Anda di halaman 1dari 34

PEMBUKTIAN RUMUS TAKSIR BOBOT BADAN

PADA SAPI BALI

TUGAS AKHIR

Oleh

Hafif Laili Johan

NIM C31172176

PROGRAM STUDI PRODUKSI TERNAK


JURUSAN PETERNAKAN
POLITEKNIK NEGERI JEMBER
2019

i
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Ahli Madya Peternakan ( A.Md, Pt )
Progam Studi Produksi Ternak
Jurusan Peternakan

Oleh

Hafif Laili Johan

NIM C31172174

PROGRAM STUDI PRODUKSI TERNAK


JURUSAN PETERNAKAN
POLITEKNIK NEGERI JEMBER
2019

ii
SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini


: Nama : Hafif Laili Johan
NIM : C31172174

Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam


Laporan Akhir saya yang berjudul ‘’Pengaruh Pemberian Jagung Giling
Terhadap Pertumbuhan Berat Badan Sapi Bali Jantan dengan penambahan jagung
giling yang berbeda ( Penelitian di BPTU-HPT Denpasar)’’ merupakan gagasan
dan
hasil karya sendiri dengan arahan dosen pembimbing, dan belum pernah
diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun.

Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara


jelas dan dapat diperiksa kebenarannya. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
naskah dan dicantumkan dalam daftar pustaka dibagian akhir Tugas Akhir ini.

Jember,20 Mei 2020

Hafif Laili Johan

C31172174

iii
MOTTO

“Anda tidak bisa membiarkan kegagalan menentukan Anda,


Anda harus membiarkan kegagalan
dapat mengajari Anda”

Hafif Laili Johan

iv
PERSEMBAHAN

Tugas Akhir ini saya persembahkan kepada :

1) Keluarga saya yang telah memberi semangat kepada saya.

2) Para ibu dan bapak dosen yang telah memberikan ilmu dan membimbing
saya
3) Almamater Politeknik Negeri Jember

4) Masyarakat luas yang bergelut dibidang peternakan

5) Teman-teman saya yang telah memberi semangat kepada saya

v
PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas segala rahmat dan
hidayahnya sehingga penulisan laporan Praktek Kerja Lapang dapat terselesaikan dengan
baik. Pelaksanaan Praktek Kerja Lapang ini telah banyak memperoleh ilmu pengetahuan
dan pengalaman yang akan menjadi bekal setelah menyelesaikan studi perkuliahan dan
diterapkan baik dalam bidang pendidikan peserta didik maupun dalam masyarakat.
Penyusunan laporan Praktek Kerja Lapang ini tidak dapat selesai tanpa bantuan dari
bebagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Direktur Politeknik Negeri Jember


2. Ketua Jurusan Peternakan
3. Ketua Program Studi Produksi Ternak
4. Koordinator PKL produksi ternak
5. Ir. Achmad Marzuki., M.P selaku dosen pembimbing
6. Kepala balai BPTU-HPT Denpasar
7. Koordinator PKL di BPTU-HPT Denpasar
8. Keluarga besar BPTU-HPT Denpasar
9. Teman-teman Produksi Ternak
10. Kepada kedua orang tua saya yang selalu memberikan dukungan

Diharapkan laporan ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan pembaca.

Jember, 20 Mei 2020

Penulis

vi
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL......................................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................................ii
SURAT PERNYATAAN...............................................................................................iii
MOTTO..........................................................................................................................iv
PERSEMBAHAN..........................................................................................................v
PRAKATA.....................................................................................................................vi
DAFTAR ISI..................................................................................................................vii
DAFTAR TABEL..........................................................................................................ix
BAB 1. PENDAHULUAN............................................................................................01

1.1. Latar Belakang..........................................................................................01

1.2. Rumusan Masalah.....................................................................................03

1.3. Tujuan........................................................................................................03

1.4. Manfaat......................................................................................................03
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................04

2.1. Gambaran Umum Sapi Bali......................................................................04

2.2 Pertumbuhan Sapi Bali..............................................................................06

2.3 Dimensi Tumbuh.......................................................................................09

2.4 Sistem Pemeliharaan.................................................................................09


BAB 3. MATERI DAN METODOLOGI PENELITIAN.........................................12

3.1. Materi Penelitian.....................................................................................12

3.2. Metode Penelitian....................................................................................12

3.3. Analisis Data.................................................................................................. 13

3.4. Konsep Dasar Analisis Korelasi Person.................................................13

3.5. Konsep Dasar Analisis Korelasi Berganda.............................................13

3.6. Dasar Pengambilan Keputusan................................................................14

vii
3.7. Pedoman Derajat Hubungan....................................................................14
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN.......................................................................15

4. 1 Lingkar Dada..........................................................................................15

4. 2 Panjang Badan........................................................................................15

4. 3 Pendugaan Bobot Badan .........................................................................15

4. 4 Hubungan Rumus dalam Berbagai Metode.............................................16

4. 5 Rata-rata Semua Rumus (Korelasi Berganda).........................................19


BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN.......................................................................20

5. 1 Kesimpulan..............................................................................................20

5. 2 Saran........................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA

viii
DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Hubungan Rumus Schoorl Denmark terhadap bobot badan......................16


Tabel 4.2 Hubungan Rumus Schoorl Indonesia terhadap bobot badan.....................17
Tabel 4.3 Hubungan Rumus Winter Indonesia terhadap bobot badan.......................17
Tabel 4.4 Hubungan Rumus Winter Eropa terhadap bobot badan............................18
Tabel 4.5 Hubungan Rumus Lambourne terhadap bobot badan................................19
Tabel 4.6 Rata-rata semua hubungan rumus(Korelasi Berganda)..............................19

ix
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sapi Bali adalah jenis sapi lokal yang memiliki kemampuan beradaptasi
dengan lingkungan baru. Kemampuan tersebut merupakan faktor pendukung
keberhasilan budidaya Sapi Bali, populasi Sapi Bali yang meningkat akan
membantu mensukseskan program pemerintah untuk swasembada daging tahun
2014.

Bobot badan memegang peranan penting dalam pola pemeliharaan yang


baik, selain untuk menetukan kebutuhan nutrisi, jumlah pemberian pakan, jumlah
dosis obat, bobot badan juga dapat digunakan untuk menentukan nilai jual ternak
tersebut.

Ukuran-ukuran tubuh ternak dapat digunakan untuk menduga bobot


badan. Salah satu metode praktis adalah dengan menggunakan lingkar dada.
Terdapat beberapa rumus penduga bobot badan ternak menggunakan lingkar dada
yaitu schoorl, winter, dan denmark. Rumus-rumus tersebut dapat digunakan untuk
sapi, kambing, domba, dan kerbau.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui keeratan hubungan


antara ukuran-ukuran tubuh untuk pendugaan bobot badan pada Sapi Bali.
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah memberikan sumbangan bagi
penyusunan pedoman yang mendekati kebenaran dalam pendugaan bobot badan
sapi Bali, membantu para peternak dalam memilih sapi, menentukan jumlah
pakan, menentukan nilai jual serta membantu petugas veteriner dalam hal
penentuan dosis obat.

Sapi Bali merupakan keturunan dari sapi liar yang disebut banteng (Bos
sondaicus) yang telah mengalami proses penjinakan (domestikasi) berabad-abad
lamanya (Sugeng, 2000). Menurut Abidin (2002), keunggulan Sapi Bali adalah
mudah beradaptasi dengan lingkungan baru, sehingga sering disebut ternak
perintis, Payne and Hodges (1997), menyatakan bahwa Sapi Bali memiliki potensi

1
genetik plasma ternak lokal yang mempunyai keunggulan komparatif
dibandingkan dengan ternak impor antara lain, keunggulan dalam memanfaatkan
hijauan pakan yang berserat tinggi, daya adaptasi iklim tropis dan fertilitas tinggi
(83%) serta persentase karkas (56%) dan kualitas karkas yang baik.

Ciri fisik Sapi Bali adalah berukuran sedang, berada dalam dengan kaki
yang bagus. Warna bulu merah bata dan coklat tua. Pada punggung terdapat garis
hitam di sepanjang punggung yang disebut “garis belut” (Wiliamson dan Payne,
1969). Sapi Bali mempunyai ciri khas yaitu tidak berpunuk, umumnya keempat
kaki dan bagian pantatnya berwarna putih (Abidin, 2002). Pedet umumnya
berwarna merah bata (Susilorini, 2008).

Pertumbuhan adalah perubahan ukuran yang meliputi perubahan bobot


hidup, bentuk, dimensi dan komposisi tubuh termasuk perubahan komponen-
komponen pada tubuh dan organ serta komponen kimia (Soepano, 2005).
Ensminger (1969), mengatakan bahwa pertumbuhan seekor ternak, dilihat antara
lain dari bertambahnya ukuran tubuh.

Pertumbuhan adalah perubahan ukuran yang meliputi perubahan bobot


hidup, bentuk, dimensi dan komposisi tubuh termasuk perubahan komponen-
komponen tubuh dan organ serta komponen kimia (Soeparno, 2005). Ensminger
(1969), menyatakan bahwa pertumbuhan seekor ternak dilihat antara lain dari
bertambahnya ukuran tubuh.

Pertumbuhan adalah pertambahan berat badan atau ukuran tubuh sesuai


dengan umur, sedangkan perkembangan berhubungan dengan adanya perubahan
ukuran serta fungsi dari berbagai bagian tubuh semenjak embrio sampai menjadi
dewasa (Sugeng 2000). Menurut Soenarjo (1998), proses pertumbuhan hewan
yaitu pertambahan berat sampai dewasa (Growth) dan perkembangan bentuk
badan dan proses kinerjanya.(Tillman, 1998), menyatakan lebih cepat, selanjutnya
berangsur-angsur menurun atau melambat dan berhenti setelah mencapai dewasa
tubuh.

Bobot tubuh ternak merupakan hasil pengukuran dari proses tumbuh


ternak yang dilakukan dengan cara penimbangan (Tillman.,1998). Sementara itu

2
besarnya bobot badan dapat diukur melalui tinggi badan, lingkar dada, lebar dada
dan sebagainya (Sugeng, 1992). Pengukuran lingkar dada dan panjang badan
dapat memberikan petunjuk bobot badan seekor ternak dengan tepat (Wiliamson
dan Payne, 1983). Pertumbuhan lingkar dada mencerminkan pertumbuhan tulang
rusuk dan pertumbuhan jaringan daging yang melekat pada tulang rusuk
(Sudibyo, 1987).

Pendugaan umur dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan melihat
lingkar tanduk dan keadaan atau susunan giginya. Cara pendugaan umur dengan
melihat lingkar tanduk adalah dengan menghitung jumlah lingkar tanduk
ditambah 2 (Abidin, 2002).

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari penelitian ini adalah bagaimana cara menentukan


bobot badan pada Sapi Bali dengan berbagai macam hubungan rumus.

1.3 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui cara menentukan bobot
badan pada Sapi Bali dengan berbagai macam hubungan rumus dan keeratan
hubungan antara ukuran-ukuran tubuh untuk pendugaan bobot badan pada sapi
Bali.

1.4 Manfaat

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah memberikan informasi


cara menentukan bobot badan pada Sapi Bali dengan berbagai macam hubungan
rumus, dan sumbangan bagi penyusunan pedoman yang mendekati kebenaran
dalam pendugaan bobot badan sapi Bali, membantu para peternak dalam memilih
sapi, menentukan jumlah pakan, menentukan nilai jual serta membantu petugas
veteriner dalam hal penentuan dosis obat.

3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gambaran Umum Sapi Bali


Sapi bali merupakan sapi asli Indonesia dari keturunan banteng yang telah
mengalami proses domestikasi selama bertahun tahun, sehingga termasuk dalam
kategori bos sondaicus (Sugeng, 2000). Domestikasi banteng bali berlangsung
dipulau Bali sehingga hasil domestikasinya disebut dengan sapi bali (Guntoro,
2002). Bangsa sapi Bali memiliki klarisifikasi menurut (Wiliamson dan Payne,
1993) sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Sub Filum : Vertebrata
Kelas : Mamalia
Ordo : Artiodactyla
Sub ordo : Ruminansia
Famili : Bovidae
Genus : Bos
Spesies : Bos Sondaicus

Keunggulan sapi bali antara lain adalah Prosentase karkas yang tinggi,
mudah beradap tasi pada lingkungan baru sehingga disebut sebagai ternak perintis
serta dapat memanfaatkan pakan dengan kualitas rendah (Abidin, 2002).
Penampilan produktivitas dan reproduktivitas sapi bali sangat tinggi. Sapi Bali
dilaporkan sebagai sapi paling superior dalam hal fertilitas dan angka konsepsi
(Toelihere, 2002). Ciri-ciri fisik sapi Bali menurut Wiliamson da Payne (1993)
antara lain berukuran sedang, berdada dalam, serta berbulu pendek, halus dan
licin. Wara bulu merah bata dan coklat tua dimana pada saat lahir, baik jantan
maupun betina berwarna merah bata dengan bagian warna terang yang khas pada
bagian belakang kaki, Warna bulu menjadi coklat tua sampai hitam pada saat
mencapai dewasa dimana jantan lebih gelap dari pada betina. Warna hitam
menghilag dan warna bulu merah bata kembali lagi jika sapi jantan dikebiri. Bibir,
kaki, dan ekor berwarna hitam dan kaki putih dari lutut ke bawah, dan ditemukan
warna putih di bawah paha dan bagian oval putih yang amat jelas pada bagian

4
pantat. Pada punggung ditemukan garis hitam di sepanjang garis punggung (garis
belut). Kepala lebar dan pendek dengan puncak kepala yang datar, telinga
berukuran sedang dan berdiri. Tanduk jantan besar, tumbuh kesamping dan
kemudian ke atas dan runcing.

Ada tanda-tanda khusus yang harus dipenuhi sebagai sapi Bali murni,
yaitu warna putih pada bagian belakang paha, pinggiran bibir atas, pada paha kaki
bawah mulai tarsus dan caprus sampai batas pinggir atas kuku, bulu pada ujung
ekor hitam, bulu pada bagian dalam telinga putih,terdapat garis belut (garis hitam)
yang jelas pada bagian atas punggung, bentuk tanduk pada jantan yang paling
ideal disebut bentuk tanduk silak congklok yaitu jalannya pertumbuhan tanduk
mula-mula dari dasar sedikit keluar lalu membengkok ke atas, kemudian pada
ujungnya membengkok sedikit keluar. Pada betina bentuk tanduk yang ideal
disebut manggul gangsa yaitu jalannya pertumbuhan tanduk satu garis dengan
dahi arah ke belakang sedikit melengkung ke bawah dan pada ujungnya sedikit
mengarah ke bawah dan ke dalam, tanduk ini berwarna hitam (Hardjosubroto,
1994).

Sapi Bali (Bos sondaicus) adalah salah satu sumber daya genetik ternak
asli Indonesia dan juga salah satu jenis sapi potong yang berkontribusi terhadap
pengembangan industri peternakan di Indonesia. Sapi Bali mendominasi populasi
sapi potong terutama di Indonesia Timur seperti pulau-pulau Nusa Tenggara Barat
dan Sulawesi Selatan (Rachma,dkk, 2011).

Sapi Bali lebih unggul dibandingkan bangsa lainnya, misalnya sapi Bali
akan memperlihatkan perbaikan performan pada lingkungan baru dan
menunukkan sifat-sifat yang baik bila dipindahkan dari lingkungan yang lebih
baik. Selain cepat beradaptasi pada lingkungan yang baru, sapi Bali juga cepat
berkembang biak dengan angka kelahiran 40% - 85% (Martojo, 1988).

Sapi Bali menyebar ke pulau-pulau di sekitar pulau Bali melalui


komunikasi antar raja-raja pada zaman dahulu. Sapi Bali telah tersebar hampir di
seluruh provinsi di Indonesia dan berkembang cukup pesat di daerah karena
memiliki beberapa keunggulan. Sapi Bali mempunyai daya adaptasi yang baik

5
terhadap lingkungan buruk seperti daerah yang bersuhu tinggi, mutu pakan yang
rendah, dan lain-lain. Tingkat kesuburan (fertilitas) sapi Bali termasuk tinggi
dibandingkan dengan sapi lain, yaitu memcapai 83% tanpa terpengaruh oleh mutu
pakan. Tingkat kesuburan (fertilitas) yang tinggi ini merupakan salah satu
keunikan sapi Bali (Guntoro, 2002).

2.2 Pertumbuhan Sapi Bali

Pertumbuhan merupakan perubahan ukuran tubuh yang meliputi


perubahan bobot hidup, termasuk perubahan komponen-komponen tubuh seperti
otot, lemak tulang dan organ bentuk komposisi tubuh yang dapat diukur dalam
arti panjang, volume, atau massa (Sonjaya, 2012). Rachma (2007) menyatakan
bahwa pertumbuhan tubuh secara keseluruhan umumnya diukur dengan
bertambahnya berat badan sedangkan besarnya badan dapat diketahui melalui
pengukuran pada tinggi pundak, panjang badan, lingkar dada. Kombinasi berat
dan besarnya badan umumnya dipakai sebagai ukuran pertumbuhan.

Proses pertumbuhan menurut Sonjaya (2012), terbagi tiga gambaran, (1)


proses dasar pertumbuhan satu sel, dalam hal ini hiperplasia (Penggandaan sel),
(2) hiperthropi (pembesaran sel), (3) pertumbuhan materi nonprotoplasmik
(peletakan lemak, glikogen, plasma darah, tulang rawan). Tahap yaitu
pertumbuhan prenatal dan pertumbuhan pre natal. Pertumbuhan sebelum lahir
(prenatal) terjadi saat embrio, meliputi pembelahan sel dan pertambahan jumlah
sel tubuh (hiperplasia) serta terjadi perubahan fungsi sel menjadi sistem-sistem
organ tubuh. Embrio juga mengalami perkembangan sel menjadi lebih besar
(hiperthropi) sehingga membutuhkan asupan nutrisi yang lebih banyak.
Pertumbuhan setelah lahir (postnatal) menurut Tilman, dkk (1998) meliputi
beberapa aspek yaitu proses pematangan organ reproduksi, peningkatan dimensi
dan linier, pertambahan bobot badan, pertambahan masa organ dan perbanyakan
sel. Sempurna (2013), menjelaskan bahwa laju pertumbuhan ternak setelah lahir
berbentuk sigmoid yaitu terjadi peningkatan bobot badan secara signifikan dari
lahir sampai pubertas dan cenderung tetap setelah periode pubertas tercapai.

6
Selama pertumbuhan seekor ternak ada dua hal yang terjadi yaitu; (1)
bobot badannya meningkat sampai mencapai bobot badan dewasa, yang disebut
pertumbuhan dan (2) terjadinya perubahan formasi dan bentuk tubuh serta
berbagai fugsi dan kesanggupannya untuk melakukan sesuatu menjadi wujud
penuh yang disebut perkembangan. Perubahan bentuk tubuh atau dalam hal
pertambahan berat badan sangat berguna untuk seleksi pada pemuliaan ternak
sebagai petunjuk dalam performans kondisi pada grazing atau feedlot, meskipun
demikian yang pentig bahwa mendekati dewasa tubuh pertambahan berat badan
semakin rendah (Wello, 2007).

Pertumbuhan ternak sapi ditentukan oleh berbagai faktor, terutama jenis


sapi, jenis kelamin, umur, ransum atau pakan yang diberikan dan teknik
pengolahannya. Diantara jenis sapi lokal, sapi Ongole dan sapi Bali mempunyai
pertambahan bobot badan yang tinggi (Siregar, S. B. 2001). Kecepatan
pertumbuhan seekor ternak dipengaruhi oleh umur, bangsa, lingkungan dan waktu
pemeliharaan (Sonjaya, 2012). Cepat laju pertumbuhan dipengaruhi oleh jenis
kelamin, hormon, pakan, gen, iklim dan kesehatan induk (Sampurna, 2013). Sapi
tipe besar laju pertumbuhannya lebih besar dari pada sapi tipe kecil. Perbadaan
laju pertumbuhan ini mengakibatkan bobot potong untuk sapi tipe besar akan
lebih tinggi dari pada sapi-sapi tipe kecil (Siregar, 2008).

Pertumbuhan bagian tubuh hewan mengalami peningkatan yang berbeda


tetapi laju pertumbuhanya sama. Setiap kenaikan bobot tubuh terjadi perbedaaan
proporsi organ dan jaringan otot, tulang dan lemak. Semua zat makanan dalam
pertumbuha hewan akan diprioritaskan terlebih dahulu untuk pertumbuhan tulang,
jaringan otot dan lemak. Pertumbuhan tulang sangat penting bagi pertumbuhan
ternak karena pertumbuhan dan perkembangan tulang akan menentukan ukuran
tubuh ternak (Soepano, 2005). Tulang tumbuh secara kontinyu dengan laju
pertumbuhan yang relatif lambat sedangkan pertumbuhan otot relatif lebih cepat,
sehingga rasio antara otot dan tulang meningkat selama pertumbuhan (Parakkasi,
1999). Otot mencapai pertumbuhan maksimal kemudian terjadi pertambahan
bobot otot terutama karena deposisi lemak intra muscular. Perbedaan

7
pertumbuhan jaringan otot, tulang dan lemak akan mengakibatkan perubahan
komposisi karkas (Soeparno, 2005).

Menurut Riyanto dan Purbowati (2009) bahwa pertumbuhan bobot badan


sapi ditentukan oleh berbagai faktor antara lain jenis sapi, jenis kelamin, umur,
ransum yang diberikan dan teknis pemeliharaannya. Menurut sudarmono dan
Bambang (2008), adanya perbedaan antara ukuran tubuh suatu ternak dipengaruhi
oleh adanya faktor pakan. Faktor pakan sangat penting dalam pemenuhan
kebutuhan pertumbuhan. Kekurangan pakan merupakan kendala besar dalam
proses pertumbuhan, terlebih apabila dalam pakan tersebut zat-zat pakan untuk
pertumbuhan tersedia sangat kurang seperti protein, vitamin dan mineral. Maka
hal ini dapat menyebabkan pertumbuhan tubuh ternak tersebut tidak dapat
bertumbuh baik. Dilanjutkan dengan pernyataan Sugeng (2006), yang menyatakan
bahwa adanya perbedaan ukuran tubuh suatu ternak dipengaruhi oleh adanya
beberapa faktor yaitu faktor pengaruh bangsa sapi, umur, jenis kelamin, pengaruh
pakan dan pengaruh suhu serta iklim ligkugan di sekitar habitat sapi. Menurut
Arliani & Khasrad (2003), yang menyatakan bahwa panjang badan sapi Bali
jantan umur dibawah umur 1 tahun 120±8,6 cm dan umur antara 1-2 tahun
120,67± 0,81 cm.

Perbedaan kecepatan pertumbuhan disebabkan oleh perbedaan fungsi dan


komponen penyusunnya, bagian tubuh yang berfungsi lebih dulu atau komponen
penyusunnya sebagian besar dari tulang akan tumbuh lebih dulu dibandingkan
dengan yang berfungsi belakang, atau komponen penyusunnya terdiri dari otot
atau lemak (Sampurna ,2013).

Pertumbuhan pada ternak dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti jenis


kelamin dan umur, Made dkk (2014) menyatakan bahwa pedet sapi Bali jantan
dengan kisaran umur 0-6 bulan mempunyai pertumbuhan tinggi pundak yang
lebih cepat dibandingkan dengan pedet sapi Bali betina, namun secara statistik
tidak berbeda nyata.

2.3 Dimensi Tubuh

8
Dimensi tubuh merupakan faktor yang erat hubungannya dengan
penampilan seekor ternak. Dimensi tubuh seringkali digunakan di dalam
melakukan seleksi bibit, mengetahui sifat keturunan,tingkat produksi maupun
dalam menaksir berat badan. Tingkat keakuratan yang didapat dalam menaksir
berat badan dengan menggunakan dimensi tubuh sangat baik.

Menurut Kardasih (2003), bobot badan sapi merupakan salah satu


indikator produktivitas ternak yang dapat diduga berdasarkan ukuran linier tubuh
sapi. Perkembangan tubuh ternak sapi selain faktor genetik ternak, dipengaruhi
oleh faktor sistem manajemen pemeliharaan, faktor lingkungan antara lain
ketinggian tempat, curah hujan , ketersediaan air, suhu linkungan, faktor penyakit,
dan lain-lain (Rachma, (2007).

Menurut Djagra dan Arka (1994) pengukuran dimensi dimaksudkan


dengan mengukur dimensi tubuh luar ternak dengan ukuran statistik yaitu :

1. Ukuran Tinggi
Tinggi pundak, tinggi pundak ialah jarak tegak lurus dari titik tertinggi
pundak sampai ke tanah atau lantai, alat yang digunakan adalah tongkat ukur.
2. Ukuran Panjang
Panjang badan, diukur secara lurus dengan tongkat ukur dari siku
(humerus) sampai benjolan tulang tapis (tuber ischii).
3. Ukuran Lebar
Lebar dada, jarak terbesar pada yang diukur tepat dibelakang antara kedua
benjolan siku luar, yaitu tepat pada tempat mengukur lingkar dada.
4. Ukuran Lingkar
Lingkar dada, lingkaran yang diukur pada dada atau persis di belakang
siku, tegak lurus dengan sumbu tubuh.

2.4 Sistem Pemeliharaan


Sistem pemeliharaan sapi potong di Indonesia dibedakan menjadi tiga,
yaitu intensif, ekstensif dan usaha campuran (mixed farming). Pada pemeliharaan
secara intensif, sapi dikandangkan secara terus-menerus atau hanya dikadangan
pada malam hari dan pada siang hari ternak digembalakan. Pola pemeliharaan sapi

9
secara intensif banyak dilakukan petani/peternak di Jawa, Madura dan Bali. Pada
pemeliharaan ekstensif, ternak dipelihara di padang penggembalaan dengan pola
pertanian menetap atau di hutan. Pola tersebut banyak dilakukan peternak di Nusa
Tenggara Timur, Kalimantan dan Sulawesi (Sugeng 2006). Dari kedua cara
pemeliharaan tersebut, sebagian besar merupakan usaha rakyat dengan ciri usaha
rumah tangga dan kepemilikan ternak sedikit, menggunakan teknologi sederhana,
bersifat pada karya, dan berbasis azas organisasi kekeluargaan (Yusdja dan Ilham,
2004).
Sistem pemeliharaan sapi potong dapat dibedakan menjadi 3, yaitu sistem
pemeliharaan ekstensif, semi intensif, dan intensif. Sistem ekstensif semua
aktifitasya dilakukan di padang penggembalaan yang sama. Sistem semi intensif
adalah memelihara sapi untuk digemukkan dengan cara digembalakan dan pakan
disediakan oleh peternak, atau gabungan dari sistem ekstensif dan intensif.
Sementara sistem intensif adalah sapi-sapi dikandangkan dan seluruh pakan
disediakan oleh peternak (Susilorini, 2008). Sistem pemeliharaan ekstensif ternak
dilepas di padang penggembalaan yang terdiri dari beberapa ternak jantan dan
betina (Graser, 2003). Pada sistem pemeliharaan ini aktifitas perkawinan,
pembesaran, pertumbuhan dan penggemukan dilakukan di padang
penggembalaan. Keuntungan dari sistem pemeliharaan ini adalah biaya produksi
yang sangat minim (Parakkasi, 1999). Pada pemeliharaan ekstensif nutrisi yang
berasal dari pakan yang dikonsumsi oleh ternak digunakan sebesar 65%-85%
untuk kebutuhan hidup pokok. Ternak mencapai bobot potong yang lebih lama
yakni 3-6 tahun (Parakkasi, 1999).
Sistem pemeliharaan secara intensif didefinisikan sebagai sistem
pemeliharaan ternak, dimana ternak dipelihara dengan sistem kandang yang
dibuat secara khusus (Willianson dan Payne, 1993). Pengertian sistem
pemeliharaan intensif lainnya dijelaskan oleh Parakkasi (1999), sebagai hewan
ternak dengan dikandangkan secara terus menerus dengan sistem pemberian
pakan secara cut and carry. Sistem pemeliharaan semi intensif, sering kali disebut
dengan sistem pemeliharaan campuran. Pada sistem pemeliharaan ini petani
biasanya memelihara beberapa ekor ternak sapi dengan maksud digemukkan

10
dengan bahan makanan yang ada didalam atau disekitar usaha pertanian
(Parakkasi, 1999).
Namun memiliki kelebihan bukan berarti tidak memiliki kekurangan.
Menurut Sudarmono dan Bambang (2008), sistem intensif memang menjanjikan
dari segi produksi maupun penghasilan, tetapi perlu diketahui bersama bahwa
sistem intensif membutuhkan banyak tenaga, membutuhkan takaran pakan yang
sesuai, dan ketersediaan air minum.
Pola usaha penggemukan sapi potong oleh masyarakat pedesaan sebagian
masih bersifat tradisional. Menurut Ferdiman (2007), penggemukan sapi potong
dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu sistem kereman, dry lot fattening dan
pasture fattening. Pakan yang digunakan dalam penggemukan berupa hijauan dan
konsentrat. Hijauan diberikan 10% dari bobot badan, konsentrat 1% dari bobot
badan dan air minum 20-30/ekor/hari. Dalam sistem ini, sapi muda (umur 1,5-2
tahun) dipelihara secara terus-menerus di dalam kandang dalam waktu tertentu
untuk meningkatkan volume dan mutu daging dalam waktu relatif singkat
(Ahmad, dkk, 2004).

11
BAB 3 MATERI DAN METODE PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan di BPTU HPT Denpasar Breeding Center


Pulukan, bertempat didesa Pangyangan kecamatan Pekutatan Kabupaten
Jembrana Provinsi Bali. Adapun waktu Penelitian antara 30 September sampai 30
November 2019.

3.1 Materi Penelitian

Materi yang diamati dalam penelitian ini adalah 30 ekor sapi Bali jantan,
dikelompokkan berdasarkan umur yaitu poel 0 sebanyak 6 ekor,poel 1 sebanyak 6
ekor, poel 2 sebanyak 6 ekor, poel 3 sebanyak 6 ekor, poel 4 sebanyak 6 ekor.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu : timbagan digital degan
ketelitian 1kg untuk mengukur bobot badan; pita ukur sepanjang 2m dengan
ketelitian 1mm untuk megukur lingkar dada dan tongkat ukurdegan panjang 2m
dan ketelitian 1cm untuk mengukur tinggi pundak, panjang badan dan lebar dada.

3.2 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey.


Sampel diambil menggunakan teknik purposive sampling, yaitu pengambilan
sampel berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu yang meliputi jenis
kelamin jantan, dan poel 0, poel 1, poel 2, poel 3 dan poel 4.

Parameter yang diukur yaitu ukuran- ukuran tubuh yang terdiri dari bobot
badan, lingkar dada, tinggi pundak, panjang badan dan lebar dada. Pengukuran
ukuran tubuh dilakuka dengan cara :

1. Bobot badan diukur mengguakan timbaga digital. Alat, diset sesuai dengan
penggunaan, kemudian sapi dinaikkan ke atas timbangan. Nilai yang
tertera pada digital merupakan bobot badan sapi tersebut.
2. Lingkar dada diukur dengan menggunakan pita ukur, meligkar tepat
dibelakang scarpula, gambar Ilustrasi 1 (a).
3. Tinggi pundak diukur dengan menggunakan tongkat ukur, dari bagian
tertinggi pundak melewati bagian belakang scarpula, tegak lurus dengan
tanah, gambar Ilustrasi 1 (b).

12
4. Panjang badan diukur dengan tongkat ukur dari tuber ischii sampai dengan
tuberositas humeri, gambar Ilustrasi 1 (c).
5. Lebar dada diukur dengan menggunakan tongkat ukur dari arah kedua siku
luar, gambar Ilustrasi 1 (d).

Gambar 3.1. Cara Mengukur Tubuh Sapi

3.3 Analisis Data

Pembuktian rumus taksir bobot badan sapi Bali menggunakan metode


korelasi tunggal dan korelasi berganda. Korelasi adalah suatu uji untuk mencari
hubungan antara dua variabel atau lebih yang bersifat kuantitatif.

3.4 Konsep Dasar Analisis Korelasi Person

Uji korelasi bertujuan untuk mengetahui tingkat keeratan hubungan antar


variabel yang dinyatakan dengan koefisien korelasi (r). Jenis hubungan antar
variabel X dan Y dapat bersifat positif dan negatif.

3.5 Konsep Dasar Analisis Korelasi Berganda

Uji korelasi berganda bertujuan untuk mengetahuitingkat keeratan


hubungan (simultan) antara dua atau lebih variabel bebas (X) terhadap variabel
terikat (Y).

13
3.6 Dasar Pengambilan Keputusan

 Jika nilai signifikasi < 0,05 maka berkorelasi,


 Jika nilai signifikasi > 0,05 maka tidak berkorelasi

3.7 Pedoman Derajat Hubungan

 Nilai Person Corelation 0,00 s/d 0,20 = tidak ada korelasi


 Nilai Person Corelation 0,21 s/d 0,40 = korelasi lemah
 Nilai Person Corelation 0,41 s/d 0,60 = korelasi sedang
 Nilai Person Corelation 0,61 s/d 0,80 = korelasi kuat
 Nilai Person Corelation 0,81 s/d 1,00 = korelasi sempurna

14
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Kegiatan penelitian ini menggunakan sapi Bali jantan berjumlah 30 ekor


yang diukur sekali pada tanggal 30 September sampai 30 November 2019. Data
yang didapatkan dari pengukuran tersebut adalah data lingkar dada, bobot badan,
tinggi badan, dan panjang badan. Hasil pengukuran dapat menunjukkan setiap
sapi Bali memiliki ukuran yang ukuran yang berbeda-beda karena pada setiap sapi
Bali pakan yang dapat dicerna berbeda-beda. Winter (1961) mengatakan bahwa
ternak yang tunbuh setiap pertumbuhan 1% lingkar dada diikuti oleh kenaikan
bobot hidup sebesar 3%.

4.1 Lingkar Dada

Lingkar dada adalah bagian yang diukur tepat dibelakang tulang gumba
pada tulang rusuk ke 3-4. Lingkar dada diukur menggunakan alat ukur berupa pita
ukur sepanjang 2m dengan ketelitian 1mm. Lingkar dada merupakan salah satu
parameter yang digunakan untuk menghitung pendugaan bobot badan dalam
menggunakan rumus.

4.2 Panjang Badan

Santosa (1995) menyatakan bahwa mengukur panjang badan dilakukan


dengan menggunakan tongkat ukur dengan panjang 2m dan ketelitian 1cm yang
ditarik secara horizontal dari tepi depan sendi bahu sampai tepi belakang bungkul
tulang duduk. Pengukuran panjang badan diukur dari tulang belakang tegak lurus
sampai tulang gumba.

4.3 Pendugaan Bobot Badan

Pendugaan bobot badan dapat diketahui menggunakan rumus dengan


melihat lingkar dada dan panjang badan. Lingkar dada dan panjang badan
didapatkan dari pengukuran dimensi tubuh. Pengukuran dilakukan pada pagi hari
sebelum ternak makan agar dapat mengetahui bobot timbang. Menurut
Williamson dan Payne (1993) bahwa pemakaian ukuran lingkar dada dan panjang
badan dapat memberikan petunjuk bobot badan seekor ternak. Dari hasil
penelitian didapatkan data pengukuran selama bulan September dan November

15
2019 yang diolah menggunakan rumus Scroll Denmark, rumus Scroll Indonesia,
rumus Winter Indonesia, rumus Winter Eropa/Scheiffer, dan rumus
Modifikasi/Lambourne

4.4 Hubungan Rumus dalam berbagai metode

4.4.1 Hubungan Rumus Schoorl Denmark terhadap Bobot Badan

Rumus Schoorl Denmark merupakan rumus yang sering digunakan untuk


menaksir bobot badan pada sapi. Uji korelasi yang dilakukan pada sapi yang
memiliki poel 0 sampai 4 menunjukkan hasil yang berkorelasi dengan nilai P
(lebih kecil dari 0,05). Adapun derajat hubungan menunjukkan angka 0,981 yang
berarti korelasi sempurna. Hal ini sesuai dengan pendapat Supranto (1996), yang
menyatakan bahwa nilai korelasi mendekati 1 menunjukkan adanya hubungan
sangat kuat dan positif antara dua variabel. Berikut ini adalah hasil rumus Schoorl
Denmark menggunakan korelasi person / tunggal :

    SCHOORL DENMARK REAL BB


SCHOORL DENMARK Person Correlation 1 .981"
  Sig. (2-tailed)   .000
  N 30 30
REAL BB Person Correlation .981" 1
  Sig. (2-tailed) .000  
  N 30 30
Tabel 4.1 Hubungan Rumus Schoorl Denmark terhadap bobot badan

4.4.2 Hubungan Rumus Schoorl Indonesia terhadap Bobot Badan

Rumus Schoorl Indonesia merupakan rumus yang sering digunakan untuk


menaksir bobot badan pada sapi. Uji korelasi yang dilakukan pada sapi yang
memiliki poel 0 sampai 4 menunjukkan hasil yang berkorelasi dengan nilai P
(lebih kecil dari 0,05). Adapun derajat hubungan menunjukkan angka 0,981 yang
berarti korelasi sempurna. Hal ini sesuai dengan pendapat Supranto (1996), yang
menyatakan bahwa nilai korelasi mendekati 1 menunjukkan adanya hubungan
sangat kuat dan positif antara dua variabel. Berikut ini adalah hasil rumus Schoorl
Indonesia menggunakan korelasi person / tunggal :

    SCHOORL INDONESIA REAL BB

16
SCHOORL
INDONESIA Person Correlation 1 .981"
  Sig. (2-tailed)   .000
  N 30 30
REAL BB Person Correlation .981" 1
  Sig. (2-tailed) .000  
  N 30 30
Tabel 4.2 Hubungan Rumus Schoorl Indonesia terhadap bobot badan

4.4.3 Hubungan Rumus Winter Indonesia terhadap Bobot Badan

Rumus Winter Indonesia merupakan rumus yang sering digunakan untuk


menaksir bobot badan pada sapi. Uji korelasi yang dilakukan pada sapi yang
memiliki poel 0 sampai 4 menunjukkan hasil yang berkorelasi dengan nilai P
(lebih kecil dari 0,05). Adapun derajat hubungan menunjukkan angka 0,927 yang
berarti korelasi sempurna. Hal ini sesuai dengan pendapat Supranto (1996), yang
menyatakan bahwa nilai korelasi mendekati 1 menunjukkan adanya hubungan
sangat kuat dan positif antara dua variabel. Berikut ini adalah hasil rumus Winter
Indonesia menggunakan korelasi person / tunggal :

    WINTER INDONESIA REAL BB


WINTER INDONESIA Person Correlation 1 .927"
  Sig. (2-tailed)   .000
  N 30 30
REAL BB Person Correlation .927" 1
  Sig. (2-tailed) .000  
  N 30 30
Tabel 4.3 Hubungan Rumus Winter Indonesia terhadap bobot badan

4.4.4 Hubungan Rumus Winter Eropa / Scheiffer terhadap Bobot


Badan

Rumus Winter Eropa/Scheiffer merupakan rumus yang sering digunakan


untuk menaksir bobot badan pada sapi. Uji korelasi yang dilakukan pada sapi
yang memiliki poel 0 sampai 4 menunjukkan hasil yang berkorelasi dengan nilai P
(lebih kecil dari 0,05). Adapun derajat hubungan menunjukkan angka 0,927 yang
berarti korelasi sempurna. Hal ini sesuai dengan pendapat Supranto (1996), yang
menyatakan bahwa nilai korelasi mendekati 1 menunjukkan adanya hubungan

17
sangat kuat dan positif antara dua variabel. Berikut ini adalah hasil rumus Winter
Eropa menggunakan korelasi person / tunggal :

    WINTER EROPA REAL BB


WINTER EROPA Person Correlation 1 .927"
  Sig. (2-tailed)   .000
  N 30 30
REAL BB Person Correlation .927" 1
  Sig. (2-tailed) .000  
  N 30 30
Tabel 4.4 Hubungan Rumus Winter Eropa terhadap bobot badan

4.4.5 Hubungan Rumus Modifikasi / Lambourne terhadap Bobot


Badan

Rumus Modifikasi/Lambourne merupakan rumus yang sering digunakan


untuk menaksir bobot badan pada sapi. Uji korelasi yang dilakukan pada sapi
yang memiliki poel 0 sampai 4 menunjukkan hasil yang berkorelasi dengan nilai P
(lebih kecil dari 0,05). Adapun derajat hubungan menunjukkan angka 0,928 yang
berarti korelasi sempurna. Hal ini sesuai dengan pendapat Supranto (1996), yang
menyatakan bahwa nilai korelasi mendekati 1 menunjukkan adanya hubungan
sangat kuat dan positif antara dua variabel. Berikut ini adalah hasil rumus
Modifikasi / rumus Lambourne menggunakan korelasi person / tunggal :

    LAMBOOURNE REAL BB
LAMBOURNE Person Correlation 1 .928"
  Sig. (2-tailed)   .000
  N 30 30
REAL BB Person Correlation .928" 1
  Sig. (2-tailed) .000  
  N 30 30
Tabel 4.5 Hubungan Rumus Lambourne terhadap bobot badan

4.5 Rata-rata Semua Rumus (Korelasi Berganda)

Uji korelasi berganda yang dilakukan pada sapi yang memiliki poel 0
sampai 4 menunjukkan hasil yang berkorelasi dengan nilai P (lebih kecil dari
0,05). Adapun derajat hubungan menunjukkan angka 0,987 yang berarti korelasi
sempurna. Hal ini sesuai dengan pendapat Supranto (1996), yang menyatakan

18
bahwa nilai korelasi mendekati 1 menunjukkan adanya hubungan sangat kuat dan
positif antara dua variabel. Berikut ini adalah rata-rata semua rumus megguakan
Korelasi Bergada :

Change Statistics
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate R Square Change F Change df1 df2 Sig F Change
1 .987 .974' .970 1.980.582 .974 231.511 4 25 .000

Tabel 4.6 Rata rata semua hubungan rumus (korelasi berganda)

19
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Ukuran-ukuran tubuh dapat digunakan untuk menentukan pendugaan


bobot badan. Keeratan hubungan berdasarkan hasil analisis korelasi tertinggi dari
kelima rumus yang ada, yang hampir mendekati sempurna yaitu menggunakan
rumus Schoorl Denmark dan Schoorl Indonesia, dengan menunjukkan angka
0,981 (korelasi sempurna). Hubungan keeratan terendah dari kelima rumus
tersebut adalah dalam menggunakan rumus Lambourne dengan menunjukkan
angka 0,928.

5.2 Saran

Dari hasil pengukuran ini, penulis menyarankan agar menggunakan rumus


Schoorl Denmark dan Schoorl Indonesia sebagai acuan perhitungan bobot badan
ternak sapi Bali dan penulis menyarankan tidak menggunakan rumus Lambourne
sebagai perhitungan bobot badan karena rumus tersebut merupakan hasil keeratan
terendah dari kelima rumus tersebut.

20
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z. 2002. Penggemukan sapi potong. Agromedia pustaka. Jakarta.

Guntoro, S., 2002. Membudidayakan sapi Bali. Penerbit Kanisius Yogyakarta.

Hardjosubroto, W. 1994. Aplikasi pemuliabiakan ternak di lapangan. Jakarta: Pt


Gramedia Widiasarana Indonesia.

Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. Universitas


Indonesia Press, Jakarta.
Rianto, E. dan E. Purbowati. 2011. Panduan Lengkap Sapi Potong. Cetakan 3,
Swadaya, Jakarta.

Siregar, S. B. 2001. Penggemukan Sapi. Penebar Swadaya. Jakarta.

Sudarmono dan S. Bambang. 2008. Sapi potong dan pemeliharaan, perbaikan


produksi, prospek bisnis, analisis penggemukan. Penebar Swadaya. Jakarta.

Sudibyo, I. 1987. Analisis Pertumbuhan Ukuran – ukuran Tubuh Berdasarkan


Prapuber, Puber, Pascalahir Pada Kambing PE Betina. Fakultas Peternakan
Universitas Diponegoro, Semarang, (Skripsi Sarjana Peternakan).

Sugeng Y. B., 1992. Sapi potong. Penebar Swadaya, Jakarta.

Supranto, J. 1996. Statistik :Teori & Aplikasi. Jilid 1. Penerbit Erlangga, Jakarta.

Susilorini, T.E., et al. 2008. Budidaya Ternak Potensial. Penebar Swadaya.


Jakarta.

Soenarjo, C. 1988. Buku Pegangan Kuliah Ilmu Tilik Ternak. Cetakan Pertama.
C.V. Baru, Jakarta.

Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging, Cetakan III. Gadjah Mada    
University Press. Yogyakarta.

21
Tillman, A.D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo dan S.
Labdosoekojo. 1998. Cetakan ke 4. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah
Mada University Press, Yogyakarta.

Toelihere, M.R. 2002. Increasing the success rate and adoption of artificial
insemination for genetic improvement of Bali cattle. Workshop on strategies
to improve bali Cattle in Eastern Indonesia. Udayana ecolodge Denpasar
Bali 4–7 February 2002.
Williamson, G dan Payne, W. J. A. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis.
Edisi ke-3, Gadjah Mada University Press. Hal 547-578.

Yusdja, Yusmichad dan Ilham, Nyak, 2007. Suatu Gagasan Tentang Peternakan
Masa Depan Dan Strategi Mewujudkannya. Forum Penelitian Agro
Ekonomi. Volume 25 No. 1, Juli 2007 : 19 – 28

22
LAMPIRAN DATA

1. Hasil dari pengukuran Limgkar Dada

2. Hasil dari LD (Lingkar Dada) pengukuran Panjang


Badan
poel 0 LD (CM)
0206. 18D 150
PB 0205.
(Panjang
18FBadan) 151
0202. 18E 147
Eartag
0212.
poel 0 18F PB148
(CM)
0204.
0206. 18F
18D 143
108
0203.
0205.18G
18F 151
111
poel0202.
1 18E LD109
(CM)
eartag
0103
0212.17E
18F 173
107
0104
0204.17L
18F 164
108
0148 17G
0203. 18G 163
109
Eartag
0106
poel 1 17E PB163
(CM)
0154 17G
0103 17E 171
126
0105
010417D
17L 170
123
poel0148
2 17G LD117
(CM)
eartag
0124
010617G
17E 168
122
0138
015417G
17G 161
127
0128
010517G
17D 164
123
Eartag
0109
poel 2 17E PB177
(CM)
0103. 17B
0124 17G 165
118
0106. 17I
0138 17G 169
123
poel0128
3 17G LD121
(CM)
eartag
0115. 16
0109 17E 189
127
0106. 16
0103. 17B 186
124
0169.
0106. 16
17I 185
115
Eartag
0172.
poel 3 16 PB184
(CM)
0530. 15
0115. 16 209
131
0544. 15
0106. 16 207
127
poel0169.
4 16 LD128
(CM)
eartag
0548.
0172.1116 201
123
0111. 13
0530. 15 198
152
0587.
0544.0615 192
134
Eartag
0504.
poel 4 10 PB188
(CM)
0138.
0548.1211 193
144
0596.
0111.0813 199
142
eartag
0587. 06 146
0504. 10 128

23
0138. 12 127
0596. 08 146

24
LAMPIRAN FOTO

25

Anda mungkin juga menyukai