun mendeteksi
merupakan cakupan fraud audit. Mencegah fraud adalah bagian dari fraud audit
yang bersifat proaktif, sedangkan mendeteksi fraud adalah bagian dari fraud audit
yang bersifat investigatif. Pada Bab ini disajikan perbandingan antara suatu audit
umum dan audit khusus yang merupakan fraud.

6
BAB 10

PROFIL PELAKU, KORBAN, DAN PERBUATAN FRAUD

Dalam upaya menemukan dan memberantas kecurangan, kita perlu mengetahui


profil pelaku. Profil berbeda dari foto. Foto menggambarkan fisik seseorang;
bentuk wajahnya warna kulitnya, bentuk hidungnya, potongan dan warna
rambutnya, maupun ciri khusus lainnya. profil tidak menunjukkan secara khusus
ciri-ciri 1 orang, melainkan memberi gambaran mengenai berbagai ciri (traits) dari
suatu kelompok orang, seperti: rentang umur, jenjang pendidikan, kelompok
sosial, bahkan kelompok etnis dan seterusnya. Bab ini akan membahas secara
umum tiga profil, yakni profil pelaku fraud, profil korban fraud, dan profil dari
fraud itu sendiri. Upaya untuk mengidentifikasi profil, dalam bahasa Inggris
disebut profiling.

BAB 11

TUJUAN AUDIT INVESTIGATIF

Sebelum memulai suatu investigasi, pimpinan perusahaan atau lembaga perlu


menetapkan apa yang sesungguhnya ingin dicapai dari investigasi itu. Investigasi
merupakan proses yang panjang, mahal, dan bisa berdampak negatif terhadap
perusahaan atau stakeholdernya. Proses yang panjang dan lama diikuti dengan
banyaknya pihak (baik intern maupun ekstern) yang terlibat atau dilibatkan,
menyebabkan investigasi itu menjadi mahal. Perusahaan juga harus menyediakan
banyak sumber daya atau harus meng-commit sumber daya yang disediakan.
reputasi perusahaan juga bisa hancur kalau pengungkapan investigasi ini tidak
dikomunikasikan dengan baik. Oleh karena itu, tujuan dari suatu investigasi harus
disesuaikan dengan keadaan khusus yang dihadapi, dan ditentukan sebelum
investigasi dimulai.

7
BAB 12

INVESTIGASI DAN AUDIT INVESTIGATIF

Bab ini akan membahas investigasi dalam makna auditing dan hukum. pengertian
investigasi dan pemeriksaan fraud digunakan silih berganti sebagai sinonim.
Idealnya ada kesamaan makna konsep konsep auditing dan hukum; namun, dari
segi filsafat auditing dan filsafat hukum, hal itu tidaklah mungkin. Hal ini menjadi
pokok bahasan bab ini.

Ada sebab lain kenapa harmonisasi antara konsep-konsep hukum dan auditing
tidak dapat berjalan. Hukum Indonesia, khususnya hukum pidana dan hukum
acara pidana, masih berasal dari hukum Napoleonic. Sedangkan konsep-konsep
akuntansi dan auditing kita adopsi dari Amerika Serikat. Karena perbedaan yang
penting antara konsep-konsep auditing dan hukum, pemeriksaan fraud perlu
memahami kedua-duanya.

BAB 13

AUDIT INVESTIGATIF DENGAN TEKNIK AUDIT.

Istilah audit investigatif menegaskan bahwa yang dilaksanakan adalah suatu audit.
Audit umum atau audit keuangan (general audit dan independent audit) bertujuan
memberi pendapat auditor independen mengenai kewajaran penyajian laporan
keuangan. Oleh karena itu, audit ini juga disebut opinion audit. audit investigatif
lebih dalam dan tidak jarang melebar ke auditan atas hal-hal yang tidak disentuh
atau tidak tersentuh oleh opinion audit. audit investigatif diarahkan kepada
pembuktian ada atau tidak adanya fraud (termasuk korupsi) dan perbuatan
melawan hukum lainnya (seperti tindak pidana pencucian uang). Oleh karena itu,
ia memusatkan perhatian kepada w5h 2 yang dibahas dalam bab 12.

teknik audit adalah cara-cara yang dipakai dalam mengaudit kewajaran penyajian
laporan keuangan. Hasil dari penerapan teknik audit adalah bukti audit. Oleh
karena itu, penulis yang menggunakan istilah teknik audit dan jenis bukti audit.

8
BAB 14

AUDIT INVESTIGATIF DENGAN TEKNIK PERPAJAKAN

Dalam bab ini akan dijelaskan dua teknik audit investigatif yang secara luas
dipraktikkan oleh IRS (internal revenue services) di Amerika Serikat. Kedua
teknik audit investigatif ini digunakan untuk menentukan penghasilan kena pajak
(PKP) yang belum dilaporkan olch Wajilb Pajak dalam SPT-nya. Penerapan
teknik-teknik ini terus berkembang, sehingga menjadi umum digunakan dalam
memerangi organized crtime. Membaca penjelasan dalam bab ini,

kita dapat menyimpulkan bahwa teknik-teknik ini dapat dipakai dalam kasus
korupsi.

Kedua teknik audit investigatif ini adalah net worth method dan expenditure
method. Keduanya menggunakan logika pembukuan atau akuntansi yang
sederhana. IRS menggunakannya sebagai bukti tidak langsung (circumstantial
evidence) Teknik ini menggeser beban pembuktian dari negara (iskus) kepada
wajib pajak. Perlindungan hak wajib pajak diperlukan karena pergeseran beban
pembuktian tersebut di atas.

BAB 15

FOLLOW THE MONEY

Follow the money secara harafiah berarti "mengikuti jejak-jejak yang ditinggalkan
dalam suatu arus uang atau arus dana" Jejak-jejak ini akan membawa penyidik
atau akuntan forensik ke arah pelaku fraud.

Follow the money dilandasi gagasan yang sangat sederhana. Namun teknik audit
investigatif ini sangat ampuh. Teknik follow the money ini dibahas secara khusus
dalam bab ini. 'Teknik ini berkaitan erat dengan undang-undang mengenai tindak
pidana pencucian uang yang dibahas dalam Bab 25.

9
Pertama kita akan melihat naluri penjahat. Tanpa disadari, nalurinya ini akan
meninggalkan jejak-jejak berupa gambaran mengenai arus uang. Jejak-jejak uang
atau money trails inilah yang dipetakan oleh penyidik.

Ketentuan perundang-undangan mengenai tindak pidana pencucian uang


mengingatkan kita bahwa bukan kejahatan utamanya saja (seperti korupsi,
penyuapan, penyelundupan

barang dan manusia, pencurian, prostitusi, terorisme, dan lain-lain) yang


merupakan tindak pidana, tetapi juga pencucian uangnya adalah tindak pidana.

Teknologi informasi merupakan faktor yang sangat menentukan dalam teknik


follow the money. Ini akan disinggung sedikit, meskipun secara lebih mendalam
akan dibahas dalam Lampiran A (Data Mining) dari Bab 18 tentang computer
forensics.

Uang sangat cair (likuid), mudah mengalir. Itulah sebabnya follow the money
mempunyai banyak peluang untuk digunakan dalam investigasi. Namun, mata
uang kejahatan atau

currency of crime bukanlah uang semata-mata. Mengetahui crrency ofcrime akan


membuka peluang baru untuk menerapkan teknik follow the money.

BAB 16

AUDIT INVESTIGATIF DENGAN MENGANALISIS UNSUR


PERBUATAN MELAWAN HUKUM

Akuntan forensik bekerja sama dengan praktisi hukum dalam menyelesailkan


masalah hukum. Karena itu, akuntan forensik perlu memahami hukum
pembuktian sesuai dengan masalah hukum yang dihadapi, seperti pembuktian
untuk tindak pidana umum (di mana beberapa pelanggaran dan kejahatan
mengenai fraud diatur), tindak pidana khusus (seperti korupsi,

10
pencucian uang, perpajakan, dan lain-lain), pembuktian dalam hukum perdata,
pembuktian dalam hukum administrasi, dan sebagainya.

Akuntan forensik mengenal teknik analisis dari pengalamannya sebagai auditor.


Review analitikal yang dibahas pada Bab 13 adalah salah satu contoh dari teknik
analisis.

Bab ini juga. membahas teknik analisis dengan menggunakan rumusan mengenai
perbuatan-perbuatan melawan hukum seperti yang diatur dalam Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 jucto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (selanjutnya disingkat "Undang- Undang
Tipikor"). Dari contoh Undang-Undang Tipikor, pembaca dapat menerapkannya
dalam pembuktian hukum lainnya.

Perbuatan melawan hukum dirumuskan dalam satu atau beberapa kalimat yang
dapat dianlisis atau dipilah-pilah ke dalam bagian yang lebih keeil. Unsur-unsur
ini dikenal dengan istilah Belanda, bestanddel (unggal) atau bestanddeelen
(jamak) Penyidik atau akuntan forensik mengumpulkan bukti dan barang bukti
untuk setiap unsur tersebut. Bukti dan barang bukti yang dikumpulkan untuk
setiap unsur akan mendukung atau membantah adanya perbuatan melawan
hukum.

BAB 17

INVESTIGASI PENGADAAN

Pengadaan merupakan salah 'satu sumber korupsi terbesar dalam sektor keuangan
publik. Setiap tahun, BPK dan BPKP melaporkan kasus pengadaan yang
mengandung unsur tindak pidana korupsi. Tidak banyak yang masuk ke
persidangan penigadilan. Beberapa kasus pengadaan yang berhasil diselesaikan di
pengadilan, menbuyarkan legenda bahwa mark up hanya" 30%.

Ungkapan "korupsi 30%" sering dikaitkan dengan Prof. Dr. Soemitro


Djojohadikusumo. Pesan yang disampaikannya pada Kongres ISEI bulan

11
Nopember 1993 adalah terjadi kebocoran sebesar 30% (atau setara dengan Rp12
triliun) dari dana pembangunan untuk Pelita ke-V (1989-1993), dikorupsi. Dalam
pidato pembukaan Reuni Alumni FEUI, ia membandingkan ICOR (Incremental
Capital Output Ratio) Indonesia sebesar 5, ICOR tertinggi untuk Asean.

Negarn Asean ainnya mempunyai ICOR 3:5. Dari hal tersebut, ia menyimpulkan
angka korupsi sebesar 30%.

Berikut ini data pengeluaran tertentu yang diambil dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara atau Realisasi Belanja Negara di tingkat Pemerintah Pusat (dalam
triliun rupiah).'

BAB 18

COMPUTER FORENSICS

Dalam bulan Juni 2000, ketika rumah pembunuh serial (John Robinson)
digeledah, penyidik menemukan lima komputer yang disita sebagai barang bukti.
Robinson menggunakan Internet untuk menemukan korbannya dan membujuk
mereka untuk bertemu dengannya. Pada pertemuan itu, ia menyerang mereka
secara seksual dan membunuh sebagian di antara mereka.

Dalam tahun 2002, penyidik menyita beberapa hard disk drives dari rumah Robert
Hanssen, seorang agen rahasia FBI. Hanssen mengakses sistem komputer
pemerintah yang sebenarnya tertutup baginya, untuk memastikan apakah dirinya
sedang dalam investigasi. Disamping itu, ia menyembunyikan dan meng encrypr
(memberi sand atau encryption agar data tidak terbaca tanpa mengetahui
sandinya) pada loppy disk yang diduga diserahkannya kepada KGB. Ia juga
menggunakan alat genggam semacam PDA untuk berkomunikasi dengan
kolaboratornya.

Ketika melaksanakan perintah penggeledahan di rumah orang yang diduga


melakukan pembunuhan berganda, polisi menemukan komputer beserta peralatan
peripheral-nya. Polisi juga menemukan bahwa komputer itu terpasang ke jaringan

12
(network) dan jaringan itu juga terpasang ke komputer kedua di lantai atas gedung
yang sama, dan komputer ketiga di gedung yang berdampingan. Polisi
memastikan bahwa ketiga komputer mempunyai open files di antara mereka
sehingga polisi meminta surat perintah penggeledahan atas kedua komputer
tambahan. 'Tujuan utama penggeledahan itu adalah memeriksa apakah ada e-mail
antara orang yang dicurigai dengan korban-korbannya. Polisi curiga dengan
nama-nama file yang scksi seperti LOLITA dan BOYS2.JPG. Penyidikan
selanjutnya menunjukkan sekitar 10.000 gambar dan video clips pornografi anak-
anak.

BAB 19

WAWANCARA DAN INTEROGASI

Wawancara dan interogasi merupakan suatu teknik atau alat investigasi yang
sangat penting. Banyak orang, termasuk profesional dalam bidang penyidikan,
mengacaukan istilahwawancara atau interview dengan istilah interogasi atau
interrogation, Keduanya berbeda. baik tujuan maupun cara. Kedua istilah itu akan
dibahas pada bab ini. Kekeliruan lain yang sering dijumpai di Indonesia adalah
penggunaan kekerasan dan intimidasi dalam melakukan wawancara dan
interogasi. Penyidik menggunakan taktik ini untuk memaksa pengakuan dari
"pelaku?" Hal ini keliru.

1. Penelitian di Amerika Serikat menunjukkan bahwa pengakuan terdakwa


dapat diperoleh tanpa kekerasan. Penjelasan pada bab ini antara lain
menggunakan penelitian Inbau et al..

2. Kita menyaksikan banyaknya "pengakuan tersangka" dalam Berita Acara


Pemeriksaan yang kemudian dibantahnya dalam persidangan pengadilan.

3. Seperti dijelaskan pada Bab 12, pengakuan terdakwa hanyalah salah satu alat
bukti, itu pun harus ada persesuaian dengan unsur pembuktian yang ada pada
alat bukti lain.

13
Penggunaan kekerasan masih terjadi (umumnya dalam kejahatan dengan
kekerasan dan kasus perkosaan) karena penyidik mempunyai pengalaman bahwa
pengakuan terdakwa membawa sukses dalam penuntutan dan tahap-tahap
selanjutnya.

BAB 20

OPERASI PENYAMARAN

Edisi pertama buku ini menggunakan istilah Covert Operations untuk judul bab in.
Pada edisi ini, penulis mengajukan istilah dalam bahasa Indonesia, yaitu Operasi
Penyamaran. Berikut ini akan dijelaskan istilah yang dipakai dalam praktik di
Amerika Serikat. Banyak contoh mengenai operasi penyamaran yang dapat
diambil dari pemberitaan di media massa. Contoh yang paling menonjol sampai
saat ini, di antaranya penangkapan jaksa Urip Tri Gunawan (selanjutnya disingkat
UTG). Kasus UTG ini menjadi ilustrasi pertama.

Dari pemberitaan di media cetak dan elektronik, pembaca dapat membuat sketsa
mengenai unsur-unsur dari suatu operasi penyamaran, perencanaan dan persiapan
yang harus dibuat, pelaksanaan operasi penyamaran, tindak lanjut pasca-
penangkapan (seperti percakapan telepon dan sms yang melibatkan pihak lain
yang sudah dan belum terungkap sebelumnya), dan pemberitaan ke media massa.

Pengungkapan kasus pengedaran senjata api secara ilegal adalah contoh kedua
dari operasi penyamaran yang disajikan pada bab ini. Ini bukan kasus fraud secara
umum, atau korupsi secara khusus. Dengan membandingkan kedua contoh, kita
dapat melihat persamaan dan perbedaan dari suatu operasi penyamaran untuk
jenis kejahatan yang berbeda. Pembahasan mengenai operasi penyamaran diambil
dari Fraud Exaniners Marual terbitan Association of Certified Fraud Examiners
(ACFE). Manual ACFE tersebut menggunakan istilah Covert Operations. Istilah
Covert Operations juga dipakai oleh Government Accountability Ofice (GAO,
badan pemeriksa keuangan di Amerika Serikat).

14
BAB 21

PENIUP PELUIT

Pada edisi pertama, bab ini diberi judul dalam bahasa Inggris, Whistieblower.
Pada edist ini bab ini diberi judul Peniup Peluit. Penulis lain akan menggunakan
istilah lain. Semua istilah yang diterjemahkan dari bahasa asing terdengar janggal
pada awalnya. Karena itu, dalam pembahasan, istilah Peniup Peluit atau istilah
padanannya dalam bahasa Indonesia akan disandingkan dengan istilah
whistleblower.

Peniup peluit adalah terjemahan harfiah dari whistieblower. Maknanya ialah


orangyang mengetahui adanya bahaya atau ancaman, dan berusaha menarik
perhatian orang banyak dengan "meniup peluitnya'. Tentunya, "meniup peluit" di
sini digunakan dalam arti kiasan. Bahasa Indonesia sesungguhnya mengenal arti
kiasan lain seperti bernyany', misalnya dalam kalimat: "Ia bernyanyi di pengadilan
tentang kecurangan pajak yang dibuat majikannya." Atau istilah "membuka
topeng, "membuka borok, dst. Namun, istilah "penyanyr, pembuka topeng" atau
"pembuka borok" terdengar kurang pas dibandingkan dengan peniup peluit atau
pelapor pelanggaran (lihat pembahasan tentang whistleblowing system dari
KNKG di bawah).

Di samping istilah "peniup peluit" ada istilah "saksi". Kitab Undang-Undang


Hukum bawah). Acara Pidana Pasal I butir 26 dan 27 menjelaskan istilah saksi
dan keterangan saksi

(Kotak 21.1).

BAB 22

HUKUM ACARA PIDANA

Bab 16 sudah membahas beberapa konsep penting dalam hukum pidana (dan
beberapakonsep hukum acara pidana). Pembahasan konsep-konsep tersebut

15
diperlukan untuk pemahaman kasus-kasus tindak pidana korupsi yang dibahas
pada bab tersebut.

Bab ini akan membahas beberapa konsep hukum acara pidana lainnya yang
penting bagi akuntan forensik. Penulis ingin menekankan kembali bahwa
pembahasan mengenai bidang hukum dalam buku ini dimaksudkan sebagai
pengantar bagi akuntan forensik. Dalam praktiknya, ia harus berkonsultasi dengan
atau didampingi oleh seseorang yang ahli dalam bidang hukum terkait.

BAB 23

HUKUM ACARA PERDATA

Bab terdahulu membahas Hukum Acara Pidana. Bab tersebut juga membahas
pengertian hukum materiel dan hukum formeel. Pembaca yang belum mengenal
kedua istilah ini disarankan membaca bab terdahulu (Bab 22).

Di bawah ini disajikan definisi ilmiahnya dalam konteks hukum acara perdata.
Berikut

ini kutipan dari dua pakar hukum acara perdata.' Prof. Wiryono Prodjodikoro
berpendapat bahwa Hukum Acara Perdata merupakan rangkaian peraturan-
peraturan yang memuat cara orang harus bertindak terhadap dan di muka
Pengadilan serta cara Pengadilan itu harus bertindak satu ama ain untuk
melaksanakan berjalannya peraturan-peraturan Hukum Perdata.

Prof. Sudikno Mertokusumo mengatakan bahwa Hukum Acara Perdata adalah


peraturan hukum yang mengatur cara menjamin ditaatinya Hukum Perdata materil
dengan perantaraan Hakim.

BAB 24

UNDANG-UNDANG BIDANG KEUANGAN NEGARA

Ada tiga undang-undang penting yaing merupalkan saltu paket perundang-


undangan dalam bidang keuangan negara. Berikut ketiga undang-undang itu.

16
1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang
disabkan pada tanggal 5 April 2003 (selanjutnya disingkat "Undang- Undang
Keuangan Negara"). Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara yang disahkan pada tanggal 14 Januari 2004
(selanjutnya disingkat "Undang-Undang Perbendaharaan Negara").

2. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan


dan

3. Tanggung Jawab Keuangan Negara yang disahkan pada tanggal 19 Juli 2004
(selanjutnya disingkat "Undang-Undang Pemeriksaan Keuangan Negara").

Selanjutnya, ada Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan


Pemeriksa Keuangan yang disahkan pada tanggal 30 Oktober 2006 (selanjutnya
disingkat "Undang- Undang BPK"). Hampir 60 tahun, keuangan negara kita diatur
dengan ketentuan perundang undangan dari zaman penjajahan Hindia Belanda,
seperti Indische Comptabiliteitswer (icw)., Indische Bedrijvenwet (IBW),
Reglement voor het Administratief Beheer (RAB) dan Instructie en verdere
bepalingen voor de Algemenerekenkamer (IAR); semua ketentuan perundang
undangan tadi telah diubah beberapa kali sebelum keluarnya paket Undang-
Undang 2003 dan 2004 di bidang keuangan negara.

BAB 25

UNDANG-UNDANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

Indonesia, seperti halnya dengan negara-negara. lain, membeni perhatian besar


terhadap kejahatan lintas negara yang terorganisasi seperti terorisme dan
pencucian uang (money laundering).

Besarnya perhatian dunia internasional terhadap tindak kejahatan ini, terutama


karena besarnya dampak yang ditimbulkannya, antara lain berupa ketidakstabilan
sistem keuangan, distorsi ekonomi dan kemungkinan gangguan terhadap
pengendalian jumlah uang beredar. Sumber dana dari pencucian uang, sifat
kegiatannya yang tersamar, dan tidak tercerminnya kejahatan ini dalam statistik
menyebabkan sulitnya memperkirakan jumlah pastinya. Executive Secretary dari

17
Financial Action Task Force (FATF) on money laundering, Patrick Moulette,
pada konferensi internasional mengenai Money Laundering di Nusa Dua, Bali,
pada tanggal 17 Desember 2002, memperkirakan jumlah transaksi pencucian uang
berkisar antara USS800 miliar hingga US$12 triliun per tahun. Michael
Camdessus, mantan Managing Director International Monetary Fund (IMF),
memperkirakan transaksi pencucian uang mencapai 2%-5% dari Gross Domestic
Product (GDP) dunia. Sejumlah dana ini umumnya berasal dari berbagai jenis
tindak pidana.

Dana-dana dari hasil tindak kejahatan ini biasanya disamarkan, disembunyikan,


atau direkayasa seolah-olah berasal dari kegiatan yang legal. Sektor perbankan,
pasar modal, dan lembaga keuangan non-bank merupakan sasaran pencucian uang
karena jasa-jasa dan instrumen yang mereka tawarkan memberi peluang untuk
pencucian uang.

BAB 26

ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

Bab I sudah menyinggung makna kata forensik? yaitu yang berkaitan dengan
pengadilan atau hukum, Berikut kasus yang diselesaikan melalui litigasi, kasus
laipnya secara nir litigasi.

H. Priyatna Abdurrasyid membertkan gambaran umum mengenai prosedur


penyelesaian sengketa berikut.

1. Negosiasi

Negosiasi merupakan suatu cara di mana individu saling berkomunikasi untuk


mengatur

hubungan mereka dalam bisnis dan kehidupan sehari- harinya. Proses untuk
memenuhi

kebutuhan kita ketika ada pihak lain yang menguasai keinginan kita.

18
2. Keputusan terhadap sengketa

Proses penyelesaian sengketa di mana satu pihak netral dan independen diberi dan
melaksanakan wewenang yang diperolehnya untuk mendengarkan masalah
-masalah yang diajukan oleh pihak yang bersengketa, kemudian memberi
keputusan yang finall dan mengikat.

BAB 27

U.S FOREIGN CORRUPT PRACTICES ACT DAN U.N CONVENTION


AGAINST CORRUPTION

Pertama-tama, perlu dijelaskan alasan buku akintansi forensik dalam bahasa


Indonesia untuk

pembaca di Indonesia perlu membahas undang undang Amerika Serikat.

Seperti kita ketahui, U.S, Foreign Corrupt Practices Act (Selanjuunya disingkat
FCPA) ini mengatur jenis-jenis korupsi tertentu yang dilakukan oleh perusahaan
Amerika Serikat (dan anak-anak perusahaannya atau subsidiary comparies-nya),
tentunya melalui eksekutifnya (bisa berkebangsaan Amerika Serikat atau
kebangsaan lain) terhadap pejabat asing, Istilah "Pejabat Asing" dalam FCPA
tentunya adalah pejabat dari pemerintahan negara di luar Amerika Serikat, seperti
pejabat Indonesia. Berarti, perbuatan korupsi dalam konteks FCPA bisa dilakukan
oleh suatu perseroan terbatas (atau badan hukum lain) Indonesia yang disangka
atau memang terbuki melakukannya kepada pejabat Indonesta. Perbuatan korupsi
semacam ii pernah terjadi di Indonesia, bahkan diberitakan oleh media massa.
Namun, belum ada kasus-kasus FCPA yang menyangkut pejabat kita atau
perantara (agent) Indonesia yang diproses oleh sistem pengadilan kita.

Dalam upaya memberantas korupsi, kasus- kasus FCPA di Indonesia yang


diproses dan diselesailkan oleh aparat Amerika Serikat dapat kita maniatkan untuk
mengadil tindak pidana korupsi oleh pejabat kita di pengadilan kita. Karena itu,
pengertian umum mengenai FCPA perlu diketahui oleh akuntan forensik kita

19
untuk memanfaatkan pengakuan perorangan dan korporasi Amerika dalam
penyelidikan dan penyidikan pejabat dan perantara (agent) Indonesia.

BAB 28

PENELUSURAN ASET DAN PEMULIHAN KERUGIAN

Kisah tentang kasus harta haram mantan presiden Filipina, Ferdinand Marcos
(Lampiran A), menunjukkan banyak persamaan dengan kasus-kasus para diktator
sedunia yang menjarah kekayaan bangsanya (para kleptocrat). Itu adalah kisah
tentang penjarabhan itu sendiri, penyembunyiannya, kegagalan dalam
menemukannya, kegagalan dalam mengadilinya, kegagalan dalam
mengembalikannya, dan "kebaikan hati?" penguasa untuk melupakannya.

Masih tentang harta Marcos, ada segi lain yang tidak banyak diketahui orang.
Hanya sehari sebelum dibekukan, KPMG mentransfer $400 juta dari rekening
Marcos secara rahasia di Credit Suisse Zurich ke suatu trust account di
Lichtenstein (Lihat Lampiran B).

Kisah Marcos akan membantu kita mengenal pola-pola dari upaya untuk
menghindari asset tracing dan loss recovery. Kalau kita menghilangkan detail
mengenai Marcos dan keluarganya, kroninya, negaranya, dan identitas lainnya,
kisah-kisah ini tidaklah berbeda dengan kisah para Kieptocrat di negara lain,
termasuk Indonesia.

Pemberantasan korupsi sering kali memberi kesan bahwa satu-satunya tujuan


investigasi adalah menjebloskan pelaku ke penjara. Kesan lain adalah
ketidakkonsistenan atau kebingungan; siapa yang mau diseret ke meja hijau,
apakah kita mau menjebloskan pelaku ke penjara atau mau mendapatkan kembali
kerugian yang telah diderita negara, atau retorika,

20
BAB 29

PERHITUNGAN KERUGIAN

Bab 1 menjelaskan makna akuntansi forensik, dikuti dengan pembahasan


mengenai lingkup atau cakupan akuntansi forensik pada Bab 3. Dari pembahasan
pada kedua bab itu, terlihat kaitan antara disiplin akuntansi dan disiplin hukum.

Secara sederhana, akuntansi berurusan dengan catat-mencatat dan hitung-


menghitung. Dalam akuntansi forensik, urusan hitung-menghitungnya lebih
mengemuka. Dikaitkan dengan disiplin hukum, akuntansi berurusan dengan
perhitungan mengenai kerugian yang dituntut atau digugat suatu pihak dari pihak
lain.

Tuntutan tersebut harus ada dasar hukumnya. Pertama-tama, kita akan melihat
dasar hukum yang paling penting yang dimuat dalam Pasal 1365 Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata. Dimuatnya pasal ini dalam undang-undang di banyak
negara menandakan bahwa gagasan ini bersifat universal.'

Dalam hal tuntut-menuntut, bagaimana kerugian dihitung? Ada banyak


pemahaman dan gagasan mengenai kerugian dan cara menghitungnya. Para
akuntan menghitung laba dan rugi secara periodik dengan standar akuntansi
keuangan. Dalam kasus penjualan tanker VICC oleh Pertamina, para tersangka
dan penasihat hukum menggunakan paham laba akuntansi untuk mempertahankan
argumen bahwa Pertamina tidak dirugikan, bahkan justru diuntungkan.

Akuntansi bukan satu-satunya sumber untuk menghitung kerugian, Imu ekonomi


juga mengenal gagasan yang menjelaskan mengenai kerugian, seperti gagasan
mengenai opportunity cost atau opportunily lost. Kalau perhitungan akuntansi dan
ekonomi menghasilkan angka rugi yang berbeda, perhitungan apakah yang harus
digunakan?

Jawaban sederhananya adalah kerugian yang mencerminkan keadaan nyata


sebagai konsekuensi perbuatan melawan hukum. Ini berarti perhitungan apa pun
(akuntansi, ekonomi, dan lain-lain) pada akhirnya harus diuji dengan ketentuan
hukum.

21
Karena itu, dalam menyajikan perhitungan kerugian, akuntan forensik harus mulai
dengan melihat konteks hukum yang menjadi acuan tuntutan kerugian. Apakah ia
sedang menghitung kerugian yang timbul karena salah satu pihak tidak memenuhi
kontrak dagang, atau kerugian terhadap negara yang diakibatkan oleh kelalaian
pegawai negeri sipil dalam konteks hukum administrasi negara, atau kerugian
terhadap negara yang diakibatkan olch tindak pidana korupsi.

Penulis menjelaskan berbagai gagasan untuk menghitung kerugian dalam


bermacam macam konteks hukum, dan mengusulkan cara perhitungan kerugian
dalam tindak pidana korupsi.

BAB 30

KRIMINOLOGI DAN VIKTIMOLOGI

Sepanjang pengetahuan penulis, tidak ada buku akuntansi forensik yang berbicara
tentang viktimologi. Viktimologi merupakan ranah yang tidak dikenal (terra
incognita) dalam akuntansi forensik.

Miskinnya pembahasan mengenai kriminologi dan viktimologi dalam buku teks


akuntansi forensik disebabkan masih sedikitnya kedua disiplin ini berbicara
tentang kejahatan kerah putih (white-collar crime). Mudah- mudahan,
perkembangan kriminologi dan viktimologi di masa mendatang lebih banyak
berbicara tentang kejahatan kerah putih.

Kriminologi dan viktimologi merupakan bagian yang penting dalam


mengembangkan hukum pidana. Para pakar viktimologi (victimologists)
melakukan penelitian dan survei mengenai kejahatan dari sisi korban. Selanjutnya,
penelitian dan survei ini digunakan untuk memperbaiki hukum pidana.

Kriminologi dan viktimologi memberi peluang kepada kita untuk mengeksploras


batasan wilayah disiplin akuntansi forensik.

22
BAB III

PEMBAHASAN

A. Kelebihan Buku

 Bentuk fisik buku bagus terutama pada bagian cover buku menggunakan
huruf kapital yang jelas dilengkapi nama pengarang dan penerbit buku
 Pada buku diberikan pengantar, catatan kaki, serta daftar pustakanya di
setiap materi bahasan sehingga menambah pemahaman materi pembaca
 Penulis memberikan materi yang sudah cukup jelas apalagi buku ini
disusun oleh pengarang yang masing masing hebat di dalam nya
 Dalam buku dilengkapi dengan data pendukung seperti tabel, gambar,
grafik, dan istilah-istilah penting yang membuat pembaca menjadi
semakin mengerti.

B. Kekurangan Buku
 Buku yang terlalu tebal dan berat sehingga bisa membuat pembaca sulit
membawanya dan mudah bosan.
 Tidak terdapat rangkuman atau kesimpulan dari setiap materi sehingga
pembaca merasa bingung kesimpulan setiap materinya

23
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Pada buku ini memiliki kelebihan dan kekurangan tersendiri, namun,


cukup bagus untuk dibaca oleh setiap orang, khususnya bagi mahasiswa yang
sekarang berada pada Fakultas Ekonomi. Karena buku ini bisa dijadikan sebagai
acuan atau pedoman didalam proses pembelajaran. Dan buku ini bisa dikatakan
juga sebagai komunikasi antara pendidik dan peseta didik. Sehingga proses
pembelajaran tersebut bisa berjalan sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin
dicapai, dan supaya setiap kebutuhan pendidik atau peserta didik dapat terpenuhi.
Karena buku ini menjelaskan bagaimana proses pembelajaran yang baik dan tepat
sesuai dengan pekembangan pembelajaran yang seiring dengan berjalannya
waktu.  

B. REKOMENDASI

Ada baiknya jika penulis menggunakan bahasa yang sederhana dan mudah
dimengerti dan lebih baik lagi diberikan menulis materi yang singkat dan padat
agar tidak terdapat pembahasan materi yang bertele tele dan membingungkan
pembaca agar bisa bermanfaat bagi pembaca. Serta sebaiknya dalam buku ini
disertai Rangkuman tiap materi bab, sehingga pembaca dapat mengulang dan
mengingat kembali materi.

24
DAFTAR PUSTAKA

Tuanakotta Theodorus M. 2010. Akuntansi Forensik & Audit Investigatif. Edisi 2.


Salemba Empat : Jakarta.

25

Anda mungkin juga menyukai