PENDAHULUAN
Visi Program Studi PWK adalah menjadi lembaga pengelola pendidikan, penelitian
dan pengabdian kepada masyarakat di bidang pengembangan wilayah dan kota yang
unggul dengan muatan Benua Maritim Indonesia (BMI).
Berdasarkan visi dan misi Prodi Pengembangan Wilayah dan Kota (PWK), maka
peluang pengembangan Prodi di masa mendatang terkait orientasi Ipteks dalam konteks
Benua Maritim Indonesia (BMI) merupakan daya tarik Prodi Pengembangan Wilayah dan
Kota Unhas di era globalisasi menuju “World Class University”. Penerapan otonomi
daerah khususnya Kawasan Timur Indonesia yang terdiri dari sebaran kepulauan,
membuka peluang kerja yang lebih besar bagi ahli perencana dengan kekhususan wawasan
lulusan yang mengarah pada “Wawasan Benua Maritim Indonesia”. Sedangkan tantangan
yang dihadapi Prodi PWK adalah tuntutan untuk senantiasa meningkatkan mutu
pendidikan dan kualitas lulusan, mengingat semakin meningkatnya kualitas dan kuantitas
Prodi PWK di Perguruan Tinggi lain, semakin tingginya tuntutan persyaratan kemampuan
tenaga kerja terutama dalam pengembangan kemampuan Ipteks dan wawasan global, serta
semakin tingginya tingkat persaingan di dunia kerja.
Pengembangan Ipteks merupakan bagian dari strategi dan pengembangan Prodi
PWK. Berdasarkan tujuan dan sasaran Prodi, pengembangan Ipteks diterapkan dalam
bidang perencanaan kota, serta pengembangan spesialisasi Ipteks berwawasan Benua
Maritim Indonesia. Dengan strategi: meningkatkan kuantitas dan kualitas sarana prasarana
pendukung pembelajaran berorientasi standar internasional, serta meningkatkan dan
mengembangkan kurikulum dan SAP yang spesifik.
1
1. Praktisi Perencana Wilayah dan Kota
Lulusan Prodi PWK dapat bekerja pada biro perencana kota dan wilayah dengan
menempati posisi sebagai Perencana Wilayah dan Kota, Perancang Kota, Perencana
Landsekap, Ahli pemetaan/GIS (Geographic Information System), ahli infrastuktur
wilayah dan kota, ahli pengembangan dan manajemen properti, estimator/penilai biaya
pembangunan wilayah dan kota, advokat masyarakat/LSM).
2. Pendidik bidang PWK
Lulusan Prodi PWK dapat bekerja sebagai tenaga pendidik/instruktur/pelatih pada
perguruan tinggi dan lembaga/instansi perencanaan wilayah dan kota.
3. Peneliti bidang PWK
Lulusan Prodi PWK dapat bekerja sebagai peneliti dan laboran pada Perguruan
Tinggi dan lembaga pusat penelitian.
4. Birokrat PWK dan/atau bidang terkait dengan perencanaan
Lulusan Prodi PWK dapat bekerja sebagai pembuat kebijakan atau pengambil
keputusan pada instansi pemerintah seperti Bappenas, Departemen PU dan
Kimpraswil, Bappeda, Dinas Tata Kota, Dinas Bangunan, Bapedalda, Perindustrian,
Pariwisata, Transmigrasi, Manajerial dan Kelembagaan Pemerintah, dan lain lain.
5. Pelaku Industri bidang PWK
Lulusan Prodi PWK dapat bekerja sebagai manajer, perencana, penyusun anggaran
dan estimator pada industri termasuk bidang keuangan, peneliti dan analis dampak
produksi terhadap lingkungan, dan lain lain.
2. Kompetensi Pendukung
Berprofesi sebagai praktisi, pendidik, dan peneliti bidang perencanaan wilayah dan
kota, kompetensi pendukung yang harus dimiliki oleh lulusan adalah:
a. Menjunjung tinggi norma, tata nilai, moral, agama, etika dan tanggungjawab
profesional.
b. Mampu menguasai wawasan lingkungan pesisir, kepulauan yang beriklim tropis
nusantara, dan Benua Maritim Indonesia.
c. Mampu menerapkan perencanaan secara global dan dalam konteks kekinian.
d. Mahir dan terlatih dalam mengaplikasikan teknologi seperti program GIS dan
program analisis untuk inventarisasi database yang akurat, interpretasi dan
penyusunan konsep perencanaan spatial dan aspatial.
Bagi lulusan yang berprofesi sebagai birokrasi dan pelaku industri bidang
perencanaan wilayah dan kota atau terkait dengan bidang perencanaan, seharusnya
memiliki kompetensi pendukung:
3
a. Menjunjung tinggi norma, tata nilai, moral, agama, etika dan tanggungjawab
professional.
b. Mampu menguasai wawasan lingkungan pesisir, kepulauan yang beriklim tropis
Nusantara, dan Benua Maritim Indonesia.
c. Mampu menerapkan perencanaan secara global dan dalam konteks kekinian.
3. Kompetensi Lainnya
Berprofesi sebagai praktisi, pendidik, dan peneliti bidang perencanaan wilayah dan
kota, lulusan seharusnya memiliki kompetensi pendukung:
a. Mampu bekerja secara mandiri dan kelompok dengan koordinasi kelompok
multidisiplin.
b. Mampu dan cakap dalam menjalin kerjasama berbasis keahlian dalam lingkup
nasional, regional dan internasional.
c. Mampu berkomunikasi dan bersikap aspiratif dan responsive terhadap lingkungan,
potensi wilayah dan pengembangan Ipteks.
Bagi lulusan yang berprofesi sebagai birokrasi dan pelaku industri bidang
perencanaan wilayah dan kota atau terkait dengan bidang perencanaan, seharusnya
memiliki kompetensi lainnya:
a. Mampu bekerja secara mandiri dan kelompok dengan koordinasi kelompok
multidisiplin.
b. Mampu berkomunikasi dan bersikap aspiratif dan responsive terhadap lingkungan,
potensi wilayah dan pengembangan Ipteks.
4
1.2. ANALISIS KEBUTUHAN PEMBELAJARAN
1.2.1. Identitas Mata Kuliah
Nama Mata Kuliah : Kartografi dan Penginderaan Jauh
Kode Mata Kuliah : 122D5203
Semester/SKS : II/3 SKS
Sifat Kurikulum : Inti Wajib
5
1.2.2. Kompetensi Mata Kuliah
7
1.2.8. Strategi Pembelajaran dan Pengalaman Belajar
Metode pembelajaran ditekankan pada praktek, baik itu survei lapangan maupun
belajar terstruktur seperti menggambar. Namun, sebelum praktek tersebut, mahasiswa
dibekali dengan teori yang disampaikan dengan metode ceramah interaktif dan diskusi
kelas. Mahasiswa akan diminta untuk mempresentasikan tugas-tugas tertentu yang
kemudian akan dibahas bersama-sama.
Pengalaman belajar yang akan diperoleh mahasiswa didasarkan pada metode
pembelajaran. Terdapat beberapa metode yang digunakan dalam proses belajar di mata
kuliah ini, yaitu: ceramah interaktif, diskusi, belajar terstruktur, dan survei lapangan.
Penjelasan dari masing-masing metode sebagai berikut:
1. Ceramah interaktif
Ceramah interaktif merupakan metode yang dilakukan dengan dua arah. Dosen
mempresentasikan materi kuliah di kelas. Selain menjelaskan materi, ceramah juga
berfungsi untuk memberikan arahan singkat kepada mahasiswa sebelum melakukan
survei lapangan, belajar terstruktur ataupun diskusi. Mahasiswa diwajibkan untuk
memberi komentar mengenai ceramah yang telah dijelaskan.
Dosen akan memberikan ceramah mengenai teori tentang peta dan
penginderaan jauh sesuai dengan yang tercantum di GBRP kuliah Kartografi dan
Penginderaan Jauh. Selain itu, melalui ceramah interaktif, mahasiswa akan dibagi
menjadi beberapa kelompok untuk mengerjakan tugas survei lapangan, belajar mandiri
maupun diskusi.
2. Survei lapangan
Survei lapangan merupakan kegiatan yang mewajibkan mahasiswa mengamati
objek secara langsung di lapangan. Kegiatan terseut bertujuan untuk memberikan
pemahaman yang lebih mendalam mengenai materi yang telah dipaparkan di kelas
karena mereka akan mendapatkan pengalaman secara langsung. Selain itu, kegiatan ini
juga bertujuan untuk membuka wawasan mereka terhadap kondisi perkotaan pada
umumnya. Hasil dari survei lapangan berupa data-data primer yang kemudian akan
didiskusikan di kelas.
Mahasiswa diwajibkan mengunjungi lokasi yang telah ditentukan. Kegiatan
mahasiswa di lapangan adalah mengumpulkan data sesuai hasil cermah interaktif
seperti: fungsi bangunan, ketinggian bangunan, lebar jalur kendaraan dan jalur
pedestrian. Mahasiswa juga diwajibkan untuk membuat dokumentasi serta arsip
8
berupa sketsa dan catatan. Prosedur kegiatan ini tercantum di dalam Buku Panduan
Parktek Lapang.
3. Belajar terstruktur
Belajar terstruktur merupakan kegiatan mahasiswa baik secara individu maupun
kelompok sebagai tindak lanjut dari materi yang diberikan dan data yang diperoleh saat
survei lapangan. Belajar mandiri tersebut dapat dilakukan di kelas maupun di luar
kelas. Mahasiswa diwajibkan untuk mendapat referensi lainnya yang mendukung
proses pembelajaran.
Bentuk dari belajar terstruktur pada mata kuliah Kartografi dan Penginderaan
Jauh merupakan tugas yang dikerjakan secara individu. Terdapat dua jenis metode
yang digunakan, yaitu: quiz dan praktek menggambar. Quiz diberikan secara sopntan
oleh dosen pada awal maupun akhir pertemuan. Tujuannya adalah untuk mengevaluasi
pemahaman mahasiswa terhadap teori yang telah diberikan. Quiz merupakan soal-soal
mengenai teori Kartografi dan Penginderaan Jauh. Praktek menggambar merupakan
kegiatan mengintepretasikan data berbentuk catatan atau tulisan ke bentuk peta.
4. Diskusi
Diskusi diawali dengan presentasi materi oleh mahasiswa baik secara individu
maupun kelompok. Materi yang didiskusikan berupa hasil survei lapangan maupun
belajar terstruktur. Umpan balik dari presentasi tersebut berupa komentar dan masukan
dari mahasiswa dan dosen.
Materi diskusi yang dipresentasikan oleh mahasiswa berupa data yang telah
mereka peroleh melalui survei lapangan. Dosen dan mahasiswa lainnya akan
memberikan komentar terhadap kekeliruan yang telah dibuat dan memberikan masukan
untuk memperbaiki kekeliruan tersebut.
9
3. Gambar peta: gambar peta secara manual di atas kertas roti sesuai dengan skala yang
telah disepakati. Peta tersebut sesuai dengan kriteria dan dilengkapi dengan
arsip/dokumen survei.
4. Membuat maket dan laporan: maket kontur berdasarkan hasil pengukuran dengan
dasar penginderaan jauh dan survei lapangan.
5. Tugas akan dikembalikan ke mahasiswa setelah diberi penilaian agar mahasiswa dapat
mengetahui evaluasi pekerjaan mereka.
Penilaian mahasiswa terdiri atas:
1. Kehadiran 80%: kehadiran dievaluasi melalui daftar kehadiran. Setelah lima belas
menit, dilakukan pengisian daftar hadir. Mahasiswa yang tiba lewat dari lima belas
menit, tetap diizinkan masuk namun tidak diizinkan untuk menandatangani daftar
hadir.
2. Keaktifan: keaktifan terdiri atas keaktifan di kelas dan keaktifan di lapangan.
Keaktifan di kelas dapat dilihat saat mahasiswa bertanya tentang materi, menjawab
pertanyaan serta memberikan masukan baik secara individu maupun mewakili
kelompok. Keaktifan di lapangan dilihat dari tanggung jawab mahasiswa dalam
mengerjakan tugas di lapangan atau berdiskusi/ bekerjasama dengan teman kelompok.
3. Ketepatan waktu: mahasiswa wajib mengumpulkan tugas sesuai dengan waktu yang
telah disepakati. Mahasiswa yang terlambat mengumpulkan tugas akan dikurangi
nilainya sebanyak 3% hingga 5%.
4. Kerapihan mahasiswa: mahasiswa yang memakai sandal jepit dan kaos oblong tidak
diperkenankan untuk mengikuti kuliah ataupun asistensi.
5. Kesesuaian materi: segala tugas mahasiswa sesuai dengan materi pembelajaran atau
tepat sasaran.
6. Kualitas gambar dan maket: kualitas gambar dilihat dari kualitas garis, kerapihan dan
kebersihan gambar.
7. Bobot penelitian dapat dilihat pada tabel di bawah:
A >_ 86 C 60-65
A- 80-85 C- 56-59
AB 76-79 D 50-55
B 70-75 E <_49
B- 66-69
Setiap kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh mahasiswa wajib dinilai oleh dosen.
Penilaian tersebut bermanfaat untuk mengetahui pemahaman mahasiswa terhadap materi
10
Kartografi dan Penginderaan Jauh, sehingga dapat diketahui juga kesesuaian proses
pembelajaran dengan sasaran dan kompetensi belajar. Penilaian capaian belajar didasarkan
pada metode pembelajaran dan kompetensi yang diharapkan seperti kompetensi kognitif,
afektif dan psikomotorik.
Setiap kompetensi yang diharapkam memiliki indikator dan bobot penilaian masing-
masing. Indikator dan bobot tersebut dapat dilihat di tabel 1.1.
11
tepat sasaran.
Refernsi yang dipaparkan mahasiswa
3
bervariasi.
Afektif Mahasiswa aktif memberikan komentar dan
6
masukan terhadap materi diskusi.
Penampilan mahasiswa saat presentasi 10
menarik (tenang, kata-kata yang jelas, 4
bahasa tubuh, berpakaian yang sopan).
Psikomotorik Mahasiswa membuat teknik presentasi yang
8 8
menarik.
TOTAL 100 100 100
12
BAB 2
PENGETAHUAN DASAR KARTOGRAFI
2.1. PENDAHULUAN
Bab ini merupakan perkenalan terhadap kartografi khususnya peta seperti
pengertian, jenis,fungsi, standard an prosedur pembuatan peta, khususnya peta manual.
Mata kuliah ini merupakan berkaitan dengan Mata Kuliah Studio Pemetaan yang
didapatkan pada semester pertama, terutama dalam proses pembuatan peta manual.
Mahasiswa telah diajarkan untuk menggambar berbagai macam garis dan menggambar
peta manual sederhana. Selanjutnya, di Mata Kuliah Kartografi, khususnya pembahasan
mengenai Pengantar Kartografi, mahasiswa diajar mengenal peta secara lebih detail,
seperti pengertian, jenis-jenis peta, fungsi peta, standar dan prosedur pembuatan peta.
13
2.1.2 Sasaran Pembelajaran
Sasaran pembelajaran dari materi Pengantar Kartografi ini adalah mahasiswa
memahami dan menjelaskan sasaran-sasaran pembelajaran yang telah disebutkan
sebelumnya. Selain itu, mahasiswa juga memahami peran atau fungsi kartografi/pemetaan
dalam ruang lingkup penataan ruang. Pengetahuan mengenai dasar-dasar kartografi
merupakan modal awal mahasiswa untuk melanjutkan materi dan praktek menggambar
peta berikutnya.
14
Tabel 2.1. Rubrik Penilaian Materi Pengantar Kartografi
Kompetensi Tujuan Rubrik Bobot
Kognitif Pemahaman mahasiswa Pengertian Kartografi 5
terhadap urgensi kartografi/ Jenis-jenis peta 5
pemetaan dalam ruang Fungsi peta 10 40
lingkup tata ruang wilayah Standar peta 10
dan kota Prosedur pembuatan peta 10 65
Kemampuan penulisan Menjawab pertanyaan tepat sasaran 10
laporan/tugas sesuai dengan Ketepatan menggunakan tata bahasa 5
standar karya tulis ilmiah 25
Penggunaan kota kata yang tepat 5
Keterpaduan antar kalimat/paragraf 5
Afektif Tugas dikumpulkan tepat Sesuai dengan kesepakatan
15 15
waktu
Sopan selama proses Berpakaian yang sopan dan rapi 5 35
pembelajaran Bertutur kata yang baik 5 20
Bersikap terhadap dosen dan teman 10
TOTAL 100 100 100
15
kartografi diperoleh dengan model matematis yang mampu memindahkan bentuk nyata
permukaan bumi ke bidang dua dimensi.
Tidak hanya keakuratan, ilmu kartografi juga mempelajari teknik visualisasi peta yang
menarik dan efektif. Berdasarkan aspek psikologis, visualisasi yang efektif mampu
menimbulkan pengertian, perasaan senang, pengaruh dalam bersikap, interaksi dan
manfaat serta menimbulkan tindak lanjut yang makin baik atas produk peta yang
dihasilkan. Peta yang komunikatif akan mudah dipahami sehingga dapat dimanfaatkan
untuk kepentingan khalayak ramai. Menurut Van der Wel (1994), kriteria peta yang efektif
adalah peta yang valid, menarik, mudah dibaca dan berguna (gambar 1.1).
Gambar 1.1. Kartografi tidak hanya meliputi keakuratan, tetapi juga estetika
Sumber: http://data3.whicdn.com/images/28142051/large.jpg, diunduh pada 25 April 2015 pukul
10:25AM
Berdasarkan pemaparan dari para ahli, dapat disimpulkan bahwa kartografi merupakan
ilmu dan seni dalam membuat gambar permukaan bumi. Kartografi dikatakan sebagai ilmu
karena diperlukan ketelitian dan pemahaman agar gambar yang dihasilkan sesuai dengan
16
kenyataan. Kartografi dikatakan sebagai seni karena tampilan gambar harus mudah
dipahami dan menarik bagi orang yang membacanya.
(4)
Peta
Evaluasi
(5)
Penggunaan
Peta
17
lembaga tertentu seperti Biro Pusat Statistik (BPS), Departemen Pekerjaan Umum (DPU),
Badan Pertahanan Nasional (BPN), Dinas Pariwisata dan sebagainya (Sariyono dan
Nursa‟ban, 2010).
2.3.4 Evaluasi
Evaluasi merupakan proses peninjauan kembali peta yang telah dihasilkan. Jika peta
tersebut telah sesuai, proses kartografi dilanjutkan ke penggunaan peta. Jika terdapat
kekeliruan dalam peta yang dihasilkan, perlu dilakukan pemeriksaan kembali mulai dari
data yang ada atau teknik pembuatannya.
18
2.4. KLASIFIKASI KARTOGRAFI
Ilmu kartografi diklasifikasikan berdasarkan kegiatan dalam mempelajarinya. Seperti
yang telah dikemukakan di sub bab pengertian kartografi, diketahui bahwa ilmu tersebut
mencakup proses pengumpulan data hingga pembuatan peta. Oleh karena itu, untuk
mempermudah proses pembelajaran, kartografi diklasifikasikan sebagai berikut: kartografi
dasar, kartografi topografi, kartografi teknik dan kartografi tematik (Sariyono dan
Nursa‟ban, 2010). Semakin tinggi tingkat klasifikasi ilmu kartografi, semakin tinggi
tingkat kesulitannya.
19
adalah agar peta yang dihasilkan lengkap tidak dari segi data spasial saja, tetapi juga dari
segi teknis. Dengan demikian, peta tersebut mudah digunakan.
Kartografi tematik merupakan kalsifikasi tertinggi dalam ilmu kartografi. Klasifikasi
ini, akan dipelajari pembuatan peta-peta tematik seperti: peta sumberdaya alam, peta
penyebaran penduduk, peta objek pariwisata, dan peta tata guna lahan. Pada klasifikasi
kartografi tematik, dibutuhkan informasi atau data yang lebih detail. Oleh karena itu,
proses pengerjaanya akan lebih memerlukan ketelitian.
20
BAB 3
PETA DALAM ILMU KARTOGRAFI
Pengertian peta secara umum adalah gambaran dari bidang permukaan bumi yang
disederhanakan. Penyederhanaan tersebut dapat berupa ukuran atau skala dan disertai
dengan informasi tambahan. Informasi yang dibutuhkan dapat berupa gambaran distribusi
penduduk, penggunaan lahan, penyebaran objek pariwisata dan topografi permukaan.
21
Selanjutnya, Beberapa ahli mendefinisikan peta dengan berbagai pengertian, namun
pada dasarnya peta memiliki arti yang sama. Berikut ini pengertian peta dari para ahli:
1. Menurut International Cartographic Association (1973)
Peta adalah gambaran atau representasi unsur-unsur ketampakan abstrak yang dipilih
dari pemukaan bumi yang ada kaitannya dengan permukaan bumi atau benda-benda
angkasa, yang pada umumnya digambarkan pada suatu bidang datar dan
diperkecil/diskalakan.
2. Menurut Aryono Prihandito (1998)
Peta adalah gambaran permukaaan bumi dengan skala tertentu, digambar pada bidang
datar melalui system proyeksi tertentu.
3. Menurut Erwin Rainsz (1948)
Peta adalah gambaran konvensional dari ketampakan muka bumi yang diperkecil
seperti ketampakannya kalau dilihat vertikal dari atas, dibuat pada bidang datar dan
ditambah tulisan-tulisan sebagai penjelas.
4. Menurut Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal 2005) Peta
merupakan wahana bagi penyimpanan dan penyajian data kondisi lingkungan,
merupakan sumber informasi bagi para perencana dan pengambilan keputusan pada
tahapan pada tingkatan pembangunan.
22
b. Peta Turunan
Peta turunan yaitu peta yang dibuat berdasarkan pada acuan peta yang sudah ada,
sehingga tidak memerlukan survei langsung ke lapangan. Peta turunan ini tudak bisa
digunakan sebagai peta dasar.
Gambar 5.1. Contoh Peta Kontur. Gambar kontur dalam bentuk dua dimensi (kanan) dan bentuk asli kontur
pegunungan di permukaan bumi dalam tiga dimensi (kiri)
Sumber: http://endrosambodo1984.files.wordpress.com/2012/03/gunung_kontur1.jpg, diunduh pada
28/10/2014, pukul 4:12 PM
b. Peta Tematik
Peta tematik yaitu peta yang menggambarkan informasi dengan tema tertentu/khusus.
Misal peta geologi, peta pegunungan lahan, peta persebaran objek wisata, peta
kepadatan penduduk, dan sebagainya. Gambar 5.2 menunjukkan contoh peta
Kabupaten Boyolali dalam berbagai tema, yaitu: kemiringan lahan, curah hujan, dan
penggunaan lahan.
23
(a) Peta Kabupaten Boyolali dengan
tema jenis tanah
24
3.2.3. Peta Berdasarkan Skala
Berdasarkan skala, jenis-jenis peta dibagi menjadi peta kadaster, peta skala besar, skala
sedang, skalakecil dan peta geografi/ peta dunia.
a. Peta Kadaster/Peta Teknik
Peta ini mempunyai skala antara 1 : 100 sampai 1 : 500. Pada umumnya peta ini berupa
peta situasi tanah di dalam sertifikat. Selain itu, contoh lain dari peta ini adalah peta
jaringan jalan atau jaringan air yang sifatnya teknis.
b. Peta Skala Besar
Peta jenis ini memiliki skala 1:5.000 hingga 1: 250.000. Peta ini digunakan untuk
menggambarkan wilayah yang relatif sempit, misalnya peta kota, kabupatem,
kelurahan dan peta kecamatan.
25
Gambar 5.4. Contoh Peta Infrastruktur Provinsi Sulawesi Selatan dalam skala sedang
Sumber: Kementrian Pekerjaan Umum, 2012
d. Peta Skala Kecil
Peta jenis ini memiliki skala 1:500.000 hingga 1:1.000.000 atau lebih. Peta ini
menggambarkan daerah yang sangat luas, misalnya peta Negara, peta benua bahkan
peta dunia.
Gambar 5.6. Contoh Peta Wilayah Panen Jagung di Kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan pada tahun 2010
Sumber: Dimas Prayogi Setyo, 2014
27
Gambar 5.7. Contoh Peta Digital Kecamatan Bungaya, Kabupaten Gowa pada tahun 2014
Sumber: Ahmad Aulia Bahrun Amieq 2014
Jika diketahui skala adalah 1 : 500 dan jarak di peta adalah 30 cm, maka perhitungan
jarak sebenarnya adalah sebagai berikut:
Jarak sebenarnya = skala x jarak di peta
= (500 x 30 ) cm
= 15.000 cm
Selanjutnya, skala verbal merupakan skala yang dibentuk dengan kata. Kata-kata
merujuk kepada ukuran skala peta untuk menentukan apakah peta tersebut memiliki
skala yang besar atau kecil. Berikut adalah jenis verbal berdasarkan ukuran skalanya
peta:
Skala sangat besar (kadaster) = 1:100 s/d 1:5.000
Skala besar = 1:5.000 s/d 1:250.000
Skala sedang = 1:250.000 s/d 1: 500.000
Skala kecil = 1: 500.000 s/d 1: 1.000.000
Skala sangat kecil = 1:1.000.000 ke atas
29
3.3.3 Arah Mata Angin
Petunjuk arah mata angin berfungsi untuk menunjukkan arah Utara, Selatan, Timur dan
Barat. Tanda orientasi perlu dicantumkan pada peta untuk menghindari kekeliruan.
Petunjuk arah pada peta biasanya berbentuk tanda panah yang menunjuk ke arah Utara
(gambar 6.6.). Petunjuk ini diletakkan di bagian mana saja dari peta, asalkan tidak
menggnaggu kenampakan peta.
3.3.4. Simbol
Sebuah peta akan memuat simbol-simbol baik dalam bentuk geometri maupun warna.
Pemberian simbol tersebut bertujuan untuk menggambarkan dengan sederhana bentuk
informasi yang mewakili kenampakan permukaan bumi, dan disampaikan dengan tepat.
Oleh arena itu, simbol di dalam peta harus memmenuhi syarat, santara lain: sederhana,
mudah dimengerti, dan bersifat umum (telah disepakati oleh para kartografer).
Klasifikasi simbol dibagi menjadi dua, yaitu simbol berdasarkan bentuknya dan simbol
berdasarkan wijudnya (tabel 6.1). Simbol berdasarkan bentuk dibedakan atas titik, garis,
area atau bidang, aliran, batang, dan lingkaran. Sementara itu, simbol berdasarkan
wujudnya dibedakan atas piktorial, nominal atau kualitatif, ordinal atau kuantitatif dan
interval. Berikut adalah penjelasan dari masing-masing simbol.
a. Simbol berdasarkan bentuk
1) Titik : digunakan untuk menyajikan tempat atau data posisional, seperti simbol
kota. Titik yang berbentuk lingkaran digunakan untuk menyatakan jumlah dalam
bentuk presentase.
2) Garis: digunakan untuk menyajikan data geografis seperti simbol sungai, batas
wilayah, jalan, dan aliran (aliran/alur pelayaran dan angina).
3) Area atau bidang: digunakan untuk menunjukkan kenampakan area seperti padang
pasir, rawa, atau hutan.
30
b. Simbol berdasarkan wujud
1) Piktorial: merupakan gambar yang mirip dengan kondisi sebenarnya
2) Nominal atau kualitatif: digunakan untuk membedakan informasi mengenai
persebaran objek yang digambarkan, misalnya perbedaan fungsi lahan. Perbedaan
tersebut dapat ditunjukkan dengan arsiran yang berbeda.
3) Ordinal atau kuantitatif: digunakan untuk tingkat kepadatan. Sama seperti simbol
kualitatif, simbol kuantitatif juga menggunakan arsiran untuk membedakan
informasi. Semakin rapat atau tebal arsiran, semakin padat daerah tersebut. Begitu
sebaliknya. Semakin renggang arsiran, semakin jarang penduduknya.
4) Interval: diguna kan untuk menunjukkan rentang atau jarak.
Tabel 6.1. Klasifikasi Peta
Simbol berdasarkan bentuk
Titik Garis Area/Bidang
: perkebunan
sawit : jalur kereta
: sawah
api
: potensi ikan
Kepadatan Penduduk
: 1 titik berarti
100 penduduk : 5.000 – 6.000 jiwa/ km²
Interval
31
3.3.5. Warna
Pewarnaan pada peta dilakukan tidak hanya untuk memperindah tampilan peta saja.
Warna-warna tersebut digunakan untuk membedakan unsur-unsur yang terdapat di dalam
peta. Berdasarkan sifatnya, warna peta dibedakan atas dua jenis, yaitu warna kualitatif dan
warna kuantitatif. Sifat kualitatif warna berfungsi untuk membedakan unsurnya saja.
Contoh warna kualitatif ditunjukkan gambar 6.7. Peta Kota Makassar dengan masing-
masing kecamatan yang dibedakan berdasarkan warna. Sementara itu, sifat kuantitatif
warna berfungsi untuk menunjukkan jumlah atau gradasinya. Contoh warna kuantitatif
adalah gradasi warna untuk menunjukkan perbedaan kontur di darat dan kedalaman laut
(tabel 6.2).
32
Tabel 6.2. Gradasi Warnda dalam Peta
Simbol Keterangan Simbol Keterangan
Ketinggian daratan 3500-4000 m Ketinggian daratan 0-500 m
3.3.6. Penulisan
Penulisan peta mencakup semua jenis tulisan, huruf dan angka yang terdapat di dalam
peta. Penulisan yang baik bertujuan untuk memudahkan pembaca dalam memahami
informasi yang diberikan. Bentuk penulisan meliputi huruf kepital, huruf kecil, kombinasi
keduanya. Selain itu terdapat juga huruf tegak (Roman) dan miring (Italic). Berikut
beberapa ketentuan teknik penulisan di dalam peta:
a. Judul peta ditulis dengan huruf kapital dan tegak;
b. Nama ibu kota lebih besar daripada tulisan objek lain (gambar 6.10.);
c. Ukuran huruf disesuaikan dengan unsur keindahan dan fungsi peta;
d. Baik nama jalan maupun nama sungai ditulis searah dengan jalan atau sungai tersebut;
Gambar 6.8. Contoh penulisan nama sungaidan jalan di dalam peta yang mengikuti arah aliran.
Sumber: http://www.ditechinjection.com/img/peta-cipedes.jpg dan
http://www.ditechinjection.com/img/peta-cipedes.jpg diunduh pada 28 April 2015, 09:19 PM
33
e. Nama kota dapat ditulis di bawah, di atas, di kanan atau di kiri simbol kota
Gambar 6.9. Contoh penulisan nama kota dalam peta Jawa Barat.
Sumber: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/3/36/PANJALU.jpg, diunduh pada 28 April
2015, 09:39 PM
34
Gambar 6.10. Contoh legenda
Sumber: https://belajargeodenganhendri.files.wordpress.com/2011/04/legenda.jpg?w=530,
diunduh pada 27 April 2015 pukul 08:32 PM
3.3.9. Inset
Peta inset merupakan peta dengan tampilan yang lebih kecil yang berdampingan
dengan peta utama. Peta inset berfungsi untuk memberikan kejelasan yang terdapat di peta
utama. Berdasarkan fungsinya, peta inset dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu:
a. Peta inset yang menunjukkan lokasi relatif dari peta utama. Peta inset jenis ini memiliki
skala yang lebih kecil dari peta utama. Peta ini menjelaskan letak dan hubungan lokasi
di peta utama dengan wilayah di sekitarnya.
Gambar 6.11. menunjukkan penutupan hutan Pulau Papua sebagai pta utama. Peta inset
di sudut kiri bawah dengan skala yang lebih kecil menggambarkan peta Indonesia.
Dengan demikian, dapat diketahui posisi Pulau Papua dalam wilayah Kepulauan
Indonesia.
35
Gambar 6.11. Peta inset yang menunjukkan posisi Pulau Papua di Indonesia
Sumber: http://gis.wwf.or.id/wwf/wp-content/uploads/Peta-Penutupan-Hutan-Pulau-Papua.jpg,
diunduh pada 27 April 2015 pukul 10:14 PM
b. Peta inset yang memiliki fungsi untuk memperbesar dan memperjelas sebagian kecil
wilayah di peta utama. Peta inset ini memiliki skala yang lebih besar dari peta utama.
Contoh peta inset jenis ini dapat dilihat di gambar 6.12. Peta inset menggambarkan
lokasi permukiman yang diperbesar di dalam sebuah kota.
36
Gambar 6.12. Peta inset yang menunjukkan lokasi perumahan di dalam sebuah kota
Sumber: https://andimanwno.files.wordpress.com/2010/07/priestley_house_
map_with_inset.png, diunduh pada 27 April 2015 pukul 10:36 PM
c. Peta inset yang berfungsi untuk menyambung wilayah pada peta utama yang terpisah
jauh. Metode ini bermanfaat untuk menggambarkan peta wilayah utama yang terpencar
di kertas atau halaman yang terbatas. Peta inset ini memiliki skala yang sama besar
dengan skala peta utama. Gambar 6.13. menunjukkan dua lokasi Negara Timor Leste
yang terpisah. Dengan peta inset, kedua wilayah tersebut dapat disatukan di dalam satu
bidang (gambar 6.14).
37
Gambar 6.13. Peta Negara Timor Leste
Sumber: http://stat.ks.kidsklik.com/statics/files/2012/07/13436240991483611161.jpg,
diunduh pada 27 April 2015 pukul 11:17 PM
Gambar 6.14. Peta inset yang menunjukkan lokasi perumahan di dalam sebuah kota
Sumber: http://fatinhistorico.org/fatin-map.jpg, diunduh pada 27 April 2015 pukul 11:17 PM
38
3.4. FUNGSI PETA
Pada dasarnya, peta berfungsi sebagai alat informasi. Ruang lingkup penataan ruang,
petataan ruang, informasi yang diberikan oleh peta dapat berupa informasi mengenai
perubahan lahan, batas kawasan, sirkulasi, kondisi eksisting sebuah daerah dan lokasi.
Selanjutnya, informasi dasar tersebut digunakan untuk menganalisis kawasn yang akan
diteruskan ke proses perencanaan ataupun perancangan.
3.4.1. Informasi Perubahan Lahan
Dalam perencanaan tata ruang wilayah atau kota, diperlukan informasi mengenai
kondisi kawasan di masa lalu. Informasi tersebut berfungsi saat akan menganalisis atau
mengantisipasi potensi atau kekurangan yang timbul akibat perubahan tata ruang.
Perubahan di dalam tata ruang dapat berupa perubahan intensitas lahan, perubahan tata
guna lahan, perubahan struktur ruang dan lain sebagainya.
Gambar 7.1.a Peta yang menunjukkan perubahan struktur ruang Kota Lama Batavia tahun 1619
Sumber: Breuning, __
39
Gambar 7.1. menunjukkan perubahan struktur ruang Kota Lama Batavia tahun 1619,
1635, 1650. Informasi yang diperoleh adalah Batavia mengalami perubahan mulai dari
perubahan bentuk Sungai Ciliwing yang membagi kota menjadi dua, hingga perubahan
intensitas lahan. Gambar pertama dan kedua menginformasikan Sungai Ciliwung masih
berkelok-kelok. Sementara tahun 1635 dan 1650, Sungai Ciliwing sudah berupa garis
lurus. Kepadatan bangunan di Kota Tua juga bertambah. Pada gambar dan kedua lahan di
Barat sungai masih berupa tanah kosong. Namun, pada tahun 1635 dan 1650 kedua sisi
sudah dipenuhi bangunan.
Gambar 7.2. Perbedaan warna dan garis pada peta menunjukkan batas wilayah kecamatan di Makassar
Sumber: http://4.bp.blogspot.com/-uYtWdo-RgQw/Uo2qXyKKdoI/AAAAAAAAAKU/Q4SYD-
1cjpc/s1600/Kecamatan.jpg, diunduh pada 28/10/2014 pukul 6:17 PM
40
3.4.3. Informasi Sirkulasi
Informasi selanjutnya yang bisa diperoleh dengan memperhatikan peta adalah
informasi sirkulasi. Terdapat peta yang spesifik menunjukkan jalan di sebuah kota
sekaligus lokasi-lokasi penting di kota tersebut, misalnya tempat wisata, monument, rumah
makan, hotel, bandara dan pelabuhan. Dengan demikian, pembaca dapat menentukan
sirkulasi menuju lokasi yang mereka inginkan. Pada umumnya, peta-peta tersebut terdapat
di dalam buku panduan wisata.
42
Gambar 7.6. Peta Potensi Perairan Indonesia
Sumber: http://andimanwno.wordpress.com/2010/06/22/fungsi-dan-tujuan-pembuatan-
peta/
43
Gambar 7.7. merupakan Peta Asia Tenggara yang menunjukkan lokasi Indonesia
terhadap negara-negara lain di Asia Tenggara. Sebagai contoh, melalui peta, pembaca
mendapatkan informasi bahwa lokasi Indonesia, khususnya Kalimntan berbatasan
langsung (darat) dengan Negara Malaysia bagian Timur. Contoh lain adalah, lokasi Negara
Singapura yang merupakan persilangan negara-negara di Asia Tenggara menjadikan
negara tersebut sebagai tempat singgah (transit).
44
BAB 4
PETA DALAM ILMU
PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
46
4.2. STRATEGI MEMBACA PETA
Peta merupakan petunjuk untuk mengenali sebuah kawasan. Oleh karena itu, para
pembaca membutuhkan pengetahuan dan strategi dalam memahami sebuah peta kawasan.
Pengenalan sebuah kawasan dalam peta dapat dilakukan dengan mengidentifikasi empat
hal, yaitu: (1) identifikasi lokasi berdasarkan garis astronomi; (2) identifikasi batas-batas
kawasan; (3) identifikasi pembagian wilayah; dan (4) identifikasi kenampakan alam dan
buatan. Penjelasan dari masing-masing kegiatan identifikasi adalah sebagai berikut:
47
48
4.2.2. Identifikasi Batas-Batas Kawasan
Setelah mengetahui lokasi sebuah kawasan berdasarkan garis astronomisnya, melalui
peta, pembaca juga dapat mengetahui batas-batas dari kawasan tersebut. Batas-batas
tersebut diidentifikasi berdasarkan arah mata angina yaitu Utara, Timur, Selatan dan Barat.
Batas-batas kawasan dapat berupa kawasan lain atau kenampakan alam seperti sungai,
gunung dan laut.
Gambar 8.2. merupakan peta Kota Makassar. Melalui peta tersebut, pembaca dapat
mengidentifikasi batas-batas kota. Batas-batas Kota Makassar adalah sebagai berikut:
Utara : Kabupaten Maros
Timur : Kabupaten Maros dan Kabupaten Gowa
Selatan : Kabupaten Gowa dan Kabupaten Takalar
Barat : Selat Makassar
49
50
4.2.4. Identifikasi Kenampakan Alam dan Buatan
Identifikasi kenampakan alam dan buatan dapat dilakukan dengan memperhatikan
simbol, warna dan tulisan yang terdapat di dalam peta. Identifikasi ini penting untuk
mengetahui kondisi eksisting dari sebuah kawasan.
Contoh dari indentifikasi kenampakan alam adalah dengan memperhatikan gambar 8.3.
gambar tersebut merupakan peta topografi Kota Makasar. Melalui warna di dalam peta,
pembaca dapat mengidentifikasi ketinggian tanah. Seperti yang terlihat di dalam gambar,
Kota Makassar didominasi oleh dataran rendah yang ditunjukkan dengan warna hijau tua.
Berdasarkan keterangan, warna hijau tua mewakili ketinggian 0-10 meter di atas
permukaan laut (dpl). Hanya dibeberapa bagian sebelah Utara dan Barat kota ditutupi
dengan tanah dengan ketinggian 10-20 m dpl (hijau muda) dan 20-30 m dpl (kuning).
Selain topografi, melalui peta di gambar 8.3. dapat diidentifikasi juga kenampakan alam
berupa aliran sungai dan danau yang ditujukkan oleh warna biru.
Contoh selanjutnya dari identifikasi kenampakan buatan. Maksudnya, wimbol-simbol
yang ditampilkan di dalam peta menginformasikan elemen-elemen kota buatan manusia
seperti jalan dan bangunan. Peta 8.3. juga memberikan informasi mengenai keberadaan
jalan di Kota Makassar. Terdapat beberapa jenis jalan seperti yang tertulis di kolom
keterangan, yaitu: jalan kolektor primer (garis hitam+orange), jalan kolektor primer (garis
hitam tebal), jalan lokal (garis hitam +putih), jalan lain (garis merah), dan jalan setapak
(garis merah putus-putus)
51
Gambar 8.3. Peta Topografi Kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan
Sumber: Komunitas Atlas Geografi, 2010
52
BAB 5
PENGINDERAAN JAUH DALAM ILMU KARTOGRAFI
Gambar 10.1. Penginderaan jauh menggunakan pseawat (kiri) dan satelit (kanan)
Sumber: http://teknologi.kompasiana.com/terapan/2013/06/26/perkembangan-teknologi-penginderaan-
jauh-568527.html , diunduh pada 21/11/2014, 05:29 WITA
55
1. Sumber tenaga alami
Matahari merupakan sumber tenaga yang alami. Penginderaan jauh yang
menggunakan tenaga matahari dikenal dengan sistem pasif. Proses penginderaan jauh
yang menggunakan tenaga matahari hanya dapat dilakukan pada siang hari dengan
kondisi cuaca cerah.
2. Sumber tenaga buatan
Penginderaan jauh yang menggunakan tenaga buatan dalam perekamannya disebut
dengan sistem aktif. Proses ini dapat dilakukan pada malam hari karena mengandalkan
pantulan tenaga buatan yang disebut juga tenaga pulsa atau tidak bergantung pada
tenaga matahari. Contoh tenaga buatan yang digunakan dalam proses penginderaan
jauh adalah gelombang mikro yang berasal dari baterai, blitz dan sebagainya.
Gambar 10.2. Proses penginderaan jauh menggunakan sumber tenaga aktif dan pasif
Sumber http://petacitrasatelit.blogspot.com/2013/06/penginderaan-jauh-remote-sensing.html, diunduh
pada 21/11/2014, 05:54 WITA
56
Sumber energi buatan berupa gelombang elektromagnetik dipancarkan melalui
sensor aktif ke target di permukaan bumi. Energi buatan tersebut juga dipantulkan
kembali dan diterima oleh sensor aktif di wahana perekaman data. Terakhir, energi
tersebut ditransmisikan ke pangkalan penerimaan data.
Kemampuan setiap objek di berbagai tempat untuk menerima jumlah tenaga
berbeda-beda. Hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: wahana
penyinaran, topografi dan keadaan cuaca.
a. Waktu penyinaran
Jumlah energi yang diterima oleh objek pada saat matahari tegak lurus (siang hari)
lebih besar daripada saat posisi matahari miring (sore hari). Makin banyak energi
yang diterima objek, makin cerah warna objek tersebut.
b. Topografi
Bentuk permukaan bumi yang memiliki topografi halus dan berwarna cerah lebih
banyak memantulkan sinar matahari dibandingkan dengan permukaan yang
bertopografi kasar dan berwarna gelap. Dengan demikian, daerah yang bertopografi
halus dan cerah akan terlihat lebih terang dan jelas.
c. Keadaan cuaca.
Kondisi cuaca pada saat pemotretan mempengaruhi kemampuan sumber tenaga
dalam memancarkan dan memantulkan energi. Kondisi berkabut dapat
menyebabkan hasil penginderaan jauh tidak begitu jelas atau bahkan tidak terlihat.
5.2.2. Atmosfer
Atmosfer merupakan lapisan yang melindungi bumi dari sinar ultraviolet yang datang
dari matahari. Oleh karena itu, radiasi matahari yang memancar ke permukaan bumi
terhambat oleh atmosfer, sehingga bagian radiasi sebagai tenaga tersebut dipantulkan
kembali, dihamburkan, diserap dan diteruskan. Oleh sebab itu, terdapat istilah jendela
atmosfer dalam penginderaan jauh. Jendela atmosfer merupakan spektrum gelombang
elektromagnetik yang dapat mencapai bumi.
Keadaan atmosfer dapat menghalangi jumlah energi ke permukaan bumi. Itulah
sebabnya atmosfer bersifat selektif terhadap tenaga yang dipancarkan ke permukaan bumi.
Sebagian gelombang elektromagnetik mengalami hambatan yang disebabkan oleh elemen
yang terdapat di atmosfer seperti debu, uap air dan gas.
57
5.2.3. Interaksi antara Tenaga dan Objek
Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa terdapat beberapa elemen dalam
lapisan atmosfer dapat menghalangi energi yang dipancarkan oleh sumber tenaga (gambar
10.3). Kondisi tersebut dapat mempengaruhi interaksi antara tenaga dan objek. Semakin
banyak tenaga yang diterima, semakin jelas dan cerah gambar yang diperoleh. Begitu pula
sebaliknya, semakin rendah tenaga yang diterima semakin gelap gambar yang diterima.
Selain itu, interaksi antara tenaga dan objek dapat diamati dari rona yang dihasilkan
oleh foto udara. Tiap objek memiliki karakteristik berbeda dalam memantulkan dan
memancarkan tenaga ke sensor. Objek yang memiliki daya pantul tinggi akan terlihat cerah
pada citra. Sementara itu, objek yang memiliki daya pantul rendah akan terlihat gelap.
5.2.4. Wahana
Wahana merupakan salah satu komponen penginderaan jauh yang digunakan untuk
membawa sensor untuk menangkap energi yang dipantulkan dari permukaan bumi
kemudian memancarkannya ke stasiun penerima data. Gambar 10.4 menunjukkan
beberapa jenis wahana dan ketinggian yang dapat dijangkau. Jenis-jenis wahana tersebut
antara lain: helikopter, pesawat udara, balon stratosfer, roket, dan satelit (LANDSAT,
IKONOS, SPOT, QUICKBIRD).
58
Gambar 10.4. Jenis-jenis wahana dalam penginderaan jauh.
Sumber: Lindgren, 1985
Semakin tinggi letak sebuah wahana, maka daerah yang terdeteksi atau yang dapat
diterima oleh sensor semakin luas. Gambar 10.5. memperlihatkan hirarki jangkauan
penginderaan jauh berdasarkan ketinggian dan jangkauan yang dapat diraih.
Keterangan:
I. Satelit dengan orbit 200-
36.000 km;
II. Pesawat yang terbang
tinggi, > 15 km;
III. Pesawat yang terbang
sedang, 9-15 km;
IV. Pesawat yang terbang
rendah, < 9 km
59
Jangkauan satelit
Jangkauan pesawat tinggi dan
sedang
Jangkauan pesawat
rendah
60
5.2.5. Sensor
Sensor terletak di dalam wahana dan berfungsi menerima informasi dalam berbagai
bentuk antara lain: sinar atau cahaya, gelombang bunyi, dan daya elektromagnetik. Sensor
tersebut digunakan untuk melacak, mendeteksi dan merekam suatu objek dalam daerah
jangkauan tertentu. Tiap sensor memiliki kepekaan dan kemampuan yang berbeda terhadap
bagian spectrum elektromagnetik. Kemampuan sensor untuk merekam gambar paling kecil
disebut resolusi spasial. Resolusi bergantung kepada besar kecilnya objek. Semakin kecil
objek yang dapat direkam oleh sensor, semakin baik resolusi spasial yang dihasilkan di
foto citra.
Berdasarkan proses perekamannya, sensor dapat dibedakan atas sensor fotografi dan
sensor elektronik. Penjelasan kedua sensor tersebut adalah sebagai berikut:
1. Sensor Fotografi
Proses perekaman penginderaan jauh ini menggunakan kamera atau melalui proses
kimiawi. Prose kerja sensor fotografi bergantung kepada pantulan tenaga dari objek.
Tenaga elektromagnetik yang diterima kemudian direkam di sebuah detektor berupa film
yang dilapisi unsur kimia. Hasil dari sensor fotografik ini berupa foto udara jika proses
penginderaan jauh di lakukan dari udara, baik melalui pesawat udara atau wahana lainnya
di bumi. Namun, jika proses penginderaan jauh di lakukan menggunakan satelit, hasilnya
disebut foto satelit atau foto orbital. Menurut Lillesand dan Kiefer (1990), terdapat
beberapa keuntungan jika menggunakan sensor fotografi. Keuntungan tersebut antara lain:
menggunakan cahaya sederhana seperti proses pemotretan sederhana, biaya tidak terlalu
mahal dan resolusi spasial yang baik.
2. Sensor Elektronik
Sensor elektronik merupakan komponen yang bekerja secara elektrik dengan proses
komputer. Proses perekamamnya dilakukan dengan memotret data visual dari layar atau
dengan menggunakan film perekam khusus. Hasil akhir dari proses elektronik adalah data
visual dan data digital/numerik yang disebut sebagai citra.
62
BAB 6
PETA CITRA DALAM ILMU KARTOGRAFI
Gambar 11.2. Data visual (a) dan data numerik (b) penginderaan jauh
Sumber http://vendettaplanologi.blogspot.com/, diunduh pada 21/11/2014, 12:33 WITA
63
Citra merupakan gambaran yang terekam oleh kamera atau sensor. Selanjutnya,
gambaran tersebut menampilkan gejala di permukaan bumi dalam jarak jauh, secara
vertikal.
Sumber: sumberbelajar.belajar.kemdikbud.go.id/SitePages/ModulOnline/LihatModulOnline.aspx?
ModulOnlineID=118, diunduh pada 2i/11/2014, pukul 112:50 WITA
64
Gambar 11.3. Peta citra berwarna asli (kanan) dan peta citra berwarna semu (kiri).
Sumber: google earth dan https://andimanwno.files.wordpress.com/2010/02/landsat-novarupta-region-
large.jpg, diunduh pada 21/11/2014, pukul 13:09 WITA
Keterangan:
A. Vertikal
B. Agak condong
C. Sangat condong
65
Gambar 11.5. Contoh foto citra berdasarkan posisi kamera: sangat condong (kanan atas), agak condong
(bawah), dan vertikal (kiri atas).
Sumber: berbagai sumber, 2014
66
Foto Citra Ultra Violet Foto Citra Ortikromatik
67
2. Citra Non-Foto dikelompokkan berdasarkan sensor yang digunakan, wahana yang
digunakan dan spektrum elektromagnetik.
Citra non-foto berdasarkan sensor
a. Citra tunggal merupakan citra yang dibuat dengan sensor tunggal namun memiliki
saluran yang lebar.
b. Citra multispektral merupakan citra yang dibuat dengan sensor jamak, namun
salurannya sempit.
68
6.3. RESOLUSI CITRA
Resolusi merupakan jumlah piksel atau picture element yang tersusun dalam citra atau
gambar digital. Resolusi ditentukan dengan jumlah atau kumpulan piksel yang membentuk
gambar tersebut. Oleh karena itu, resolusi menentukan kualitas sebuah gambar digital.
Resolusi berbanding lurus dengan kualitas gambar. Semakin tinggi resolusi, semakin baik
kualitas gambar. Sebaliknya, semakin rendah resolusi, semakin rendah kualitas gambar.
Gambar 11.7. Perbandingan citra dengan resolusi rendah, menengah dan tinggi.
Sumber: berbagai sumber, 2014
Piksel adalah dimensi terkecil gambar digital. Dalam gambar, piksel berupa kotak-
kotak atau grid yang membagi gambar dalam beberapa bagian. Dalam satu piksel dapat
terdiri dari beberapa objek atau titik. Besaran kotak atau grid berbanding terbalik dengan
kualitas gambar. Semakin besar ukuran grid, berarti semakin sedikit jumlah gridnya. Itu
berarti semakin rendah kualitas citra karena gambar yang dihasilkan akan kabur atau tidak
jelas. Sebaliknya, semakin kecil ukuran grid, berarti semakin banyak jumlah gridnya. Itu
berarti semakin tinggi kualitas citra karena gambar yang dihasilkan akan lebih jelas.
Gambar 11.8. Perbandingan gambar objek berdasarkan jumlah dan besaran pixel.
Sumber: http://www.sammobile.com/wp-content/uploads/2013/02/pixel-density-xperias.jpg, diunduh
pada 23/11/2014, pukul 10:37 WITA
69
Dalam penginderaan jauh, resolusi dibagi atas empat jenis, yaitu resolusi spasial,
resolusi spektral, resolusi temporal dan resolusi radiometric.
1. Citra spasial merupakan gambar dalam peta citra berkaitan dengan ruang yang terdiri
atas bentuk, ukuran, tekstur, pola dan situs bayangan. Resolusi spasial menggambarkan
tingkat ketelitian perekaman yang dilakukan. Semakin tinggi resolusinya, semakin
detail citra yang dihasilkan. Hasil dari resolusi ini dinyatakan dengan ukuran pixel.
2. Citra spektral merupakan citi yang dihasilkan oleh tenaga elektromagnetik dengan
benda yang dinyatakan dengan rona dan warna. Rona merupakan tingkat kehitaman
70
atau keabuan sebuah objek yang tergambar di citra. Benda yang banyak memantulkan
atau menancarkan tenaga akan memiliki rana asli yang cerah.
Resolusi spektral merupakan kemampuan sensor untuk mendefinisikan kehalusan
interval panjang gelombang yang dapat direkam. Sebagai contoh, resolusi spektral
dimanfaatkan untuk mendeteksi tanaman di sebuah kawasan. Gambar 11.10
menunjukkan citra kawasan pertanian (kiri). Resolusi spektral medeteksi objek-objek
yang berupa tanaman (kanan). Dengan demikian, dapat diketahui tutupan lahan (land
cover) kawasan tersebut.
3. Citra temporal merupakan citra yang menggambarkan perubahan objek dari masa ke
masa. Resolusi temporal menunjukkan interval waktu antar pengamatan. Dengan kata
lain, resolusi temporal bergantung pada lamanya satelit kembali lagi pada suatu lokasi
atau wilayah yang sama (gambar 11.11). Gambar 11.12 menunjukkan perbedaan
kawasan Porong, Sidoarjo sebelum (kiri) dan setelah (kanan) tertutupi lumpur. Masih
di gambar yang sama, deretan bawah menunjukkan perluasan kawasan yang tertutupi
lumpur.
72
resolusi delapan bit. Gambar pertama memiliki dua pangkat delapan gradasi,
artinya, gambar tersebut memiliki 256 gradasi. Gambar kedua (kanan) hanya
memiliki resolusi dua bit sehingga gradasi yang dimiliki hanya dua pangkat dua
sama dengan empat gradasi. Oleh karena perbedaan resolusi, gambar pertama lebih
cerah dibandingkan gambar kedua karena bit yang dimiliki gambar pertama lebih
besar.
73
BAB 7
INTEPRETASI PETA CITRA
Data-data citra dalam intepretasi secara digital dicerminkan dengan nilai piksel.
Setelah itu, nilai-nilai piksel diklasifikasikan dengan tujuan sebagai berikut:
1. Menetapkan kelompok-kelompok nilai piksel,
2. Mencari batas tiap kelompok nilai piksel,
3. Mengetahui setiap kelompok mewakili kelas atau gambaran objek apa.
Selanjutnya, intepretasi secara manual atau biasa juga disebut dengan intepretasi visual,
dibagi menjadi dua jenis. Pertama, intepretasi monoskopis yang merupakan proses
intepretasi yang tidak menggunakan alat bantu (gambar 12.2). Jenis kedua adalah
intepretasi steroskopis yang menggunakan stereoskop untuk membantu pengamatan
74
(gambar 12.2). Cara kedua memiliki keunggulan yaitu, tampilan pada foto udara memiliki
kesan tiga dimensi. Syarat untuk memperoleh kesan tiga dimensi adalah foto udara atau
citra yang digunakan harus bertampalan (gambar 12.3). Namun, kedua metode di atas
sama-sama melakukan intepretasi citra yang didasari oleh: ciri spasial, ciri spektral dan ciri
temporal.
Gambar 12.2. Proses intepretasi visual tanpa alat (kiri) dan dengan bantuan stereoskop (kanan)
Sumber: http://ssbelajar.blogspot.com/2012/10/interpretasi-untuk-menciptakan-peta.html, diunduh pada
24/11/2014, 04.46 WITA
Daerah tampalan
76
Gambar 12.4. Hirarki unsur intepretasi visual
Sumber: http://jurnal-geologi.blogspot.com/2010/01/unsur-interpretasi-citra.html, diunduh pada 23/11/2014,
pukul 05:29 WITA
7.3.1. Warna dan Rona
Warna dan rona merupakain nilai kecerahan relative dari objek.. Rona merupakan
unsur paling dasar untuk membedakan objek. Rona yang berbeda biasanya
mengindikasikan objek yang berbeda pula. Pada foto atau citra hitam putih, rona yang
ada adalah hitam, putih dan kelabu.
Tingkat kecerahan atau kegelapan sebuah objek pada citra bergantung kepada
keadaan cuaca dan waktu saat proses perekaman. Kondisi udara di atmosfer dapat
menyebabkan citra memiliki rona yang gelap. Waktu perekaman/pemotretan pada
siang hari pada umumnya menghasilkan rona yang lebih terang dibandingkan dengan
pemotretan pada sore/pagi hari.
Gambar 12.5. merupakan citra di sebuah lokasi di Kota Makassar. Garis kuning
putus-putus merupakan deliniasi dari warna yang sama, yaitu warna hijau. Perbedaan
yang ditunjukkan oleh kedua objek tersebut adalah objek (a) memiliki teksur yang
halus sehingga ronanya lebih terang. Sementara objek (b) memiliki tekstur yang kasar
sehingga ronanya lebih gelap.
77
b
7.3.2. Ukuran
Intepretasi ukuran merupakan perbandingan besar kecilnya sebuah objek dengan
objek lain. Sebuah objek bisa saja memiliki warna dan rona yang sama akan tetapi
keduanya dapat dibedakan dari segi ukurannya.
Garis kuning putus-putus pada gambar 12.6. menunjukkan warna dan rona yang
sama, yaitu berwarna cokelat tua dengan rona gelap. Berdasarkan hal tersebut, dapat
diketahui bahwa objek berupa bangunan. Perbedaan ukuran dari kedua objek tersebut
mengindikasikan adanya bernedaan fungsi. Ukuran bangunan yang lebih besar (a)
mengindikasikan fungsi komersial atau industri. Bangunan dengan ukuran lebih kecil
(b) mengindikasikan fungsi hunian.
78
b
a
e
79
7.3.4. Bentuk
Bentuk atau gambar yang terdapat pada foto udara merupakan konfigurasi atau
kerangka pada sebuah objek. Konfigurasi yang ditunjukkan oleh sebuah objek dapat
berupa bentuk umum (shape) atau bentuk rinci (form). Bentuk umum dapat dikatakan
sebagai „bentuk sekilas‟ dari sebuah objek. Contoh dari shape adalah bentuk sekilas
dari lapangan sepak bola adalah elips atau persegi. Bentuk rinci merupakan bentuk
tambahan yang terdapat dalam bentuk umum. Misalnya, lapangan sepak bola yang
elips terdapat bentuk lain yang memanjang berupa lintasan lari.
Contoh lain dari intepretasi bentuk adalah gedung sekolah atau perkantoran yang
membentuk huruf I, L, U, dan persegi panjang atau kotak. Masjid pada umumnya
berbentuk kotak dengan bentuk rinci terdapat kubah di tengah kotak tersebut.
Gambar 6.8 menunjukkan perbedaan bentuk yang dimiliki setiap objek di dalam
peta citra. Bentuk persegi panjang merupakan lapangan (a), bentuk kotak merupakan
kantor pengadilan daerah (b) dan bentuk U merupakan sekolah (c).
b c
Gambar 12.8. Perbedaan pola dalam sebuah kawasan. Pola jalan, buatan manusia (a) dan pola sungai
yang alami (b)
Sumber: google earth, 2014
Gambar 12.9. Perbedaan pola permukiman yang dibangun spontan (kiri) dan berdasarkan perencanaan
(kanan)
Sumber: google earth, 2014
7.3.6. Bayangan
Bayangan bersifat menyembunyikan detail dari objek. Namun, bayangan juga dapat
menjadi kunci pengenalan yang penting. Keberadaan bayangan dapat
mengindentifikasi bahwa objek tersebut lebih tinggi dari objek di sekitarnya.
81
Selain itu, bayangan dapat digunakan untuk mengintepretasi arah mata angin dan
waktu pada foto atau citra. Apabila pemotretan dilakukan pada pagi hari, bayangan
objek akan berada di Barat karena posisi matahari berada di Timur. Sebaliknya, bila
pemotretan dilakukan pada sore hari, bayangan objek jatuh di Timur karena matahari
berada di Barat (gambar 12.10).
Gambar 12.11-a merupakan contoh bayangan yang terdapat di dalam peta citra.
Melalui banyangan dapat diketahui bahwa objek berupa bangunan lebih tinggi dari
pada bangunan yang ada di sekitarnya. Dapat diintepretasikan bahwa bangunan
tersebut dapat berupa bangunan berbentuk menara.
82
Selanjutnya, sebuah posisi sebuah objek dapat berada di atas objek lainnya
(menumpuk). Gambar 12.11-b memperlihatkan objek bangunan berada di atas objek
jalanan. Hal tersebut dapat diketahui dari bayangan yang terbentuk di atas jalanan.
7.3.7. Situs
Situs merupakan tempat atau kedudukan sebuah objek dibandingkan dengan objek
lain di sekitarnya. Intepretasi situs mengaitkan hubungan sebuah objek denagn objek
lain. Intepretasi situs hampir mirip dengan intepretasi pola, hanya saja, dalam
intepretasi ini terdapat dua objek yang saling mempengaruhi. Sebagai contoh, gambar
12.12 menunjukkan bagaimana pola permukiman dipengaruhi pola garis pantai dan
jalanan.
Gambar 12.12. Pola permukiman yang dipengaruhai oleh garis pantai (kiri) dan arah jalanan (kanan)
Sumber: google earth, 2014
83
7.3.8. Asosiasi
Asosiasi merupakan bentuk intepretasi yang mengaitkan suatu objek dengan objek
lain yang berada di dalamnya. Sebuah objek (X) dapat diidentifikasi karena keberadaan
objek lain (Y). Sebagai contoh, stasiun kereta api dapat diidentifikasi karena
berasosiasi dengan rel kereta api yang lebih dari satu, terminal bis diasosiasikan dengan
lahan parkir luas yang dipenuhi oleh bus atau kendaraan umum, lapangan terbang
diasosiasikan dengan lintasan pesawat dan tempat parkir pesawat.
Gambar 12.13 menunjukkan Lapangan Udara Internasional Hasanuddin. Hal
tersebut dapat diketahui karena diasosiasikan dengan lintasan pesawat (a) dan tempat
parkir pesawat (b).
Gambar 12.13. Asosiasi lapangan udara dengan lintasan pesawat (a) dan tempat parkir pesawat (b)
Sumber: google earth, 2014
84
Gambar 12.14. Objek pada peta citra yang akan diintepretasi
Sumber: google earth, 2014
85
BAB 13
PEMANAATAN INDERA JAUH DALAM
PENGEMBANGAN WILAYAH DAN KOTA
86
2. Struktur Ruang
Ruang merupakan wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut dan ruang udara
termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan
makhluk lain hidup, melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya.
Struktur ruang merupakan susuan pusat-pusat permukiman, sistem jaringan serta sistem
prasarana maupun sarana. Semua hal tersebut berfungsi sebagai pendukung kegiatan
sosial ekonomi yang secara hirarki berhubungan fungsional.
Gambar 13.2 menjadi contoh informasi struktur ruang yang diperoleh melalui citra.
Berdasarkan citra, diketahui bahwa terdapat area yang berfungsi sebagai permukiman,
perkantoran, perdagangan, fasilitas umum (lapangan olah raga) dan jaringan jalan.
bangunan
bangunan
aspal
rumput
pelabuhan
permukiman
perdagangan
jalanan
Lapangan
88
Contoh-contoh dari beberapa proses pemanfaatan penginderaan jauh dipaparkan dalam
penjelasan singkat di bawah. Materi selengkapnya akan di peroleh di luar mata kuliah ini
karena memerlukan teori-teori pendukung tentang pengembangan wilayah dan kota.
1. Bahan Analisis
89
2. Bahan Evaluasi
Seperti yang telah dikemukanan sebelumnya, dalam proses evaluasi diperlukan
beberapa citra yang sifatnya temporer. Beberapa citra dari masa ke masa tersebut
berfungsi untuk memperlihatkan perubahan tata ruang wilayah dan kota, apakah
perubahan tersebut menjadi lebih baik atau menjadi lebih buruk.
Selain itu diperlukan juga dokumen-dokumen lainnya yang diperlukan adalah
aturan-aturan yang menyangkut tata kota seperti Peraturan Pemerintah, Peraturan,
Undang-Undang, Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Tata Bangunan
dan Lingkungan (RTBL). Dengan membandingkan dokumen-dokumen pendukung
dengan citra yang ada, dapat diketahui apakan pembangunan wilayah atau kota telah
sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan.
Gambar 13.5. Citra salah satu kawasan yang akan dievaluasi di pesisir Kota Makassar
Sumber: googleearth, 2014
90
kawasan sempadan laut. Diperlukan sebuah penataan kembali untuk meningkatkan
kualitas kawasan.
3. Bahan Perencanaan
2 Merupakan hasil dari proses generalisasi. Citra penginderaan jauh merupakan gambar
Proses ini merupakan hal yang fundamental kenampakan yang tidak tergeneralisasi (not
dalam Kartografi, misalnya pada skala 1 : generalised). Misalnya pada skala 1 : 50.000, jalan
50.000, terdapat kenampakkan lebar jalan 5 dengan lebar 10 m digambarkan dengan ukuran 0,2
m. Apabila kenampakkan jalan tersebut mm. Sekalipun ukurannya sangat kecil, kenampakan
dianggap penting maka tetap akan jalan tersebut masih terlihat pada citra penginderaan
digambarkan dengan pembesaran jauh. Pada peta skala 1 : 50.000, kenampakan jalan
(exageration). dengan lebar 10 m seharusnya berukuran 0,2 mm.
Apabila jalan tersebut merupakan kenampakkan
yang penting maka kenampakan jalan akan tetap
ditonjolkan. Misalnya digambarkan dengan ukuran 1
mm.
3 Peta secara planimetrik mempunyai ketelitian Citra penginderaan jauh mengandung ketidaktelitian
tinggi, karena sifat proyeksinya yang dalam hal ukuran planimetriknya, terutama foto
ortogonal. Ortogonal artinya skala di berbagai udara yang mempunyai proyeksi sentral. Walaupun
bagian pada peta tetap sama, terutama pada hal ini tidak mengganggu interoretasi, namun dalam
skala besar. Sistem proyeksi peta yang memplotkan hasil interpretasi pada peta akan
digunakan mempunyai karakteristik yang mengalami kesulitan. Hal ini karena skalas di
sudah diketahui, terutama kesalahan (distorsi) berbagai bagian tidak sama. Teknik-teknik
skalanya dan faktor kesalahan bentuk memindahkan hasil interpretasi ke dalam peta
93
memerlukan alat yang mahal, seperti rectifier, zoom
transfercope, camera, stereo, plotter analytical.
Analog, dan optical photograph.
4 Meskipun telah dilakukan pengelompokkan Warna (tone) dikandung dalam citra penginderaan
data atau penggunaan simbol tertentu yang jauh tergantung pada jenis spektral dan keadaan
dapat membedakan obyek yang satu dengan masing-masing obyek. Adakalanya refleksi rumah
obyek lain, masing-masing obyek masih dapat dan jalan yang ditangkap sensor menghasilkan rona
dibedakan warnanya sesuai dengan keinginan yang sama, walaupun dapat dibedakan bentuknya.
pembuat petai Untuk itu, perlu dilakukan pengujian kebenaran
interpretasinya.
Selain keterangan tabel di atas, citra dalam penginderaan jauh juga memiliki kelebihan-
kelebihan lain, sebagai berikut:
1. Melalui citra, pembaca dapat mengamati daerah-daerah yang sulit ditempuh, contohnya
hutan dan pegunungan,
2. Citra menggambarkan objek permukaan bumi dengan wujud dan letak yang sesuai
dengan kenyataannya.
3. Citra tertentu menggambarkan objek tiga dimensi jika dilihat dengan stereoskop.
94
BAGIAN 3
95
BAB 14
DATA LAPANGAN
96
Data dapat digunakan sebagai sarana pendukung untuk memahami masalah yang akan
diteliti. Sebagai contoh apabila perencana atau peneliti akan melakukan penelitian
dalam suatu wilayah atau kota, instansi di wilayah tersebut telah menyediakan data
statistika atau data administratif lainnya yang dapat digunakan sebagai pemicu untuk
memahami persoalan yang muncul.
2. Penjelasan Masalah
Data juga bermanfaat untuk memperjelas masalah dan menjadi lebih operasional
dalam penelitian karena didasarkan pada kondisi di lapangan beserta komponen-
komponen situasi lingkungan yang mengelilinginya. Hal ini akan menjadi lebih mudah
bagi perencana atau peneliti untuk memahami persoalan yang akan diteliti, khususnya
mendapatkan pengertian yang lebih baik mengenai pengalaman-pengalaman yang
mirip dengan persoalan yang akan diteliti.
3. Penyusunan Alternatif Penyelesaian Masalah yang Layak
Sebelum mengambil suatu keputusan, perencana atau peneliti memerlukan beberapa
alternatif perencanaan. Data akan bermanfaat dalam memunculkan beberapa alternatif
lain yang mendukung dalam penyelesaian masalah yang akan diteliti. Semakin banyak
informasi yang didapat, maka peneyelesaian masalah akan menjadi jauh lebih mudah.
4. Solusi Masalah
Data juga bermanfaat untuk memunculkan solusi permasalahan yang ada.
97
b. Data kuantitatif merupakan data yang berbentuk angka atau bilangan. Oleh karena
itu, data-data ini kemudian diolah dan dianalisis dengan memnggunakan metode
statistika.
2. Data berdasarkan cara memperoleh
a. Data primer merupakan data yang secara langsung diambil dari objek peneliti/
organisasi. Contoh dari data primer adalah ukuran bangunan, pendapat langsung/
penilaian pengunjung terhadap fasilitas ruang terbuka umum.
b. Data sekunder merupakan data yang diperoleh secara tidak langsung dari objek
penelitian. Peneliti mendapatkan data yang sudah jadi yang dikumpulkan oleh
pihak lain dengan berbagai cara atau metode baik secara komersial maupun non
komersial. Contohnya adalah data statistik jumlah penduduk di suatu daerah. Data
ini dapat diperoleh di Badan Pusat Statistik.
3. Data berdasarkan sumber
a. Data internal merupakan data yang berasal dari dalam batasan lokasi penelitian.
Contohnya: seorang peneiti yang mengadakan penelitian di Anjungan Pantai
Losari, Makassar, mengambil data berupa jumlah pengunjung dan jenis aktivitas di
dalam anjungan tersebut.
b. Data eksternal merupakan data yang berasal dari luar batasan lokasi penelitian.
Conohnya: data penelitian yang berlokasi di Anjungan Pantai Losari berupa fungsi
bangunan di sekitar anjungan tersebut.
4. Data berdasarkan waktu pengumpulan
a. Cross section data merupakan data yang menunjukkan titik waktu tertentu.
Contohnya: jumlah pengunjung di Anjungan Pantai Losari pada Bulan Agustus
2014.
b. Time series data merupakan informasi/ data dalam kurun waktu tertentu.
Contohnya: jumlah pengunjung Anjungan Pantai Losari dari Bulan Januari hingga
Bulan Desember 2014.
Berdasarkan pemaparan mengenai jenis-jenis data di atas, diketahui bahwa data yang
diugunakan dalam proses pembuatan peta di metode pembelajaran materi ini adalah data
primer dan data sekunder. Selain itu, jenis data sifatnya internal, atau berada di dalam
sebuah kawasan yang telah ditentukan. Data yang diperlukan juga emrupakan cross section
data karena hanya menunjukkan titik waktu tertentu.
98
BAB 15
TAHAP I: PENGUMPULAN DATA
Seperti yang telah dipaparkan di dalam bab2 tentang prosedur kartografi proses
pembuatan peta dimulai dengan pengumpulan data. Salah satu penentu akurat atau
tidaknya sebuah data adalah teknik pengumpulan data. Proses pengumpulan sebuah data
haruslah sistematis agar data dapat diperoleh secara menyeluruh. Metode yang digunakan
untuk mendapatkan data primer antara lain: (1) metode observasi; (2) metode pengukuran;
(3) metode wawancara; dan (4) metode kuisioner; dan (5) dokumentasi. Selanjutnya, untuk
mendapatkan data sekunder dilakukan denga metode penelusuran data/dokumentasi.
Penjelasan mengenai masing-masing metode adalah sebagai berikut:
15.1. Metode Obsesrvasi
15.1.1. Pengertian Observasi
Observasi merupakan sebuah cara untuk mengumpulkan data dengan mengamati
langsung objek di lapangan. Pada umumnya, observasi dilakukan dalam suatu periode
tertentu dan disertai dengan pencatatan secara sistemati mengenai hal-hal yang berkaitan
dengan objek. Kelebihan dari metode observasi adalah data yang dikumpulkan umumnya
tidak terdistorsi, akurat dan bebas dari respon bias.
Gambar 15.1. Proses observasi oleh mahasiswa di kampung kotauntuk memperoleh data primer
Sumber: dokumentasi penulis, 2015
Data yang dihasilkan dari metode ini dapat berupa perilaku, benda dan kejadian.
Jenis subjek, benda dan perilaku yang diobservasi contohnya: perilaku fisik, perilaku
99
verbal, perilaku ekspresif, benda fisik atau kejadian-kejadian yang rutin dan temporal.
Beberapa hal yang diamati dalam observasi adalah:
1. Partisipan. Partisipan merupakan subjek yang menjadi pengamatan. Pengamatan
terhadap subjek memerlukan identifikasi latar belakang subjek tersebut, seperti latar
belakang ekonomi, pendidikan dan kelas sosial.
2. Setting. Setting merupakan situasi sosial dan lingkungan tempat subjek itu berada.
Setting dapat berupa kondisi fisik dan non fisik.
3. Tingkah laku. Tingkah laku merupakan hubungan antara partisipan dan setting.
4. Tujuan. Tujuan merupakan alasan mengapa subjek menempati sebuah lokasi dan
bertingkah laku terhadap lokasi tersebut.
5. Frekuensi dan durasi. Frekuensi merujuk kepada beberapa gejala yang diamati.
Sedangkan durasi didasarak kepada berapa lama setiap gejala terjadi.
Gambar 15.2. Proses pencatatan hasil observasi oleh mahasiswa di kampung kota.
Sumber: dokumentasi penulis, Februari 2015
102
a. Pencatatan berdasarkan narasi
Jenis ini merupakan kegiatan mencatat data apa adanya, maksudnya apa yang dicatat
harus sesuai atau sama dengan kejadian di lapangan baik dari segi pelaku, tempat,
setting, dan urutan kejadiannya. Observer tidak diperkenankan mencatat atau
melakukan intepretasi data. Pada umumnya, jenis pencatatan ini dilakukan di dalam
penelitian tentang perilaku manusia.
1) Metode catatan harian (diary)
Metode pencatatan harian (diary) dikenal juga dengan istilah pencatatan naratif.
Metode diary mencatat perubahan-perubahan maupun perkembangan baru subjek
atau objek yang diamati. Pencatatan dilakukan secara longitudinal, yaitu berulang-
ulang dengan subjek yang sama dalam jangka waktu tertentu.
Contoh dari pencatatan harian dapat dilihat di dalam tabel 15.1. Tabel tersebut
berisi catatan harian yang dengan jelas memuat tujuan, komponen observasi serta
deskripsi kejadian. Narasi tersebut menyebutkan urutan kejadian serta ruang-ruang
terbuka yang dimanfaatkan oleh anak. Narasi haruslah jelas dan rinci agar mudah
dipetakan kemudian.
Tabel 15.1. Catatan Harian Observasi
Tujuan observasi : mengamati aktivitas sehari-hari anak untuk mengetahui waktu
pemanfaatan ruang terbuka umum oleh mereka.
Komponen observasi
Apa (what) : aktivitas sehari-hari, waktu pemanfaatan ruang terbuka
Siapa (who) : anak-anak (Rudi, 9 tahun)
Di mana (where) : kota Makassar
Kapan (when) :selama satu minggu
Bagaimana (how) :menggunakan metode observasi bebas, partisipasi fungsional dan
tidak terstruktur.
……..
103
Pukul 17.00, Rudi dan keluarganya menuju Pantai Losari dengan mengendarai motor
milik Ayah. Rudi dan adiknya mencoba berbagai macam atraksi dan permainan di sana hingga
pukul 18.00. Pukul 18.30, seusai sholat Maghrib, Rudi dan keluarganya makan malam di rumah
makan di sekitar Pantai Losari. Tepat pukul 19.30, mereka kembali ke rumah dan Rudi
mempersiapkan peralatannya untuk sekolah besok. Pada pukul 20.00, setelah sholat Isya, Rudi
dan adiknya masuk ke kamar masing-masing untuk beristirahat.
104
b. Pencatatan berdasarkan waktu dan kejadian
1) Time sampling
Time sampling merupakan pencatatan gejala yang dilakukan subjek dalam kurun
waktu tertentu. Misalnya, observer mengamati dan mencatat apa saja yang
dilakukan oleh pengunjung ruang terbuka umum pada malam hari selama satu
minggu (tabel 15.3). Metode ini fokus terhadap waktu observasi dan ada atau
tidaknya event.
Tabel 15.3. Time Sampling dari Observasi
Tujuan observasi : mengamati aktivitas pengunjung ruang terbuka pada malam hari
Komponen observasi
Apa (what) : aktivitas di ruang terbuka pada malam hari
Siapa (who) : pengunjung ruang terbuka berdasarkan usia (anak-anak, remaja,
dewasa)
Di mana (where) : Anjungan Pantai Losari, Makassar
Kapan (when) :malam hari (pukul 18.00-22.00) selama satu minggu
Bagaimana (how) :menggunakan metode observasi bebas, non partisipan dan
tidak terstruktur.
Dan seterusnya…….
2) Event sampling
Event sampling merupakan pencatatan gejala spesifik yang dilakukan subjek dalam
kurun waktu tertentu. Misalnya, observer mengamati dan mencatat karakteristik,
pola atau tingkah laku pengguna telepon selular di ruang terbuka. Data yang
diperoleh berupa karakteristik dari tingkah laku pengguna telepon seluler seperti:
menggunakan telepon sambil berjalan, duduk atau berdiri (tabel 15.4). Metode ini
menitikberatkan perilaku/event itu sendiri dan eksplorasi dari karakteristik event.
Pada event sampling, waktu tidak ditentukan seperti yang dilakukan pada time
sampling.
105
Tabel 15.4. Event Sampling dari Observasi
2) Rating scale
Rating scale merupakan metode pencatatan hasil observasi dengan skala likert.
Metode ini dirancang untuk mengidentifikasi bentuk kuantitatif dari bentuk
kualitatif yang nampak di lapangan. Oleh karena itu penilaian dari kondisi atau
kualitas lingkungan dicatat ke dalam bentuk angka, seperti: 3 untuk bagus, 2 untuk
cukup, dan 1 untuk buruk (tabel 15.6)
Table 15.6. Tabel Rating Score
Street physical Good Sufficient Poor
Criteria
aspects 3 2 1
Size and lay out Length: enough for pedestrian to walk
√ - -
of streets (Sharp, (Jacobs, 1993)
2004) Proportion: balance between street width
- √ -
and building height (Jacobs, 1993)
Definition: clear boundaries of streets
- - √
(Jacobs, 1993)
Accessibility Accessible for pedestrian (Jacobs, 1993) √ - -
(Sharp, 2004) Accessible for vehicles (Jacobs, 1993) - - √
Accessible for handicapped people
- √ -
(Jacobs, 1993)
Quality of Variety of equipment (Jacobs, 1993) √ - -
equipment and Position of equipment √ - -
materials (Sharp, Maintenance (Jacobs, 1993) - √ -
2004) Quality of construction(Jacobs, 1993) - - √
The amount of equipment - √ -
Green space Variety of vegetation (Jacobs, 1993) - √ -
(Karsten, and Position of vegetation (Jacobs, 1993) - √ -
van Vliet--, Maintenance (Jacobs, 1993) - √ -
2006) Amount of vegetation (Jacobs, 1993) - √ -
Play space Variety of play space (Karsten, and van
√ - -
(Karsten, and Vliet--, 2006)
van Vliet--, Easy for parents to watch √ - -
2006) Hygienic (Karsten, and van Vliet--, 2006) - - √
The amount of play space (Karsten, and
- √ -
van Vliet--, 2006)
Traffic calming Less traffic volume (Karsten, and van
√ - -
(Karsten, and Vliet--, 2006)
van Vliet--, On street parking (Kulash and Lockwood,
2006)
- - √
2003)
Vertical measures (Kulash and Lockwood,
- - √
2003)
Textured surfaced (Kulash and Lockwood,
- √ -
2003)
Source: Jacobs, 1993; Karsten, and van Vliet--, 2006; Sharp, 2004 (dalam Ekawati, Zarkawi, et.al,
2014)
107
15.2. Metode Pengukuran
Metode pengukuran merupakan metode yang paling utama dilakukan dalam
pengumpulan data untuk pemetaan. Metode pengukuran hampir mirip dengan metode
observasi langsung. Perencana/ peneliti langsung mendatangi lokasi studi. Hanya saja,
dalam metode pengukuran perencana/peneliti harus menggunakan alat bantu/ alat ukur
untuk mendapatkan data. Contoh data yang diperoleh dengan metode pengukuran adalah
mengukur lebar bangunan, mengukur lebar jalanan atau mengukur ketinggian bangunan.
Alat-alat yang diperlukan dalam metode pengukuran atara lain buku catatan, meteran dan
lain-lain.
Gambar 15.3. Proses pengukuran oleh mahasiswa untuk memperoleh data primer
Sumber: dokumentasi penulis, Mei 2015
108
Gambar 15.4. Proses wawancara oleh mahasiswa untuk memperoleh data primer
Sumber: dokumentasi penulis, Februari 2015
110
15.3.2. Etika dalam Wawancara
Agar proses wawancara berlangsung tertib dan nyaman, terdapat etika yang harus
dimiliki oleh penanya. Etika-etika tersebut antara lain:
1. Penanya dapat menciptakan suasana yang bersahabat agar responden tidak tertekan;
2. Meminta izin kepada responden untuk meluangkan waktu. Selain itu, jika wawancara
direkam dan difoto, penanya juga harus memperoleh izin dari responden;
3. Menerangkan dan menjelaskan maksud/tujuan dari wawancara;
4. Menjamin kerahasiaan responden jika diperlukan;
5. Berpakaian sederhana dan rapi;
6. Bersikap rendah hati, hormat dalam berkata dan ekspresi yang cerah;
7. Menjadi pendengar yang baik;
8. Membacakan rangkuman atau kesimpulan dari hasil wawancara.
IDENTITAS
Nama :
Alamat :
Jenis Kelamin :
Asal Daerah :
Suku :
JENIS USAHA
1. Jenis usaha yang dilakukan :
__________________________________________________________
2. Nama Usaha/Toko :
__________________________________________________________
3. Mulai usaha sejak :
__________________________________________________________
4. Waktu beroperasi : dari pukul_____________________ hingga
pukul__________________
5. Harga sewa tempat : Rp________________________________________( / hari atau
/bulan)
6. Penghasilan tiap bulan :
a. Kurang dari Rp 500.000,00
b. Rp 500.000,00 – Rp 1.00.000,00
c. Rp 1.000.000,00 – Rp 1.500.000,00
d. Rp 1.500.000,00 – Rp 2.000.000,00
e. Lebih dari Rp 2.000.000,00
7. Perkiraan pengunjung per hari:
a. Kurang dari 5 orang
b. 6-10 orang
c. 11-15 orang
d. 16- 20 orang
e. 21-25 orang
f. Lebih dari 25 orang
Makassar,_________________________2014
112
15.5. Dokumentasi
Dokumentasi dikenal dengan gambar-gambar atau foto objek penelitian. Namun,
dokumentasi tidak hanya gambar saja, melainkan catatan, surat-surat bahkan karya
monumental dari seseorang. Dokumentasi dalam pembahasan ini adalah kegiatan-kegiatan
yang berkaitan dengan foto dan penyimpanannya. Gambar-gambar tersebut melengkapi
data catatan yang dibuat agar peneliti lebih mudah memahami situasi dari lokasi penelitian.
Dalam pengumpulan data primer, dokumentasi dalam hal ini pemotretan langsung
dilakukan di lapangan.
Gambar 15.5. Contoh dokumentasi yang menggambarkan aktivitas dan kondisi fisik di kampung kota
Sumber: dokumentasi penulis, 2009
113
Data sekunder yang sering digunakan dalam Perencanaan dan Pengembangan
Wilayah Kota adalah foto dan data statistik. Foto digunakan untuk menggambarkan sebuah
situasi pada masa tertentu sehingga dapat memberikan informasi deskriptif. Dalam
perencanaan wilayah dan kota, foto dibuat dengan maksud tertentu, misalnya
menggambarkan kondisi lingkungan, kondisi fasilitas umum, perkiraan skala suatu lokasi.
Foto juga menggambarkan situasi sosial seperti kemiskinan di daerah kumuh, aktivitas
masayarakat, adat istiadat dan berbagai fenomena di masyarakat lainnya.
Selanjutnya, data statistik juga dapat dimanfaatkan sebagai dokumen yang
memberikan informasi secara kuantitatif. Contoh data tersebut antara lain jumlah penduduk
berdasarkan jenis kelamin, jumlah penduduk berdasarkan usia, jumlah hasil bumi unggulan
di setiap kecamatan dalam satu kabupaten dan sebagainya. Data statistik sangat membantu
bagi perencana untuk menganalisa data karena dengan data kuantitatif, analisa akan lebih
mendalam dan terukur.
114
BAB 16
TAHAP II: PENGOLAHAN DATA
115
memahami dan menganalisis data tersebut. Secara garis besar, teknik penyajian data dapat
dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu: (1) tabel; (2) diagram; dan (3) deskripsi.
Penjelasan mengani masing-masing teknik penyajian data adalah sebagai berikut:
1. Tabel
a. Tabel baris kolom
Tabel baris kolom merupakan tabel yang terdiri dari satu baris dan satu kolom.
Tabel baris kolom ini dapat digolongkan ke dalam tabel satu arah.
116
b. Tabel kontingensi
Tabel kontingensi merupakan bagian dari tabel baris kolom. Perbedaan tabel
kontingensi dengan tabel baris kolom adalah terdiri atas dua faktor atau dua
variabel.
117
2. Diagram
a. Diagram batang (bar chart)
Diagram batang dimanfaatkan untuk menggambarkan perkembangan nilai dari
sebuah objek penelitian dalam kurun waktu tertentu. Nilai-nilai tersebut
ditampilkan dalam batang-batang tegak mendatar dan sama lebar.
Jumlah Penduduk
118
Gambar16.4. Jumlah penduduk Makassar dalam bentuk diagram garis
Sumber: Makassar dalam Angka 2013 dengan pengubahan seperlunya
Gambar 16.7. Diagram peta yang menunjukkan cadangan gas bumi Indonesia
Sumber:
http://2.bp.blogspot.com/gnhEXf4CH0Y/TtRzWPpPwpI/AAAAAAAAAQ4/wpGHCnm19rM/s
40/2009-0604_rawan_bencana_kepadatan_penduduk_BNPB-585x413.jpg,
120
Gambar 16.8. Diagram peta yang menunjukkan kapasitas system kesehatan di Jawa Tengah
Sumber: http://rovicky.files.wordpress.com/2010/07/3022_0001.jpg, 5/11/204, 0:05 PM
Gambar 16.9. Diagram peta yang menunjukkan jumlah penduduk yang terkena bahaya gunung
api, longsor dan gempa di Jawa Tengah
Sumber: http://rovicky.files.wordpress.com/2010/07/3022_0001.jpg, 5/11/204, 0:05 PM
121
3. Deskripsi
Deskripsi merupakan penyajian data dalam bentuk narasi atau deskriptif. Perencana
atau peneliti tidak diperkenankan untuk mendeskripsikan informasi baru selain berasal
dari data yang ada. Contoh deskripsi dari data dalam bentuk diagram batang adalah
sebagai berikut:
Gambar 16.10. Jumlah pengunjung taman hiburan selama satu tahun dalam diagram garis.
Sumber: http://blog.ub.ac.id/aguswahyuprasetyo/files/2012/03/1-300x199.jpg, 5/11/2014, 08:25
PM
Deskripsi diagram:
Diagram garis di atas menunjukkan data jumlah pengunjung di taman hiburan sejak bulan
Januari hingga bulan Desember. Berdasarkan diagram tersebut diketahui bahwa jumlah
pengunjung mengalami fluktuasi sejak awal hingga akhir tahun. Jumlah pengunjung bulan
Januari adalah 29.605 orang dan naik menjadi 38.985 pada bulan Februari. Pada bulan
Maret jumlah pengunjung menurun hingga 35.768. Peningkatan dan penurunan jumlah
pengunjung terus berlangsung bergantian di bulan April dan Mei, yaitu 49.390 pada bulan
April dan turun menjadi 41.394 pada bulan Mei. Peningkatan drastis terjadi pada bulan
Juni saat jumlah pengunjung mencapai 6.0817. Namun, jumlah pengunjung kembali
menurun drastis pada bulan Juli menjadi 17.070. Penurunan angka tersebut berlangsung
hingga bulan Agustus saat jumlah pengunjung mencapai titik terendah, yaitu 7.198. Jumlah
tersebut tetap sama pada bulan September dan kembali meningkat pada bulan Oktober
menjadi 25.918. Peningkatan terjadi hingga bulan November meskipun tidak signifikan,
yaitu 28.188. Pada akhir tahun, jumlah pengunjung taman hiburan meningkat tajam hingga
titik tertinggi selama satu tahun, yaitu mencapai angka 60.949 orang.
122
BAB 17
TAHAP III: PEMBUATAN PETA MANUAL
Tahap ketiga di dalam proses kartografi adalah tahap pembuatan peta. Tahap ini
dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu pembuatan peta manual dan pembuatan peta secara
digital. Bab 17 khusus membahas proses pembuatan peta secara manual.
Peta manual merupakan peta yang dibuat dengan freehand atau tanpa bantuan
teknologi komputer. Proses pembuatan peta secara manual harus dikerjakan secara
sistematis dan teliti. Data-data yang dipersiapkan harus lengkap agar tidak melakukan
pendataan ulang yang akan menghabiskan waktu. Kualitas peta manua juga harus
diperhatikan. Kualitas tersebut ditentukan oleh tata letak peta dan komponen-
komponennya, kualitas garis, kebersihan, kerapihan serta teknik pewarnaan. Di samping
itu, kriteria estetika peta juga menjadi penilaian tersendiri. Peta manual dengan kualitas
yang baik akan memudahkan pembaca untuk mengintepretasikan data.
123
c. Buatlah garis masing-masing dari tepi peta, serta garis yang membagi kertas sehingga
terpisah antara ruangan untuk peta dan komponen peta (gambar 17.1.).
d. Buatlah grid di kertas baru menggunakan pinsil. Misalnya, kkala peta yang akan di
buat adalah 1: 500 dan grid yang dibuat adalah 5 cm. Hal tersebut berarti setiap jarak 5
cm (satu grid) di kertas sama dengan 2.500 cm (2,5 km) di lapangan.
1 : 500 1 cm di kertas sama dengan 500 cm di lapangan
5 cm di kertas = (5 x 500) cm = 2.500 cm di lapangan
e. Tulislah setiap garis grid mulai dari nol pada sudut kiri bawah kertas peta baru dan
tambahkan nilai setiap garis grid dengan interval nilai tergantung dengan skala peta.
Misalnya: 125 meter untuk skala 1:2.500, 50 meter untuk skala 1:1.000; dan 25 meter
untuk skala 1:500.
124
f. Buatlah grid berdasarkan skala di peta contoh. Pada umumnya, peta contoh memiliki
skala yang lebih besar sehingga gambar yang ditampilkan menjadi lebih kecil. Skala
peta contoh misalnya 1: 1.000. Untuk menyamakan jarak grid antara peta contoh
dengan peta baru, digunakan perhitungan:
1 : 2.500 1 cm di kertas sama dengan 500 cm di lapangan
2.500 cm di lapangan = (2.500 x 1)/ 500 cm = 5 cm di kertas
g. Setelah kertas peta baru dan peta contoh diberi grid, gambarlah tiap komponen garis
dan titik di tiap grid.
125
Peta contoh
Komponen
dalam grid
Peta baru
Gambar 17.4.. Contoh pemindahan komponen grid peta lama dalam kertas baru
2. Teknik Menciplak
Proses menggambar dengan menciplak jauh lebih sederhana jika dibandingkan dengan
teknik grid. Kartograf hanya memerllukan kertas tembus pandang seperti kertas roti atau
kertas kalkir, pinsil, spidol, penggaris dan peta dasar dari data sekunder. Adapun langkah-
langkah dari proses ini antara lain:
a. Mempersiapkan peta dasar/ peta administrasi (gambar 17.5);
126
b. Menempelkan kertas roti di atas peta dasar dan menciplak (gambar 17.6);
127
Gambar 17.7. Peta Jumlah Murid SLTP tahun 2013 di Kabupaten Wajo
Sumber: Amieq, 2014
128
BAB 18
TAHAP III: PEMBUATAN PETA DIGITAL
129
18.2. Komponen SIG
Secara umum SIG bekerja berdasarkan integrasi 4 komponen, yaitu: h ardware,
software, manusia dan data,.
1. Hardware / Perankat Keras
SIG membutuhkan hardware atau perangkat komputer yang memiliki spesifikasi
lebih tinggi dibandingkan dengan sistem informasi lainnya untuk menjalankan
software-software SIG, seperti kapasitas Memory (RAM), Hard-disk, Prosesor serta
VGA Card. Hal tersebut disebabkan karena data-data yang digunakan dalam SIG baik
data vektor maupun data raster penyimpanannya membutuhkan ruang yang besar dan
dalam proses analisanya membutuhkan memory yang besar dan prosesor yang cepat.
2. Software / Perangkat Lunak
Software SIG merupakan sekumpulan program applikasi yang dapat memudahkan
kita dalam melakukan berbagai macam pengolahan data, penyimpanan, editing, hingga
layout, ataupun analisis keruangan.
3. Sumberdaya Manusia
Teknologi SIG tidaklah menjadi bermanfaat tanpa manusia yang mengelola sistem
dan membangun perencanaan yang dapat diaplikasikan sesuai kondisi dunia nyata.
Sama seperti pada Sistem Informasi lain pemakai SIG pun memiliki tingkatan tertentu ,
dari tingkat spesialis teknis yang mendesain dan memelihara sistem sampai pada
pengguna yang menggunakan SIG untuk menolong pekerjaan mereka sehari-hari
4. Data
Data dan Informasi spasial merupakan bahan dasar dalam SIG. Data ataupun
realitas di dunia/alam akan diolah menjadi suatu informasi yang terangkum dalam
suatu sistem berbasis keruangan dengan tujuan-tujuan tertentu.
Telah dijelaskan diawal bahwa SIG adalah suatu kesatuan sistem yang terdiri dari
berbagai komponen, tidak hanya perangkat keras komputer beserta dengan perangkat
lunaknya saja akan tetapi harus tersedia data geografis yang benar dan sumberdaya
manusia untuk melaksanakan perannya dalam memformulasikan dan menganalisa
persoalan yang menentukan keberhasilan SIG.
Tingkat keberhasilan dari suatu kegiatan SIG dengan tujuan apapun itu sangat
bergantung dari interaksi ke empat faktor ini. Jika salah satunya pincang maka
hasilnyapun tidak akan ada gunanya.
130
Gambar 18.1 Komponen SIG
Sumber: Modul Pelatihan Quantum GIS untuk Pemetaan Evakuasi Tsunami – Bab 1 Konsep Sistem
Informasi Geografis
131
a. Data Vektor
Data vektor merupakan bentuk bumi yang direpresentasikan ke dalam kumpulan
titik, garis, dan polygon (area). Informasi posisi titik, garis dan polygon disimpan
dalam bentuk x,y koordinat. Suatu lokasi titik dideskripsikan melalui sepasang
koordinat x,y. Bentuk garis, seperti jalan dan sungai dideskripsikan sebagai kumpulan
dari koordinat-koordinat point. Bentuk poligon, seperti zona projek disimpan
sebagai pengulangan koordinat yang tertutup.
132
b. Data Raster
Data raster (atau disebut juga dengan sel grid) adalah dihasilkan dari sistem
Penginderaan Jauh. Pada data raster, obyek geografis direpresentasikan sebagai
struktur sel grid yang disebut dengan pixel (picture element).
Masing-masing grid/sel atau pixel memiliki nilai tertentu yang bergantung pada
bagaimana image tersebut digambarkan. Sebagai contoh, pada sebuah image hasil
penginderaan jarak jauh dari sebuah satelit, masing – masing pixel direpresentasikan
sebagai panjang gelombang cahaya yang dipantulkan dari posisi permukaan bumi dan
diterima oleh satellit dalam satuan luas tertentu yang disebut pixel.
Pada data raster, resolusi (definisi visual) tergantung pada ukuran pixel-nya.
Dengan kata lain, resolusi pixel menggambarkan ukuran sebenarnya di permukaan
bumi yang diwakili oleh setiap pixel pada citra. Semakin kecil ukuran permukaan
bumi yang direpresentasikan oleh satu sel, semakin tinggi resolusinya.
133
Gambar 8.4 Resolusi Data Raster
Sumber: Modul Pelatihan Quantum GIS untuk Pemetaan Evakuasi Tsunami – Bab 1
Konsep Sistem Informasi Geografis
Data raster sangat baik untuk merepresentasikan batas-batas yang berubah secara
gradual, seperti jenis tanah, kelembaban tanah, vegetasi, suhu tanah, dsb. Keterbatasan
utama dari data raster adalah besarnya ukuran file; semakin tinggi resolusi grid-nya
semakin besar pula ukuran filenya.
135
Gambar 18.6 Peta analog (hardcopy) yang dipindahkan ke dalam bentuk peta vector.
Sumber: Modul Pelatihan Quantum GIS untuk Pemetaan Evakuasi Tsunami – Bab 1 Konsep Sistem
Informasi Geografis
Dalam tahapan SIG sebagai keperluan sumber data, peta analog dikonversi
menjadi peta digital dengan cara format raster diubah menjadi format vektor melalui proses
dijitasi sehingga dapat menunjukan koordinat sebenarnya di permukaan bumi (gambar
18.6).
136
Gambar 18.7 Citra satelit hasil penginderaan jauh (Quickbird, Landsat 7)
Sumber: Modul Pelatihan Quantum GIS untuk Pemetaan Evakuasi Tsunami – Bab 1 Konsep Sistem
Informasi Geografis
137
3. Kesalahan (error) dalam data spasial
Tujuan suatu aplikasi SIG adalah untuk menyediakan informasi yang dapat
digunakan mendukung perencanaan dan managemen. Untuk mengurangi ketidak-
akuratan dalam suatu proses pengambilan kebijakan, kesalahan-kesalahan yang ada dalam
suatu database spasial serta keluaran hasil produk suatu SIG perlu diminimalis. Hal ini
dikarenakan kualitas suatu produk SIG sangat ditentukan oleh kualitas data yang
digunakan sebagai masukan dalam proses analisis menggunakan SIG, yang pada akhirnya
akan menentukan tingkat keakuratan suatu kebijakan yang diambil.
Kesalahan-kesalahan ataupun keterbatasan suatu data spasial yang dapat
mempengaruhi pengambilan kebijakan tergantung pada tujuan untuk apa data itu sendiri
akan digunakan. Sehingga kualitas seringkali didefinisikan atau dipertimbangan sebagai
ketepatan terhadap suatu penggunaan.
Secara tradisional, kesalahan-kesalahan maupun keakuratan suatu peta
diasosiasikan dengan beberapa hal antara lain sebagai berikut:
a. Kesalahan atribut (attribute errors) pada suatu klasifikasi atau pemberian label
pada suatu kenampakan geografis.
b. Kesalahan posisi (positioning errors) yang merupakan kesalahan pada suatu
lokasi atau posisi, ataupun tinggi dari suatu kenampakan geografis
c. Keakuratan data yang terkait dengan waktu (temporal accuracy), sebagai misal
batas suatu unit administrasi atau parsel lahan mungkin tetap sama dalam kurun waktu
tertentu namun informasi kepemilikanya telah berubah.
d. Kelengkapan informasi yang terkandung pada suatu peta (completeness).
138
2. Tahap Pengolahan Data
Tahap ini meliputik kegiatan klasifikasi dan stratifikasi data, komplisi, serta
geoprosesing (clip,merge,dissolve). Proses ini akan menghabiskan waktu dan biaya
mencapai 20% dari total kegiatan SIG.
3. Tahap Analisis Data
Pada tahapan ini dilakukan berbagai macam analisa keruangan, seperti buffer, overlay,
dan lain-lain. Tahapan ini akan menghabiskan waktu dan biaya mencapai 10%.
4. Tahap Output
Tahap ini merupakan fase akhir, dimana ini akan berkaitan dengan penyajian hasil
analisa yang telah dilakukan, apakah disajikan dalam bentuk peta hardcopy, tabulasi data,
CD system informasi, maupun dalam bentuk situs web site.
139
Gambar 18.9. Konsep Lapisan data
Sumber: Modul Pelatihan Quantum GIS untuk Pemetaan Evakuasi Tsunami – Bab 1 Konsep Sistem
Informasi Geografis
140
Gambar 18.10 Peta ancaman gunung api
(Sumber: Modul Pelatihan Quantum GIS untuk Pemetaan Evakuasi Tsunami – Bab 1 Konsep Sistem
Informasi Geografis
2. Bidang Kesehatan
Bidang kesehatan juga telah menggunakan teknologi GIS dalam membantu
efektifitas pengambilan kebijakan dalam meningkatkan pelayanan kesehatan ataupun
dalam rangka menanggulangi wabah penyakit tertentu. Memetakan sebaran pusat-
pusat pelayan kesehatan masyarakat (Rumah sakit, puskesmas, hingga posyandu atau
pustu), sebaran kepadatan penduduk, sebaran pemukiman kumuh, dan lain sebagainya.
141
Gambar 8.11 Peta jangkauan pelayan kesehatan
Sumber: Modul Pelatihan Quantum GIS untuk Pemetaan Evakuasi Tsunami – Bab 1 Konsep Sistem
Informasi Geografis
142
Gambar 8.12 Peta Tumpang Tindih Izin HPH dan RTRWK di Wilayah suatu KPH
(Sumber: Modul Pelatihan Quantum GIS untuk Pemetaan Evakuasi Tsunami – Bab 1 Konsep Sistem
Informasi Geografis
143