Anda di halaman 1dari 17

KLIPING DEMOKRASI

Nama: Chyndi Adelia

Kelas: XI IPA-5

Mapel: Ppkn

Semester 1

2021-2022

SMA NEGERI 1 ANJATAN

Jl.Raya Kopyah, Telp (0234) 5744015 Kode pos 45256


Pemilihan Umum sebagai Wujud Demokrasi Pancasila

Pemilihan umum (Pemilu) merupakan sistem pemilihan pejabat publik


yang banyak digunakan oleh negara-negara di dunia dengan sistem
pemerintahan demokrasi.

Dalam buku Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca


Amandemen UUD 1945 (2010) karya Titik Triwulan, pemilu dianggap
sebagai lambang sekaligus tolok ukur dari demokrasi.

Dengan pemilu, demokrasi dianggap sistem yang menjamin kebebasan


warga negara terwujud melalui penyerapan suara sebagai bentuk
partisipasi publik secara luas.

Dalam Demokrasi Pancasila seperti di Indonesia, Pemilu sebagai sarana


untuk membentuk kekuasaan berdasarkan kedaulatan rakyat.

Sudah menjadi kewajiban, pemerintahan demokrasi melaksanakan


pemilihan umum dalam waktu yang sudah ditentukan.

Pemilu di Indonesia

Pelaksanaan pemilu di Indonesia dilandasi pembukaan Undang-Undang


Dasar Negara Republik Indonesia 1945 alinea keempat, yaitu:
"...disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu
Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu
susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat.."

Perubahan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal


1 ayat 2 mengatajan bahwa:"kedaulatan berada ditangan rakyat dan
dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar."

Dilansir dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik


Indoensia, pemilu di Indoensia dilaksanakan secara langsung. Di mana
rakyat memilih wakil-wakilnya untuk duduk di badan-badan perwakilan
rakyat, seperti:

Presiden dan wakil presiden

DPR

DPRD I

DPRD II

DPD

Menurut Pasal 22E ayat 1 UUD 1945, pemilu dilaksanakan secara


langsung, umum, bebas, rahasia, dan jujur serta adil.
Langsung artinya rakyat memilij wakilnya secara langsung sesuai hati
nuraninya. Umum yaitu semua warga negara yang sudah memenuhi
persayarkat untuk memilih, berhak mengikuti pemilu.

Arti dari bebas adalah setiap warga negara bebas menentukan


pilihannya tanpa ada tekanan atau paksaan dari siapapun. Sedangkan
rahasia yaitu dalam memberikan hak suaranya, pemilih dijamin
kerahasiaan data dan tidak diketahui oleh pihak manapun.

Sementara itu arti jujur menekankan bahwa setiap penyelenggaraan


pemilu, aparat pemerintah, peserta pemilu, pengawas, pemantau, serta
semua pihak harus bersikap jujur.

Asas adil, bahwa dalam penyelenggaraan pemilu peserta dan pemilih


mendapat perlakukan yang sama sesuai peraturan yang berlaku.

Tujuan pemilu

Sebagai pelaksanaan kedaulatan rakyat berdasarkan Pancasila, pemilu


memiliki beberapa tujuan:

Memungkinkan terjadinya peralihan pemerintahan secara aman dan


tertib.

Melaksanakan kedaulatan rakyat

Dalam rangka melakukan hak-hak asasi warga negara

Sesuai dengan apa yang dicantumkan pada Pembukaan dan Pasal 1


UUD 1945 Indonesia menganut asas kedaulatan rakyat. Sehingga
pemilu merupakan kesempatan kepada warga negara untuk
melaksanakan haknya dengan tujuan:
Untuk memilih wakil-wakilnya yang akan menjalankan kedaulatan yang
dimiliki.

Terbuka kemungkinan bagi warga negara untuk duduk dalam badan


perwakilan rakyat sebagai wakil yang dipercaya oleh pemilihnya.

Politik dan Ancaman Narkoba


Runtuh sudah akal sehat kita seolah tak berdaya mengatasi betapa
masif, terstruktur dan super hebatnya narkoba menembus benteng
pertahanan keluarga Indonesia.

Anak-anak dan orang dewasa,wanita dan lelaki, warga sipil maupun


aparatur negara dan pemerintahan seakan tak kuasa membendung
godaan narkoba. Profesi apa saja dan siapa saja bisa menjadi korban.

Sementara penjara sebagai garis finish menyelesaikan mata rantai


narkoba juga tumbang luluh lantak; terbakar. Sudah over capacity,
terbakar pula.

Jumlah tahanan dan narapidana tercatat 187.701 penghuni; 17.827


karena kasus kekerasan kepada anak dan 29.552 kasus pencurian, tapi
kasus narkoba tembus angka 81.360. Ini data per 25/4/2016
sebagaimana dilaporkan Kompas. Lengkap sudah problematika
narkoba memasuki rumah gawat darurat kita; NKRI.

"Penjara Penuh Napi Narkoba", tulis Harian Kompas sebagai


headlinenya (26/4) seolah tak bosan mengangkat tema ini sebagai
berita agar kita temukan jalan keluar yang bijak. Lalu menuliskan
sepenggal jalan keluar dalam sub nya; rehabilitasi pecandu jadi solusi
kelebihan penghuni.
Tak Boleh Kalah

Kita tidak boleh kalah melawan narkoba. Semua bergandeng tangan


melawannya. Gugurnya aparatur kepolisian dalam menjalankan
tugasnya kemarin tidak boleh terjadi lagi. Kita ikut berduka yang dalam.

Peran Partai Politik

Partai Politik, sebagai sebuah instrumen negara dalam menjalankan


kehidupan bermasyarakat, berbangasa dan bernegara tentu bisa dan
punya peran yang siginifikan. Sekalipun kader kadernya juga bisa
tergelincir setiap saat.

Kelembagan partai politik bisa jadi garda terdepan bersama pemain


utama yang memimpin mengatasi masalah ini, yakni pemerintah dan
aparatusnya.

Bencana Alam Bisa Runtuhkan Demokrasi Indonesia?


Gempa dan tsunami yang akhir-akhir ini terjadi bisa menjadi
kemunduran besar bagi demokrasi Indonesia. Sebagai negara dengan
demokrasi yang masih baru (sejak tahun 1998), ketidakmampuan
pemerintah mengatasi bencana alam bisa berefek pada demokrasi.
Sementara itu, Indonesia adalah negara yang sangat rentan diterpa
bencana-bencana besar.

Pada 28 September 2018, gempa berkekuatan 7,5 SR menghantam


pulau Sulawesi. Gempa itu menghancurkan sejumlah besar bangunan di
daerah itu. Gempa juga memicu tsunami yang menghancurkan
sebagian besar kota pesisir Palu. Pada 3 Oktober, jumlah korban tewas
di Sulawesi diperkirakan lebih dari 1.300 orang (angka ini sekarang
sudah melampaui 2.000).

Kepulauan Indonesia memang rentan terhadap bencana seperti itu, dan


negara ini dalam sejarahnya sering mengalami kehancuran besar yang
memakan korban jiwa. Belum lama ini, gempa bumi dan tsunami di
Samudra Hindia tahun 2004 telah menewaskan sedikitnya 225.000
orang.

Setelah bencana alam itu, Indonesia dan mitra internasionalnya


menyebarkan sistem peringatan tsunami tingkat lanjut yang telah
beroperasi sejak 2008 dan berada di bawah kendali pemerintah
Indonesia sejak 2011.

Salah satu motivasi pemerintah untuk meluncurkan sistem itu adalah


demokratisasi Indonesia yang masih relatif baru. Seperti yang Alastair
Smith dan saya perdebatkan di tahun 2010, “Dalam demokrasi, para
pemimpin harus menjaga kepercayaan sebagian besar penduduk agar
tetap berkuasa. Untuk melakukannya, mereka perlu melindungi orang-
orang dari bencana alam.”

Sejak Indonesia menjadi negara demokrasi pada tahun 1998 dan telah
menyelenggarakan pemilu presiden langsung pertamanya beberapa
bulan sebelum tsunami 2004, para pemimpin baru negara itu berada di
bawah tekanan besar untuk melakukan sesuatu setelah bencana—atau
akan menghadapi risiko kehilangan pekerjaan mereka. Keputusan
mereka untuk menerapkan sistem peringatan itu, tanpa ragu,
merupakan langkah yang baik.
Namun, akhir-akhir ini, terbukti bahwa sistem itu tidak berfungsi.
Sistem itu—dan badan yang bertanggung jawab atas
pemeliharaannya—sekarang sedang diperiksa karena komponen-
komponen utama gagal dan karena peringatan tsunami yang
sebenarnya ternyata tidak memadai.

Meletakkan Konstitusi dalam Proses Demokrasi dan Pemilu di


Indonesia
Reformasi yang terjadi pada 1998 silam telah mengamanatkan
beberapa perubahan mendasar yang harus dilakukan oleh Indonesia
sebagai sebuah bangsa dan negara. Reformasi yang merupakan
cerminan aspirasi rakyat pada waktu itu menghendaki sebuah praktik
politik dan pemerintahan yang berkhidmat pada prinsip-prinsip
demokrasi, pelaksanaan pemilihan umum sebagai wujud daulat rakyat
dalam memilih representasinya baik di eksekutif maupun legislatif,
serta terciptanya negara hukum (rechtsstaat) yang bersifat adil dan
mampu menjamin setiap hak asasi warga negaranya. Aspirasi-aspirasi
tersebut semuanya dibingkai dalam kerangka konstitusi yang dijadikan
sebagai panduan hukum dalam praktik politik dan pemerintahan.

Konstitusi Indonesia yakni UUD NRI 1945, memiliki urgensi penting


dalam seluruh rangkaian proses politik dan pemerintahan yang
diselenggarakan oleh pemerintah sebagai kepanjangan tangan negara.
Konstitusi berlaku sebagai fundamen atau hukum dasar yang menjadi
panduan bagi penyelenggaraan pemerintahan negara guna mencapai
cita-cita nasionalnya. Urgensi konstitusi jelas terlihat secara nyata baik
merujuk pada pembukaan (preambul) maupun batang tubuhnya. Pada
bagian pembukaan, di sana termaktub tujuan nasional Indonesia.
Sedangkan pada bagian batang tubuh, terdapat pengaturan secara
lugas dan terperinci mengenai kaidah-kaidah penyelenggaraan negara,
hak dan kewajiban warga negara, serta penghargaan terhadap hak asasi
manusia.

Demo 20 Oktober, mahasiswa dan buruh kembali 'tolak


Omnibus Law', Mahfud MD minta aparat 'jangan bawa peluru
tajam'
Lebih dari 1.000 orang yang terdiri dari kelompok mahasiswa dan buruh
menggelar unjuk rasa dan pawai di Jakarta, Selasa (20/10), menolak
Undang-Undang Cipta Kerja.

Mereka menuntut agar pemerintah membatalkan Omnibus Law dan


menerbitkan peraturan pemerintah pengganti UU alias perpu.

Unjuk rasa ini digelar bertepatan satu tahun masa pemerintahan


Presiden Joko Widodo-Ma'ruf Amin.

Omnibus Law: Pemerintahan Jokowi pertahankan UU Cipta Kerja,


Menkopolhukam Mahfud MD: 'Tindak tegas pelaku dan aktor
intelektual aksi anarkis yang berbentuk kriminal'

UU Cipta Kerja: Ribuan orang di berbagai provinsi ditangkap usai unjuk


rasa menentang omnibus law, polisi dituding antidemokrasi
Omnibus Law: UU Cipta Kerja berdampak pada hutan dan orang-orang
adat di Papua, warga: 'Kami akan terus pertahankan hutan Papua'

Sebelumnya, Menkopolhukam Mahfud MD mengeluarkan pernyataan


yang isinya tidak melarang unjuk rasa menolak Omnibus Law, namun
dia meminta pengunjuk rasa berhati-hati terhadap apa yang disebut
"kemungkinan adanya penyusupan".

Dia meminta aparat polisi agar "memperlakukan semua pengunjuk rasa


itu dengan humanis" dan "jangan membawa peluru tajam".

Sekitar 10.000 aparat polisi dan TNI telah diturunkan untuk


mengamankan unjuk rasa di wilayah Jakarta dan sekitarnya.

Sebagian mereka menggelar demonstrasi di dekat patung kuda, tak


jauh dari kawasan Monas, Jakarta, dan pengunjuk rasa lainnya
mengawalinya dengan menggelar pawai di Jalan Salemba, Jakarta.

Di sejumlah kota besar lainnya, seperti Bandung, demonstrasi juga


digelar oleh mahasiswa yang dimulai pada Selasa (20/10) siang.

Sampai pukul 14.00 WIB, Selasa (20/10), sekelompok mahasiswa yang


menyebut dirinya sebagai Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Seluruh
Indonesia (SI) dilaporkan tengah menggelar unjuk rasa di sekitar patung
kuda, tidak jauh dari Tugu Monas, Jakarta.
Aparat kepolisian memasang barikade di sekitar patung kuda sehingga
para demonstran tidak dapat mendekati kompleks Istana Merdeka.

Apa isi tuntutan BEM SI dalam unjuk rasa?

Dalam aksinya, para mahasiswa - yang mengenakan jaket almamater


masing-masing - bergantian berorasi yang isinya menolak Omnibus Law.
Beberapa laporan menyebutkan sebagian mahasiswa telah membakar
ban di lokasi unjuk rasa.

Kami tetap menyampaikan #MosiTidakPercaya kepada pemerintah dan


wakil rakyat yang tidak berpihak pada kepentingan rakyat," kata
Koordinator Pusat Aliansi BEM SI, Remy Hastian, melalui keterangan
tertulis, Senin (19/10).

BEM SI, menurutnya, menyayangkan reaksi pemerintah dalam


menanggapi tuntutan pengunjukrasa yang digelar sejak pengesahan UU
Cipta Kerja pada 5 Oktober lalu.

Dia mencontohkan sikap pemerintah dan DPR yang meminta


masyarakat agar mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi.

"Pemerintah justru menantang masyarakat untuk melakukan judicial


review terhadap UU Cipta Kerja, padahal mereka bisa melakukan
tindakan untuk mencabut undang-undang tersebut," katanya
'Ada penyusup yang ingin mencari martir'

Dalam keterangan melalui YouTube, Senin (19/10), Menteri


Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam)
Mahfud MD mengingatkan agar mahasiswa berhati-hati kemungkinan
adanya "penyusupan" dalam unjuk rasa.

Saya ingatkan bahwa bukan tidak mungkin di antara para pengunjuk


rasa itu ada penyusup yang ingin mencari martir, mencari korban yang
kemudian ditudingkan ke aparat," katanya.

Mahfud tidak menjelaskan secara detil tentang pernyataannya


tersebut. Namun menurutnya "kemungkinan penyusupan" itu sudah
diantisipasi aparat keamanan.

Dalam video itu, Mahfud meminta agar aparat "mengedepankan sikap


humanis" dan memperlakukan para demonstran "seperti saudara
sendiri". Namun kepada "pengacau", polisi dimintanya bersikap tegas.

Mahfud kemudian meminta aparat "tidak membawa peluru tajam saat


mengamankan demo".

Sebelumnya Mahfud mengeluarkan pernyataan tentang adanya aktor


intelektual di balik unjuk rasa pada 8 Oktober lalu yang sebagian
berakhir ricuh.

Tuduhan ini dipertanyakan pegiat HAM dan pengunjukrasa, dan


meminta Mahfud MD menyebutkan bukti-buktinya.

Tidak lama setelah tudingan Mahfud MD ini, polisi menangkap


sembilan orang pegiat KAMI dan menyatakannya sebagai tersangka
melakukan penghasutan dan kebencian yang berakibat pada kerusuhan
dalam unjuk rasa tersebut.

Pimpinan KAMI memprotes tindakan hukum kepolisian yang disebut


mereka dilatari kepentingan politik.

Anda mungkin juga menyukai