Anda di halaman 1dari 13

MEMELIHARA RASA LAPAR DAN HAUS AKAN

TUHAN (Bagian 1)
Posted By passion for revival on Rabu, 17 Agustus 2016 | 11:45 AM

Oleh: Peter B, MA

"Kapasitas Anda menerima (apa yang dari Tuhan) bergantung pada rasa lapar Anda
untuk mengejarnya.. 
Tuhan melepaskan lebih lagi dari kuasa dan hadirat-Nya sesuai ukuran rasa lapar kita
akan Dia." ~Mike Bickle

"Jangan toleransi apapun dalam hidup Anda yang mungkin mengurangi rasa lapar
Anda akan firman Tuhan. Dan lakukan itu dengan segala kekuatan dan energi rohani
Anda" ~Sam Storms 

"Kunci dari kehidupan Kristen adalah haus dan lapar akan Tuhan. Dan salah satu dari
beberapa alasan mengapa orang tidak memahami atau mengalami kuasa kasih karunia
serta bagaimana kasih karunia itu bekerja melalui dibangkitkannya sukacita yang
memerintah dalam hati oleh karena rasa lapar dan haus mereka akan Tuhan begitu
kecil" ~John Piper

Kekristenan tanpa lapar dan haus adalah kekristenan yang lemah. Kurang gizi dan
sakit-sakitan. Dampaknya jelas. Apakah yang dapat dilakukan tubuh yang lemah dan
dirundung sakit? Begitu pula apa yang bisa dihasilkan kerohanian yang tak bertenaga
atau terinfeksi dosa di sana sini? Orang-orang Kristen sedemikian memerlukan
perhatian, perawatan, pengobatan dan pemulihan terus menerus! Hampir serupa
dengan kanak-kanak rohani, rohani yang lemah lagi gering tak akan pernah
menghasilkan buah bagi kemuliaan Bapa. Bagai ranting yang merasa sanggup hidup
tanpa melekat pada pokoknya, mereka yang tak memiliki lapar dan haus akan Tuhan
menggenapi apa yang Kristus katakan, "… di luar Aku, kamu tidak dapat berbuat apa-
apa" (Yoh.15:5).
Tanpa lapar dan haus akan Tuhan, roh kita menjadi kerdil. Tanpa pertumbuhan yang
normal, rohani kita tidak mengalami perkembangan yang berarti. Hanya pada tingkatan
itu-itu saja tahun demi tahun. Bahkan ketika melampaui selang waktu yang panjang,
bertambahnya pengetahuan-pengetahuan rohani yang memuaskan pikiran tetapi tak
mencukupkan kebutuhan rohani yang sesungguhnya akan melahirkan jiwa yang picik
dan angkuh. Merasa tahu banyak hal tentang Allah padahal jauh dari pengenalan sejati
akan pribadi-Nya. Jika itu dipupuk dalam keangkuhan, maka manusia-manusia
agamawi pun muncul. Merasa diri paling rohani dan paling benar di mata Tuhan. Suka
menghakimi dan mencari-cari kesalahan orang. Pada dasarnya, mereka lebih
menyerupai "sang pendakwa yang bekerja siang dan malam" (Wah.12:10-12) daripada
"sang pengasih dan penyayang yang panjang sabar dan berlimpah kasih setia-Nya"
(Kel.34:6).

Betapa vitalnya rasa lapar dan haus akan Tuhan jika kita ingin berhasil dan teguh
dalam iman kita pada Kristus. Tanpa lapar dan haus, kita hanya beragama tapi mungkin
tidak bertuhan. Beribadah tapi tidak mengenal siapa yang kita sembah.
Tanpa suatu hasrat untuk terhubung dengan Tuhan terus menerus, pada dasarnya kita
akan kembali menjadi sama dengan orang-orang yang tidak mengenal Allah. Duniawi.
Fasik. Egois. Munafik. Terhilang. Binasa.

RASA LAPAR DAN HAUS YANG TIDAK BERTAHAN


Dalam suatu pemberitaan Injil yang masif, banyak jiwa dijamah kasih Tuhan. Suatu
nyala api kasih Tuhan dinyalakan di hati mereka. Beberapa bertahan. Tapi banyak
redup lalu kembali pada hidup yang lama.

Dalam suatu perjumpaan pribadi dengan Tuhan di kelompok tumbuh bersama, rasa
lapar dan haus akan Tuhan bangkit di hati para pelajar sekolah itu. Mereka menjerit
merindukan lawatan dan kebangunan rohani. Tahun-tahun berlalu, semuanya tak ada
lagi. Keinginan untuk menikmati hidup yang nyaman dalam keindahan dunia yang kian
gemerlap lebih menguasai jiwa daripada mencari hati Tuhan dan kehendak-Nya. Sudah
lenyap, entah kemana, semua rasa lapar dan haus itu.

Dengan roh yang menyala-nyala, beberapa anak Tuhan menyerahkan hidupnya bagi
Tuhan demi menjadi hamba-hamba-Nya. Bertahun-tahun, mereka melayani Tuhan.
Mendambakan kemuliaan Tuhan dinyatakan dalam pelayanan mereka masing-masing.
Terasa sangat sukar dalam perjalanannya. Hasilnya pun tak terlihat sebagai sesuatu
yang sukses. Sebagian ada yang tetap mencari wajah Tuhan dan mengalir dalam
kehendak-Nya apapun yang terjadi. Sebagian menjadi puas dengan sedikit jemaat dan
penghidupan sederhana sebagai hamba Tuhan. Sebagian yang lain menggunakan"api
asing" (lihat Im.10:1) untuk melayani Tuhan dan menarik perhatian banyak orang.
Sayangnya api ilahi sejati -suatu lapar dan haus yang murni- tidak lagi menyala di hati
dan pelayanan mereka.

Lapar dan haus pernah datang. Lalu pergi. Sepertinya semua anak Tuhan pernah
mengalaminya.
Ada yang kembali lapar dan haus. Ada yang tak lagi pernah merasakannya karena
digantikan lapar dan haus akan yang lain, bukan akan Allah. Yang mencari rasa puas
dan nyaman bukan pada roti dan air kehidupan itu. Sesungguhnya itu semua tidak akan
pernah mengenyangkan.

Sesungguhnya tidak banyak yang menyadari dirinya tak lagi lapar dan haus akan
Tuhan. Juga tidak banyak yang peduli apakah dirinya lapar dan haus akan Tuhan. Dan
jauh lebih sedikit lagi yang tahu bagaimana menjaga dan mempertahankan rasa lapar
dan haus akan Tuhan yang mereka alami.

Beruntung kita memiliki Alkitab. Yang berisi petunjuk bagi kita menghadapi problem-
problem pada kerohanian kita, yang juga merupakan panduan bagaimana berhasil
dalam Tuhan. Dalam terang kuasa Roh Kudus, Roh hikmat dan Wahyu itu, kita akan
mengetahui rahasia memelihara rasa lapar dan haus akan Tuhan. Anda dapat
mempunyainya, jika Anda berkeinginan hidup dalam rasa lapar dan haus akan Tuhan
itu. Percayalah. Saat Anda memiliki rasa lapar dan haus yang konstan dan benar maka
hidup Anda akan menjadi hidup yang paling memuaskan yang pernah di jalani seorang
manusia. Itu janji Tuhan. Dan Dia tidak pernah berdusta.

DAUD YANG SELALU LAPAR DAN HAUS


Dalam Mazmur 63 saat ia di padang gurun Yehuda, Daud mencurahkan isi hatinya
dalam sebuah Mazmur yang sangat indah. Ilham Roh membuat pena dan kecapinya
melahirkan nyanyian ini : 

"Ya Allah, Engkaulah Allahku, aku mencari Engkau, jiwaku haus kepada-Mu, tubuhku
rindu kepada-Mu, seperti tanah yang kering dan tandus, tiada berair" (ayat 2).

Apakah ini kerinduan sesaat belaka? 


Suatu rasa lapar dan haus yang segera menguap beberapa waktu kemudian?
Justru sebaliknya.

Itu sesuatu yang kesekian kalinya menggelegak di hati Daud.


Melihat tanah yang kering. Pecah-pecah. Tandus. Tanpa setitik air. Pikiran Daud
membayangkan kondisi hatinya. Hati yang kekurangan air dan makanan rohani.
Hatinya yang rindu dekat dengan Allah, sang pemuas jiwanya.

Mustahil jika seseorang yang sesekali saja atau tak lagi memiliki lapar dan haus akan
Tuhan mengatakan ini, "Demikianlah aku mau memuji Engkau SEUMUR HIDUPKU dan
menaikkan tanganku demi nama-Mu" (ayat 5).
Rasa lapar dan haus itu telah menguasainya. Bersarang dalam jiwanya. Ia
menginginkan Allah untuk seterusnya. Seumur hidupnya. Selama-lamanya.

Dan puncak perenungan Daud dalam kerinduannya pada Tuhannya ialah ayat 9,
"Jiwaku MELEKAT kepada-Mu, ..." 
Alkitab versi KJV menerjemahkannya kata 'melekat' dengan frasa "followed hard after
thee" yang berarti ia terus mengejar Allah. Ia tak ingin jauh dari Tuhan, apalagi
terpisahkan. Ia terus lapar akan Allah. Ia pernah haus dan kini masih haus akan Tuhan.
DAUD TIDAK PERNAH KEHILANGAN RASA LAPAR DAN HAUSNYA AKAN TUHAN.
Ia telah menemukan rahasia kerinduan yang tak pernah surut akan Tuhan.

Kita perlu belajar dari Daud.

Mengapa hasrat Daud akan Tuhan tak pernah padam selagi yang lain meredup dan
lenyap?

PERNAHKAH ANDA MENYAKSIKAN TUHAN DI TEMPAT KUDUS-NYA?


Ada satu pengalaman yang menjadi dasar utama dan sejati dari rasa lapar dan haus
akan Tuhan di hati Daud. Pernahkah Anda mengalaminya?

"Bahwasanya TELAH aku melihat Engkau dalam tempat kesucian-Mu, serta kupandang
akan kuasa dan kemuliaan-Mu" ~Maz. 63:3, TL

"Aku TELAH melihat-Mu di tempat kudus, dan menyaksikan kuasa dan keagungan-Mu"
~Maz. 63:3, AYT (Alkitab Yang Terbuka) 2015

"I HAVE SEEN you in your sanctuary and gazed upon your power and glory"~ Maz.
62:3, NLT

(huruf besar ditambahkan penulis) 


Ya, Daud sebelumnya TELAH mengalami perjumpaan dengan Tuhan. Ia melihat dan
merasakan bagaimana kuasa Tuhan menjamah hidupnya. Pun kemuliaan Tuhan,
sungguh, ia pernah mengetahuinya sendiri secara pribadi.
Dan yang dilihat Daud bukan sekedar kata orang. Atau suatu gambaran muluk-muluk
mengenai Tuhan dan hal-hal sorgawi yang disampaikan dengan begitu meyakinkan
hati. Daud mengecap sendiri keberadaan Tuhan. Merasakan kehadiran-Nya.
Mengagumi kemuliaan Tuhan. Seolah Daud dibawa masuk dalam dunia yang lain. Ke
langit tingkat ketiga. Dimana ia melihat Tahta Sang Mahakuasa.

Pengalaman perjumpaan dengan Tuhan di hadapan tahta adalah pengalaman yang tak
tergantikan. Mereka yang mengalaminya tidak akan pernah sama lagi hidupnya. Pada
saat itulah seseorang merasakan sorga di hatinya. Bersentuhan dengan Pribadi yang
untuk-Nya manusia diciptakan.
Saat Allah menerobos hati kita, siapakah yang dapat menyamai-Nya?
Saat hadirat-Nya begitu nyata, tidakkah roh kita disegarkan dan dipulihkan kembali
bagai minum dari oasis di gurun yang gersang?
Dan, adakah yang lebih baik daripada itu?

Banyak yang tidak pernah merasakan hasrat yg begitu besar akan Tuhan karena pada
dasarnya mereka belum benar-benar berjumpa dengan Yesus Kristus, Tuhan dan juru
selamat itu. Iman mereka dibangun berdasarkan kisah-kisah inspiratif yang
membangkitkan semangat dan motivasi. Ibadah mereka rutinitas dan tradisi keluarga
atau suku semata. Atau rohani mereka dijejali oleh sensasi yang memenuhi emosi saja
dalam suatu event kebangunan rohani atau saat melakukan rutinitas ibadah. Seperti
orang Israel yang gemetar mendengar guruh, petir dan kilat di Gunung Sinai tetapi
memilih berdiam diri di kejauhan, mereka tidak pernah benar-benar mengalami suatu
perjumpaan yang mengubah hati seperti Musa atau Yosua.
Tidak heran bila kemudian mereka menginginkan tuhan yang lain. Sebuah patung anak
lembu emas dibuat supaya mereka dapat menyembah dengan sesuka hati mereka.
Mereka tidak pernah benar-benar datang di hadapan tahta Tuhan dan menyembah saat
melihat kemuliaan kuasa-Nya.

Perjumpaan sejati dengan Tuhan ditandai dengan jejak membekas yang tak mungkin
terhapuskan. Serupa dengan suatu peristiwa yang membawa dampak traumatis bagi
jiwa seseorang sehingga sebagian dari dirinya berubah, perjumpaan dengan Tuhan
mengubah pribadi seseorang dalam suatu cara yang ajaib, yang tak mampu dilakukan
apapun atau siapapun lainnya. Saat Tuhan menjamah seseorang, terjadi kesembuhan,
pemulihan dan penyucian berselubungkan rasa gentar yang kudus dan dalam. Roh kita
tahu ada Pribadi yang jauh lebih besar dan jauh lebih berkuasa di hadapan kita namun
bukan hendak meremukkan kita. Sebab Dia lembut, baik dan mulia. Di atas semuanya,
Dia mengasihi kita apa adanya melampaui apapun juga. Saat itulah kita tahu, kita telah
berjumpa Tuhan. Kita pun menjadi manusia baru.

Tanpa pengalaman di atas, kita akan segera bosan dengan hal-hal rohani yang terasa
hanya itu-itu saja dan tidak pernah benar-benar akan merindukan kehadiran Tuhan di
hidup kita.

APAKAH KASIH TUHAN MENJADI YANG PALING BERHARGA DI HIDUP ANDA? 


Selanjutnya, hal yang kedua, inilah pengalaman Daud bersama Tuhan: 

"Sebab kasih setia-Mu lebih baik dari pada hidup; bibirku akan memegahkan Engkau"
(Maz. 63:4)

Alkitab NET menyatakan dengan lebih jelas "Sebab mengalami (dan merasakan) kasih
setia-Mu itu lebih baik daripada hidup itu sendiri.. "

Hidup adalah sesuatu yang sangat berharga bagi manusia.  Tidak ada satupun
manusia yang berpikiran waras yang tidak ingin hidup. Apapun akan dilakukan demi
mempertahankan dan tetap memperoleh hidup. Menguras seluruh harta demi
membayar tebusan bagi yang diculik. Mencari solusi pengobatan ke tempat-tempat
yang jauh melalui segala metode atas sakit yang mengancam jiwa. Memikirkan
keselamatan dalam bekerja atau saat berkendara. Mendaftar asuransi untuk mendapat
jaminan kesehatan. Mengubah cara hidup, pola makan atau kebiasaan sehari-hari demi
umur yang lebih panjang. Menciptakan model dan strategi keamanan baik pribadi atau
nasional menghadapi ancaman serangan orang jahat atau teroris. Menciptakan sistem
deteksi dini dan persiapan menghadapi bencana alam. Dan seterusnya.
Manusia menghargai hidup demikian tinggi. Kisah penyelamatan yang menggemparkan
dunia atas 33 orang penambang di Chili yang tertimbun ratusan meter di bawah tanah
menjadi bukti tak terbantahkan betapa manusia menghargai kehidupan sedemikian
tingginya.

Hidup adalah yang paling berharga bagi manusia selama di dunia. Tapi bagi Daud ada
yang melebihi hidup. Yang lebih berharga. Yang lebih baik. Itu adalah kasih setia
Tuhan.

Bagi Daud, hidup itu berharga. Tapi itu tak cukup berharga jika dijalani tanpa cinta
Tuhan.
Cinta membuat hidup lebih hidup. Lebih indah dan berarti. Cinta adalah inti kehidupan.
Tanpa cinta, hidup hanya kehampaan tanpa makna. Dengan cinta, hidup memiliki
tujuan dan alasan untuk dihidupi. 
Dan tujuan serta alasan tertinggi ialah cinta dalam tingkat yang tertinggi: cinta Tuhan
(Yoh. 3:16). Cinta yang murni, sejati dan tak bersyarat.  Yang di dalamnya manusia
menemukan penerimaan diri, pembaharuan jiwa, pengampunan dosa, pembebasan
dari rasa bersalah, pembasuhan hati dan pemulihan hidup?
Bukankah kasih Tuhan jua yang mendidik, menopang, menumbuhkan dan menguatkan
kita sehingga kita menjadi tak tergoyahkan apapun di dalam Dia, yang oleh karenanya
kita dimampukan menanggung segala perkara (Fil. 4:13).

Di dalam kasih Tuhanlah hidup kita menjadi bermakna  -dalam tingkatan tertingginya.
Karena hidup manusia berdasar tujuan penciptaannya ialah supaya ia dikasihi dan
mengasihi Tuhan.

Sebelum kita merasakan kasih Tuhan itu tiap-tiap hari mengalir dan menyegarkan hidup
kita, sukar bagi kita merindukan Dia lebih dan lebih lagi. Sebab hati kita akan dipikat
daya tarik dunia yang selalu mengklaim mampu membuat hidup lebih hidup, penuh
petualangan yang mendebarkan. Kita masih akan tergantung pada perhatian dan cinta
manusia lebih dari kasih sayang Tuhan. Kita tetap akan larut dalam pergaulan yang
keliru dengan harapan menemukan sahabat sejati. Kita masih akan ditarik dan hanyut
dalam berbagai pengejaran yang memboroskan hari-hari kita dalam kesibukan yang
tidak berhubungan dengan nasib kekekalan kita (berputar-putar untuk urusan yang di
sini, yang meskipun harus dilakukan, tetapi kodrat manusia baru kita ialah memikirkan
perkara-perkara yang di atas, bukan yang di bumi saja sebagaimana diperintahkan
dalam Kolose 3:1). Lambat laun kita kehilangan perspektif tentang Allah, tentang sorga,
tentang harta abadi, tentang kemuliaan sejati di balik hidup yang sekarang ini.
Kita tertipu oleh kenikmatan semu. Bagaikan candu. Yang sebentar saja membuat kita
melambung tinggi hanya untuk terpuruk dan diperbudak makin dalam. Haus dan haus
lagi. Tanpa pernah sungguh-sungguh dikenyangkan.

Jika hingga kini pewahyuan akan kasih Tuhan yang melebihi hidup itu belum Anda
dapatkan, mintalah dengan segenap hati supaya Tuhan membukakan mata hati Anda
sehingga dapat melihat betapa berharganya kasih Tuhan bagi hidup Anda.
Kasih Tuhan yang telah rela turun ke dunia untuk menghampiri dan mengentas kita dari
kubangan dosa. Buka hati Anda menerima curahan kasih-Nya. Percayalah, dalam
tangan kasih Yesus Kristus, Anda akan dibawa masuk dalam hidup yang sejati.
Terimalah pengampunan dan pembasuhan dosa Anda. Terimalah hidup yang baru:
hidup dalam kasih-Nya itu. Jadikan itu harta terbesar Anda. Sesuatu yang tak akan
tergantikan dan tak akan Anda lepaskan karena alasan apapun juga.

Sama seperti Daud, Anda tidak akan mudah kehilangan hasrat akan Tuhan. Sebab
Tuhan telah menjadi kebutuhan terbesar Anda. Anda tak akan pernah ingin hidup lagi
tanpa Dia atau di luar Dia. Sebaliknya, Anda makin lapar dan haus akan Dia tiap-tiap
hari. Seperti tubuh jasmani Anda yang memerlukan makanan dan minuman setiap hari
dan tidak dapat hidup selain itu dipenuhi, demikian roh Anda merindukan Dia secara
tetap waktu demi waktu.
MEMELIHARA RASA LAPAR DAN HAUS AKAN TUHAN (Bagian 2)

MEMELIHARA RASA LAPAR DAN HAUS AKAN


TUHAN (Bagian 2)
Posted By passion for revival on Rabu, 17 Agustus 2016 | 11:47 AM

Oleh: Peter B, MA

APAKAH ANDA MERENUNGKAN TUHAN (DAN JALAN-JALAN-NYA) DALAM


KESENDIRIAN ANDA?
Hal ketiga yang menjadikan Daud pribadi yang lapar dan haus akan Tuhan ialah karena
ia suka memikirkan tentang Tuhan. Merenungkan pribadi Tuhan, firman-Nya, jalan-
jalan-Nya.

"Apabila aku ingat kepada-Mu di tempat tidurku, merenungkan Engkau sepanjang


kawal malam, " ~Mazmur 63:7

Semakin ia mengenal Allah dan merenungkan tentang petunjuk-petunjuk yang ada


dalam Taurat, hatinya semakin tertarik. Daud makin rindu untuk mengenal lebih dekat
dan lebih dekat lagi akan pribadi Tuhan. Berbeda dengan kebanyakan orang Kristen
hari ini yang puas hanya duduk satu jam (bahkan kurang dari itu) di gereja untuk
mendengarkan sebuah khotbah, Daud mencari Tuhan saat orang terlelap dan
kelelahan karena penuh dengan urusan-urusannya hari itu. Di masa kini, apakah kita
mencari Tuhan dan merenungkan jalan-jalan Tuhan… saat orang menonton hiburan di
tv… saat orang berjalan-jalan di Mall atau bercengkerama tempat nongkrong… saat
orang sibuk dengan teman-teman media sosialnya... saat orang bersenang-senang
dengan teman-teman gaulnya… saat orang sibuk dengan bisnis dan pekerjaannya…
saat aktivis-aktivis gereja merancang dan mengusahakan berbagai program rohani
(seperti yang dilakukan Martha)… saat yang lain sibuk berbelanja.. atau saat orang
memikir-mikirkan rencana-rencana jahat di hati dan pikirannya?

Bagi Daud, TUHAN adalah pribadi paling menarik yang pernah dikenalnya. Bagaimana
mungkin ia melewatkan kesempatan ini? Untuk bercakap-cakap (walau dalam batin)
dengan pribadi paling berkuasa, paling mulia, paling baik dan paling penuh kasih di
jagad raya ini? Tidakkah kita akan meminta waktu lebih lama jika berkesempatan
bertemu dengan superstar dunia? Bukankah pertemuan singkat dengan orang penting
dan berkuasa di pemerintahan merupakan kesempatan yang langka dan begitu
berharga (sampai-sampai banyak yang mencetak fotonya besar-besar dan diberi pigura
untuk dipasang di dinding ruang tamunya?) Adakah di antara waktu-waktu dengan
orang-orang paling kaya, paling terkenal, paling berotoritas, paling menarik dan paling
berbakat di dunia ini yang bisa mengalahkan waktu-waktu pertemuan dengan Tuhan? 

Bukankah jelas Alkitab menyatakannya: 

"Sebab lebih baik satu hari di pelataran-Mu dari pada seribu hari di tempat lain; lebih
baik berdiri di ambang pintu rumah Allahku dari pada diam di kemah-kemah orang
fasik" (Maz. 84:11)

Dan inilah hati Daud, yang berbeda dengan hati kebanyakan orang terhadap Allah:

"Satu hal telah kuminta kepada TUHAN, itulah yang kuingini: diam di rumah TUHAN
seumur hidupku, menyaksikan kemurahan TUHAN dan menikmati bait-Nya" (Maz.27:4)

Daud suka tinggal bersama-sama dengan Tuhan. Dia suka merenung tentang Tuhan.
Pikiran dan hatinya dipenuhi Tuhan. Bukan akan kesenangan-kesenangan dan
kenyamanan hidup. Bukan harta. Bukan wanita (meski Daud seorang pecinta wanita
yang luar biasa). Bukan tahtanya. Bukan pula pekerjaan atau profesinya. Tentulah
Daud bekerja dan melakukan urusan-urusan sehari-harinya. Sejak ketika saat dia
menjadi gembala ternak sampai saat dirinya telah menjadi 'gembala' Israel. Namun di
atas semua kesibukannya, ia kerap memikir-mikirkan tentang Tuhan. Dan, hampir
otomatis, ia makin lapar dan haus akan Allah!

Jadi, mengapa kita kehilangan rasa lapar dan haus kita akan Tuhan?
Pastilah itu karena kita tidak cukup peduli akan Tuhan. Ketika Roh Kudus
mengingatkan kita akan rasa lapar kita akan Tuhan, kita memilih mencari yang lain.
Saat rasa haus itu datang, kita mengalihkannya dengan memikirkan hal lain dan
menyibukkan diri dengan urusan-urusan yang lain yang sebenarnya jauh tidak berarti
dibanding berdiam diri di hadapan Tuhan. Saat kita memiliki waktu luang, kita memilih
aktifitas lain ketimbang merenungkan hidup kita di hadapan-Nya. Kita mengisi waktu
kita dan memenuhinya dengan hal-hal yang lain daripada memasuki hadirat Tuhan dan
menikmati kebersamaan dengan Dia.  Waktu demi waktu kita mencari segala yang
menarik hati kita, menjalani jam demi jam menekuni pekerjaan kita dan… terlambat
menyadari betapa sedikitnya pikiran kita merenungkan tentang Tuhan dan apapun
tentang Dia; betapa jarangnya hati kita merindukan Dia dan menyampaikan pesan
bahwa kita mengasihi-Nya; betapa malasnya kita merespon pimpinan Roh Kudus untuk
mendisiplinkan pikiran kita merenungkan firman Tuhan dan mencari cara,
menerapkannya dalam kehidupan kita sehari-hari!
Oh, betapa kita lebih suka membunuh rasa lapar dan haus kita akan Tuhan,
membiarkan roh kita merana dan kelaparan hingga sakit dan mati! Dan kemudian kita
bertanya-tanya, mengapa kehidupan orang ini atau hamba Tuhan itu terasa begitu intim
dengan Tuhan?

Bukan Tuhan yang tidak mau dan tidak mampu hadir memuaskan dahaga dan lapar
kita akan Dia. Kitalah yang tidak pernah datang ke ruang perjamuan itu dan duduk
semeja dengan Tuhan, menikmati kebersamaan yang hangat dengan Bapa sorgawi
-yang oleh karenanya hati kita makin terpesona dengan kepribadian-Nya. Faktanya, kita
lebih suka seperti anak yang hilang, bercanda tawa bersama penjudi-penjudi, orang-
orang fasik dan cemar. Atau mungkin juga kita telah menghabiskan segala yang baik di
hidup kita tetapi tetap mengeraskan hati sebagai penjaga kandang babi sekalipun kita
tahu betapa sia-sianya semua itu.

Ketika kita memandang hubungan dengan Tuhan sebagai sesuatu yang ringan semata
atau sebagai sesuatu demi kepentingan kita pribadi tanpa keinginan mengenal pribadi
dan sifat-sifat-Nya, saat itulah rasa lapar dan haus kita akan Dia menguap lenyap dari
hidup kita.

Tetapi meski api kerinduan itu kecil pada mulanya, jika kita menghembusinya dengan
angin dan meneteskan minyak ke atasnya -melalui pencarian dan perenungan akan Dia
waktu demi waktu- maka nyalanya akan makin besar, mencari apa saja yang dapat
'dilahapnya'. Makin lapar dan haus akan Tuhan.

APAKAH ANDA SERING MENGINGAT KEBAIKAN DAN KESETIAAN TUHAN?


Keempat. Dalam perenungannya, Daud teringat kembali akan apa yang Tuhan telah
perbuat dalam hidupnya.
Ia menulis dalam kidungnya:
"Apabila aku ingat kepada-Mu di tempat tidurku, merenungkan Engkau sepanjang
kawal malam,

—  sungguh ENGKAU TELAH MENJADI PERTOLONGANKU, dan dalam naungan


sayap-Mu aku bersorak-sorai"(Maz. 63:7-8).

Daud mengingat kembali betapa Tuhan telah mengasihinya, membelanya,


menolongnya dalam berbagai situasi sulit. Entah itu saat ia menghadapi tekanan dalam
keluarga atau saat melawan singa maupun beruang; saat ia menghadapi Goliath atau
saat dikejar-kejar Saul untuk dibunuh. Daud merasakan Tuhan telah banyak kali
berbuat baik baginya. Tuhanlah yang setia saat semua tak peduli padanya bahkan
menginginkan kematiannya. Tuhan tidak saja menjadi penolong (the helper) tetapi telah
menjadi pertolongannya (the help).

Apa perbedaannya?
Menjadi 'penolong' berarti sampingan saja, tidak terlalu menentukan hasil, hanya
memberikan sumbangan pada pencapaiannya. Tetapi menjadi 'pertolongan' berarti kita
pasti celaka jika tidak memperoleh pertolongan itu.  Hidup mati atau nasib kita
bergantung pada pertolongan itu.

Bagi Daud, Tuhan tidak sekedar mempermudah atau membuat hidupnya nyaman atau
lancar tetapi Tuhan telah membuat nasib dan takdir Daud berbeda dari yang
sebelumnya menuju kebinasaan, tersesat dan celaka kini menjadi suatu kehidupan
yang berbuah, dimampukan menjadi saluran berkat dan suatu kesaksian bagi
kemuliaan nama Tuhan.

Saat mengingat betapa baik dan setianya Tuhan itu, Daud menetapkan untuk berada di
bawah naungan sayap Tuhan dimana ia akan bersorak sorai! Ia tidak ingin 'pergi'
meninggalkan Tuhan namun ia tetap selalu ingin bersama-sama Tuhan. Di bawah
naungan sayap Tuhan, ia ingin selalu berada dan di sana pula ia menerima sukacita
seumur hidupnya. Di dalam naungan Yang Mahatinggilah, ia ingin berlindung. Berada di
sana untuk selama-lamanya. Inilah lapar dan haus yang tak pernah padam.

Mengingat apa yang Tuhan perbuat dalam hidup kita, menghitung berkat-berkat-Nya,
mengucap syukur atas kesabaran dan kesetiaan-Nya pada kita pada masa-masa krisis
di hidup kita akan mencegah kita menjadi pahit dan mencari 'pelarian' dari masalah
atau beban-beban kehidupan yang kita hadapi.
Melupakan perbuatan-perbuatan Tuhan di waktu-waktu yang lampau. Beberapa orang
bahkan meragukan kasih dan kebaikan Tuhan di saat keadaan memburuk, situasi tak
terkendali, masalah berlarut-larut dan beban-beban termasuk kebutuhan hidup hampir
tak terpenuhi. Kekeringan jasmani menjalar masuk ke jiwa dan kerohanian mereka. Hati
mereka mulai goyah dan undur dari Tuhan.
Di sisi lain, ketika kehidupan berkelimpahan, beberapa orang lupa bahwa itu semua
karena kasih karunia dan tangan pertolongan Tuhan. Lupa bersyukur, mereka menjadi
angkuh dan tenggelam dalam segala kesenangan duniawi. Kerinduan mereka akan
Tuhan pun luntur. Tanpa sadar mereka telah makin jauh dari Tuhan.

Hidup kita adalah sebuah perjalanan. Bagai musafir yang menempuh jarak yang jauh
menuju tanah perjanjian sorgawi. Tanpa Tuhan di sisi kita niscaya kita sesat. Hanya
saat kita benar-benar memahami bahwa Tuhan menjadi pertolongan bagi kita
sepanjang perjalanan ini, maka kita tidak akan mencari pertolongan ditawarkan dunia
ini. Kita tidak akan beralih pada uang, kekuasaan, hubungan-hubungan, atau kuasa-
kuasa kegelapan -apapun yang lain di luar Tuhan- saat menjalani hari-hari kita di dunia
ini.

Jadi mengapa rasa lapar haus Anda akan Tuhan memudar?


Mungkin karena Anda telah mengalihkan pandangan kepada yang lain sebagai
sandaran dan andalan Anda dalam hidup. Anda melupakan bahwa Dia Allah yang baik,
yang setia dan yang berjanji akan senantiasa menopang kita dalam segala keadaan
sampai masa memutih rambut Anda.

SEBERAPA PENTING DAN BERARTINYA TUHAN BAGI ANDA?


Orang  yang memelihara rasa lapar dan hausnya akan Tuhan menjadikan Tuhan
sebagai bagian penting dalam hidupnya. Hidupnya telah diubahkan saat melihat kuasa
dan kemuliaan Tuhan. Lalu kasih Tuhan menjadi yang paling berharga dalam hidupnya
sehingga mustahil ia hidup tanpa kasih itu. Hubungannya dengan Tuhan dipupuk dan
dijaganya dengan merenungkan Tuhan dan jalan-jalan-Nya setiap waktu. Dan makin ia
merenungkan Tuhan makin jelas dan nyata bahwa Tuhan adalah segala-galanya yang
baik dalam hidupnya. Untuk selama-lamanya ia tak ingin terpisahkan dari Tuhan. Tak
sehari pun ingin dilalui tanpa kehadiran dan kebersamaan dengan Tuhan.

Seberapa penting dan berarti Tuhan dan hubungan Anda dengan Dia menentukan rasa
lapar dan haus Anda akan Dia. Saat hati kita terpikat dan mulai fokus pada perkara lain,
entah disadari atau tidak, kita mulai kehilangan rasa lapar dan haus akan Tuhan. Dan
itu bukan tanda-tanda yang baik bagi masa depan kekal Anda.

Hari ini, jangan biarkan satupun -apapun itu- menduduki tempat pertama dalam hidup
Anda. Jangan biarkan harta, pekerjaan, hobby, pergaulan, kebiasaan, kesenangan atau
kenyamanan hidup membuat Anda terlena. Jangan biarkan pasangan, anak, istri,
suami, keluarga atau famili membuat Anda teralihkan dari membina hubungan yang
erat dan intim dengan Tuhan. Dan jangan biarkan ketakutan, kekuatiran hidup,
kegelisahan, kemarahan, kebencian, kepahitan, hawa nafsu atau keinginan-keinginan
akan gaya hidup serupa orang-orang duniawi menjadi penghalang Anda untuk memiliki
hubungan yang hidup dan membebaskan dalam Tuhan.

Datanglah meminta rasa lapar dan haus itu sekali lagi dalam doa. 
Terimalah dan jagalah hati Anda yang lapar dan haus itu dengan kekuatan yang Tuhan
anugerahkan bagi Anda.
Mintalah untuk Tuhan senantiasa menarik Anda (Kid. 1:4) lebih dan lebih lagi dari hari
ke hari 
Jadikan Tuhan yang terutama dalam hidup Anda dengan mencari dan memikirkan
kehendak-Nya dalam hidup Anda.
Hidup Anda akan kuat, teguh, berbuah dan berhasil di dalam Tuhan. Seperti hidup
Kristus.
Upah besar siap menanti untuk diberikan bagi Anda di sorga!

Anda mungkin juga menyukai