Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

“Penggunaan Obat Rasional (POR)”

DISUSUN OLEH :

KADEK

SUASTINI

(D1A119001)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESIONAL APOTEKER

UNIVERSITAS MEGAREZKY

2020
Penggunaan Obat Rasional (POR)

A. Latar belakang

Penggunaan obat secara rasional di masyarakat merupakan salah satu

hal penting untuk membangun pelayanan kesehatan. Pelaksanaan

pengobatan yang tidak rasional selama ini telah memberikan dampak negatif

berupa pemborosan dana, efek samping dari penggunaan obat yang kurang

tepat akan menyebabkan terjadinya resistensi, interaksi obat yang

berbahaya, dapat menurunkan mutu pengobatan dan mutu pelayanan

kesehatan. Untuk meningkatkan kerasionalan obat pada masyarakat hingga

mutu pelayanan kesehatan yang optimal maka perlu dilakukan pengelolaan

obat secara rasional dan sistematis (Yuliastuti dkk., 2013).

Penggunaan obat yang rasional adalah pemilihan dan penggunaan obat

yang efektifitasnya terjamin serta aman, dengan mempertimbangkan masalah

harga, yaitu dengan harga yang paling menguntungkan dan sedapat mungkin

terjangkau. Untuk menjamin efektifitas dan keamanan, pemberian obat harus

dilakukan secara rasional, yang berarti perlu dilakukan diagnosis yang akurat,

memilih obat yang tepat, serta meresepkan obat tersebut dengan dosis,

cara, interval serta lama pemberian yang tepat.

Penggunaan obat rasional juga berarti menggunakan obat berdasarkan

indikasi yang manfaatnya jelas terlihat dapat diramalkan (evidence based

therapy) . Manfaat tersebut dinilai dengan menimbang semua bukti tertulis

hasil uji klinik yang dimuat dalam kepustakaan yang dilakukan melalui

evaluasi yang sangat bijaksana.

Menimbang manfaat dan resiko tidak selalu mudah dilakukan, hal-hal

yang perlu diperhatikan untuk menentukannya yaitu derajat keparahan


penyakit yang akan diobati, efektivitas obat yang akan digunakan, keparahan

dan frekuensi efek samping yang mungkin timbul, serta efektivitas dan

keamanan obat lain yang bisa dipakai sebagai pengganti. Semakin parah

suatu penyakit, semakin berani mengambil resiko efek samping, namun bila

efek samping mengganggu dan relatif lebih berat dari penyakitnya sendiri

mungkin pengobatan tersebut perlu diurungkan. Semakin remeh suatu

penyakit, semakin perlu bersikap tidak menerima efek samping.

Kemampuan untuk melakukan telaah terhadap berbagai hasil uji klinik

yang disajikan menjadi amat penting dalam masalah ini. Biasanya dalam

pedoman pengobatan, pilihan obat yang ada telah melalui proses tersebut,

dan dicantumkan sebagai obat pilihan utama (drug of choice), pilihan kedua,

dan seterusnya.

B. Pedoman Obat Rasional

Menurut WHO 1987 pengobatan yang sesuai indikasi, diagnosis, tepat

dosis obat, cara dan waktu pemberian, tersedia setiap saat dan harga

terjangkau.

Secara Umum Pengobatan Rasional Pengobatan rasional merupakan

suatu proses yang kompleks dan dinamis, dimana terkait beberapa

komponen, mulai dari diagnosis, pemilihan dan penentuan dosis obat,

penyediaan dan pelayanan obat, petunjuk pemakaian obat, bentuk sediaan

yang tepat, cara pengemasan, pemberian label dan kepatuhan penggunaan

obat oleh penderita.


Penggunaan obat di sarana pelayanan kesehatan umumnya belum

rasional. Penggunaan obat yang tidak tepat ini dapat berupa penggunaan

berlebihan, penggunaan yang kurang dari seharusnya, kesalahan dalam

penggunaan resep atau tanpa resep, polifarmasi, dan swamedikasi yang

tidak tepat (WHO, 2010). Secara praktis, menurut Kementrian RI, (2011)

penggunaan obat dikatakan rasional jika memenuhi kriteria :

1. Tepat Diagnosis

Penggunaan obat disebut rasional jika diberikan dengan diagnosis

yang tepat. Jika diagnosis tidak ditegakkan dengan benar, maka

pemilihan obat akan terpaksa mengacu pada diagnosis yang keliru

tersebut. Akibatnya obat yang diberikan juga tidak akan sesuai dengan

indikasi yang seharusnya.

2. Tepat Indikasi Penyakit

Setiap obat memiliki spektrum terapi yang spesifik. Antibiotik,

misalnya di indikasikan untuk infeksi bakteri. Dengan demikian,

pemberian obat ini hanya di anjurkan untuk pasien yang member gejala

adanya infeksi bakteri.

3. Tepat Pemilihan Obat

Keputusan untuk melakukan upaya terapi di ambil setelah

diagnosis ditegakkan dengan benar.Dengan demikian obat yang dipilih

harus yang memiliki efek terapi sesuai dengan spektrum penyakit.

4. Tepat Dosis

Dosis, cara dan lama pemberian obat sangan berpengaruh

terhadap efek terapi obat. Pemberian dosis yang berlebihan, khususnya


untuk obat yang dengan rentang terapi yang sempitakan sangat beresiko

timbulnya efek samping. Sebaliknya dosis yang terlalu kecil tidak akan

menjamin tercapinya kadar terapi yang di harapkan.

a. Tepat Cara Pemberian

Obat antasida seharusnya dikunyah dulu baru ditelan. Demikian

pula antibiotik tidak boleh dicapur dengan susu, karena akan

membentuk ikatan, sehingga menjadi tidak dapat diabsorpsi dan

menurunkan efektivitasnya.

b. Tepat Waktu Interval Pemberian

Cara pemberian obat hendaknya dibuat sesederhana mungkin

dan praktis, agar mudah di taati oleh pasien. Makin sering frekuensi

pemberian obat per hari (misalnya 4 kali sehari), semakin rendah

tingkat ketaatan minum obat. Obat yang harus diminum 3 x sehari

harus diartikan bahwa obat tersebut harus diminum dengan interval

setiap 8 jam.

c. Tepat Lama Pemberian

Lama pemberian obat harus tepat sesuai penyakitnya masing –

masing. Untuk tuberkolosis dan kusta, lama pemberian paling singkat

adalah 6 bulan. Lama pemberian kloramfenikol pada demam tifoid

adalah 10-14 hari. Pemberian obat yang terlalu singkat atau terlalu

lama dari yang seharusnya akan berpengaruh terhadap hasil

pengobatan.

5. Waspada Terhadap Efek Samping

Pemberian obat potensial menimbulkan efek samping, yaitu efek


tidak diinginkan yang timbul pada pemberian obat dengan dosis terapi,

karena itu muka merah setelah pemberian atropine bukan alergi, tetapi

efek samping sehubugan vasodilatasi pembuluh darah di wajah.

Pemberian tetrasiklin tidak boleh dilakukan pada anak kurang dari 12

tahun, karena menimbulkan kelainan pada gigi dan tulang yang sedang

tumbuh.

6. Tepat Penilaian Kondisi Pasien

Respon individu terhadap efek obat sangat beragam.Hal ini lebih

jelas terlihat pada beberapa jenis obat seperti teofilin dan aminoglikosida.

7. Tepat Informasi

Informasi yang tepat dan benar dalam penggunaan obat sangat

penting dalam menunjang keberhasilan terapi.

8. Tepat Tindak Lanjut (Follow-up)

Pada saat memutuskan pemberian terapi, harus sudah

dipertimbangkan upaya tindak lanjut yang diperlukan, misalnya jika

pasien tidak sembuh atau mengalami efek samping.

9. Tepat Penyerahan Obat (Dispensing)

Penggunaan obat rasional melibatkan juga dispenser sebagai

penyerah obat dan pasien sendiri sebagai konsumen.

Pada saat resep dibawa ke apotek atau tempat penyerahan obat

di Puskesmas, apoteker/asisten apoteker menyiapkan obat yang

dituliskan peresep pada lembar resep untuk kemudian diberikan kepada

pasien. Proses penyiapan dan penyerahan harus dilakukan secara tepat,

agar pasien mendapatkan obat sebagaimana harusnya. Dalam


menyerahkan obat juga petugas juga harus memberikan informasi yang

tepat kepada pasien.

10. Pasien patuh terhadap perintah pengobatan yang dibutuhkan,

ketidaktaatan minum obat umumnya terjadi pada keadaan beikut :

a. Jenis dan/atau jumlah obat yang diberikan terlalu banyak

b. Frekuensi pemberian obat per hari terlalu sering

c. Jenis sediaan obat terlalu beragam

d. Pemberian obat dalam jangka panjang tanpa informasi

e. Pasien tidak mendapatkan informasi/penjelasan yang cukup mengenai

cara minum/menggunakan obat.

f. Timbulnya efek samping (misalnya ruam kulit dan nyeri lambung), atau

efek ikatan (urin menjadi merah karena minum rifamfisin) tanpa

diberikan penjelasan terlebih dahulu.


C. Prinsip-prinsip POR

Pada dasarnya obat akan diresepkan bila memang diperlukan

dan dalam setiap kasus, pemberian obat harus dipertimbangkan

berdasarkan manfaat dan resikonya. Kebiasaan peresepan obat yang

tidak rasional akan berdampak buruk bagi pasien seperti kurangnya

efektivitas obat, kurang aman, biaya pengobatan tinggi dan

sebagainya.

Dalam buku guide to good prescribing yang diterbitkan oleh

WHO tahun 1994 telah dibuat pedoman penggunaan obat secara

rasional. Langkah-langkah pengobatan rasional tersebut disusun

sebagai berikut :

Langkah 1 : Tetapkan masalah pasien.

Sedapat mungkin diupayakan menegakkan diagnosis

secara akurat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik

yang seksama, pemeriksaan penunjang yang tepat.

Diagnosis yang akurat serta identifikasi masalah yang jelas

akan memudahkan rencana penanganan.

Langkah 2 : Tentukan tujuan terapi.

Tujuan terapi disesuaikan untuk setiap masalah atau

diagnosis yang telah dibangun berdasarkan patofisiologi

penyakit yang mendasarinya.


Langkah 3 : Strategi pemilihan obat.

Setiap pemilihan jenis penanganan ataupun pemilihan obat

harus sepengetahuan dan kesepatan dengan pasien.

Pilihan penanganan dapat berupa penanganan non

farmakologik maupun farmakologik. Pertimbangan biaya

pengobatan pun harus dibicarakan bersama-sama dengan

pasien ataupun keluarga pasien.

a. Penanganan non farmarkologik

Perlu dihayati bahwa tidak semua pasien

membutuhkan penanganan berupa obat. Sering

pasien hanya membutuhkan nasehat berupa

perubahan gaya hidup, diet tertentu, sekedar

fisioterapi atau psikoterapi. Semua instruksi tersebut

perlu dijelaskan secara rinci dan dengan dokumen

tertulis.

b. Penanganan farmakologik

Berdasarkan pemahaman patofisiologi penyakit serta

farmakodinamik obat dilakukan pemilihan jenis obat

dengan mempertimbangkan efektivitas, keamanan,

kenyamanan dan harga obat.

Langkah 4 : Penulisan resep obat

Sebuah resep obat berisi perintah dari penulisnya kepada

apoteker sebagai pihak yang menyerahkan obat kepada


pasien. Resep harus ditulis dengan jelas, mudah dibaca

dan memuat informasi nama dan alamat penulis resep,

tanggal peresepan, nama dan kekuatan obat, dengan

singkatan dan satuan yang baku, bentuk sediaan dan

jumlahnya, cara pemakaian dan peringatan. Nama, umur

pasien serta alamat juga dicantumkan, kemudian dibubuhi

paraf atau tanda tangan dokter.

Langkah 5 : Penjelasan tentang aturan pakai dan kewaspadaan.

Pasien memerlukan informasi, instruksi dan peringatan

yang akan memberinya pemahaman sehingga ia mau

menerima dan mematuhi pengobatan dan mempelajari

cara minum obat yang benar. Insformasi yang jelas akan

meningkatkan kepatuhan pasien.

Langkah 6 : Pemantauan pengobatan

Pemantauan bertujuan untuk menilai hasil pengobatan dan

sekaligus menilai apakah diperlukan tambahan upaya lain.

Pemantauan dapat dilakukan secara pasif maupun aktif.

Pemantauan pasif artinya dokter menjelaskan kepada

pasien tentang apa yang harus dilakukan bila pengobatan

tidak manjur.

Pemantauan aktif berarti pasien diminta dating kembali

pada waktu yang ditentukan untuk dinilai hasil pengobatan

terhadap penyakitnya.
D. Penggunaan Obat Tidak Rasional

Sering dijumpai dalam praktek sehari-hari, tanpa indikasi

yang jelas, penentuan dosis, cara dan lama pemberian

yang keliru serta harga yang mahal (ketidakrasionalan peresepan).

Tidak rasional memberi dampak negatif yang diterima oleh

pasien baik dari manfaatnya. Dampak negatif (efek samping dan

resistensi kuman) dampak ekonomi (biaya tidak terjangkau)

dampak sosial (ketergantungan pasien terhadap intervensi obat).

Penggunaan obat yang tidak rasional dikategorikan (ciri-ciri) :

1. Peresepan berlebih (over prescribing) Yaitu memberikan obat yang

sebenarnya tidak diperlukanuntuk penyakit yang bersangkutan.

Contoh : Pemberian antibiotik pada ISPA non pneumonia

(umumnya disebabkan oleh virus).

2. Pemberian obat dengan dosis lebih dari yang dianjurkan.

3. Jumlah obat yang diberikan lebih dari yang diperlukan

untuk pengobatan penyakit tersebut.

4. Peresepan kurang (under prescribing) Yaitu jika pemberian obat

kurang dari yang seharusnyadiperlukan, baik dosis, jumlah maupun

lama pemberian. (Pemberian antibiotika obat selama 3 hari

untuk ISPA Pneumonia atau Tidak memberikan oralit pada anak

yang jelas menderita diare)


5. Peresepan majemuk (multiple prescribing) Yaitu jika memberikan

beberapa obat untuk suatu indikasipenyakit yang sama, pemberian

lebih dari satu obat untuk penyakityang diketahui dapat

disembuhkan dengan satu jenis obat. Contoh : pemberian puyer pada

anak dengan batuk pilek, berisi : Amoksisilin, Parasetamol, GG,

Deksametason, CTM dan Luminal

6. Peresepan salah (incorrect prescribing) Yaitu Pemberian obat

untuk indikasi yang keliru dengan resiko efek samping misalnya

Pemberian antibiotic golongan kuinolon (mis: Siprofloksasin dan

Ofloksasin) untuk wanita hamil, atau Meresepkan Asam Mefenamat

untuk demam pada anak < 2 tahun

Akibat penggunaan obat tidak rasional

1. Pemborosan biaya dan anggaran masyarakat

2. Resiko efek samping dan resistensi

3. Mutu ketesediaan obat kurang terjamin.

4. Mutu pengobatan dan pelayanan kesehatan buruk .

5. Memberikan persepsi yang keliru tentang pengobatan padamasyarakat

E. Rancangan dan pedoman Uji Stabilitas

Stabilitas merupakan factor penting dari kualitas, keamanan dan

kemanjuran produk obat. Sebuah produk obat yang tidak cukup stabil

dapat mengakibatkan :
1. Perubahan sifat fisik (seperti kekerasan, kecepatan disintegrasi-

disolusi, pemisahan fase, endapan dll)

2. Perubahan karakteristik kimia (dekomposisi bahan aktif dan

pembentukan zat cemaran yang memungkinkan beresiko tinggi).

3. Ketidakstabilan mikrobiologis (missal dari suatu produk obat steril

bias berbahaya).

F. Jenis dan Teknik Uji Stabilitas

Stabilitas farmasi harus diketahui untuk memastikan bahwa

pasien menerima dosis obat yang diresepkan dan bukan hasil

ditemukan degradasi efek terapi aktif. farmasi diproduksi bertanggung

jawab untuk memastikan ia merupakan produk yang stabil yang

dipasarkan dalam batas-batas tanggal kedaluwarsa. apoteker

komunitas memerlukan pengetahuan tentang faktor-faktor yang

mempengaruhi stabilitas bahwa ia benar dapat menyimpan obat-

obatan, pemilihan wadah yang tepat untuk mengeluarkan obat

tersebut, mengantisipasi interaksi ketika pencampuran beberapa

bahan obat, persiapan, dan menginformasikan kepada pasien setiap

perubahan yang mungkin terjadi setelah obat telah diberikan (Parrot,

1978).

Dalam mempertimbangkan stabilitas kimia farmasi yaitu untuk

mengetahui urutan reaksi, yang diperoleh secara eksperimental

dengan mengukur laju reaksi sebagai fungsi dari konsentrasi obat


merendahkan. urutan keseluruhan reaksi adalah jumlah dari eksponen

istilah konsentrasi tingkat ekspresi. Urutan sehubungan dengan tiap

reaktan itu eksponen dari istilah konsentrasi individu dalam tingkat

ekspresi (Parrot, 1978).

Stabilitas obat adalah suatu pengertian yang mencakup

masalah kadar obat yang berkhasiat. Batas kadar obat yang masih

tersisa 90 % tidak dapat lagi atau disebut sebagai sub standar waktu

diperlukan hingga tinggal 90 % disebut umur obat. Orde reaksi dapat

ditentukan dengan beberapa metode, diantaranya (Martin, 1983) :

1. Metode substitusi

Data yang terkumpul dari hasil pengamatan jalannya suatu

reaksi disubstitusikan ke dalam bentuk integral dari persamaan

berbagai orde reaksi. jika persamaan itu menghasilkan harga K

yang tetap konstan dalam batas-batas variasi percobaan, maka

reaksi dianggap berjalan sesuai dengan orde tersebut.

2. Metode grafik

Plot data dalam bentuk grafik dapat digunakan untuk

mengetahui orde reaksi tersebut. Jika konsentrasi di plot terhadap t

dan didapat garis lurus, reaksi adalah orde nol. Reaksi dikatakan

orde pertama bila log (a-x) terhadap t menghasilkan garis lurus.

Suatu reaksi orde kedua akan memberikan garis lurus bila 1/(a-x)

diplot terhadap t (jika konsentrasi mula-mula sama). Jika plot 1/(a-


x)² terhadap t menghasilkan garis lurus dengan seluruh reaktan

sama konsentrasimula-mulanya,reaksi adalah orde ketiga.

3. Metode waktu paruh

Dalam reaksi orde nol, waktu paruh sebanding dengan

konsentrasi awal, a. Waktu paruh reaksi orde pertama tidak

bergantung pada a; waktu paruh untuk reaksi orde kedua, dimana a

= b sebanding dengan 1/a dari dalam reaksi orde ketiga, dimana a

= b = c, sebanding dengan 1/a². Umumnya berhubungan antar hasil

di atas memperlihatkan waktu paruh suatu reaksi dengan

konsentrasi seluruh reaktan sama.

Uji stabilitas sendiri ada 2 jenis, yaitu :

4. Uji stabilitas dipercepat

Uji yang dirancang untuk meningkatkan kecepatan

penguraian kimia atau fisika obat, yaitu dengan membuat suatu

kondisi penyimpanan yang dilebihkan bertujuan untuk me mantau

reaksi penguraian dan memperkirakan masa edar pada kondisi

penyimpanan normal. Pada uji stabilitas dipercepat, obat disimpan

pada kondisi ekstrim di suatu lemari uji yang disebut climatic

chamber, obat dalam kemasan aslinya dipaparkan pada suhu 40 ±

2oC dan kelembaban 75 ± 5%.

Metode uji stabilitas dipercepat untuk produk-produk farmasi

yang didasarkan pada prinsip-prinsip kinetika kimia ditunjukkan

oleh Garret dan Carper. Menurut teknik ini, nilai k untuk penguraian
obat dalam larutan pada berbagai temperatur yang dinaikkan

diperoleh dengan memplot beberapa fungsi konsentrasi terhadap

waktu.

Logaritma laju spesifik kemudian diplot terhadap kebalikan

dari temperatur mutlak dan hasil berupa garis lurus diekstrapolasi

sampai temperatur ruang digunakan untuk memperoleh

pengukuran kestabilan obat pada kondisi penyimpanan biasa.

Pendekatan yang lebih maju untuk evaluasi kestabilan

adalah kinetika nonisotermal, yang diperkenalkan oleh Rogers

pada tahun 1963. Energi aktivasi, laju reaksi dan kestabilan yang

diperkirakan diperoleh dalam satu percobaan dengan mengatur

temperature untuk berubah pada laju yang telah ditentukan

sebelumnya. Temperatur dan waktu dihubungkan melalui fungsi

yang sesuai, seperti : 1/T = 1/T0 + at

Dimana To adalah temperatur awal dan a adalah kebalikan

dari konstanta laju pemanasan. Pada setiap waktu, dalam proses,

persamaan Arrhenius untuk waktu nol dan t dapat ditulis: ln k1= ln

ko - Ea/R (( 1)/(T1 ) - 1/T0 ).

Karena temperatur merupakan fungsi dari waktu t, suatu

pengukuran kestabilan k secara langsung diperoleh pada kisar

temperatur tersebut. Sejumlah variasi telah dibuat pada metode

dan sekarang memungkinkan untuk mengubah laju pemanasan

selam proses atau menggabungkan laju pemanasan terprogram


dengan penelitian isothermal dan menerima print out energy

aktivasi, dan kestabilan memperkirakan waktu yang direncanakan

dan pada berbagai temperatur.

5. Uji stabilitas jangka panjang

Percobaan yang dilakukan terhadap karakteristik fisika,

kimia, biologi,biofarmasi, dan mikrobiologi suatu obat, selama masa

edar dan periode penyimpananyang diharapkan atau lebih, pada

kondisi penyimpanan sesuai dengan kondisi penyimpanan obat

sebcnarnya di pasaran. Hasil yang diperoleh digunakan untuk

menetapkan masa edar, membuktikan hasil proyeksi masa

edar, dan untuk menentukan kondisi penyimpanan yang

dianjurkan.

Pada uji stabilitas jangka panjang, obat dipaparkan pada

suhu 25±20oC dan kelembaban 60±5%. Pada bulan-bulan tertentu,

obat yang disimpan dalam lemari climatic chamber (pada uji

stabilitas dipercepat) maupun pada uji stabilitas jangka panjang,

akan diuji kualitas fisika, kimia maupun mikrobiologinya. Data hasil

pengujian tersebut akan diolah secara statistika, sampai akhirnya

kita menemukan tanggal kadaluarsa (masa edar) secara kuantitatif,

dan tanggal tersebutlah yang akan dijadikan patokan kadaluarsa

obat yang nantinya harus dicantumkan dalam kemasan obat.


G. Spesifikasi & penafsiran Data Hasil Uji

Uji stabilitas Obat Tradisional dan Suplemen Kesehatan meliputi

pengujian fisika, kimia dan mikrobiologi, yang dapat mengalami

perubahan selama penyimpanan serta cenderung mempengaruhi mutu

produk.

Spesifikasi meliputi daftar pengujian, referensi prosedur analitik

dan kriteria penerimaan termasuk kriteria untuk release dan spesifikasi

masa simpan. Kriteria masa simpan diperoleh berdasarkan semua

data stabilitas yang ada.

Spesifikasi/parameter pengujian terdiri dari:

1. Parameter fisik meliputi :

- Organoleptik

- Kekerasan (hardness)/kerapuhan (friability)

- Waktu disintegrasi

- Viskositas

- pH

- Ukuran partikel/granul

- Resuspendibilitas

- Adhesivitas (kekuatan rekat)

2. Parameter kimia:

- Penetapan kadar
- Kadar air

3. Parameter mikrobiologi

- cemaran mikroba

Parameter uji dilakukan sesuai dengan bentuk sediaan produk

jadi yang dapat dilihat pada tabel 1 dan tabel 2.

Untuk produk yang mengandung bahan yang tidak diketahui

markernya, parameter fisik dapat digunakan sebagai indikator

pengganti, dengan syarat parameter tersebut dapat dijustifikasi.

Parameter fisik dari produk jadi dapat diperiksa dengan

sekurangkurangnya salah satu dari metode pengujian berikut:

1. Analisa (gross) organoleptik; yaitu melakukan pemeriksaan fisik

secara umum; atau

2. Kriteria ilmiah lain yang valid.

Produk yang mengandung kombinasi beberapa komponen

bahan aktif, meskipun tidak perlu dilakukan pengujian terhadap semua

bahan tersebut, harus dilakukan pengujian terhadap salah satu bahan

aktif. Pada beberapa kasus, pengujian dapat dilakukan pada lebih dari

satu bahan aktif atau marker pengganti, yang diketahui rentan/peka

terhadap perubahan selama penyimpanan, dan memiliki potensi

mempengaruhi kualitas produk kombinasi serta harus diberikan

justifikasi yang valid.


Aplikasi stabilitas obat dalam bidang farmasi yakni kestabilan

suatu zat merupakan faktor yang harus diperhatikan dalam membuat

formulasi suatu sediaan farmasi. Hal ini penting mengingat suatu

sediaan biasanya diproduksi dalam jumlah yang besar dan memerlukan

waktu yang lama dapat mengalami penguraian dan mengakibatkan

dosis yang diterima pasien berkurang. Adakalanya hasil urai tersebut

bersifat toksis sehingga membahayakan jiwa pasien. Oleh karena itu

perlu diketahui faktor-faktor mempengaruhi kestabilan suatu zat

sehingga dapat dipilih kondisi pembuatan sediaan yang tepat sehingga

kestabilan obat terjaga.


DAFTAR PUSTAKA

https://kupdf.net/download/pedoman-pengobatan-rasional-di-

puskesmas_58cac974dc0d608146339027_pdf

https://dokumen.tips/download/link/makalah-penggunaan-obat-rasional-fix

http://repository.wima.ac.id/12715/2/BAB%201.pdf

http://farmalkes.kemkes.go.id/?

wpdmact=process&did=MTcwLmhvdGxpbms=

http://repository.ump.ac.id/5275/3/PEGY%20BAB%20II.pdf

https://slideplayer.info/slide/3071196/

https://dokumen.tips/download/link/kelompok-6-kelas-a-uji-stabilitas-

produk-farmasi

https://docplayer.info/72954719-Metode-pengujian-stabilitas-stabilitas-

didefinisikan-sebagai-kemampuan-zat-obat-atau-produk-obat-untuk-

tetap-di-dalam-spesifikasi-yang-dibentuk-untuk.html

https://www.academia.edu/15750369/laporan_stabilitas_obat

Anda mungkin juga menyukai