Anda di halaman 1dari 14

BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN OKTOBER 2019


UNIVERSITAS HALU OLEO

PARESIS NERVUS III, IV DAN VI

Oleh :
Nahoya, S.Ked
K1A1 14 104

Pembimbing :
dr. Nevita Yonnia Ayu Soraya, Sp.M

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2019

1
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertandatangan di bawah ini, menyatakan bahwa :


Nama : Nahoya, S.Ked
Stambuk : K1A1 14 104
Judul Referat : Parese Nervus III, IV dan VI
Telah menyelesaikan tugas referat dalam rangka kepaniteraan klinik pada
Bagian Ilmu Penyakit Mata, Fakultas Kedokteran, Universitas Halu Oleo.

Kendari, Oktober 2019


Mengetahui,
Pembimbing

dr. Nevita Yonnia AS, Sp.M

2
PARESIS NERVUS III, IV DAN VI
Nahoya, Nevita Yonnia Ayu Soraya

A. Pendahuluan
Nervus cranialis merupakan bagian susunan saraf pusat, berpangkal pada
otak dan batang otak, berfungsi dalam sistem sensoris, motorik, dan khusus.
Fungsi khusus adalah fungsi bersifat indera meliputi menghidu, melihat,
mengecap, mendengar dan keseimbangan.1
Indera penglihatan merupakan jendela bagi dunia luar untuk memperoleh
informasi dunia luar yang akan diproses guna pertahanan diri, kegiatan sehari-
hari dan meningkatkan pengetahuan. Sepertiga otak manusia digunakan untuk
proses penglihatan, yakni tajam penglihatan, penglihatan warna, pergerakan
bola mata dan memori visual. Pergerakan bola mata dilakukan oleh otot-otot
ekstra okular yang dipersarafi oleh Nn. III, IV dan VI.1,2
N. III bersama dengan N. IV dan N. VI merupakan saraf otak yang
mengatur gerakan bola mata. Ketiga nervus kranialis ini memiliki kesatuan
fungsi dalam menginervasi otot-otot penggerak bola mata sehingga
pemeriksaannya dilakukan secara bersama-sama. Salah satu kelainan yang
bisa timbul bila terjadi gangguan pada ketiga saraf ini atau salah satunya
adalah strabismus yaitu kondisi dimana kedua mata tampak tidak
searah atau memandang pada dua titik yang berbeda dan dapat disebabkan
oleh ketidakseimbangan tarikan otot yang mengendalikan pergerakan
mata akibat gangguan persarafan otot bola mata. Keadaan ini banyak dijumpai
dalam masyarakat. 1,2,3
B. Anatomi
1. Nervus Okulomotorius
Saraf okulomotorius merupakan berkas saraf somato motorik dan
visero motorik. Yang intinya terletak di substansia grisea periakuaduktal
mesensefali. Nukleus motorik bertanggung jawab untuk persarafan otot-
otot ekstraokular. Nukleus otonom atau Edinger Westphal bertanggung

3
jawab untuk persarafan parasimpatis otot-otot intraokular yakni otot
sphincter pupil dan otot ciliaris.3

Gambar.1 Nervus Okulomotorius

Gambar 2. Perjalanan N.occulomotorius4

N.occulomotorius kanan dan kiri berjalan di antara A.cerebri


posterior dan A.sereberalis superior. Pada perjalan ke orbita, keduanya
berjalan dari sisterna basalis melalui ruang subarachnoid ke ruang
subdural. Masing-masing saraf menuju sinus cavernosus kemudian
memasuki orbita melalui fisura orbitalis superior. Saraf parasimpatik
meninggalkan saraf membentuk ganglion ciliar. Setelah memasuki orbita,
komponen motorik terbagi menjadi dua (Lihat gambar 2). Cabang atas
mempersarafi m.levator palpebra superior dan m.rectus superior

4
sedangkan cabang bawah mempersarafi m.rektus medialis et inferior dan
m.oblikus inferior.3

Gambar 3. Perjalanan Nervus III

Nervus oculomotorius menginervasi m.rectus internus (medialis),


m.rectus superior, m.rectus inferior, m.levator palpebrae. Serabut visero-
motoriknya mengurus m.sfingter pupile (yaitu mengatur kontraksi pupil)
dan m.siliare (mengatur lensa mata).3
2. Nervus Trochlearis
Nervus trochlearis yang paling langsing dan satu-satunya saraf otak
yang keluar melalui permukaan posterior batang otak, muncul dari
mesencephalon nervus trochlearis berjalan ke depan melalui fossa cranii
media pada dinding lateral sinus cavernosus dan masuk ke rongga orbita
melalui fissure orbitalis superior. Saraf ini memepersarafi musculus
obliqus superior bola mata. Nervus trochlearis bersifat motorik murni dan
membantu menggerakkan bola mata ke bawah dan lateral (Lihat gambar
4).3

5
Gambar 4. Perjalanan Nervus IV4
3. Nervus Abducens
Serabut-serabut nervus abdusens melintas ke anterior melalui pons
serta muncul di alur antara tepi bawah pons dan medulla oblongata.
Nervus ini berjalan ke depan melalui sinus cavernosus sera terletak di
bawah dan lateral arteri carotis interna. Selanjutnya, saraf ini masuk ke
orbita melalui fissura orbitalis superior. Nervus abducens berfungsi
motorik murni dan mempersarafi m.rectus lateralis. Akibatnya, berfungsi
untuk menggerakkan bola mata ke lateral (Lihat gambar 5).

Gambar 5. Perjalanan Nervus VI

6
C. Fisiologi
1. Pergerakan Bola Mata
Tabel 1. Saraf otot ekstraokular dan fungsinya3
Nervus Otot Fungsi
N.occulomotoriu M.rectus superior Gerakan bola mata ke atas luar
s M.rectus medialis Gerakan bola mata kearah
M.rectus inferior dalam
M.obliqus inferior Gerakan mata ke bawah luar
Gerakan mata ke atas dalam
N.trochlearis M. obliqus Gerakan mata ke bawah dalam
superior
N.abducens M.rectus lateralis Gerakan mata lateral

Keenam pasang otot ekstraokular bekerja sama sedemikian rupa


sehingga gambar benda yang dilihat jelas dan tunggal. Gerakan mata
melirik ke kiri horizontal berarti gabungan kerja M.rectus lateralis kiri dan
M.rectus medialis kanan (Lihat gambar 6).3

Gambar 6. Pergerakan Bola Mata7

2. Refleks Cahaya

7
Jika cahaya jatuh pada retina, maka terjadi perubahan diameter
pupil. Refleks cahaya pupil ini mempunyai pengaruh yang sama seperti
pengatur diafragma otomatis kamera fotografik. Arkus refleks tidak
melibatkan korteks. Oleh karena itu, refleks pupil tidak memasuki tingkat
kesadaran.3
Serat aferen arkus refleks menyertai nervus optikus meninggalkan
traktus dekat korpus genikulatumlateral sebagai berkas medial yang
berlanjut ke arah kolikulus superior dan berakhir pada nukleus area
pretektal. Neuron interkalasi berhubungan dengan Nukleus Edinger
Westphal dari kedua sisi, menyebabkan refleks cahaya langsung.3
Serat eferen motorik berasal dari Nukleus Edinger Westphal dan
menyertai N.occulomotorius ke dalam orbita. Serat pre ganglion
parasimpatik memasuki ganglion ciliaris, kemudian memasuki mata dan
mempersarafi otot sphincter pupil.3

Gambar 7. Kerja Nervus III pada reflek cahaya4

8
3. Gerakan Mata Konjugat
Nervus okulomotorius mengurus gerakan bola mata secara
konjugat. Gerakan bola mata konjugat berarti kedua bola mata bergerak ke
suatu jurusan sedangkan pada gerakan diskonjugatif kedua bola mata
bergerak ke arah yang saling berlawanan, seperti pada waktu konvergensi
dan divergensi. Pada gerakan konjugat, kedua nervus okulomotorius
bekerja sama dengan saraf otak dan saraf otak okuler lainnya, yaitu nervus
trokhlearis dan nervus abdusens.1,2
Otot-otot agonis dan antagonis kedua mata selalu dipersarafi secara
simultan (hukum Hering), dan setiap kontraksi otot agonis disertai oleh
relaksasi otot antagonisnya (hukum Sherrington).1,2

Gambar 8. Pergerakan mata konjugat4

9
D. Gangguan Nn. III, IV dan VI
Kelainan pada pengaturan otot ekstra okular akan menghasilkan diplopia.3
1. Paralisis N. Occulomotorius
Kelumpuhan total N.occulomotorius akan memberikan gejala:3
a. Ptosis, disebabkan paralisis m.levator palpebrae dan tidak ada
perlawanan terhadap kerja m.orbicularis occuli yang dipersarafi
N.facialis
b. Posisi mata terfiksasi, melihat kebawah dan keluar, disebabkan oleh
kontraksi m.rectus lateralis(nervus VI) dan m.obliqus superior (nervus
IV) yang tidak teroposisi
c. Pupil melebar dan tidak bereaksi terhadap cahaya dan akomodasi
karena terjadinya kelumpuhan saraf parasimpatis (m.siliaris)
Apabila paralisis terjadi pada otot-otot intraokular, yakni pada
m.sfingter pupile dan m.siliaris, disebut oftalmoplegia interna (bola mata
tetap dapat bergerak leluasa, tetapi terdapat paralisis absolute pada pupil
yaitu hilang reflek cahaya langsung maupun tidak langsung dan hilang
reflek akomodasi). Sedangkan apabila paralisis terjadi pada otot-otot
ekstraokular maka akan terjadi motalitas bola mata terhambat tetapi
persarafan otonom (parasimpatis) mata akan tetap intak.
2. Paralisis N.trochlearis
Paralisis N.IV tersendiri jarang dijumpai. Penyebab paralisis yang
paling sering ialah trauma, dan dapat juga dijumpai diabetes melitus.
Lokasi lesi dapat dijumpai di dalam orbita, di puncak orbita atau dalam
sinus cavernosus. Paralisis N.IV akan menyebabkan diplopia dengan
posisi mata agak terangkat dan kearah temporal. Bola mata yang terkena
tidak dapat digerakkan ke bawah sehingga penderita kesulitan naik turun
tangga dan membaca buku.3,5
3. Paralisis N.abducens
N.VI yang mempersarafi m.rectus lateralis bila mengalami
paralisis akan menyebabkan diplopia dengan posisi bola mata yang
terganggu akan kearah dalam. Bila penderita melihat lurus ke depan, posisi

10
mata yang terkena akan sedikit adduksi karena kerja m.rectus medialis
belebihan.1,5
N.VI merupakan saraf otak terpanjang intra kranial sehingga rawan
terhadap gangguan misalnya fracture basis cranii, meningitis basalis, lesi
di sinus cavernosus dan tekanan tinggi intra kranial.5
E. Pemeriksaan N. III, IV dan VI 6
1. Inspeksi Lebar Celah Palpebra (Nervus Kranialis III: Nervus
Okulomotoris) 6
a. Pemeriksa memperhatikan celah mata klien untuk menilai apakah
terdapat ptosis (kelopak mata terjatuh, mata tertutup dan tidak dapat
dibuka), eksoftalmus dan enoftalmus.
b. Pemeriksa juga dapat menilai kekuatan m.levator palpebrae dengan
meminta klien menutup mata, kemudian disuruh untuk membukanya.
c. Waktu klien membuka mata, pemeriksa menahan gerakan ini dengan
jalan memegang (menekan enteng) pada kelopak mata.
d. Dengan demikian dapat dinilai kekuatan mengangkat kelopak mata
(m.Levator palpebrae).
e. Pada pemeriksaan ini, untuk meniadakan tenaga kompensasi dari m.
Frontalis perlu diberi tekanan pada alis mata dengan tangan satu lagi.
2. Inspeksi Pupil (Ukuran Dan Bentuk) (Nervus Kranialis III: Nervus
Okulomotoris) 6
a. Perhatikan besarnya pupil pada mata kiri dan kanan, apakah sama
(isokor), atau tidak sama (anisokor).
b. Perhatikan bentuk pupil, apakah bundar dan rata tepinya (normal) atau
tidak.
3. Reaksi Pupil Terhadap Cahaya (Nervus Kranialis II Dan III) 6
a. Klien disuruh untuk melihat jauh (menfiksasi pada benda yang jauh
letaknya.
b. Selanjutnya pemeriksa memberi cahaya senter dan dilihat apakah ada
reaksi pupil.

11
c. Selanjutnya pemeriksa memperhatikan pula pupil mata yang satu lagi.
Apakah pupilnya ikut mengecil oleh penyinaran mata lainnya
(kontralateral).
4. Reaksi Pupil Terhadap Benda Dekat (Nervus Kranialis III)6
a. Klien disuruh untuk melihat jauh.
b. Kemudian disuruh untuk melihat dekat misalnya jari kita (benda) yang
ditempatkan dekat matanya
5. Penilaian Gerakan Bola Mata (Nervus Kranialis III, IV Dan VI) 6
a. Klien diminta untuk tidur terlentang.
b. Pemeriksa menempatkan pena atau jari-jari pada posisi vertikal sejauh
50 cm dari mata penderita dalam arah penglihatan sentral.
c. Tangan yang lain memegang kelopak mata atau dagu klien untuk
fiksasi kepala.
d. Pemeriksa menggerakkan pena secara perlahan ke arah lateral, medial,
atas, bawah, dan ke arah yang miring yaitu atas-lateral, bawah-medial,
atas-medial dan bawah-lateral.
e. Perhatikan apakah mata klien dapat mengikuti gerakan itu dan
tanyakan apakah klien melihat ganda (diplopia).
6. Penilaian Diplopia (Nervus Kranialis III, IV Dan VI) Catatan :
Metode Pemeriksaan = Pergerakan Bola Mata6
a. Klien diminta untuk tidur terlentang.
b. Pemeriksa menempatkan pena atau jari-jari pada posisi vertikal sejauh
50 cm dari mata penderita dalam arah penglihatan sentral.
c. Tangan yang lain memegang kelopak mata atau dagu klien untuk
fiksasi kepala.
d. Pemeriksa menggerakkan pena secara perlahan ke arah lateral, medial,
atas, bawah, dan ke arah yang miring yaitu atas-lateral, bawah-medial,
atas-medial dan bawah-lateral.
e. Perhatikan apakah mata klien dapat mengikuti gerakan itu dan
tanyakan apakah klien melihat ganda (diplopia).

12
Diplopia dijumpai pada pada kelumpuhan otot ekstraokular.
Kerusakan N.VI saja tidak dapat menilai lokasi lesi karena perjalannanya
sangat panjang. Di batang otak, letak nukleus Nn.cranilais berdekatan
sehingga jarang dijumpai kerusakan tersendiri.3,5,6

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Mardjono M, Sidharta P. Saraf otak dan patologinya. Dalam Neurologi klinis


dasar. Jakarta: Dian Rakyat. 2008. hal 114-49.
2. Misbach J. Neuro-opthamologi pemeriksaan klinis dan interpretasi. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI. 1999. hal 1-40.
3. Baehr M, Frotscher M. Duus’ topical diagnosis in neurology
anatomy·physiology·signs· symptoms 4th. New York: Thieme. 2005. p 137-
60.
4. Monkhouse S. Cranial nerves functional anatomy. Cambridge: Cambridge
University Press. 200 6. P 121-7.
5. Lumbantobing SM. Neurologi klinik pemeriksaan fisik dan mental. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI. 2006. hal 34-51.
6. Bahar, A., Wuysang D. 2015. Pemeriksaan Fungsi Saraf Kranial Bagian I.
Fakultas Kedokteran. Universitas Hasanuddin. Makassar.
7. Richard J, K. Eye Movement. Edisi 4. Fundamental Neuroscience. 2013. Hal
697-714

14

Anda mungkin juga menyukai