Anda di halaman 1dari 5

1.Mengapa manajemen dana bank sangat penting dalam bank?

Jawaban:Sumber dana memiliki peran penting bagi keberlangsungan dari suatu usaha lembaga
keuangan tersebut dalam memberikan pelayanan keuangan bagi para nasabah dan calon nasabahnya.
Sumber dana yang didapat memiliki pengaruh besar bagi kestabilan keuangan dari perbankan itu
sendiri.

2.Bagaimana cara bank memperoleh dana?

Berikut pembagian sumber dana pihak pertama menurut jenisnya:

1.Modal awal dari pemegang saham. ...

2.Dana cadangan bank. ...

3.Laba yang masih tersimpan. ...

4.Agio saham. ...

5.Pinjaman Bank Indonesia. ...

6.Interbank call money. ...

7.Repurchase Agreement. ...

8.Pinjaman antarbank

3.Mengapa dalam setiap perusahaan harus ada perencanaan dalam hal keuangan untuk proses produksi
berikutnya?

Perencanaan ini diperlukan karena perusahaan membutuhkan dana untuk operasional kegitannya.
Selain itu perusahaan juga membutuhkan biaya untuk pembayaran deviden kepada pemegang saham
dan pembiayaan lain baik itu berupa kewajiban maupun bentuk pengalihan dana perusahaan ke arah
yang positif.

4.Apa saja peluang dan tantangan founding bank syariah ?

Jawabannya :Ada tiga peluang dan tantanganya

1.Pertama, terbitnya fatwa DSN-MUI mengenai penerbitan Sertifikat Deposito Syariah (SDS) yang akan
diikuti regulasi OJK (Otoritas Jasa Keuangan).

DSN MUI yang di dalamnya terdapat regulator (OJK dan BI), awal tahun 2016 ini akan mengeluarkan
fatwa baru tentang Sertifikat Deposito Syariah (SDS) atau biasa dikenal dengan istilah Negotiable
Certificate Deposit (NCD). Regulasi baru ini akan mencerahkan prospek pendanaan perbankan syariah di
Indonesia. Bank-bank syariah harus memanfaatkan peluang regulasi tersebut dengan sebaikbaiknya.
Harapan pembiayaan akan meningkat dengan penerbitan SDS tersebut.

2. Sekuritisasi akan meningkatkan ketersediaan dana segar bagi bank-bank syariah sehingga perbankan
syariah dapat melakukan ekspansi pembiayaan lebih luas atau bahkan bisa mengembangkan
infrastruktur dan jaringan. instrumen keberadaan EBA-SP (Efek Beragunan Aset Surat Partisipasi) sebagai
ikutan dari proses sekuritisasi sangat membantu perbankan syariah memperoleh likuiditas pembiayaan
perumahan melalui pasar modal dengan cara sekuritisasi aset perbankan berkualitas tinggi. Instrumen
EBA-SP syariah juga dapat menghindari ketidaksesuaian maturitas perbankan syariah dengan dapat
diaksesnya dana dari pasar modal yang bersifat jangka menengah dan panjang

3. Tentang kami

Peluang dan Tantangan Pendanaan Bank Syariah 2016

Oleh

Agustianto Mingka

Ketua Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI)

Dari sisi funding (pendanaan), perbankan syariah di tahun 2016 memiliki prospek yang semakin cerah,
sehingga ekspansi pembiayaan semakin besar dan profitabilitas akan semakin meningkat. Ada lima
peluang (indikator) mengapa prospek funding perbankan syariah sangat cerah di tahun depan. Pertama,
terbitnya regulasi pemerintah dan DSN-MUI mengenai penerbitan Sertifikat Deposito Syariah (SDS) atau
biasa dikenal Negotiable Certificate Deposit (NCD). Kedua, Sekuritisasi asset perbankan syariah, Ketiga,
Kebijakan Kementerian Keuangan 23 Desember 2015 mengenai masuknya delapan bank syariah sebagai
pengelola rekening kementerian negara / lembaga / satuan kerja lembaga pemerintah, Keempat, dana
emisi sukuk. Kelima, potensi dana haji dan umrah. Peluang funding tersebut akan dijabarkan pada
paparan berikut.

Pertama, terbitnya fatwa DSN-MUI mengenai penerbitan Sertifikat Deposito Syariah (SDS) yang akan
diikuti regulasi OJK (Otoritas Jasa Keuangan).

DSN MUI yang di dalamnya terdapat regulator (OJK dan BI), awal tahun 2016 ini akan mengeluarkan
fatwa baru tentang Sertifikat Deposito Syariah (SDS) atau biasa dikenal dengan istilah Negotiable
Certificate Deposit (NCD). Regulasi baru ini akan mencerahkan prospek funding perbankan syariah di
Indonesia. Bank-bank syariah harus memanfaatkan peluang regulasi tersebut dengan sebaik-baiknya.
Diharapkan penyaluran pembiayaan akan semakin meningkat dengan penerbitan SDS tersebut.

Dana hasil penerbitan SDS / NCD dapat dialokasikan bank syariah untuk ekspansi pembiayaan tahun
2016. Sangat berguna, jika perbankan syariah tidak memanfaatkan peluang tersebut. Bank-bank
konvensional seperti Bank CIMB Niaga baru saja menerbitkan surat berharga jenis negotiable certificate
deposit (NCD) pada 14 Desember 2015 senilai Rp930 miliar. Demikian pula Bank Tabungan Negara (BTN)
di tahun 2016 nanti akan meraih dana segar dari instrumen NCD dengan nilai Rp 1 triliun sampai 1,5
triliun setiap penerbitan, yang mungkin menerbitkannya sebanyak 3 tahap. Bagi bank tersebut dana
NCD digunakan untuk ekspansi kredit sekaligus refinancing NCD sebelumnya.

Perbankan syariah yang selama ini melimiliki likuiditas yang ketat perlu menerbitkan Sertifikat Deposito
Syariah (SDS) dalam rangka memperbesar skala pembiayaan syariah. Tentu, dalam penerbitan SDS ini
perbankan syariah memperhatikan aspek kehatian-hatian dan penerapan manajemen risiko.

Kedua, sekuritisasi aset perbankan syariah sebagai realisasi terbitnya POJK No 20/tahun 2015 tentang
penerbitan EBA Syariah yang akan diimplementasikan pada tahun 2016.

Sekuritisasi akan meningkatkan ketersediaan dana segar bagi bank-bank syariah sehingga perbankan
syariah dapat melakukan ekspansi pembiayaan lebih luas atau bahkan bisa mengembangkan
infrastruktur dan jaringan. instrumen keberadaan EBA-SP (Efek Beragunan Aset Surat Partisipasi) sebagai
ikutan dari proses sekuritisasi sangat membantu perbankan syariah memperoleh likuiditas pembiayaan
perumahan melalui pasar modal dengan cara sekuritisasi aset perbankan berkualitas tinggi. Instrumen
EBA-SP syariah juga dapat menghindari ketidaksesuaian maturitas perbankan syariah dengan dapat
diaksesnya dana dari pasar modal yang bersifat jangka menengah dan panjang.

Salah satu kunci kesuksesan KPR Syariah adalah sekuritisasi (tawriq) aset. Dalam konsep sekuritisasi aset
ini, bank syariah mentransformasikan aset berisikonya (pembiayaan) ke dalam bentuk uang tunai yang
kemudian dapat digunakan untuk ekspansi usaha dan dapat pula disalurkan kembali ke pihak yang
memerlukan dana. Uang segar tersebut diperoleh dari sebuah lembaga penerbit EBA yang membeli aset
produktif bank syariah. Keuntungan dari sekuritisasi pembiayaan ini antara lain bank tidak perlu
menunggu lebih lama (10 – 15 tahun) untuk mendapatkan kembali dana yang sudah dikucurkan kepada
nasabah, khususnya pembiayaan berjangka panjang seperti pembiayaan perumahan.

Selama ini pemanfaatan sekuritisasi dalam perbankan syariah belum mendapat perhatian yang berarti
dan belum dipraktekkan, karena memang belum ada regulasinya, juga kebutuhan bank-bank syariah
akan sekuritisasi belum mendesak.

Kini di akhir Tahun 2015, Otoritas Jasa Keuangan mengeluarkan peraturan mengenai sekuritisasi dengan
penerbiatan Efek Beragunan Asset (EBA) Syariah melalui POJK No 20 tahun 2015.

Penerbitan produk EBA Surat Partisipasi Syariah akan mengatasi aset dan kewajiban perbankan syariah
dalam pembiayaan perumahan. Di satu sisi, pembiayaan KPR memiliki tenor jangka panjang 10-15
tahun, di sisi lain, dana simpanan memiliki tenor jangka pendek. Kehadiran produk EBA Syariah bisa
menjadi darah bagi bank-bank syariah untuk lebih ekspansif dan berkembang.

Dengan demikian, pengembangan pembiayaan perumahan melalui produk sekuritisasi ( tawriq atau
tashkik ) KPR menjadi terobosan untuk mengatasi kebutuhan rumah bagi masyarakat. Dengan tawriq
(sekuritisasi), pembiayaan perumahan tidak lagi terbatas mengandalkan dana deposito perbankan yang
peruntukannya untuk pendanaan jangka pendek. EBA Syariah ini menjadi terobosan positif yang
memerlukan dukungan semua pihak, karena harga rumah menjadi lebih terjangkau dengan pembiayaan
jangka panjang.

Upaya sekuritisasi aset melalui konsep EBA-SP juga dapat memitigasi risiko pembiayaan bagi bank-bank
syariah. Dengan melakukan sekuritisasi sebagian asetnya baik dalam bentuk kumpulan maupun atau
pembiayaan pemilikan rumah berbasis musyarakah mutanaqisiah atau ijarah, maka bank-bank syariah
telah mengurangi risiko pembiayaan, atau setidaknya bank syariah telah melakukan berbagi risiko
pembiayaan KPR tersebut.

Mengharapkan perbankan syariah di Indonesia dapat memanfaatkan produk EBA-SP syariah ini untuk
pendanaan, sehingga bank-bank syariah dapat melakukan ekspansi pembiayaan lebih luas atau ekspansi
jaringan. Keperluan bank-bank umum syariah terhadap EBA-SP Syariah karena FDR bank syariah saat ini
sangat tinggi dimana likuiditasnya cukup ketat.Dengan demikian kita optimis bank-bank syariah di masa
depan akan membutuhkan produk EBA syariah ini untuk menutupi kebutuhan dana dan likuiditas.

Dalam konteks penerapan sekuritisasi aset bank syariah, kita mengharapkan relaksasi dan intensif dari
OJK, agar program ini dapat diberikan kepada bank-bank syariah yang masih dalam status BUKU II yang
justru lebih potensial dibandingkan BUKU III. Karena menurut aturan yang ada saat ini, sekuritisasi hanya
boleh dilakukan oleh Bank Umum Kelompok Usaha (BUKU) III-IV sedangkan bank syariah BUKU I dan II
belum bisa melakukan sekuritisasi. Karena itu pemerintah seharusnya memberikan relaksasi yang
intensif kepada bank-bank syariah.

Ketiga, Di akhir 2015, pemerintah (Kementerian Keuangan) memasukkan delapan bank syariah sebagai
bank yang dapat mengelola rekening milik Kementerian Negara / Lembaga / Satuan Kerja berdasarkan
Pengumuman Menteri Keuangan 23 Desember 2015. Kebijakan ini sudah lama diharapkan dan
didambakan semua komponen masyarakat, Perguruan Tinggi , Ormas Islam, dan stake holders ekonomi
syariah lainnya. Semoga saja rasio penempatannya di bank-bank syariah di atas rasio share bank syariah
nasional. Jika 10% saja dana-dana tersebut ditempatkan di perbankan syariah, maka pangsa pasar
perbankan syariah akan meningkat secara signifikan.

Dengan adanya keputusan tersebut, bank-bank syariah bisa masuk dalam pengelolaan dana pemerintah
baik pusat maupun daerah, termasuk dana-dana BUMN dan BUMD. Dana-dana tersebut merupakan
sumber dana yang sangat potensial bagi peningkatan pangsa pasar perbankan syariah.

5. Apa saja macam macam dana funding?

Jawaban : a.Dana yang bersumber dari bank itu sendiri, maksudnya adalah dana yang diperoleh dari
dalam bank. Prolehan dana ini biasanya digunakan apabila bank mengalami kesulitan untuk
memperoleh dana dari luar. Kemudian dana ini dapat pula dicari sesuai dengan tujuan bank. Misalnya,
apabila bank hendak melakukan perluasanusaha untuk mengganti berbagai sarana dan prasana yang
lama dengan yang baru.
b. Dana yang bersumber dari masyarakat luas. Sumber dana ini merupakan sumber dana
terpenting bagi kegiatan operasi bank dan merupakan ukuran keberhasilan bank apabila mampu
membiayai operasinya dari sumber dana ini.

c. Dana yang bersumber dari lembaga lain. Dalam praktiknya dana yang ketiga ini merupakan
tambahan jika bank mengalami kesulitan dalam pencairan sumber dana pertama dan kedua diatas.
Pencairan dari sumber dana ini relatif lebih mahal dan sifatnya hanya sementara waktu saja. Dana yang
diperoleh dari sumber ini digunakan untuk membiayai atau membayar transaksi-transaksi tertentu.

Anda mungkin juga menyukai