Anda di halaman 1dari 12

1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sekitar 97,2% dari air yang ada di bumi ini adalah air laut, Seperti
air tawar, air laut juga mempunyai kemampuan yang besar untuk
melarutkan bermacam-macam zat, baik yang berupa gas, cairan maupun
padatan. Salah satu zat terlarut yang terdapat dalam air laut adalah logam
berat. Unsur atau senyawa logam berat ini dapat masuk ke tubuh
organisme yang hidup di perairan laut (Hutagalung, 1984).
Akhir-akhir ini masalah logam berat semakin banyak mendapat
perhatian masyarakat. Hal ini mungkin disebabkan kekhawatiran
masyarakat akan terjadinya kasus keracunan logam berat, seperti yang
terjadi di Jepang yang telah menimbulkan korban manusia. Disamping itu
mungkin juga disebabkan kurangnya informasi tentang logam berat yang
diberikan kepada masyarakat (Hutagalung, 1984).
Berkembangnya IPTEK memacu terjadinya pencemaran lingkungan
baik pencemaran air, tanah dan udara. Pencemaran air yang diakibatkan
oleh dampak perkembangan industri harus dapat dikendalikan, karena bila
tidak dilakukan sejak dini akan menimbulkan permasalahan yang serius
bagi kelangsungan hidup manusia maupun alam sekitarnya. Salah satu hal
yang perlu dilakukan dalam pengendalian dan pemantauan dampak
lingkungan adalah melakukan analisis unsur-unsur dalam ikan air tawar,
terutama Pb, Cu, dan Cd (Supriyanto, 2007).
Air sering tercemar oleh komponen-komponen anorganik antara
lain berbagai logam berat yang berbahaya. Beberapa logam berat tersebut
banyak digunakan dalam berbagai keperluan sehari-hari dan secara
langsung maupun tidak langsung dapat mencemari lingkungan dan
apabila sudah melebihi batas yang ditentukan berbahaya bagi kehidupan.
Logam-logam berat yang berbahaya yang sering mencemari lingkungan
antara lain merkuri (Hg), timbal (Pb), arsenik (As), kadmium (Cd),
khromium (Cr), dan nikel (Ni). Logam-logam berat tersebut diketahui
dapat terakumulasi di dalam tubuh suatu mikroorganisme, dan tetap
tinggal dalam jangka waktu lama sebagai racun (Supriyanto, 2007).
Berbagai hasil sisa kegiatan manusia di daratan, seperti limbah
domestik, pertanian dan perindustrian berujung di daerah muara sungai
dan pantai. Kelompok masyarakat dan industri memiliki anggapan bahwa
sungai dan laut merupakan keranjang sampah yang dapat digunakan
untuk membuang sampah yang sangat mudah caranya dan murah
ongkosnya. Pengelolaan lingkungan masih dipandang sebagai beban bagi
pengusaha dan pengambil keputusan tidak begitu mudah terdorong untuk
mengadopsi aspek lingkungan dalam kebijakannya (Martuti, 2012).
Dalam lingkungan perairan ada tiga media yang dapat dipakai
sebagai indikator pencemaran logam berat, yaitu air, sedimen dan
organisme hidup. Pemakaian organisme hidup sebagai indikator
pencemaran inilah yang disebut bioindikator (Hutagalung, 1984).
Adanya pencemaran logam berat dalam suatau perairan perlu
mendapat perhatian yang serius dari berbagai pihak. Karena adanya
logam berat dalam perairan yang relatif kecilpun akan sangat mudah
diserap dan terakumulasi secara biologis oleh tanaman atau hewan air dan
akan terlibat dalam sistem jaring makanan. Kandungan logam berat dalam
biota air biasanya akan bertambah dari waktu ke waktu karena bersifat
bioakumulatif, sehingga biota air dapat digunakan sebagai indikator
pencemaran logam dalam perairan (Darmono, 1995).
Air laut adalah suatu komponen yang berinteraksi dengan
lingkungan daratan, dimana buangan limbah dari daratan akan bermuara
ke laut. Limbah yang mengandung polutan tersebut akan masuk ke dalam
ekosistem perairan pantai dan laut. Sebagian larut dalam air, sebagian
tenggelam ke dasar dan terkonsentrasi ke sedimen, dan sebagian masuk
ke dalam jaringan tubuh organisme laut (Ika, 2012).
Perairan laut Indonesia selain dimanfaatkan sebagai sarana
perhubungan lokal maupun internasional, juga memiliki sumber daya laut
yang sangat kaya, antara lain sumber daya perikanan, terumbu karang,
mangrove, bahan tambang, dan daerah pesisir pantai dapat dimanfaatkan
sebagai wisata yang menarik (Rengki, 2011).
Peningkatan kadar logam berat dalam air laut akan diikuti oleh
peningkatan logam berat dalam tubuh ikan dan biota lainnya, sehingga
pencemaran air laut oleh logam berat akan mengakibatkan ikan yang
hidup di dalamnya tercemar. Qiao et al (2007) dalam penelitiannya
mengatakan, akumulasi logam total adalah yang terbesar dalam hati dan
terendah dalam otot. Selanjutnya unsur-unsusr logam berat dapat masuk
ke tubuh manusia melalui makanan dan minuman, serta pernafasan dan
kulit. Pemanfaatan ikan-ikan ini sebagai bahan makanan akan
membahayakan kesehatan manusia (Hutagalung, 1991).
1.2 Tujuan
Menyadari tingkat pencemaran perairan yang sangat tinggi maka
perlu dilakukan pencegahan dan pengendalian. Sehubungan dengan hal
tersebut maka diperlukan pengetahuan tentang jenis dan bahan pencemar
yang berada di perairan tawar, payau dan laut. Tujuan mempelajari ilmu
tentang jenis dan bahan pencemar di perairan adalah mengetahui
bagaimana akibat yang ditimbulkan dari bahan pencemar serta cara
mengatasinya.
2. PEMBAHASAN

2.1 Pencemaran Air


Dalam undang-undang no 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup dan PP RI No 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan
Kualitas Air dan pengendalian Pencemaran Air yang dimaksud dengan
Pencemaran Air adalah masuknya atau dimasukannya makhluk hidup, zat,
energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia
sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan
air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukkannya (Herlambang,
2006).
Kepadatan penduduk dapat mempengaruhi pencemaran lingkungan
sungai dan situ. Hal ini dikaitkan dengan tingkat kesadaran penduduk
dalam memelihara lingkungan yang sehat dan bersih. Limbah domestic
yang dapat berupa buangan air rumah tangga, padatan berupa sampah
yang dibuang ke sungai, air cucian kamar mandi maupun buangan tinja
akan mempengaruhi tingkat kandungan BOD, COD serta bakteri E. Coli
dalam sungai. Sedangkan limbah industri baik yang bersifat organik dan
anorganik juga akan mempengaruhi kualitas air permukaan. Limbah
domestik, industri, maupun pertanian akan memberikan pengaruh
terhadap keberadaan komponen lingkungan sungai. Apabila pengaruh itu
telah mengubah kondisi perairan sehingga tidak dapat digunakan kembali
dengan baik, maka perairan tersebut dikatakan tercemar. Semakin padat
penduduk suatu lingkungan semakin banyak limbah yang harus
dikendalikan (Hendrawan, 2005).
Berdasar pada sumbernya, bahan pencemar dapat dibedakan atas
pencemaran yang disebabkan oleh alam dan pencemaran oleh kegiatan
manusia. Bahan pencemar di perairan dapat berasal dari sumber buangan
yang dapat diklasifikasikan sebagai sumber titik ( point source discharge)
dan sumber menyebar (diffuse source). Sumber titik adalah sumber
pencemaran terpusat seperti yang berasal dari air buangan industry
maupun domestik dan saluran drainase. Sedangkan sumber menyebar
polutan yang masuk ke perairan seperti run off atau limpasan dari
permukaan tanah permukiman atau pertanian (Hendrawan, 2005).
Jenis dan bobot dampak pembangunan terhadap lingkunan
perairan selain dipengaruhi oleh kondisi alam (seperti topografi, geologi,
fisiografi, klimatologi dan hidrografi) ditentukan pula oleh jenis dan
macam kegiatan, teknologi yang digunakan, keanekaragaman kegiatan,
intensitas dan kepadatan kegiatan dan laju perubahan yang terjadi di
suatu daerah aliran sungai dimana perairan itu berasal atau berada.
Lingkungan perairan terdiri dari komponen abiotik (komponen tidak hidup)
dan biotik (biota hidup). Kedua komponen itu saling berinteraksi melalui
arus energi dan daur hara (nutrien). Resultan interaksi dari kedua
komponen itu berupa kualitas air. Apabila interaksinya berubah atau
terganggu, maka kualitas air dari lingkungan perairan itu berubah pula.
Sehingga aktivitas manusia akan mempengaruhi lingkungan air
permukaan (Hendrawan, 2005).
Ikan sebagai salah satu biota air dapat dijadikan sebagai salah satu
indikator tingkat pencemaran yang terjadi di dalam perairan. Jika di dalam
tubuh ikan telah terkandung kadar logam berat yang tinggi dan melebihi
batas normal yang telah ditentukan dapat sebagai indikator terjadinya
suatu pencemaran dalam lingkungan. Kandungan logam berat dalam ikan
erat kaitannya dengan pembuangan limbah industri di sekitar tempat
hidup ikan tersebut, seperti sungai, danau, dan laut. Banyaknya logam
berat yang terserap dan terdistribusi pada ikan bergantung pada bentuk
senyawa dan konsentrasi polutan, aktivitas mikroorganisme, tekstur
sedimen, serta jenis dan unsur ikan yang hidup di lingkungan tersebut
(Supriyanto, 2007).

2.2 Jenis pencemaran air


2.2.1 Limbah
Dalam air laut kadar logam berat berkisar antara 10 -5 - 10-2 ppm.
Kadar ini akan meningkat bila limbah perkotaan, pertambangan, pertanian
dan perindustrian yang banyak mengandung logam berat ma-suk ke
lingkungan laut. Dari jenis-jenis limbah ini, umumnya yang paling banyak
mengandung logam berat adalah limbah industri. Hal ini disebabkan
senyawa atau unsur logam berat sangat banyak dimanfaatkan dalam
industri, baik sebagai bahan baku, katalisator, fungisida maupun sebagai
"additive".

Gambar 1. Limbah Industri


Pencemaran yang terjadi di perairan waduk, merupakan masalah
penting yang perlu memperoleh perhatian dari berbagai pihak. Hal ini
disebabkan beragamnya sumber pencemar yang masuk dan terakumulasi
di waduk, antara lain berasal dari kegiatan produktif maupun non
produktif di upland (lahan atas) dari permukiman dan dari kegiatan yang
berlangsung di badan perairan waduk sendiri. Jenis bahan pencemar
utama yang masuk ke perairan waduk terdiri terdiri dari beberapa macam,
antara lain limbah organik dan anorganik, residu pestisida, sedimen dan
bahan-bahan lainnya (Pujiastuti, 2013).

2.2.2 Makhluk Hidup


Algae yang berlimpah ini dapat membentuk lapisan pada permukaan
air, yang selanjutnya dapat menghambat penetrasi oksigen dan cahaya
matahari sehingga kurang menguntungkan bagi ekosistem perairan. Pada
saat perairan cukup mengandung phosfat, algae mengakumulasi fosfor di
dalam sel melebihi kebutuhannya. Fenomena yang demikian dikenal
dengan istilah konsumsi lebih (luxury consumption) (Effendi, 2003).
Selanjutnya diketahui pula bahwa dalam kondisi kepadatan
fitoplankton yang tinggi dan jenisnya beragam, zooplankton akan
melakukan pemilihan (selective feeding) terhadap jenis, bentuk dan
ukuran fitoplankton yang hendak dimakannya. Dengan adanya jenis
fitoplankton yang tidak dapat dimakan oleh zooplankton dan adanya
kemampuan selektifitas yang dimiliki zooplankton, maka jenis-jenis
fitoplankton yang tersisa karena tidak dimakan atau tidak dipilih akan
berkembang dan mendominasi komunitas fitoplankton perairan
tersebut10) sesuai dengan unsur-unsur hara yang tersedia, baik yang
berasal dari dalam maupun luar ekosistem. Dari dalam ekosistem nutrien
berasal dari dekomposisi organik (detritus & kotoran/eksresi) dan
regenerasi nutrien oleh zooplankton; sedangkan dari luar ekosistem
nutrien masuk ke badan air bersama-sama berbagai bahan buangan
(limbah) baik yang disengaja ataupun tidak (Garno Y.S. 1999).

Gambar 2. Trichodesmium sp.

2.3 Bahan Pencemar Air


Logam berat masih termasuk golongan logam dengan kriteria yang
sama dengan logam-logam lain. Perbedaannya terletak pada pengaruh
yang diakibatkan bila logam ini diberikan dan atau masuk ke dalam tubuh
organisme hidup. Meskipun semua logam berat dapat mengakibatkan
keracunan pada makhluk hidup, namun sebagian dari logam berat
tersebut tetap dibutuhkan dalam jumlah yang sangat kecil. Bila kebutuhan
yang sangat sedikit itu tidak dipenuhi, maka dapat berakibat fatal bagi
kelangsungan hidup organisme (Rusman, 2010).
Besi merupakan logam berat yang dibutuhkan dimana zat ini
dibutuhkan dalam proses untuk menghasilkan oksidasi enzim cytochrome
dan pigmen pernapasan (haemoglobin). Logam ini akan menjadi racun
apabila keadaannya terdapat dalam konsentrasi di atas normal (Hasbi,
2007).
Meningkatnya senyawa Amonia ini, akan meningkatkan
pertumbuhan dan kepadatan fitoplankton. Kepadatan fitoplankton yang
tinggi menimbulkan peristiwa ledakan populasi ("blooming"), yang diikuti
oleh kematian masal ("die off") fitoplankton. Peristiwa ledakan populasi
dan kematian masal fitoplankton akan memperburuk kualitas air tambak,
sehingga produksi udang windu menurun. Penurunan kualitas air tambak
dapat pula memacu timbulnya berbagai macam penyakit pada udang
windu (Daniel, 2002) dalam (Hendrawati et. al. 2007)
Mencermati uraian tersebut diatas maka dapat diduga bahwa
kombinasi pengaruh nutrien dan zooplankton pada suatu komunitas
fitoplankton akan selalu menyebabkan perubahan pada struktur
komunitas fitoplankton tersebut, baik dalam keadaan jenis fitoplankton
penyusun struktur komunitas tersebut berubah ataupun tetap. Kenyataan
bahwa fitoplankton adalah produsen primer, yang struktur komunitasnya
mudah berubah oleh perubahan sifat fisik, kimia (zat-zat hara) dan biologi
ekosistemnya maka keberadaan fitoplankton dalam suatu perairan bukan
hanya dapat dijadikan parameter biologi dalam analisis status kualitas
lingkungan perairan namun dapat pula dijadikan indikator biologi dalam
penentuan tingkat pencemaran. (Garno, 1999).

2.4 Dampak Pencemaran


Senyawa nitrit yang berlebih di tambak akan menyebabkan
menurunnya kemampuan darah udang untuk mengikat O2, karena nitrit
akan bereaksi lebih kuat dengan hemoglobin yang mengakibatkan tingkat
kematian udang tinggi. Selain itu, tingginya senyawa amonia dan nitrit di
tambak juga akan menganggu proses pengeluaran senyawa amonia dan
nitrit yang ada dalam tubuh udang, sehingga akan terakumulasi di dalam
tubuh udang (Trobos, 2007).
Timbal (Pb) juga salah satu logam berat yang mempunyai daya
toksitas yang tinggi terhadap manusia karena dapat merusak
perkembangan otak pada anak-anak, menyebabkan penyumbatan sel-sel
darah merah, anemia dan mempengaruhi anggota tubuh lainnya. Timbal
dapat diakumulasi langsung dari air dan dari sedimen oleh organisme laut
(Purnomo, 2009).
Akumulasi logam total adalah yang terbesar dalam hati dan
terendah dalam otot. Selanjutnya unsur-unsur logam berat dapat masuk
ke tubuh manusia melalui makanan dan minuman, serta pernafasan dan
kulit. Pemanfaatan ikan-ikan ini sebagai bahan makanan akan
membahayakan kesehatan manusia (Hutagalung, 1991).

2.5 Pencegahan Terhadap Pencemaran Perairan


Untuk mencegah terjadinya peningkatan Amonia pada air tambak
salah satunya dengan melakukan pembatasan jumlah pakan yang
diberikan atau dengan pengendalian pH pada kondisi alkalis, karena
ammonia mudah menguap pada kondisi ini (Daniel, 2002) dalam
(Hendrawati et. al. 2007)
3. PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari pembuatan makalah tentang materi jenis dan
bahan pencemar didapatkan sebagai berikut :
 Jenis bahan pencemar dibagi menjadi 2 yaitu berdasarkan keadaan
suatu tempat atau bisa diartikan secara alami dan yang kedua
pencemaran yang disengaja atau limbah yang dihasilkan oleh aktivitas
produksi manusia
 Dampak yang ditumbulkan pada pencemaran air ini ke makhluk hidup
diperairan itu sendiri dan manusia ketika mengonsumsi dari hasil
aktivitas perairan tercemar tersebut.
 Cara menanggulanginya dengan manajemen area budidaya sebaik
mungkin supaya tidak ada bahan pencemar masuk dan timbul merusak
usaha budidaya.

3.2 Saran
Saran kami dalam mengelola perairan dipertimbangkan dampak
pembuangan limbah dan manajemen dari perairan yang kita budidayakan
supaya perairan lingkungan dan budidaya tidak tercemar sehingga usaha
yang kita jalankan mencapai ekspetasi kita.
DAFTAR PUSTAKA

Garno, Yudhi Soetrisno. 2008. Kualitas Air Dan Dinamika


Fitoplankton Di Perairan Pulau Harapan. Peneliti di Pusat
Teknologi Lingkungan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi.
Jurnal Hidrosfir Indonesia. 3(2): 87-94.
Hendrawan, Diana. 2005. Kualitas Air Sungai Dan Situ Di Dki
Jakarta. Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Arsitektur Lansekap
dan Teknologi Lingkungan, Makara, Teknologi, 9(1). Universitas
Trisakti, Jakarta Barat.
Hendrawati, Tri Heru Prihadi, Nuni Nurbani Rohmah. 2007. Analisis
Kadar Phosfat dan N-Nitrogen (Amonia, Nitrat, Nitrit) pada
Tambak Air Payau akibat Rembesan Lumpur Lapindo di
Sidoarjo, Jawa Timur Program Studi Kimia FST UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta Badan Riset Kelautan dan Perikanan, Pasar
Minggu Jakarta Selatan
Herlambang, Arie. 2006.Pencemaran Air dan Strategi Penanggulangannya.
JAI. 2(1). Jakarta
Hutagalung, Horas P. 1984. Logam Berat Dalam Lingkungan Laut..
Pusat Penelitian Ekologi, Lembaga Oseanologi Nasional. LIPI.
Oseana. IX (1): 11-20, Jakarta.
Ika, Tahril dan Irwan Said. 2012. Analisis timbal (Pb) dan Besi (Fe)
Dalam Air Laut di Wilayah Pesisir Pelabuhan Ferry Taipa
Kecamatan Palu Utara. J. Akad Kim. 1(4): 181-186. Palu
Martuti Nana Kariada Tri. 2012. Kandungan Logam Berat Cu Dalam
Ikan Bandeng, Studi Kasus Di Tambak Wilayah Tapak
Semarang. Jurusan Biologi FMIPA Unnes. Semarang
Pujiastuti, Peni, Bagus Ismail, dan Pranoto 2013. KUALITAS DAN
BEBAN PENCEMARAN PERAIRAN WADUK GAJAH
MUNGKUR. Jurnal EKOSAINS. V(1).
Supriyanto, C, Samin, Zainul Kamal. 2007. ANALISIS CEMARAN
LOGAM BERAT Pb, Cu, DAN Cd PADA IKAN AIR TAWAR
DENGAN METODE SPEKTROMETRI NYALA SERAPAN ATOM
(SSA). Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan. Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai