Anda di halaman 1dari 143

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. PPROFIL DAN KOMPETENSI LULUSAN PROGRAM STUDI


PENGEMBANGAN WILAYAH DAN KOTA
1.1.1. Visi dan Misi Program Studi PWK

Visi Program Studi PWK adalah menjadi lembaga pengelola pendidikan, penelitian
dan pengabdian kepada masyarakat di bidang pengembangan wilayah dan kota yang
unggul dengan muatan Benua Maritim Indonesia (BMI).
Berdasarkan visi dan misi Prodi Pengembangan Wilayah dan Kota (PWK), maka
peluang pengembangan Prodi di masa mendatang terkait orientasi Ipteks dalam konteks
Benua Maritim Indonesia (BMI) merupakan daya tarik Prodi Pengembangan Wilayah dan
Kota Unhas di era globalisasi menuju “World Class University”. Penerapan otonomi
daerah khususnya Kawasan Timur Indonesia yang terdiri dari sebaran kepulauan,
membuka peluang kerja yang lebih besar bagi ahli perencana dengan kekhususan wawasan
lulusan yang mengarah pada “Wawasan Benua Maritim Indonesia”. Sedangkan tantangan
yang dihadapi Prodi PWK adalah tuntutan untuk senantiasa meningkatkan mutu
pendidikan dan kualitas lulusan, mengingat semakin meningkatnya kualitas dan kuantitas
Prodi PWK di Perguruan Tinggi lain, semakin tingginya tuntutan persyaratan kemampuan
tenaga kerja terutama dalam pengembangan kemampuan Ipteks dan wawasan global, serta
semakin tingginya tingkat persaingan di dunia kerja.
Pengembangan Ipteks merupakan bagian dari strategi dan pengembangan Prodi
PWK. Berdasarkan tujuan dan sasaran Prodi, pengembangan Ipteks diterapkan dalam
bidang perencanaan kota, serta pengembangan spesialisasi Ipteks berwawasan Benua
Maritim Indonesia. Dengan strategi: meningkatkan kuantitas dan kualitas sarana prasarana
pendukung pembelajaran berorientasi standar internasional, serta meningkatkan dan
mengembangkan kurikulum dan SAP yang spesifik.

1.1.2. Profil Lulusan


Profil lulusan sebagai penciri dari program studi, diharapkan lulusan Prodi PWK dapat
berprofesi sebagai:

1
1. Praktisi Perencana Wilayah dan Kota
Lulusan Prodi PWK dapat bekerja pada biro perencana kota dan wilayah dengan
menempati posisi sebagai Perencana Wilayah dan Kota, Perancang Kota, Perencana
Landsekap, Ahli pemetaan/GIS (Geographic Information System), ahli infrastuktur
wilayah dan kota, ahli pengembangan dan manajemen properti, estimator/penilai biaya
pembangunan wilayah dan kota, advokat masyarakat/LSM).
2. Pendidik bidang PWK
Lulusan Prodi PWK dapat bekerja sebagai tenaga pendidik/instruktur/pelatih pada
perguruan tinggi dan lembaga/instansi perencanaan wilayah dan kota.
3. Peneliti bidang PWK
Lulusan Prodi PWK dapat bekerja sebagai peneliti dan laboran pada Perguruan
Tinggi dan lembaga pusat penelitian.
4. Birokrat PWK dan/atau bidang terkait dengan perencanaan
Lulusan Prodi PWK dapat bekerja sebagai pembuat kebijakan atau pengambil
keputusan pada instansi pemerintah seperti Bappenas, Departemen PU dan
Kimpraswil, Bappeda, Dinas Tata Kota, Dinas Bangunan, Bapedalda, Perindustrian,
Pariwisata, Transmigrasi, Manajerial dan Kelembagaan Pemerintah, dan lain lain.
5. Pelaku Industri bidang PWK
Lulusan Prodi PWK dapat bekerja sebagai manajer, perencana, penyusun anggaran
dan estimator pada industri termasuk bidang keuangan, peneliti dan analis dampak
produksi terhadap lingkungan, dan lain lain.

1.1.3. Kompetensi Lulusan


Kompetensi lulusan Prodi PWK menggambarkan output pembelajaran yang harus
dimiliki oleh setiap lulusan, yaitu memiliki kemampuan sebagai berikut:
1. Kompetensi Utama
Berprofesi sebagai praktisi, pendidik, dan peneliti bidang perencanaan wilayah dan
kota, lulusan harus memiliki kompetensi utama:
a. Mampu berpikir secara logis, kreatif, inovatif berbasis keberlanjutan bagi
kehidupan lingkungan dan masyarakat.
b. Mampu mengidentifikasi dan menganalisis issu/permasalahan wilayah dan
perkotaan mutakhir, serta merumuskan konsep perencanaan, model atau strategi
kebijakan sebagai alternatif solusi dalam bidang PWK.
2
c. Mampu menerapkan norma, standar, pedoman dan kriteria perencanaan dan
perancangan wilayah dan kota.
d. Menguasai wawasan bidang perencanaan wilayah dan kota dalam konteks lokal dan
global pada kehidupan sosial, ekonomi dan budaya masyarakat.
e. Mampu menerapkan metode dan teknologi baru untuk membangun database,
menganalisis, merumuskan konsep/model perencanaan/ strategi kebijakan.
f. Mampu menguasai metode dan manajemen perencanaan.
Sementara itu, lulusan yang berprofesi sebagai birokrasi dan pelaku industri bidang
perencanaan wilayah dan kota atau terkait dengan bidang perencanaan, harus memiliki
kompetensi utama:
a. Mampu berpikir secara logis, kreatif, inovatif berbasis keberlanjutan bagi
kehidupan lingkungan dan masyarakat.
b. Menguasai wawasan bidang perencanaan wilayah dan kota dalam konteks lokal dan
global pada kehidupan sosial, ekonomi dan budaya masyarakat.
c. Mampu menerapkan metode dan teknologi baru untuk membangun database,
menganalisis, merumuskan konsep/model perencanaan/ strategi kebijakan.
d. Mampu menguasai metode dan manajemen perencanaan.

2. Kompetensi Pendukung
Berprofesi sebagai praktisi, pendidik, dan peneliti bidang perencanaan wilayah dan
kota, kompetensi pendukung yang harus dimiliki oleh lulusan adalah:
a. Menjunjung tinggi norma, tata nilai, moral, agama, etika dan tanggungjawab
profesional.
b. Mampu menguasai wawasan lingkungan pesisir, kepulauan yang beriklim tropis
nusantara, dan Benua Maritim Indonesia.
c. Mampu menerapkan perencanaan secara global dan dalam konteks kekinian.
d. Mahir dan terlatih dalam mengaplikasikan teknologi seperti program GIS dan
program analisis untuk inventarisasi database yang akurat, interpretasi dan
penyusunan konsep perencanaan spatial dan aspatial.
Bagi lulusan yang berprofesi sebagai birokrasi dan pelaku industri bidang
perencanaan wilayah dan kota atau terkait dengan bidang perencanaan, seharusnya
memiliki kompetensi pendukung:

3
a. Menjunjung tinggi norma, tata nilai, moral, agama, etika dan tanggungjawab
professional.
b. Mampu menguasai wawasan lingkungan pesisir, kepulauan yang beriklim tropis
Nusantara, dan Benua Maritim Indonesia.
c. Mampu menerapkan perencanaan secara global dan dalam konteks kekinian.
3. Kompetensi Lainnya
Berprofesi sebagai praktisi, pendidik, dan peneliti bidang perencanaan wilayah dan
kota, lulusan seharusnya memiliki kompetensi pendukung:
a. Mampu bekerja secara mandiri dan kelompok dengan koordinasi kelompok
multidisiplin.
b. Mampu dan cakap dalam menjalin kerjasama berbasis keahlian dalam lingkup
nasional, regional dan internasional.
c. Mampu berkomunikasi dan bersikap aspiratif dan responsive terhadap lingkungan,
potensi wilayah dan pengembangan Ipteks.

Bagi lulusan yang berprofesi sebagai birokrasi dan pelaku industri bidang
perencanaan wilayah dan kota atau terkait dengan bidang perencanaan, seharusnya
memiliki kompetensi lainnya:
a. Mampu bekerja secara mandiri dan kelompok dengan koordinasi kelompok
multidisiplin.
b. Mampu berkomunikasi dan bersikap aspiratif dan responsive terhadap lingkungan,
potensi wilayah dan pengembangan Ipteks.

Berdasarkan kesesuaian kompetensi lulusan terhadap lapangan kerja, sebagian besar


lulusan Prodi PWK memiliki kompetensi sesuai kebutuhan pasar dan bekerja sesuai bidang
ilmu Pengembangan Wilayah, dengan lama waktu tunggu pekerjaan pertama rata-rata
kurang dari 6 (enam) bulan. Banyaknya permintaan eksternal stakeholders terhadap
lulusan menunjukkan daya saing lulusan yang cukup baik dalam dunia kerja.

4
1.2. ANALISIS KEBUTUHAN PEMBELAJARAN
1.2.1. Identitas Mata Kuliah
Nama Mata Kuliah : Kartografi dan Penginderaan Jauh
Kode Mata Kuliah : 122D5203
Semester/SKS : II/3 SKS
Sifat Kurikulum : Inti Wajib

Kompetensi sasaran berdasarkan Kompetensi Program Studi:


1. Kompetensi Utama : Menjunjung tinggi norma, tata nilai, moral, agama dan
etika tanggungjawab professional (KU1);
Berprofesi di bidang perencanaan wilayah dan kota
dalam konteks lokal dan global pada kehidupan sosial,
ekonomi dan budaya masyarakat (KU 4);
Menerapkan metode dan teknologi baru untuk
membangun data base, menganalisis, merumuskan
konsep/model perencanaan/strategi kebijakan (KU 5);
2. Kompetensi Pendukung : Mahir dalam mengaplikasikan teknologi untuk
interpretasi dan penyusunan konsep perencanaan spasial
dan aspasial (KP 3);
Menerapkan norma, standar, pedoman dan
manual/kriteria dan perancangan wilayah kota (KP 4)
3. Kompetensi Lainnya : Mampu bekerja secara mandiri dan kelompok dengan
koordinasi ke berbagai multidisiplin (KL 1);
Mampu berkomunikasi dan bersikap aspiratif dan
responsif terhadap perkembangan IPTEKS (KL 3)

5
1.2.2. Kompetensi Mata Kuliah

KOGNITIF AFEKTIF PSIKOMOTORIK

1. Bertanggung jawab terhadap tugas


mandiri dan kelompok,
2. Mampu bekerja sama dalam kelompok.

1. Memahami data sekunder dan primer, 1. Terampil dalam


2. Mamahami prosedur pembuatan peta, menggunakan alat
3. Memindahkan data sekunder dan primer ke pengukur baik di lapangan
bentuk peta, maupun di dalam kelas,
4. Menjelskan manfaat kartografi dan penginderaan 2. Terampil dalam
jauh terhadap perencanaan dan perancangan menggambar peta.
wilayah kota.

1.2.3. Sasaran Belajar


Mahasiswa terampil menggunakan alat dalam menggambar untuk memindahkan data
sekunder dan data primer ke bentuk peta, bertanggung jawab terhadap pekerjaan mereka
serta menjelaskan manfaat kartografi dan penginderaan jauh dalam perencanaan wilayah
kota.

1.2.4. Sasaran Pembelajaran


Adapun sasaran pembelajaran dari matakuliah ini disusun berdasarkan kompetensi
pembelajaran. Rincian mengenai sasaran pembelajaran adalah sebagai berikut:
1. Memahami dan menjelaskan pengertian, jenis, fungsi, standar dan prosedur pembuatan
peta;
2. Memahami dan mampu mengumpulkan data sekunder serta menggambar peta manual
berdasarkan data tersebut;
3. Memahami dan mampu mengumpulkan data primer serta menggambar peta manual
berdasarkan data tersebut;
4. Memahami dan menjelaskan pengertian, jenis dan fungsi penginderaan jauh dan
aplikasinya dalam perencanaan wilayah dan kota;

1.2.5. Deskripsi Mata Kuliah


Mata kuliah Kartografi dan Penginderaan Jauh merupakan mata kuliah yang
mempelajari tentang peta. Peta merupakan alat yang digunakan sebagai data untuk
6
menyusun perencanaan kota dan wilayah. Mata kuliah ini mencakup pengertian peta, jenis-
jenis peta, hingga prosedur pembuatan peta secara manual.
Mata kuliah ini juga mengajarkan tentang tata cara menggambar peta serta teknik
survei lapangan. Selain itu, mata kuliah ini membahas tentang penggunaan alat untuk
mendukung proses pengumpulan data di lapangan. Dengan demikian, mata kuliah ini
mencakup segala hal tentang peta mulai dari teori, proses survei hingga proses pembuatan.

1.2.6. Manfaat Mata Kuliah


Para perencana membutuhkan data dalam proses perencanaan wilayah dan kota. Salah
satu data yang diperlukan adalah peta kawasan. Data tersebut akan ditindaklanjuti dalam
tahap analisis. Melalui peta, perencana dapat memahami batas lokasi, serta potensi dan
permasalahannya.
Mata Kuliah Kartografi dan Penginderaan Jauh ditawarkan untuk membantu
mahasiswa dalam memahami prosedur pembuatan peta. Melalui mata kuliah ini, mahaiswa
dapat mengasah kemampuan mereka dalam mengumpulkan data di lapangan,
mengintepretasikan data ke dalam bentuk peta serta mahir menggunakan alat ukur. Mata
kuliah ini mendukung mata kuliah perencanaan lainnya seperti Studio Pemataan, Studio
Pendataan dan GIS.

1.2.7. Tujuan Instruksional.


Pada akhir perkuliahan ini, mahaiswa diharapkan mampu:
1. Memahami dan menjelaskan pengertian, jenis, standart dan prosedur pembuatan peta;
2. Memahami dan mampu mengumpulkan data sekunder serta menggambar peta manual
berdasarkan data tersebut;
3. Memahami dan mampu mengumpulkan data primer serta menggambar peta manual
berdasarkan data tersebut;
4. Memahami dan menjelaskan pengertian, jenis dan fungsi penginderaan jauh dan
aplikasinya dalam perencanaan wilayah dan kota;
5. Memahami manfaat dan prosedur mengaplikasikan GPS;
6. Membuat maket dan laporan hasil survei;

7
1.2.8. Strategi Pembelajaran dan Pengalaman Belajar
Metode pembelajaran ditekankan pada praktek, baik itu survei lapangan maupun
belajar terstruktur seperti menggambar. Namun, sebelum praktek tersebut, mahasiswa
dibekali dengan teori yang disampaikan dengan metode ceramah interaktif dan diskusi
kelas. Mahasiswa akan diminta untuk mempresentasikan tugas-tugas tertentu yang
kemudian akan dibahas bersama-sama.
Pengalaman belajar yang akan diperoleh mahasiswa didasarkan pada metode
pembelajaran. Terdapat beberapa metode yang digunakan dalam proses belajar di mata
kuliah ini, yaitu: ceramah interaktif, diskusi, belajar terstruktur, dan survei lapangan.
Penjelasan dari masing-masing metode sebagai berikut:
1. Ceramah interaktif
Ceramah interaktif merupakan metode yang dilakukan dengan dua arah. Dosen
mempresentasikan materi kuliah di kelas. Selain menjelaskan materi, ceramah juga
berfungsi untuk memberikan arahan singkat kepada mahasiswa sebelum melakukan
survei lapangan, belajar terstruktur ataupun diskusi. Mahasiswa diwajibkan untuk
memberi komentar mengenai ceramah yang telah dijelaskan.
Dosen akan memberikan ceramah mengenai teori tentang peta dan
penginderaan jauh sesuai dengan yang tercantum di GBRP kuliah Kartografi dan
Penginderaan Jauh. Selain itu, melalui ceramah interaktif, mahasiswa akan dibagi
menjadi beberapa kelompok untuk mengerjakan tugas survei lapangan, belajar mandiri
maupun diskusi.
2. Survei lapangan
Survei lapangan merupakan kegiatan yang mewajibkan mahasiswa mengamati
objek secara langsung di lapangan. Kegiatan terseut bertujuan untuk memberikan
pemahaman yang lebih mendalam mengenai materi yang telah dipaparkan di kelas
karena mereka akan mendapatkan pengalaman secara langsung. Selain itu, kegiatan ini
juga bertujuan untuk membuka wawasan mereka terhadap kondisi perkotaan pada
umumnya. Hasil dari survei lapangan berupa data-data primer yang kemudian akan
didiskusikan di kelas.
Mahasiswa diwajibkan mengunjungi lokasi yang telah ditentukan. Kegiatan
mahasiswa di lapangan adalah mengumpulkan data sesuai hasil cermah interaktif
seperti: fungsi bangunan, ketinggian bangunan, lebar jalur kendaraan dan jalur
pedestrian. Mahasiswa juga diwajibkan untuk membuat dokumentasi serta arsip
8
berupa sketsa dan catatan. Prosedur kegiatan ini tercantum di dalam Buku Panduan
Parktek Lapang.
3. Belajar terstruktur
Belajar terstruktur merupakan kegiatan mahasiswa baik secara individu maupun
kelompok sebagai tindak lanjut dari materi yang diberikan dan data yang diperoleh saat
survei lapangan. Belajar mandiri tersebut dapat dilakukan di kelas maupun di luar
kelas. Mahasiswa diwajibkan untuk mendapat referensi lainnya yang mendukung
proses pembelajaran.
Bentuk dari belajar terstruktur pada mata kuliah Kartografi dan Penginderaan
Jauh merupakan tugas yang dikerjakan secara individu. Terdapat dua jenis metode
yang digunakan, yaitu: quiz dan praktek menggambar. Quiz diberikan secara sopntan
oleh dosen pada awal maupun akhir pertemuan. Tujuannya adalah untuk mengevaluasi
pemahaman mahasiswa terhadap teori yang telah diberikan. Quiz merupakan soal-soal
mengenai teori Kartografi dan Penginderaan Jauh. Praktek menggambar merupakan
kegiatan mengintepretasikan data berbentuk catatan atau tulisan ke bentuk peta.
4. Diskusi
Diskusi diawali dengan presentasi materi oleh mahasiswa baik secara individu
maupun kelompok. Materi yang didiskusikan berupa hasil survei lapangan maupun
belajar terstruktur. Umpan balik dari presentasi tersebut berupa komentar dan masukan
dari mahasiswa dan dosen.
Materi diskusi yang dipresentasikan oleh mahasiswa berupa data yang telah
mereka peroleh melalui survei lapangan. Dosen dan mahasiswa lainnya akan
memberikan komentar terhadap kekeliruan yang telah dibuat dan memberikan masukan
untuk memperbaiki kekeliruan tersebut.

1.2.9. Tugas dan Penilaian


Tugas mahasiswa terdiri atas:
1. Quiz: berupa evaluasi yang diberikan pada awal atau akhir kuliah. Tugas ini untuk
menguji pemahaman mahasiswa terhadap materi yang telah diberikan pada pertemuan
sebelumnya
2. Arsip/ dokumen survei: dokumen survei merupakan catatan saat survei. Catatan berisi
faktor-faktor atau kondisi di lapangan yang akan dipindahkan ke dalam bentuk peta.

9
3. Gambar peta: gambar peta secara manual di atas kertas roti sesuai dengan skala yang
telah disepakati. Peta tersebut sesuai dengan kriteria dan dilengkapi dengan
arsip/dokumen survei.
4. Membuat maket dan laporan: maket kontur berdasarkan hasil pengukuran dengan
dasar penginderaan jauh dan survei lapangan.
5. Tugas akan dikembalikan ke mahasiswa setelah diberi penilaian agar mahasiswa dapat
mengetahui evaluasi pekerjaan mereka.
Penilaian mahasiswa terdiri atas:
1. Kehadiran 80%: kehadiran dievaluasi melalui daftar kehadiran. Setelah lima belas
menit, dilakukan pengisian daftar hadir. Mahasiswa yang tiba lewat dari lima belas
menit, tetap diizinkan masuk namun tidak diizinkan untuk menandatangani daftar
hadir.
2. Keaktifan: keaktifan terdiri atas keaktifan di kelas dan keaktifan di lapangan.
Keaktifan di kelas dapat dilihat saat mahasiswa bertanya tentang materi, menjawab
pertanyaan serta memberikan masukan baik secara individu maupun mewakili
kelompok. Keaktifan di lapangan dilihat dari tanggung jawab mahasiswa dalam
mengerjakan tugas di lapangan atau berdiskusi/ bekerjasama dengan teman kelompok.
3. Ketepatan waktu: mahasiswa wajib mengumpulkan tugas sesuai dengan waktu yang
telah disepakati. Mahasiswa yang terlambat mengumpulkan tugas akan dikurangi
nilainya sebanyak 3% hingga 5%.
4. Kerapihan mahasiswa: mahasiswa yang memakai sandal jepit dan kaos oblong tidak
diperkenankan untuk mengikuti kuliah ataupun asistensi.
5. Kesesuaian materi: segala tugas mahasiswa sesuai dengan materi pembelajaran atau
tepat sasaran.
6. Kualitas gambar dan maket: kualitas gambar dilihat dari kualitas garis, kerapihan dan
kebersihan gambar.
7. Bobot penelitian dapat dilihat pada tabel di bawah:
A >_ 86 C 60-65
A- 80-85 C- 56-59
AB 76-79 D 50-55
B 70-75 E <_49
B- 66-69

Setiap kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh mahasiswa wajib dinilai oleh dosen.
Penilaian tersebut bermanfaat untuk mengetahui pemahaman mahasiswa terhadap materi
10
Kartografi dan Penginderaan Jauh, sehingga dapat diketahui juga kesesuaian proses
pembelajaran dengan sasaran dan kompetensi belajar. Penilaian capaian belajar didasarkan
pada metode pembelajaran dan kompetensi yang diharapkan seperti kompetensi kognitif,
afektif dan psikomotorik.
Setiap kompetensi yang diharapkam memiliki indikator dan bobot penilaian masing-
masing. Indikator dan bobot tersebut dapat dilihat di tabel 1.1.

Tabel 1.1. Penilaian Capaian Belajar


Metode Kompetensi Indikator Bobot
Ceramah Kognitif Mahasiswa mampu menjawab dengan tepat
interaktif pertanyaan yang diberikan dosen sesuai 1 1
dengan materi yang diberikan
Afektif Mahasiswa tenang saat dosen melakukan
1
presentasi di depan kelas.
Mahasiswa aktif bertanya atau memberikan
1
komentar terhadap materi. 4 5
Mahasiswa bersikap sopan selama proses
1
pembelajaran.
Mahasiswa datang tepat waktu. 1
Psikomotorik -
0
0

Survei Kognitif Mahasiswa memahami dan mengumpulkan


7
Lapang data yang relevan. 10
Mahaiswa memahami kondisi lapangan. 3
Afektif Mahasiswa mampu bekerja sama dengan
7
teman kelompok (kompak).
Mahasiswa membagi tugas dalam 10
kelompok agar kegiatan survei lapang 3 30
efektif dan efisien.
Psikomotorik Mahasiswa mahir dalam menggunakan alat
5
ukur dan alat gambar.
Mahasiswa mengelompokkan data menjadi 5 10
arsip yang tersusun rapi.

Belajar Kognitif Hasil tugas berupa essay maupun gambar


Terstruktur sesuai dengan materi dan standar yang telah 9
diberikan. 14
Kelengkapan dan kualitas arsip/ data saat
5
survey.
Afektif Mahasiswa mengumpulkan tugas tepat pada
5
waktunya.
10 35
Mahasiswa bersikap sopan selama proses
5
pembelajaran.
Psikomotorik Lay out tugas rapi dan bersih 3
Teknik pewarnaan yang menarik 3
Teknik menggaris sesuai dengan ketentuan 11
2
tebal dan tipis.
Terampil menggunakan alat 3
Diskusi Kognitif Mahasiswa mampu mempresentasikan
5
materi yang sesuai dengan tema. 12 30
Mahasiswa mampu menjawab pertanyaan 4

11
tepat sasaran.
Refernsi yang dipaparkan mahasiswa
3
bervariasi.
Afektif Mahasiswa aktif memberikan komentar dan
6
masukan terhadap materi diskusi.
Penampilan mahasiswa saat presentasi 10
menarik (tenang, kata-kata yang jelas, 4
bahasa tubuh, berpakaian yang sopan).
Psikomotorik Mahasiswa membuat teknik presentasi yang
8 8
menarik.
TOTAL 100 100 100

12
BAB 2
PENGETAHUAN DASAR KARTOGRAFI

2.1. PENDAHULUAN
Bab ini merupakan perkenalan terhadap kartografi khususnya peta seperti
pengertian, jenis,fungsi, standard an prosedur pembuatan peta, khususnya peta manual.
Mata kuliah ini merupakan berkaitan dengan Mata Kuliah Studio Pemetaan yang
didapatkan pada semester pertama, terutama dalam proses pembuatan peta manual.
Mahasiswa telah diajarkan untuk menggambar berbagai macam garis dan menggambar
peta manual sederhana. Selanjutnya, di Mata Kuliah Kartografi, khususnya pembahasan
mengenai Pengantar Kartografi, mahasiswa diajar mengenal peta secara lebih detail,
seperti pengertian, jenis-jenis peta, fungsi peta, standar dan prosedur pembuatan peta.

2.1.1 Kompetensi Materi


Kompetensi yang ingin dicapai setelah mempelajari Materi Pengantar Kartografi dibagi
menjadi dua kelompok. Kelompok pertama adalah kompetensi berdasarkan kompetensi
Prodi Pengembangan Wilayah Kota. Berdasarkan hal tersebut, kompetensi materi ini
antara lain:
1. Menjunjung tinggi norma, tata nilai, moral, agama dan etika tanggung jawab
professional (KU1);
2. Berprofesi di bidang perencanaan wilayah dan kota dalam konteks lokal dan global
pada kehidupan sosial, ekonomi dan budaya masyarakat (KU 4);
3. Menerapkan norma, standrar, pedoman dan kriteria pereancangan wilayah kota
(KP4),
4. Mampu berkomunikasi dan bersikap aspiratif dan responsif terhadap perkembangan
IPTEKS (KL3).
Selanjutnya, capaian materi ini berdasarkan kompetensi mata kuliah adalah:
1. Menjelaskan pengertian dan ruang lingkup kartografi di dalam ruang lingkup
perencanaan wilayah kota (kognitif);
2. Bertanggungjawab terhadap tugas (afektif)

13
2.1.2 Sasaran Pembelajaran
Sasaran pembelajaran dari materi Pengantar Kartografi ini adalah mahasiswa
memahami dan menjelaskan sasaran-sasaran pembelajaran yang telah disebutkan
sebelumnya. Selain itu, mahasiswa juga memahami peran atau fungsi kartografi/pemetaan
dalam ruang lingkup penataan ruang. Pengetahuan mengenai dasar-dasar kartografi
merupakan modal awal mahasiswa untuk melanjutkan materi dan praktek menggambar
peta berikutnya.

2.1.3 Strategi/Metode Pembelajaran


Terdapat tiga strategi pembelajaran guna mencapai sasaran pengetahuan dalam
materi Pengantar Kartografi, yaitu ceramah interaktif, diskusi dan belajar terstruktur.
Sesuai dengan metode Student-Centered Learning (SCL), mahasiswa diarahkan untuk
belajar secara mandiri, mencari referensi yang mendukung materi melalui internet atau
buku. Materi tersebut dapat dimanfaatkan sebagai bahan diskusi setelah ceramah interaktif
di dalam kelas.

2.1.4 Indikator Penilaian


Penilaian dalam kuliah pembahasan Materi Pengantar Kartografi didasari oleh
keaktifan mahasiswa baik di dalam maupun di luar kelas dan kualitas tugas yang diberikan.
Metode pembelajaran yang diberikan adalah ceramah interaktif dan diskusi, sementara
metode tugas adalah belajar terstruktur, yaitu tugas yang dikerjakan secara individu. Tiga
kemampuan mahasiswa yang akan dinilai antara lain, kemampuan kognitif dan afektif.
Masing-masing kemampuan memiliki beberapa indikator, seperti yang terlihat di dalam
tabel 1.2.

14
Tabel 2.1. Rubrik Penilaian Materi Pengantar Kartografi
Kompetensi Tujuan Rubrik Bobot
Kognitif Pemahaman mahasiswa Pengertian Kartografi 5
terhadap urgensi kartografi/ Jenis-jenis peta 5
pemetaan dalam ruang Fungsi peta 10 40
lingkup tata ruang wilayah Standar peta 10
dan kota Prosedur pembuatan peta 10 65
Kemampuan penulisan Menjawab pertanyaan tepat sasaran 10
laporan/tugas sesuai dengan Ketepatan menggunakan tata bahasa 5
standar karya tulis ilmiah 25
Penggunaan kota kata yang tepat 5
Keterpaduan antar kalimat/paragraf 5
Afektif Tugas dikumpulkan tepat Sesuai dengan kesepakatan
15 15
waktu
Sopan selama proses Berpakaian yang sopan dan rapi 5 35
pembelajaran Bertutur kata yang baik 5 20
Bersikap terhadap dosen dan teman 10
TOTAL 100 100 100

2.2. PENGERTIAN KARTOGRAFI


Pada umumnya, kartografi dikenal sebagai ilmu pembuatan peta. Berdasarkan bahasa,
kartografi berasal dari Bahasa Yunani, yaitu carto yang memiliki arti permukaan dan grafi
yang berarti gambar atau bentuk (Sariyono dan Nursa‟ban, 2010). Oleh karena itu,
kartografi merupakan ilmu yang mempelajari gambar atau bentuk permukaan bumi.
Tujuan dari kartografi adalah mengumpulkan dan menganalisa data dari lapangan yang
berupa unsur-unsur permukaan bumi dan menyajikan unsur tersebut secara grafis dengan
skala tertentu, sehingga unusr dapat terlihat jelas, mudah dimengerti dan dipahami
(Sariyono dan Nursa‟ban, 2010).
Selain pengertian bahasa, beberapa ahli juga mengungkapkan pengertian kartografi.
Pertama, Prihandito (1989) mengartikan kartografi sebagai ilmu yang mempelajari peta,
dimulai dari pengumpulan data di lapangan, pengolahan data, simbolisasi, penggambaran,
analisis peta, serta interpretasi peta. Kedua, menurut International Cartographic
Association (1973), kartografi adalah seni, ilmu pengetahuan dan teknologi tentang peta,
sekaligus mencakup studinya sebagai dokumen ilmiah dan hasil karya seni. Ketiga,
menurut United Nation kartografi merupakan ilmu membuat peta dan diagram, termasuk
setiap proses dari survei hingga peta tersebut dicetak.
Kartografi merupakan ilmu faktual sehingga membutuhkan ketepatan atau akurasi yang
tinggi. Semakin akurat informasi yang terdapat di dalam peta, semakin bermanfaat peta
tersebut untuk masyarakat. Jika dilihat dari aspek kognitif, keakuratan dalam ilmu

15
kartografi diperoleh dengan model matematis yang mampu memindahkan bentuk nyata
permukaan bumi ke bidang dua dimensi.
Tidak hanya keakuratan, ilmu kartografi juga mempelajari teknik visualisasi peta yang
menarik dan efektif. Berdasarkan aspek psikologis, visualisasi yang efektif mampu
menimbulkan pengertian, perasaan senang, pengaruh dalam bersikap, interaksi dan
manfaat serta menimbulkan tindak lanjut yang makin baik atas produk peta yang
dihasilkan. Peta yang komunikatif akan mudah dipahami sehingga dapat dimanfaatkan
untuk kepentingan khalayak ramai. Menurut Van der Wel (1994), kriteria peta yang efektif
adalah peta yang valid, menarik, mudah dibaca dan berguna (gambar 1.1).

Gambar 1.1. Kartografi tidak hanya meliputi keakuratan, tetapi juga estetika
Sumber: http://data3.whicdn.com/images/28142051/large.jpg, diunduh pada 25 April 2015 pukul
10:25AM

Berdasarkan pemaparan dari para ahli, dapat disimpulkan bahwa kartografi merupakan
ilmu dan seni dalam membuat gambar permukaan bumi. Kartografi dikatakan sebagai ilmu
karena diperlukan ketelitian dan pemahaman agar gambar yang dihasilkan sesuai dengan

16
kenyataan. Kartografi dikatakan sebagai seni karena tampilan gambar harus mudah
dipahami dan menarik bagi orang yang membacanya.

2.3. PROSES KARTOGRAFI


Proses kartografi merupakan metode dalam menghasilkan sebuah peta. Metode tersbut
menjadi pedoman yang memudahkan kartografer atau orang yang membuat peta untuk
mengetahui urutan proses kartografi. Proses kartografi dimulai dari: (1) pengumpulan data;
(2) pengolahan data; (3) pembuatan peta; (4) evaluasi; (5) penggunaan peta. Penjelasan
mengenai tiap tahap dapat dilihat pada gambar 2.1 dan pemaparan setelahnya.

Data (1) Data (2)


Pengolahan Data
Lapangan Pengumpulan Mentah
data data
(3)
Pembuatan peta

(4)
Peta
Evaluasi

(5)
Penggunaan
Peta

Gambar 2.1. Diagram Alir Proses Kartografi

2.3.1 Pengumpulan Data


Pengumpulan data merupakan proses mengumpulkan informasi yang dibutuhkan baik
secara langsung maupun tidak langsung. Data yang doperoleh harus dapat dimanfaatkan
secara optimal. Informasi tersebut kemudian diolah dan diintpretasikan dalam bentuk
gambar. Hasil dari proses pengumpulan data adalah data mentah.Adapun data yang dapat
dipetakan adalah data yang bersifat spasial, maksudnya data tersebut terdistribusi atau
tersebar secara keruangan pada satuan wilayah tertentu (Juhadi, 2001).
Terdapat beberapa metode dalam pengumpulan data berdasarkan jenisnya. Data primer
didapatkan dengan survei langsung ke lapangan. Survei tersebut dapat berupa pengukuran,
wawancara dan pengisian kuisioner. Data sekunder dapat diperoleh dengan mengumpulkan
berkas, catatan, atau dokumentasi. Data sekunder tersebut dapat diperoleh di dinas atau

17
lembaga tertentu seperti Biro Pusat Statistik (BPS), Departemen Pekerjaan Umum (DPU),
Badan Pertahanan Nasional (BPN), Dinas Pariwisata dan sebagainya (Sariyono dan
Nursa‟ban, 2010).

2.3.2 Pengolahan Data


Pengolahan data merupakan intepretasi data. Data mentah diseleksi dan dikelompokkan
berdasarkan jenisnya seperti kelompok data kualitatif dan data kuantitatif. Pengenalan
sifat data sangat penting untuk proses pemilihan bentuk simbol yang akan digunakan di
dalam peta. Bentuk dari pengelompokan data dapat berupa tabel, diagram batang, diagram
lingkaran ataupun diagram garis.
Hasil dari proses pengolahan data berupa data langkap yang telah diolah. Proses
pengolahan data dilakukan untuk mempermudah kartografer dalam memindahkan data ke
dalam bentuk gambar.

2.3.3 Pembuatan Peta


Pembuatan peta merupakan proses memindahkan data berupa angka atau deskripsi ke
dalam bentuk gambar. Gambar tersebut merupakan perwujudan kenampakan permukaan
bumi yang diperkecil dengan skala tertentu dalam bentuk bidang datar atau biasa disebut
peta (Sariyono dan Nursa‟ban, 2010).

2.3.4 Evaluasi
Evaluasi merupakan proses peninjauan kembali peta yang telah dihasilkan. Jika peta
tersebut telah sesuai, proses kartografi dilanjutkan ke penggunaan peta. Jika terdapat
kekeliruan dalam peta yang dihasilkan, perlu dilakukan pemeriksaan kembali mulai dari
data yang ada atau teknik pembuatannya.

2.3.5 Penggunaan Peta


Penggunaan peta merupakan kegiatan akhir dari proses kartografi. Kegiatan tersebut
merupakan membaca peta sesuai tema dan memanfaatkannya untuk kegiatan penelitian
atau analisis kawasan.

18
2.4. KLASIFIKASI KARTOGRAFI
Ilmu kartografi diklasifikasikan berdasarkan kegiatan dalam mempelajarinya. Seperti
yang telah dikemukakan di sub bab pengertian kartografi, diketahui bahwa ilmu tersebut
mencakup proses pengumpulan data hingga pembuatan peta. Oleh karena itu, untuk
mempermudah proses pembelajaran, kartografi diklasifikasikan sebagai berikut: kartografi
dasar, kartografi topografi, kartografi teknik dan kartografi tematik (Sariyono dan
Nursa‟ban, 2010). Semakin tinggi tingkat klasifikasi ilmu kartografi, semakin tinggi
tingkat kesulitannya.

3.1. Kartografi Dasar


Kartografi dasar merupakan kalisfikasi terendah dalam ilmu kartografi. Kartografi
dasar adalah ilmu kartografi sebatas teori. Kalsifikasi kartografi dasar berisi teori-teori
tentang pengertian dan proses kartografi serta teori dasar mengenai peta. Klasifikasi ini
merupakan dasar untuk melanjutkan ke ilmu yang lebih tinggi.

3.2. Kartografi Topografi


Setelah mengetahui teori tentang kartografi, pelajar melanjutkan proses pembelajaran
ke klasifikasi kartografi topografi. Kartografi topografi merupakan ilmu yang mempelajari
tentang topografi atau perbedaan ketinggian suatu lahan. Pada kasifikasi ini, pelajar sudah
aktif dalam kegiatan menggambar peta, namun, peta yang dibuat masih sebatas peta
topografi yang berskala besar.

3.3. Kartografi Teknik


Kartografi tekni merupakan pekerjaan yang dikhususkan kepada bidang-bidang
pembuatan peta seperti lettering, mencetak, pewarnaan, dan sebagainya. Tujuan dari
kegiatan ini adalah untuk menyempurnakan peta ke dalam visualisasi yang menarik dan
mudah dipahami.

3.4. Kartografi Tematik


Kartografi teknik merupakan ilmu kartografi yang lebih ditekankan kepada teknik
pembuatan elemen di dalam peta. Elemen tersebut antara lain: skala, arah mata angin, garis
lintang dan bujur, huruf serta cara mencetak peta. Tujuan mempelajari kartografi teknik

19
adalah agar peta yang dihasilkan lengkap tidak dari segi data spasial saja, tetapi juga dari
segi teknis. Dengan demikian, peta tersebut mudah digunakan.
Kartografi tematik merupakan kalsifikasi tertinggi dalam ilmu kartografi. Klasifikasi
ini, akan dipelajari pembuatan peta-peta tematik seperti: peta sumberdaya alam, peta
penyebaran penduduk, peta objek pariwisata, dan peta tata guna lahan. Pada klasifikasi
kartografi tematik, dibutuhkan informasi atau data yang lebih detail. Oleh karena itu,
proses pengerjaanya akan lebih memerlukan ketelitian.

20
BAB 3
PETA DALAM ILMU KARTOGRAFI

3.1. PENGERTIAN PETA


Peta adalah gambaran permukaan bumi pada bidang datar dengan skala tertentu
melalui suatu sistem proyeksi. Istilah peta berasal dari bahasa Yunani yakni mappa yang
berarti taplak atau kain penutup meja. Namun, secara umum pengertian peta adalah
lembaran seluruh atau sebagian permukaan bumi pada bidang datar yang diperkecil dengan
menggunakan skala tertentu. Sebuah peta adalah representasi dua dimensi dari suatu ruang
tiga dimensi. Kumpulan dari beberapa peta disebut atlas.

Gambar 1.2. Contoh peta


Sumber: http://2.bp.blogspot.com/-
GtB7k4s9cnI/TVz9EnPZs3I/AAAAAAAAAL8/r0hFRr3SJgc/s1600/peta%2Bindonesia%2Belektrik.jpg,
diunduh pada 25 April 2015 pukul 11:32 AM

Pengertian peta secara umum adalah gambaran dari bidang permukaan bumi yang
disederhanakan. Penyederhanaan tersebut dapat berupa ukuran atau skala dan disertai
dengan informasi tambahan. Informasi yang dibutuhkan dapat berupa gambaran distribusi
penduduk, penggunaan lahan, penyebaran objek pariwisata dan topografi permukaan.

21
Selanjutnya, Beberapa ahli mendefinisikan peta dengan berbagai pengertian, namun
pada dasarnya peta memiliki arti yang sama. Berikut ini pengertian peta dari para ahli:
1. Menurut International Cartographic Association (1973)
Peta adalah gambaran atau representasi unsur-unsur ketampakan abstrak yang dipilih
dari pemukaan bumi yang ada kaitannya dengan permukaan bumi atau benda-benda
angkasa, yang pada umumnya digambarkan pada suatu bidang datar dan
diperkecil/diskalakan.
2. Menurut Aryono Prihandito (1998)
Peta adalah gambaran permukaaan bumi dengan skala tertentu, digambar pada bidang
datar melalui system proyeksi tertentu.
3. Menurut Erwin Rainsz (1948)
Peta adalah gambaran konvensional dari ketampakan muka bumi yang diperkecil
seperti ketampakannya kalau dilihat vertikal dari atas, dibuat pada bidang datar dan
ditambah tulisan-tulisan sebagai penjelas.
4. Menurut Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal 2005) Peta
merupakan wahana bagi penyimpanan dan penyajian data kondisi lingkungan,
merupakan sumber informasi bagi para perencana dan pengambilan keputusan pada
tahapan pada tingkatan pembangunan.

3.2. JENIS-JENIS PETA


Terdapat beberapa jenis peta yang dikelompokkan berdasarkan empat kategori.
Keempat kategori tersebut adalah: sumber data, isi data, skala dan cara pembuatan.
Pengelompokan jenis-jenis peta dilakukan unutk memudahkan pemahaman pembaca
terhadap informasi-informasi yang diberikan oleh peta tersebut.

3.2.1. Peta Berdasarkan Sumber Datanya


Berdasarkan sumber data, peta dikelompokkan menjadi peta induk dan peta turunan.
a. Peta Induk (Basic Map)
Peta induk yaitu peta yang dihasilkan dari survei langsung di lapangan. Peta induk ini
dapat digunakan sebagai dasar untuk pembuatan peta topografi, sehingga dapat
dikatakan pula sebagai peta dasar (basic map). Peta dasar inilah yang dijadikan sebagai
acuan dalam pembuatan peta-peta lainnya.

22
b. Peta Turunan
Peta turunan yaitu peta yang dibuat berdasarkan pada acuan peta yang sudah ada,
sehingga tidak memerlukan survei langsung ke lapangan. Peta turunan ini tudak bisa
digunakan sebagai peta dasar.

3.2.2. Peta Berdasarkan Isi Data


Berdasarkan isi data yang disajikan, peta dikelompokkan menjadi peta umum dan peta
tematik.
a. Peta Umum
Peta umum yaitu peta yang menggambarkan semua unsur topografi di permukaan
bumi, baik unsur alam maupun unsur buatan manusia, serta menggambarkan keadaan
relief permukaan bumi yang dipetakan (gambar 5.1.).

Gambar 5.1. Contoh Peta Kontur. Gambar kontur dalam bentuk dua dimensi (kanan) dan bentuk asli kontur
pegunungan di permukaan bumi dalam tiga dimensi (kiri)
Sumber: http://endrosambodo1984.files.wordpress.com/2012/03/gunung_kontur1.jpg, diunduh pada
28/10/2014, pukul 4:12 PM

b. Peta Tematik
Peta tematik yaitu peta yang menggambarkan informasi dengan tema tertentu/khusus.
Misal peta geologi, peta pegunungan lahan, peta persebaran objek wisata, peta
kepadatan penduduk, dan sebagainya. Gambar 5.2 menunjukkan contoh peta
Kabupaten Boyolali dalam berbagai tema, yaitu: kemiringan lahan, curah hujan, dan
penggunaan lahan.

23
(a) Peta Kabupaten Boyolali dengan
tema jenis tanah

(b) Peta Kabupaten Boyolali dengan tema


kemiringan lereng

(c) Peta Kabupaten Boyolali dengan


tema curah hujan

(d) Peta Kabupaten Boyolali dengan


tema penggunaan lahan

Gambar 5.2. Contoh Peta Tematik Kabupaten Boyolali


Sumber: http://abuzadan.staff.uns.ac.id/files/2012/09/peta-tematik.jpg , diunduh pada 25 April 2015, pukul
12:29 PM

24
3.2.3. Peta Berdasarkan Skala
Berdasarkan skala, jenis-jenis peta dibagi menjadi peta kadaster, peta skala besar, skala
sedang, skalakecil dan peta geografi/ peta dunia.
a. Peta Kadaster/Peta Teknik
Peta ini mempunyai skala antara 1 : 100 sampai 1 : 500. Pada umumnya peta ini berupa
peta situasi tanah di dalam sertifikat. Selain itu, contoh lain dari peta ini adalah peta
jaringan jalan atau jaringan air yang sifatnya teknis.
b. Peta Skala Besar
Peta jenis ini memiliki skala 1:5.000 hingga 1: 250.000. Peta ini digunakan untuk
menggambarkan wilayah yang relatif sempit, misalnya peta kota, kabupatem,
kelurahan dan peta kecamatan.

Gambar 5.3. Contoh Peta Kota Makassar dalam skala besar.


Sumber: BAPPEDA Makassar, 2010

c. Peta Skala Sedang


Jenis peta ini memiliki skala 1:250.000 hingga 1:500.000. Contoh peta jenis ini adalah
peta provinsi.

25
Gambar 5.4. Contoh Peta Infrastruktur Provinsi Sulawesi Selatan dalam skala sedang
Sumber: Kementrian Pekerjaan Umum, 2012
d. Peta Skala Kecil
Peta jenis ini memiliki skala 1:500.000 hingga 1:1.000.000 atau lebih. Peta ini
menggambarkan daerah yang sangat luas, misalnya peta Negara, peta benua bahkan
peta dunia.

Gambar 5.5. Contoh Peta Indonesia dengan skala kecil


Sumber: http://1.bp.blogspot.com/-tRXTAIf7C2E/Tfmime0wCHI/AAAAAAAAAAQ
/1PzX3We47l4/s1600/Peta+1_ImgID1.png,diunduh pada 25 April 2015, pukul 12:56 PM
26
3.2.4. Peta Berdasarkan Cara Pembuatan
Berdasarkan cara pembuatannya, peta dibagi menjadi peta manual dan peta digital.
a. Peta Manual
Pembuatan peta secara manual dilakukan dengan menggunakan alat gambar
menggambar dengan menggunakan teknik dasar dalam menggambar peta.
b. Peta Digital
Peta digital dapat diperoleh melalui citra yang telah tersedia di berbagai situs ataupun
software. Pembuatan peta digital dapat dilakukan melalui salah satu software yakni
ArcGis atau Autocad. Penggunaan software ini dapat memudahkan dalam pembuatan
peta digital ini. Penjelasan selanjutnya akan dijelaskan pada modul berikutnya.

Gambar 5.6. Contoh Peta Wilayah Panen Jagung di Kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan pada tahun 2010
Sumber: Dimas Prayogi Setyo, 2014

27
Gambar 5.7. Contoh Peta Digital Kecamatan Bungaya, Kabupaten Gowa pada tahun 2014
Sumber: Ahmad Aulia Bahrun Amieq 2014

3.3. KOMPONEN PETA


Komponen peta merupakan unsur-unsur yang melengkapi sebuah peta. Fungsi dari
komponen agar peta mudah dipahami oleh pembaca. Komponen-komponen peta terdiri
atas:
3.3.1. Judul Peta
Judul peta memuat isi peta. Melalui judul peta pembaca dapat segera mengetahui data
dan daerah mana yang tergambar dalam peta tersebut. Judul peta biasanya diletakkan di
bagian tengah atas peta atau di bagian lain dari peta, selama tidak mengganggu
kenampakan dari keseluruhan peta. Contoh judul peta antara lain: Peta Penyebaran
Penduduk Pulau Jawa, Peta Benua Asia, atau Peta Indonesia.
Judul peta merupakan komponen yang sangat penting. Biasanya, sebelum pembaca
memperhatikan isi peta, pasti terlebih dahulu judul yang dibacanya. Judul peta hendaknya
memuat/mencerminkan informasi yang sesuai dengan isi peta. Selain itu, judul peta jangan
sampai menimbulkan penafsiran ganda pada peta.

3.3.2. Skala Peta


a. Perhitungan Skala
Skala merupakan perbandingan jarak di peta dengan jarak sebenarnya di lapangan.
Sebagai contoh, skala 1 : 500.000 bermakna satu senti meter jarak di peta sama dengan
28
500.000 cm jarak sebenarnya di permukaan bumi. Perhitungan skala mencakup
menentukan skala dan menghitung jarak berdasarkan skala yang sudah ada.
Jika diketahui jarak dua buah tempat di lapangan adalah 30 km (3.000.000 cm) dan di
peta adalah 50 cm, maka perhitungan skala adalah sebagai berikut:

Skala = Jarak sebenarnya = 3.000.000 = 60.000


Jarak pada peta 50

Dengan demikian, skala yang diperoleh adalah 1 : 60.000

Jika diketahui skala adalah 1 : 500 dan jarak di peta adalah 30 cm, maka perhitungan
jarak sebenarnya adalah sebagai berikut:
Jarak sebenarnya = skala x jarak di peta
= (500 x 30 ) cm
= 15.000 cm

Dengan demikian, jarak dua lokasi di lapangan adalah 15.000 cm

b. Bentuk Penyajian Skala


Penyajian skala dalam peta dapat dibedakan menjadi beberapa bentuk, yaitu dalam
bentuk angka, batang dan verbal. Contoh skala angka adalah 1 : 250.000, dibaca setiap
satu senti meter di dalam peta sama dengan 250.000 cm di lapangan. Sementara itu,
skala batang pada gambar 6.5. bermakna setiap satu sentimeter di peta mewakili lima
kilometer di lapangan.

Gambar 6.5.. Contoh Skala Batang

Selanjutnya, skala verbal merupakan skala yang dibentuk dengan kata. Kata-kata
merujuk kepada ukuran skala peta untuk menentukan apakah peta tersebut memiliki
skala yang besar atau kecil. Berikut adalah jenis verbal berdasarkan ukuran skalanya
peta:
Skala sangat besar (kadaster) = 1:100 s/d 1:5.000
Skala besar = 1:5.000 s/d 1:250.000
Skala sedang = 1:250.000 s/d 1: 500.000
Skala kecil = 1: 500.000 s/d 1: 1.000.000
Skala sangat kecil = 1:1.000.000 ke atas

29
3.3.3 Arah Mata Angin
Petunjuk arah mata angin berfungsi untuk menunjukkan arah Utara, Selatan, Timur dan
Barat. Tanda orientasi perlu dicantumkan pada peta untuk menghindari kekeliruan.
Petunjuk arah pada peta biasanya berbentuk tanda panah yang menunjuk ke arah Utara
(gambar 6.6.). Petunjuk ini diletakkan di bagian mana saja dari peta, asalkan tidak
menggnaggu kenampakan peta.

Gambar 6.6. Simbol Arah Mata Angin


Sumber: https://andimanwno.files.wordpress.com/2010/07/penunjuk-arah.jpg, diunduh pada 26
April 2015 pukul 02:41 PM

3.3.4. Simbol
Sebuah peta akan memuat simbol-simbol baik dalam bentuk geometri maupun warna.
Pemberian simbol tersebut bertujuan untuk menggambarkan dengan sederhana bentuk
informasi yang mewakili kenampakan permukaan bumi, dan disampaikan dengan tepat.
Oleh arena itu, simbol di dalam peta harus memmenuhi syarat, santara lain: sederhana,
mudah dimengerti, dan bersifat umum (telah disepakati oleh para kartografer).
Klasifikasi simbol dibagi menjadi dua, yaitu simbol berdasarkan bentuknya dan simbol
berdasarkan wijudnya (tabel 6.1). Simbol berdasarkan bentuk dibedakan atas titik, garis,
area atau bidang, aliran, batang, dan lingkaran. Sementara itu, simbol berdasarkan
wujudnya dibedakan atas piktorial, nominal atau kualitatif, ordinal atau kuantitatif dan
interval. Berikut adalah penjelasan dari masing-masing simbol.
a. Simbol berdasarkan bentuk
1) Titik : digunakan untuk menyajikan tempat atau data posisional, seperti simbol
kota. Titik yang berbentuk lingkaran digunakan untuk menyatakan jumlah dalam
bentuk presentase.
2) Garis: digunakan untuk menyajikan data geografis seperti simbol sungai, batas
wilayah, jalan, dan aliran (aliran/alur pelayaran dan angina).
3) Area atau bidang: digunakan untuk menunjukkan kenampakan area seperti padang
pasir, rawa, atau hutan.

30
b. Simbol berdasarkan wujud
1) Piktorial: merupakan gambar yang mirip dengan kondisi sebenarnya
2) Nominal atau kualitatif: digunakan untuk membedakan informasi mengenai
persebaran objek yang digambarkan, misalnya perbedaan fungsi lahan. Perbedaan
tersebut dapat ditunjukkan dengan arsiran yang berbeda.
3) Ordinal atau kuantitatif: digunakan untuk tingkat kepadatan. Sama seperti simbol
kualitatif, simbol kuantitatif juga menggunakan arsiran untuk membedakan
informasi. Semakin rapat atau tebal arsiran, semakin padat daerah tersebut. Begitu
sebaliknya. Semakin renggang arsiran, semakin jarang penduduknya.
4) Interval: diguna kan untuk menunjukkan rentang atau jarak.
Tabel 6.1. Klasifikasi Peta
Simbol berdasarkan bentuk
Titik Garis Area/Bidang

: satwa badak : sungai


: hutan
Piktorial

: perkebunan
sawit : jalur kereta
: sawah
api
: potensi ikan

: sungai : fungsi perdagangan


: masjid
Kualitatif

: bandara : jalan : fungsi hijau


Simbol Berdarakan Wujud

: rumah sakit : batas


wilayah : fungsi permukiman

: ibu kota negara : jalan arteri : jarang


Kuantitatif

: ibu kota provinsi : jalan kolektor : sedang


: ibu kota kabupaten
: jalan lokal : jarang
: kota lainnya

Kepadatan Penduduk
: 1 titik berarti
100 penduduk : 5.000 – 6.000 jiwa/ km²
Interval

: 3 titik berarti : 3.000 – 4.000 jiwa/ km²


300 penduduk
: 1.000 – 2.000 jiwa/ km²
: 5 titik berarti Kontur
500penduduk

31
3.3.5. Warna
Pewarnaan pada peta dilakukan tidak hanya untuk memperindah tampilan peta saja.
Warna-warna tersebut digunakan untuk membedakan unsur-unsur yang terdapat di dalam
peta. Berdasarkan sifatnya, warna peta dibedakan atas dua jenis, yaitu warna kualitatif dan
warna kuantitatif. Sifat kualitatif warna berfungsi untuk membedakan unsurnya saja.
Contoh warna kualitatif ditunjukkan gambar 6.7. Peta Kota Makassar dengan masing-
masing kecamatan yang dibedakan berdasarkan warna. Sementara itu, sifat kuantitatif
warna berfungsi untuk menunjukkan jumlah atau gradasinya. Contoh warna kuantitatif
adalah gradasi warna untuk menunjukkan perbedaan kontur di darat dan kedalaman laut
(tabel 6.2).

Gambar 6.7. Perbedaan warna di setiap kecamatan dalam Kota Makassar


Sumber: https://mimpi22.files.wordpress.com/2012/05/panduan_pemetaan_partisipatif.pdf,
7/11/2014, 06:27 AM

32
Tabel 6.2. Gradasi Warnda dalam Peta
Simbol Keterangan Simbol Keterangan
Ketinggian daratan 3500-4000 m Ketinggian daratan 0-500 m

Ketinggian daratan 3000-3500 m Kedalaman laut 200 - 0 m

Ketinggian daratan 2500-3000 m Kedalaman laut 1000 - 200 m

Ketinggian daratan 2000-2500 m Kedalaman laut 2000 - 1000 m

Ketinggian daratan 1500-2000 m Kedalaman laut 3000 - 2000 m

Ketinggian daratan 1000-1500 m Kedalaman laut 4000 - 3000 m

Ketinggian daratan 500-1000 m Kedalaman laut 5000 - 4000 m

Ketinggian daratan 100- 500 m Kedalaman laut 6000 - 5000 m

3.3.6. Penulisan
Penulisan peta mencakup semua jenis tulisan, huruf dan angka yang terdapat di dalam
peta. Penulisan yang baik bertujuan untuk memudahkan pembaca dalam memahami
informasi yang diberikan. Bentuk penulisan meliputi huruf kepital, huruf kecil, kombinasi
keduanya. Selain itu terdapat juga huruf tegak (Roman) dan miring (Italic). Berikut
beberapa ketentuan teknik penulisan di dalam peta:
a. Judul peta ditulis dengan huruf kapital dan tegak;
b. Nama ibu kota lebih besar daripada tulisan objek lain (gambar 6.10.);
c. Ukuran huruf disesuaikan dengan unsur keindahan dan fungsi peta;
d. Baik nama jalan maupun nama sungai ditulis searah dengan jalan atau sungai tersebut;

Gambar 6.8. Contoh penulisan nama sungaidan jalan di dalam peta yang mengikuti arah aliran.
Sumber: http://www.ditechinjection.com/img/peta-cipedes.jpg dan
http://www.ditechinjection.com/img/peta-cipedes.jpg diunduh pada 28 April 2015, 09:19 PM

33
e. Nama kota dapat ditulis di bawah, di atas, di kanan atau di kiri simbol kota

Gambar 6.9. Contoh penulisan nama kota dalam peta Jawa Barat.
Sumber: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/3/36/PANJALU.jpg, diunduh pada 28 April
2015, 09:39 PM

3.3.7. Legenda/ Keterangan Peta


Legenda juga merupakan komponen penting pada peta untuk menentuka lokasi,
failitas, jenis jalan, ketinggian, dan sebagainya. Legenda menerangkan arti dari simbol-
simbol yang terdapat dalam peta. Legenda biasanya diletakkan di pojok kiri bawah peta.
Selain itu legenda peta dapat juga diletakkan pada bagian lain peta, sepanjang tidak
mengganggu kenampakan peta secara keseluruhan.Contoh: perbedaan warna menunjukkan
perbedaan lokasi atau kedalaman laut, garis putus-putus menggambarkan batas wilayah
administrasi sebuah kota, simbol pesawat menginformasikan bahwa di titik tersebut
terdapat bandar udara, dan lain sebagainya.

34
Gambar 6.10. Contoh legenda
Sumber: https://belajargeodenganhendri.files.wordpress.com/2011/04/legenda.jpg?w=530,
diunduh pada 27 April 2015 pukul 08:32 PM

3.3.8. Sumber dan Tahun Pembuatan Peta


Sumber memberi kepastian kepada pembaca peta, bahwa peta tersebut bukan hasil
rekaan dan dapat dipercaya. Selain sumber, perhatikan juga tahun pembuatannya. Pembaca
peta dapat mengetahui bahwa peta itu masih cocok atau tidak untuk digunakan pada masa
sekarang atau sudah kadaluarsa karena sudah terlalu lama.

3.3.9. Inset
Peta inset merupakan peta dengan tampilan yang lebih kecil yang berdampingan
dengan peta utama. Peta inset berfungsi untuk memberikan kejelasan yang terdapat di peta
utama. Berdasarkan fungsinya, peta inset dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu:
a. Peta inset yang menunjukkan lokasi relatif dari peta utama. Peta inset jenis ini memiliki
skala yang lebih kecil dari peta utama. Peta ini menjelaskan letak dan hubungan lokasi
di peta utama dengan wilayah di sekitarnya.
Gambar 6.11. menunjukkan penutupan hutan Pulau Papua sebagai pta utama. Peta inset
di sudut kiri bawah dengan skala yang lebih kecil menggambarkan peta Indonesia.
Dengan demikian, dapat diketahui posisi Pulau Papua dalam wilayah Kepulauan
Indonesia.

35
Gambar 6.11. Peta inset yang menunjukkan posisi Pulau Papua di Indonesia
Sumber: http://gis.wwf.or.id/wwf/wp-content/uploads/Peta-Penutupan-Hutan-Pulau-Papua.jpg,
diunduh pada 27 April 2015 pukul 10:14 PM

b. Peta inset yang memiliki fungsi untuk memperbesar dan memperjelas sebagian kecil
wilayah di peta utama. Peta inset ini memiliki skala yang lebih besar dari peta utama.
Contoh peta inset jenis ini dapat dilihat di gambar 6.12. Peta inset menggambarkan
lokasi permukiman yang diperbesar di dalam sebuah kota.

36
Gambar 6.12. Peta inset yang menunjukkan lokasi perumahan di dalam sebuah kota
Sumber: https://andimanwno.files.wordpress.com/2010/07/priestley_house_
map_with_inset.png, diunduh pada 27 April 2015 pukul 10:36 PM

c. Peta inset yang berfungsi untuk menyambung wilayah pada peta utama yang terpisah
jauh. Metode ini bermanfaat untuk menggambarkan peta wilayah utama yang terpencar
di kertas atau halaman yang terbatas. Peta inset ini memiliki skala yang sama besar
dengan skala peta utama. Gambar 6.13. menunjukkan dua lokasi Negara Timor Leste
yang terpisah. Dengan peta inset, kedua wilayah tersebut dapat disatukan di dalam satu
bidang (gambar 6.14).

37
Gambar 6.13. Peta Negara Timor Leste
Sumber: http://stat.ks.kidsklik.com/statics/files/2012/07/13436240991483611161.jpg,
diunduh pada 27 April 2015 pukul 11:17 PM

Gambar 6.14. Peta inset yang menunjukkan lokasi perumahan di dalam sebuah kota
Sumber: http://fatinhistorico.org/fatin-map.jpg, diunduh pada 27 April 2015 pukul 11:17 PM

38
3.4. FUNGSI PETA
Pada dasarnya, peta berfungsi sebagai alat informasi. Ruang lingkup penataan ruang,
petataan ruang, informasi yang diberikan oleh peta dapat berupa informasi mengenai
perubahan lahan, batas kawasan, sirkulasi, kondisi eksisting sebuah daerah dan lokasi.
Selanjutnya, informasi dasar tersebut digunakan untuk menganalisis kawasn yang akan
diteruskan ke proses perencanaan ataupun perancangan.
3.4.1. Informasi Perubahan Lahan
Dalam perencanaan tata ruang wilayah atau kota, diperlukan informasi mengenai
kondisi kawasan di masa lalu. Informasi tersebut berfungsi saat akan menganalisis atau
mengantisipasi potensi atau kekurangan yang timbul akibat perubahan tata ruang.
Perubahan di dalam tata ruang dapat berupa perubahan intensitas lahan, perubahan tata
guna lahan, perubahan struktur ruang dan lain sebagainya.

Gambar 7.1.a Peta yang menunjukkan perubahan struktur ruang Kota Lama Batavia tahun 1619
Sumber: Breuning, __

39
Gambar 7.1. menunjukkan perubahan struktur ruang Kota Lama Batavia tahun 1619,
1635, 1650. Informasi yang diperoleh adalah Batavia mengalami perubahan mulai dari
perubahan bentuk Sungai Ciliwing yang membagi kota menjadi dua, hingga perubahan
intensitas lahan. Gambar pertama dan kedua menginformasikan Sungai Ciliwung masih
berkelok-kelok. Sementara tahun 1635 dan 1650, Sungai Ciliwing sudah berupa garis
lurus. Kepadatan bangunan di Kota Tua juga bertambah. Pada gambar dan kedua lahan di
Barat sungai masih berupa tanah kosong. Namun, pada tahun 1635 dan 1650 kedua sisi
sudah dipenuhi bangunan.

3.4.2. Informasi Batas Kawasan


Batas kawasan atau deliniasi kawasan merupakan informasi penting dalam peroses
perencanaan tata ruang yang ditunjukkan peta. Kawasan yang dibatasi dapat berupa
negara, provinsi, kabupaten, kecamatan, kota atau kawasan perencanaan dalam sebuah kota
atau wilayah. Wujud pembatas di dalam peta dapat berupa garis putus-putus atau
perbedaan warna.

Gambar 7.2. Perbedaan warna dan garis pada peta menunjukkan batas wilayah kecamatan di Makassar
Sumber: http://4.bp.blogspot.com/-uYtWdo-RgQw/Uo2qXyKKdoI/AAAAAAAAAKU/Q4SYD-
1cjpc/s1600/Kecamatan.jpg, diunduh pada 28/10/2014 pukul 6:17 PM

40
3.4.3. Informasi Sirkulasi
Informasi selanjutnya yang bisa diperoleh dengan memperhatikan peta adalah
informasi sirkulasi. Terdapat peta yang spesifik menunjukkan jalan di sebuah kota
sekaligus lokasi-lokasi penting di kota tersebut, misalnya tempat wisata, monument, rumah
makan, hotel, bandara dan pelabuhan. Dengan demikian, pembaca dapat menentukan
sirkulasi menuju lokasi yang mereka inginkan. Pada umumnya, peta-peta tersebut terdapat
di dalam buku panduan wisata.

Gambar 7.3. Gambar peta wisata Kota Bandung


Sumber: http://lisachaniago.files.wordpress.com/2011/06/peta_wisata_bandung.jpg, diunduh pada
28/10/2014 pukul 5:54 PM

3.4.4. Informasi Kondisi Wilayah


Kondisi wilayah termasuk kondisi fisik dan non fisik kawasan. Informasi tersebut dapat
ditampilkan melalui peta. Kondisi fisik dapat ditunjukkan melalui peta tata guna lahan
(gambar 7.4) yang menunjukkan fungsi-fungsi lahan dalam bentuk zonasi (permukiman,
ruang terbuka hijau, pendidikan, industri dan perdagangan) dalam sebuah kota atau
wilayah. Sementara itu, kondisi non-fisik berupa peta penyebaran penduduk (gambar 7.5),
peta penyebaran hasil pertanian dan perikanan (gambar 7.6), peta kawasan wisata dan
41
sebagainya. Pada peta-peta tersebut, perbedaan informasi ditunjukkan dengan perbedaan
warna atau arsiran.

Gambar 7.4. Peta Penggunaan Lahan Privinsi DKI Jakarta


Sumber: Rencana Tata Ruang Wilayah 2011-2030

Gambar 7.5. Peta Kepadatan Penduduk Kabupaten Takalar


Sumber: Jurusan Geografi, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Makassar 2013

42
Gambar 7.6. Peta Potensi Perairan Indonesia
Sumber: http://andimanwno.wordpress.com/2010/06/22/fungsi-dan-tujuan-pembuatan-
peta/

3.4.5. Informasi Lokasi


Informasi lain yang dapat ditampilkan oleh peta adalah lokasi suatu kota atau wilayah.
Informasi ini berfungsi untuk mengetahui posisi sebuah kota atau wilayah terhadap
wilayah sekitarnya, sejauh mana jangkauan wilayah tersebut ke wilayah lain, dan sampai
sejauh mana pengaruh atau hubungan antar wilayah.

Gambar 7.7.. Peta Asia Tenggara


Sumber: http://2.bp.blogspot.com/-
YN76wALZZsk/ThU2pcEjEtI/AAAAAAAAAyo/OrGEjfxBF7s/s1600/southeast_asia_pol_2003.jpg ,
diunduh pada 28/10/2014, pukul 07:19 PM

43
Gambar 7.7. merupakan Peta Asia Tenggara yang menunjukkan lokasi Indonesia
terhadap negara-negara lain di Asia Tenggara. Sebagai contoh, melalui peta, pembaca
mendapatkan informasi bahwa lokasi Indonesia, khususnya Kalimntan berbatasan
langsung (darat) dengan Negara Malaysia bagian Timur. Contoh lain adalah, lokasi Negara
Singapura yang merupakan persilangan negara-negara di Asia Tenggara menjadikan
negara tersebut sebagai tempat singgah (transit).

44
BAB 4
PETA DALAM ILMU
PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

4.1. INSTRUMEN PERENCANAAN TATA RUANG WILAYAH DAN KOTA


Selain sebagai bahan informasi, dalam lingkup pengembangan wilayah dan kota, peta
juga bermanfaat sebagai instrumen perencanaan ruang (Dinas Teknis Pengukuran dan
Pemetaan Kota, Institut Teknologi Sepuluh November). Peran peta tersebut antara lain: (1)
instrumen perencanaan ruang; (2) instrument perijinan pembangunan ruang; (3) instrument
pengawasan ruang; (4) instrument pengendalian ruang; (5) isntrumen koordinasi.
Penjelasan masing-masing peran dapat dilihat di pemaparan berikutnya.
1. Peta sebagai Instrumen Perencanaan Ruang
Peta memiliki peran sangat penting dalam perencanaan tata ruang. Keberadaan peta
yang memiliki akurasi tinggi akan sangat membantu dalam aktivitas perencanaan
ruang. Mengingat bahwa hasil perencanaan adalah sebuah rencana tata ruang yang
akan menjadi pedoman bagi seluruh pemanfaatan ruang.
Eksistensi peta (yang akurat) merupakan hal yang mutlak dalam perencanaan tata
ruang. Agar rencana tata ruang yang disusun dapat diikuti oleh seluruh pihak,
sehinggapihak-pihak yang terkait dengan ruang harus memiliki dasar pijakan bertindak
yang sama, yaitu eksistensi peta yang memadai. Apabila peta yang digunakan sudah
sesuai dengan kondisi alamiah ruang yang ada, maka paling tidak satu kesepakatan
telah dapat diwujudkan antara pihak pemerintah dengan para pemilik dan pengembang
ruang, selain tentunya beberapa kesepakatan lain dalam substansi rencana peruntukan
ruang yang umumnya paling krusial dalam proses perencanaan tata ruang.
2. Peta sebagai Instrumen Perijinan Pembangunan Ruang
Peta juga memiliki peran sangat penting dalam perijinan pembangunan, khususnya
pembangunan fisik yang memanfaatkan ruang. Keberadaan peta yang memadai dapat
dimanfaatkan sebagai media komunikasi yang efektif antara pemberi ijin dengan
pemohon ijin. Dengan peta yang memadai, maka batas-batas ruang yang akan
dibangun menjadi jelas, sehingga akan memperkecil kemungkinan terjadinya konflik
dengan pemilik ruang disekitarnya. Penggunaan peta yang kurang memadai dapat
berakibat pada pembangunan fisik yang kemungkinan akan memanfaatkan ruang milik
pihak lain disekitarnya.
45
3. Peta sebagai Instrumen Pengawasan Ruang
Eksistensi peta memiliki kontribusi sangat penting dalam kegiatan pengawasan
pembangunan ruang. Dalam kegiatan pengawasan, dibutuhkan suatu dasar pijakan
yang sama antara pihak pengawas (dalam hal ini adalah pemerintah) dengan pihak
yang diawasi (para pemanfaat dan pengembang ruang). Untuk menjamin adanya tujuan
yang sama dalam pengawasan, maka eksistensi peta yang memadai merupakan hal
yang mutlak. Bisa dibayangkan apabila pihak-pihak yang berkomunikasi dalam
kegiatan pengawasan pembangunan menggunakan peta yang berbeda. Di satu sisi,
pihak pemanfaat dan pengembang ruang merasa menggunakan ruang dengan benar,
sementara pihak pengawas merasa bahwa pihak pemanfaat dan pengembang lahan
menggunakan ruang dengan cara-cara yang manipulatif.
4. Peta sebagai Instrumen Pengendalian Ruang
Sebagai instrumen pengendalian, fungsi peta adalah media komunikasi antara
pengendali ruang (pihak pemerintah) dengan pemilik ruang. Setiap kegiatan perubahan
peruntukan ruang yang dilakukan oleh pemilik ruang harus dapat dikontrol dan
dikendalikan oleh pihak pemerintah. Apabila kegiatan perubahan peruntukan ruang
kemudian ditengarai tidak sesuai dengan rencana tata ruang, maka pihak pemerintah
berkewajiban untuk melakukan pengendalian. Salah satu instrumen dalam
pengendalian ruang adalah eksisten peta yang memadai, selain syarat-syarat
administratif tentunya.
5. Peta sebagai Instrumen Koordinasi
Dalam kaitan dengan fungsi peta sebagai instrumen koordinasi, maka eksistensi
peta seharusnya tidak hanya disepakati antara pihak pemerintah dengan pemilik dan
pengembang ruang saja. Namun, peta juga merupakan kesepakatan antara berbagai
institusi di dalam tubuh pemerintah sebagai regulator pembangunan ruang. Sering
beberapa kasus ketidaksesuaian antara aktivitas pada masing-masing institusi karena
mereka ternyata tidak menggunakan platform yang sama, yaitu peta.

46
4.2. STRATEGI MEMBACA PETA
Peta merupakan petunjuk untuk mengenali sebuah kawasan. Oleh karena itu, para
pembaca membutuhkan pengetahuan dan strategi dalam memahami sebuah peta kawasan.
Pengenalan sebuah kawasan dalam peta dapat dilakukan dengan mengidentifikasi empat
hal, yaitu: (1) identifikasi lokasi berdasarkan garis astronomi; (2) identifikasi batas-batas
kawasan; (3) identifikasi pembagian wilayah; dan (4) identifikasi kenampakan alam dan
buatan. Penjelasan dari masing-masing kegiatan identifikasi adalah sebagai berikut:

4.2.1. Identifikasi Lokasi Berdasarkan Garis Astronomi


Letak sebuah kawasan dapat ditunjukkan dengan menyebutkan titik astronomisnya.
Mengetahui letak astronomis sebuah kawasan dapat dilakukan dengan menarik garis lurus
vertikal (garis bujur) dan garis horizontal (garis lintang) yang melalui atau memotong
kawasan tersebut. Garis bujur yang berada di Timur Greenwich, United Kimdom disebut
garis Bujur Timur dan garis yang berada di sebelah Barat Greenwich disebut garis Bujur
Barat. Selanjutnya, garis lintang yang berada di Utara garis Khatulistiwa (equator) disebut
garis Lintang Utara dan garis yang berada di Selatannya, disebut garis Lintang Selatan.
Gambar 8.1. merupakan peta Sulawesi sekaligus menunjukkan lokasi Kota Makassar
berdasarkan garis astronomisnya. Berdasarkan peta inset, diketahui bahwa Indonesia,
khususnya Makassar berada di Timur Grweenwich dan di Selatan Khatulistiwa. Oleh
karena itu, garis bujur dan garis lintang yang terbentuk adalah Bujur Timur dan Lintang
Selatan. Selanjutnya, dalam peta utama, garis merah menunjukkan angka garis bujur dan
garis lintang Kota Makassar, yaitu 119,20 BT dan 05º,10LS.

47
48
4.2.2. Identifikasi Batas-Batas Kawasan
Setelah mengetahui lokasi sebuah kawasan berdasarkan garis astronomisnya, melalui
peta, pembaca juga dapat mengetahui batas-batas dari kawasan tersebut. Batas-batas
tersebut diidentifikasi berdasarkan arah mata angina yaitu Utara, Timur, Selatan dan Barat.
Batas-batas kawasan dapat berupa kawasan lain atau kenampakan alam seperti sungai,
gunung dan laut.
Gambar 8.2. merupakan peta Kota Makassar. Melalui peta tersebut, pembaca dapat
mengidentifikasi batas-batas kota. Batas-batas Kota Makassar adalah sebagai berikut:
Utara : Kabupaten Maros
Timur : Kabupaten Maros dan Kabupaten Gowa
Selatan : Kabupaten Gowa dan Kabupaten Takalar
Barat : Selat Makassar

4.2.3. Identifikasi Pembagian Kawasan


Pada umumnya, sebuah kawasan merupakan gabungan dari kawasan-kawasan yang
lebih kecil. Misalnya, sebuah Negara terdiri atas beberapa propinsi. Sebuah proponsi terdiri
atas beberapa kotamadya dan kabupaten. Sebuah kota madya dan kabupaten terdiri atas
beberapa kecamatan. Dengan melihat batas-batas administrasi dalam peta, pembaca dapat
mengidentifikasi pembagian kawasan tersebut.
Gambar 8.2. merupakan Kota Makassar yang menunjukkan pembagian wilayah
menjadi empat belas kecamatan, yaitu: Biringkanaya, Bontoala, Makassar, Mamajang,
Manggala, Mariso, Panakukkang, Rappocini, Tallo, Tamalanrea, Tamalate, Ujung
Pandang, Ujung Tanah dan Wajo. Pembagian wilayah dapat dilihat melalui garis yang
memisahkan kecamatan satu dengan kecamatan lainnya. Selain garis, perbedaan warna
lebih membantu pembaca dalammengidentifikasi pembagian kawasan.

49
50
4.2.4. Identifikasi Kenampakan Alam dan Buatan
Identifikasi kenampakan alam dan buatan dapat dilakukan dengan memperhatikan
simbol, warna dan tulisan yang terdapat di dalam peta. Identifikasi ini penting untuk
mengetahui kondisi eksisting dari sebuah kawasan.
Contoh dari indentifikasi kenampakan alam adalah dengan memperhatikan gambar 8.3.
gambar tersebut merupakan peta topografi Kota Makasar. Melalui warna di dalam peta,
pembaca dapat mengidentifikasi ketinggian tanah. Seperti yang terlihat di dalam gambar,
Kota Makassar didominasi oleh dataran rendah yang ditunjukkan dengan warna hijau tua.
Berdasarkan keterangan, warna hijau tua mewakili ketinggian 0-10 meter di atas
permukaan laut (dpl). Hanya dibeberapa bagian sebelah Utara dan Barat kota ditutupi
dengan tanah dengan ketinggian 10-20 m dpl (hijau muda) dan 20-30 m dpl (kuning).
Selain topografi, melalui peta di gambar 8.3. dapat diidentifikasi juga kenampakan alam
berupa aliran sungai dan danau yang ditujukkan oleh warna biru.
Contoh selanjutnya dari identifikasi kenampakan buatan. Maksudnya, wimbol-simbol
yang ditampilkan di dalam peta menginformasikan elemen-elemen kota buatan manusia
seperti jalan dan bangunan. Peta 8.3. juga memberikan informasi mengenai keberadaan
jalan di Kota Makassar. Terdapat beberapa jenis jalan seperti yang tertulis di kolom
keterangan, yaitu: jalan kolektor primer (garis hitam+orange), jalan kolektor primer (garis
hitam tebal), jalan lokal (garis hitam +putih), jalan lain (garis merah), dan jalan setapak
(garis merah putus-putus)

51
Gambar 8.3. Peta Topografi Kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan
Sumber: Komunitas Atlas Geografi, 2010

52
BAB 5
PENGINDERAAN JAUH DALAM ILMU KARTOGRAFI

5.1. PENGERTIAN PENGINDERAAN JAUH


Perkembangan teknologi memberi dampak ke ruang lingkup ilmu kartografi.
Penggambaran rupa muka bumi yang sebelumnya dilakukan secara manual dapat
dilakukan dengan bantuan satelit. Hal tersebut dapat memepermudah para kartografer,
khususnya perencana wilayah dan kota dalam melakukan analisis spasial. Kegiatan
penggambaran rupa bumi melalui seatelit dikenal dengan penginderaan jauh.
Terdapat beberapa pengertian penginderaan jauh. Berikut adalah beberapa pengertian
pengindearan jauh menurut beberapa ahli:
1. Lindgren (1985) : Penginderaan jauh adalah tekhnik yang digunakan untuk
memperoleh dan menganalisis tentang bumi.
2. Welson dan Bufon : Penginderaan jarak jauh adalah suatu ilmu, seni, dan tekhnik
untuk memperoleh informasi tentang objek, area dan gejala dengan menggunakan alat
dan tanpa kontak langsung dengan objek area dan gejala tersebut.
3. Lillesand and Keifer (1990) : Penginderaan jauh adalah ilmu atau tekhnik dan seni
untuk mendapatkan informasi tentang objek, wilayah atau gejala dengan cara
menganalisis data-data yang diperoleh dengan suatu alat, tanpa hubungan langsung
dengan objek wilayah atau gejala yang dikaji.
4. Sabins : Penginderaan jauh adalah suatu ilmu untuk memperoleh, mengolah dan
menginterpretasi citra yang telah direkam yang berasal dari interaksi antara gelombang
elektromagnetik dengan suatu obyek.
5. Wikipedia : Penginderaan jauh (atau disingkat inderaja) adalah pengukuran atau
akuisisi data dari sebuah objek atau fenomena oleh sebuah alat yang tidak secara fisik
melakukan kontak dengan objek tersebut atau pengukuran atau akuisisi data dari
sebuah objek atau fenomena oleh sebuah alat dari jarak jauh, (misalnya dari pesawat,
pesawat luar angkasa, satelit, kapal atau alat lain. Contoh dari penginderaan jauh antara
lain satelit pengamatan bumi, satelit cuaca, memonitor janin dengan ultrasonik dan
wahana luar angkasa yang memantau planet dari orbit. Inderaja berasal dari bahasa
Inggris remote sensing, bahasa Perancis télédétection, bahasa Jerman fernerkundung,
bahasa Portugis sensoriamento remota, bahasa Spanyol percepcion remote dan bahasa
Rusia distangtionaya.
53
Di masa modern, istilah penginderaan jauh mengacu kepada teknik yang melibatkan
instrumen di pesawat atau pesawat luar angkasa dan dibedakan dengan penginderaan
lainnya seperti penginderaan medis atau fotogrametri. Walaupun semua hal yang
berhubungan dengan astronomi sebenarnya adalah penerapan dari penginderaan jauh
(faktanya merupakan penginderaan jauh yang intensif), istilah "penginderaan jauh"
umumnya lebih kepada yang berhubungan dengan teresterial dan pengamatan cuaca.
6. American Society of Photogrammetry : Penginderaan jauh merupakan pengukuran atau
perolehan informasi dari beberapa sifat objek atau fenomena, dengan menggunakan
alat perekam yang secara fisik tidak terjadi kontak langsung dengan objek atau
fenomena yang dikaji.
7. Avery (1985) : Penginderaan jauh merupakan upaya untuk memperoleh, menunjukkan
(mengidentifikasi) dan menganalisis objek dengan sensor pada posisi pengamatan
daerah kajian.
8. Campbell : Penginderaan jauh adalah ilmu untuk mendapatkan informasi mengenai
permukaan bumi seperti lahan dan air dari citra yang diperoleh dari jarak jauh.
9. Colwell : Penginderaaan Jauh yaitu suatu pengukuran atau perolehan data pada objek
di permukaan bumi dari satelit atau instrumen lain di atas atau jauh dari objek yang
diindera.
10. Curran (1985) : Penginderaan Jauh yaitu penggunaan sensor radiasi elektromagnetik
untuk merekam gambar lingkungan bumi yang dapat diinterpretasikan sehingga
menghasilkan informasi yang berguna.
Berdasarkan pengertian-pengertian yang dikemukakan oleh para ahli, dapat
disimpulkan bahwa penginderaan jauh merupakan suatu teknik mengamati objek tanpa
menyentuh langsung objek tersebut, melainkan menggunakan alat bantu seperti satelit atau
pesawat.

5.2. KOMPONEN PENGINDERAAN JAUH


Terdapat dua jenis penginderaan jauh. Pengelompokan tersebut dilakukan
berdasarkan tempat atau wahana yang digunakan untuk mengamati objek. Jenis-jenis
penginderaan jauh dipaparkan sebagai berikut:
1. Penginderaan jauh dari udara
Penginderaan jauh dari udara pada umumnya menggunakan pesawat terbang.
Pengidneraan melalui pesawat udara dengan system rekaman kamera masih merupakan
54
penyaji data yang potensial karena jika dibandingkan dengan foto satelit, foto udara dapat
menyajikan data-data secara lebih rinci.
2. Penginderaan jauh dari ruang angkasa
Penginderaan jauh dari ruang angkasa menggunakan satelit. Jenis penginderaan jauh
ini memanfaatkan gelombang elektro magnetik yang diradiasikan dari matahari.

Gambar 10.1. Penginderaan jauh menggunakan pseawat (kiri) dan satelit (kanan)
Sumber: http://teknologi.kompasiana.com/terapan/2013/06/26/perkembangan-teknologi-penginderaan-
jauh-568527.html , diunduh pada 21/11/2014, 05:29 WITA

Selanjutnya, komponen penginderaan jauh merupakan serangkaian dari objek-objek


yang saling berhubungan dan bekerjasama/ berkoordinasi untuk melakukan penginderaan
jauh. Komponen penginderaan jauh terdiri atas: sumber tenaga, atmosfer, interaksi antara
tenaga dan objek, wahana, sensor, serta pengguna data. Penjelasan mengenai masing-
masing komponen dapat dilihat pada uraian di bawah.

5.2.1. Sumber Tenaga


Sumber tenaga merupakan komponen yang diperlukan untuk menyinari objek yang
terdapat dipermukaan bumi kemudian memantulkannya ke sensor. Salah satu tenaga yang
digunakan dalam penginderaan jauh adalah tenaga matahari. Tenaga matahari memancar
ke segala penjuru termasuk ke permukaan bumi dalam bentuk elektromagnetik dan
membentuk panjang gelombang. Namun, pada malam hari matahari tidak dapat digunakan
sebagai sumber tenaga. Oleh karena itu, sumber tenaga yang digunakan pada malam hari
disebut dengan tenaga pulsa.

55
1. Sumber tenaga alami
Matahari merupakan sumber tenaga yang alami. Penginderaan jauh yang
menggunakan tenaga matahari dikenal dengan sistem pasif. Proses penginderaan jauh
yang menggunakan tenaga matahari hanya dapat dilakukan pada siang hari dengan
kondisi cuaca cerah.
2. Sumber tenaga buatan
Penginderaan jauh yang menggunakan tenaga buatan dalam perekamannya disebut
dengan sistem aktif. Proses ini dapat dilakukan pada malam hari karena mengandalkan
pantulan tenaga buatan yang disebut juga tenaga pulsa atau tidak bergantung pada
tenaga matahari. Contoh tenaga buatan yang digunakan dalam proses penginderaan
jauh adalah gelombang mikro yang berasal dari baterai, blitz dan sebagainya.

Gambar 10.2. Proses penginderaan jauh menggunakan sumber tenaga aktif dan pasif
Sumber http://petacitrasatelit.blogspot.com/2013/06/penginderaan-jauh-remote-sensing.html, diunduh
pada 21/11/2014, 05:54 WITA

Gambar 10.2. memperlihatkan proses penginderaan jauh menggunakan sumber


tenaga pasif (garis merah lurus) dan aktif (garis orange putus-putus) . Sumber energi
alamiah berupa matahari memancarkan radiasi alamiah menuju target atau objek di
permukaan bumi kemudian dipantulkan kembali. Pantulan energi tersebut diterima oleh
sensor pasif di wahana perekam data dan selanjutnya ditransmisikan ke pangkalan
penerimaan data.

56
Sumber energi buatan berupa gelombang elektromagnetik dipancarkan melalui
sensor aktif ke target di permukaan bumi. Energi buatan tersebut juga dipantulkan
kembali dan diterima oleh sensor aktif di wahana perekaman data. Terakhir, energi
tersebut ditransmisikan ke pangkalan penerimaan data.
Kemampuan setiap objek di berbagai tempat untuk menerima jumlah tenaga
berbeda-beda. Hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: wahana
penyinaran, topografi dan keadaan cuaca.
a. Waktu penyinaran
Jumlah energi yang diterima oleh objek pada saat matahari tegak lurus (siang hari)
lebih besar daripada saat posisi matahari miring (sore hari). Makin banyak energi
yang diterima objek, makin cerah warna objek tersebut.
b. Topografi
Bentuk permukaan bumi yang memiliki topografi halus dan berwarna cerah lebih
banyak memantulkan sinar matahari dibandingkan dengan permukaan yang
bertopografi kasar dan berwarna gelap. Dengan demikian, daerah yang bertopografi
halus dan cerah akan terlihat lebih terang dan jelas.
c. Keadaan cuaca.
Kondisi cuaca pada saat pemotretan mempengaruhi kemampuan sumber tenaga
dalam memancarkan dan memantulkan energi. Kondisi berkabut dapat
menyebabkan hasil penginderaan jauh tidak begitu jelas atau bahkan tidak terlihat.

5.2.2. Atmosfer
Atmosfer merupakan lapisan yang melindungi bumi dari sinar ultraviolet yang datang
dari matahari. Oleh karena itu, radiasi matahari yang memancar ke permukaan bumi
terhambat oleh atmosfer, sehingga bagian radiasi sebagai tenaga tersebut dipantulkan
kembali, dihamburkan, diserap dan diteruskan. Oleh sebab itu, terdapat istilah jendela
atmosfer dalam penginderaan jauh. Jendela atmosfer merupakan spektrum gelombang
elektromagnetik yang dapat mencapai bumi.
Keadaan atmosfer dapat menghalangi jumlah energi ke permukaan bumi. Itulah
sebabnya atmosfer bersifat selektif terhadap tenaga yang dipancarkan ke permukaan bumi.
Sebagian gelombang elektromagnetik mengalami hambatan yang disebabkan oleh elemen
yang terdapat di atmosfer seperti debu, uap air dan gas.

57
5.2.3. Interaksi antara Tenaga dan Objek
Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa terdapat beberapa elemen dalam
lapisan atmosfer dapat menghalangi energi yang dipancarkan oleh sumber tenaga (gambar
10.3). Kondisi tersebut dapat mempengaruhi interaksi antara tenaga dan objek. Semakin
banyak tenaga yang diterima, semakin jelas dan cerah gambar yang diperoleh. Begitu pula
sebaliknya, semakin rendah tenaga yang diterima semakin gelap gambar yang diterima.

Gambar 10.3. Interaksi antara tenaga dan objek.


Sumber: http://sumberbelajar.belajar.kemdikbud.go.id/SitePages/ModulOnline
/LihatModulOnline.aspx?ModulOnlineID=118, diunduh pada 21/11/2014, 06:28 WITA

Selain itu, interaksi antara tenaga dan objek dapat diamati dari rona yang dihasilkan
oleh foto udara. Tiap objek memiliki karakteristik berbeda dalam memantulkan dan
memancarkan tenaga ke sensor. Objek yang memiliki daya pantul tinggi akan terlihat cerah
pada citra. Sementara itu, objek yang memiliki daya pantul rendah akan terlihat gelap.

5.2.4. Wahana
Wahana merupakan salah satu komponen penginderaan jauh yang digunakan untuk
membawa sensor untuk menangkap energi yang dipantulkan dari permukaan bumi
kemudian memancarkannya ke stasiun penerima data. Gambar 10.4 menunjukkan
beberapa jenis wahana dan ketinggian yang dapat dijangkau. Jenis-jenis wahana tersebut
antara lain: helikopter, pesawat udara, balon stratosfer, roket, dan satelit (LANDSAT,
IKONOS, SPOT, QUICKBIRD).

58
Gambar 10.4. Jenis-jenis wahana dalam penginderaan jauh.
Sumber: Lindgren, 1985

Semakin tinggi letak sebuah wahana, maka daerah yang terdeteksi atau yang dapat
diterima oleh sensor semakin luas. Gambar 10.5. memperlihatkan hirarki jangkauan
penginderaan jauh berdasarkan ketinggian dan jangkauan yang dapat diraih.

Keterangan:
I. Satelit dengan orbit 200-
36.000 km;
II. Pesawat yang terbang
tinggi, > 15 km;
III. Pesawat yang terbang
sedang, 9-15 km;
IV. Pesawat yang terbang
rendah, < 9 km

Gambar 10.5. Hirarki wahana dalam penginderaan jauh.


Sumber: National Academi of Sciences, 1977

59
Jangkauan satelit
Jangkauan pesawat tinggi dan
sedang
Jangkauan pesawat
rendah

Gambar 10.6. Jangkauan penginderaan jauh.


Sumber: diolah dari berbagai sumber, 2014

60
5.2.5. Sensor
Sensor terletak di dalam wahana dan berfungsi menerima informasi dalam berbagai
bentuk antara lain: sinar atau cahaya, gelombang bunyi, dan daya elektromagnetik. Sensor
tersebut digunakan untuk melacak, mendeteksi dan merekam suatu objek dalam daerah
jangkauan tertentu. Tiap sensor memiliki kepekaan dan kemampuan yang berbeda terhadap
bagian spectrum elektromagnetik. Kemampuan sensor untuk merekam gambar paling kecil
disebut resolusi spasial. Resolusi bergantung kepada besar kecilnya objek. Semakin kecil
objek yang dapat direkam oleh sensor, semakin baik resolusi spasial yang dihasilkan di
foto citra.
Berdasarkan proses perekamannya, sensor dapat dibedakan atas sensor fotografi dan
sensor elektronik. Penjelasan kedua sensor tersebut adalah sebagai berikut:
1. Sensor Fotografi
Proses perekaman penginderaan jauh ini menggunakan kamera atau melalui proses
kimiawi. Prose kerja sensor fotografi bergantung kepada pantulan tenaga dari objek.
Tenaga elektromagnetik yang diterima kemudian direkam di sebuah detektor berupa film
yang dilapisi unsur kimia. Hasil dari sensor fotografik ini berupa foto udara jika proses
penginderaan jauh di lakukan dari udara, baik melalui pesawat udara atau wahana lainnya
di bumi. Namun, jika proses penginderaan jauh di lakukan menggunakan satelit, hasilnya
disebut foto satelit atau foto orbital. Menurut Lillesand dan Kiefer (1990), terdapat
beberapa keuntungan jika menggunakan sensor fotografi. Keuntungan tersebut antara lain:
menggunakan cahaya sederhana seperti proses pemotretan sederhana, biaya tidak terlalu
mahal dan resolusi spasial yang baik.
2. Sensor Elektronik
Sensor elektronik merupakan komponen yang bekerja secara elektrik dengan proses
komputer. Proses perekamamnya dilakukan dengan memotret data visual dari layar atau
dengan menggunakan film perekam khusus. Hasil akhir dari proses elektronik adalah data
visual dan data digital/numerik yang disebut sebagai citra.

5.2.6. Pengguna Data


Pengguna data merupakan orang atau lembaga yang memanfaatkan hasil dari proses
penginderaan jauh. Data indera jauh akan bermanfaat jika digunakan. Oleh karena itu,
kerincian, keandalan dan kesesuaian data terhadap pengguna sangat menentukan diterima
atau tidaknya data oleh mereka.
61
Setelah mengetahui komponen-komponen dalam penginderaan jauh, dapat dijabarkan
tahapan-tahapan dalam mendapatkan foto inderaja. Secara garis besar, proses tersebut
dapat dilihat di dalam gambar 10.7. Sumber tenaga, baik matahari maupun wahana
pemancar tenaga menyalurkan radiasi ke objek di permukaan bumi. Energi tersebut
kemudian dipantulkan kembali menuju wahana dan sensor. Seletah itu, wahana
mentransmisikan data ke pangkalan penerima data. Keluaran dari proses ini berupa data
baik citra foto maupun citra non-foto. Data dari proses pemotretan jarak jauh kemudian
akan diintepretasi oleh tim analisis.

Gambar 10.7. Jangkauan penginderaan jauh.


Sumber: diolah dari berbagai sumber, 2014

62
BAB 6
PETA CITRA DALAM ILMU KARTOGRAFI

6.1. PENGERTIAN CITRA


Berdasarkan pembahasan sebelumnya, hasil dari rekaman data penginderaan jauh
adalah data yang kemudian akan diintepretasi oleh tim analisis. Hasil rekaman tersebut
dapat dikelompokkan lagi menjadi dua. Pertama, data digital atau data numerik. Data
numerik terdiri dari angka-angka yang kemudian akan diintepretasi menggunakan program
komputer. Kedua, data visual merupakan peta citra dan non-citra yang akan di analisis
secara manual. Data berupa peta atau citra tersebut berupa gambaran mirip aslinya.
Sementara data non citra berupa garis atau grafik yang terdiri atas nomor-nomor sebagai
simbol tingkat kecerahan warna.

Gambar 11.1. Data numerik penginderaan jauh


Sumber http://vendettaplanologi.blogspot.com/, diunduh pada 21/11/2014, 12:33 WITA

Gambar 11.2. Data visual (a) dan data numerik (b) penginderaan jauh
Sumber http://vendettaplanologi.blogspot.com/, diunduh pada 21/11/2014, 12:33 WITA

63
Citra merupakan gambaran yang terekam oleh kamera atau sensor. Selanjutnya,
gambaran tersebut menampilkan gejala di permukaan bumi dalam jarak jauh, secara
vertikal.

6.2. JENIS CITRA


Jenis-jenis citra dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu citra foto (photographic
image) atau foto udara dan citra non-foto (non-photographic image). Perbedaan kedua
jenis citra tersebut dikelompokkan lagi berdasarkan variabel sensor, detektor, proses
perekaman, mekanisme perekaman dan spektrum magnetik (tabel 11.1).

Tabel 11.1. Perbedaan Citra Foto dan Citra Non-Foto

Sumber: sumberbelajar.belajar.kemdikbud.go.id/SitePages/ModulOnline/LihatModulOnline.aspx?
ModulOnlineID=118, diunduh pada 2i/11/2014, pukul 112:50 WITA

Selanjutnya, masing-masing kelompok citra dikelompokkan berdasarkan beberapa


variabel, sebagai berikut:
1. Citra Foto dikelompokkan berdasarkan warna, posisi sumbu kamera, jenis kamera yang
digunakan, sistem wahana, dan spektrum elektromagnetik.
Citra foto berdasarkan warna
a. Citra berwarna semu (false colour). Pada foto ini, warna objek tidak sama dengan
warna aslinya. Misalnya, pada foto citra, vegetasi/ tanaman akan berwarna merah
sementara warna aslinya adalah hijau.
b. Citra berwarna asli (true colour). Foto ini merupakan foto pankoromatik berwarna.
Foto berwarna asli akan lebih mudah penggunaannya karena sesuai dengan aslinya.

64
Gambar 11.3. Peta citra berwarna asli (kanan) dan peta citra berwarna semu (kiri).
Sumber: google earth dan https://andimanwno.files.wordpress.com/2010/02/landsat-novarupta-region-
large.jpg, diunduh pada 21/11/2014, pukul 13:09 WITA

Citra foto berdasarkan posisi sumbu kamera


a. Foto vertikal atau foto tegak (ortho photograph). Foto citra jenis ini dibuat dengan
sumbu kamera tegak lurus terhadap permukaan bumi.
b. Foto condong atau miring (oblique photograhph). Foto ini dibuat dengan sumbu
kamera menyudut terhadap garis tegak lurus ke permukaan bumi. Pada umumnya,
sudut yang terbentuk adalah sepuluh derajat. Foto condong masih dibedakan lagi
menjadi foto agak condong (low oblique photograph) apabila cakrawala tidak
tergambar pada foto, dan foto sangat condong (high oblique photograph) apabila
pada foto tampak cakrawala.

Keterangan:
A. Vertikal
B. Agak condong
C. Sangat condong

Gambar 11.4. Jenis bentuk posisi kamera


Sumber: Sutanto, 1999

65
Gambar 11.5. Contoh foto citra berdasarkan posisi kamera: sangat condong (kanan atas), agak condong
(bawah), dan vertikal (kiri atas).
Sumber: berbagai sumber, 2014

Citra foto berdasarkan sistem wahana


a. Foto udara merupakan citra foto yang dibuat dengan menggunaka wahana atau alat
yang bergerak di udara seperti pesawat terang, helikopter dan balon.
b. Foto satelit merupakan citra foto yang dibuat dengan menggunakan wahana satelit
yang bergerak di luar angkasa.

Citra foto berdasarkan spektrum elektromagnetik


a. Foto ultra violet yaitu foto yang dibuat dengan menggunakan spektrum ultra violet
dekat dengan panjang gelombang 0.29 mikrometer.
b. Foto ortokromatik merupakan foto yang dibuat dengan menggunakan spektrum
tampak dari saluran biru hingga sebahagian hijau.
c. Foto pankromatik yaitu foto yang dibuat dengan menggunakan seluruh spectrum
yang tampak oleh mata.
d. Foto infra merah yang terdiri dari foto warna asli (true infrared photo) dan dibuat
dengan spektrum infra merah. Terdapat juga foto infra merah kombinasi/
modifikasi yang dibuat dengan kombinasi spektrum merah dengan sektrum tampak
dari warna merah dan sebagian hijau.

66
Foto Citra Ultra Violet Foto Citra Ortikromatik

Foto Citra Infra Merah Foto Citra Infra Merah Modifikasi

Foto Citra Pankromatik

Gambar 11.6. Contoh foto citra berdasarkan spektrum elektromagnetik.


Sumber: berbagai sumber, 2014

67
2. Citra Non-Foto dikelompokkan berdasarkan sensor yang digunakan, wahana yang
digunakan dan spektrum elektromagnetik.
Citra non-foto berdasarkan sensor
a. Citra tunggal merupakan citra yang dibuat dengan sensor tunggal namun memiliki
saluran yang lebar.
b. Citra multispektral merupakan citra yang dibuat dengan sensor jamak, namun
salurannya sempit.

Citra non-foto berdasarkan wahana


a. Citra dirgantara (airbone image) merupakan citra yang dibuat dengan wahana yang
beroperasi di udara atau dirgantara. Contoh dari citra dirgantara antara lain: citra
infra merah thermal, citra radar dan citra MSS.
b. Citra satelit (citra yang dibuat dari satelit yang berada di luar angkasa. Contoh dari
citra satelit antara lain:
1) Citra satelit untuk penginderaan planet: citra satelit Viking (AS), citera satelit
Venera (Rusia)
2) Citra satelit untuk penginderaan cuaca: NOAA (AS), citra meteor: (Rusia)
3) Citra satelit untuk penginderaan sumber daya bumi: citra Landsat (AS), Citra
Soyus (Rusia) dan Citra SPOT (Perancis)
4) Citra satelit untuk penginderaan laut: citra Seasat (AS), citra MOS (Jepang)

Citra non-foto berdasarkan spektrum elektromagnetik


a. Citra infra merah thermal merupakan citra yang dibuat dekan spektrum infra merah
berdasarkan perbedaan suhu objek. Daya pancar dari suhu tersebut tercermin
dengan beda rona atau beda warna.
b. Citra radar dan citra gelombang mikro. Citra radar merupakan hasil penginderaan
jauh jenis aktif karena menggunakan sumber tenaga buatan. Sementara itu, citra
gelombang mikro merupakan jenis pasif karena menggunakan sumber tenaga
alamiah.

68
6.3. RESOLUSI CITRA
Resolusi merupakan jumlah piksel atau picture element yang tersusun dalam citra atau
gambar digital. Resolusi ditentukan dengan jumlah atau kumpulan piksel yang membentuk
gambar tersebut. Oleh karena itu, resolusi menentukan kualitas sebuah gambar digital.
Resolusi berbanding lurus dengan kualitas gambar. Semakin tinggi resolusi, semakin baik
kualitas gambar. Sebaliknya, semakin rendah resolusi, semakin rendah kualitas gambar.

Gambar 11.7. Perbandingan citra dengan resolusi rendah, menengah dan tinggi.
Sumber: berbagai sumber, 2014
Piksel adalah dimensi terkecil gambar digital. Dalam gambar, piksel berupa kotak-
kotak atau grid yang membagi gambar dalam beberapa bagian. Dalam satu piksel dapat
terdiri dari beberapa objek atau titik. Besaran kotak atau grid berbanding terbalik dengan
kualitas gambar. Semakin besar ukuran grid, berarti semakin sedikit jumlah gridnya. Itu
berarti semakin rendah kualitas citra karena gambar yang dihasilkan akan kabur atau tidak
jelas. Sebaliknya, semakin kecil ukuran grid, berarti semakin banyak jumlah gridnya. Itu
berarti semakin tinggi kualitas citra karena gambar yang dihasilkan akan lebih jelas.

Gambar 11.8. Perbandingan gambar objek berdasarkan jumlah dan besaran pixel.
Sumber: http://www.sammobile.com/wp-content/uploads/2013/02/pixel-density-xperias.jpg, diunduh
pada 23/11/2014, pukul 10:37 WITA

69
Dalam penginderaan jauh, resolusi dibagi atas empat jenis, yaitu resolusi spasial,
resolusi spektral, resolusi temporal dan resolusi radiometric.
1. Citra spasial merupakan gambar dalam peta citra berkaitan dengan ruang yang terdiri
atas bentuk, ukuran, tekstur, pola dan situs bayangan. Resolusi spasial menggambarkan
tingkat ketelitian perekaman yang dilakukan. Semakin tinggi resolusinya, semakin
detail citra yang dihasilkan. Hasil dari resolusi ini dinyatakan dengan ukuran pixel.

Gambar 11.9. Citra resolusi spasial.


Sumber http://datacitrasatelit.files.wordpress.com/2013/06/003.png, diunduh pada 23/11/2014, pukul
10:42 WITA

2. Citra spektral merupakan citi yang dihasilkan oleh tenaga elektromagnetik dengan
benda yang dinyatakan dengan rona dan warna. Rona merupakan tingkat kehitaman

70
atau keabuan sebuah objek yang tergambar di citra. Benda yang banyak memantulkan
atau menancarkan tenaga akan memiliki rana asli yang cerah.
Resolusi spektral merupakan kemampuan sensor untuk mendefinisikan kehalusan
interval panjang gelombang yang dapat direkam. Sebagai contoh, resolusi spektral
dimanfaatkan untuk mendeteksi tanaman di sebuah kawasan. Gambar 11.10
menunjukkan citra kawasan pertanian (kiri). Resolusi spektral medeteksi objek-objek
yang berupa tanaman (kanan). Dengan demikian, dapat diketahui tutupan lahan (land
cover) kawasan tersebut.

Gambar 11.10. Citra resolusi spektoral


Sumber: http://petacitrasatelit.blogspot.com/2013/06/resolusi-spektral.html, diunduh pada 23/11/2014,
pukul 11:58 WITA

3. Citra temporal merupakan citra yang menggambarkan perubahan objek dari masa ke
masa. Resolusi temporal menunjukkan interval waktu antar pengamatan. Dengan kata
lain, resolusi temporal bergantung pada lamanya satelit kembali lagi pada suatu lokasi
atau wilayah yang sama (gambar 11.11). Gambar 11.12 menunjukkan perbedaan
kawasan Porong, Sidoarjo sebelum (kiri) dan setelah (kanan) tertutupi lumpur. Masih
di gambar yang sama, deretan bawah menunjukkan perluasan kawasan yang tertutupi
lumpur.

Rotasi satelit sampai lokasi


yang sama pada hari ke-X

Gambar 11.11. Rotasi satelit


Sumber http://www.slideshare.net/bramantiyomarjuki/interpretasi-citra-
penggunaanlahanbatam17okt2013, diunduh pada 23/11/2014, pukul 12:14 WITA
71
Gambar 11.12. Citra temporer yang menunjukkan perubahan kawasan Porong, Sidoarjo setelah dan
sebelum ditutupi lumpur
Sumber: http://rovicky.wordpress.com/2006/10/02/ngintip-perkembangan-porong-dengan-ikonos/,
diunduh pada 23/11/2014, pukul 09:42 WITA

4. Citra radiometrik merupakan citra yang dihasilkan dari resolusi radiometrik.


Resolusi tersebut merupakan ukuran sensitivitas sensor untuk membedakan aliran
radiasi (radiation flux) yang dipantulkan atau diemisikan suatu objek oleh
permukaan bumi. Semakin banyak bit sebuah citra, maka semakin bagus
kualitasnya.
Bit merupakan tingkat gradasi warna yang dimiliki oleh sebuh citra. Gambar 11.13
menunjukkan dua buah citra dengan bit yang berbeda. Citra pertama memiliki

72
resolusi delapan bit. Gambar pertama memiliki dua pangkat delapan gradasi,
artinya, gambar tersebut memiliki 256 gradasi. Gambar kedua (kanan) hanya
memiliki resolusi dua bit sehingga gradasi yang dimiliki hanya dua pangkat dua
sama dengan empat gradasi. Oleh karena perbedaan resolusi, gambar pertama lebih
cerah dibandingkan gambar kedua karena bit yang dimiliki gambar pertama lebih
besar.

Resolusi 8 bit Resolusi 2 bit

Gambar 11.13. Citra resoluli radiometrik


Sumber: http://personal.its.ac.id/files/material/2511-lmjaelani-geomatika-
4%20Resolusi%20penting%20dalam%20Inderaja.pdf, diunduh pada 23/11/2014, pukul 12:33 WITA

73
BAB 7
INTEPRETASI PETA CITRA

7.1. PENGERTIAN INTEPRETASI


Intepretasi citra merupakan upaya untuk mengkaji foto udara atau citra dengan tujuan
mengidentifikasi objek dan menilai arti penting objek tersebut. Melalui intepretasi, tim
analisis berupaya melakukan penalaran atau mendeteksi, mengidentivikasi dan
menganalisis objek-objek yang ada di dalam gambar. Tanpa dikenali, objek-objek tersebut,
citra tersebut tidak bermanfaat. Terdapat dua jenis intepretasi yang dapat dilakukan, yaitu:
intepretasi secara digital yang dilakukan dengan menggunakan komputer (gambar 12.1)
dan intepretasi secara manual.

Gambar 12.1. Proses intepretasi digital


Sumber: http://ssbelajar.blogspot.com/2012/10/interpretasi-untuk-menciptakan-peta.html, diunduh pada
24/11/2014, 04.46 WITA

Data-data citra dalam intepretasi secara digital dicerminkan dengan nilai piksel.
Setelah itu, nilai-nilai piksel diklasifikasikan dengan tujuan sebagai berikut:
1. Menetapkan kelompok-kelompok nilai piksel,
2. Mencari batas tiap kelompok nilai piksel,
3. Mengetahui setiap kelompok mewakili kelas atau gambaran objek apa.
Selanjutnya, intepretasi secara manual atau biasa juga disebut dengan intepretasi visual,
dibagi menjadi dua jenis. Pertama, intepretasi monoskopis yang merupakan proses
intepretasi yang tidak menggunakan alat bantu (gambar 12.2). Jenis kedua adalah
intepretasi steroskopis yang menggunakan stereoskop untuk membantu pengamatan

74
(gambar 12.2). Cara kedua memiliki keunggulan yaitu, tampilan pada foto udara memiliki
kesan tiga dimensi. Syarat untuk memperoleh kesan tiga dimensi adalah foto udara atau
citra yang digunakan harus bertampalan (gambar 12.3). Namun, kedua metode di atas
sama-sama melakukan intepretasi citra yang didasari oleh: ciri spasial, ciri spektral dan ciri
temporal.

Gambar 12.2. Proses intepretasi visual tanpa alat (kiri) dan dengan bantuan stereoskop (kanan)
Sumber: http://ssbelajar.blogspot.com/2012/10/interpretasi-untuk-menciptakan-peta.html, diunduh pada
24/11/2014, 04.46 WITA

Daerah tampalan

Gambar 12.3. Prinsip Stereoskopik


Sumber: berbagai sumber, 2014
75
7.2. TAHAP INTEPRETASI VISUAL
Kegiatan intepretasi peta dibagi menjadi tiga tahap. Ketiga tahap tersebut antara
lain: deteksi, identifikasi dan analisis. Penjelasan mengenai masing-masing tahapan adalah
sebagai berikut:
1. Deteksi
Deteksi merupakan pengamatan atas ada atau tidak adanya suatu objek. Setelah
diketahui ada atau tidak sebuah objek, dilakukan penguraian atau pemisahan objek yang
warna atau ronanya berbeda. Masing-masing objek diberi garis batas sesuai dengan
warna dan rona yang sama. Proses ini disebut deliniasi.
2. Identifikasi
Terdapat tiga ciri utama benda yang tergambar pada citra, yaitu ciri spektoral, ciri
spasial dan ciri temporal.
a. Ciri spektoral: ciri yang dihasilkan oleh interaksi antara tenaga elektromagnetik dan
benda. Ciri ini ditandai dengan rona dan warna.
b. Ciri spasial: ciri yang terkait dengan ruang. Ciri ini dinyatakan dengan bentuk,
ukuran, bayangan, pola, tekstur, situs dan asosiasi.
c. Ciri temporal: ciri yang terkait dengan umur benda saat proses perekaman terjadi.
3. Analisis
Proses analisis merupakan klasifikasi yang menuju teorisasi sehingga pada akhirnya
dapat ditarik kesimpulan dari penilaian tersebut. Oleh karena itu, tahapan ini harus
dilakukan oleh orang yang ahli pada bidangnya karena hasilnya sangat tergantung pada
kemampuan penafsir citra.

7.3. UNSUR INTEPRETASI VISUAL


Seperti yang telah dijelaskan di dalam sub bab sebelumnya, proses identifikasi
sebuah objek di dasari pada ciri spektoral, spasial dan temporalnya. Masing-masing ciri
tersebut memiliki unsur-unsur yang menjadi penentu intepretasi sebuah citra. Unsur-unsur
tersebut dapat disusun membentuk piramida berdasarkan hirarki tingkat kesulitannya
(gambar 12.4).

76
Gambar 12.4. Hirarki unsur intepretasi visual
Sumber: http://jurnal-geologi.blogspot.com/2010/01/unsur-interpretasi-citra.html, diunduh pada 23/11/2014,
pukul 05:29 WITA
7.3.1. Warna dan Rona
Warna dan rona merupakain nilai kecerahan relative dari objek.. Rona merupakan
unsur paling dasar untuk membedakan objek. Rona yang berbeda biasanya
mengindikasikan objek yang berbeda pula. Pada foto atau citra hitam putih, rona yang
ada adalah hitam, putih dan kelabu.
Tingkat kecerahan atau kegelapan sebuah objek pada citra bergantung kepada
keadaan cuaca dan waktu saat proses perekaman. Kondisi udara di atmosfer dapat
menyebabkan citra memiliki rona yang gelap. Waktu perekaman/pemotretan pada
siang hari pada umumnya menghasilkan rona yang lebih terang dibandingkan dengan
pemotretan pada sore/pagi hari.
Gambar 12.5. merupakan citra di sebuah lokasi di Kota Makassar. Garis kuning
putus-putus merupakan deliniasi dari warna yang sama, yaitu warna hijau. Perbedaan
yang ditunjukkan oleh kedua objek tersebut adalah objek (a) memiliki teksur yang
halus sehingga ronanya lebih terang. Sementara objek (b) memiliki tekstur yang kasar
sehingga ronanya lebih gelap.

77
b

Gambar 12.5. Perbedaan rona pada citra


Sumber: google earth, 2014

7.3.2. Ukuran
Intepretasi ukuran merupakan perbandingan besar kecilnya sebuah objek dengan
objek lain. Sebuah objek bisa saja memiliki warna dan rona yang sama akan tetapi
keduanya dapat dibedakan dari segi ukurannya.
Garis kuning putus-putus pada gambar 12.6. menunjukkan warna dan rona yang
sama, yaitu berwarna cokelat tua dengan rona gelap. Berdasarkan hal tersebut, dapat
diketahui bahwa objek berupa bangunan. Perbedaan ukuran dari kedua objek tersebut
mengindikasikan adanya bernedaan fungsi. Ukuran bangunan yang lebih besar (a)
mengindikasikan fungsi komersial atau industri. Bangunan dengan ukuran lebih kecil
(b) mengindikasikan fungsi hunian.

78
b

Gambar 12.6. Perbedaan ukuran pada citra


Sumber: google earth, 2014
7.3.3. Tekstur
Tekstur merupakan frekuensi perubahan rona pada citra (Lillesand dan Kiefer,
1979). Tekstur juga memiliki arti pengulangan rona kelompok objek yang terlalu kecil
untuk dibedakan secara individual (Estes dan Simonett, 1975). Tekstur dinyatakan
dengan kasar atau halus.
Gambar 12.7 menunjukkan beberapa contoh tekstur dari beberapa objek. Teksur
halus ditunjukkan oleh air (a), vegetasi berupa rumput yang rapi di lapangan (b) dan
jalanan beraspal yang mulus (c). Tekstur halus ditunjukkan oleh kelompok vegetasi
yang rimbun atau hutan (d) dan kelompok rumah (e).

a
e

Gambar 12.7. Perbedaan tekstur pada citra


Sumber: google earth, 2014

79
7.3.4. Bentuk
Bentuk atau gambar yang terdapat pada foto udara merupakan konfigurasi atau
kerangka pada sebuah objek. Konfigurasi yang ditunjukkan oleh sebuah objek dapat
berupa bentuk umum (shape) atau bentuk rinci (form). Bentuk umum dapat dikatakan
sebagai „bentuk sekilas‟ dari sebuah objek. Contoh dari shape adalah bentuk sekilas
dari lapangan sepak bola adalah elips atau persegi. Bentuk rinci merupakan bentuk
tambahan yang terdapat dalam bentuk umum. Misalnya, lapangan sepak bola yang
elips terdapat bentuk lain yang memanjang berupa lintasan lari.
Contoh lain dari intepretasi bentuk adalah gedung sekolah atau perkantoran yang
membentuk huruf I, L, U, dan persegi panjang atau kotak. Masjid pada umumnya
berbentuk kotak dengan bentuk rinci terdapat kubah di tengah kotak tersebut.
Gambar 6.8 menunjukkan perbedaan bentuk yang dimiliki setiap objek di dalam
peta citra. Bentuk persegi panjang merupakan lapangan (a), bentuk kotak merupakan
kantor pengadilan daerah (b) dan bentuk U merupakan sekolah (c).

b c

Gambar 12.7. Perbedaan tekstur pada citra


Sumber: google earth, 2014
7.3.5. Pola
Pola merupakan kecenderungan bentuk sebuah objek. Pola tersebut menunjukkan
ciri yang membedakan objek buatan manusia dan objek alamiah. Objek buatan manusia
pada umumnya memiliki pola geometrik atau teratur, misalnya: jalanan dan bangunan
(gambar 12.8-a). Sementara objek alamiah memiliki pola organik atau tidak teratur,
80
misalnya aliran sungai dan kontur tanah (gambar 12.8-b). Namun, dalam kasus
tertentu, objek buatan manusia dapat memiliki pola tidak teratur. Pola permukiman
yang dibangun secara spontan adalah tidak beraturan. Pola perumahan yang disediakan
khusus oleh pemerintah atau swasta adalah teratur karena memiliki jarak dan ukuran
yang seragam (gambar 12.9).

Gambar 12.8. Perbedaan pola dalam sebuah kawasan. Pola jalan, buatan manusia (a) dan pola sungai
yang alami (b)
Sumber: google earth, 2014

Gambar 12.9. Perbedaan pola permukiman yang dibangun spontan (kiri) dan berdasarkan perencanaan
(kanan)
Sumber: google earth, 2014
7.3.6. Bayangan
Bayangan bersifat menyembunyikan detail dari objek. Namun, bayangan juga dapat
menjadi kunci pengenalan yang penting. Keberadaan bayangan dapat
mengindentifikasi bahwa objek tersebut lebih tinggi dari objek di sekitarnya.

81
Selain itu, bayangan dapat digunakan untuk mengintepretasi arah mata angin dan
waktu pada foto atau citra. Apabila pemotretan dilakukan pada pagi hari, bayangan
objek akan berada di Barat karena posisi matahari berada di Timur. Sebaliknya, bila
pemotretan dilakukan pada sore hari, bayangan objek jatuh di Timur karena matahari
berada di Barat (gambar 12.10).

Posisi bayangan objek pada pagi hari.

Posisi bayangan objek pada sore hari.

Gambar 12.10. Posisi bayangan pada pagi dan sore hari


Sumber: http://fokusgeografi.blogspot.com/2013/06/penginderaan-jauh_6.html, diunduh pada
24/11/2014, pukul 07:43 WITA

Gambar 12.11-a merupakan contoh bayangan yang terdapat di dalam peta citra.
Melalui banyangan dapat diketahui bahwa objek berupa bangunan lebih tinggi dari
pada bangunan yang ada di sekitarnya. Dapat diintepretasikan bahwa bangunan
tersebut dapat berupa bangunan berbentuk menara.

82
Selanjutnya, sebuah posisi sebuah objek dapat berada di atas objek lainnya
(menumpuk). Gambar 12.11-b memperlihatkan objek bangunan berada di atas objek
jalanan. Hal tersebut dapat diketahui dari bayangan yang terbentuk di atas jalanan.

Gambar 12.11. Posisi bayangan sebuah objek


Sumber: google earth, 2014

7.3.7. Situs
Situs merupakan tempat atau kedudukan sebuah objek dibandingkan dengan objek
lain di sekitarnya. Intepretasi situs mengaitkan hubungan sebuah objek denagn objek
lain. Intepretasi situs hampir mirip dengan intepretasi pola, hanya saja, dalam
intepretasi ini terdapat dua objek yang saling mempengaruhi. Sebagai contoh, gambar
12.12 menunjukkan bagaimana pola permukiman dipengaruhi pola garis pantai dan
jalanan.

Gambar 12.12. Pola permukiman yang dipengaruhai oleh garis pantai (kiri) dan arah jalanan (kanan)
Sumber: google earth, 2014

83
7.3.8. Asosiasi
Asosiasi merupakan bentuk intepretasi yang mengaitkan suatu objek dengan objek
lain yang berada di dalamnya. Sebuah objek (X) dapat diidentifikasi karena keberadaan
objek lain (Y). Sebagai contoh, stasiun kereta api dapat diidentifikasi karena
berasosiasi dengan rel kereta api yang lebih dari satu, terminal bis diasosiasikan dengan
lahan parkir luas yang dipenuhi oleh bus atau kendaraan umum, lapangan terbang
diasosiasikan dengan lintasan pesawat dan tempat parkir pesawat.
Gambar 12.13 menunjukkan Lapangan Udara Internasional Hasanuddin. Hal
tersebut dapat diketahui karena diasosiasikan dengan lintasan pesawat (a) dan tempat
parkir pesawat (b).

Gambar 12.13. Asosiasi lapangan udara dengan lintasan pesawat (a) dan tempat parkir pesawat (b)
Sumber: google earth, 2014

7.4. KONVERGENSI BUKTI PADA INTEPRETASI CITRA


Konvergensi bukti merupakan penggunaan kombinasi dari unsur-unsur intepretasi
sebagai pengumpulan bukti untuk menyimpulkan sebuah objek yang berada di dalam citra.
Untuk mengidentifikasi atau membuat kesimpulan, hendaknya tidak hanya menggunakan
satu unsur saja, tetapi sangat dianjurkan untuk menggunakan unsur-unsur lainnya. Semakin
banyak menggunakan unsur, intepretasi semakin mendekati titik kesimpulan. Sebagai
contoh, sebuah peta citra memuat objek yang akan diintepretasi (gambar 12.14 dan Tabel
12.2).

84
Gambar 12.14. Objek pada peta citra yang akan diintepretasi
Sumber: google earth, 2014

Tabel 12.2. Konvergensi Bukti Intepretasi Citra


Rona dan Warna Ukuran Bentuk Pola Asosiasi
Warna cokelat dan Massa Berbentuk Tertur Terdapat
hijau, rona gelap di bangunan kotak dengan lapangan basket
keempat sisi dan lebih besar ruang terbuka dan lapangan
terang ditengah dari massa di di tengah upacara.
sekitarnya
Kemungkinan Permukiman X X X X
Objek Sekolah Sekolah Sekolah Sekolah Sekolah
Perkantoran Perkantoran Perkantoran Perkantor X
an
Pusat perbelanjaan Pusat X X X
perbelanjaan

Kesimpulan: objek tersebut adalah sekolah

85
BAB 13
PEMANAATAN INDERA JAUH DALAM
PENGEMBANGAN WILAYAH DAN KOTA

13.1. Informasi Unsur-Unsur Perkotaan dalam Peta Citra


Manfaat utama dari citra adalah sebagai bahan atau informasi yang dibutuhkan
terutama dalam pengembangan wilayah dan kota. Berdasarkan informasi-informasi dari
citra, seorang perencana dapat megnanalisis dan merumuskan konsep penataan wilayah
dan kota. Terdapat beberapa komponen dalam perencanaan tata ruang yang memanfaat
informasi citra, yaitu pemetaan, kependudukan, struktur ruang serta fungsi dan tutupan
lahan.
1. Kependudukan
Salah satu informasi yang diperoleh dari citra adalah distribusi penduduk atau
penyebaran penduduk di suatu wilayah. Konsentrasi penduduk ditandai dengan
kumpulan objek-objek berupa massa-massa bangunan.
Sebagai contoh, gambar 13.1 merupakan citra Kota Makassar. Sangat jelas
tergambar di dalam citra konsentrasi penduduk berada di Barat atau di lahan yang
langsung berbagasan dengan laut (a). Sementara di Timur Laut Kotamerupakan lahan
terbuka yang tidak berpenghuni (b). Hal tersebut dapat diidentifikasi melalui perbedaan
tekstur, rona dan warna objek.

Gambar 13.1. Citra Kota Makassar yag menunjukkan penyebaran penduduk


Sumber: google earth, 2014

86
2. Struktur Ruang
Ruang merupakan wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut dan ruang udara
termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan
makhluk lain hidup, melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya.
Struktur ruang merupakan susuan pusat-pusat permukiman, sistem jaringan serta sistem
prasarana maupun sarana. Semua hal tersebut berfungsi sebagai pendukung kegiatan
sosial ekonomi yang secara hirarki berhubungan fungsional.
Gambar 13.2 menjadi contoh informasi struktur ruang yang diperoleh melalui citra.
Berdasarkan citra, diketahui bahwa terdapat area yang berfungsi sebagai permukiman,
perkantoran, perdagangan, fasilitas umum (lapangan olah raga) dan jaringan jalan.

Gambar 13.2. Citra Kota Makassar yag menunjukkan penyebaran penduduk


Sumber: google earth, 2014

3. Fungsi Lahan (land use) dan Tutupan Lahan (land cover)


Lahan merupakan material dasar dari suatu lingkungan (situs). Lahan dikaitkan
dengan sejumlah karakteristik alami, yaitu iklim, geologi, tanah, topografi, hidrologi
dan biologi (Aldrich, 1981).
Dalam intepretasi citra, terdapat dua buah jenis pengamatan yang dilakukan
terhadap lahan, yaitu fungsi lahan (land use) dan tutupan lahan (land cover). Objek
yang berada di permukaan lahan disebut penutup lahan, sebagai contoh: vegetasi,
tanah, air, dan bangunan (gambar 13.3-atas). Selanjutnya, penggunaan lahan
87
merupakan segala bentuk aktivitas manusia di atas lahan. Contoh dari fungsi lahan
antara lain: permukiman, perdagangan atau komersial, jasa, industri dan ruang terbuka
hijau (gambar 13.3- bawah).
air

bangunan

bangunan

aspal

rumput

pelabuhan

permukiman

perdagangan

jalanan

Lapangan

Gambar 13.3. Perbedaan Fungsi dan Tutupan Lahan


Sumber: http://mahajinoesa.blog.com/files/2013/01/sudut-K-4-300x225.jpg, diunduh pada 25/11/2014, pukul
06:02 WITA

13.2. Pemanfaatan Indera Jauh di Bidang Pengembangan Wilayah dan Kota


Setelah mengidentifikasi informasi-informasi yang tergambar di citra, seorang
perencana kemudian menggunakan informasi tersebut sebagai bahan analisis, bahan
perencanaan hingga bahan evaluasi. Proses analisis, perencanaan dan evaluasi pada
umumnya tidak hanya menggunakan satu citra saja. Diperlukan beberapa citra yang
menunjukkan perbedaan skala dan objek dalam satu kawasan. Bahkan, dalam proses
evaluasi diperlukan beberpa citra yang sifatnya temporer.

88
Contoh-contoh dari beberapa proses pemanfaatan penginderaan jauh dipaparkan dalam
penjelasan singkat di bawah. Materi selengkapnya akan di peroleh di luar mata kuliah ini
karena memerlukan teori-teori pendukung tentang pengembangan wilayah dan kota.
1. Bahan Analisis

Gambar 13.4. Perbedaan Fungsi dan Tutupan Lahan


Sumber: googleearth, 2014

Berdasarkan peta citra gambar 13.4, dapat diketahui penyebaran penduduk


terkonsentrasi di pesisir pantai. Hal tersebut dikarenakan air merupakan sumber
kehidupan manusia. Kawasan pesisir menjadi wadah yang menyediakan sumber daya
alam yang dibutuhkan oleh manusia seperti hasil laut. Selain itu, kawasan pesisir juga
dapat dikembangkan menjadi pelabuhan yang dapat menghubungkan sebuah kawasan
ke kawasan lain.

89
2. Bahan Evaluasi
Seperti yang telah dikemukanan sebelumnya, dalam proses evaluasi diperlukan
beberapa citra yang sifatnya temporer. Beberapa citra dari masa ke masa tersebut
berfungsi untuk memperlihatkan perubahan tata ruang wilayah dan kota, apakah
perubahan tersebut menjadi lebih baik atau menjadi lebih buruk.
Selain itu diperlukan juga dokumen-dokumen lainnya yang diperlukan adalah
aturan-aturan yang menyangkut tata kota seperti Peraturan Pemerintah, Peraturan,
Undang-Undang, Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Tata Bangunan
dan Lingkungan (RTBL). Dengan membandingkan dokumen-dokumen pendukung
dengan citra yang ada, dapat diketahui apakan pembangunan wilayah atau kota telah
sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan.

Gambar 13.5. Citra salah satu kawasan yang akan dievaluasi di pesisir Kota Makassar
Sumber: googleearth, 2014

Berdasarkan peraturan pemerintah, ruang terbuka hijau di sebuah kawasan adalah


30% dari total luas wilayah. Namun, dalam citra tergambar kawasan yang dipadati oleh
bangunan yang saling berdempetan sehingga tidak terdapat jalur sirkulasi yang
memadai (gambar 13.5). Struktur jalan membentuk pola organik atau tidak teratur.
Karena didominasi oleh bangunan, kawasan ini tidak memiliki ruang terbuka hijau.
Dengan demikian, perkembangan kawasan tidak sesuai lagi dengan peraturan yang
berlaku. Evaluasi berikutnya adalah tedapat bangunan yang dibangun di dalam

90
kawasan sempadan laut. Diperlukan sebuah penataan kembali untuk meningkatkan
kualitas kawasan.
3. Bahan Perencanaan

Gambar 13.6. Perencanaan ruang terbuka kawasan berdasarkan pengamatan citra


Sumber: googleearth, 2014

Berdasarkan hasil analisis, diperlukan sebuah penataan untuk mengatasi permasalahan


kawasan. Area sempadan laut harus dibebaskan dari bangunan-bangunan dan dimanfaatkan
sebagai ruang terbuka hijau. Dengan demikian, penataan tata ruang sesuai dengan
peraturan yang berlaku dan kualitas fisik lingkungan dapat ditingkatkan.

13.3. Pemanfaatan Indera Jauh di Bidang Lainnya


Pengideraan jauh tidak hanya dimanfaatkan oleh orang-orang yang berkecimpung
di bidang pengembangan wilayah kota saja. Penginderaan jauh juga dimanfaatkan oleh
mereka yang mempelajari meteorologi dan klimatologi, pertanian dan perkebunan,
pertambangan dan energi, dunia hiburan, dirgantara, serta arsitektur. Berikut adalah
pemanfaatan secara garis besar dari masing-masing bidang ilmu.
1. Meteorologi dan Klimatologi
a. Melakukan perekaman terhadap pola awan untuk mengetahui bidang pergerakan
tekanan udara,
b. Melakukan perekaman terhadap kandungan air di udara untuk mengetahui keadaan
cuaca dan iklim.
91
2. Pertanian dan perkebunan
a. Melakukan observasi pada lahan luas, petak tanaman hingga tiap individu tanaman,
b. Melakukan identifikasi jenis tanaman dan kondisi tanah, potensi panen, efektifitas
pengairan, kesuburan dan penyakit tanama, serta kandungan air.
c. Secara berkala dapat digunakan untuk memantau pertumbuhan tanaman, laju
perubahan jenis tanaman, perubahan atau alih fungsi lahan pertanian, tingkat
kerusakan akibat hama dan penyakit, pemilihan tanaman yang siap panen.
d. Menghitung jumlah pohon dan volume hasil panen komoditi perkebunan,
e. Perencanaan pola tanam perkebunan,
f. Perencanaan peremajaan tanaman perkebunan,
g. Klasifikasi penggunaan lahan pertanian.
3. Kehutanan
a. Monitoring batas-batas fungsi kawasan hutan,
b. Identifikasi wilayah habitat satwa,
c. Identifikasi perubahan kawasan hutan akibat illegal loging,
d. Inventarisasi potensi sumber daya hutan,
e. Pemetaan kawasan unit-unit pengelolaan hutan,
f. Perencanaan lokasi reboisasi.
4. Pertambangan dan energi
a. Inventarisasi potensi pertambangan,
b. Pemetaan situasi tutupan lahan pertambangan yang akan di buka,
c. Perencanaan site plan lokasi pertambangan,
d. Invetarisasi lokasi pertambangan liar,
e. Monitoring perubahan lahan akibat kegiatan pertambangan terbuka,
f. Monitoring kegiatan rehabilitasi lahan,
g. Inventarisasi potensi dan perencanaan lokasi pembangkit listrik tenaga mikrohidro.
5. Dunia hiburan
Visualisassi tiga dimensi permukaan bumi pada industri film dan game.
6. Dirgantara
Simulasi terbang pada pelatihan pilot
7. Arsitektur
a. Desain dan perencanaan tapak,
b. Perbaikan proses desain,
92
c. Monitoring proses konstruksi.
8. Pertahanan Negara
a. Mendukung operasi intelijen
b. Operasi tempur
c. Operasi territorial
d. Operasi militer selain perang.

13.4. Perbandingan Peta dan Citra


Peta dan citra pada dasarnya memberikan informasi mengenai segala objek dan
aktivitas yang terjadi di atas permukaan bumi. Namun, terdapat perbedaan di antara
keduanya. Masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Perbedaan antara peta dan
citra dapat di lihat di dalam tabel 13.2 (Sundana, 2008).

Tabel 13.2. Perbandingan Peta dan Citra


No Peta Citra
1 Penyajian peta yang selektif Penyajian citra penginderaan jauh tidak selektif
a. Kenampakan penting yang dipilih akan (unselective). Apa saja yang dapat direkam oleh
ditonjolkan secara jelas, sesuai dengan sensor akan terlihat atau tampak, ketidakselektifan
tujuan pemetaannya ini membawa beberapa konsekuensi, antara lain:
b. Informasi yang diperlukan telah disadap a. Kenampakan-kenampakan penting sulit dilihat.
oleh pembuat peta, misalnya peta geologi, b. Mungkin menonjol pada kenampakan yang tidak
peta jaringan jalan diperlukan bagi suatu penelitian, contoh vegetasi
c. Pengguna peta harus memiliki yang tampak menonjol bagi kepentingan geologi
ketrampilan dalam membaca peta. atau lainnya.
c. Pengguna harus mempunyai ketrampilan dalam
hal menyadap informasi yang diperlukan.

2 Merupakan hasil dari proses generalisasi. Citra penginderaan jauh merupakan gambar
Proses ini merupakan hal yang fundamental kenampakan yang tidak tergeneralisasi (not
dalam Kartografi, misalnya pada skala 1 : generalised). Misalnya pada skala 1 : 50.000, jalan
50.000, terdapat kenampakkan lebar jalan 5 dengan lebar 10 m digambarkan dengan ukuran 0,2
m. Apabila kenampakkan jalan tersebut mm. Sekalipun ukurannya sangat kecil, kenampakan
dianggap penting maka tetap akan jalan tersebut masih terlihat pada citra penginderaan
digambarkan dengan pembesaran jauh. Pada peta skala 1 : 50.000, kenampakan jalan
(exageration). dengan lebar 10 m seharusnya berukuran 0,2 mm.
Apabila jalan tersebut merupakan kenampakkan
yang penting maka kenampakan jalan akan tetap
ditonjolkan. Misalnya digambarkan dengan ukuran 1
mm.

3 Peta secara planimetrik mempunyai ketelitian Citra penginderaan jauh mengandung ketidaktelitian
tinggi, karena sifat proyeksinya yang dalam hal ukuran planimetriknya, terutama foto
ortogonal. Ortogonal artinya skala di berbagai udara yang mempunyai proyeksi sentral. Walaupun
bagian pada peta tetap sama, terutama pada hal ini tidak mengganggu interoretasi, namun dalam
skala besar. Sistem proyeksi peta yang memplotkan hasil interpretasi pada peta akan
digunakan mempunyai karakteristik yang mengalami kesulitan. Hal ini karena skalas di
sudah diketahui, terutama kesalahan (distorsi) berbagai bagian tidak sama. Teknik-teknik
skalanya dan faktor kesalahan bentuk memindahkan hasil interpretasi ke dalam peta

93
memerlukan alat yang mahal, seperti rectifier, zoom
transfercope, camera, stereo, plotter analytical.
Analog, dan optical photograph.

4 Meskipun telah dilakukan pengelompokkan Warna (tone) dikandung dalam citra penginderaan
data atau penggunaan simbol tertentu yang jauh tergantung pada jenis spektral dan keadaan
dapat membedakan obyek yang satu dengan masing-masing obyek. Adakalanya refleksi rumah
obyek lain, masing-masing obyek masih dapat dan jalan yang ditangkap sensor menghasilkan rona
dibedakan warnanya sesuai dengan keinginan yang sama, walaupun dapat dibedakan bentuknya.
pembuat petai Untuk itu, perlu dilakukan pengujian kebenaran
interpretasinya.

Selain keterangan tabel di atas, citra dalam penginderaan jauh juga memiliki kelebihan-
kelebihan lain, sebagai berikut:
1. Melalui citra, pembaca dapat mengamati daerah-daerah yang sulit ditempuh, contohnya
hutan dan pegunungan,
2. Citra menggambarkan objek permukaan bumi dengan wujud dan letak yang sesuai
dengan kenyataannya.
3. Citra tertentu menggambarkan objek tiga dimensi jika dilihat dengan stereoskop.

94
BAGIAN 3

PROSEDUR PEMBUATAN PETA

95
BAB 14
DATA LAPANGAN

Sebelum mengumpulan data, kartografer perlu memiliki pengetahuan dasar tentang


peta seperti pengertian dan jenis-jenis data. Berdasarkan pengetahuan tersebut, kartografer
dengan mudah mengelompokkan data di lapangan.

14.1. Pengertian Data


Salah satu komponen penting dalam kartografi yakni ketersediaan data. Data ini
penting untuk memberikan gambaran tentang wilayah yang sedang diteliti sehingga
mampu diambil sebuah tindakan berdasarkan data tersebut. Proses pengumpulan data, atau
yang biasa disebut pendataan, bertujuan untuk mengetahui potensi dan permasalahan yang
berada di dalam sebuah wilayah.
Data berasal dari kata jamak datum. Dalam bahasa Inggris data berarti sesuatu yang
dianggap atau diketahui dan bersifat fakta. Data dapat didefenisikan sebagai deskripsi dari
suatu dan kejadian yang kita hadapi (Al Bahra Bin Ladjamudin, 2005, Hal:8). Data dapat
berupa catatan-catatan dalam kertas, buku, atau tersimpan sebagai file dalam database.
Data akan menjadi bahan dalam suatu proses pengolahan data. Sebuah data belum
dapat memberikan informasi secara menyeluruh sebelum diolah lebih lanjut. Oleh karena
itu, data dikatan baik dan berguna jika memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Data harus objektif, menggambarkan apa adanya,
2. Harus mewakili memiliki kasalahan baku (standar error) yang kecil apabila data
merupakan suatu perkiraan. Kesalahan baku merupakan simpangan baku suatu
perkiraan dan digunakan untuk mengukur tingkat ketelitian. Makin kecil kesalahan
baku suatu perkiraan, makin telitilah perkiraan tersebut.
3. Data harus tepat waktu
4. Data harusrelevan, maksudnya, mempunyai hubungan dengan persoalan yang harus
dipecahkan.
Selanjutnya, dalam lingkup perencanaan wilayah dan kota, data memiliki beberapa
manfaat seperti sebagai alat untuk memahami masalah, menjelaskan masalah, menyusun
alternatif penyelesaian masalah yang layak, dan menyusun solusi.
1. Pemahaman Masalah

96
Data dapat digunakan sebagai sarana pendukung untuk memahami masalah yang akan
diteliti. Sebagai contoh apabila perencana atau peneliti akan melakukan penelitian
dalam suatu wilayah atau kota, instansi di wilayah tersebut telah menyediakan data
statistika atau data administratif lainnya yang dapat digunakan sebagai pemicu untuk
memahami persoalan yang muncul.
2. Penjelasan Masalah
Data juga bermanfaat untuk memperjelas masalah dan menjadi lebih operasional
dalam penelitian karena didasarkan pada kondisi di lapangan beserta komponen-
komponen situasi lingkungan yang mengelilinginya. Hal ini akan menjadi lebih mudah
bagi perencana atau peneliti untuk memahami persoalan yang akan diteliti, khususnya
mendapatkan pengertian yang lebih baik mengenai pengalaman-pengalaman yang
mirip dengan persoalan yang akan diteliti.
3. Penyusunan Alternatif Penyelesaian Masalah yang Layak
Sebelum mengambil suatu keputusan, perencana atau peneliti memerlukan beberapa
alternatif perencanaan. Data akan bermanfaat dalam memunculkan beberapa alternatif
lain yang mendukung dalam penyelesaian masalah yang akan diteliti. Semakin banyak
informasi yang didapat, maka peneyelesaian masalah akan menjadi jauh lebih mudah.
4. Solusi Masalah
Data juga bermanfaat untuk memunculkan solusi permasalahan yang ada.

14.2. Jenis-Jenis Data


Dalam proses pembuatan peta manual kali ini, jenis data yang digunakan dibagi
berdasarkan beberapa kelompok. Penjelasan mengenai perbedaan jenis-jenis kelompok
data tersebut adalah sebagai berikut:
1. Data berdasarkan sifatnya
a. Data kualitatif merupakan data yang disajikan dalam bentuk kata-kata, gambar, foto
atau video. Data tersebut dapat diperoleh dengan peran aktif peneliti atau
pengumpul data dengan berinteraksi secara pribadi, misalnya melalui wawancara,
observasi, analisis dokumen dan fokus diskusi. Data kualitatis bertujuan untuk
menjelaskan fenomena social yang terjadi di dalam masyarakat secara holistik dan
pemahaman dari peneliti.

97
b. Data kuantitatif merupakan data yang berbentuk angka atau bilangan. Oleh karena
itu, data-data ini kemudian diolah dan dianalisis dengan memnggunakan metode
statistika.
2. Data berdasarkan cara memperoleh
a. Data primer merupakan data yang secara langsung diambil dari objek peneliti/
organisasi. Contoh dari data primer adalah ukuran bangunan, pendapat langsung/
penilaian pengunjung terhadap fasilitas ruang terbuka umum.
b. Data sekunder merupakan data yang diperoleh secara tidak langsung dari objek
penelitian. Peneliti mendapatkan data yang sudah jadi yang dikumpulkan oleh
pihak lain dengan berbagai cara atau metode baik secara komersial maupun non
komersial. Contohnya adalah data statistik jumlah penduduk di suatu daerah. Data
ini dapat diperoleh di Badan Pusat Statistik.
3. Data berdasarkan sumber
a. Data internal merupakan data yang berasal dari dalam batasan lokasi penelitian.
Contohnya: seorang peneiti yang mengadakan penelitian di Anjungan Pantai
Losari, Makassar, mengambil data berupa jumlah pengunjung dan jenis aktivitas di
dalam anjungan tersebut.
b. Data eksternal merupakan data yang berasal dari luar batasan lokasi penelitian.
Conohnya: data penelitian yang berlokasi di Anjungan Pantai Losari berupa fungsi
bangunan di sekitar anjungan tersebut.
4. Data berdasarkan waktu pengumpulan
a. Cross section data merupakan data yang menunjukkan titik waktu tertentu.
Contohnya: jumlah pengunjung di Anjungan Pantai Losari pada Bulan Agustus
2014.
b. Time series data merupakan informasi/ data dalam kurun waktu tertentu.
Contohnya: jumlah pengunjung Anjungan Pantai Losari dari Bulan Januari hingga
Bulan Desember 2014.
Berdasarkan pemaparan mengenai jenis-jenis data di atas, diketahui bahwa data yang
diugunakan dalam proses pembuatan peta di metode pembelajaran materi ini adalah data
primer dan data sekunder. Selain itu, jenis data sifatnya internal, atau berada di dalam
sebuah kawasan yang telah ditentukan. Data yang diperlukan juga emrupakan cross section
data karena hanya menunjukkan titik waktu tertentu.

98
BAB 15
TAHAP I: PENGUMPULAN DATA

Seperti yang telah dipaparkan di dalam bab2 tentang prosedur kartografi proses
pembuatan peta dimulai dengan pengumpulan data. Salah satu penentu akurat atau
tidaknya sebuah data adalah teknik pengumpulan data. Proses pengumpulan sebuah data
haruslah sistematis agar data dapat diperoleh secara menyeluruh. Metode yang digunakan
untuk mendapatkan data primer antara lain: (1) metode observasi; (2) metode pengukuran;
(3) metode wawancara; dan (4) metode kuisioner; dan (5) dokumentasi. Selanjutnya, untuk
mendapatkan data sekunder dilakukan denga metode penelusuran data/dokumentasi.
Penjelasan mengenai masing-masing metode adalah sebagai berikut:
15.1. Metode Obsesrvasi
15.1.1. Pengertian Observasi
Observasi merupakan sebuah cara untuk mengumpulkan data dengan mengamati
langsung objek di lapangan. Pada umumnya, observasi dilakukan dalam suatu periode
tertentu dan disertai dengan pencatatan secara sistemati mengenai hal-hal yang berkaitan
dengan objek. Kelebihan dari metode observasi adalah data yang dikumpulkan umumnya
tidak terdistorsi, akurat dan bebas dari respon bias.

Gambar 15.1. Proses observasi oleh mahasiswa di kampung kotauntuk memperoleh data primer
Sumber: dokumentasi penulis, 2015

Data yang dihasilkan dari metode ini dapat berupa perilaku, benda dan kejadian.
Jenis subjek, benda dan perilaku yang diobservasi contohnya: perilaku fisik, perilaku

99
verbal, perilaku ekspresif, benda fisik atau kejadian-kejadian yang rutin dan temporal.
Beberapa hal yang diamati dalam observasi adalah:
1. Partisipan. Partisipan merupakan subjek yang menjadi pengamatan. Pengamatan
terhadap subjek memerlukan identifikasi latar belakang subjek tersebut, seperti latar
belakang ekonomi, pendidikan dan kelas sosial.
2. Setting. Setting merupakan situasi sosial dan lingkungan tempat subjek itu berada.
Setting dapat berupa kondisi fisik dan non fisik.
3. Tingkah laku. Tingkah laku merupakan hubungan antara partisipan dan setting.
4. Tujuan. Tujuan merupakan alasan mengapa subjek menempati sebuah lokasi dan
bertingkah laku terhadap lokasi tersebut.
5. Frekuensi dan durasi. Frekuensi merujuk kepada beberapa gejala yang diamati.
Sedangkan durasi didasarak kepada berapa lama setiap gejala terjadi.

15.1.2. Jenis-Jenis Observasi


Observasi dapat dibedakan menjadi beberapa kelompok berdasarkan: (a) situasi
yang diobservasi; (b) keterlibatan pihak yang melakukan observasi; dan (c) pencatatan
hasil-hasil observasi. Pembagian jenis-jenis ini bertujuan untuk mempermudah observer
dalam menentukan tujuan dari kegiatan observasi.
1. Observasi berdasarkan situasi yang diobservasi
a. Observasi terhadap situasi bebas (free situation). Jenis observasi ini dilakukan
untuk mengamati situasi yang terjadi secara wajar tanpa ada intervensi atau campur
tangan dari observer. Contohnya: observasi untuk mengamati pola pesebaran
pedagang kaki lima di ruang terbuka umum. Dalam observasi ini, observer tidak
melakukan intervensi terhadap pedagang kaki lima.
b. Obsrvasi terhadap situasi yang dimanipulasikan (manipulated situation). Situasi
yang diamati dalam observasi ini telah dirancang dengan menambahkan satu atau
lebih variabel.
c. Observasi terhadap situasi yang seteh terkontrol. Jenis observasi ini merupakan
kombinasi dari kedua jenis observasi situasi bebas dan situasi yang
dimanipulasikan.
2. Observasi berdasarkan keterlibatan pihak yang melakukan observasi
a. Observasi partisipasi secara lengkap. Jenis obeservasi ini memuntut observer untuk
menjadi bagian dari objek yang diteliti. Dengan demikian, observer dapat
100
memahami secara mendalam tentang bagaimana kondisi dan keseharian dari subjek
yang diteliti. Contohnya: Observer tinggal dan bermukim di sebuah kampung untuk
mengamati dan meneliti bagaimana aktivitas sehari-hari dari masyarakat di
kampung tersebut. Dalam hal ini, observer ikut melakukan aktivitas yang dilakukan
oleh warga kampung.
b. Observasi partisipasi secara fungsional. Observasi jenis ini tidak mengharuskan
observes untuk menjadi anggota dari subjek dan objek yang diteliti. Namun, dalam
situasi-situasi tertentu, observer bergabung dan berpartisipasi dengan subjek yang
diteliti dalam kapasitas sebagai pengamat. Contohnya: untuk mengetahui
pemanfaatan ruang terbuka umum di sebuah perumahan, observer bersama dengan
warga berkeliling perumahan untuk mengidentifikasi ruang-ruang terbuka yang
biasanya dimanfaatkan.
c. Observasi pertisipasi sebagai pengamat (non-partisipasi). Observasi ini tidak
melibatkan observer dalam kegiatan subjek atau objek yang diamati. Contohnya:
observer mengamati pola bermain anak di ruang terbuka umum.
3. Observasi berdasarkan hasil-hasil observasi
a. Observasi terstruktur. Jenis observasi ini disesuaikan dengan prosedur yang telah
dirancang sebelumnya. Selanjutnya, pelaksanaan observasi ini sangat ketat dan
dibantu dengan peralatan yang peka. Pada umumnya, hasil-hasil dari observasi ini
dicatat dalam daftar yang telah disusun secara sistematis.
b. Observasi tak terstruktur. Observasi tidak terstruktur dilakukan secara spontan
terhadap gejala tertentu. Observasi tidak terstruktur tidak membutuhkan alat-alat
dan pengontrolan atas kegiatan yang telah dilakukan.

15.1.3. Persiapan Observasi


1. Penentuan Objek Observasi
Sebelum melakukan observasi, para observer harus dapat mendefenisikan tentang
apa (what), siapa (who), di mana (where), kapan (where) dan bagaimana (how) objek
penelitian. Hal tersebut dilakukan agar observasi yang dilakukan lebih terarah, tepat
sasaran dan sesuai dengan tujuan penelitian.
a. Apa.„Apa‟ berkaitan dengan apa saya yang akan diobservasi. Hal tersebut dapat berupa
aspek fisik dan nonfisik dari sebuah kawasan. Sebagai contoh, observer dapat
mengamati kondisi fisik jalur pedestrian di koridor jalan arteri sebagai aspek fisik. Dari
101
segi non-fisik, yang dapat diamati adalah perilaku masyarakat yang menggunakan jalur
pedestrian tersebut.
b. Siapa. „Siapa‟ merujuk kepada subjek atau pelaku yang beraktivitas didalam sebuah
kawasan. Subjek tersebut dapat dikelompokkan dari segi jumlah (perorangan atau
kelompok), jenis kelamin (perempuan atau laki-laki), usia (anak-anak, remaja, dewasa)
dan pekerjaan (pegawai atau wiraswasta).
c. Di mana. „Di mana‟ merujuk kepada tempat atau lokasi observasi. Tempat tersebut
dapat berupa wilayah administrasi (Negara, provinsi, kota/kabupaten atau kelurahan)
dan ruang kota (koridor jalan, taman kota atau plaza).
d. Kapan. „Kapan‟ merujuk kepada waktu observasi dilakukan, misalnya pagi, siang, sore
atau malam.
e. Bagaimana . „Bagaimana‟ merujuk kepada teknik observasi atau pengembilan data. Hal
tersebut sudah dijelaskan di sub bab jenis-jenis observasi.

2. Mempersiapkan Lembar Observasi


Lembar observasi merupakan segala kejadian yang dicatatat dalam sebuah logbook.
Tidak hanya itu, lembar obsrvasi juga berisi tujuan dan langkah-langkah obsrvasi. Lembar
observasi tersebut bermanfaat sebagai alat perekam sehingga memudahkan para observer
untuk mengolah data pada tahap selanjutnya. Adapun teknik pencatatan di lembar
observasi dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan: (a) narasi (diary dan anecdotal
record); (b) waktu dan kejadian (time sampling dan event sampling); serta (c) bobot (check
list dan rating scale)

Gambar 15.2. Proses pencatatan hasil observasi oleh mahasiswa di kampung kota.
Sumber: dokumentasi penulis, Februari 2015

102
a. Pencatatan berdasarkan narasi
Jenis ini merupakan kegiatan mencatat data apa adanya, maksudnya apa yang dicatat
harus sesuai atau sama dengan kejadian di lapangan baik dari segi pelaku, tempat,
setting, dan urutan kejadiannya. Observer tidak diperkenankan mencatat atau
melakukan intepretasi data. Pada umumnya, jenis pencatatan ini dilakukan di dalam
penelitian tentang perilaku manusia.
1) Metode catatan harian (diary)
Metode pencatatan harian (diary) dikenal juga dengan istilah pencatatan naratif.
Metode diary mencatat perubahan-perubahan maupun perkembangan baru subjek
atau objek yang diamati. Pencatatan dilakukan secara longitudinal, yaitu berulang-
ulang dengan subjek yang sama dalam jangka waktu tertentu.
Contoh dari pencatatan harian dapat dilihat di dalam tabel 15.1. Tabel tersebut
berisi catatan harian yang dengan jelas memuat tujuan, komponen observasi serta
deskripsi kejadian. Narasi tersebut menyebutkan urutan kejadian serta ruang-ruang
terbuka yang dimanfaatkan oleh anak. Narasi haruslah jelas dan rinci agar mudah
dipetakan kemudian.
Tabel 15.1. Catatan Harian Observasi
Tujuan observasi : mengamati aktivitas sehari-hari anak untuk mengetahui waktu
pemanfaatan ruang terbuka umum oleh mereka.
Komponen observasi
Apa (what) : aktivitas sehari-hari, waktu pemanfaatan ruang terbuka
Siapa (who) : anak-anak (Rudi, 9 tahun)
Di mana (where) : kota Makassar
Kapan (when) :selama satu minggu
Bagaimana (how) :menggunakan metode observasi bebas, partisipasi fungsional dan
tidak terstruktur.

Minggu, 3 Mei 2015


Meskipun sedang libur, Rudi tetap bangun pukul empat subuh. Dia dan adiknya
berangkat ke masjid bersama Ayah untuk menunaikan sholat subuh. Setelah beribdah, pukul
enam, Rudi tidak langsung pulang ke rumah bersama Ayah dan adiknya. Dia tinggal di halaman
masjid untuk bermain sepak bola bersama teman-temannya. Pukul setengah tujuh, Rudi kembali
ke rumah untuk mandi dan sarapan. Setelah menonton kartun kesukaannya sejak pukul 08.00
hingga pukul 10.00, dia diajak temannya untuk bermain di luar rumah. Mereka bermain sepeda
berkeliling kompleks perumahan hingga pukul 12 siang. Rudi terjatuh dari sepeda karena melaju
dengan kencang di atas polisi tidur
Setelah bermain, Rudi menunaikan ibadah sholat Zuhur di masjid bersama Ayah dan
adiknya kemudian makan siang di rumah hingga pukul 13.30. Pukul 13.46 Rudi kembali ke
halaman masjid dengan sepedanya karena teman-temannya mengajak bermain layang-layang.
Pukul 16.00, setelah bermain dan sholat Ashar di Masjid, Rudi kembali ke rumah untuk mandi
sore.

……..

103
Pukul 17.00, Rudi dan keluarganya menuju Pantai Losari dengan mengendarai motor
milik Ayah. Rudi dan adiknya mencoba berbagai macam atraksi dan permainan di sana hingga
pukul 18.00. Pukul 18.30, seusai sholat Maghrib, Rudi dan keluarganya makan malam di rumah
makan di sekitar Pantai Losari. Tepat pukul 19.30, mereka kembali ke rumah dan Rudi
mempersiapkan peralatannya untuk sekolah besok. Pada pukul 20.00, setelah sholat Isya, Rudi
dan adiknya masuk ke kamar masing-masing untuk beristirahat.

Senin, 4 Mei 2015


Rudi sudah bangun sejak pukul empat pagi. Seperti biasanya, dia, ayah dan adiknya
berangkat ke masjid untuk menunaikan sholat subuh. Namun, berbeda dengan saat hari libur,
Rudi tidak tinggal untuk bermain bola bersama teman-temannya, melainkan langsung pulang ke
rumah tepat pukul 05.30. Tepat pukul 06.45, Rudi dan adiknya berangkat ke sekolah dengan
berjalan kaki. Rudi kembali ke rumah pada pukul 13.25 untuk makan siang dan beristirahat
hingga pukul 15.00. Pukul 15.30 dia, ayah dan adiknya berangkat ke masjid untuk sholat Ashar
dan kembali pukul 16.00 untuk belajar. Pukul 17.00 Rudi diizinkan untuk bermain bersama
teman-temannya di halaman masjid. Rudi tetap tinggal di masjid hingga shalat Isya berakhir,
yaitu pada pukul 19.30. Pukul 20.00, setelah makan malam, Rudi dan adiknya masuk ke kamar
untuk beristirahat.

Selasa, 5 Mei 2015


….. dst….

2) Catatan anekdot (anecdotal record)


Anekdot merupakan sebuah cerita menarik yang ditulis secara singkat. Cerita
tersebut ditulis berdasarkan fakta yang terjadi di lapangan dan menggambarkan
kejadian atau orang yang sebenarnya. Berbeda dengan catatan harian yang
merekam semua kejadian dalam kurun waktu tertentu, anekdot bersifat tematik.
Maksudnya, hanya mencatat gejala-gejala tertentu yang terjadi di lingkungan atau
tingkah laku subjek yang spesifik. Contoh dari catatan anekdot dapat dilihat di
dalam tabel 15.2.
Tabel 15.2. Catatan Anekdot Observasi

Tujuan observasi : mengamati tngkah laku anak di lorong


Komponen observasi
Apa (what) : tingkah laku anak dan lorong
Siapa (who) : anak-anak (Rudi, 9 tahun)
Di mana (where) : kota Makassar
Kapan (when) :selama satu minggu
Bagaimana (how) :menggunakan metode observasi bebas, partisipasi fungsional dan
tidak terstruktur.

Senin, 4 Mei 2015


Rudi dan teman-temannya berangkat ke sekolah dengan berjalan kaki. Dari rumah,
mereka melewati lorong-lorong yang lebarnya hanya dua setengah meter. Di tengah jalan, Rudi
menemukan botol air mineral yang sudah kosong dan berseru kepada teman-temannya, “Ayo kita
bermain „bola‟!” Sambil berlari kecil, Rudi dan teman-temannya saling mengoper botol kosong
yang mereka anggap sebagai bola. Dua kali mereka harus berhenti dan menepi karena sebuah
motor dan sepeda melintas di lorong tersebut. Setelah motor berlalu, Rudi dan teman-temannya
kembali bermain „bola‟.

104
b. Pencatatan berdasarkan waktu dan kejadian
1) Time sampling
Time sampling merupakan pencatatan gejala yang dilakukan subjek dalam kurun
waktu tertentu. Misalnya, observer mengamati dan mencatat apa saja yang
dilakukan oleh pengunjung ruang terbuka umum pada malam hari selama satu
minggu (tabel 15.3). Metode ini fokus terhadap waktu observasi dan ada atau
tidaknya event.
Tabel 15.3. Time Sampling dari Observasi

Tujuan observasi : mengamati aktivitas pengunjung ruang terbuka pada malam hari
Komponen observasi
Apa (what) : aktivitas di ruang terbuka pada malam hari
Siapa (who) : pengunjung ruang terbuka berdasarkan usia (anak-anak, remaja,
dewasa)
Di mana (where) : Anjungan Pantai Losari, Makassar
Kapan (when) :malam hari (pukul 18.00-22.00) selama satu minggu
Bagaimana (how) :menggunakan metode observasi bebas, non partisipan dan
tidak terstruktur.

Senin, 4 Mei 2015


Anak-anak : membeli mainan, lari-larian, menonton topeng monyet
Remaja : membeli aksesoris, bercerita, bernyanyi, bermain sepeda
Dewasa : membeli mainan, aksesoris, menikmati pemandangan

Selasa, 5 Mei 2015


Anak-anak : bermain sepeda, tidur, membeli mainan
Remaja : membeli aksesoris, bercerita, bernyanyi
Dewasa : menikmati pemandangan

Dan seterusnya…….

2) Event sampling
Event sampling merupakan pencatatan gejala spesifik yang dilakukan subjek dalam
kurun waktu tertentu. Misalnya, observer mengamati dan mencatat karakteristik,
pola atau tingkah laku pengguna telepon selular di ruang terbuka. Data yang
diperoleh berupa karakteristik dari tingkah laku pengguna telepon seluler seperti:
menggunakan telepon sambil berjalan, duduk atau berdiri (tabel 15.4). Metode ini
menitikberatkan perilaku/event itu sendiri dan eksplorasi dari karakteristik event.
Pada event sampling, waktu tidak ditentukan seperti yang dilakukan pada time
sampling.

105
Tabel 15.4. Event Sampling dari Observasi

Tujuan observasi : mengamati tingkah laku pengunjung ruang terbuka yang


menggunakan telepon seluler
Komponen observasi
Apa (what) : tingkah laku, pengguna ruang terbuka
Siapa (who) : pengunjung ruang pengguna ponsel (perempuan dan laki-laki)
Di mana (where) : Anjungan Pantai Losari, Makassar
Kapan (when) : sore hari (pukul 15.00-18.00) malam hari (pukul 18.00-22.00) selama
satu minggu
Bagaimana (how) :menggunakan metode observasi bebas, non partisipan dan
tidak terstruktur.
Senin, 4 Mei 2015
Sore (15.00-18.00)
Perempuan : berdiri, duduk
Laki-Laki : berdiri, duduk, berjalan
Malam (18.00-20.00)
Perempuan : berdiri, duduk
Laki-Laki : berdiri, duduk, berbaring
Dan seterusnya……

c. Metode berdasarkan bobot


Catatan berdasarkan pembobotan dilakukan sebagian sebelum observasi dilakukan.
Oleh karena itu, observer perlu memiliki pengetahuan tentang teori dan variabel-
variabel dari ojek yang akan diteliti.
1) Check list
Metode ini emrupakan metode pencatatan yang paling sederhana. Pada saat
pengamatan, observer hanya memberikan tanda (√) untuk menyatakan
indikator/fenomena itu terjadi, atau tanda (x) untuk menyatakan
indikator/fenomena yang dimaksud tidak terjadi. Selain itu, terdapat juga kolom
untuk mendeskripsikan kondisi objek yang diteliti (tabel 15.5).
Tabel 15.5. Tabel Checklist dari Observasi
Tujuan Observasi : mengamati keberadaan jalur pedestrian dan fasilitasnya di koridor jalan
Komponen observasi
Apa (what) : jalur pedestrian
Siapa (who) :-
Di mana (where) : Koridor Jalan A, B, C, D di Kota Makassar
Kapan (when) : sore hari (pukul 15.00-18.00)
Bagaimana (how) :menggunakan metode observasi bebas, non partisipan dan terstruktur.
Kemun
No Nama Indikator Keterangan
-culan
1 Jalan Keberadaan jalur pedestrian √ Lebar jalur 1.5-2.5 m
A Material jalur pedestrian Material paving block. Di beberapa
√ ruas jalur paving block pecah.
Vegetasi di antara jalur pedestrian
x
dan jalur kendaraan
Shelter/halte yang dapat Hanya terdapat dua di depan Bank
digunakan untuk beristirahat √ BNI dan di depan SD Negeri 1. Jarak
antara kedua shelter adalah 200 m.
106
Penerangan √ Kondisi bagus
Tempat sampah Tidak terdapat tempat sampah umum.
x Masing-masing bangunan memiliki
tempat sampah.
Dan
seteru
snya

2) Rating scale
Rating scale merupakan metode pencatatan hasil observasi dengan skala likert.
Metode ini dirancang untuk mengidentifikasi bentuk kuantitatif dari bentuk
kualitatif yang nampak di lapangan. Oleh karena itu penilaian dari kondisi atau
kualitas lingkungan dicatat ke dalam bentuk angka, seperti: 3 untuk bagus, 2 untuk
cukup, dan 1 untuk buruk (tabel 15.6)
Table 15.6. Tabel Rating Score
Street physical Good Sufficient Poor
Criteria
aspects 3 2 1
Size and lay out Length: enough for pedestrian to walk
√ - -
of streets (Sharp, (Jacobs, 1993)
2004) Proportion: balance between street width
- √ -
and building height (Jacobs, 1993)
Definition: clear boundaries of streets
- - √
(Jacobs, 1993)
Accessibility Accessible for pedestrian (Jacobs, 1993) √ - -
(Sharp, 2004) Accessible for vehicles (Jacobs, 1993) - - √
Accessible for handicapped people
- √ -
(Jacobs, 1993)
Quality of Variety of equipment (Jacobs, 1993) √ - -
equipment and Position of equipment √ - -
materials (Sharp, Maintenance (Jacobs, 1993) - √ -
2004) Quality of construction(Jacobs, 1993) - - √
The amount of equipment - √ -
Green space Variety of vegetation (Jacobs, 1993) - √ -
(Karsten, and Position of vegetation (Jacobs, 1993) - √ -
van Vliet--, Maintenance (Jacobs, 1993) - √ -
2006) Amount of vegetation (Jacobs, 1993) - √ -
Play space Variety of play space (Karsten, and van
√ - -
(Karsten, and Vliet--, 2006)
van Vliet--, Easy for parents to watch √ - -
2006) Hygienic (Karsten, and van Vliet--, 2006) - - √
The amount of play space (Karsten, and
- √ -
van Vliet--, 2006)
Traffic calming Less traffic volume (Karsten, and van
√ - -
(Karsten, and Vliet--, 2006)
van Vliet--, On street parking (Kulash and Lockwood,
2006)
- - √
2003)
Vertical measures (Kulash and Lockwood,
- - √
2003)
Textured surfaced (Kulash and Lockwood,
- √ -
2003)
Source: Jacobs, 1993; Karsten, and van Vliet--, 2006; Sharp, 2004 (dalam Ekawati, Zarkawi, et.al,
2014)
107
15.2. Metode Pengukuran
Metode pengukuran merupakan metode yang paling utama dilakukan dalam
pengumpulan data untuk pemetaan. Metode pengukuran hampir mirip dengan metode
observasi langsung. Perencana/ peneliti langsung mendatangi lokasi studi. Hanya saja,
dalam metode pengukuran perencana/peneliti harus menggunakan alat bantu/ alat ukur
untuk mendapatkan data. Contoh data yang diperoleh dengan metode pengukuran adalah
mengukur lebar bangunan, mengukur lebar jalanan atau mengukur ketinggian bangunan.
Alat-alat yang diperlukan dalam metode pengukuran atara lain buku catatan, meteran dan
lain-lain.

15.2.1. Alat Pengukur


15.2.2. Teknik Pengukuran

Gambar 15.3. Proses pengukuran oleh mahasiswa untuk memperoleh data primer
Sumber: dokumentasi penulis, Mei 2015

15.3. Metode Wawancara


Wawancara merupakan proses tanya jawab antara dua orang guna memperoleh
informasi atau keterangan. Pada umumnya, metode wawancara dilakukan dalam penelitian
kualitatif. Oleh karena itu, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan bersifat netral dan tidak
menjuruskan pertanyaan kepada suatu jawaban. Wawancara dapat dilakukan dengan tatap
muka langsung (gambar 15.4) atau melalui telepon dan video call.
Fungsi wawancara dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu: fungsi primer, fungsi
pelengkap dan fungsi kriterium (Hadi, 1992). Fungsi primer wawancara adalah untuk
memperoleh data utama untuk menjawab permasalahan penelitian. Selanjutnya, data yang
diperoleh dari wawancara dengan fungsi pelengkap adalah data yang menunjang data
utama. Terakhir, fungsi kriterium merupakan fungsi wawancara untuk mengevaluasi
kebenaran data yang telah diperoleh.

108
Gambar 15.4. Proses wawancara oleh mahasiswa untuk memperoleh data primer
Sumber: dokumentasi penulis, Februari 2015

15.3.1. Jenis-Jenis Wawancara


Terdapat beberapa jenis wawancara. Jenis-jenis tersebut dibedakan menjadi tiga
kelompok berdasarkan prosedurnya, bentuk pertanyaannya dan jumlah respondennya.
Berikut penjelasan mengenai masing-masing jenis wawancara.
1. Jenis wawancara berdasarkan prosedurnya
a. Wawancara bebas
Wawancara bebas atau biasa juga disebut tidak terpimpin merupakan proses
wawancara di mana penanyabebas menanyakan hal-hal yang berkaitan dengan
penelitian. Situasi pada saat wawancara ini berlangsung adalah non-formal
sehingga penanya harus tetap mengarahkan pertanyaan agar tetap fokus untuk
menjawab pertanyaan penelitian penelitian. Contoh dari wawancara bebas adalah
penanya mewawancarai pengunjung di Anjungan Pantai Losari yang dipilih secara
acak.
b. Wawancara terpimpin
Wawancara terpimpin dilakukan dengan berpedoman kepada struktur atau
pertanyaan-pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya. Suasana saat
wawancara pun lebih formal. Contoh dari wawancara terpimpin adalah wawancara
yang dilakukan pembawa acara di stasiun televisi kepada pejabat atau tokoh
masyarakat.
2. Jenis wawancara berdasarkan bentuk pertanyaannya
a. Wawancara terstruktur
Pada wawancara terstruktur, penanya telah mengetahui alternatif-alternatif dari
jawaban yang mungkin akan diberikan oleh responden. Proses wawancara ini
dilengkapi oleh peralatan seperti alat gambar, brosur dan kamera.
109
Contoh pertanyaan dari wawancara terstruktur adalah “Dengan apa
Saudara/Bapak/Ibu pergi ke Pantai Losari?”. Dalam wawancara ini, penanya
sudah memiliki alternatif jawaban seperti menggunakan becak, bus, taksi, sepeda
motor, mobil pribadi atau berjalan kaki.
b. Wawancara tidak terstruktur
Wawancara tidak terstruktur tidak memiliki pola tertentu yang mengikat
responden. Oleh karena itu, responden bebas menjawa pertanyaan berdasarkan
pendapatnya.
Contoh pertanyaan dari wawancara tidak terstruktur adalah “Mengapa
Saudara/Bapak/Ibu memilih Pantai Losari sebagai tempat berekreasi?”. Penanya
sama sekali tidak memiliki alternatif jawaban dari pertanyaan ini karena jawaban
tersebut merupakan intepretasi pribadi dari resonden. Responden dapat
mengemukakan alasan mereka tanpa intervensi dari penanya,
c. Wawancara semi terstruktur
Wawancara semi terstruktur memungkinkan penanya melontarkan satu pertanyaan
yang memiliki dua atau lebih jawaban. Pada umumnya, salah satu pertanyaan
sudah memiliki alternatif jawaban dan pertanyaan lainnya harus dijawab
berdasarkan pendapat dari responden.
Wawancara semi terstruktur Contoh pertanyaan dari wawancara tidak terstruktur
adalah “Bagaimana pendapat Saudara/Bapak/Ibu mengenai peraturan yang
melarang becak masuk ke kawasan Pantai Losari?”. Penanya sudah memiliki
alternatif sebagian jawaban dari pertanyaan ini, yaitu apakah responden setuju atau
tidak. Namun, penanya belum mengetahui alas an mengapa responden setuju atau
tidak setuju.
3. Jenis wawancara berdasarkan jumlah respondennya
a. Wawancara perorangan
Wawancara perorangan dilakukan oleh satu penanya dan satu responden.
b. Wawancara perkelompok
Wawancara perkelompok dilakukan oleh satu penanya dan dua atau lebih
responden.

110
15.3.2. Etika dalam Wawancara
Agar proses wawancara berlangsung tertib dan nyaman, terdapat etika yang harus
dimiliki oleh penanya. Etika-etika tersebut antara lain:
1. Penanya dapat menciptakan suasana yang bersahabat agar responden tidak tertekan;
2. Meminta izin kepada responden untuk meluangkan waktu. Selain itu, jika wawancara
direkam dan difoto, penanya juga harus memperoleh izin dari responden;
3. Menerangkan dan menjelaskan maksud/tujuan dari wawancara;
4. Menjamin kerahasiaan responden jika diperlukan;
5. Berpakaian sederhana dan rapi;
6. Bersikap rendah hati, hormat dalam berkata dan ekspresi yang cerah;
7. Menjadi pendengar yang baik;
8. Membacakan rangkuman atau kesimpulan dari hasil wawancara.

15.4. Metode Kuisioner


Teknik ini memberikan tanggungjawab kepada responden untuk membaca dan
menjawab pertanyaan di dalamnya. Kuesioner dapat didistribusikan dengan berbagai cara,
antara lain : secara langsung disampaikan oleh peneliti, dikirim bersama paket atau
majalah, diletakkan di tempat-tempat ramai, melalui pos faksimile atau komputer.
Jika lokasi antar responden relatif berdekatan seperti dalam satu perusahaan, maka
teknik langsung merupakan cara yang sesuai. Teknik ini seperti halnya wawancara tatap
muka, biayanya relatif mahal jika jumlah responden relatif banyak dan letak geografisnya
terpencar.
Selanjutnya, kusioner juga dapat diajukan kepada responden dan jawabannya
dikirim lewat pos. Teknik ini memungkinkan peneliti memperoleh jawaban dari
responden yang terpencar letak geografisnya. Selain itu, jumlah pertanyaan yang diajukan
relatif banyak yang tidak efisien jika diajukan melalu telepon. Kelemahan utama teknik ini
adalah responden tidak mengembalikan kembali kuesioner. Teknik ini memiliki tingkat
tanggapan (respon rate) yang paling rendah dibandingkan teknik pengumpulan data primer
lainnya. Terdapat kemungkinan jawaban responden tidak sesuai dengan konteks
pertanyaan.
Berdasarkan sifatnya, kuisioner dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu kuisioner
terstruktur dan kuisioner tidak terstruktur. Prinsip pertanyaan-pertanyaan yang tercantum
di dalam kuisioner ini sama dengan pertanyaan wawancara terstruktur dan tidak terstruktur.
111
Perbedaanya adalah, wawancara dilakukan secara verbal antara penanya dan resopnden
sedangkan kuisioner harus diisi/ ditulis oleh responden tanpa ada komunikasi verbal.

Tabel 15.7. Contoh Kuesioner


PENELITIAN MENGENAI KEGAITAN PEDAGANG KAKI LIMA DI DEPAN RUKO

IDENTITAS
Nama :
Alamat :
Jenis Kelamin :
Asal Daerah :
Suku :

JENIS USAHA
1. Jenis usaha yang dilakukan :
__________________________________________________________
2. Nama Usaha/Toko :
__________________________________________________________
3. Mulai usaha sejak :
__________________________________________________________
4. Waktu beroperasi : dari pukul_____________________ hingga
pukul__________________
5. Harga sewa tempat : Rp________________________________________( / hari atau
/bulan)
6. Penghasilan tiap bulan :
a. Kurang dari Rp 500.000,00
b. Rp 500.000,00 – Rp 1.00.000,00
c. Rp 1.000.000,00 – Rp 1.500.000,00
d. Rp 1.500.000,00 – Rp 2.000.000,00
e. Lebih dari Rp 2.000.000,00
7. Perkiraan pengunjung per hari:
a. Kurang dari 5 orang
b. 6-10 orang
c. 11-15 orang
d. 16- 20 orang
e. 21-25 orang
f. Lebih dari 25 orang

BAGAIMANA PENILAIAN ANDA TERHADAP KONDISI FISIK HALAMAN DEPAN RUKO


____________________________________________________________________________________
____________________________________________________________________________________
____________________________________________________________________________________
____________________________________________________________________________________

SARAN TERHADAP PENINGKATAN AKTIVITAS DAN KUALITAS FISIK HALAMAN


DEPAN RUKO:
____________________________________________________________________________________
____________________________________________________________________________________
____________________________________________________________________________________
____________________________________________________________________________________
____________________________________________________________________________________

Makassar,_________________________2014

112
15.5. Dokumentasi
Dokumentasi dikenal dengan gambar-gambar atau foto objek penelitian. Namun,
dokumentasi tidak hanya gambar saja, melainkan catatan, surat-surat bahkan karya
monumental dari seseorang. Dokumentasi dalam pembahasan ini adalah kegiatan-kegiatan
yang berkaitan dengan foto dan penyimpanannya. Gambar-gambar tersebut melengkapi
data catatan yang dibuat agar peneliti lebih mudah memahami situasi dari lokasi penelitian.
Dalam pengumpulan data primer, dokumentasi dalam hal ini pemotretan langsung
dilakukan di lapangan.

Gambar 15.5. Contoh dokumentasi yang menggambarkan aktivitas dan kondisi fisik di kampung kota
Sumber: dokumentasi penulis, 2009

15.6. Metode Penelusuran Dokumen Arsip


Metode penelusuran dokumen atau arsip pada umumnya dilakukan untuk
mendapatkan data sekunder. Seperti yang dijelaskan di dalam sub bab dokumentasi,
dokumen termasuk foto-foto, film, penelitian sebelumnya, catata survei sebelumnya, peta
dasar, buku harian dan undang-undang serta peraturan pemerintah. Dalam pengumpulan
data sekunder, dokumentasi yang diperoleh merupakan dokumentasi yang telah dilakukan
oleh peneliti atau observer sebelumnya. Sumber-sumber data sekunder dapat berupa
lembaga pemerintahan seperti Badan Pusat Statistik (BPS) atau buku-buku dan laporan
yang tersedia di perpustakaan. Selain itu, data sekunder juga dapat ditelusuri melalui situs
internet resmi milik pemerintah (gambar 15.6).

113
Data sekunder yang sering digunakan dalam Perencanaan dan Pengembangan
Wilayah Kota adalah foto dan data statistik. Foto digunakan untuk menggambarkan sebuah
situasi pada masa tertentu sehingga dapat memberikan informasi deskriptif. Dalam
perencanaan wilayah dan kota, foto dibuat dengan maksud tertentu, misalnya
menggambarkan kondisi lingkungan, kondisi fasilitas umum, perkiraan skala suatu lokasi.
Foto juga menggambarkan situasi sosial seperti kemiskinan di daerah kumuh, aktivitas
masayarakat, adat istiadat dan berbagai fenomena di masyarakat lainnya.
Selanjutnya, data statistik juga dapat dimanfaatkan sebagai dokumen yang
memberikan informasi secara kuantitatif. Contoh data tersebut antara lain jumlah penduduk
berdasarkan jenis kelamin, jumlah penduduk berdasarkan usia, jumlah hasil bumi unggulan
di setiap kecamatan dalam satu kabupaten dan sebagainya. Data statistik sangat membantu
bagi perencana untuk menganalisa data karena dengan data kuantitatif, analisa akan lebih
mendalam dan terukur.

114
BAB 16
TAHAP II: PENGOLAHAN DATA

Setelah melakukan pengumpulan data, tahap pembuatan peta berikutnya adalah


pengolahan data. Melalui pengolahan data kartografer atau peneliti dapat mengerti makna
data untuk memecahkan permasalahan ataupun memasukkan informasi ke dalam peta.
Proses mengolah data merupakan proses mengubah data mentah (catatan observasi dan
wawancara, kuisioner serta dokumentasi) menjadi bentuk yang dapat dimengerti.
Pengolahan data dikelompokkan menjadi beberapa tahap yaitu: (2) tahap klasifikasi data;
(3) tahap penyajian data; dan (4) tahap intepretasi data.

16.1. Tahap Klasifikasi Data


Klasifikasi data merupakan proses untuk menggolongkan, mengelompokkan dan
memilah data berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan. Klasifikasi data dilakukan untuk
memudahkan mengubah data yang berupa angka dan tulisan ke dalam bentuk peta.
Klasifikasi data dapat dilkakukan dengan beberapa cara, yaitu:
1. Editing. Editing merupakan proses memeriksa kembali data yang sudah dikumpulkan.
Beberapa hal yang perlud diperhatikan adalah isi atau materi apakah sudah sesuai
dengan tema dan tulisan apakah sudah terbaca.
2. Coding . Coding merukapan proses memberikan kode pada setiap data yang telah
dikumpulkan. Coding dilakukan untuk memudahkan pembaca untuk menafsirkan data.
3. Tabulating. Tabulating merupakan proses pengelompokan data dengan memasukkan
data tersebut ke dalam tabel-tabel berdasarkan kriterianya.

16.2. Tahap Penyajian Data


Kegiatan pengumulan data di lapangan menghasilkan data berupa angka-angka
yang disebut sebagai „data kasar‟ (raw data) yang bentuknya masih tidak beraturan. Dalam
sebuah perencanaan wilayah dan kota, data merupakan komponen awal yang
dipersiapkan.Agar dapat memberikan gambaran yang bermakna, diperlukan sebuah
penyajian dalam bentuk tampilan yang sistematis.
Teknik penyajian data merupakan sebuah cara untuk mempresentasikan data-data
yang telah diperoleh. Tujuan penyajian data adalah para pengguna mudah dalam membaca,

115
memahami dan menganalisis data tersebut. Secara garis besar, teknik penyajian data dapat
dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu: (1) tabel; (2) diagram; dan (3) deskripsi.
Penjelasan mengani masing-masing teknik penyajian data adalah sebagai berikut:
1. Tabel
a. Tabel baris kolom
Tabel baris kolom merupakan tabel yang terdiri dari satu baris dan satu kolom.
Tabel baris kolom ini dapat digolongkan ke dalam tabel satu arah.

Gambar 16.1. Gambar format tabel baris kolom

Tabel 16.1. Jumlah Penduduk Dirinci Menurut Kecamatan di Kota Makassar


Kecamatan Jumlah penduduk
Mariso 56524
Mamajang 59170
Tamalate 176947
Rappocini 154184
Makassar 82027
Ujung Pandang 27201
Wajo 29630
Bontoala 54515
Ujung Tanah 47129
Tallo 134783
Panakkukang 142308
Manggala 122838
Biringkanaya 177116
Tamalanrea 105234
Jumlah 1369606
Sumber: Makassar dalam Angka 2013

116
b. Tabel kontingensi
Tabel kontingensi merupakan bagian dari tabel baris kolom. Perbedaan tabel
kontingensi dengan tabel baris kolom adalah terdiri atas dua faktor atau dua
variabel.

Gambar 16.2. Gambar format tabel kontingensi

Tabel 16.2. Jumlah Penduduk Kecamatan Mariso, Makassar,


berdasarkan Kelompok Umur dan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Jumlah
Laki-Laki Perempuan
Kelompok 0-4 3.101 2.860 5.961
Umur (tahun) 5-9 2.913 2.512 5.425
10-14 2.534 2.439 4.973
15-19 2.848 2.767 5.615
S 20-24 3.337 3.442 6.779
Jumlah 14.733 14.023 28.753
u
Smber: Mariso dalam Angka, Badan Pusat Statistik, 2013

c. Tabel distribusi frekuensi


Tabel distribusi frekuensi merupakan salah satu bentuk penyajian data. Tabel
tersebut dibuat dengan tujuan data yang telah dikumpulkan dalam jumlah yang
sangat banyak dapat disajikan dalam bentuk yang lebih sistematis dan
berkelompok.

Tabel 16.3. Jumlah Penduduk Kecamatan Mariso, Makassar,


berdasarkan Kelompok Umur dan Jenis Kelamin

Kelompok Umur Titik Tengah Frekuensi


0-4 2 5.961
5-9 7 5.425
10-14 12 4.973
15-19 17 5.615
20-24 22 6.779
Jumlah 28.753
Sumber: Mariso dalam Angka, Badan Pusat Statistik, 2013

117
2. Diagram
a. Diagram batang (bar chart)
Diagram batang dimanfaatkan untuk menggambarkan perkembangan nilai dari
sebuah objek penelitian dalam kurun waktu tertentu. Nilai-nilai tersebut
ditampilkan dalam batang-batang tegak mendatar dan sama lebar.
Jumlah Penduduk

Gambar 16.3. Jumlah penduduk Makassar dalam bentuk diagram batang


Sumber: Makassar dalam Angka 2013 dengan pengubahan seperlunya)

b. Diagram garis (line chart)


Diagram garis pada umumnya digunakan untuk menyajikan data statistic yang
diperoleh dari pengamatan dari waktu ke waktu secara berurutan. Sumbu X di
diagram merupakan waktu-waktu pengamatan, sedangkan sumbu Y merupakan
nilai dari pengamatan tersebut untuk waktu tertentu. Kumpulan waktu dan
pengamatan membentuk titik-titik pada bidang XY. Selanjutnya, titik-titik yang
berdekatan dihubungkan dengan garis lurus hingga membentuk grafik.

118
Gambar16.4. Jumlah penduduk Makassar dalam bentuk diagram garis
Sumber: Makassar dalam Angka 2013 dengan pengubahan seperlunya

c. Diagram lingkaran (pie chart)


Diagram lingkaran merupakan penyajian data statistic dengan menggunakan gambar
yang berbentuk lingkaran atau pie. Bagian-bagian dari dareah lingkaran merupakan
persen dari keseluruhan total populasi. Sebelum membuat diagram lingkaran, terlebih
dahulu ditentukan besarnya presentase tiap objek terhadap keseluruhan data dan
besarnya sudut pusat sektor lingkaran.

Gambar 16.5. Jumlah penduduk Makassar dalam bentuk diagram lingkaran


Sumber: Makassar dalam Angka 2013 dengan pengubahan seperlunya
d. Diagram gambar (pictogram)
119
Diagram jenis ini berisi lambing atau symbol yang menunjukkan jumlah dari objek
atau variabel.

Gambar 16.6. Jumlah siswa dalam bentuk diagram gambar

e. Diagram peta (cartogram)


Diagram peta merupakan bentuk penyajian data yang ditampilkan dalam sebuah peta.
Peta-peta yang disajikan adalah peta tematik suatu wilayah. Contoh dari diagram peta
adalah peta penyebaran penduduk di suatu kabupaten, peta tata guna lahan, peta
ketinggian lahan dan lain sebagainya.

Gambar 16.7. Diagram peta yang menunjukkan cadangan gas bumi Indonesia
Sumber:
http://2.bp.blogspot.com/gnhEXf4CH0Y/TtRzWPpPwpI/AAAAAAAAAQ4/wpGHCnm19rM/s
40/2009-0604_rawan_bencana_kepadatan_penduduk_BNPB-585x413.jpg,

120
Gambar 16.8. Diagram peta yang menunjukkan kapasitas system kesehatan di Jawa Tengah
Sumber: http://rovicky.files.wordpress.com/2010/07/3022_0001.jpg, 5/11/204, 0:05 PM

Gambar 16.9. Diagram peta yang menunjukkan jumlah penduduk yang terkena bahaya gunung
api, longsor dan gempa di Jawa Tengah
Sumber: http://rovicky.files.wordpress.com/2010/07/3022_0001.jpg, 5/11/204, 0:05 PM

121
3. Deskripsi
Deskripsi merupakan penyajian data dalam bentuk narasi atau deskriptif. Perencana
atau peneliti tidak diperkenankan untuk mendeskripsikan informasi baru selain berasal
dari data yang ada. Contoh deskripsi dari data dalam bentuk diagram batang adalah
sebagai berikut:

Gambar 16.10. Jumlah pengunjung taman hiburan selama satu tahun dalam diagram garis.
Sumber: http://blog.ub.ac.id/aguswahyuprasetyo/files/2012/03/1-300x199.jpg, 5/11/2014, 08:25
PM

Deskripsi diagram:
Diagram garis di atas menunjukkan data jumlah pengunjung di taman hiburan sejak bulan
Januari hingga bulan Desember. Berdasarkan diagram tersebut diketahui bahwa jumlah
pengunjung mengalami fluktuasi sejak awal hingga akhir tahun. Jumlah pengunjung bulan
Januari adalah 29.605 orang dan naik menjadi 38.985 pada bulan Februari. Pada bulan
Maret jumlah pengunjung menurun hingga 35.768. Peningkatan dan penurunan jumlah
pengunjung terus berlangsung bergantian di bulan April dan Mei, yaitu 49.390 pada bulan
April dan turun menjadi 41.394 pada bulan Mei. Peningkatan drastis terjadi pada bulan
Juni saat jumlah pengunjung mencapai 6.0817. Namun, jumlah pengunjung kembali
menurun drastis pada bulan Juli menjadi 17.070. Penurunan angka tersebut berlangsung
hingga bulan Agustus saat jumlah pengunjung mencapai titik terendah, yaitu 7.198. Jumlah
tersebut tetap sama pada bulan September dan kembali meningkat pada bulan Oktober
menjadi 25.918. Peningkatan terjadi hingga bulan November meskipun tidak signifikan,
yaitu 28.188. Pada akhir tahun, jumlah pengunjung taman hiburan meningkat tajam hingga
titik tertinggi selama satu tahun, yaitu mencapai angka 60.949 orang.

122
BAB 17
TAHAP III: PEMBUATAN PETA MANUAL

Tahap ketiga di dalam proses kartografi adalah tahap pembuatan peta. Tahap ini
dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu pembuatan peta manual dan pembuatan peta secara
digital. Bab 17 khusus membahas proses pembuatan peta secara manual.
Peta manual merupakan peta yang dibuat dengan freehand atau tanpa bantuan
teknologi komputer. Proses pembuatan peta secara manual harus dikerjakan secara
sistematis dan teliti. Data-data yang dipersiapkan harus lengkap agar tidak melakukan
pendataan ulang yang akan menghabiskan waktu. Kualitas peta manua juga harus
diperhatikan. Kualitas tersebut ditentukan oleh tata letak peta dan komponen-
komponennya, kualitas garis, kebersihan, kerapihan serta teknik pewarnaan. Di samping
itu, kriteria estetika peta juga menjadi penilaian tersendiri. Peta manual dengan kualitas
yang baik akan memudahkan pembaca untuk mengintepretasikan data.

17.1. Pembuatan Peta Dasar


Terdapat dua macam cara dalam menggambar peta dasar secara manual, yaitu
dengan bantuan grid dan dengan menciplak. Perbedaan dari kedua teknik ini dapat dilihat
dari tingkat kesulitannya. Teknik menciplak lebih mudah jika dibandingkan dengan teknik
grid. Namun, kualitas dari teknik grid jauh lebih bagus dari teknik menciplak.
1. Teknik Grid
Proses pembuatan peta pada umumnya dilakukan dengan bantuan grid. Grid
merupakan garis-garis koordinat Grid-grid dibuat baik di peta lama maupun di peta baru.
Selanjutnya, bentuk garis mulai digambar di dalam masing-masing grid. Secara rinci
teknik pembuatan peta dengan teknik grid adalah sebagai berikut:
a. Siapkan semua peralatan termasuk kertas millimeter blok, yaitu kertas berwarna dasar
putih dan memiliki garis-garis horizontal dan vertikal.apabila tidak tersedia kertas
millimeter blok, peta dapat digambar dengan menggunakan kertas gambar atau karton
manila berwarna putih.
b. Rencanakan skala peta yang digambar. Semakin detail peta yang ingin ditunjukkan
kepada pembaca, semakin kecil skalanya karena akan membuat gambar semakin besar.
Sebaliknya, semakin besar skala, akan membuat gambar semakin kecil.

123
c. Buatlah garis masing-masing dari tepi peta, serta garis yang membagi kertas sehingga
terpisah antara ruangan untuk peta dan komponen peta (gambar 17.1.).

Gambar 17.1. Contoh grid dalam kertas baru


Sumber: https://mimpi22.files.wordpress.com/2012/05/panduan_pemetaan_partisipatif.pdf,
7/11/2014, 06:27 AM

d. Buatlah grid di kertas baru menggunakan pinsil. Misalnya, kkala peta yang akan di
buat adalah 1: 500 dan grid yang dibuat adalah 5 cm. Hal tersebut berarti setiap jarak 5
cm (satu grid) di kertas sama dengan 2.500 cm (2,5 km) di lapangan.
1 : 500  1 cm di kertas sama dengan 500 cm di lapangan
5 cm di kertas = (5 x 500) cm = 2.500 cm di lapangan
e. Tulislah setiap garis grid mulai dari nol pada sudut kiri bawah kertas peta baru dan
tambahkan nilai setiap garis grid dengan interval nilai tergantung dengan skala peta.
Misalnya: 125 meter untuk skala 1:2.500, 50 meter untuk skala 1:1.000; dan 25 meter
untuk skala 1:500.

Gambar 17.2. Contoh interval nilai grid berdasarkan skala peta


Sumber: https://mimpi22.files.wordpress.com/2012/05/panduan_pemetaan_partisipatif.pdf,
7/11/2014, 06:27 AM

124
f. Buatlah grid berdasarkan skala di peta contoh. Pada umumnya, peta contoh memiliki
skala yang lebih besar sehingga gambar yang ditampilkan menjadi lebih kecil. Skala
peta contoh misalnya 1: 1.000. Untuk menyamakan jarak grid antara peta contoh
dengan peta baru, digunakan perhitungan:
1 : 2.500  1 cm di kertas sama dengan 500 cm di lapangan
2.500 cm di lapangan = (2.500 x 1)/ 500 cm = 5 cm di kertas

Gambar 17.3. . Contoh grid dalam kertas baru


Sumber: https://mimpi22.files.wordpress.com/2012/05/panduan_pemetaan_partisipatif.pdf,
7/11/2014, 06:27 AM

g. Setelah kertas peta baru dan peta contoh diberi grid, gambarlah tiap komponen garis
dan titik di tiap grid.

125
Peta contoh

Komponen
dalam grid

Peta baru

Gambar 17.4.. Contoh pemindahan komponen grid peta lama dalam kertas baru

2. Teknik Menciplak
Proses menggambar dengan menciplak jauh lebih sederhana jika dibandingkan dengan
teknik grid. Kartograf hanya memerllukan kertas tembus pandang seperti kertas roti atau
kertas kalkir, pinsil, spidol, penggaris dan peta dasar dari data sekunder. Adapun langkah-
langkah dari proses ini antara lain:
a. Mempersiapkan peta dasar/ peta administrasi (gambar 17.5);

Gambar 17.5. Persiapan peta dasar


Sumber: Lasmita, 2014

126
b. Menempelkan kertas roti di atas peta dasar dan menciplak (gambar 17.6);

Gambar 17.6. Menciplak peta dasar


Sumber: Lasmita, 2014

17.2. Memasukkan Informasi berdasarkan Data


Setelah peta dasar siap, langkah selanjutnya adalah memasukkan data-data yang ada
ke dalam bentuk diagram peta. Tahap awal dari proses memasukkan data yaitu
menentukan interval data. Misalnya, data sekunder yang diperoleh merupakan data
penduduk kabupaten dalam jumlah. Kemudian ditentukan interval berdasarkan perhitungan
statistika (gambar 17.7. dan gambar 17.8.). Jika data yang diperoleh sifatnya homogen dan
kualitatif, tidak perlu diperhitungkan interval datanya. Misalnya, data primer mengenai
ketinggian bangunan, lebar satu ruas jalan dan fungsi bangunan. Dalam diagram peta,
informasi disimbolkan dengan arsir atau warna.

127
Gambar 17.7. Peta Jumlah Murid SLTP tahun 2013 di Kabupaten Wajo
Sumber: Amieq, 2014

Gambar 17.8. Peta Luas Kecamatan di Kabupaten Wajo 2013


Sumber: Yuniza Pridanti, 2014

128
BAB 18
TAHAP III: PEMBUATAN PETA DIGITAL

Kemajuan teknologi saat ini membantu dan mepermudah kartografer dalam


membuat peta. Selain karena mudah dan membutuhkan waktu yang relatif singkat, peta
digital juga dianggap menguntukan karena memiliki kelebihan dapat bertahan dalam
jangka waktu yang lama dan memungkinkan dilakukan proses perbaikan (editing). Salah
satu aplikasi yang digunakan dalam pembuatan peta digital adalah Sistem Informasi
Geografis (GIS).

18.1. Pengertian Sistem Informasi Geografis


Sistem Informasi Geografis (Geographic Information System/GIS) yang
selanjutnya akan disebut SIG merupakan sistem informasi berbasis komputer yang
digunakan untuk mengolah dan menyimpan data atau informasi geografis (Aronoff, 1989).
Secara umum pengertian SIG sebagai berikut:
” Suatu komponen yang terdiri dari perangkat keras, perangkat lunak, sumberdaya
manusia dan data yang bekerja bersama secara efektif untuk memasukan,
menyimpan, memperbaiki, memperbaharui, mengelola, memanipulasi,
mengintegrasikan, menganalisa dan menampilkan data dalam suatu informasi
berbasis geografis ”.
Dalam pembahasan selanjutnya, SIG akan selalu diasosiasikan dengan sistem
yang berbasis komputer, walaupun pada dasarnya SIG dapat dikerjakan secara manual,
SIG yang berbasis komputer akan sangat membantu ketika data geografis merupakan data
yang besar (dalam jumlah dan ukuran) dan terdiri dari banyak tema yang saling berkaitan.
SIG mempunyai kemampuan untuk menghubungkan berbagai data pada suatu titik
tertentu di bumi, menggabungkannya, menganalisa dan akhirnya memetakan hasilnya.
Data yang akan diolah pada SIG merupakan data spasial yaitu sebuah data yang
berorientasi geografis dan merupakan lokasi yang memiliki sistem koordinat tertentu,
sebagai dasar referensinya. Sehingga aplikasi SIG dapat menjawab beberapa pertanyaan
seperti; lokasi, kondisi, trend, pola dan pemodelan. Kemampuan inilah yang
membedakan SIG dari sistem informasi lainnya.

129
18.2. Komponen SIG
Secara umum SIG bekerja berdasarkan integrasi 4 komponen, yaitu: h ardware,
software, manusia dan data,.
1. Hardware / Perankat Keras
SIG membutuhkan hardware atau perangkat komputer yang memiliki spesifikasi
lebih tinggi dibandingkan dengan sistem informasi lainnya untuk menjalankan
software-software SIG, seperti kapasitas Memory (RAM), Hard-disk, Prosesor serta
VGA Card. Hal tersebut disebabkan karena data-data yang digunakan dalam SIG baik
data vektor maupun data raster penyimpanannya membutuhkan ruang yang besar dan
dalam proses analisanya membutuhkan memory yang besar dan prosesor yang cepat.
2. Software / Perangkat Lunak
Software SIG merupakan sekumpulan program applikasi yang dapat memudahkan
kita dalam melakukan berbagai macam pengolahan data, penyimpanan, editing, hingga
layout, ataupun analisis keruangan.
3. Sumberdaya Manusia
Teknologi SIG tidaklah menjadi bermanfaat tanpa manusia yang mengelola sistem
dan membangun perencanaan yang dapat diaplikasikan sesuai kondisi dunia nyata.
Sama seperti pada Sistem Informasi lain pemakai SIG pun memiliki tingkatan tertentu ,
dari tingkat spesialis teknis yang mendesain dan memelihara sistem sampai pada
pengguna yang menggunakan SIG untuk menolong pekerjaan mereka sehari-hari
4. Data
Data dan Informasi spasial merupakan bahan dasar dalam SIG. Data ataupun
realitas di dunia/alam akan diolah menjadi suatu informasi yang terangkum dalam
suatu sistem berbasis keruangan dengan tujuan-tujuan tertentu.
Telah dijelaskan diawal bahwa SIG adalah suatu kesatuan sistem yang terdiri dari
berbagai komponen, tidak hanya perangkat keras komputer beserta dengan perangkat
lunaknya saja akan tetapi harus tersedia data geografis yang benar dan sumberdaya
manusia untuk melaksanakan perannya dalam memformulasikan dan menganalisa
persoalan yang menentukan keberhasilan SIG.
Tingkat keberhasilan dari suatu kegiatan SIG dengan tujuan apapun itu sangat
bergantung dari interaksi ke empat faktor ini. Jika salah satunya pincang maka
hasilnyapun tidak akan ada gunanya.

130
Gambar 18.1 Komponen SIG
Sumber: Modul Pelatihan Quantum GIS untuk Pemetaan Evakuasi Tsunami – Bab 1 Konsep Sistem
Informasi Geografis

18.3. Data Spasial


1. Format Data Spasial
Sebagian besar data yang akan ditangani dalam SIG merupakan data spasial yaitu
sebuah data yang berorientasi geografis, memiliki sistem koordinat tertentu sebagai dasar
referensinya dan mempunyai dua bagian penting yang membuatnya berbeda dari data
lain, yaitu informasi lokasi (spasial) dan informasi deskriptif (attribute) yang dijelaskan
berikut ini :
a. Informasi lokasi atau informasi spasial. Contoh yang umum adalah informasi
lintang dan bujur, termasuk diantaranya informasi datum dan proyeksi.
b. Informasi deskriptif (atribut) atau informasi non spasial. Suatu lokalitas bias
mempunyai beberapa atribut atau properti yang berkaitan dengannya; contohnya jenis
bencana, kependudukan, pendapatan per tahun,dan lain- lain.
Secara sederhana format dalam bahasa komputer berarti bentuk dan kode penyimpanan
data. Secara fundamental SIG bekerja dengan dua tipe format / model data geografis
yaitu model data vektor dan model data raster.

131
a. Data Vektor
Data vektor merupakan bentuk bumi yang direpresentasikan ke dalam kumpulan
titik, garis, dan polygon (area). Informasi posisi titik, garis dan polygon disimpan
dalam bentuk x,y koordinat. Suatu lokasi titik dideskripsikan melalui sepasang
koordinat x,y. Bentuk garis, seperti jalan dan sungai dideskripsikan sebagai kumpulan
dari koordinat-koordinat point. Bentuk poligon, seperti zona projek disimpan
sebagai pengulangan koordinat yang tertutup.

Gambar 18.2 Model Data Vektor


Sumber: Modul Pelatihan Quantum GIS untuk Pemetaan Evakuasi Tsunami – Bab 1 Konsep Sistem
Informasi Geografis

Kelebihan utama dari format data vektor adalah ketepatan dalam


merepresentasikan fitur titik, batasan dan garis lurus. Hal ini sangat berguna untuk
analisa yang membutuhkan ketepatan posisi, misalnya pada basisdata batas-batas
kadaster. Contoh penggunaan lainnya adalah untuk mendefinisikan hubungan
spasial dari beberapa fitur. Kelemahan data vektor yang utama adalah
ketidakmampuannya dalam mengakomodasi perubahan gradual. Contoh : Gedung
atau bangunan yang disimbolkan dalam bentuk titik. Jalan atau jalur kereta api
disimbolkan dalam bentuk garis dan lain-lain disimbolkan dalam bentuk polygon.

132
b. Data Raster
Data raster (atau disebut juga dengan sel grid) adalah dihasilkan dari sistem
Penginderaan Jauh. Pada data raster, obyek geografis direpresentasikan sebagai
struktur sel grid yang disebut dengan pixel (picture element).
Masing-masing grid/sel atau pixel memiliki nilai tertentu yang bergantung pada
bagaimana image tersebut digambarkan. Sebagai contoh, pada sebuah image hasil
penginderaan jarak jauh dari sebuah satelit, masing – masing pixel direpresentasikan
sebagai panjang gelombang cahaya yang dipantulkan dari posisi permukaan bumi dan
diterima oleh satellit dalam satuan luas tertentu yang disebut pixel.

Gambar 18.3 Model Data Raster


Sumber: Modul Pelatihan Quantum GIS untuk Pemetaan Evakuasi Tsunami – Bab 1 Konsep Sistem Informasi
Geografis

Pada data raster, resolusi (definisi visual) tergantung pada ukuran pixel-nya.
Dengan kata lain, resolusi pixel menggambarkan ukuran sebenarnya di permukaan
bumi yang diwakili oleh setiap pixel pada citra. Semakin kecil ukuran permukaan
bumi yang direpresentasikan oleh satu sel, semakin tinggi resolusinya.

133
Gambar 8.4 Resolusi Data Raster
Sumber: Modul Pelatihan Quantum GIS untuk Pemetaan Evakuasi Tsunami – Bab 1
Konsep Sistem Informasi Geografis

Data raster sangat baik untuk merepresentasikan batas-batas yang berubah secara
gradual, seperti jenis tanah, kelembaban tanah, vegetasi, suhu tanah, dsb. Keterbatasan
utama dari data raster adalah besarnya ukuran file; semakin tinggi resolusi grid-nya
semakin besar pula ukuran filenya.

Masing-masing format data mempunyai kelebihan dan kekurangan. Pemilihan format


data yang digunakan sangat tergantung pada tujuan penggunaan, data yang tersedia,
volume data yang dihasilkan, yang diinginkan, serta kemudahan dalam analisa. Data
vektor relatif lebih ekonomis dalam hal ukuran file dan presisi dalam lokasi, tetapi sangat
134
sulit untuk digunakan dalam komputasi matematik. Sebaliknya, data raster biasanya
membutuhkan ruang dan presisi lokasinya lebih rendah, tetapi lebih mudah digunakan
secara matematis.

Gambar 18.5 Model Data Vektor dan Raster


Sumber: Modul Pelatihan Quantum GIS untuk Pemetaan Evakuasi Tsunami – Bab 1 Konsep Sistem
Informasi Geografis

2. Sumber Data Spasial


Salah satu syarat SIG adalah data spasial, yang dapat diperoleh dari beberapa sumber
antara lain :
a. Peta Analog
Peta analog (antara lain peta topografi, peta tanah dan sebagainya) yaitu peta
dalam bentuk cetak. Pada umumnya peta analog dibuat dengan teknik kartografi,
kemungkinan besar memiliki referensi spasial seperti koordinat, skala, arah mata
angin dan sebagainya.

135
Gambar 18.6 Peta analog (hardcopy) yang dipindahkan ke dalam bentuk peta vector.
Sumber: Modul Pelatihan Quantum GIS untuk Pemetaan Evakuasi Tsunami – Bab 1 Konsep Sistem
Informasi Geografis

Dalam tahapan SIG sebagai keperluan sumber data, peta analog dikonversi
menjadi peta digital dengan cara format raster diubah menjadi format vektor melalui proses
dijitasi sehingga dapat menunjukan koordinat sebenarnya di permukaan bumi (gambar
18.6).

b. Data Sistem Penginderaan Jauh


Data dari sistem Penginderaan Jauh (antara lain citra satelit, foto udara) Data
Pengindraan Jauh dapat dikatakan sebagai sumber data yang terpenting bagi SIG
karena ketersediaanya secara berkala. Dengan adanya bermacam-macam satelit di
ruang angkasa dengan spesifikasinya masing-masing, kita bisa menerima berbagai
jenis citra satelit untuk beragam tujuan pemakaian. Data ini biasanya direpresentasikan
dalam format raster.

136
Gambar 18.7 Citra satelit hasil penginderaan jauh (Quickbird, Landsat 7)
Sumber: Modul Pelatihan Quantum GIS untuk Pemetaan Evakuasi Tsunami – Bab 1 Konsep Sistem
Informasi Geografis

c. Data Hasil Pengukuran Lapangan (termasuk GPS)


Data pengukuran lapangan yang dihasilkan berdasarkan teknik perhitungan
tersendiri, pada umumnya data ini merupakan sumber data atribut contohnya:
batas administrasi, batas kepemilikan lahan, batas persil, batas hak pengusahaan hutan
dan lain-lain.
Teknologi GPS (Global Positioning System) memberikan terobosan penting dalam
menyediakan data bagi SIG. Keakuratan pengukuran GPS semakin tinggi dengan
berkembangnya teknologi. Data ini biasanya direpresentasikan dalam format
vektor.

Gambar 8.8 Alat Pengukuran Lapangan


Sumber : Kompas, Tripod, GPS

137
3. Kesalahan (error) dalam data spasial
Tujuan suatu aplikasi SIG adalah untuk menyediakan informasi yang dapat
digunakan mendukung perencanaan dan managemen. Untuk mengurangi ketidak-
akuratan dalam suatu proses pengambilan kebijakan, kesalahan-kesalahan yang ada dalam
suatu database spasial serta keluaran hasil produk suatu SIG perlu diminimalis. Hal ini
dikarenakan kualitas suatu produk SIG sangat ditentukan oleh kualitas data yang
digunakan sebagai masukan dalam proses analisis menggunakan SIG, yang pada akhirnya
akan menentukan tingkat keakuratan suatu kebijakan yang diambil.
Kesalahan-kesalahan ataupun keterbatasan suatu data spasial yang dapat
mempengaruhi pengambilan kebijakan tergantung pada tujuan untuk apa data itu sendiri
akan digunakan. Sehingga kualitas seringkali didefinisikan atau dipertimbangan sebagai
ketepatan terhadap suatu penggunaan.
Secara tradisional, kesalahan-kesalahan maupun keakuratan suatu peta
diasosiasikan dengan beberapa hal antara lain sebagai berikut:
a. Kesalahan atribut (attribute errors) pada suatu klasifikasi atau pemberian label
pada suatu kenampakan geografis.
b. Kesalahan posisi (positioning errors) yang merupakan kesalahan pada suatu
lokasi atau posisi, ataupun tinggi dari suatu kenampakan geografis
c. Keakuratan data yang terkait dengan waktu (temporal accuracy), sebagai misal
batas suatu unit administrasi atau parsel lahan mungkin tetap sama dalam kurun waktu
tertentu namun informasi kepemilikanya telah berubah.
d. Kelengkapan informasi yang terkandung pada suatu peta (completeness).

18.4. Tahapan SIG


Secara garis besar, SIG terdiri atas empat tahapan utama, yakni :
1. Tahap Input Data
Dalam suatu sistem informasi geografis (SIG), tahapan input data merupakan salah
satu tahapan kritis, dimana pada tahap ini akan menghabiskan sekitar 60% waktu dan
biaya. Tahap input data ini juga meliputi proses perencanaan, penentuan tujuan,
pengumpulan data, serta memasukkannya kedalam komputer.

138
2. Tahap Pengolahan Data
Tahap ini meliputik kegiatan klasifikasi dan stratifikasi data, komplisi, serta
geoprosesing (clip,merge,dissolve). Proses ini akan menghabiskan waktu dan biaya
mencapai 20% dari total kegiatan SIG.
3. Tahap Analisis Data
Pada tahapan ini dilakukan berbagai macam analisa keruangan, seperti buffer, overlay,
dan lain-lain. Tahapan ini akan menghabiskan waktu dan biaya mencapai 10%.
4. Tahap Output
Tahap ini merupakan fase akhir, dimana ini akan berkaitan dengan penyajian hasil
analisa yang telah dilakukan, apakah disajikan dalam bentuk peta hardcopy, tabulasi data,
CD system informasi, maupun dalam bentuk situs web site.

18.5. Konsep Layar Data dan Atribut


Konsep layer data adalah, representasi data spasial menjadi sekumpulan peta
tematik yang berdiri sendiri-sendiri sesuai dengan tema masingmasing, tetapi terikat
dalam suatu kesamaan lokasi. Keuntungan dari konsep data layer adalah memungkinkan
kita melakukan penelusuran data dan analisa data dengan mudah serta efisiensi dalam
pengolahan data. Sedangkan attribut merupakan nilai data ataupun informasi yang
terangkum pada suatu lokasi. Misalnya, suatu lokasi bencana disimbolkan dengan titik,
maka informasi atau data yang ada pada lokasi tersebut akan diberinama attribut.
Gambar 18.9.memperlihatkan metode tumpang susun (overlay) setiap layer dalam
pemetaan pelanggan PLN. Dimana peta tersebut terdiri atas tiga layer, yakni layer pertama
lokasi pelanggan PLN yang disimbolkan dengan titik. Layer kedua merupakan daerah
pemukiman yang disimbolkan dengan area (polygon). Layer ketiga merupakan jaringan
jalan yang disimbolkan dengan garis/line.

139
Gambar 18.9. Konsep Lapisan data
Sumber: Modul Pelatihan Quantum GIS untuk Pemetaan Evakuasi Tsunami – Bab 1 Konsep Sistem
Informasi Geografis

18.6. Pemanfaatan SIG dalam Berbagai Bidang


Dewasa perkembangan ilmu dan teknologi sudah semakin maju, tidak terkecuali
dalam bidang system informasi geografis (SIG). Aplikasi SIG sudah hampir menyentuh
seluruh sendi-sendi kehidupan, terutama dalam bidang perencanaan pembangunan,
kesehatan, pertanian, militer, sosial budaya, hingga politik. Dibawah ini disajikan beberapa
contoh model aplikasi SIG saat ini.
1. Bidang Kebencanaan
Penggunaan teknologi SIG dalam bidang kebencanaan paling umum adalah untuk
memetakan kawasan-kawasan rawan atau beresiko bencana, peta jalur evakuasi, peta
rencana kontigensi, dll. Berikut ini contoh-contoh aplikasi GIS dalam bidang
kebencanan .

140
Gambar 18.10 Peta ancaman gunung api
(Sumber: Modul Pelatihan Quantum GIS untuk Pemetaan Evakuasi Tsunami – Bab 1 Konsep Sistem
Informasi Geografis

Contoh di atas menggambarkan penggunaan SIG dalam sistem mitigasi dan


penanggulangan bencana. Pembuatan peta-peta ancaman gunung berapi dan
pergerakan angin taiphon akan membatu dalam mengidentifikasi lokasi-lokasi yang
memiliki tingkat risiko paling besar. Sehingga seluruh stakeholder dapat mengambil
tindakan nyata yang lebih efektif dan efisien pada lokasi-lokasi yang memiliki
tingkat resiko tinggi terutama pada daerah dengan tingkat kepadatan penduduk tinggi.

2. Bidang Kesehatan
Bidang kesehatan juga telah menggunakan teknologi GIS dalam membantu
efektifitas pengambilan kebijakan dalam meningkatkan pelayanan kesehatan ataupun
dalam rangka menanggulangi wabah penyakit tertentu. Memetakan sebaran pusat-
pusat pelayan kesehatan masyarakat (Rumah sakit, puskesmas, hingga posyandu atau
pustu), sebaran kepadatan penduduk, sebaran pemukiman kumuh, dan lain sebagainya.

141
Gambar 8.11 Peta jangkauan pelayan kesehatan
Sumber: Modul Pelatihan Quantum GIS untuk Pemetaan Evakuasi Tsunami – Bab 1 Konsep Sistem
Informasi Geografis

3. Bidang Perencanaan Pembangunan


Sektor inilah yang paling giat dalam menggunakan teknologi SIG, dimana
hal ini sangat memudahkan para perencana dalam mengelola data dan informasi
yang sedemikian banyak dan berseri. Sehingga membantumereka dalam
mengefisienkan biaya, waktu dan tenaga serta memudahkan dalam mengambilk
kebijakan-kebijakan yang efektif untuk diterapkan di lingkungan atau daerah
perencanaannya. Umumnya mereka menggunakan tenolgi sig untuk membuat
peta-peta kondisi eksisting, kemudian peta-peta kesesuaian lahan baik untuk
pertanian, penempatan fasilitas tertentu, industri, ataupun perencanaan jaringan
jalan.

142
Gambar 8.12 Peta Tumpang Tindih Izin HPH dan RTRWK di Wilayah suatu KPH
(Sumber: Modul Pelatihan Quantum GIS untuk Pemetaan Evakuasi Tsunami – Bab 1 Konsep Sistem
Informasi Geografis

143

Anda mungkin juga menyukai