Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

OBSTRUKSI JALAN NAPAS

Di susun oleh

Nama : Shelly Nugraha

Nim : 21117107

Mata kuliah : Keperawatan Gawat Darurat

Nama pembimbing : Suratun, M.Kep

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

MUHAMMADIYAH PALEMBANG

TAHUN AKADEMIK 2020


1. Definisi
Obstruksi saluran napas atas adalah gangguan yang menimbulkan penyumbatan pada
saluran pernapasan bagian atas. (Irman Sumantri, Salemba Medika)
Obstruksi saluran nafas kronis merupakan sekumpulan gejala dan tanda yang diakibatkan
oleh sumbatan di saluaran nafas bagian atas. Sumbatan jalan nafas karena benda asing sangat
berbahaya dan harus segera dibersihkan karena apabila tidak dapat bernafas, maka kita tidak
dapat memberikan pernafasan buatan.

Sumbatan airway pada penderita yang sadar dapat menyebabkan henti jantung. Pada
sumbatan total, pernafasan akan berhenti karna benda tersebut menyumbat airway sepenuhnya.
Beberapa menit kemudian penderita yang sada akan menjadi tidak sadar (karna otak kekurangan
oksigen) dan kematian akan terjadi jika sumbatan tidak diatasi. Penyebab sumbatan yang banyak
ditemukan adalah “makanan”.

2. Etiologi

1) Kelainan kogenital hidung atau jaringan


- Atresia koana
- Stenosis supra glottis, glottis dan infra glottis
- Kista dukstus tiroglosus
- Kista brankiogen yang besar
- Laringokel yang besar
2) Trauma
3) Tumor
4) Infeksi akut
5) Paralisis satu atau kedua plika vokalis
6) Pangkal lidah jatuh kebelakang pada pasien tidak sadar
7) Benda asing
Benda- benda asing tersebut dapat tersangkut pada :
a) Laring
Terjadi obstruksi pada laring dapat diketahui melalui tanda-tanda sebagai berikut,
yakni secara progresif terjadi stridor, dispnoe, apnea, disfagia, hemoptisis, pernapasan
otot-otot napas tambahan atau dapat pula terjadi sianosis. Gangguan oleh benda asing ini
biasanya terjadi pada anak-anak yang disebabkan oleh berbagai biji-bijian dan tulang
ikan yang tak teratur bentuknya.

b) Saluran napas

Berdasarkan lokasi benda-benda yang tersangkut dalam saluran napas maka dapat
dibagi pada bagian atas pada trachea, dan pada brongkus.

3. Anatomi fisiologi

a. Anatomi Fisiologi

Sistem pernapasan pada manusia mencakup dua hal, yakni saluran pernapasan dan
mekanisme pernapasan. Urutan saluran pernapasan adalah sebagai berikut: rongga hidung -
faring – laring - trakea -bronkus - paru-paru (bronkiolus dan alveolus).Adapun alat-alat
pernapasan pada manusia adalah sebagai berikut :
1) Alat pernafasan atas
a) Rongga hidung (cavum nasalis)
Udara dari luar akan masuk lewat rongga hidung (cavum nasalis).
Rongga hidung berlapis selaput lendir, di dalamnya terdapat kelenjar minyak
(kelenjar sebasea) dan kelenjar keringat (kelenjar sudorifera). Selaput lendir
berfungsi menangkap benda asing yang masuk lewat saluran pernapasan. Selain
itu, terdapat juga rambut pendek dan tebal yang berfungsi menyaring partikel
kotoran yang masuk bersama udara. Juga terdapat konka yang mempunyai banyak
kapiler darah yang berfungsi menghangatkan udara yang masuk.
Di dalam rongga hidung terjadi penyesuaian suhu dan kelembapan udara
sehingga udara yang masuk ke paru-paru tidak terlalu kering ataupun terlalu
lembap. Udara bebas tidak hanya mengandung oksigen saja, namun juga gas-gas
yang lain. Misalnya, karbon dioksida (co2), belerang (s), dan nitrogen (n2). Selain
sebagai organ pernapasan, hidung juga merupakan indra pembau yang sangat
sensitif. Dengan kemampuan tersebut, manusia dapat terhindar dari menghirup
gas-gas yang beracun atau berbau busuk yang mungkin mengandung bakteri dan
bahan penyakit lainnya. Dari rongga hidung, udara selanjutnya akan mengalir ke
faring.
b) Faring
Udara dari rongga hidung masuk ke faring. Faring merupakan
percabangan 2 saluran, yaitu saluran pernapasan (nasofarings) pada bagian depan
dan saluran pencernaan (orofarings) pada bagian belakang.
Pada bagian belakang faring (posterior) terdapat laring (tekak) tempat
terletaknya pita suara (pita vocalis).masuknya udara melalui faring akan
menyebabkan pita suara bergetar dan terdengar sebagai suara.
Makan sambil berbicara dapat mengakibatkan makanan masuk ke saluran
pernapasan karena saluran pernapasan pada saat tersebut sedang terbuka.
Walaupun demikian, saraf kita akan mengatur agar peristiwa menelan, bernapas,
dan berbicara tidak terjadi bersamaan sehingga mengakibatkan gangguan
kesehatan.
c) Laring
Laring (tekak) adalah tempat terletaknya pita suara (pita vocalis).
Masuknya udara melalui faring akan menyebabkan pita suara bergetar dan
terdengar sebagai suara. Laring berparan untuk pembentukan suara dan untuk
melindungi jalan nafas terhadap masuknya makanan dan cairan. Laring dapat
tersumbat, antara lain oleh benda asing ( gumpalan makanan ), infeksi ( misalnya
infeksi dan tumor)
2) Alat pernafasan bawah
a) Trakea
Tenggorokan berupa pipa yang panjangnya ± 10-12 cm dengan diameter
2,5 cm, terletak sebagian di leher dan sebagian di rongga dada (torak). Dinding
tenggorokan tipis dan kaku, dikelilingi oleh cincin tulang rawan, dan pada bagian
dalam rongga bersilia. Silia-silia ini berfungsi menyaring benda-benda asing yang
masuk ke saluran pernapasan.
Trakea tetap terbuka karena terbentuk dari adanya 16-20 cincin kartilao berbentuk
huruf c yang membentuk trakea.
b) Cabang-cabang bronkus
Tenggorokan (trakea) bercabang menjadi dua bagian, yaitu bronkus
primer (kanan dan kiri). Bronkus kiri lebih tinggi dan cenderung horizontal
daripada bronkus kanan, karena pada bronkus kiri terdapat organ jantung.
Bronkus kanan lebih pendek dan tebal dan bentuknya cenderung vertical karena
arcus aorta membelokkan trakea kebawah.
Masing-masing bronkus primer bercabang lagi menjadi 9-12 cabang untuk
membentuk bronkus sekunder dan tersier (bronkiolus) dengan diameter semakin
menyempit.
Struktur lapisan mukosa bronkus sama dengan trakea, hanya tulang rawan
bronkus bentuknya tidak teratur dan pada bagian bronkus yang lebih besar cincin
tulang rawannya melingkari lumen dengan sempurna.
c) Paru-paru
Paru-paru terletak di dalam rongga dada bagian atas, di bagian samping
dibatasi oleh otot dan rusuk dan di bagian bawah dibatasi oleh diafragma yang
berotot kuat. Paru-paru ada dua bagian yaitu paru-paru kanan (pulmo dekster)
yang terdiri atas 3 lobus dan paru-paru kiri (pulmo sinister) yang terdiri atas 2
lobus.
Paru-paru dibungkus oleh dua selaput yang tipis, disebut pleura. Selaput
bagian dalam yang langsung menyelaputi paru-paru disebut pleura dalam (pleura
visceralis) dan selaput yang menyelaputi rongga dada yang bersebelahan dengan
tulang rusuk disebut pleura luar (pleura parietalis).
Antara selaput luar dan selaput dalam terdapat rongga berisi cairan pleura
yang berfungsi sebagai pelumas paru-paru. Cairan pleura berasal dari plasma
darah yang masuk secara eksudasi. Dinding rongga pleura bersifat permeabel
terhadap air dan zat-zat lain.
Paru-paru tersusun oleh bronkiolus, alveolus, jaringan elastik, dan
pembuluh darah. Paru-paru berstruktur seperti spon yang elastis dengan daerah
permukaan dalam yang sangat lebar untuk pertukaran gas.
Di dalam paru-paru, bronkiolus bercabang-cabang halus dengan diameter
± 1 mm, dindingnya makin menipis jika dibanding dengan bronkus. Bronkiolus
ini memiliki gelembung-gelembung halus yang disebut alveolus. Bronkiolus
memiliki dinding yang tipis, tidak bertulang rawan, dan tidak bersilia.
Gas memakai tekanannya sendiri sesuai dengan persentasenya dalam
campuran, terlepas dari keberadaan gas lain (hukum dalton). Bronkiolus tidak
mempunyi tulang rawan, tetapi rongganya masih mempunyai silia dan di bagian
ujung mempunyai epitelium berbentuk kubus bersilia. Pada bagian distal
kemungkinan tidak bersilia. Bronkiolus berakhir pada gugus kantung udara
(alveolus).
Alveolus terdapat pada ujung akhir bronkiolus berupa kantong kecil yang
salah satu sisinya terbuka sehingga menyerupai busa atau mirip sarang tawon.
Oleh karena alveolus berselaput tipis dan di situ banyak bermuara kapiler darah.
4. Patoflow

Asap rokok,
polusi udara, riwayat infeksi
saluran pernafasan

Gangguan pembersihan paru

Peradangan bronkus

Kelenjar mensekresi lendir


dan sel goblet meningkat

Produksi skret berlebihan

Batuk tidak efektif

Sekret tidak bisa keluar

Terjadi akumulasi skret


berlebihan

Obstruksi jalan nafas


Bersihan jalan nafas tidak
efektif

Pertukaran gas O2 dan CO2 tidak Batuk, sesak nafas, nafas pendek
adekuat

Gangguan
Nafsu makan
pertukaran gas
menurun

Intake oral tidak


adekuat
Ketidakseimbangan
nutrisi

6. Manifestasi Klinik
A. Obstruksi Nasal
1. Tumor Hidung
Secara makroskopi mirip dengan polip hidung, hanya lebih keras, padat dan tidak
mengkilat. Ada dua jenis, yaitu aksolitik dan andolitik (papiloma inversi) yang terakhir
bersifat sangat invasif, dapat merusak tulang dan jaringan lunak sekitarnya diduga dapat
berubah menjadi ganas.
2. Karsinoma Nasofaring
Gejalanya dibagi dalam 4 kelompok, yaitu:
· Gejala nasofaring sendiri, berupa epistaksis ringan, pilek / sumbatan hidung.
· Gejala telinga, berupa tinitus, rasa tidak nyaman sampai nyeri di telinga.
· Gejala saraf, berupa gangguan saraf otak seperti diplopia, parestesia di daerah pipi,
neurolgia trigeminal, parasis / paralisis arkus faring, kelumpuhan otot bahu dan sering
tersedak.
· Gejala / metastatis di leher, berupa benjolan di leher.
3. Polip Hidung
· Sumbatan hidung yang menetap dan rinorea.
· Dapat terjadi hiposmig / anosmia
· Bersin
· Iritasi di hidung
· Pembengakakan mukosa dari mukosa hidung di luar sinus.
· Masa berupa berwarna putih seperti agar-agar.
· Bila ditusuk tidak memberikan rasa sakit dan tidak berdarah.
B. Obstruksi Laring
· Hipersalivasi
· Suara sengau
· Kadang-kadang sulit membuka mulut
· Pembengkakan
· Nyeri tekan pada kelenjar submandibular
· Palatum mole pembengkakan
· Teraba fruktuasi
· Tonsil bengkak
Abses Peritonsil (Quinsy)
· Demam tinggi
· Leukositosis
· Nyeri tenggorokan
· Otalgia
· Nyeri menelan
· Muntah
· Mulut berbau
· Hiperemis
7. Pemeriksaan Penunjang
A. Obstruksi Nasal
1. Tumor hidung dan karsinoma
· Naso endoskopi : untuk menemukan tumor dini
· CT Scan : perluasan tumor dan destruksi tulang
· MRI : membedakan jaringan tumor dari jaringan normal
· Pemeriksaan Radiologik Konvensional : tampak masa jaringan lunak di daerah
nasofaring.
· Tomografi komputer : terlihat adanya simetri dari resesus lateratif, tonus tubarius dan
dinding posterior nasofaring.
· Pemeriksaan darah tepi, fungsi hati, ginjal, dll : untuk memastikan adanya tumor,
mendeteksi kekambuhan / untuk mendeteksi secara dini tumor.
2. Polip Hidung
· Rinoskopi anterior → terlihat adanya polip
· Endoskopi → terlihat polip yang masih sangat kecil dan belum keluar kom. dapat terlihat.
· Rontgen polos (CT Scan) → mendeteksi adanya simetrif
· Biopsi → penampakan makroskopis menyerupai keganasan / bila pada foto rontgen ada
gambaran erosi tulang.
3. Abses Peritonsil
Kadang-kadang sukar memeriksa seluruh jaringan, karena trismus-palatum mole tampak
membengkak dan menonjol ke depan, dapat teraba fluktuasi, uvula bengkak dan terdorong ke
sisi kontra lateral. Tonsil bengkak, hiperemis, mungkin banyak / detritus dan terdorong ke arah
tengah, depan dan bawah.

8. Pengkajian

1) Identitas pasien
2) Riwayat kesehatan yang lalu
- Kaji riwayat pribadi atau keluarga tentang penyakit paru sebelumnya
- Kaji riwayat reaksi alergi atau sensitifitas terhadap zat atau factor lingkungan
- Kaji riwayat perkerjaan pasien

3) Pengkajian keperawatan pasien yang mempunyai masalah pernapasan difokuskan


pada ventilasi, perfusi, kognisis, dan eliminasi

a. Ventilasi
1) Bunyi napas
Rongki basah atau mengi dapt terdengar pada bayak masalah pernapasan.
Hilangya atau berkurangnya bunyi napas merupakan temuan yang signifikan
dan mungkin mengindikasikan pneumotoraks atau beberapa bentuk
konsolidasi alveolar. Bunyi napas dapat saja hilang atau berkurang sebagai
akibat konstriksi bronkus kanan yang disebakan oleh adanya aspirasi benda
asing.
2) Pernapasan
Tentukan karakter pernapasan. Frekuensi pernapasan > 50 pernapasan/menit
pada bayi atau >40 pernapasan/ menit pada anak-anak usia <3 tahun
merupakan kondisi sensitive dan spensitifik adanya infeksi saluran
pernapasan bawat.
3) Laju aliran ekspirasi
Jika pasien PPOK atau asma, periksa laju aliran ekspirasi puncak dengan
menggunakan peak floemeter. Jika nilainya kurang dari 200 l/menit, triase
segera keruang tindakan.
4) Saturasi oksigen
Tentukan tingkat SpO2 dengan oksimetri nadi kontinu. Jika tingkat SpO2 91 %
atau kurang, diperkirakan pasien harus dirawat di rumah sakit.
1) Sputum
Jelaskan produsi seputum. Sputum merah muda yang berbusa merupakan
tanda edema alveoli paru kardiogenik.
6) Dispnea
Kaji dispnea dengan menggunakan skala yang sudah distandarisasi
b. Perfusi
1) Bunyi jantung
Bunyi jantung ketiga sering kali terdengar pada kasus-kasus gagal jantung
Titik implus maksimal
Palpasi titik implus maksimal. Bagian apeks jantung biasanya sampai pada
dinding anterior dada atau dekat dengan ruang interkosta lima kiri di faris
midklavikula
2) Distensi vena junggularis
Tentukan ada tidaknya distensi vena jugularis. Ubah posisi pasien menjadi
semifowler dengan kepala miring ke kanan atau ke kiri.
c. Kognisi
Lakukan pengkajian neurologis dan catat nilai GCS. Medikasi misalnya teofilin dan
alupent. Yang digunakan untuk mengatasi gangguan pulmonal menimgulkan efek
pada system saraf pusat, seperti kegelisahan, takikardia, dan agitasi. Hipoksemia
dan hiperkapnia dapat menyebabkan kegelisahan dan penurunan kesadaran.
d. Kondisi pernapasan
- Dapat menjawab, lengkap tidak terputus-putus, tidak tersendat-sendat tidak
menggeh-menggeh dan fungsi pernapasan baik
- Bila menjawab terputus-putus, tersendat-sendat, menggeh-menggeh dan
pungsi pernapasan terganggu.
- Bila tidak menjawab, tidak ada suara, tidak ada gerakan nafas, tidak ada
hawa nafas dan pernafasan berhenti.
- Jika pengobatan mencakup pembedahan, penting artinya jika perawatan
mengetahui sifat dari pembedahan sehingga dapat merencanakan asuhan
yang sesuai. Jika pasien diperkirakan akan tidak mempunyai suara lagi,
evaluasi paska operatif oleh terapi wicara diperlukan. Kemampuan pasen
untuk mendengarm melihat, membaca, dan menulis dikaji, kerusakan visual
dan buta huruf fungsional dapat menimbulkan masalah tambahan.
9. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi trakheobronkial,
edema dan peningkatan produksi sputum, menurunnya fungsi fisiologis saluran
pernapasan, ketidakmampuan batuk, adanya benda asing (ETT, Corpus alienum)
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan ventilasi dan perfusi
3. Ketidakseimbangan nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan
10. Intervensi

Intervensi
Diagnosa I
1. Auskultasi bunyi napas. Catat adanya bunyi napas, misal mengi, krekels, ronki
2. Kaji/pantau frekuensi pernapasan. Catat rasio inspirasi/ekspirasi.
3. Catat adanya/derajat dispnea, mis., keluhan gelisah, ansietas, distres pernapasan,
penggunaan otot bantu.
4. Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, mis., peninggian kepala tempat tidur, duduk
pada sandaran tempat tidur
5. Pertahankan polusi lingkungan minimum, mis., debu, asap, dan bulu bantal yang
berhubungan dengan kondisi individu.
6. Dorong/bantu latihan napas abdomen atau bibir.
Diagnosa II
1. Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan. Catat penggunaan otot aksesori, napas bibir,
ketidakmampuan bicara/berbincang.
2. Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah
untuk bernapas. Dorong napas dalam perlahan atau napas bibir sesuai
kebutuhan/toleransi individu.
3. Kaji/awasi secara rutin kulit dan warna membran mukosa.
4. Dorong mengeluarkan sputum; penghisapan bila diindikasikan.
5. Palpasi fremitus

Diagnosa III
1. Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat derajat kesulitan makan.
Evaluasi berat badan dan ukuran tubuh.
2. Auskultasi bunyi usus
3. Berikan perawatan oral sering, buang sekret, berikan wadah khusus untuk sekali
pakai dan tisu.
4. Dorong periode istirahat semalam 1 jam sebelum dan sesudah makan. Berikan makan
porsi kecil tapi sering.
5. Hindari makanan penghasil gas dan minuman karbonat.
6. Hindari makanan yang sangat pedas atau sangat dingin.
7. Timbang berat badan sesuai indikasi.
Daftar pustaka

Somantri,Irman.2014. Asuhan keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem

Pernapasan.Jakarta : Salembah Medika.

Doenges Marilynn, dkk. 2012. Rencana Asuhan Keperawatan, edisi 3 . Jakarta.:EGC

Mansjoer Arif. 2013. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. : Jakarta:FKUI

Brunner & Suddarth.2015.Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta : EGC

Hinchliff,Sue.2014.Kamus Keperawatan Edisi 17.Jakarta : EGC

Dorlan W.A. Nawman. 2014. Kamus Kedokteran Darkin. Edisi 29. EGC : jakarta.

Junadi Purnawan, dkk. 2013. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 2. FKUI : Jakarta.

Herawati, sri, dkk. 2003. Buku ajar Ilmu penyakit telinga hidung tenggorok untuk mahasiswa
Fakultas Kedokteran Gigi. EGC : Jakarta

Iskandar, Nurbaiti. 2006. Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok untuk perawat, edisi 2.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta

Anda mungkin juga menyukai