Anda di halaman 1dari 6

PERATURAN PENUMPAH DARAH

ARTIKEL OPINI
Disusun untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Pendidikan Bahasa Indonesia
yang Dibina oleh Ibu Aptia Ardiasri M.Pd.

Oleh
Adib Ahmad Istiqlal
180535632509

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS TEKNIK, TEKNIK ELEKTRO
PRODI S1 TEKNIK INFORMATIKA
NOVEMBER 2019
PERATURAN PENUMPAH DARAH

PENDAHULUAN

Demonstrasi, suatu hal yang sangat melekat di kalangan masyarakat untuk


menyampaikan aspirasinya terhadap pemerintahan dengan cara turun kejalan dengan
spanduk-spanduk dan mengecat diri sebagai ciri khas.
Suatu Pemerintahan juga memiliki aturan-aturan yang ada, tapi bagaimana jika suatu
Pemerintah bisa menumpahkan darah dari seseorang? Kedaulatan berada di tangan
rakyat dan dilaksanankan menurut UUD 1945 (UUD 1945 Pasal 1 ayat 2), Jika rakyat
memegang kedaulatan, tapi mengapa rakyat yang mendapat imbasnya. Apakah
Pemerintah melanggar UUD 1945 dan Apakah yang berarti nyawa seseorang lebih
murah dari suatu hal yang di demonstrasikan?

September 2019, suatu hal yang besar terjadi di Indonesia yang didasari oleh
sebuah pengubahan undang-undang buatan Batavia yang telah lama melekat di bumi
pertiwi ini. MPR dan DPR mengatakan akan mengubahnya dengan undang-undang
Indonesia “banget“. Masyarakat yang mendengar hal ini merespon dengan tidak baik
layaknya sorakan “tidak setuju”, oleh karena itu masyarakat tanah air bahwa hal ini
patut didemonstrasikan dengan serius. 8 peraturan kontroversial untuk KUHP dan 15
peraturan kontroversial untuk KPK yang membuat bumi pertiwi berguncang dengan
turunnya mahasiswa hampir seluruh Indonesia dan anak-anak SMK. Layaknya 98,
kejadian ini menumpahkan darah seperti catatan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum
Indonesia (YLBHI) 5 orang meningga dunia diantaranya, 3 orang meninggal dengan
keterangan yang kurang pasti dan 2 mahasiswa meninggal dengan tembakan
(Wijaya,30 Oktober 2019).

Ketika nyawa lebih murah daripada sekedar tulisan yang kurang masuk akal,
apakah ini berarti bahwa Indonesia bukan lagi bersistem demokrasi dari rakyat oleh
rakyat untuk rakyat? Jawaban itu bisa dijawab dari sudut pandang masing-masing dan
kepedulian oleh orang tersebut.
ISI

Setiap orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan
martabat diri Presiden atau Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling
lama 3 tahun 6 bulan atau pidana denda paling banyak Kategori IV (RUU KUHP
Pasal 128 Ayat 1), begitulah bunyi pasal 128 ayat 1 salah satu isi dari RUU KUHP
yang kebanyakan orang beranggapan itu menyalahi dan tidak berdasar dengan sistem
demokrasi yang dianut oleh Indonesia. Mahasiswa merasa RUU KUHP dan KPK
ingin mengembalikan masa di mana rakyat tidak bisa berpendapat dengan bebas,
berekspresi dengan luas, dan hanya bisa berpendapat dalam bayang-bayang semata
yang membuat kejadian ini mirip dengan masa yang hampir semua kalangan tua dan
muda tau … iya, masa Orde Baru. Orde Baru adalah awalan yang pas untuk
membahas kejadian demo tanggal 23 September 2019 yang terjadi hampir terjadi di
seluruh bumi pertiwi.

Orde Baru adalah masa yang dimulai dari keluarnya Supersemar tahun 1966,
dimana masa keawalan Orde Baru adalah masa keemasan Indonesia, masa yang
kental dengan nama “ Soeharto “ dan dimasa ini juga masa kegegelapan Indonesia
berada (Wanandi, 2014). Indonesia kembali menjadi anggota PBB, dan menjalankan
Pembangunan Lima Tahun (Pelita), sukses KB, pendapatan perkapita Indonesia yang
naik drastis dari $70 tahun 1968 mencapai $1,565 pada tahun 1996 dan mengurangi
buta huruf. Semakin lama, Orde Baru menjadi pisau terhadap rakyat dimana korupsi
dan nepotisme merajalela, terjadinya kesenjangan sosial ditahun 1997 dimana nilai
tukar rupiah menjadi Rp 2.682 per dollar AS dan semakin menurun hingga Rp 11.000
per dollar AS (Salamah,2001), kritik dibungkam dan oposisi dilarang serta kebebasan
pers sangat terbatas hingga orang yang berpendapat yang berhubungan dengan
pemerintah dapat menjadi ranjau bagi orang tersebut dan puncak dari Orde Baru
adalah pada tanggal 21 Mei 1998 atau yang terkenal dengan kejadian Trisakti 98.

21 Mei 1998 dan 23 September 2019 adalah tanggal sejarah bagi rakyat
Indonesia dan tanggal yang memiliki kejadian yang konteks nya sama, sama-sama
mencegah keburukan menyebar dipemerintahan dengan mahasiswa sebagai tokoh
utamanya. Mendesak pembatalan revisi UU KPK, menunda RUU KUHP, dan
mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. Rangkaian unjuk rasa ini
dimulai pada tanggal 23 September 2019 di daerah Gejayan, Yogyakarta; Alun-alun
Tugu Kota Malang, Semarang dan Balikpapan dengan diikuti oleh mahasiswa dari
berbagai universitas dan insitute.

23 September 2019 mahasiswa dari berbagai universitas di daerah


metropolitan Jakarta berkumpul di depan Kompleks Parlemen Republik Indonesia di
Jakarta untuk melakukan demonstrasi agar menolak RUU KUHP dan UU KPK.
Tidak terjadi pertikaian antara aktivis dengan petugas dan dilakukan dengan aksi
damai. 24 September 2019, 18000 personel dikerahkan di sekitar gedung parlemen.
Mahasiswa dari Bandung dan Yogyakarta berpartisipasi demonstrasi di Jakarta dan
pada pukul 16.00 WIB, mahasiswa meminta melakukan pertemuan dengan anggota
DPR tetapi ditolak oleh polisi. Hal ini menjadi cikal bakal demonstrasi provokasi
dengan melempari gedung parlemen dengan botol air, melempar batu, dan merusak
pagar untuk bisa masuk kedalam gedung. 25 September 2019 siswa SMK ikut
berpartisipasi dalam demonstrasi penolakan RUU KUHP dan UU KPK dan pada hari
ini juga sudah mulai jatuh korban jiwa dengan polisi mengkonfirmasi bahwa 2 orang
meninggal dunia akibat kecelakaan lalu lintas dan mati lemas. Dihari ini juga seorang
jurnal mengalami pelecehan seksual dan perampasan barang pribadi oleh pihak
kepolisian dan banyak kerusakan pada rumah warga sekitar serta pos-pos polisi yang
ada. 26 September 2019, demonstrasi berlanjut dengan korban jiwa berjumlah 2
orang yang berstatus mahasiswa Universitas Halu Oleo dengan identitas, yakni Randi
(21) dan Yusuf (19), tewas saat demonstrasi di Gedung DPRD Sulawesi Tenggara,
Kota Kendari, Kamis (Septianto, 27 September 2019). 27 September 2019,
mahasiswa melakukan protes dan membakar ban di depan gedung parlemen untuk
menuntut pertanggung jawaban atas kematian 2 orang tewas di Kendari, Sulawesi
Selatan.
Presiden Jokowi menolak untuk mencabut revisi UU KPK seperti yang
disampaikan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, yang dinilai masyarakat
melemahkan lembaga yang menjadi algojo untuk penjabat tikus berdasi. Hal ini
membuat kekecawaan bagi masyarakat dikarenakan Presiden Jokowi melanggar janji
kampanye yang berjanji “Kami akan menolak negara lemah dengan melakukan
reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat dan
tepercaya” (DetikNews, 14 September 2019).

PENUTUP

Undang-undang yang seharusnya bersifat melindungi rakyat malah berbalik


menjadi “malaikat maut” terhadap rakyat. Wakil rakyat yang seharusnya mendengar
aspirasi rakyat dalam melakukan pembuatan undang-undang, malah mengambil
keputusan tanpa mendengar suara rakyat yang hampir 200 juta jiwa. Ketika nyawa
lebih murah dari sekumpulan tinta yang diukir diatas kumpulan kertas putih,
membuat pembunuhan adalah hal biasa. Mahasiswa yang dianggap sebagai pilar dari
sebuah Negara yang seharusnya diajak berdiskusi tentang bagaimana suatu Negara
kedepannya, malah diremehkan dan dibunuh hanya untuk membela undang-undang
yang tidak masuk diakal. ”Perjuangan ku lebih berat dari kalian, karena perjuangan
mu akan melawan bangsa mu sendiri”, kalimat ini bukti dari kejadian demonstrasi
September 2019. Ada satu hal yang bisa dipetik dari kejadian demonstrasi ini, bahwa
rakyat ternyata peduli dengan negaranya dan tahu apa yang harus dilakukan untuk
melindungi bumi pertiwi.
Daftar Rujukan

DetikNews. 16 Semptember 2019. Menolak Lupa Janji Jokowi soal


Pemberantasan Korupsi. Dari (https://news.detik.com/berita/d-4707640/menolak-
lupa-janji-jokowi-soal-pemberantasan-korupsi).
Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. DPR RI
(online). (http://www.dpr.go.id/doksileg/proses1/RJ1-20181127-110919-8068.pdf), diakses
25 November 2019.
UUD 1945 Pasal 1 Ayat 2. DRP RI (online).
(http://www.dpr.go.id/jdih/uu1945), diakses 25 November 2019.
Salamah,Lilik. 2006. Lingkaran Krisis Ekonomi Indonesia. Masyarakat,
Kebudayaan dan Politik, 14(2), 65-76. Dari http://journal.unair.ac.id/filerPDF/06-
lilik.pdf.
Septianto, Bayu. 2019. Demo Menelan Korban Jiwa Mahasiswa, DPR Desak
Jokowi Copot Wiranto. Tirtoid. Dari https://tirto.id/demo-menelan-korban-jiwa-
mahasiswa-dpr-desak-jokowi-copot-wiranto-eiQf.
Wanandi, Jusuf. 2014. Menyibak Tabir Orde Baru : Memoar Politik
Indonesia 1965-1998. Jakarta : Penerbit Buku Kompas.
Wijaya, Callistasia. 30 Oktober 2019. Lebih 50 demonstran meninggal saat
unjuk rasa sepanjang 2019 : ‘Sangat mengerikan terjadi di Negara demokrasi’. BBC.
Dari (https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-50217875).

Anda mungkin juga menyukai