Anda di halaman 1dari 17

 

MODUL MK GIZI KEBUGARAN


(NUT333)

MODUL 2
SISTEM ENERGI OLAHRAGA

DISUSUN OLEH
NAZHIF GIFARI, SGz, MSi
MURY KUSWARI, SPd, MSi
DESSY ARIYANTI, SGz, MSc

UNIVERSITAS ESA UNGGUL


2020

 
 

BAB II
SISTEM ENERGI OLAHRAGA

Tujuan:
1. Mahasiswa mampu menjelasakan tentang sistem energi olahraga
2. Mahasiswa mampu menjelasakan zat-zat gizi yang mendukung performa

A. Pendahuluan
Olahraga merupakan gejala perubahan perilaku gejala yang diprogram oleh
manusia yang melakukan. Kegiatan olahraga sering dikaitkan dengan indikator
keberhasilan pembangunan suatu negara, yang secara teratur selalu melakukan
kejuaraan nasional, regional, Asia sampai pada tingkat Olimpiade (Shadiqin,
2015). Tujuan olahraga adalah meningkatkan kekuatan, ketahanan, kelenturan,
kelincahan, dan kecepatan. Kekuatan - kekuatan ini berhubungan dengan struktur
dan faal dalam tubuh. Jika olahraga itu dikerjakan secara teratur dan sesuai
dengan cara berlatih, maka diharapkan adanya perubahan - perubahan (adaptasi)
yang menunjang tercapainya kekuatan - kekuatan tersebut (Soekarman, 2006).
Hal pokok dalam mewujudkan tujuan program latihan yang berkualitas,
adalah energi yang merupakan bahan bakar tubuh dalam melakukan segala
aktivitas. Karena latihan adalah aktivitas fisik, maka sudah pasti memerlukan
energi yang cukup (Hasibuan, 2014). Dalam mekanisme biologis sistem tubuh,
ATP berperan sebagai sumber energi untuk seluruh fungsi normal. Otot yang
berkontraksi, menghasilkan kerja yang memerlukan energi secara terus menerus.
Kegiatan fisik yang diprogram untuk meningkatkan kualitas kinerjanya, akan
memerlukan energi yang lebih besar sesuai tingkat pekerjaannya (Shadiqin,
2015).
Saat berolahraga, tubuh harus mulai menghasilkan energi lebih cepat daripada
saat istirahat. Otot-otot mulai berkontraksi lebih kuat, jantung berdetak lebih
cepat untuk memompa darah ke seluruh tubuh lebih cepat, dan paru-paru bekerja
lebih keras. Semua proses ini membutuhkan energi ekstra. Dari mana asalnya,
dan bagaimana Anda bisa memastikan Anda memiliki cukup energi untuk
latihan. Harus dipahami bagaimana tubuh menghasilkan energi, dan apa yang

Universitas Esa Unggul 2


http://esaunggul.ac.id  
 

terjadi padanya. Saat berolahraga, dari mana energi tambahan berasal, dan
bagaimana kombinasi bahan bakar yang digunakan berbeda menurut jenis
latihannya.
Sistem energi dalam olahraga dibagi menjadi sistem energi aerobik dan
anaerobik. Kemampuan anaerobik adalah kerja yang dilakukan dengan sumber
energi anaerobik dalam kecepatan maksimal (Pate, 1984). Kemampuan anaerobik
sangat ditentukan oleh daya anaerobik (anaerobic power) dan kapasitas anaerobik
(anaerobic capacity) (McArdle, 1986). Anaerobik merupakan salah satu sistem
untuk menghasilkan energi (ATP) bagi tubuh. Kegiatan tersebut berlangsung
dalam waktu yang pendek dan memerlukan energi segera (anaerobik). Energi
yang berperan dalam kondisi ini adalah sistem Adenosin Trifosfat (ATP) dan
Posphocreatine (Bompa, 1990).
Sedangkan kapasitas aerobik adalah suatu kerja yang dilaksanakan secar terus
menerus selama mungkin, suatu kerja otot yang agak bersifat umum dalam
kondisi aerobik (Soebroto, 2010). Kerja aerobik dilaksanakan pada kondisi
kebutuhan oksigen tidak melebihi kapasitas maksimum konsumsi. Aerobik
merupakan suatu sistem latihan untuk mencapai peningkatan kesegaran jasmani.
Dalam latihan aerobik terjadi hubungan antara kegiatan fisik dengan kebutuhan
oksigen yang berasal dari udara untuk keperluan menunjang aktivitas tubuh, yaitu
suatu program fisik yang direncanakan untuk menampilan dan meningkatkan
kapasitas energi seorang atlet untuk suatu pertandingan (Fox, 1993).

B. Sistem Energi
Kebutuhan energi merupakan kebutuhan gizi utama untuk atlet. Kinerja
atletik optimal ditentukan oleh asupan energi yang memadai. Keseimbangan
energi terjadi ketika asupan energi (jumlah energi dari makanan, cairan, dan
produk suplemen) sama dengan pengeluaran energi atau jumlah energi yang
dikeluarkan sebagai tingkat metabolisme basal (BMR), efek termal dari makanan,
efek aktivitas thermic (TEA), yang merupakan energi yang dikeluarkan dalam
aktivitas fisik yang direncanakan, dan aktivitas nonexercise thermogenesis.
Aktivitas fisik spontan juga termasuk dalam aktivitas thermic (Rodriguez, 2010).

Universitas Esa Unggul 3


http://esaunggul.ac.id  
 

Sumber energi tubuh berasal dari karbohidrat, lemak dan protein. Sumber
energi ini dipakai oleh sel untuk membentuk sejumlah besar ATP dan ATP
dipakai sebagai sumber energi untuk berbagai fungsi sel (Gayton, 1993). Atlet
perlu mengkonsumsi energi yang cukup untuk mempertahankan berat badan dan
komposisi tubuh yang tepat saat latihan dalam olahraga. Beberapa atlet
perempuan dapat mengkonsumsi energi kurang dari yang dikeluarkan. Asupan
energi rendah (misalnya, <1800-2000 kkal/hari) untuk atlet wanita adalah
perhatian gizi utama karena keadaan terus-menerus dari keseimbangan energi
yang negatif dapat menyebabkan penurunan berat badan dan gangguan fungsi
endokrin (Rodriguez, 2010).
Komponen utama yang menunjang performa seorang atlet adalah asupan zat
gizi yang seimbang dan memastikan atlet menkonsumsi kalori yang cukup untuk
menyeimbangi pengeluaran energi yang berlebihan selama beraktivitas. Asupan
energi yang terbatas, jaringan lemak dan tidak berlemak akan digunakan untuk
bahan bakar oleh tubuh. Kehilangan massa jaringan lemak menyebabkan
hilangnya kekuatan dan daya tahan, serta berhubungan dengan kekebalan tubuh,
endokrin, dan fungsi muskuloskeletal. Selain itu, asupan energi rendah jangka
panjang dapat menghasilkan asupan zat gizi yang rendah, terutama dari zat gizi
mikro, dan dapat mengakibatkan disfungsi metabolik yang berhubungan dengan
kekurangan gizi serta menurunkan RMR (Rodriguez, 2010). Makanan terbuat dari
jumlah karbohidrat, lemak dan protein yang berbeda. Masing-masing zat gizi ini
memberikan sejumlah energi saat dipecah di dalam tubuh. Misalnya, 1 g
karbohidrat atau protein melepaskan sekitar 4 kkal energi dan 1 g lemak
melepaskan 9 kkal.

Universitas Esa Unggul 4


http://esaunggul.ac.id  
 

Pengeluaran energi untuk berbagai jenis olahraga tergantung pada durasi,


frekuensi, dan intensitas latihan, jenis kelamin atlet, dan status gizi sebelumnya.
Keturunan, usia, ukuran tubuh, dan massa lemak bebas juga mempengaruhi
pengeluaran energi. Lebih banyak energi yang digunakan dalam aktivitas,
semakin banyak kalori yang dibutuhkan untuk mencapai keseimbangan energi
(Rodriguez, 2010).
Untuk memperkirakan pengeluaran energi total, BMR atau RMR dikalikan
dengan faktor aktivitas yang sesuai 1,8-2,3 (mewakili tingkat aktivitas fisik
sedang hingga sangat berat). Pedoman numerik seperti ini hanya menyediakan
perkiraan kebutuhan energi rata-rata dari seorang atlet individu (Rodriguez,
2010). Ketidakseimbangan antara kebutuhan energik dari tubuh dan energi yang
diperlukan untuk berpartisipasi dalam aktivitas fisik dapat memiliki konsekuensi
serius pada berbagai sistem tubuh termasuk reproduksi, tulang, dan sistem
kardiovaskular (Vescovi, 2016).
Karbohidrat, lemak dan protein semuanya mampu menyediakan energi untuk
olahraga; zat ini dapat digunakan ke dalam, sel otot. Protein tidak memberikan
kontribusi yang besar pada sumber energi. Hanya selama latihan yang sangat lama
atau sangat intens, protein memainkan peran yang lebih penting dalam
memberikan energi tubuh. Produksi ATP selama sebagian besar bentuk olahraga
terutama berasal dari karbohidrat dan lemak yang digunakan. Karbohidrat sangat
penting bagi para atlet karena mereka berkontribusi untuk memenuhi kebutuhan
energi spesifik mereka, untuk menjaga glikemia dan memulihkan cadangan
glikogen. Selanjutnya, asupan karbohidrat yang tidak memadai bisa
mengakibatkan penggunaan protein tubuh sebagai sumber energi, merusak proses
pertumbuhan dan perkembangan terutam pada kelompok atlet remaja yang
diketahui masih dalam masa pertumbuhan (Leticia AAC, 2016)
Defisit energi dapat menginduksi gangguan dalam siklus menstruasi, yang
terkait dengan rendahnya tingkat estrogen. Akibatnya, rendahnya tingkat estrogen
terkait dengan kehilangan tulang dan tidak menguntungkan perubahan dalam
faktor yang terkait dengan penyakit kardiovaskular (Vescovi, 2016).
A. Sistem Metabolisme Energi.

Universitas Esa Unggul 5


http://esaunggul.ac.id  
 

Dalam melakukan aktivitas fisik otot yang berkontraksi membutuhkan energi,


energi yang berasal dari makanan terlebih dahulu dirubah menjadi energi kimia
yang disimpan dalam molekul-molekul untuk menghasilkan kerja sel (Willmore,
1995). Energi yang berasal dari pemecahan makanan tersebut digunakan untuk
membentuk adenosin triphospate (ATP) yang ditimbun di dalam mitokondria otot
dalam jumlah terbatas, yaitu 4-6 mm/kg otot. ATP tersebut hanya cukup untuk
aktifitas cepat dan berat selama 3-8 detik, oleh sebab itu untuk aktifitas yang lama
segera diperlukan pembentukan ATP kembali (Fox, et al, 1993). Energi
expenditur harus sama dengan asupan energi untuk mencapai keseimbangan
energi. Sistem energi yang digunakan selama latihan untuk kerja otot termasuk
phosphagen dan glikolitik (anaerobik) dan jalur oksidatif (aerobik) (Rodriguez,
2010). Soekarman (1998) membagi sistem energi utama dalam 4 kategori yaitu:
1) Semua aktivitas yang membutuhkan waktu kerja kurang dari 30 detik
(sistem ATP-PC).
2) Semua aktivitas yang membutuhkan waktu kerja antara 30-90 detik (
sistem ATP PC dan asam laktat).
3) Semua aktivitas yang membutuhkan waktu kerja antara 1,5- 3 menit
(sistem asam laktat dan oksigen).
4) Semua aktivitas yang membutuhkan waktu kerja lebih dari 3 menit
(sistem aerobik).
Proses pembentukan kembali ATP terjadi 3 cara, 2 proses terjadi secara
anaerobik (1) Sistem ATP-PC (sistem fosfatagen) dan (2) Sistem glikolisis
anaerobik (sistem asam laktat), dan 1 proses terjadi secara aerobik, yaitu sistem
aerobik dimana meliputi oksidasi karbohidratt dan lemak.
1. Sistem Energi Anaerobik
Sistem energi anaerobik yaitu sistem yang menyediakan energi
(ATP) dalam waktu yang relatif cepat, maka latihan anaerobik umumnya
dilakukan dengan mengutamakan kecepatan dan kekuatan yang eksplosif,
dan berlangsung dalam waktu yang relatif singkat (Janssen, 1989). Sejalan
dengan itu, untuk meningkatkan kecepatan dan daya ledak (eksplosive),
harus dilakukan dengan latihan yang melibatkan sistem energi anaerobik
(Yessis dan Trubo,1988).

Universitas Esa Unggul 6


http://esaunggul.ac.id  
 

Dalam aktivitas otot yang memerlukan kerja maksimal, seperti lari


sprint, membutuhkan energi dari sistem ATP-PC dan penguraian glikogen
otot tanpa menggunakan oksigen (glikolisis anaerobik) (Willmore dan
Costill, 1994).
a. Sistem ATP-PC ( Sistem Fosfatagen )
Sistem ATP-PC adalah sistem yang paling cepat dibanding sistem
yang lain, dalam hal membentuk ATP. Bahan bakar yang digunakan
adalah phosphocreatin. Akan tetapi ATP yang dihasilkan relatif sedikit,
dan terbatas jumlahnya. ATP dan Phosphocreatine (PC) berisi kelompok
fosfat berenergi tinggi. Oleh karenanya sistem ATP-PC ini disebut juga
dengan sistem fosfagen (phosphagen system) (Soekarman, 1989).
Sistem fosfatagen adalah suatu sistem penyediaan energi ATP yang
berasal dari kreatin fosfat (PC) di otot. Dengan enzim kreatin kinase, PC
dipecah menjadi fosfat dan kreatin dan selanjunnya fosfat diikat dengan
ADP menjadi ATP. Pada saat kontraksi ATP dipecah menjadi ADP dan
fosfat diikat kembali oleh kreatin menjadi kreatin fosfat (PC) (Fox, et al,
1991).
Sistem phosphagen digunakan untuk latihan yang berlangsung tidak
lebih dari beberapa detik dan intensitas tinggi. Adenosine triphosphate
(ATP) dan creatine phosphate menyediakan energi yang tersedia dalam
otot. Jumlah ATP dalam otot rangka (5 mmol.kg berat basah) tidak
cukup untuk memberikan kelangsungan penyediaan energi, terutama
pada latihan dengan intensitas yang tinggi. Kreatin fosfat merupakan
cadangan ATP dalam otot yang dapat mudah diubah untuk
mempertahankan aktivitas untuk 3-5 menit. Jumlah creatine phosphate
yang tersedia di otot rangka adalah sekitar empat kali lebih besar dari
ATP dan karena itu merupakan bahan bakar utama yang digunakan untuk
intensitas tinggi, kegiatan durasi pendek seperti clean and jerk di angkat
berat atau istirahat cepat di basket (Rodriguez, 2010).
Kurang lebih fosfokreatin 15–17 milimol tertimbun dalam otot per
kilo gram. Bila PC terurai akan dilepaskan energi, dan fosfat segera
didonorkan untuk membentuk ATP dari ADP atau AMP. Reaksi ATP

Universitas Esa Unggul 7


http://esaunggul.ac.id  
 

dan PC dalam sel berlangsung sangat cepat. Pada saat ATP digunakan,
segera PC terurai dan membebaskan energi. Pada kondisi standart energi
dilepaskan sebesar 8300 kalori permol PC dan kondisi reaktan dan suhu
tubuh normal 13000 kalori, lebih besar energi dari hidrolisis ATP sebesar
12000 kalori (Patellongi dkk, 2000).
Kreatin fosfat jumlahnya sangat sedikit, sehingga cepat habis.
Tetapi merupakan sumber energi yang tercepat untuk membentuk ATP
kembali. Oleh karena itu sistem energi ini dapat digunakan secara cepat
yang diperlukan pada aktivitas yang memerlukan kecepatan (Fox, et al,
1993).
b. Sistem Asam laktat (Sistem Glikolisis Anaerobik).
Sistem asam laktat adalah sistem yang cepat dalam membentuk
ATP dibanding sistem aerobik. Bahan bakar yang digunakan adalah
glikogen. Akan tetapi waktunya tidak lebih cepat dibanding dengan
sistem ATP-PC. Selain itu, pada sistem asam laktat, terjadi penumpukan
asam laktat. Jika otot terus berkontraksi, sementara suplai ATP dari
sistem ATP-PC sudah tidak mencukupi, maka sumber energi untuk
membentuk ATP kembali diperoleh dari sistem asam laktat, dengan
menguraikan glukosa tanpa menggunakan oksigen.
Jalur glikolisis anaerobik menggunakan glikogen otot dan glukosa
yang cepat dimetabolisme secara anaerob melalui kaskade glikolitik.
Jalur ini mendukung aktivitas berlangsung 60-180 detik. Sekitar 25% -
35% dari total simpanan glikogen otot yang digunakan selama 30 detik
sprint atau latihan resistensi pertarungan. Baik phosphagen maupun jalur
glikolitik dapat mempertahankan penyediaan energi yang cepat untuk
memungkinkan otot untuk berkontraksi pada tingkat yang sangat tinggi
untuk aktivitas yang berlangsung lebih dari 2-3 menit (Rodriguez, 2010).
Apabila glukosa masuk dalam sel, maka molekul glukosa tersebut
dengan serangkaian reaksi kimia diproses menjadi energi, yang disebut
peristiwa glikolisis. Energi yang dikeluarkan digunakan untuk
membentuk ATP kembali dan menghasilkan 3 ATP. Reaksi ini tidak
efisien, karena dari 1 mol (180 gr) glikogen hanya membentuk 3 ATP

Universitas Esa Unggul 8


http://esaunggul.ac.id  
 

sedangkan bila dengan pertolongan oksigen akan menghasilkan 39 mol


ATP. Asam laktat yang terbentuk dari glikolisis akan menurunkan pH
otot dan darah. Perubahan pH akan menghambat kerja enzim atau reaksi
kimia dala sel terutama dalam otot sendiri (Fox, et al, 1993).
Asam aktat yang dihasilkan akan menumpuk dan mempengaruhi
efisiensi kerja otot, nyeri otot, sehingga menyebabkan kontraksi otot
bertambah lemah dan menyebabkan kelelahan. Asam laktat akan diolah
kembali melalui siklus Cory menjadi glukosa (Sakti, 2015).
Berdasarkan penelitian terhadap atlet cabang olah raga lari estafet
pada intensitas latihan yang tinggi (> 75% dari VO2max) diketahui saat
bahwa karbohidrat memiliki peranan penting untuk pemasok energi.
Penelitian ini melaporkan diketahui bahwa selama pertandingan
candangan energy sangat bergantung terhadap pasokan karbohidrat
sebelum pertandingan (Bercos et al., 2012)
2. Sistem Energi Aerobik
Sistem aerobik merupakan sistem pembentukan kembali ATP
melalui fosforilasi oksidatif di metokondria. Pengikatan kembali Pi
dengan menggunakan energi yang dihasilkan oleh oksidasi subtrat dari
makanan penghasil energi (karbohidrat, lemak dan protein) (Patellongi
dkk, 2000). Sistem energi aerobik digunakan untuk cabang olahraga
dengan intensitas rendah dan durasi gerak lama (>2 menit). sistem ini
menghasilkan ATP lebih lambat dibanding sistem ATP-PC (anaerobik)
(Sakti, 2015).
Sistem energi aerobik biasanya dapat diketahui dari waktu yang
digunakan dalam menyelesaikan pekerjaan. Sistem energi ini dapat
bekerja terus-menerus dalam waktu yang lama dengan intensitas yang
rendah. Sistem energi aerobik dapat membentuk energi kembali dengan
bantuan oksigen. Latihan aerobik menuntut oksigen tanpa menimbulkan
hutang oksigen, maka latihan-latihan ini dapat berlangsung dalam waktu
yang lama. Sedangkan pengaruh latihan ialah meningkatkan kapasitas
tubuh untuk memasukkan oksigen dan menyalurkan ke jaringan sel yang

Universitas Esa Unggul 9


http://esaunggul.ac.id  
 

akan berpadu dengan zat makanan untuk memproduksi energi


(Sumintarsih dan Saptono , 2001).
Bentuk latihan aerobik dilakukan dengan intensitas yang rendah
dalam waktu yang lama. Berarti akan meningkatkan efisiensi kerja dari
organ-organ tubuh tersebut, dan meningkatkan kapasitas aerobik. Dengan
meningkatnya kapasitas aerobik, maka cadangan energi menjadi lebih
besar, sehingga tubuh lebih mampu mempertahankan kondisi fisik pada
suatu aktivitas . Energi ini diperoleh dari pembakaran glikogen dengan
oksigen, sehingga kerja fisik dapat berlangsung dengan waktu yang lama
(Sumintarsih dan Saptono , 2001).
Bahan bakar jalur oksidatif berlangsung lebih lama dari 2-3 menit.
Komposisi utama termasuk glikogen otot dan hati, intramuscular, darah,
dan trigliserida jaringan adiposa dan jumlah diabaikan asam amino dari
otot, darah, hati, dan usus. Contoh aktivitas jalur bahan bakar utama jalur
oksidatif termasuk lari 1.500 m, marathon, half-marathon, dan daya tahan
bersepeda atau ≥1500 m berenang. Oksigen menjadi lebih tersedia untuk
kerja otot, tubuh menggunakan lebih dari jalur aerobik (oksidatif) dan
kurang dari jalur anaerobik (phosphagen dan glikolitik). Hanya jalur
aerobik dapat menghasilkan banyak ATP dari waktu ke waktu melalui
siklus krebs dan sistem transpor elektron. Ketergantungan yang lebih
besar pada jalur aerobik tidak terjadi tiba-tiba, juga merupakan salah satu
jalur yang pernah mengandalkan secara eksklusif. Intensitas, durasi,
frekuensi, jenis kegiatan, jenis kelamin, dan tingkat kebugaran individu,
serta asupan gizi sebelum dan simpanan energi , menentukan kapan
crossover dari aerobik utama menjadi jalur anaerob (Rodriguez, 2010).
Metabolisme aerobik ini meskipun terjadi di otot (organel
mitokondria), letaknya agak jauh dengan mekanisme kontraktil. Oleh
karena itu pengaruhnya juga lebih lambat dan tidak dapat digunakan
secara cepat. Reaksi aerobik terjadi di metokondria yang terbagi menjadi
: (1) glikolisis aerobik, (2) siklus kreb, (3) sistem transport elektron
(Setiawan, 2002).
a. Glikolisis Aerobik

Universitas Esa Unggul 10


http://esaunggul.ac.id  
 

Glikogen dipecah menjadi CO2 dan H2O sebagai glikolisis.


Selama glikolisi aerobik, 1 gram glikogen dipecah menjadi 2 mol asam
piruvat, dengan mengeluarkan energi untuk mesintesi kembali 3 mol
ATP (Fox, et al, 1993).
b. Siklus Kreb
Pemecahan glukosa berikutnya adalah memecah 2 asam piruvat
dengan pertolongan koenzim A menjadi acetyl A, CO2 dan H (asam
piruvat + coenzym A à Acetyl A + 2 CO2 + 4H).

Selanjutnya acetyl koenzim A masuk dalam siklus Kreb (siklus


asam sitrat atau asam trikarboksilat). Asam lemak aktif ini masuk ke siklus
oksidasi yang dinamakan beta oksidasi menjadi acetyl coenzim A dan
masuk dalam siklus Kreb. Banyaknya ATP yang dihasilkan tergantung
dari jenis asam lemak (Fox, et al, 1993).

Gambar Siklus kreb. (library.thinkquest.org)


c. Sistem transpor elektron
Kelanjutan pemecahan glikogen adalah terbentuknya H2O yang
dihasilkan dari persenyawaan H+ yang terjadi dalam siklus Kreb dan
oksigen yang kita hirup. Rangkaian reaksi sampai terjadi H2O disebut
dengan sistem transport elektron dan reaksi ini terjadi di membran dalam

Universitas Esa Unggul 11


http://esaunggul.ac.id  
 

metokondria. Waktu terjadi transport elektron di dalam rantai respirasi


sejumlah energi dikeluarkan. Ion H+ dan elektron yang dihasilkan dari
siklus Kreb masuk ke sistem trasport elektron. Dalam sistem ini terjadi
pembentukan H2O dari reaksi enzimatis antara ion H+ dan oksigen serta
pembentukan ATP (Fox, et al, 1993).
3. Kombinasi Sistem Energi Aerobik Dan Anaeobik.
Sistem energi aerobik dan anaerobik berjalan secara bersamaan
sesuai dnegan kebutuhan ATP untuk bergerak.

Menurut Peter G.J.M. Janssen (1989) dapat diklasifikasikan


aktivitas maksimum pada berbagai durasi serta sistem penyediaan energi
untuk aktivitas dapat dilihat dalam tabel 1.

Tabel 1. Sistem penyediaan Energi untuk Aktivitas


Durasi Klasifikasi Sistem Energi Sumber Energi Observasi
(Aerobik/Anaerobik)
1-4 detik Anaerobik, alaktik ATP
4-20 detik Anaerobik, alaktik ATP + CP
20-45 detik Anaerobik, ATP+CP+ Produksi laktat tinggi
alaktik+Anaerobik, laktik Glikogen otot
45-120 detik Anaerobik, laktik Glikogen otot Dengan meningkatnya

Universitas Esa Unggul 12


http://esaunggul.ac.id  
 

durasi, produksi laktat


menurun
120-140 detik Aerobik+Anaerobik, laktik Glikogen otot Dengan meningkatnya
durasi, produksi laktat
menurun
240-600 detik Aerobik Glikogen otot + Dengan meningkatnya
asam lemak durasi, dibutuhkan
lemak yang lebih
tinggi

Sumber : www.Coach.org

C. Konversi Sumber Energi Berlebih.


Sekitar 50% -60% dari energi selama 1-4 jam latihan terus menerus pada 70%
dari kapasitas oksigen maksimal berasal dari karbohidrat dan sisanya dari oksidasi
asam lemak bebas. Sebagian besar energi berasal dari oksidasi asam lemak bebas,
terutama berasal dari trigliserida otot sebagai intensitas latihan menurun. Pelatihan
tidak mengubah jumlah total energi yang dikeluarkan melainkan proporsi energi
yang berasal dari karbohidrat dan lemak. Sebagai hasil dari pelatihan aerobik,
energi yang berasal dari kenaikan lemak dan dari karbohidrat berkurang. Seorang
individu yang terlatih menggunakan persentase lemak lebih besar daripada orang
yang tidak terlatih pada beban kerja yang sama. Lemak rantai panjang yang
berasal dari simpanan trigliserida otot merupakan bahan bakar pilihan untuk

Universitas Esa Unggul 13


http://esaunggul.ac.id  
 

latihan aerobik untuk individu yang terlibat dalam intensitas latihan ringan hingga
sedang (Rodriguez, 2010).
Orang-orang yang berpartisipasi dalam program kebugaran umum
(misalnya, berolahraga 30 - 40 menit per hari, 3 kali per minggu) biasanya dapat
memenuhi kebutuhan gizi mengikuti diet normal (misalnya, 1.800 - 2.400 kkal /
hari atau sekitar 25 - 35 kkal / kg / hari untuk 50 - 80 kg individu) karena tuntutan
kalori mereka dari latihan yang tidak terlalu besar (misalnya, 200-400 kkal / sesi).
Namun, atlet yang terlibat dalam tingkat sedang pelatihan intensif (misalnya, 2-3
jam per hari dari latihan intens dilakukan 5-6 kali per minggu) atau volume tinggi
pelatihan intensif (misalnya, 3-6 jam per hari pelatihan intensif di 1- 2 latihan
selama 5-6 hari per minggu) dapat mengeluarkan 600 - 1.200 kkal atau lebih per
jam selama latihan. Untuk alasan ini, kebutuhan kalori mereka mungkin
mendekati 50 - 80 kkal / kg / hari (2.500 - 8.000 kkal / hari untuk 50 - 100 kg atlet
(Kreider et al., 2010).
Karbohidrat merupakan sumber tenaga utama dan terbesar. Pengurangan
asupan karbohidrat pada diet atlet akan menurunkan cadangan glycogen pada
atlet. Glycogen disimpan dalam otot diperuntukan untuk cadangan bagi tubuh
ketika energi dari makanan yang diasup habis. Cadangan glycogen yang cukup
sangat penting bagi atlet, terutama untuk cabang olah raga dengan intensitas tinggi
dan durasi yang panjang (Marilyn & Peterson, 1988). Selain itu, dengan glycogen
yang cukup tubuh dapat melakukan pembentukan daya secara anaerobik
(Giriwijoyo & Sidik, 2013).

D. Kelelahan
Dalam istilah ilmiah, kelelahan adalah ketidakmampuan untuk
mempertahankan keluaran atau kecepatan tenaga tertentu. Ini adalah
ketidaksesuaian antara permintaan energi oleh otot-otot yang berolahraga dan
pasokan energi dalam bentuk ATP. Pelari mengalami kelelahan saat mereka tidak
lagi mampu mempertahankan kecepatannya; pesepakbola lebih lambat untuk
melakukan sprint untuk bola dan kemampuan teknis mereka melemah, saat di
gym tidak bisa lagi mengangkat beban dan di kelas aerobik tidak akan mampu
mempertahankan kecepatan dan intensitas.

Universitas Esa Unggul 14


http://esaunggul.ac.id  
 

Selama aktivitas eksplosif yang melibatkan keluaran daya maksimal,


kelelahan biasanya terjadi karena penipisan ATP dan PC. Dengan kata lain,
permintaan ATP melebihi cadangan yang tersedia. Selama aktivitas yang
berlangsung antara 30 detik hingga 30 menit, kelelahan disebabkan oleh
mekanisme yang berbeda. Laju pembuangan asam laktat dalam aliran darah tidak
dapat mengimbangi laju produksi asam laktat. Jadi selama latihan intensitas tinggi
yang berlangsung hingga setengah jam terjadi peningkatan keasaman otot secara
bertahap, yang mengurangi kemampuan otot untuk mempertahankan kontraksi
yang intens. Tidak mungkin melanjutkan latihan intensitas tinggi tanpa batas
waktu karena lingkungan asam akut di otot karena akan menghambat kontraksi
lebih lanjut dan menyebabkan sel tidak optimal. Kelelahan terjadi saat konsentrasi
asam laktat tinggi semacam mekanisme ketahanan tubuh yang mencegah
kerusakan sel otot. Mengurangi intensitas latihan akan menurunkan laju produksi
asam laktat, mengurangi penumpukan, dan memungkinkan otot untuk beralih ke
sistem energi aerobik, sehingga memungkinkan untuk terus berolahraga.
Kelelahan selama latihan aerobik intensitas sedang dan tinggi yang
berlangsung lebih dari 1 jam terjadi ketika simpanan glikogen otot habis. Ini
seperti kehabisan bensin di mobil Anda. Glikogen otot lebih sedikit dibandingkan
dengan simpanan lemak tubuh. Glikogen hati dapat membantu menjaga kadar
glukosa darah dan suplai karbohidrat ke otot yang berolahraga, namun simpanan
juga sangat terbatas dan akhirnya kelelahan akan berkembang sebagai akibat dari
deplesi glikogen otot dan hati serta hipoglikemia. Selama latihan intensitas rendah
hingga sedang yang berlangsung lebih dari tiga jam, kelelahan disebabkan oleh
faktor durasi waktu.
Setelah simpanan glikogen habis, tubuh beralih ke sistem lipolitik
aerobik di mana lemak mampu memasok sebagian besar (tidak semua) bahan
bakar untuk latihan intensitas rendah. Namun, meskipun memiliki cadangan
lemak yang relatif besar, Anda tidak akan dapat terus berolahraga tanpa batas
karena lemak tidak dapat diubah menjadi energi dengan cukup cepat untuk
memenuhi kebutuhan dengan melatih otot. Bahkan jika Anda memperlambat
langkah Anda untuk mengaktifkan energi yang disuplai oleh lemak untuk
memenuhi kebutuhan energi, faktor-faktor lain akan menyebabkan Anda

Universitas Esa Unggul 15


http://esaunggul.ac.id  
 

kelelahan. Ini termasuk peningkatan konsentrasi serotonin kimiawi otak, yang


menyebabkan rasa lelah secara keseluruhan, kerusakan otot akut, dan kelelahan
karena kurang tidur.

E. Kesimpulan
Tubuh menggunakan tiga sistem energi: (1) sistem ATP-PC, atau
fosfagen; (2) sistem glikolitik anaerobik, atau asam laktat; (3) sistem aerobik,
yang terdiri dari sistem glikolitik (karbohidrat) dan lipolitik (lemak). Sistem ATP-
PC memicu ledakan aktivitas maksimal yang berlangsung hingga 6 detik.
Glikolisis anaerobik memberikan energi untuk latihan intensitas tinggi berdurasi
pendek yang berlangsung dari 30 detik hingga beberapa menit. Glikogen otot
adalah bahan bakar utama. Asam laktat yang dihasilkan selama glikolisis
anaerobik merupakan bahan bakar yang untuk energi lebih lanjut produksi saat
intensitas latihan dikurangi. Sistem aerobik menyediakan energi dari pemecahan
karbohidrat dan lemak untuk intensitas sub-maksimal, olahraga lama.
Faktor yang mempengaruhi jenis sistem energi dan penggunaan bahan
bakar adalah intensitas dan durasi latihan, tingkat kebugaran, latihan olahraga dan
diet. Proporsi penggunaan glikogen otot energi meningkat dengan intensitas
latihan dan menurun dengan durasi latihan. Untuk sebagian besar aktivitas yang
berlangsung lebih dari 30 detik, ketiga sistem energi tersebut digunakan pada
tingkat yang lebih besar atau lebih kecil. Namun, satu sistem biasanya
mendominasi. Penyebab utama kelelahan saat anaerobik aktivitas yang
berlangsung kurang dari 6 detik adalah penipisan ATP dan PC selama aktivitas
yang berlangsung antara 30 detik dan 30 menit itu adalah akumulasi asam laktat
dan keasaman sel otot. Kelelahan selama latihan intensitas sedang dan tinggi yang
berlangsung lebih dari 1 jam biasanya disebabkan oleh penipisan glikogen otot.
Untuk latihan yang berlangsung lebih dari 2 jam, kelelahan dikaitkan dengan
glikogen hati yang rendah dan kadar gula darah yang rendah. Untuk sebagian
besar aktivitas, kinerja dibatasi oleh jumlah glikogen di otot. Penyimpanan
glikogen sebelum latihan yang rendah menyebabkan kelelahan dini, berkurangnya
intensitas latihan, dan berkurangnya perolehan latihan.

Universitas Esa Unggul 16


http://esaunggul.ac.id  
 

E. Latihan
1. Zat gizi apa aja yang berperan dalam latihan?
Jawab
Karbohidrat, lemak dan protein merupakan sumber utama untuk latihan. Secara
umum paling utama karbohidrat dan lemak untuk latihan, protein dalam waktu
tertentu digunakan. Zat gizi mikro berperan dalam penggunaan sistem energi.
Oleh karena itu, cukupi kebutuhan gizi atlet dengan spesifik agar performa
tercukupi.

2. Sistem energi pada atlet endurance dengan durasi lama zat gizi apa yang
digunakan?
Jawab
Pada latihan endurance dengan durasi lama sebagian besar dari karbohidrat
sebagai bahan bakar utama. Perlu dipahami strategi during dan setelah latihan
dengan endurance merupakan ini juga kunci agar lebih optimal.

Daftar Pustaka
Karpinski C, Rosenbloom CA. 2016. Sport Nutrition: A Handbook for
Professionals. Sports, Cardiovascular and Wellness. Academy of Nutrition
and Dietetics.
Digate N. Sport Nutrition for Health Professional. American Council of Exercise,
2015.
Dunford M, Doyle AJ. Nutrition for Sport and Exercise. Thomson Wadworth,
2008.

Universitas Esa Unggul 17


http://esaunggul.ac.id  

Anda mungkin juga menyukai