NIM: 11190110000128
Kelas: 5C
1. Istilah kaidah-kaidah fiqh adalah terjemahan dari bahasa arab al-qawa‟id al-fiqhiyah. Al-
qawa‟id merupakan bentuk plural (jamak) dari kata al-qa‟idah yang secara kebahasaan
berarti dasar, aturan atau patokan umum. Pengertian ini sejalan dengan Al-Ashfihani
yang mengatakan bahwa qa`idah secara kebahasaan berarti fondasi atau dasar (al-
Ashfihani, 1961: 409). Kata alqawa`id dalam Al-Qur`an ditemukan dalam surat
alBaqarah ayat 127 dan surat an-Nahl ayat 26 juga berarti tiang, dasar atau fondasi, yang
menopang suatu bangunan.
Sedangkan kata al-fiqhiyah berasal dari kata al-fiqh yang berarti paham atau
pemahaman yang mendalam (al-fahm al-„amiq) yang dibubuhi ya‟ an-nisbah untuk
menunjukan penjenisan atau pembangsaan atau pengkategorian. Dengan demikian, secara
kebahasaan, kaidah-kaidah fiqh adalah dasar-dasar, aturan-aturan atau patokan-patokan
yang bersifat umum mengenai jenis-jenis atau masalahmasalah yang masuk dalam
kategori fiqh.
Manfaat Mempelajari Kaidah Fikih
a) Mudah Menghafal Hukum Banyak Persoalan
Pada umumnya Kaidah Fikih disusun dengan kalimat ringkas. ِدهَا# اص ْ #اأْل ُ ُم “segala
ِ َو ُر بِ َمق#
perkara tergantung tujuannya”, ٌا ْل َعا َدةُ ُم َح َّك َمة “Adat itu dijadikan hukum”, dan ب ُ ِقَّةُ ت َْجل#ش
َ ا ْل َم
ِ التَّ ْي “kesulitan mendatangkan kemudahan”.
س ْي َر
Karena disusun dengan kalimat ringkas, kaidah fikih mudah untuk dihafalkan terutama
untuk pemula.
b) Memudahkan Memahami Banyak Hukum Fikih
Kaidah Fikih adalah “Hukum universal yang berlaku untuk banyak obyeknya”. Sehingga,
Anda bisa memahami hukum banyak persoalan (obyek) dengan memahami sebuah
kaidah. Selain itu, karena umumnya Kaidah Fikih diakui seluruh ulama, maka ia sangat
membantu kita untuk belajar Fikih Perbandingan.
c) Memudahkan Non-Spesialis Bidang Fikih
Masih terkait dengan nomor 2, Kaidah Fikih memudahkan non-spesialis bidang Ilmu
Fikih untuk memahami hukum-hukum syar’i, prinsip, dan hikmahnya dengan lebih cepat
untuk kebutuhan mereka
d) Membantu Menyimpulkan Hukum Syar’i Untuk Persoalan Baru
Memahami Kaidah Fikih memudahkan untuk menyimpulkan hukum syar’i untuk
persoalan baru, karena ia sudah menerangkan bahwa persoalan (baru) yang bentuknya
‘begitu’ biasanya hukumnya ‘begini’.
Misalnya ada kaidah “Darurat membolehkan hal yang dilarang”. Jika ada kejadian baru
yang sifatnya darurat, kita paham bahwa kejadian tersebut membolehkan beberapa
larangan terkait daruratnya.
Selain itu, paham Kaidah Fikih menghindarkan seorang ulama dari sikap kontradiktif.
Karena ia paham bahwa biasanya hal ‘seperti ini’ hukumnya ‘begitu’.
e) Memudahkan Belajar Ilmu Ushul Fikih
Karena umumnya Kaidah Fikih berkaitan dengan Ilmu Ushul Fikih, maka belajar Kaidah
Fikih artinya memudahkan Anda belajar Ilmu Ushul Fikih.
Misalnya, kaidah “Adat itu dijadikan hukum” berkaitan dengan Dalil ‘Urf (Adat Istiadat).
Dengan belajar kaidah tersebut, Anda jadi lebih mudah memahami seluk beluk ‘Urf
dalam Ilmu Ushul Fikih.
f) Memudahkan Belajar Maqâshid Asy Syarî’ah(Tujuan-Tujuan Syariat)
Ini berlaku terutama untuk 5 Kaidah Universal yang Besar.
Misalnya kaidah “Kesulitan mendatangkan kemudahan” mengajari kita bahwa salah satu
tujuan Syariat Islam adalah untuk memudahkan kehidupan kita. Juga bahwa tidak elok
mempersulit hal-hal yang bisa diselesaikan dengan mudah.
Ruang Lingkup
Menurut M. az-Zuhayliy dalam kitabnya al-Qawa’id al-fiqhiyyah berdasarkan
cakupannya yg luas terhadap cabang dan permasalahan fiqh, serta berdasarkan disepakati
atau diperselisihkannya qawa’id fiqhiyyah tersebut oleh madzhab-madzhab atau satu
madzhab tertentu, terbagi pada 4 bagian, yaitu :
A Al-Qawa’id al-Fiqhiyyah al-Asasiyyah al- Kubra, yaitu qaidah-qaidah fiqh yangg
bersifat dasar dan mencakup berbagai bab dan permasalahan fiqh. Qaidah-qaidah
ini disepakati oleh seluruh madzhab. Yang termasuk kategori ini adalah :
1. Al-Umuru bi maqashidiha.
2. Al-Yaqinu la Yuzalu bi asy-Syakk.
3. Al-Masyaqqatu Tajlib at- Taysir.
4. Adh-Dhararu Yuzal,
5. Al- ’Adatu Muhakkamah.
B Al-Qawa’id al-Kulliyyah : yaitu qawa’id yang menyeluruh yang diterima oleh
madzhab-madzhab, tetapi cabang-cabang dan cakupannya lebih sedikit dari pada
qawa’id yang lalu. Seperti kaidah : al-Kharaju bi adh-dhaman/Hak mendapatkan
hasil disebabkan oleh keharusan menanggung kerugian, dan kaidah : adh-Dharar
al- Asyaddu yudfa’ bi adh-Dharar al-Akhaf Bahaya yang lebih besar dihadapi
dengan bahaya yang lebih ringan. Banyak kaidah- kaidah ini masuk pada kaidah
yang 5, atau masuk di bawah kaidah yg lebih umum.
C Al-Qawa’id al-Madzhabiyyah (Kaidah Madzhab), yaitu kaidah-kaidah yang
menyeluruh pada sebagian madzhab, tidak pada madzhab yang lain. Kaidah ini
terbagi pada 2 bagian :
1. Kaidah yang ditetapkan dan disepakati pada satu madzhab.
2. Kaidah yang diperselisihkan pada satu madzhab.
Contoh, kaidah : ar-Rukhash la Tunathu bi al- Ma’ashiy Dispensasi tidak
didapatkan karena maksiat. Kaidah ini masyhur di kalangan madzhab Syafi’i dan
Hanbali, tidak di kalangan mazhab Hanafi, dan dirinci di kalangan madzhab Maliki.
D Al-Qawa’id al-Mukhtalaf fiha fi al-Madzhab al-Wahid, yaitu kaidah yang
diperselisihkan dalam satu madzhab. Kaidah-kaidah itu diaplikasikan dalam satu
furu’ (cabang) fiqh tidak pada furu’ yg lain, dan diperselisihkan dalam furu’ satu
madzhab.
Contoh, kaidah : Hal al-’Ibroh bi al-Hal aw bi al-Maal?/Apakah hukum yang
dianggap itu pada waktu sekarang atau waktu nanti? Kaidah ini diperselisihkan pada
madzhab Syafi’i. oleh karena itu pada umumnya diawali dengan kata :hal/ /apakah
2. Lima kaidah pokok
Kaidah pertama:
األمور بمقاصدها
(Perkara tergantung pada tujuannya)
Diantara dalilnya adalah sabda Rasulullah saw:
إنما األعمال بالنيات
"Sesungguhnya amalan itu hanya tergantung pada niatnya."
Contoh penerapan kaidah ini untuk membedakan perbuatan biasa dengan ibadah:
1) Duduk di masjid bisa jadi sekadar untuk beristirahat atau dengan tujuan untuk i'tikaf,
tergantung niatnya.
Contoh penerapan kaidah ini untuk membedakan ibadah yang satu dengan ibadah yang
lainnya:
1) Sholat empat rakaat bisa jadi sholat zhuhur atau sholat asar, tergantung niatnya.
Kaidah kedua:
اليقين ال يزول بالشك
اليقين ال يزال بالشك
(Keyakinan tidak hilang oleh keraguan, atau: keyakinan tidak bisa dihilangkan oleh keraguan)
Diantara dalilnya adalah hadits tentang orang yang ragu-ragu apakah telah buang angin dalam
sholatnya, dimana Rasulullah saw bersabda:
ال ينصرف حتى يسمع صوتًا أو يجد ريحًا
"Hendaknya ia tidak meninggalkan (membatalkan) sholatnya sampai ia mendengar suara atau
mendapati bau (dari kentutnya)."
Juga hadits Rasulullah saw dari Abu Sa'id Al-Khudri:
َح الشك َو ْليَ ْب ِن على ما ا ْستَ ْيقَن ْ
ِ فلم يَ ْد ِر كم صلى ثالثا أم أربعا؟ فَ ْليَط َر،إذا شك أ َحدُكم في صالته
"Jika salah seorang kalian ragu-ragu dalam sholatnya dan dia tidak tahu apakah dia sudah
sholat tiga atau empat rakaat, maka hendaklah dia buang keraguannya dan menetapkan
hatinya atas apa yang ia yakini."
Contoh penerapan kaidah ini adalah sebagaimana yang disebutkan dalam kedua hadits diatas.
Kaidah ketiga:
المشقة تجلب التيسير
(Kesempitan mendatangkan kemudahan)
Diantara dalilnya adalah firman Allah Ta'ala:
ي ُِري ُد اللَّـهُ بِ ُك ُم ْاليُ ْس َر َواَل ي ُِري ُد بِ ُك ُم ْال ُع ْس َر
"Allah menginginkan kemudahan buat kalian dan tidak menginginkan kesulitan buat kalian."
dan juga firman Allah Ta'ala:
ِ َو َما َج َع َل َعلَ ْي ُك ْم فِي الد
ٍ ِّين ِم ْن َح َر
ج
"Dan tidaklah Allah jadikan atas kalian dalam agama ini suatu kesukaran."
Kemudian juga sabda Rasulullah saw:
بعثت بالحنيفية ال َّس ْم َحة
"Sesungguhnya aku diutus dengan membawa agama yang lurus dan mudah (lapang)."
dan juga sabda Rasulullah saw:
يسروا وال تعسروا
"Permudahlah dan jangan mempersulit."
Contoh dari kaidah ini adalah berbagai macam rukhshah (kemudahan) dalam ibadah bagi
mereka yang memiliki kesempitan atau kesulitan, seperti sholat qashar bagi musafir, sholat
dengan duduk atau berbaring bagi orang yang sakit, qadha' puasa bagi musafir dan yang
sakit, dan membayar fidyah bagi orang yang sudah tidak lagi sanggup berpuasa.
Kaidah keempat:
الضرر يُزال
(Kemudharatan hendaknya dihilangkan)
Diantara dalilnya adalah sabda Rasulullah saw:
ال ضرر وال ضرار
"Janganlah memberikan madharat kepada orang lain dan juga diri kalian sendiri."
Diantara contoh penerapan kaidah ini adalah:
1) Haramnya makanan yang diharamkan menjadi hilang jika seseorang tidak mendapati satu
makanan pun kecuali itu dan jika ia tidak memakannya maka ia akan mati.
Kaidah kelima:
العادة ُم َح َّكمة
(Adat/kebiasaan bisa dijadikan landasan hukum)
Diantara dalilnya adalah sabda Rasulullah saw:
ما رآه المسلمون حسنًا فهو عند هللا حسن
"Apa yang kaum muslimin menganggapnya baik maka ia di sisi Allah juga baik."
Contoh penerapan kaidah ini adalah penetapan masa haidh, kadar nafkah, kualitas bahan
makanan untuk kafarah, dan sahnya akad jual beli tanpa ucapan eksplisit "aku jual" dan
"aku beli" dalam sistem jual beli modern.
3.
( المشقة تجلب التيسيرKesempitan mendatangkan kemudahan)
"Dan tidaklah Allah jadikan atas kalian dalam agama ini suatu kesukaran."
Kemudian juga sabda Rasulullah saw:
الس ْم َحة
َّ بعثت باحلنيفية
"Sesungguhnya aku diutus dengan membawa agama yang lurus dan mudah (lapang)."
dan juga sabda Rasulullah saw:
يسروا وال تعسروا