Anda di halaman 1dari 17

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN PENGLIHATAN

AKIBAT RABUN SEJA

Ditujukan Untuk Memenuhi Kebutuhan Ujian Tengah Semester

Disusun oleh :

Yono –(1810105400)

Ilmu Keperawatan-2B-(2/IV)

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan


Sebelas April Sumedang
Jl. Cipadung No.28, Kotakaler, Sumedang Utara, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat

45621
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT. Yang maha pengasih lagi maha penyayang,
marilah panjatkan puji dan syukur kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,hidayah,
serta inayah-Nya, sehinggs saya selaku penulis dapat menyelasaikan Tugas ini dalam
memenuhi kebutuhan Ujian Tengah Semester(UTS) mengenai “Konsep Asuhan
Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Penglihatan Akibat Rabun Senja” ini
dengan lancar dan baik.

Dalam penyusuna tugas ini, penulis tidak menemui sedikitpun hambatan. Penulis
menyadari akan segala kekurangan karna masih minimnya pengetahuan dan pengalaman
namun atas bantuan dari berbagai pihak terkait, akhirnya penulis dapat menyelesaikan tugas
ini. Penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Emi Lindayani M.Kep., Ners selaku dosen mata kuliah Keperawatan Medikal
Bedah II
2. Orang tua yang mendukung dari segi materi maupun non-materi
3. Rekan-rekan di kelas, dan terutama rekan-rekan kelompok enam yang telah
memberi semngat masukan serta motivasi dalam penyusunan tugas ini.

Sumedang, mei 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ...................................................................................................... i

Daftar Isi ................................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang ....................................................................................... 1

1.2.Rumusan Masalah .................................................................................. 1

1.3.Tujuan Penulisan .................................................................................... 1

1.4.Manfaat Penulisan .................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1.Devinisi Rabun Senja ............................................................................. 3

2.2.Etiologi Rabun Senja .............................................................................. 3

2.3.Patofisiologi Rabun Senja ...................................................................... 3

2.4.Manifestassi Klinis Rabun Senja ............................................................ 4

2.5.Pemeriksaan Diagnostik Rabun Senja..................................................... 4

2.6. Penatalaksanaan ................................................................................... 4

2.7.Komplikasi............................................................................................. 5

2.8.Konsep Pemberian Asuhan Keperawatan ............................................... 5

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ............................................................................................ 13

3.2 Saran ...................................................................................................... 13

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Rabun senja, yang sering disebut juga sebagai rabun ayam atau Nyctalopia,
merupakan kelainan pada mata yang terjadi akibat kekurangan vitamin A.Kurangnya
kadarenergy protein, kekurangan zinc, efek obat pencahar, mutasi genetic, dan konsumsi
alcohol berlebihan juga memperparah keadaan penderita rabun senja. Rabun senja
disebabkan oleh rusaknya sel retina yang semestinya bekerja pada lingkungan minim
cahaya. Pada penderita rabun senja, sel pada retina dapat menjadi rusak karena kekurangan
vitamin A, namun dapat pula diakibatkan oleh mata minus, katarak, retinis pigmentosa,
obat-obatan, atau bawaan sejak lahir. Maka, dapat dikatakan bahwa rabun senja merupakan
suatu gejala klinis tahap awal akibat kekurangan vitamin A. Pada sel batang di retina mata
terdapat rhodopsin atau visual purple (pigmen ungu) yang mengandung vitamin A yang
terikat pada protein. Pada mata normal, apabila menerima cahaya, rodopsin akan terkonversi
menjadi visual yellow dan kemudian menjadi visual white.
Konversi ini membutuhkan vitamin A. Regenerasi visual purple hanya akan terjadi
apabila tersedia vitamin A yang cukup. Tanpa regenerasi, maka pengelihatan mata pada
cahaya remang akan terganggu. Oleh karena itu, apabila kekurangan vitamin A, maka mata
akan sulit melihat ketika berada di lingkungan kurang cahaya.
Penderita rabun senja memiliki kesulitan untuk melihat pada saat hari sudah senja
(keadaan penglihatan mesopic) dan di lingkungan yang kurang cahaya (keadaan penglihatan
scotopic). Rabun senja bisa jadi merupakan sebuah gejala yang menandakan bahwa
seseorang terjangkit suatu kelainan mata, misalnya retinis pigmentosa.
1.2.Rumusan Masalah
1. Apa devinisi Rabun Senja?
2. Apa Etiologi saja Rabun Senja?
3. Bagaimana Patofisiologi Rabun Senja?
4. Apa saja Manifestasi klinis Rabun Senja?
5. Bagaimana Pemeriksaan Diagnostik Rabun Senja?
6. Bagaimana Penatalaksanaan pada Rabun Senja?
7. Apa saja Komplikasi dari Rabun Senja?
1.3.Tujuan
1. Tujuan umum
Mengetahui bagaimana proses asuhan keperawatan pada pasien rabun senja.

1
2. Tujuan khusus
1) Memahami definisi Rabun senja.
2) Mengidentifikasi etiologi rabun senja
3) Mengetahui patofisiologi rabun senja
4) Mengetahui manifestasi klinis rabun senja
5) Mengetahui Pemeriksaan diagnostic rabun senja
6) Mengetahui penatalaksanaan rabun senja.
7) Mengetahui komplikasi rabun senja.
1.4.Manfaat
1. Mahasiswa memahami konsep dan proses keperawatan pada klien gangguan rabun
senja sehingga menunjang pembelajaran mata kuliah sistem sensori dan persepsi.
2. Mahasiswa mengetahui proses keperawatan yang benar sehingga dapat menjadi bekal
dalam persiapan praktik di rumah sakit.

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.Devenisi Rabun Senja
Rabun senja (nyctalopia) adalah gangguan penglihatan kala senja atau malam
hari, atau pada keadaan cahaya remang-remang. Banyak juga menyebutnya sebagai rabun
ayam, mungkin didasari fenomena dimana ayam tidak dapat melihat jelas di senja atau
malam hari. Rabun senja merupakan penyakit dengan keluhan tidak dapat melihat dengan
baik dalam keadaan gelap (waktu senja).
Rabun senja ini merupakan manifestasi defisiensi vitamin A yang paling awal.
Pada rabun senja, mata terlihat normal hanya saja penglihatan menjadi menurun saat senja
tiba atau tidak dapat melihat di dalam lingkungan yang kurang cahaya. Rabun senja paling
banyak dialami oleh anak-anak, pada anak berusia 1 sampai 3 tahun hal ini bisa terjadi
karena tidak lama setelah disapih anak tersebut diberikan makanan yang tidak
mengandung vitamin A. (Sommer 1978)
2.2. Etiologi
Penyebab rabun senja adalah:
1. Konsumsi makanan yg tidak mengandung cukup vitamin A atau provitamin A
untuk jangka waktu yang lama.
2. Bayi tidak diberikan ASI Eksklusif
3. Menu tidak seimbang (kurang mengandung lemak, protein, seng/Zn atau zat gizi
lainnya) yang diperlukan untuk penyerapan vitamin A dan penggunaan vitamin A
dalam tubuh.
4. Adanya gangguan penyerapan vitamin A atau pro-vitamin A seperti pada penyakit-
penyakit antara lain penyakit pankreas, diare kronik, Kurang Energi Protein (KEP)
dan lain-lain sehingga kebutuhan vitamin A meningkat.
5. Adanya kerusakan hati, seperti pada kwashiorkor dan hepatitis kronik,
menyebabkan gangguan pembentukan RBP (Retinol Binding Protein) dan pre-
albumin yang penting untuk penyerapan vitamin A.
2.3.Patofisiologi
Bentuk penyimpanan dalam hati dalam bentuk retinol sebagai asupan dari vitamin A
dan beta carotene. Ketika asupan vitamin A melebihi 300-1200 µg/hari, kelebihan akan
disimpan dan cadangan di hati meningkat. Ketika asupan vitamin A kurang dari jumlah
yang dibutuhkan, cadangan retinol dalam hati akan dikeluarkan untuk memelihara serum
retinol pada tingkat normal (di atas 200 µg)). Ketika asupan vitamin A terus menerus

3
berkurang untuk jangka waktu yang lama, cadangan dalam hati akan menipis, tingkat
serum retinol akan turun, fungsi epitel terganggu, dan tanda-tanda xerophthalmia terlihat.
Retinol penting untuk elaborasi rodopsin (penglihatan remang-remang) oleh batang,
yaitu reseptor sensori retina yang bertanggung jawab untuk penglihatan dalam cahaya
tingkat rendah. Defisiensi vitamin A dapat mengganggu produksi rodopsin, mengganggu
fungsi batang sehingga menimbulkan rabun senja. Durasi ketidakcukupan asupan terjadi
tergantung dari jumlah vitamin A yang dicerna, tingkat penyimpanan hati, dan tingkat
penggunaan vitamin A yang digunakan oleh tubuh.
Anak-anak dengan status gizi buruk, asupan vitamin A yang sangat sedikit akan
memiliki cadangan yang terbatas. Ketika asupan vitamin A tidak ada dari diet atau terjadi
gangguan penyerapan dan terjadi peningkatan kebutuhan. metabolisme dapat secara cepat
menghabiskan cadangan retinol dalam hati dan merusak kornea, walaupun mata pada saat
itu masih terlihat normal. Ketersediaan vitamin A juga tergantung pada status gizi anak
secara keseluruhan. Jika asupan protein kurang maka sintesis RBP pun akan menurun.
Serum Retinol akan menurun walaupun cadangan di hati normal. Akhirnya, hati tidak
dapat menyimpan lagi vitamin A atau mensisntesis RBP secara normal (Sommer 1978).
2.4.Manifestasi klinis
Rabun senja terjadi akibat gangguan pada sel batang retina. Tanda dan gejala pada
penderita rabun senja adalah:
1. Daya pandang menurun, terutama pada senja hari atau saat ruangan keadaan ringan,
sel batang retina sulit beradaptasi di ruang remang-remang atau kurang setelah
lama berada di cahaya terang.
2. Penglihatan menurun pada senja hari, yaitu penderita tidak dapat melihat di
lingkungan yang kurang cahaya, sehingga disebut juga buta senja.
3. Terjadi kekeringan mata,
4. Bagian putih menjadi suram
5. sering pusing. (Wijayakusuma 2008)
2.5.Pemeriksaan Diagnostik
1. Tes adaptasi gelap
2. Kadar vitamin A dalam darah (kadar < 20 mg / 200 ml menunjukkan kekurangan
intake)
2.6.Penatalaksanaan
Pengobatan rabun senja tergantung pada penyebabnya:
1. Jika karena katarak (maka katarak sebaiknya dioperasi).

4
2. Jika karena kekurangan vitamin A (maka harus diberikan vitamin A dalam jumlah
yang cukup, baik berupa suplemen maupun dari makanan sehari-hari).
3. Menginjeksikan vitamin A secara intramuscular sebanyak 55 mg retinol palmitat
(100.000 IU)..
4. Jika secara parenteral tidak tersedia, dapat diberikan sebanyak 110 mg retinol
palmitat (200.000 IU) dalam air atau minyak, melalui mulut.
5. Dosis sebaiknya berkurang setengah dari jumlah yang seharusnya pada anak
berusia kurang dari satu tahun.
6. Sebaiknya pengobatan dilakukan selama 2-6 bulan.
2.7.Komplikasi
1. Katarak
2. glaucoma
3. Xerophthalmia
2.8.Konsep Pemberian Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
1. Data Demografi
a. Biodata
Nama, umur, Jenis kelamin, Agama, Suku/bangsa, Pendidikan, Pekerjaan,
Status, Alamat.
b. Penanggung Jawab
Nama, Jenis kelamin, Pekerjaan , Hubungan dengan klien, Alamat.
2. Riwayat Kesehatan
A. Riwayat Kesehatan Sekarang
1) Keluhan Utama = Alasan Klien masuk Rumah Sakit
2) Riwayat Keluhan Utama
a) Identifikasi penurunan gangguan ketajaman penglihatan atau
kehilangan medan penglihatan, apakah kondisi tersebut unilateral
atau bilateral.
b) Tanyakan pada klien apakah pernah menjalani tes adptasi gelap.
c) Asuhan yang pernah diberikan oleh spesialis mata dan
frekuensinya.
d) Apakah ada riwayat trauma pada mata

5
e) Apakah ada riwayat nyeri kepala, pusing, nyeri okuler atau dahi,
mata gatal.
f) Klien ditanya tentang keluhan yang menyebabkan klien meminta
pertolongan pada tim kesehatan.
g) Jika ada keluhan nyeri, kaji lokasi, awitan, durasi, penurunan
ketajaman penglihatan, keadaan saat nyeri timbul, upaya
mengurangi nyeri dan berat nyeri.
B. Riwayat kesehatan masa lalu
Tanyakan pada klien apakah memiliki riwayat alergi terhadap makanan,
obat-obatan, serta klien tidak mengkonsumsi minuman alkohol dan klien tidak
merokok.
C. Riwayat kesehatan keluarga
(Kemungkinan penyakit keturunan, penyakit yang menular akibat kontak
langsung maupun tidak langsung antar anggota keluarga, riwayat alergi dalam
satu keluarga).
D. Riwayat Psikososial
Pengkajian psikososial difokuskan pada aktivitas kehidupan klien sehari-hari,
kaji bagaimana klien menghadapi masalah tersebut, serta kaji pengetahuan klien
tentang penyakitnya.
E. Keadaan lingkungan yang mempengaruhi timbulnya penyakit
Kaji kondisi lingkungan klien yang dapat mempengaruhi terjadinya penyakit.
3. Pemeriksaan Fisik
A. Keadaan umum klien
Inspeksi Penampilan klien, Ekspresi wajah, bicara, mood, Berpakaian
dan kebersihan umum, Tinggi badan, Berat Badan, gaya jalan.
B. Tanda – tanda Vital
Pemeriksaan tanda-tanda vital meliputi tekanan darah, suhu, nadi, dan
respirasi.
C. Sistem pernafasan
1) Bentuk hidung simetris atau tidak, pernafasan cuping hidung, adanya
sekret/polip, passase udara.
2) Bentuk leher simetris atau tidak, ada benjolan atau tidak, ada tumor
atau tidak.

6
3) Bentuk dada (normal,barrel,pigeon chest), Keadaan proxsesus
xipoideus, Suara nafas (trakhea, bronchial, bronchovesikular),
Perbandingan ukuran anterior, posterior dengan transversi, Gerakan
dada (kiri dan kanan, apakah ada retraksi), Apakah ada suara nafas
tambahan, Apakah ada clubbing finger.
D. Sistem kardiovaskuler
Bunyi jantung reguler, perkusi jantung pekak, palpasi denyut nadi
terdengar atau teraba jelas, tekanan darah 120/80 mmHg CRT<2 detik, tidak
ada pembesaran area jantung.
E. Sistem perncernaan
Ada atau tidak stomatitis, jumlah gigi lengkap atau tidak , lidah bebas bergerak
atau tidak, refleks menelan baik atau tidak, terdengar peristaltik usus atau
tidak, ada atau tidak nyeri tekan pada abdomen, teraba atau tidak pembesaran
hepar dan lien, terdengar bunyi timpani atau tidak.
F. Sistem indera
1) Mata
a). Kesimetrisan Mata
Observasi kesimetrisan mata, Klien mampu membedakan warna
atau tidak, bisa menggerakan bola mata kesegala arah atau tidak,
terdapat sekret atau tidak, periksa mata klien lebih besar atau
menonjol.
b). Bulu mata
Perhatikan letak bulu mata dan penyebarannya. Bulu mata selain
berfungsi sebagai pelindung, juga dapat menjadi iritan bagi mata
bila menjadi panjang dan salah arah, serta dapat mengakibatkan
iritan pada kornea.
c). Alis dan kelopak mata
Inspeksi kelopak mata, anjurkan pasien melihat ke depan, anjurkan
klien menutup kedua mata, lihat bentuk kelopak mata, lihat
keadaan kulit kelopak mata serta pinggiran kelopak mata, catat jika
ada kelainan (kemerahan). Perhatikan keluasan mata dalam
membuka.
d). Kelenjar lakrimalis

7
observasi bagian kelenjar lakrimal dengan cara meretraksi
kelopak mata atas dan menyuruh klien untuk melihat ke bawah.
Kaji adanya edema pada kelenjar lakrimal, perawat dapat menekan
sakus lakrimalis dekat pangkal hidung untuk memeriksa adanya
obstruksi duktus nasolakrimalis, jika di dalamnya terdapat
peradangan akan keluar cairan pungtum lakrimalis. Punktum
lakrimalis dapat diobservasi dengan cara menarik kelopak mata
bawah secara halus melalui pipi. ( Potter, 2006 ).
e). Konjungtiva dan sclera
Inspeksi sclera dan konjungtiva bulbaris bersamaan. Jika pada
konjungtiva palpebra klien mengalami kelainan, maka palpebra
atas dan bawah harus dibalik. Palpebra bawah dibalik denagn cara
menarik batas atas kea rah pipi sambil klien dianjurkan untuk
melihat ke atas. ( Brunner, 2002 )
Amati keadaan konjungtiva, kantong konjungtiva bagian bawah,
catat bila ada pus atau warna tidak normal seperti anemis. Kaji
warna sclera, pada keadaan normal berwarna putih. Warna
kekuning – kuningan dapat mengindikasikan jaundis/ikterik atau
masalah sistemik.
f). Kornea
observasi dengan cara memberikan sinar secara serong dari
beberapa sudut. Kornea seharusnya transparan, halus, jernih dan
bersinar. Observasi adanya kekeruhan yang mungkin adalah
infiltrate atau sikatrik akibat trauma atau cedera. Cikatrik kornea
dapat berupa nebula ( bercak seperti awan yang hanya dapat dilihat
di kamar gelap dengan cahaya buatan ). Macula ( bercak putih
yang dapat dilihat di kamar terang ) dan leukoma ( bercak putih
seperti porselen yang dapat dilihat dari jarak jauh ). Jika klien sadar
juga dapat dilakukan reflek berkedip.
g). Pupil
Amati warna iris ukuran dan bentuk pupil yang bulat dan teratur.
Pupil yang tidak bulat dan teratur akibat perlengketan iris dengan
lensa/kornea (sinekkia).

8
Lakukan pengkajian terhadap reflek cahaya. Pupil yang normal
akan berkontriksi secara reguler dan konsentris,efek tidak
langsung,pupil mengecil pada penyinaran mata disebelahnya.
Reaksi yang lambat atau tidak adanya reaksi dapat terjadi pada
kasus peningkatan tekanan intrakranial (bentuk normal: isokor,
pupil yang mengecil (<2mm) disebut miosis, amat kecil disebut :
pinpoint, sedangkan yang melebar (>5mm)disebut midriasis).
Nyatakan besarnya pupil dalam mm ( normalnya 2-5mm).
Pemeriksaan pupil normal biasanya didokumentasikan dan
disingkat PERRLA : Pupil Equal Round and Reaktif to Light and
Accomodation (pupil seimbang, bulat, dan bereaksi terhadap
cahaya dan akomodasi).
2) Hidung
Observasi kesimetrisan hidung, apakah ada sekret yang menghalangi
penciuman, perih dihidung, trauma, dan mimisan.
3) Telinga
Tampak simetris, tidak terdapat edema telinga, tidak ada sekret dan bau
pada telinga, mampu membedakan bunyi, Telinga tampak bersih, tidak
ada nyeri tekan pada tel
G. Sistem Saraf
1. Nervus I (olvactorius), Fungsi penciuman baik atau tidak
2. Nervus II ( Optikus ), Penglihatan kabur atau normal.
3. Nervus III, IV, VI (Okulomotorius, troklearis, abdusen )Fungsi kontraksi
terhadap cahaya baik atau tidak.
4. Nervus V (Trigeminus), Dapat merasakan usapan atau tidak.
5. Nervus VII (fasialis), Mampu merasakan rasa asin, manis dan pahit atau
tidak
6. Nervus VIII (Auditorius), klien bisa mendengar dengan baik atau tidak
7. Nervus IX (Glasofaringeus): klien mampu menelan atau tidak.
8. Nervus X (Vagus), klien mampu bersuara atau tidak.
9. Nervus XI (Assesorius), klien mampu menoleh dan mengangkat bahu.
10. Nervus XII (Hipoglosus), klien mampu menggerakan lidah.

9
H. Sistem muskuloskeletal
Kepala ( bentuk kepala ), Vertebrae (bentuk, gerakan, ROM ), Pelvis
(Thomas test, trendelenberg test, ortolani/barlow test, ROM), Lutut (Mc
Murray Test, Ballotement, ROM) , Kaki (keutuhan ligamen, ROM), Bahu,
Tangan.
I. Sistem Integumen
Rambut (warna, penyebaran merata, bersih, tidak mudah rontok, tidak
ada udem) suhu , Kulit (perubahan warna, temperatur, kelembaban,bulu
kulit, erupsi, tahi lalat, ruam, texture ), dan Kuku ( warna, permukaan kuku,
mudah patah, kebersihan ).
J. Sistem Endokrin
Kelenjar tiroid, Percepatan pertumbuhan, Gejala kreatinisme atau
gigantisme Ekskresi urine berlebihan , polydipsi, poliphagi, Suhu tubuh
yang tidak seimbang , keringat berlebihan, leher kaku ), Riwayat bekas air
seni dikelilingi semut.
K. Sistem perkemihan
Ada pembesaran ginjal atau tidak, ada atau tidak distensi kandung
kemih, ada atau tidak penyakit hubungan seksual.
L. Sistem Reproduksi
1) Wanita : Payudara (putting, areola mammae, besar, perbandingan kiri
dan kanan), Labia mayora dan minora, Keadaan hymen, Haid pertama,
Siklus haid.
2) Laki-laki : Keadaan gland penis (uretra), Testis (sudah turun/belum),
Pertumbuhan rambut (kumis, janggut, ketiak), Pertumbuhan jakun,
Perubahan suara.
M. Sistem Immun
Apakah klien memiliki riwayat alergi atau tidak ( cuaca, debu, bulu
binatang, zat kimia ), Immunisasi, Penyakit yang berhubungan dengan
perubahan cuaca, Riwayat transfusi dan reaksinya .
B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan presepsi sensori penglihatan berhubungan dengan gangguan
penerimaan sensori.
2. Deficit pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif
3. Resiko cedera berhubungan dengan disfungsi sensorik.

10
4. Resiko mata kering berhubungan dengan defisiensi vitamin A
C. Rencana Asuhan Keperawatan
1. Gangguan presepsi sensori penglihatan berhubungan dengan gangguan
penerimaan sensori
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Setelah di lakukan tindakan 1. Tentukan ketajaman
keperawatan ….x24 jam. Maka klien penglihatan
akan: 2. catat apakah satu atau
1. Berpartisipasi dalam program kedua mata terlibat.
pengobatan 3. Orientasikan pasien
2. Mempertahankan lapang terhadap lingkungan,
ketajaman penglihatan tanpa staf, orang lain
kehilangan lebih lanjut. diareanya.
3. Mengenal gangguan sensori dan 4. Kolaborasi : berikan obat
berkompensasi terhadap sesuai indikasi
perubahan.
4. Mengidentifikasi potensial
bahaya dalam lingkungan.

2. Deficit pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif


Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Setelah di lakukan tindakan keperawatan 1. Berikan penilaian tentang
….x24 jam. Maka klien akan: pengetahuan pasien tentang proses
1. Pasien dan keluarga menyatakan yang spesifik.
pemahaman tentang penyakit, 2. Jelaskan patofisiologi penyakit
kondisi, prognosis dan program 3. Gambarkan proses penyakit, dengan
pengobatan brnar dan tepat
2. Pasien dan keluarga mampu 4. Instruksikan pasien mengenai tanda
melaksanakan prosedur yang di dan gejala untuk melaporkan pada
jelaskan secara benar. pemberi perawatan kesehata, dengan
cara yang tepat.

11
3. Resiko cedera berhubungan dengan disfungsi sensorik.
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Setelah di lakukan tindakan 1. Sediakan lingkungan yang aman
keperawatan ….x24 jam. Maka klien untuk pasien.
akan: 2. Hindari lingkungan yang
1. Klien terbebas dari cedera berbahaya
2. Mampu memodifikasi gaya 3. Anjurkan keluarga untuk
hidup untuk mencegah injury menemani pasien
3. Mampu mengenali perubahan 4. Pindahkan barang-barang yang
status kesehatan dapat membahayakan
5. Berikan penjelasan pada pasien dan
keluarga atau pengunjung adanya
perubahan status kesehatan dan
penyakit kesehatan.

4. Resiko mata kering berhubungan dengan defisiensi vitamin A


Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Setelah di lakukan tindakan keperawatan 1. Monitor tanda-tanda kemerahan, cairan
….x24 jam. Maka klien akan: atau ulserasi
1. Ketajaman pusat penglihatan 2. Instruksikan pasien tidak menggosok
kanan dan kiri mata
2. Respon stimulus penglihatan 3. Monitor reflek kornea
adekuat 4. Gunakan tetes mata untuk
3. Tidak ada penglihatan kabur melembabkan
4. Tidak ada pusing
5. Mata lembab

12
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Rabun senja (nyctalopia) adalah gangguan penglihatan kala senja atau malam hari,
atau pada keadaan cahaya remang-remang. Banyak juga menyebutnya sebagai rabun ayam,
mungkin didasari fenomena dimana ayam tidak dapat melihat jelas di senja atau malam hari.
Rabun senja merupakan penyakit dengan keluhan tidak dapat melihat dengan baik dalam
keadaan gelap (waktu senja).
Rabun senja ini merupakan manifestasi defisiensi vitamin A yang paling awal. Pada
rabun senja, mata terlihat normal hanya saja penglihatan menjadi menurun saat senja tiba atau
tidak dapat melihat di dalam lingkungan yang kurang cahaya. Rabun senja paling banyak
dialami oleh anak-anak, pada anak berusia 1 sampai 3 tahun hal ini bisa terjadi karena tidak
lama setelah disapih anak tersebut diberikan makanan yang tidak mengandung vitamin A.
(Sommer 1978).

3.2 Saran
Dalam penulisan tugas ini masih banyak lagi informasi tentang shock kardiogenik yang
belum di jelaskan dengan lengkap, untuk itu penyusun mengharapkan agar pembaca mencari
informasi yang lebih lengkap lagi agar informasi tentang shock dapat bertambah.

13
DAFTAR PUSTAKA

Santosa,B. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda 2005-2006. Jakarta : Prima Medika.
Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Dengan Intervensi NIC dan
Kriteria Hasil NOC. Jakarta : EGC.
Doenges,Marilynn,E.et.al.(1999), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3, EGC, Jakarta.
http://awlianteka.blogspot.com/2014/09Asuhan-Keperawatan-rabun-Senja.html?/

14

Anda mungkin juga menyukai