I. Multiple Choice
1. Jawaban : D
a. Tentang PPh Atas Penghasilan WP Dengan Peredaran Usaha Tertentu (PP No.46)
Sejak 1 Juli 2013 berlaku PP No.46 Tahun 2013, yang diantaranya mengatur sbb :
Pasal 3 ayat 1 : Besarnya tarif Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 adalah 1% (satu persen).
Pasal 2 ayat 3 : Jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf b meliputi :
a. tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek,
dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris;
b. pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang
iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama, dan penari;
c. olahragawan;
d. penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;
e. pengarang, peneliti, dan penerjemah;
f. agen iklan;
g. pengawas atau pengelola proyek;
h. perantara;
i. petugas penjaja barang dagangan;
j. agen asuransi; dan
k. distributor perusahaan pemasaran berjenjang (multilevel marketing) atau penjualan
langsung (direct selling) dan kegiatan sejenis lainnya
Pasal 5 : Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) tidak berlaku atas
penghasilan dari usaha yang dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan
ketentuan Peraturan Perundang-undangan di bidang perpajakan.
Pasal 3 ayat 2 : Pengenaan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan
pada peredaran bruto dari usaha dalam 1 (satu) tahun dari Tahun Pajak terakhir sebelum Tahun
Pajak yang bersangkutan.
Pasal 9 ayat 1 : Wajib Pajak yang hanya menerima atau memperoleh penghasilan yang dikenai
Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), tidak
diwajibkan melakukan pembayaran angsuran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25
Undang-Undang Pajak Penghasilan.
b. Kesimpulan
- PPh final adalah ketentuan PPh yang bersifat khusus yang mengalahkan ketentuan umum.
- Usaha Ibu S adalah pedagang batik tidak termasuk yang dikecualikan.
- Di tahun 2013 peredaran usaha Ibu S tidak melebihi Rp.4,8 M sehingga di tahun 2014
dikenakan PPh final 1% dari peredaran bruto per bulan. Pilihan jawaban D – benar.
2. Jawaban : C
Pasal 7 ayat 1 UU PPh mengatur tentang besarnya PTKP. PMK 162/PMK.011/2012 mengatur
penyesuaian besarnya PTKP yang berlaku sejak 1 Januari 2013, sbb :
WP Sendiri 24.300.000
Status Kawin 2.025.000
Tanggungan 2.025.000
28.350.000
3. Jawaban : C
Pasal 1 ayat 1 : Bentuk Formulir Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan Wajib
Pajak Orang Pribadi (Formulir 1770 dan Lampiran-Lampirannya) bagi Wajib Pajak yang
mempunyai penghasilan :
a) dari usaha/pekerjaan bebas yang menyelenggarakan pembukuan atau Norma Penghitungan
Penghasilan Neto;
b) dari satu atau lebih pemberi kerja;
c) yang dikenakan Pajak Penghasilan Final dan atau bersifat Final; dan/atau
d) penghasilan lain
Pasal 2 ayat 1 : Bentuk Formulir SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi
Sederhana (Formulir 1770 S dan Lampiran-Lampirannya) bagi Wajib Pajak yang mempunyai
penghasilan :
a) dari satu atau lebih pemberi kerja;
b) dari dalam negeri lainnya; dan/atau;
c) yang dikenakan Pajak Penghasilan final dan/atau bersifat final.
Pasal 3 : Bentuk Formulir SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi Sangat
Sederhana (Formulir 1770 SS) bagi Wajib Pajak yang mempunyai penghasilan selain dari usaha
dan/atau pekerjaan bebas dengan jumlah penghasilan bruto tidak lebih dari Rp60.000.000,00
(enam puluh juta rupiah) setahun ..dst.
b. Kesimpulan
Walaupun total penghasilan masih dibawah Rp.60 juta, karena memperoleh penghasilan dari
usaha, Bapak R harus menggunakan SPT 1770. SPT 1770 SS digunakan untuk WP Orang Pribadi
yang mempunyai penghasilan selain dari usaha/pekerjaan bebas.
4. Jawaban : B
UU PPh mengatur sbb :
Pasal 17 ayat 1 : Tarif pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi :
a. Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri adalah sebagai berikut :
Kesimpulan
Atas penghasilan kena pajak Ibu D sebesar Rp.280 juta terutang PPh sbb :
5. Jawaban : B
Asumsi : Usaha bengkel dimulai sejak Juli 2013, sehingga dikenakan PPh final sesuai PP No.46 tahun
2013. Lihat pembahasan soal 1.
Penghasilan yang dihitung di SPT Tahunan PPh tahun 2013 adalah penghasilan yang merupakan
obyek pajak tidak final, yaitu Rp.102 juta.
6. Jawaban : D
Penghasilan yang dikenakan PPh final adalah Rp.316 juta. Lihat pembahasan soal 5 diatas.
7. Jawaban : B
Penjelasan pasal 8 ayat 4 : Yang dimaksud dengan “anak yang belum dewasa” adalah anak
yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah menikah.
Pasal 21 ayat 1 : Pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau
kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak
orang pribadi dalam negeri wajib dilakukan oleh :
a. pemberi kerja yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain
sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai atau bukan
pegawai
Pasal 28 ayat 1 : Bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, pajak yang terutang
dikurangi dengan kredit pajak untuk tahun pajak yang bersangkutan, berupa
a. pemotongan pajak atas penghasilan dari pekerjaan, jasa, dan kegiatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21
c. Kesimpulan
- Walaupun masih berusia 17 tahun tetapi Karena sudah pernah menikah, maka nona S tidak
termasuk anak yang belum dewasa, sehingga penghasilannya tidak perlau digabung dengan
penghasilan orang tuanya. Pilihan jawaban A & C – salah. Pilihan jawaban B – benar.
- Karena pemotongan PPh pasal 21 bersifat tidak final, maka penghasilan honor harus
dilaporkan dan dhitung di SPT Tahunan. Pilihan jawaban D – salah.
8. Jawaban : A & B
Praktek Dokter
Dari pembahasan di soal 1, profesi dokter termasuk pekerjaan bebas yang dikecualikan dari
pengenaan PPh final 1%. Dalam hal ini PP No.46 tahun 2013 mengatur sbb :
Pasal 6 : Atas penghasilan dari usaha selain dari usaha sebagaimana dimaksud dalam pasal 2
ayat 1 yang diterima atau diperoleha wajib pajak, dikenakan pajak penghasilan berdasarkan
ketentuan Undang-undang pajak penghasilan. Pilihan jawaban D – benar.
Usaha Apotik
Usaha apotik tidak termasuk yang dikecualikan sehingga dikenakan PPh final 1%. Pilihan
jawaban C – benar.
Pasal 14 ayat 2 : Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan
bebas yang peredaran brutonya dalam 1 (satu) tahun kurang dari Rp. 4.800.000.000,00 (empat
milyar delapan ratus juta rupiah) boleh menghitung penghasilan neto dengan menggunakan
Norma Penghitungan Penghasilan Neto sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dengan syarat
memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan pertama
dari tahun pajak yang bersangkutan.
Karena penghasilan usaha apotik tahun 2013 tidak melebihi Rp.4,8 M, maka Bapak S berhak
menggunakan norma penghitungan penghasilan neto pada tahun 2014. Pilihan jawaban A –
salah.
Pasal tersebut juga mengatur bahwa penggunaan norma untuk tahun 2013 harus diberitahukan
ke DJP paling lambat dalam jangka waktu 3 bulan pertama tahun 2013, yaitu bulan Maret 2013,
bukan pada bulan Maret 2014 seperti dalam soal. Pilihan jawaban B – salah.
9. Jawaban : B
Dalam hal ini Ibu R memperoleh penghasilan dari pekerjaan dan usaha, serta memilih menjalankan
hak dan kewajiban pajaknya sendiri. Tentang hal tersebut UU PPh mengatur sbb :
Pasal 8 ayat 1 : Seluruh penghasilan atau kerugian bagi wanita yang telah kawin pada awal
tahun pajak atau pada awal bagian tahun pajak, begitu pula kerugiannya yang berasal dari
tahun-tahun sebelumnya yang belum dikompensasikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
ayat (2) dianggap sebagai penghasilan atau kerugian suaminya, kecuali :
- penghasilan tersebut semata-mata diterima atau diperoleh dari 1 (satu) pemberi kerja yang
telah dipotong pajak berdasarkan ketentuan Pasal 21 dan
- pekerjaan tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha atau pekerjaan bebas suami atau
anggota keluarga lainnya.
Pasal 8 ayat 3 : Penghasilan netto suami-isteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b
dan huruf c dikenai pajak berdasarkan penggabungan penghasilan neto suami-isteri, dan
besarnya pajak yang harus dilunasi oleh masing-masing suami-isteri dihitung sesuai dengan
perbandingan penghasilan netto mereka. Pilihan jawaban A – benar.
SE 29/PJ/2010 kemudian memberikan penegasan bagi isteri yang memilih menjalankan hak dan
kewajiban pajaknya sendiri, sbb :
Butir 3.a : bagi wanita kawin yang melakukan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan atau
yang memilih untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sendiri wajib
menyampaikan SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi atas namanya sendiri terpisah
dengan SPT Tahunan PPh suaminya.
Dengan demikian Ibu R wajib menyampaikan SPT Tahunan sendiri dan PPh pasal 21 yang
dipotong PT. CI dapat dikreditkan terhadap PPh Terutangnya. Pilihan jawaban C – benar. (lihat
juga pembahasan soal 8).
Terlepas apakah penghasilan Ibu R hanya dari PT. CI atau juga dari usaha toko ATK, karena
memilih manjalankan hak dan kewajiban pajaknya sendiri, PPh pasal 21 yang dipotong PT. CI
tidak dapat dikreditkan di SPT Tahunan suaminya. Pilihan jawaban D – benar.
b. Tentang PTKP
Ketentuan tentang PTKP telah dibahas di soal 2.
Karena penghitungan PPh didasarkan pada penghasilan suami dan isteri yang digabung, maka
Tn. A berhak tambahan PTKP untuk penghasilan isteri yang digabung, sehingga status PTKP nya
adalah K/I/1. Pilihan jawaban B – salah.
10.Jawaban : A
SE 10/PJ.46/1996 memberikan penegasan tentang PTKP bagi warisan yang belum terbagi sbb :
Butir 3 : Penghasilan dari Warisan yang belum terbagi pada prisnsipnya merupakan hak dan dapat
dibagikan kepada para ahli Waris yang berhak, dan penghasilan tersebut harus digunakan dengan
penghasilan lainnya yang diterima atau diperoleh masing-masing ahli Waris. Oleh karena dalam
menghitung penghasilan Kena Pajak masing-masing ahli Waris telah memperoleh pengurangan
berupa PTKP, maka dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak atas penghasilan yang berasal dari
Warisan yang belum terbagi tidak diberikan pengurangan berupa PTKP. (SE 10/PJ.46/1996)
11.Jawaban : C
Penjelasan pasal 2 ayat 1.a : Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan merupakan
subjek pajak pengganti, menggantikan mereka yang berhak yaitu ahli waris. Penunjukan
warisan yang belum terbagi sebagai subjek pajak pengganti dimaksudkan agar pengenaan
pajak atas penghasilan yang berasal dari warisan tersebut tetap dapat dilaksanakan.
Penjelasan pasal 2 ayat 3.c : Warisan yang belum terbagi yang ditinggalkan oleh orang pribadi
subjek pajak dalam negeri dianggap sebagai subjek pajak dalam negeri dalam pengertian
Undang-Undang ini mengikuti status pewaris. Adapun untuk pelaksanaan pemenuhan
kewajiban perpajakannya, warisan tersebut menggantikan kewajiban ahli waris yang berhak.
Apabila warisan tersebut telah dibagi, kewajiban perpajakannya beralih kepada ahli waris.
Dari penjelasan tersebut, pada prinsipnya kewajiban pajak warisan belum terbagi meneruskan
kewajiban subyek pajak yang meninggalkan warisan.
Karena peredaran bruto tidak melebihi Rp.4,8 M dalam setahun, maka WP dikenakan PPh final
1%
12.Jawaban : B
Dari pembahasan soal 9, penghitungan PPh yang didasarkan pada penggabungan penghasilan neto
suami dan isteri dan PPh masing-masing berdasarkan porsi penghasilan neto, berlaku bagi :
- Suami dan isteri mengadakan perjanjian pisah harta dan penghasilan.
- Isteri memilih menjalankan hak dan kewajiban pajak sendiri.
Dalam hal isteri adalah karyawati dan memilih menjalankan hak dan kewajiban pajak sendiri, SE
29/PJ/2010 menjelaskan sbb :
Butir 3.c : Penghitungan PPh terutang dalam SPT Tahunan PPh wanita kawin sebagaimana
dimaksud pada huruf a didasarkan pada penggabungan penghasilan neto suami isteri dan
besarnya PPh terutang bagi isteri tersebut dihitung sesuai dengan perbandingan penghasilan neto
antara suami dan isteri.
Butir 3.d : Penghitungan PPh terutang sebagaimana dimaksud pada huruf c, berlaku juga bagi
wanita kawin sebagai pegawai yang mempunyai penghasilan semata-mata diterima atau diperoleh
dari 1 (satu) pemberi kerja yang telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21.
13.Jawaban : C
KEP 50/PJ./1996 mengatur penunjukan WP Orang Pribadi tertentu sebagai pemotong PPh atas
penghasilan sewa tanah/bangunan. Dalam hal ini Ir. TR telah ditujuk sebagai pemotong PPh.
PPh penghasilan sewa tanah/bangunan diatur di PP No.29 Tahun 1996 jo PP No.5 Tahun 2002.
Pasal 1 : Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari persewaan
tanah dan/ataubangunan berupa tanah, rumah, rumah susun, apartemen, kondominium, gedung
perkantoran, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan industri, wajib dibayar Pajak
Penghasilan.
Pasal 3 : Besarnya Pajak Penghasilan yang wajib dipotong atau dibayar sendiri sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 adalah sebesar 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto nilai persewaan
tanah dan/atau bangunan dan bersifat final.
Karena itu Ir. TR wajib memotong PPh final atas sewa ruko yang dibayarkan kepada Ir. V
14.Jawaban : C
Dalam soal ini dr. Y, tidak perlu digabungkan dengan penghasilan Ir. V, dengan alasan :
- dr. Y tidak memilih menjalankan hak dan kewajiban pajaknya sendiri, karena NPWP nya sama
dengan (menggunakan) NPWP suami,
- Penghasilan dr. Y hanya dari satu pemberi kerja, dan
- dr. Y (PNS) bekerja di Instansi pemerintahan, sehingga pekerjaannya tidak ada hubungan
dengan usaha suaminya.
Penghasilan (gaji) dr. Y akan dilaporkan di SPT Tahunan Ir. V di lampiran PPh final.
b. Kesimpulan
Dari penghasilan-penghasilan Ir. V, yang harus diperhitungan dalam menghitung PPh terutang di
SPT Tahunan adalah penghasilan yang merupakan obyek pajak tidak final, sbb :
15.Jawaban : A
Melanjutkan pembahasan soal 13 dan 14 diatas, berikut penghitungan PPh terutangnya.
Soal Essay 1
Ketentuan tentang PTKP telah dibahas di soal 2 Multiple Choice. Ketentuan tentang Penggabungan
penghasilan isteri telah dibahas di soal 9 dan 12 Multiple Choice.
WP Sendiri 24.300.000
Status Kawin 2.025.000
Tanggungan (3 orang) 6.075.000
32.400.000
WP Sendiri 24.300.000
Status Kawin 2.025.000
Penggabungan Penghasilan
Isteri 24.300.000
Tanggungan (3 orang) 6.075.000
56.700.000
Soal Essay 2
Ketentuan tentang Penggabungan penghasilan isteri telah dibahas di soal 9 dan 12 Multiple Choice.
Usaha klinik yang dilakukan dokter tidak termasuk jenis usaha yang dapat dikenakan PPh final 1%
sesuai PP No.46 tahun 2013, sehingga dikenakan PPh dengan tarif umum.
Dalam hal ini Ibu D memilih menjalankan hak dan kewajiban pajak sendiri, sehingga pengenaan
pajaknya dikenakan secara terpisah dan penghitungan PPh nya didasarkan pada penggabungan
penghasilan neto suami isteri, sbb :
PTKP (K/I/3)
- WP Sendiri 24.300.000
- Pengh Istri Digabung 24.300.000
- Status Kawin 2.025.000
- Tanggungan 6.075.000
56.700.000
Penghasilan Kena Pajak 513.300.000
PPh Terutang (tarif ps.17)
- 5% x Rp.50 juta 2.500.000
- 15% x Rp.200 juta 30.000.000
- 25% x Rp.250 juta 62.500.000
- 30% x Rp.13,3 juta 3.990.000
78.150.000 20.840.000 98.990.000
98.990.000
Pasal 1 angka 2 : Jasa konstruksi adalah layanan jasa konsultansi perencanaan pekerjaan
konstruksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultansi
pengawasan pekerjaan konstruksi.
Pasal 1 angka 3 : Pekerjaan konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan
perencanaan dan/atau pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan arsitektural,
sipil, mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan masing-masing beserta kelengkapannya untuk
mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain.
Pasal 1 angka 4 : Perencanaan konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan
yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang perencanaan jasa konstruksi yang mampu
mewujudkan pekerjaan dalam bentuk dokumen perencanaan bangunan fisik lain.
Pasal 1 angka 8 : Penyedia Jasa adalah orang pribadi atau badan termasuk bentuk usaha tetap,
yang kegiatan usahanya menyediakan layanan jasa konstruksi baik sebagai perencana konstruksi,
pelaksana konstruksi dan pengawas konstruksi maupun sub-subnya.
Dari ketentuan tersebut dapat disimpulkan bahwa jasa konsultasi perancangan bangunan/gedung
dapat dikategorikan sebagai usaha jasa perencanaan konstruksi.
Penjelasan :
a. Bunga Deposito. Dikenakan PPh final 20% sesuai PP No.131 tahun 2000.
b. Sewa Kios. Oleh CV. TJ dilakukan pemotongan PPh final 10%. PP No.5 Tahun 2002 jo PP No.29
Tahun 1996.
d. Warisan. Bukan merupakan obyek pajak sesuai pasal 4 ayat 3.b UU PPh.
e. Honor Pembicara Seminar. Adalah penghasilan sehubungan dengan jasa yang merupakan obyek
pajak sesuai pasal 4 ayat 1.a UU PPh. Atas honor ini dikenakan pemotongan PPh pasal 21 sesuai
PER 31/PJ./2012, sbb :
Pasal 1 angka 21 : Imbalan kepada Bukan Pegawai adalah penghasilan dengan nama dan dalam
bentuk apapun yang terutang atau diberikan kepada Bukan Pegawai sehubungan dengan
pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang dilakukan, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan
penghasilan sejenis lainnya.
Pasal 3 : Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 adalah orang
pribadi yang merupakan :
c. Bukan Pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan pemberian
jasa, meliputi :
4. penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;
Pasal 16 ayat 2 : Tarif berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan
diterapkan atas :
a. 50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto untuk setiap pembayaran imbalan
kepada Bukan Pegawai yang tidak bersifat berkesinambungan.
f. Penghasilan Istri. Penghasilan istri Bapak M berasal dari satu pemberi kerja, PT. Berdikari,
sehingga tidak perlu digabung dengan penghasilan Bapak M dan dianggap sebagai penghasilan
final.
g. Peredaran Bruto Toko Material. Dikenakan PPh final 1% dari peredaran bruto sesuai PP No.46
tahun 2013.
Pasal 2 : Atas penghasilan dari usaha Jasa Konstruksi dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat
final.
Pasal 3 ayat 1 : Tarif Pajak Penghasilan untuk usaha Jasa Konstruksi adalah sebagai berikut :
d. 4% (empat persen) untuk Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi yang dilakukan
oleh Penyedia Jasa yang memiliki kualifikasi usaha;
e. 6% (enam persen) untuk Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi yang dilakukan
oleh Penyedia Jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha
Dengan asumsi bahwa M tidak memliki kualifikasi usaha maka dikenakan PPh final dengan tarif
6% x Rp.150.000.000 = Rp.9.000.000.
Penjelasan
a. Kompensasi Rugi
Di tahun 2013 usaha jasa konsultan arsitek mengalami kerugian Rp.5.000.000, tetapi karena usaha
jasa konsultan arsitek dikenakan PPh final, maka kerugia tersebut tidak dapat dikompensasikan.
b. PTKP
Bapak M mempunyai 2 istri dan 2 anak. Penentuan PTKP adalah untuk status kawin bukan jumlah
istri. Karena tidak ada penggabungan penghasilan istri, PTKP Bapak M adalah K/2. (ketentuan
PTKO lihat soal 2 Multiple Choice)
- WP Sendiri 24.300.000
- Status Kawin 2.025.000
- Tanggungan 4.050.000
30.375.000
c. PPh Terutang
Penghitungan PPh terutang sbb : (Lihat pembahsan soal 4 Multiple Choice)
Pasal 1.d : Penghasilan teratur adalah penghasilan yang lazimnya diterima atau diperoleh secara
berkala sekurang-kurangnya sekali dalam setiap tahun pajak, yang bersumber dari kegiatan usaha,
pekerjaan bebas, pekerjaan, harta dan atau modal, kecuali penghasilan yang telah dikenakan Pajak
Penghasilan yang bersifat final. Tidak termasuk dalam penghasilan teratur adalah keuntungan
selisih kurs dari utang/ piutang dalam mata uang asing dan keuntungan dari pengalihan harta
(capital gain) sepanjang bukan merupakan penghasilan dari kegiatan usaha pokok, serta
penghasilan lainnya yang bersifat insidentil.
Pasal 3 ayat 2 : Dasar penghitungan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
adalah jumlah penghasilan neto menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun
pajak yang lalu setelah dikurangi dengan penghasilan tidak teratur yang dilaporkan dalam Surat
Pemberitahuan Tahunan tersebut.
Di tahun 2013 Bapak M memperoleh penghasilan tidak teratur berupa honor sebagai pembicara
seminar. Angsuran PPh pasal 25 dihitung sbb :
PPh Terutang
- 5% x Rp.50 juta = 2.500.000
- 15% x Rp.159,625 juta = 23.943.750
26.443.750