TUGAS AKHIR
Oleh
NIM C31172176
i
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Ahli Madya Peternakan ( A.Md, Pt )
Progam Studi Produksi Ternak
Jurusan Peternakan
Oleh
NIM C31172174
ii
SURAT PERNYATAAN
C31172174
iii
MOTTO
iv
PERSEMBAHAN
2) Para ibu dan bapak dosen yang telah memberikan ilmu dan membimbing
saya
3) Almamater Politeknik Negeri Jember
v
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas segala rahmat dan
hidayahnya sehingga penulisan laporan Praktek Kerja Lapang dapat terselesaikan dengan
baik. Pelaksanaan Praktek Kerja Lapang ini telah banyak memperoleh ilmu pengetahuan
dan pengalaman yang akan menjadi bekal setelah menyelesaikan studi perkuliahan dan
diterapkan baik dalam bidang pendidikan peserta didik maupun dalam masyarakat.
Penyusunan laporan Praktek Kerja Lapang ini tidak dapat selesai tanpa bantuan dari
bebagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :
Penulis
vi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL......................................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................................ii
SURAT PERNYATAAN...............................................................................................iii
MOTTO..........................................................................................................................iv
PERSEMBAHAN..........................................................................................................v
PRAKATA.....................................................................................................................vi
DAFTAR ISI..................................................................................................................vii
DAFTAR TABEL..........................................................................................................ix
BAB 1. PENDAHULUAN............................................................................................01
1.3. Tujuan........................................................................................................03
1.4. Manfaat......................................................................................................03
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................04
vii
3.7. Pedoman Derajat Hubungan....................................................................14
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN.......................................................................15
4. 1 Lingkar Dada..........................................................................................15
4. 2 Panjang Badan........................................................................................15
5. 1 Kesimpulan..............................................................................................20
5. 2 Saran........................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA
viii
DAFTAR TABEL
ix
BAB 1 PENDAHULUAN
Sapi Bali adalah jenis sapi lokal yang memiliki kemampuan beradaptasi
dengan lingkungan baru. Kemampuan tersebut merupakan faktor pendukung
keberhasilan budidaya Sapi Bali, populasi Sapi Bali yang meningkat akan
membantu mensukseskan program pemerintah untuk swasembada daging tahun
2014.
Sapi Bali merupakan keturunan dari sapi liar yang disebut banteng (Bos
sondaicus) yang telah mengalami proses penjinakan (domestikasi) berabad-abad
lamanya (Sugeng, 2000). Menurut Abidin (2002), keunggulan Sapi Bali adalah
mudah beradaptasi dengan lingkungan baru, sehingga sering disebut ternak
perintis, Payne and Hodges (1997), menyatakan bahwa Sapi Bali memiliki potensi
1
genetik plasma ternak lokal yang mempunyai keunggulan komparatif
dibandingkan dengan ternak impor antara lain, keunggulan dalam memanfaatkan
hijauan pakan yang berserat tinggi, daya adaptasi iklim tropis dan fertilitas tinggi
(83%) serta persentase karkas (56%) dan kualitas karkas yang baik.
Ciri fisik Sapi Bali adalah berukuran sedang, berada dalam dengan kaki
yang bagus. Warna bulu merah bata dan coklat tua. Pada punggung terdapat garis
hitam di sepanjang punggung yang disebut “garis belut” (Wiliamson dan Payne,
1969). Sapi Bali mempunyai ciri khas yaitu tidak berpunuk, umumnya keempat
kaki dan bagian pantatnya berwarna putih (Abidin, 2002). Pedet umumnya
berwarna merah bata (Susilorini, 2008).
2
besarnya bobot badan dapat diukur melalui tinggi badan, lingkar dada, lebar dada
dan sebagainya (Sugeng, 1992). Pengukuran lingkar dada dan panjang badan
dapat memberikan petunjuk bobot badan seekor ternak dengan tepat (Wiliamson
dan Payne, 1983). Pertumbuhan lingkar dada mencerminkan pertumbuhan tulang
rusuk dan pertumbuhan jaringan daging yang melekat pada tulang rusuk
(Sudibyo, 1987).
Pendugaan umur dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan melihat
lingkar tanduk dan keadaan atau susunan giginya. Cara pendugaan umur dengan
melihat lingkar tanduk adalah dengan menghitung jumlah lingkar tanduk
ditambah 2 (Abidin, 2002).
1.3 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui cara menentukan bobot
badan pada Sapi Bali dengan berbagai macam hubungan rumus dan keeratan
hubungan antara ukuran-ukuran tubuh untuk pendugaan bobot badan pada sapi
Bali.
1.4 Manfaat
3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
Keunggulan sapi bali antara lain adalah Prosentase karkas yang tinggi,
mudah beradap tasi pada lingkungan baru sehingga disebut sebagai ternak perintis
serta dapat memanfaatkan pakan dengan kualitas rendah (Abidin, 2002).
Penampilan produktivitas dan reproduktivitas sapi bali sangat tinggi. Sapi Bali
dilaporkan sebagai sapi paling superior dalam hal fertilitas dan angka konsepsi
(Toelihere, 2002). Ciri-ciri fisik sapi Bali menurut Wiliamson da Payne (1993)
antara lain berukuran sedang, berdada dalam, serta berbulu pendek, halus dan
licin. Wara bulu merah bata dan coklat tua dimana pada saat lahir, baik jantan
maupun betina berwarna merah bata dengan bagian warna terang yang khas pada
bagian belakang kaki, Warna bulu menjadi coklat tua sampai hitam pada saat
mencapai dewasa dimana jantan lebih gelap dari pada betina. Warna hitam
menghilag dan warna bulu merah bata kembali lagi jika sapi jantan dikebiri. Bibir,
kaki, dan ekor berwarna hitam dan kaki putih dari lutut ke bawah, dan ditemukan
warna putih di bawah paha dan bagian oval putih yang amat jelas pada bagian
4
pantat. Pada punggung ditemukan garis hitam di sepanjang garis punggung (garis
belut). Kepala lebar dan pendek dengan puncak kepala yang datar, telinga
berukuran sedang dan berdiri. Tanduk jantan besar, tumbuh kesamping dan
kemudian ke atas dan runcing.
Ada tanda-tanda khusus yang harus dipenuhi sebagai sapi Bali murni,
yaitu warna putih pada bagian belakang paha, pinggiran bibir atas, pada paha kaki
bawah mulai tarsus dan caprus sampai batas pinggir atas kuku, bulu pada ujung
ekor hitam, bulu pada bagian dalam telinga putih,terdapat garis belut (garis hitam)
yang jelas pada bagian atas punggung, bentuk tanduk pada jantan yang paling
ideal disebut bentuk tanduk silak congklok yaitu jalannya pertumbuhan tanduk
mula-mula dari dasar sedikit keluar lalu membengkok ke atas, kemudian pada
ujungnya membengkok sedikit keluar. Pada betina bentuk tanduk yang ideal
disebut manggul gangsa yaitu jalannya pertumbuhan tanduk satu garis dengan
dahi arah ke belakang sedikit melengkung ke bawah dan pada ujungnya sedikit
mengarah ke bawah dan ke dalam, tanduk ini berwarna hitam (Hardjosubroto,
1994).
Sapi Bali (Bos sondaicus) adalah salah satu sumber daya genetik ternak
asli Indonesia dan juga salah satu jenis sapi potong yang berkontribusi terhadap
pengembangan industri peternakan di Indonesia. Sapi Bali mendominasi populasi
sapi potong terutama di Indonesia Timur seperti pulau-pulau Nusa Tenggara Barat
dan Sulawesi Selatan (Rachma,dkk, 2011).
Sapi Bali lebih unggul dibandingkan bangsa lainnya, misalnya sapi Bali
akan memperlihatkan perbaikan performan pada lingkungan baru dan
menunukkan sifat-sifat yang baik bila dipindahkan dari lingkungan yang lebih
baik. Selain cepat beradaptasi pada lingkungan yang baru, sapi Bali juga cepat
berkembang biak dengan angka kelahiran 40% - 85% (Martojo, 1988).
5
terhadap lingkungan buruk seperti daerah yang bersuhu tinggi, mutu pakan yang
rendah, dan lain-lain. Tingkat kesuburan (fertilitas) sapi Bali termasuk tinggi
dibandingkan dengan sapi lain, yaitu memcapai 83% tanpa terpengaruh oleh mutu
pakan. Tingkat kesuburan (fertilitas) yang tinggi ini merupakan salah satu
keunikan sapi Bali (Guntoro, 2002).
6
Selama pertumbuhan seekor ternak ada dua hal yang terjadi yaitu; (1)
bobot badannya meningkat sampai mencapai bobot badan dewasa, yang disebut
pertumbuhan dan (2) terjadinya perubahan formasi dan bentuk tubuh serta
berbagai fugsi dan kesanggupannya untuk melakukan sesuatu menjadi wujud
penuh yang disebut perkembangan. Perubahan bentuk tubuh atau dalam hal
pertambahan berat badan sangat berguna untuk seleksi pada pemuliaan ternak
sebagai petunjuk dalam performans kondisi pada grazing atau feedlot, meskipun
demikian yang pentig bahwa mendekati dewasa tubuh pertambahan berat badan
semakin rendah (Wello, 2007).
7
pertumbuhan jaringan otot, tulang dan lemak akan mengakibatkan perubahan
komposisi karkas (Soeparno, 2005).
8
Dimensi tubuh merupakan faktor yang erat hubungannya dengan
penampilan seekor ternak. Dimensi tubuh seringkali digunakan di dalam
melakukan seleksi bibit, mengetahui sifat keturunan,tingkat produksi maupun
dalam menaksir berat badan. Tingkat keakuratan yang didapat dalam menaksir
berat badan dengan menggunakan dimensi tubuh sangat baik.
1. Ukuran Tinggi
Tinggi pundak, tinggi pundak ialah jarak tegak lurus dari titik tertinggi
pundak sampai ke tanah atau lantai, alat yang digunakan adalah tongkat ukur.
2. Ukuran Panjang
Panjang badan, diukur secara lurus dengan tongkat ukur dari siku
(humerus) sampai benjolan tulang tapis (tuber ischii).
3. Ukuran Lebar
Lebar dada, jarak terbesar pada yang diukur tepat dibelakang antara kedua
benjolan siku luar, yaitu tepat pada tempat mengukur lingkar dada.
4. Ukuran Lingkar
Lingkar dada, lingkaran yang diukur pada dada atau persis di belakang
siku, tegak lurus dengan sumbu tubuh.
9
secara intensif banyak dilakukan petani/peternak di Jawa, Madura dan Bali. Pada
pemeliharaan ekstensif, ternak dipelihara di padang penggembalaan dengan pola
pertanian menetap atau di hutan. Pola tersebut banyak dilakukan peternak di Nusa
Tenggara Timur, Kalimantan dan Sulawesi (Sugeng 2006). Dari kedua cara
pemeliharaan tersebut, sebagian besar merupakan usaha rakyat dengan ciri usaha
rumah tangga dan kepemilikan ternak sedikit, menggunakan teknologi sederhana,
bersifat pada karya, dan berbasis azas organisasi kekeluargaan (Yusdja dan Ilham,
2004).
Sistem pemeliharaan sapi potong dapat dibedakan menjadi 3, yaitu sistem
pemeliharaan ekstensif, semi intensif, dan intensif. Sistem ekstensif semua
aktifitasya dilakukan di padang penggembalaan yang sama. Sistem semi intensif
adalah memelihara sapi untuk digemukkan dengan cara digembalakan dan pakan
disediakan oleh peternak, atau gabungan dari sistem ekstensif dan intensif.
Sementara sistem intensif adalah sapi-sapi dikandangkan dan seluruh pakan
disediakan oleh peternak (Susilorini, 2008). Sistem pemeliharaan ekstensif ternak
dilepas di padang penggembalaan yang terdiri dari beberapa ternak jantan dan
betina (Graser, 2003). Pada sistem pemeliharaan ini aktifitas perkawinan,
pembesaran, pertumbuhan dan penggemukan dilakukan di padang
penggembalaan. Keuntungan dari sistem pemeliharaan ini adalah biaya produksi
yang sangat minim (Parakkasi, 1999). Pada pemeliharaan ekstensif nutrisi yang
berasal dari pakan yang dikonsumsi oleh ternak digunakan sebesar 65%-85%
untuk kebutuhan hidup pokok. Ternak mencapai bobot potong yang lebih lama
yakni 3-6 tahun (Parakkasi, 1999).
Sistem pemeliharaan secara intensif didefinisikan sebagai sistem
pemeliharaan ternak, dimana ternak dipelihara dengan sistem kandang yang
dibuat secara khusus (Willianson dan Payne, 1993). Pengertian sistem
pemeliharaan intensif lainnya dijelaskan oleh Parakkasi (1999), sebagai hewan
ternak dengan dikandangkan secara terus menerus dengan sistem pemberian
pakan secara cut and carry. Sistem pemeliharaan semi intensif, sering kali disebut
dengan sistem pemeliharaan campuran. Pada sistem pemeliharaan ini petani
biasanya memelihara beberapa ekor ternak sapi dengan maksud digemukkan
10
dengan bahan makanan yang ada didalam atau disekitar usaha pertanian
(Parakkasi, 1999).
Namun memiliki kelebihan bukan berarti tidak memiliki kekurangan.
Menurut Sudarmono dan Bambang (2008), sistem intensif memang menjanjikan
dari segi produksi maupun penghasilan, tetapi perlu diketahui bersama bahwa
sistem intensif membutuhkan banyak tenaga, membutuhkan takaran pakan yang
sesuai, dan ketersediaan air minum.
Pola usaha penggemukan sapi potong oleh masyarakat pedesaan sebagian
masih bersifat tradisional. Menurut Ferdiman (2007), penggemukan sapi potong
dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu sistem kereman, dry lot fattening dan
pasture fattening. Pakan yang digunakan dalam penggemukan berupa hijauan dan
konsentrat. Hijauan diberikan 10% dari bobot badan, konsentrat 1% dari bobot
badan dan air minum 20-30/ekor/hari. Dalam sistem ini, sapi muda (umur 1,5-2
tahun) dipelihara secara terus-menerus di dalam kandang dalam waktu tertentu
untuk meningkatkan volume dan mutu daging dalam waktu relatif singkat
(Ahmad, dkk, 2004).
11
BAB 3 MATERI DAN METODE PENELITIAN
Materi yang diamati dalam penelitian ini adalah 30 ekor sapi Bali jantan,
dikelompokkan berdasarkan umur yaitu poel 0 sebanyak 6 ekor,poel 1 sebanyak 6
ekor, poel 2 sebanyak 6 ekor, poel 3 sebanyak 6 ekor, poel 4 sebanyak 6 ekor.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu : timbagan digital degan
ketelitian 1kg untuk mengukur bobot badan; pita ukur sepanjang 2m dengan
ketelitian 1mm untuk megukur lingkar dada dan tongkat ukurdegan panjang 2m
dan ketelitian 1cm untuk mengukur tinggi pundak, panjang badan dan lebar dada.
Parameter yang diukur yaitu ukuran- ukuran tubuh yang terdiri dari bobot
badan, lingkar dada, tinggi pundak, panjang badan dan lebar dada. Pengukuran
ukuran tubuh dilakuka dengan cara :
1. Bobot badan diukur mengguakan timbaga digital. Alat, diset sesuai dengan
penggunaan, kemudian sapi dinaikkan ke atas timbangan. Nilai yang
tertera pada digital merupakan bobot badan sapi tersebut.
2. Lingkar dada diukur dengan menggunakan pita ukur, meligkar tepat
dibelakang scarpula, gambar Ilustrasi 1 (a).
3. Tinggi pundak diukur dengan menggunakan tongkat ukur, dari bagian
tertinggi pundak melewati bagian belakang scarpula, tegak lurus dengan
tanah, gambar Ilustrasi 1 (b).
12
4. Panjang badan diukur dengan tongkat ukur dari tuber ischii sampai dengan
tuberositas humeri, gambar Ilustrasi 1 (c).
5. Lebar dada diukur dengan menggunakan tongkat ukur dari arah kedua siku
luar, gambar Ilustrasi 1 (d).
13
3.6 Dasar Pengambilan Keputusan
14
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Lingkar dada adalah bagian yang diukur tepat dibelakang tulang gumba
pada tulang rusuk ke 3-4. Lingkar dada diukur menggunakan alat ukur berupa pita
ukur sepanjang 2m dengan ketelitian 1mm. Lingkar dada merupakan salah satu
parameter yang digunakan untuk menghitung pendugaan bobot badan dalam
menggunakan rumus.
15
2019 yang diolah menggunakan rumus Scroll Denmark, rumus Scroll Indonesia,
rumus Winter Indonesia, rumus Winter Eropa/Scheiffer, dan rumus
Modifikasi/Lambourne
16
SCHOORL
INDONESIA Person Correlation 1 .981"
Sig. (2-tailed) .000
N 30 30
REAL BB Person Correlation .981" 1
Sig. (2-tailed) .000
N 30 30
Tabel 4.2 Hubungan Rumus Schoorl Indonesia terhadap bobot badan
17
sangat kuat dan positif antara dua variabel. Berikut ini adalah hasil rumus Winter
Eropa menggunakan korelasi person / tunggal :
LAMBOOURNE REAL BB
LAMBOURNE Person Correlation 1 .928"
Sig. (2-tailed) .000
N 30 30
REAL BB Person Correlation .928" 1
Sig. (2-tailed) .000
N 30 30
Tabel 4.5 Hubungan Rumus Lambourne terhadap bobot badan
Uji korelasi berganda yang dilakukan pada sapi yang memiliki poel 0
sampai 4 menunjukkan hasil yang berkorelasi dengan nilai P (lebih kecil dari
0,05). Adapun derajat hubungan menunjukkan angka 0,987 yang berarti korelasi
sempurna. Hal ini sesuai dengan pendapat Supranto (1996), yang menyatakan
18
bahwa nilai korelasi mendekati 1 menunjukkan adanya hubungan sangat kuat dan
positif antara dua variabel. Berikut ini adalah rata-rata semua rumus megguakan
Korelasi Bergada :
Change Statistics
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate R Square Change F Change df1 df2 Sig F Change
1 .987 .974' .970 1.980.582 .974 231.511 4 25 .000
19
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
20
DAFTAR PUSTAKA
Supranto, J. 1996. Statistik :Teori & Aplikasi. Jilid 1. Penerbit Erlangga, Jakarta.
Soenarjo, C. 1988. Buku Pegangan Kuliah Ilmu Tilik Ternak. Cetakan Pertama.
C.V. Baru, Jakarta.
Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging, Cetakan III. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.
21
Tillman, A.D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo dan S.
Labdosoekojo. 1998. Cetakan ke 4. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah
Mada University Press, Yogyakarta.
Toelihere, M.R. 2002. Increasing the success rate and adoption of artificial
insemination for genetic improvement of Bali cattle. Workshop on strategies
to improve bali Cattle in Eastern Indonesia. Udayana ecolodge Denpasar
Bali 4–7 February 2002.
Williamson, G dan Payne, W. J. A. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis.
Edisi ke-3, Gadjah Mada University Press. Hal 547-578.
Yusdja, Yusmichad dan Ilham, Nyak, 2007. Suatu Gagasan Tentang Peternakan
Masa Depan Dan Strategi Mewujudkannya. Forum Penelitian Agro
Ekonomi. Volume 25 No. 1, Juli 2007 : 19 – 28
22
LAMPIRAN DATA
23
0138. 12 127
0596. 08 146
24
LAMPIRAN FOTO
25