Anda di halaman 1dari 60

PROPOSAL

HUBUNGAN PARITAS DENGAN KEJADIAN BAYI BERAT


BADAN LAHIR RENDAH DI RSUD BULA,
KABUPATEN SERAM BAGIAN TIMUR

Oleh :

ADE NONA
NIM : 2019050114

SEKOLAH TINGGI ILMU HUSADA JOMBANG


PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN
2021
PROPOSAL

HUBUNGAN PARITAS DENGAN KEJADIAN BAYI BERAT


BADAN LAHIR RENDAH DI RSUD BULA,
KABUPATEN SERAM BAGIAN TIMUR

Proposal Skripsi Ini Diajukan Sebagai Syarat Menyelesaikan


Pendidikan Program Studi S1 Kebidanan Sekolah Tinggi
Ilmu Kesehatan Husada Jombang

Oleh :
ADE NONA
NIM : 2019050114

PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HUSADA JOMBANG
2021
LEMBAR PERNYATAAN

Yang bertanda tangan dibawah ini :


Nama : Ade Nona

Tempat/tanggal lahir : Ambon, 15 Oktober 1982

NIM : 2019050114

Alamat : Jl. Wailola - Bula

Menyatakan dan bersumpah bahwa Proposal ini adalah hasil karya sendiri
dan belum pernah dikumpulkan oleh orang lain untuk memperoleh gelar dari
berbagai jenjang pendidikan di perguruan tinggi manapun.

Jika dikemudian hari ternyata saya terbukti melakukan pelanggaran atas


pernyataan dan sumpah tersebut diatas, maka saya bersedia menerima sanksi
akademik dari almamater.

Jombang, 2021

Ade Nona
LEMBAR PERSETUJUAN

Proposal Skripsi Ini Telah Disetujui Untuk :

Dipresentasikan Pada Uji Sidang Proposal Skripsi

Tanggal : 2021

Pembimbing I

NPP.

Pembimbing II

NPP.
LEMBAR PENETAPAN PANITIA PROPOSAL SKRIPSI

Proposal skripsi ini disetujui untuk dipresentasikan dan dipertanggungjawabkan pada


ujian proposal skripsi
Tanggal : 2021

Mengesahkan
Tim Penguji
Ketua :
(………………)

Penguji I : NPP.
(………………)

Penguji II : NPP.
(………………)

Mengetahui,

Ketua STIKES Husada Jombang Ketua Program Studi


Sarjana Kebidanan

Dra. Hj. Soelijah Hadi, M.Kes. MM Zeny Fatmawati, SST.,M.PH


NPP. 010201001 NPP. 010403022

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan YME yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya,

sehingga penyusunan Proposal Yang Berjudul “Proposal Hubungan Paritas Dengan

Kejadian Bayi Berat Badan Lahir Rendah Di Rsud Bula, Kabupaten Seram Bagian

Timur” dapat terselesaikan.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak


Proposal Skripsi ini tidak dapat terwujud, untuk itu dengan segala kerendahan hati
perkenankan saya menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada :

1. Dra. Hj. Soelijah Hadi, M.Kes, MM, selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu

Kesehatan Jombang atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada

saya untuk menjadi mahasiswa Program Studi Sarjana Kebidanan.

2. Zeny Fatmawati, SST.,M.PH selaku Ketua Program Sarjana Kebidanan STIKes

Husada Jombang

3. selaku ketua penguji yang telah menyempatkan waktunya dalam ujian

proposal skripsi ini

4. selaku Penguji I yang telah banyak menghabiskan waktu, pemikiran dan

perhatian dalam membimbing serta mengarahkan saya dalam penyelesaian

Proposal Skripsi ini.

5. selaku Penguji II yang telah banyak menghabiskan waktu, pemikiran dan

perhatian dalam membimbing serta mengarahkan saya dalam penyelesaian

Proposal Skripsi ini.

6. Semua pihak yang telah memberi bantuan dan dukungan sehingga

memperlancar penyelesaian Proposal Skripsi ini.


Penulis menyadari sepenuhnya bahwa Proposal Skripsi ini masih jauh dari

sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat

diharapkan demi kesempurnaan Proposal Skripsi selanjutnya.

Jombang, 2021

Penulis

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Pembangunan kesehatan sebagai salah satu upaya Pembangunan

Nasional diarahkan guna tercapainya kesadaran, kemauan, dan kemampuan

untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat

kesehatan yang optimal. Tingginya derajat kesehatan pada suatu Negara dapat

ditentukan oleh beberapa indikator, salah satu diantaranya adalah tinggi

rendahnya Angka Kematian Bayi (AKB), dimana AKB dipengaruhi oleh faktor

Prevalensi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) yang berhubungan dengan paritas.

Paritas adalah jumlah kehamilan yang menghasilkan janin yang mampu hidup

diluar rahim (28 minggu) (JHPIEGO, 2008).

Menurut World Health Organization (WHO) 2010 Prevalensi BBLR

lebih sering terjadi di negara-negara berkembang dan pada keluarga dengan

ekonomi sosial rendah diperkirakan 15% dari seluruh kelahiran di dunia. Angka

kejadian BBLR di negara berkembang dapat mencapai 43% sedang di negara

maju hanya mencapai 10,8%, kelahiran prematur ini menjadi penyumbang

kematian tertinggi pada bayi merujuk pada WHO tahun 2017. Dari data tersebut

didapat perbandingan antara negara berkembang dan negara maju 4:1.9 Angka

kematian BBLR 35 kali lebih tinggi dibanding pada bayi berat lahir normal.

Angka kejadian di Indonesia sangat bervariasi antara satu daerah dengan daerah

lain, yaitu berkisar antara 9%-30%, hasil studi di 7 daerah multicenter diperoleh

angka BBLR dengan rentang 2,1%-17,2%. Secara nasional berdasarkan analisa

lanjut SDKI, angka BBLR sekitar 7,5%. Jumlah neonatus yang meninggal yang

1
disebabkan oleh berat lahir rendah sebanyak 32.342 kelahiran atau sebanyak

29% dari jumlah seluruh kematian neonatus. Insidensi BBLR di rumah sakit

di Indonesia berkisar 20%, hal tersebut berbading lurus dengan distribusi

penyebab kematian bayi karena BBLR di Indonesia yang meningkat dari 24%

pada tahun 2018 menjadi 25% per kelahiran hidup pada tahun Dari laporan

Kabupaten/Kota tahun 2014 diketahui jumlah bayi BBLR di Maluku mencapai

21.544 bayi dari 573.928 bayi lahir hidup dan kematian terbesar pada Neonatal

karena BBLR sebesar 38,3 %. Besarnya kematian karena BBLR banyak

disebabkan karena ANC yang kurang berkualitas serta kompetensi petugas dalam

manajemen BBLR yang masih kurang. Jumlah BBLR yang dilaporkan di

kabupaten Seram Bagian Timur tahun 2018 sebanyak 855 dari 42.651 kelahiran

hidup. Bayi yang lahir dengan BBLR perlu perawatan khusus karena kondisinya

rentan terkena masalah kesehatan.

Upaya meningkatkan kualitas manusia harus dimulai sedini mungkin

sejak janin dalam kandungan. Kejadian BBLR pada dasarnya di pengaruhi oleh

banyak faktor. Penyebab terbanyak terjadinya BBLR adalah kelahiran prematur.

Faktor ibu yang lain adalah umur, paritas, dan lain-lain. Faktor plasenta seperti

penyakit vaskuler, kehamilan kembar/ganda, serta faktor janin juga merupakan

penyebab terjadinya BBLR (Pantiawati, 2015: 4). Umumnya kejadian BBLR dan

kematian perinatal meningkat seiring dengan meningkatnya paritas ibu, terutama

bila paritas lebih dari 3. Paritas yang terlalu tinggi akan mengakibatkan

terganggunya uterus terutama dalam hal fungsi pembuluh darah. Kehamilan yang
berulang-ulang akan menyebabkan kerusakan pada dinding pembuluh darah

uterus. Hal ini akan mempengaruhi nutrisi ke janin pada kehamilan selanjutnya,

selain itu dapat menyebabkan atonia uteri. Hal ini dapat menyebabkan gangguan

pertumbuhan yang selanjutnya akan melahirkan bayi dengan BBLR

(Winkjosastro, 2008). Kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) lebih sering

terjadi pada ibu yang mempunyai paritas tinggi dibandingkan dengan ibu yang

mempunyai paritas rendah, hal ini disebabkan karena terdapatnya jaringan parut

akibat kehamilan dan persalinan terdahulu sehingga perlekatan plasenta tidak

adekuat yang menyebabkan penyaluran nutrisi dari ibu ke janin terhambat

(Habibah, 2011).

Berdasarkan latar belakang yang telah peneliti uraikan di atas dan

fenomena yang ada, risiko kematian BBLR 4 kali lebih besar dibandingkan bayi

lahir dengan berat badan lebih dari 2500 gram. Mengingat besarnya risiko yang

disebabkan karena BBLR, salah satu upaya yang bisa dilakukan oleh bidan di

masyarakat adalah memberi penyuluhan pada ibu hamil tentang pentingnya

asupan gizi saat hamil, menganjurkan ibu untuk melaksanakan program KB,

mengatur jarak kelahiran, dan menghindari gaya hidup yang tidak sehat saat

hamil. Karena paritas merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya

BBLR, maka peneliti tertarik dan bermaksud akan melakukan penelitian untuk

mengetahui hubungan paritas dengan berat badan lahir rendah (BBLR).

1.2 Rumusan Masalah


Adakah hubungan Hubungan Paritas Dengan Kejadian Bayi Berat Badan Lahir
Rendah di RSUD Bula, Kabupaten Seram Bagian Timur.?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui Hubungan Paritas Dengan Kejadian Bayi Berat Badan

Lahir Rendah di RSUD Bula, Kabupaten Seram Bagian Timur.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi paritas ibu di RSUD Bula, Kabupaten Seram Bagian

Timur..

2. Mengidentifikasi kejadian BBLR di RSUD Bula, Kabupaten Seram

Bagian Timur..

3. Menganalisis Hubungan Paritas Dengan Kejadian Bayi Berat Badan

Lahir Rendah Di RSUD Bula, Kabupaten Seram Bagian Timur..

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Teoritis

Peneliti dapat menambah wawasan dan dapat menerapkan ilmu selain

sebagai acuan dasar bagi peneliti selanjutnya juga dapat memberikan

pengalaman yang sangat berarti kepada peneliti dalam melakukan

penelitian

1.4.2 Praktis
1.4.2.1 Bagi Peneliti selanjutnya

Peneliti dapat menambah wawasan dan dapat menerapkan ilmu

selain sebagai acuan dasar bagi peneliti selanjutnya juga dapat

memberikan pengalaman yang sangat berarti kepada peneliti

dalam melakukan penelitian

1.4.2.2 Bagi Lahan Penelitian

Penelitian ini dapat menjadi masukan bagi lahan penelitian

khususnya dibidang kesehatan ibu dan anak (KIA) sebagai bahan

penyuluhan bagi ibu untuk mengurangi angka kejadian BBLR.

1.4.2.3 Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan penelitian ini dapat menambah informasi dan bahan

pustaka sehingga bisa menambah ilmu pengetahuan bagi

mahasiswa.

1.4.2.4 Bagi Tenaga Kesehatan

Diharapkan bagi tenaga kesehatan dapat menjadi referensi dalam

menganalisa kejadian BBLR dan antisipasi untuk penanganan di

saranan kesehatan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Paritas

2.1.1 Definisi

Paritas menunjukkan jumlah kehamilan terdahulu yang telah

mencapai batas viabilitas dan telah dilahirkan, tanpa mengingat jumlah

anaknya. Kelahiran kembar tiga hanya dihitung satu paritas (Oxorn, 2010).

Paritas adalah banyaknya kelahiran hidup yang dipunyai oleh

seorang wanita (BKKBN, 2006). Menurut Prawirohardjo (2009), paritas

dapat dibedakan menjadi primipara, multipara dan grandemultipara.

Paritas adalah jumlah kehamilan yang menghasilkan janin yang

mampu hidup diluar rahim (28 minggu) (JHPIEGO, 2008). Sedangkan

menurut Manuaba (2008), paritas adalah wanita yang pernah melahirkan

bayi aterm.

2.1.2 Klasifikasi

1. Primipara

Adalah seorang wanita yang telah pernah melahirkan satu kali

dengan janin yang telah mencapai batas viabilitas, tanpa mengingat

janinnya hidup atau mati pada waktu lahir (Oxorn, 2010).

2. Multipara

Adalah seorang wanita yang telah mengalami dua atau lebih

kehamilan yang berakhir pada saat janin telah mencapai batas viabilitas

(Oxorn, 2010).
3. Grandemultipara

Adalah wanita yang telah melahirkan janin aterm lebih dari lima kali

(Manuaba, 2010).

2.1.3 Faktor yang Mempengaruhi Paritas

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi paritas (Friedman, 2005) yaitu :

1. Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan oleh seseorang

terhadap perkembangan orang lain menuju ke arah suatu cita-cita

tertentu. Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka makin mudah

dalam memperoleh menerima informasi, sehingga kemampuan ibu

dalam berpikir lebih rasional. Ibu yang mempunyai pendidikan tinggi

akan lebih berpikir rasional bahwa jumlah anak yang ideal adalah 2

orang.

2. Pekerjaan

Pekerjaan adalah simbol status seseorang dimasyarakat. Pekerjaan

jembatan untuk memperoleh uang dalam rangka memenuhi kebutuhan

hidup dan untuk mendapatkan tempat pelayanan kesehatan yang

diinginkan. Banyak anggapan bahwa status pekerjaan seseorang yang

tinggi, maka boleh mempunyai anak banyak karena mampu dalam

memenuhi kebutuhan hidup sehari-sehari.


3. Keadaan Ekonomi

Kondisi ekonomi keluarga yang tinggi mendorong ibu untuk

mempunyai anak lebih karena keluarga merasa mampu dalam

memenuhi kebutuhan hidup.

4. Latar Belakang Budaya

Cultur universal adalah unsur-unsur kebudayaan yang bersifat

universal, ada di dalam semua kebudayaan di dunia, seperti pengetahuan

bahasa dan khasanah dasar, cara pergaulan sosial, adat-istiadat,

penilaian-penilaian umum. Tanpa disadari, kebudayaan telah

menanamkan garis pengaruh sikap terhadap berbagai masalah. 

Kebudayaan telah mewarnai sikap anggota masyarakatnya, karena

kebudayaan pulalah yang memberi corak pengalaman individu-individu

yang menjadi anggota kelompok masyarakat asuhannya. Hanya

kepercayaan individu yang telah mapan dan kuatlah yang dapat

memudarkan dominasi kebudayaan dalam pembentukan sikap

individual. 

Latar belakang budaya yang mempengaruhi paritas antara lain adanya

anggapan bahwa semakin banyak jumlah anak, maka semakin banyak

rejeki.

5. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan domain dari perilaku. Semakin tinggi

tingkat pengetahuan seseorang, maka perilaku akan lebih bersifat

langgeng. Dengan kata lain ibu yang tahu dan paham tentang jumlah

anak yang ideal, maka ibu akan berperilaku sesuai dengan apa yang ia

ketahui

2.2 Konsep BBLR

2.2.1 Berat Badan lahir

Bayi baru lahir normal adalah bayi baru lahir dari kehamilan yang

aterm (37-42 minggu) dengan berat badan lahir 2500-4000 gram. Berat

lahir adalah berat bayi yang ditimbang dari 1 jam setelah lahir (Saifuddin,

2008) dimana terdapat Klasifikasi berat badan lahir yaitu Klasifikasi

menurut berat lahir adalah bayi berat lahir rendah (BBLR) yaitu berat lahir

< 2500 gram, bayi berat lahir normal dengan berat lahir 2500-4000 gram

dan bayi berat badan lebih dengan berat badan > 4000 gram sedangkan

klasifikasi bayi menurut umur kehamilan dibagi dalam 3 kelompok yaitu

bayi kurang bulan adalah bayi dengan masa kehamilan kurang dari 37

minggu (259 hari), bayi cukup bulan adalah bayi dengan masa kehamilan

dari 37 minggu sampai dengan 42 minggu (259-293 hari), dan bayi lebih

bulan adalah bayi dengan masa kehamilan mulai dari 42 minggu atau lebih

(Saifuddin, 2008)

2.2.2 Definisi BBLR


Bayi berat lahir rendah (BBLR) atau low birth weigh infant

(LBWI),adalah bayi baru lahir dengan berat badan lahir kurang dari 2500

gram. Berdasarkan Kongres “European


7
Perinatal Medicine II”di London

(1970), menurut masa kehamilannya dikategorikan menjadi tiga, yaitu

bayi kurang bulan yaitu bayi dengan masa kehamilan kurang dari 37

minggu (259 hari), bayi cukup bulan, yaitu bayi dengan masa kehamilan

mulai 37 minggu sampai dengan 42 minggu (259-293 hari), bayi lebih

bulan, yaitu bayi dengan masa kehamilan mulai 42 minggu atau lebih (294

hari atau lebih) (Muslihatun, 2010).

World Health Organization (WHO) pada tahun 1961 menyatakan

bahwa semua bayi baru lahir yang berat badannya kurang atau sama

dengan 2500 gram disebut low birth weigh infant (bayi berat badan lahir

rendah/BBLR), karena morbiditas dan mortalitas neonatus tidak hanya

bergantung pada berat badannya tetapi pada tingkat kematangan

(maturitas) bayi tersebut. Definisi WHO tersebut dapat disimpulkan secara

ringkas bahwa bayi berat badan lahir rendah adalah bayi yang lahir dengan

berat badan kurang atau sama dengan 2500 gram (Pantiawati, 2010).

2.2.3 Etiologi BBLR


Penyebab terbanyak terjadinya BBLR adalah kelahiran prematur.

Faktor ibu yang lain adalah umur, paritas, dan lain-lain. Faktor plasenta

seperti penyakit vaskuler, kehamilan kembar/ganda, serta faktor janin juga

merupakan penyebab terjadinya BBLR (Pantiawati, 2010).

BBLR dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu:

2.2.3.1 Faktor ibu

1. Penyakit, antara lain Toksemia gravidarum, Perdarahan

antepartum, Trauma fisik dan psikologis, Nefritis akut dan Diabetes

mellitus

2. Usia ibu yaitu Usia < 16 tahun, Usia > 35 tahun

Ibu-ibu yang terlalu muda seringkali secara fisik dan emosional

belum matang, selain pendidikan yang juga pada umumnya masih

rendah. Kelahiran BBRL lebih tinggi pada ibu-ibu usia <20 tahun.

Pada ibu-ibu yang sudah tua meskipun telah berpengalaman tetapi

kondisi badannya serta kesehatannya sudah mulai meurun sehingga

dapat mempengaruhi janin intrauterine dan dapat menyebabkan

BBLR (Setyowati,2008).

3. Multigravida yang jarak kelahirannya terlalu dekat

Jumlah anak lebih dari 4 dapat menyebabkan gangguan

pertumbuhan janin sehingga dapat mengakibatkan BBLR dan

perdarahan saat melahirkan karena keadaan rahim biasanya sudah


lemah Keadaan social antara lain golongan sosial ekonomi rendah

dan perkawinan yang tidak sah

4. Sebab lain yaitu Ibu yang perokok, peminum alcohol dan pecandu

narkotika

Penelitian yang dilakukan oleh BMA Tobacco Control Resource

Centre menunjukkan bahwa ibu yang merokok selama kehamilan

memiliki risiko melahirkan bayi berat lahir rendah (BBLR) sebesar

1,5-9,9 kali dibandingkan dengan berat badan lahir bayi dari ibu

yang tidak merokok.Merokok selama hamil mempunyai efek

merupakan pada ibu dan juga janin. Sebuah penelitian

eksperimental menggunakan hewan coba mencit menyimpulkan

bahwa paparan asap rokok yang diberikan selama masa kehamilan

hari ke-0 (hari konsepsi), 1 dan 2 menyebabkan retardasi

pertumbuhan embrio, sedangkan paparan asap rokok selama masa

kehamilan hari ke-0 hingga hari ke-17 menyebabkan penurunan

berat badan fetus. Dalam penelitian ini, mencit dipapar asap rokok

selama 10 menit, 3 kali sehari.Radikal bebas yang terkandung

dalam asap rokok dapat menyebabkan kerusakan endotel,

peningkatan vasokonstriktor, dan penurunan vasodilator. Nikotin

yang terkandung dalam asap rokok dapat menyebabkan

vasokonstriksi pembuluh darah. Semua hal tersebut dapat

menyebabkan terjadinya hipertensi. Hipertensi dapat menyebabkan

penurunan suplai makanan dan oksigen fetus. Radikal bebas juga


dapat menyebabkan kerusakan jaringan paru sehingga dapat terjadi

PPOK. PPOK akan menyebabkan penurunan oksigenasi fetus.

Selain itu, radikal bebas juga dapat mengganggu metabolisme asam

folat. Dengan adanya gangguan metabolisme asam folat berarti

nutrisi pertumbuhan fetus akan terganggu dan juga akan

mempengaruhi ekspresi gen fetus. Akibatnya secara tidak langsung,

hipertensi, PPOK, dan defisiensi asam folat akan menimbulkan

gangguan pertumbuhan fetus yang pada akhirnya akan dapat

menyebabkan BBLR.

Ibu hamil yang meminum alcohol maka janin yang dikandungnya

akan beresiko Fetal Alkohol Syndron (FAS) yang berhubungan

dengan masalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan otak

dalam masa kehamilannya. Saat ibu yang sedang hamil meminum

minuman beralcohol maka alcohol tersebut akan dibawa masuk ke

dalam tubuh dan dapat dengan mudah beredar hingga masuk

melalui placenta menuju janin. Janin tersebut tidak dapat

menyingkirkan alcohol yang masuk, akibatnya janin menjadi subjek

penimbunan kadar alcohol yang tinggi untuk jangka waktu yang

lama.

2.2.3.2 Faktor janin

1. Hidramnion

Polihidramnion atau biasa disebut Hidramnion yaitu air ketuban

yang paling banyak pada minggu ke-38 ialah 1030 cc, pada akhir
hanya kehamilan tinggal 790 cc, dan terus berkurang sehingga

pada minggu ke-43 hanya 240 cc. pada akhir kehamilan seluruh

air ketuban diganti dalam 2 jam berhubung adanya produksi dan

pengaliran. Apabila melebihi 2000 cc, disebut polihidramnion

atau disingkat dengan hidramnion. Keadaan ini memberikan

gangguan pada placenta yang menyebabkan anemia pada janin

bahkan dapat pula terjadi syok intrauterine yang menyebabkan

kematian bayi intrauterine. Apabila janin dapat diselamatkan

dapat terjadi BBLR, sindrom gagal napas, dan komplikasi

asfiksia

2. Kehamilan ganda

Kehamilan ganda merupakan dimana terdapat dua atau lebih

embrio atau janin sekaligus, kehamilan ganda terjadi apabila dua

atau lebih ovum dilepaskan dan dibuahi atau bila satu ovum yang

dibuahi membelah secara dini hingga membentuk dua embrio

yang sama pada stadium massa sel dalam atau lebih awal.

(Taufan, 2012) Berat badan janin pada kehamilan ganda tidak

sama, dapat berbeda antara 50-1000 gram. Hal ini disebabkan

pembagian darah pada placenta untuk kedua janin tidak sama

(Wiknjosastro, 2007).

Regangan uterus yang berlebihan pada kehamilan ganda

merupakan salah satu factor yang menyebabkan BBLR. Pada


kehamilan ganda, distensi uterus berlebihan sehingga melewati

batas toleransi dan sering terjadi partus prematus.

3. Kelainan kromosom

Kelainan congenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan

struktur janin yang timbul sejak kehidupan hasil konsepsi sel

telur. Bayi dengan kelainan congenital biasanya akan lahir

BBLR atau janin kecil utnuk masa kehamilannya. Bayi BBLR

dengan kelainan congenital yang mempunyai berat sekitar 20%

meninggal dalam minggu pertama kehidupannya (Wiknjosastro,

2007).

2.2.3.3 Faktor lingkungan

1. Tempat tinggal dataran tinggi

2. Radiasi

3. Zat-zat racun (Pantiawati 2010)

2.2.4 Klasifikasi

Klasifikasi BBLR menggunakan Skor Ballard yang

merupakan suatu versi sistem Dubowitz. Pada prosedur ini

penggunaan kriteria neurologis tidak tergantung pada keadaan bayi

yang tenang dan beristirahat sehingga dapat digunakan dalam

beberapa jam pertama kehidupan. Penilaian menurut ballard adalah

dengan menggabungkan hasil penilaian maturitas neuromuskuler dan

maturitas fisik. kriteria pemeriksaan maturitas neuromuskuler diberi


skor, demikian pula kriteria pemeriksaan fisik maturitas fisik.

Jumlah skor pemeriksaan maturitas neuromuskuler dan maturitas

fisik digabungkan, kemudian dengan menggunakan tabel nilai

kematangan di cari masa gestasi Setelah didapat kan jumlah skor

dari pemeriksaan neuromukuler dan maturasi fisik, maka kedua skor

itu dijumlahkan. Hasil penjumlahan tersebut di cocokkan dengan

tabel nilai kematangan , sehingga didapatkan usia kehamilan dalam

minggu, kemudian dengan menggunakan grafik dicari titik

perpotongan antara umur kehamilan yang kita dpatkan dengan berat

badan lahir bayi , sehingga didapatkan interpretasi apakah bayi

tersebut besar masa kehamilan , sesuai masa kehamilan atau kecil

masa kehamilan.
Cara menilai aktivitas neuromuskuler :

1. Posture : dinilai bila bayi dalam posisi terlentang

2. Squere window : tangan bayi difleksikan diantara ibu jari dan

telunjuk pemeriksa lalu diukur sudut antara hyphotenar emirence

dengan forearm

3. Arm recoil : lakukan fleksi lengan bawah selma 5 detik kemudain

lengan tersebut di ekstensikan dan dilepas nilaia lah derajat

kemabalinya ke posisi fleksi.


4. Poplitela angle : bayi tidur terlentang, paha dipegang sedemikian

rupa sehingga terdpat posisi lutut datar steelh itu dilakukan ekstensi

tungkai bawah, ukurlah sudut dibawah lutut tersebut.

5. Scarf sign : posisi terlentang , peganglah salah satu lengan bayi dan

usahakan tangan tersebut mencapai leher posterior dari bahu sisi

lainnya , angkat dan geserlah siku bayi diatas dadanya dan lihat

sampai dimana siku tersebut digeser, makin muda bayi makin

mudah menggeser sikunya melewati garis tengah kesisi lain.

6. Heal to hear : posisi terlentang , gerakkan bayi ketelinga dar sisi

yang sama , perhatikan jarak yang tidak mencapai telinga dan

ekstensi lutut.

Berdasarkan definisi tersebut di atas, bayi berat badan lahir

(BBLR) dapat dikelompokkan menjadi:

2.2.4.1 Menurut harapan hidupnya :

1. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR), berat lahir 1500 – 2500 gram

2. Bayi Berat Lahir Sangat Rendah (BBLSR),  berat lahir 1000 –

1500  gram

3. Bayi Berat Lahir Ekstrim Rendah (BBLER), berat lahir kurang

dari1000 gram (Arinnita, 2011)

2.2.4.2 Menurut masa gestasinya


Neonatus / bayi yang termasuk dalam BBLR merupakan salah

satu dari keadaan berikut ini menurut (maryunani, 2009) :

1. NKB SMK (Neonatus kurang bulan – sesuai masa kehamilan)

adalah bayi prematur dengan berat badan lahir yang sesuai

dengan masa kehamilan.

2. NKB KMK (Neonatus kurang bulan – kecil masa kehamilan)

adalah bayi prematur dengan berat badan lahir kurang dari

normal menurut usia kehamilan.

3. NCB KMK (Neonatus cukup bulan – kecil untuk masa

kehamilan) adalah bayi yang lahir cukup bulan dengan berat

badan lahir kurang normal.

Prematuritas murni adalah bayi lahir dengan umur

kehamilan kurang dari 37 minggu dan mempunyai berat badan

sesuai dengan berat badan untuk masa kehamilan atau disebut

neonatus kurang bulan sesuai masa kehamilan (NKB-SMK)

(Arief. 2009)

Menurut WHO, bayi prematur adalah bayi lahir hidup

sebelum usia kehamilan minggu ke 37 (dihitung dari hari

pertama haid terakhir). Bayi premature atau bayi preterm adalah

bayi yang berumur kehamilan 37 minggu tanpa memperhatikan

berat badan. Sebagian besar bayi lahir dengan berat badan

kurang dari 2500 gram adalah bayi premature.


Tanda klinis atau penampilan yang tampak sangat

bervariasi, tergantung pada usia kehamilan pada saat bayi

dilahirkan. Makin prematur atau makin kecil umur kehamilan

saat dilahirkan makin besar pula perbedaannya dengan bayi yang

lahir cukup bulan.

Tanda dan gejala bayi premature:

1. Umur kehamilan atau sama dengan atau kurang dari 37

minggu

2. Berat badan sama dengan atau kurang dari 2500 gram

3. Panjang badan sama dengan atau kurang dari 46 cm

4. Kuku panjangnya belum melewati ujung jari

5. Batas dahi dan rambut kepala tidak jelas

6. Lingkar kepala sama dengan atau kurang dari 33 cm

7. Lingkar dada sama dengan atau kurang dari 30 cm

8. Rambut lanugo masih banyak

9. Jaringan lemak subkutan tipis atau kurang

10. Tulang rawan daun telinga belum sempurna

pertumbuhannya, sehingga seolah-olah tidak teraba tulang

rawan daun telinga

11. Tumit mengkilap, telapak kaki halus


12. Alat kelamin pada bayi laki-laki pigmentasi dan rugae pada

skrotum kurang. Testis belum turun ke dalam skrotum.

Untuk bayi perempuan klitoris menonjol, labia minora

belum tertutup oleh labia mayora

13. Tonus otot lemah, sehingga bayi kurang aktif dan

pergerakannya lemah

14. Fungsi saraf yang belum atau kurang matang,

mengakibatkan reflex hisap, menelan dan batuk masih

lemah

15. Jaringan kelenjar mamae masih kurang akibat pertumbuhan

otot dan jaringan lemak masih kurang

16. Verniks caseosa tidak ada atau sedikit (Pantiawati, 2010).

2.2.4.3 Masalah-masalah yang dapat terjadi pada BBLR

Tingkat kematangan fungsi system organ neonatus merupakan

syarat untuk dapat beradaptasi dengan kehidupan di luar rahim,

penyakit yang terjadi pada bayi prematur berhubungan dengan belum

matangnya fungsi organ-organ tubuhnya. Hal ini berhubungan dengan

umur kehamilan saat bayi dilahirkan. Makin muda umur kehamilan,

makin tidak sempurna organ-organnya. Konsekuensi dari anatomi dan

fisiologi yang belum matang, bayi premature cenderung mengalami

masalah yang bervariasi. Hal ini harus diantisipasi dan dikelola pada

masa neonatal, adapun masalah-masalah yang terjadi adalah sebagai

berikut.
1. Hipotermia

Dalam kandungan, bayi berada dalam suhu lingkungan yang

normal dan stabil yaitu 36o sampai dengan 37oC. Segera setelah lahir

bayi diharapkan pada suhu lingkungan yang umumnya lebih rendah.

Perbedaan suhu ini memberi pengaruh pada kehilangan panas tubuh

bayi. Selain itu, hipotermi dapat terjadi karena kemampuan untuk

mempertahankan panas dan kesanggupan menambah produksi panas

sangat terbatas karena pertumbuhan otot-otot yang belum cukup

memadai, lemak subkutan yang sedikit, belum matangnya system

saraf pengatur suhu tubuh, luas permukaan tubuh relatif lebih besar

dibanding dengan berat badan sehingga mudah kehilangan panas.

2. Sindrom gawat nafas

Kesukaran pernafasan pada bayi prematur dapat disebabkan

belum sempurnanya pembentukan membrane hialin surfaktan paru

yang merupakan suatu zat yang dapat menurunkan tegangan dinding

alveoli paru. Pertumbuhan surfaktan paru mancapai maksimum pada

minggu ke-35 kehamilan.

Defisiensi surfaktan menyebabkan gangguan kemampuan paru

untuk mempertahankan stabilitasnya, alveolus akan kembali kolaps

setiap akhir ekspirasi sehingga untuk pernapasan berikutnya

dibutuhkan tekanan negatif intratoraks yang lebih besar yang disertai

usaha inspirasi yang kuat.


3. Hipoglikemia

Penyelidikan kadar gula darah pada 12 jam pertama

menunjukkan bahwa hipoglikemia dapat terjadi sebanyak 50% pada

bayi matur. Glukosa merupakan sumber utama energi selama masa

janin. Kecepatan glukosa yang diambil janin tergantung dari kadar

gula darah ibu karena terputusnya hubungan plasenta dan janin

menyebabkan terhentinya pemberian glukosa. Bayi aterm dapat

mempertahankan kadar gula darah 50-60 mg/dL selama 72 jam

pertama, sedangkan bayi berat badan lahir rendah dalam kadar 40

mg/dL. Hal ini disebabkan cadangan glikogen yang belum

mencukupi. Hipoglikemia bila kadar gula darah sama dengan atau

kurang dari 20 mg/dL.

4. Perdarahan intracranial

Pada bayi prematur pembuluh darah masih sangat rapuh hingga

mudah pecah. Perdarahan intracranial dapat terjadi karena trauma

lahir, disseminated intravascular coagulopathyatau trombositopenia

idiopatik. Matriks germinal epidimal yang kaya pembuluh darah

merupakan wilayah yang sangat rentan terhadap perdarahan selama

minggu pertama kehidupan.

5. Rentan terhadap infeksi

Pemindahan substansi kekebalan dari ibu ke janin terjadi

pada minggu terakhir masa kehamilan. Bayi prematur mudah


menderita infeksi karena imunitas humoral dan sesuler masih kurang

hingga bayi mudah menderita infeksi. Selain itu, karena kulit dan

selaput lendir membran tidak memiliki perlindungan seperti bayi

cukup bulan.

6. Hiperbilirubinemia

Hal ini dapat terjadi karena belum maturnya fungsi hepar.

Kurangnya enzim glukorinil transferase sehingga konjugasi bilirubin

indirek menjadi bilirubin direk belum sempurna, dan kadar albumin

darah yang berperan dalam transportasi bilirubin dari jaringan ke

hepar kurang. Kadar bilirubin normal pada bayi prematur 10 mg/dL.

Hiperbilirubinemia pada prematur bila tidak segera diatasi dapat

menjadi kern ikterus yang akan menimbulkan gejala sisa yang

permanen.

7. Kerusakan intergritas kulit

Lemak subkutan kurang atau sedikit. Struktur kulit yang belum

matang dan rapuh. Sensitivitas yang kurang akan memudahkan

terjadinya kerusakan intregitas kulit, terutama pada daerah yang

sering tertekan dalam waktu lama. Pemakaian plester dapat

mengakibatkan kulit bayi lecet atau bahkan lapisan atas ikut

terangkat (Pantiawati, 2010).


2.2.5 Dismaturitas

Adalah bayi dengan berat badan kurang dari berat badan yang

seharusnya untuk usia kehamilannya, biasa disebut dengan bayi kecil

untuk masa kehamilan (KMK). Hal ini menunjukkan bayi mengalami

retardasi pertumbuhan intrauterine, keadaan ini berhubungan dengan

gangguan sirkulasi dan efisiensi plasenta (Pantiawati, 2010). Faktor-

faktor yang menyebabkan gangguan pertumbuhan intrauterine

meliputi:

1. Faktor janin

Kelainan kromosom, infeksi janin kronik, disotonomia familial,

retardasi, kehamilan ganda, aplasia pankreas.

2. Faktor plasenta

Berat plasenta kurang, plasenta berongga, luas permukaan

berkurang, plasentitis vilus, infark tumor (korio angiona),

plasenta yang lepas, sindrom transfusi bayi kembar.

3. Faktor ibu

Toksemia, hipertensi, penyakit ginjal, hipoksemi (penyakit

jantung sionatik, penyakit paru), malnutrisi, anemia sel sabit,

ketergantungan (obat narkotik, alkohol, rokok) (Pantiawati,

2010).

2.2.5.1 Gejala klinis


Gejala klinis yang tampak sangat bervariasi karena

dismatur dapat terjadi preterm, term dan strem. Bayi dismatur

preterm akan terlihat gejala fisik bayi prematur ditambah dengan

gejala retardasi pertumbuhan dan pelisutan. Pada bayi cukup

bulan dan posterm dengan dismaturitas, gejala yang menonjol

adalah pelisutan. Gejala insufiensi plasenta bergantung pada

berat dan lamanya bayi menderita deficit, retardasi pertumbuhan

akan terjadi bila deficit berlangsung lama (kronis).

Deficit in uteri mengakibatkan gawat janin, dalam arti luas

gawat janin dibagi menjadi 3 golongan, yaitu:

1. Gawat janin akut. Deficit mengakibatkan gawat perinatal

tetapi tidak mengakibatkan retardasi pertumbuhan dan

pelisutan.

2. Gawat janin subkutan, bila deficit tersebut menunjukkan

tanda pelisutan tetapi tidak mengakibatkan retardasi

pertumbuhan.

3. Gawat janin kronik. Bila bayi jelas menunjukkan retardasi

pertumbuhan (Pantiawati, 2010).

2.2.5.2 Stadium bayi dismatur

1. Stadium pertama. Bayi tampak kurus dan relatif lebih

panjang, kulitnya longgar, kering, tetapi belum terdapat

noda mekonium.
2. Stadium kedua. Terdapat tanda stadium pertama ditambah

warna kehijauan pada kulit plasenta dan umbilicus. Hal ini

disebabkan oleh mekonium yang tercampur dalam amnion

yang kemudian mengendap ke dalam kulit, umbilicus dan

plasenta sebagai akibat anoksia intrauteri.

3. Stadium ketiga. Terdapat tanda stadium kedua ditambah

dengan kulit yang berwarna kuning, begitu pula dengan

kuku dan tali pusat, ditemukan juga tanda anoksia

intrauterine yang lama (Pantiawati, 2010).

2.2.5.3 Masalah bayi dismatur

1. Sindrom aspirasi mekonium

Hipoksia intrauterine akan mengakibatkan janin mengalami

gasping dalam uterus. Selain itu mekonium akan dilepaskan

dan bercampur dengan cairan amnion. Cairan amnion yang

mengandung mekonium akan masuk ke dalam paru janin

karena inhalasi. Ketika bayi lahir akan menderita gangguan

pernafasan karena melakatnya mekonium dalam saluran

pernafasan.

2. Hipoglikemia sistomatik

Keadaan ini terutama terdapat pada bayi laki-laki,

penyebabnya belum jelas, mungkin karena cadangan glikogen

yang kurang pada bayi dismatur. Diagnosis dibuat setelah


pemeriksaan kadar gula darah, dikatakan hipoglikemia bila

kadar gula darah kurang dari 20mg/dl pada bayi berat lahir

rendah.

3. Penyakit membrane hialin

Penyakit ini diderita bayi dismatur yang preterm terutama bila

masa gestasi kurang dari 35 minggu, hal ini disebabkan karena

pertumbuhan surfaktan paru yang belum cukup.

4. Hiperbilirubinemia

Bayi dismatur lebih sering menderita hiperbilirubinemia

dibandingkan bayi yang beratnya sesuai dengan masa

kehamilan. Berat hati bayi dismatur kurang dibandingkan bayi

biasa, mungkin disebabkan gangguan pertumbuhan hati.

5. Asfiksia neonatorum

Bayi dimatur lebih sering menderita asfiksia neonatorum

dibandingkan bayi biasa.

2.2.6 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan bayi BBLR diantaranya adalah

membersihkan jalan nafas, memotong dan merawat tali pusat,

membersihkan badan bayi, memberikan obat mata,

mempertahankan suhu badan dengan cara membungkus badan bayi

dengan selimut yang sudah dihangatkan, menidurkan bayi dalam

inkubator buatan dengan lampu penghangat, suhu lingkungan dijaga

untuk mengurangi kehilangan panas secara radiasi dan konveksi.


Badan bayi harus selalu kering untuk mengurangi kehilangan panas

secara evaporasi. Memberikan bayi nutrisi adekuat. Apabila daya

hisap belum baik, bayi dicoba menetek sedikit-sedikit. Apabila

belum bisa menetek, berikan ASI dengan sendok atau pipet.

Apabila belum ada refleks menghisap dan menelan, pasang sonde

lambung/NGT. Mengajarkan ibu atau orang tua tentang cara

membersihkan jalan nafas, mempertahankan suhu, mencegah

infeksi, serta perawatan dan nutrisi bayi sehari-hari (Muslihatun,

2010: 175-176).

2.2.6.1 Mempertahankan Suhu Tubuh Bayi

Bayi premature akan cepat mengalami kehilangan panas

badan dan menjadi hipotermia, karena pusat pengaturan panas

badan belum berfungsi dengan baik, metabolismenya rendah, dan

permukaan badan relatif luas. Oleh karena itu, bayi premature

harus dirawat di dalam inkubator sehingga panas badannya

mendekati dalam rahim. Bila belum memiliki inkubator, bayi

premature dapat dibungkus dengan kain dan di sampingnya

ditaruh botol yang berisi air panas atau menggunakan metode

kangguru yaitu perawatan bayi baru lahir seperti bayi kangguru

dalam kantung ibunya.

Bayi dengan berat badan lahir rendah, dirawat di dalam

inkubator. Inkubator yang modern dilengkapi dengan alat


pengatur suhu dan kelembaban agar bayi dapat mempertahankan

suhu tubuhnya yang normal, alat oksigen yang dapat diatur, serta

kelengkapan lain untuk mengurangi kontaminasi bila inkubator

dibersihkan. Kemampuan bayi BBLR dan bayi sakit untuk hidup

lebih besar bila mereka dirawat pada atau mendekati suhu

lingkungan yang netral. Suhu ini ditetapkan dengan mengatur

suhu permukaan yang terpapar radiasi, kelembaban relatif, dan

aliran udara sehingga produksi panas sesedikit mungkin dan suhu

tubuh bayi dapat dipertahankan dalam batas normal. Suhu

inkubator yang optimal diperlukan agar panas yang hilang dan

konsumsi oksigen terjadi minimal sehingga bayi telanjang pun

dapat mempertahankan suhu tubuhnya sekitar 36,5– 370C.

Tingginya suhu lingkungan ini tergantung dari besar dan

kematangan bayi. Dalam keadaan tertentu bayi yang sangat

premature tidak hanya memerlukan inkubator untuk mengatur

suhu tubuhnya tetapi juga memerlukan pleksiglas penahan panas

atau topi maupun pakaian.

Prosedur perawatan dapat dilakukan melalui “jendela” atau

“lengan baju”. Sebelum memasukkan bayi ke dalam inkubator,

inkubator terlebih dahulu dihangatkan, sampai sehingga 29,40C,

untuk bayi dengan berat 1,7 kg dan 32,2 0C untuk bayi yang lebih

kecil. Bayi dirawat dalam keadaan telanjang, hal ini


memungkinkan pernafasan yang adekuat, bayi dapat bergerak

tanpa dibatasi pakaian, observasi terhadap pernafasan lebih

mudah. Mempertahankan kelembaban 40-60% diperlukan dalam

membantu stabilisasi suhu tubuh

Pemberian oksigen untuk mengurangi bahaya hipoksia dan

sirkulasi yang tidak memuaskan harus berhati-hati agar tidak

terjadi hiperoksia yang dapat menyebabkan fibroplasia retrolental

dan fibroplasias paru. Bila mungkin pemberian oksigen dilakukan

melalui tudung kepala, dengan alat CPAP (Continous Positive

Airway Pressure) atau dengan pipa endotrakea untuk pemberian

konsentrasi oksigen yang sama dan stabil. Pemantauan tekanan

oksigen (pO2) arteri pada bayi yang mendapat oksigen harus

dilakukan terus menerus agar porsi oksigen dapat diatur dan

disesuaikan sehingga bayi dapat terhindar dari bahaya hipoksia

ataupun hiperoksia. Seandainya tidak ada inkubator, pengaturan

suhu dan kelembaban dapat diatur dengan memberikan sinar

panas, selimut, lampu panas, bantalan panas, dan botol air hangat,

disertai dengan pengaturan suhu dan kelembaban ruangan.

Mungkin pula diperlukan pemberian oksigen melalui topeng atau

pipa intubasi. Bayi yang berumur beberapa hari atau minggu

harus dikeluarkan dari inkubator apabila keadaan bayi dalam


ruangan biasa tidak mengalami perubahan suhu, warna kulit,

aktivitas, atau akibat terburuknya (Proverawati, 2010).

2.2.6.2 Pengaturan dan Pengawasan Intake Nutrisi

Pengaturan dan pengawasan intake nutrisi dalam hal ini

adalah menentukan pilihan susu, cara pemberian dan jadwal

pemberian yang sesuai dengan kebutuhan bayi BBLR.

ASI (Air Susu Ibu) merupakan pilihan pertama jika bayi

mampu menghisap. ASI merupakan makanan yang paling utama,

sehingga ASI adalah pilihan yang harus didahulukan untuk

diberikan. ASI juga dapat dikeluarkan dan diberikan pada bayi

yang tidak cukup menghisap. Bila faktor menghisapnya kurang

maka ASI dapat diperas dan diminumkan dengan sendok

perlahan-lahan atau dengan memasang sonde ke lambung.

Permulaan cairan yang diberikan sekitar 200cc/kg BB/hari. Jika

ASI tidak ada atau tidak mencukupi khususnya pada bayi BBLR

dapat digunakan susu formula yang komposisinya mirip ASI atau

susu formula khusus bayi BBLR.

Cara pemberian makanan bayi BBLR harus diikuti tindakan

pencegahan khusus untuk mencegah terjadinya regurgitasi dan

masuknya udara dalam usus. Pada bayi dalam inkubator dengan

kontak yang minimal, tempat tidur atau kasur inkubator harus


diangkat dan bayi dibalik pada sisi kanannya. Sedangkan pada

bayi lebih besar dapat diberi makan dalam posisi dipangku.

Pada bayi BBLR yang lebih kecil, kurang giat dalam

menghisap dan sianosis ketika minum melalui botol atau menetek

pada ibunya, makanan diberikan melalui Naso Gastric Tube

(NGT). Jadwal pemberian makanan disesuaikan dengan

kebutuhan dan berat badan bayi BBLR. Pemberian makanan

interval tiap jam dilakukan pada bayi dengan berat badan lebih

rendah.

Alat pencernaan bayi premature masih belum sempurna,

lambung kecil, enzim pencernaan belum matang. Sedangkan

kebutuhan protein 3 sampai 5 gr/kgBB dan kalori 110 gr/kgBB,

sehingga pertumbuhannya dapat meningkat. Pemberian minum

bayi sekitar 3 jam setelah lahir dan didahului dengan menghisap

cairan lambung. Reflek menghisap masih lemah, sehingga

pemberian minum sebaiknya sedikit demi sedikit, tetapi dengan

frekuensi yang lebih sering (Proverawati, 2010: 33-34).

2.2.6.3 Pencegahan Infeksi

Infeksi adalah masuknya bibit penyakit atau kuman ke dalam

tubuh, khususnya mikroba. Bayi BBLR sangat mudah mendapat

infeksi. Infeksi terutama disebabkan oleh infeksi nosokomial.


Rentan terhadap infeksi ini disebabkan oleh kadar

immunoglobulin serum pada bayi BBLR masih rendah, aktivitas

bakterisidal neotrofil, efek sitotoksik limfosit juga masih rendah

dan fungsi imun belum berpengalaman.

Infeksi lokal bayi cepat menjalar menjadi infeksi umum.

Tetapi diagnosis dini dapat ditegakkan jika cukup waspada

terhadap perubahan (kelainan) tingkah laku bayi sering

merupakan tanda infeksi umum. Perubahan tersebut antara lain:

malas menetek, gelisah, letargi, suhu tubuh meningkat, frekuensi

pernafasan meningkat, muntah, diare, dan berat badan mendadak

turun.

Fungsi perawatan disini adalah memberi perlindungan

terhadap bayi BBLR dari bahaya infeksi. Oleh karena itu, bayi

BBLR tidak boleh kontak dengan penderita infeksi dalam bentuk

apapun. Digunakan masker dan baju khusus dalam penanganan

bayi, perawatan tali pusat, perawatan mata, hidung, kulit,

tindakan aseptis dan antiseptik alat-alat yang digunakan, isolasi

pasien, jumlah pasien dibatasi, mengatur kunjungan, menghindari

perawatan yang terlalu lama, mencegah timbulnya asfiksia dan

pemberian antibiotik yang tepat. Bayi premature mudah sekali

terkena infeksi, karena daya tahan tubuh yang masih lemah,

kemampuan leukosit masih kurang, dan pembentukan antibodi


belum sempurna. Oleh karena itu, upaya preventif dapat

dilakukan sejak pengawasan antenatal sehingga tidak terjadi

persalinan prematuritas/BBLR (Proverawati, 2010).

2.2.6.4 Penimbangan Berat Badan

Perubahan berat badan mencerminkan kondisi gizi atau

nutrisi bayi dan erat kaitannya dengan daya tahan tubuh, oleh

sebab itu penimbangan berat badan harus dilakukan dengan ketat

(Proverawati, 2010).

2.2.6.5 Pemberian Oksigen

Ekspansi paru yang buruk merupakan masalah serius bagi

bayi preterm BBLR, akibat tidak adanya alveoli dan surfaktan.

Konsentrasi O2 yang diberikan sekitar 30-35% dengan

menggunakan head box, konsentrasi O2 yang tinggi dalam masa

yang panjang akan menyebabkan kerusakan pada jaringan retina

bayi yang dapat menimbulkan kebutaan (Proverawati, 2010).

2.2.6.6 Pengawasan Jalan Nafas

Jalan nafas merupakan jalan udara melalui hidung, faring,

trakea, bronkiolus, bronkiolus respiratorius, dan duktus alveoleris

ke alveoli. Terhambatnya jalan nafas dapat menimbulkan asfiksia,

hipoksia, dan akhirnya kematian. Selain itu bayi BBLR tidak

dapat beradaptasi dengan asfiksia yang terjadi selama proses


kelahiran sehingga dapat lahir dengan asfiksia perinatal. Bayi

BBLR beresiko mengalami serangan apneu dan defisiensi

surfaktan, sehingga tidak dapat memperoleh oksigen yang cukup

yang sebelumnya diperoleh dari plasenta. Dalam kondisi seperti

ini diperlukan pembersihan jalan nafas segera setelah lahir

(aspirasi lendir), dibaringkan pada posisi miring, merangsang

pernafasan dengan menepuk atau menjentik tumit. Bila tindakan

ini gagal, dilakukan ventilasi, intubasi endotrakeal, pijatan

jantung dan pemberian oksigen dan selama pemberian intake

dicegah terjadinya aspirasi. Dengan tindakan ini dapat dicegah

sekaligus mengatasi asfiksia sehingga memperkecil kematian bayi

BBLR (Proverawati, 2010).

2.2.7 Pencegahan

Pada kasus bayi berat lahir rendah (BBLR) pencegahan/preventif adalah

langkah yang penting. Hal-hal ini dapat dilakukan:

1. Meningkatkan pemeriksaan kehamilan secara berkala minimal 4 kali selama

kurun kehamilan dan dimulai sejak umur kehamilan muda. Ibu hamil yang

diduga beresiko, terutama faktor resiko yang mengarah melahirkan bayi

BBLR harus cepat dilaporkan, dipantau dan dirujuk pada institusi pelayanan

kesehatan yang lebih mampu

2. Penyuluhan kesehatan tentang pertumbuhan dan perkembangan janin dalam

rahim, tanda-tanda bahaya selama kehamilan dan perawatan diri selama


kehamilan agar mereka dapat menjaga kesehatannya dan janin yang

dikandung dengan baik

3. Hendaknya ibu dapat merencanakan persalinannya pada kurun umur

reproduksi sehat (20-34 tahun)

4. Perlu dukungan sektor lain yang terkait untuk turut berperan dalam

meningkatkan pendidikan ibu dan status ekonomi keluarga agar mereka

dapat meningkatkan akses terdapat pemanfaatan pelayanan antenatal dan

status gizi ibu selama hamil (Pantiawati, 2010)

2.3 Hubungan antara paritas dengan kejadian BBLR

Paritas mempengaruhi durasi persalinan dan insiden komplikasi.

Padamultipara dominasi fundus uteri lebih besar dengan kontraksi uterus

lebihbesar dengan kontraksi lebih kuat dan dasar panggul yang lebih

rilekssehingga bayi lebih mudah melalui jalan lahir dan mengurangi

lamapersalinan. Namun pada grandemultipara, semakin semakin banyak

jumlahjanin, persalinan secara progresif lebih lama. Hal ini diduga akibat

keletihanpada otot-otot uterus . Semakin tinggi paritas insiden plasenta

previa,perdarahan, mortalitas ibu dan mortalitas perinatal juga meningkat

(Varney, 2008).

Umumnya kejadian BBLR dan kematian perinatal meningkat seiring

dengan meningkatnya paritas ibu, terutama bila paritas lebih dari 3. Paritas
yang terlalu tinggi akan mengakibatkan terganggunya uterus terutama dalam

hal fungsi pembuluh darah. Kehamilan yang berulang-ulang akan menyebabkan

kerusakan pada dinding pembuluh darah uterus. Hal ini akan mempengaruhi

nutrisi ke janin pada kehamilan selanjutnya, selain itu dapat menyebabkan

atonia uteri. Hal ini dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan yang

selanjutnya akan melahirkan bayi dengan BBLR (Winkjosastro, 2008).

Kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) lebih sering terjadi pada ibu yang

mempunyai paritas tinggi dibandingkan dengan ibu yang mempunyai paritas

rendah, hal ini disebabkan karena terdapatnya jaringan parut akibat kehamilan

dan persalinan terdahulu sehingga perlekatan plasenta tidak adekuat yang

menyebabkan penyaluran nutrisi dari ibu ke janin terhambat (Habibah, 2011).

Kehamilan grande multigravida (paritas tinggi) menyebabkan

kemunduran daya lentur (elastisitas) jaringan yang sudah berulang kali

direngangkan kehamilan. Sehingga cenderung untuk timbul kelainan letak

ataupun kelainan pertumbuhan plasenta dan pertumbuhan janin sehinga

melahirkan bayi berat badan lahir rendah. Hal ini dapat mempengaruhi suplai

gizi dari ibu ke janin dan semakin tinggi paritas maka resiko untuk melahirkan

BBLR semakin tinggi (Arinnita, 2011).

Paritas rendah minimal 3 anak berarti ibu sudah menerapkan  keluarga

kecil bahagia dan sejahtera sebagai salah satu program pembangunan kesehatan

dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat. Paritas yang tinggi akan

berdampak  pada timbulnya berbagai masalah kesehatan baik ibu dan bayi yang
dilahirkan, salah satu dampak kesehataan yang mungkin timbul paritas tinggi

adalah ganguan pertumbuhan janin sehinga melahirkan bayi dengan berat badan

lahir rendah (BBLR) dan pendarahaan saat persalinan karena keadaan rahim

biasanya sudah lemah dikarenakan oleh alat-alat reproduksi yang sudah

menurun sehingga sel-sel otot mulai melemah dan bagian tubuh lainya  sudah

menurun sehinga dapat menyebabkan dan meningkatkan kejadiaan BBLR.

hasil uji statistik menunjukkan bahwa paritas merupakan faktor resiko tinggi

penyebab BBLR, dimana ibu dengan paritas > 3 anak akan beresiko 2 kali

melahirkan BBLR (Arinnita, 2011).

BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL

3.1 Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual merupakan suatu uraian dan visualisasi

hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya, atau

antara variabel yang satu dengan variable yang lain dari masalah yang ingin
diteliti (Notoatmodjo, 2010). Kerangka konseptual dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

Faktor-faktor yang
menyebabkan BBLR:

Faktor Ibu:

1. Penyakit 1. Primipara
2. Usia
2. Multipara
Paritas
3.
3. Paritas 3. Grandemultipara
4. Sosial ekonomi
5. Sebab lain (perokok,
alkohol, narkotika)

Faktor Janin:
Berat Badan Lahir Rendah
1. Hidramnion
2. Kehamilan ganda (BBLR)
3. Kelainan kromosom

1. Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)


2. BeratBadanLahirSangatRendah(BBLSR)
Faktor lingkungan: 3. BeratBadanLahirEkstremRendah (BBLER)

Keterangan:

Diteliti :
Tidak diteliti :
Gambar 3.1 Kerangka Konseptual Hubungan Paritas Dengan Kejadian Bayi Berat
Badan Lahir Rendah Di RSUD Bula, Kabupaten Seram Bagian
Timur..
3.2 Hipotesis
Hipotesis Penelitian Menurut Sugiyono (2009), hipotesis merupakan

jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, di mana rumusan

masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk pertanyaan. Dikatakan

sementara karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori.

Hipotesis dirumuskan atas dasar kerangka pikir yang merupakan jawaban

sementara atas masalah yang dirumuskan.

H1: Ada hubungan bermakna antara paritas dengan kejadian Hubungan

Paritas Dengan Kejadian Bayi Berat Badan Lahir Rendah di RSUD

Bula, Kabupaten Seram Bagian Timur.

H0: Tidak ada hubungan bermakna antara Hubungan Paritas Dengan

Kejadian Bayi Berat Badan Lahir Rendah di RSUD Bula, Kabupaten

Seram Bagian Timur.

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah survei analitik. Survei analitik

adalah survei atau penelitian yang mencoba menggali bagaimana dan mengapa
fenomena Kesehatan itu terjadi. Kemudian melakukan analisis dinamika korelasi

antara fenomena atau antara faktor resiko dengan faktor efek. Dalam penelitian

ini, dari analisis korelasi dapat diketahui seberapa jauh kontribusi faktor resiko

tertentu terhadap adanya suatu kejadian tertentu atau efek (Notoatmodjo,

2010:37).

4.2 Rancang Bangun Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancang bangun penelitian cross sectional.

Penelitian cross sectional ialah suatu penelitian dimana variabel-variabel yang

termasuk faktor resiko dan variabel-variabel yang termasuk survei ini antara

faktor resiko dan faktor efeknya diukur atau diamati pada saat yang sama.

Sehingga tiap subyek hanya diobservasi satu kali saja (Heriyanto,2012:63).

Kerangka Kerja
Populasi
Seluruh ibu yang melahirkan bayi BBLR di RSUD Bula, Kabupaten
Seram Bagian Timur.tahun 2021

Teknik Sampling
Non Probability Sampling : Total Sampling
Sampel
Seluruh ibu yang melahirkan bayi BBLR di di RSUD Bula, Kabupaten
Seram Bagian Timur. bulan Maret - Agustus Tahun 2021 berjumlah 42
pasien

Desain Penelitian
Retrospektif

Instrumen : Cek list


Sumber Data : Buku register

Pengolahan Data
Editing, Coding, Data Entry, Tabulating

Analisis Data
Spearman Rho

Pembahasan

Kesimpulan Hasil
Penelitian

Gambar 3.2 Hubungan Paritas Dengan Kejadian Bayi Berat Badan Lahir Rendah di
RSUD Bula, Kabupaten Seram Bagian Timur.

4.2 Populasi, Sampel dan Teknik Sampling

4.2.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti

(Notoatmodjo,2005) .Populasi pada penelitian ini adalah semua ibu yang

melahirkan bayi BBLR di di RSUD Bula, Kabupaten Seram Bagian Timur..

4.2.2 Sampel Penelitian

Sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian

jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Hidayat, 2010). Sampel

yang digunakan adalah keseluruhan dari populasi yaitu ibu yang melahirkan

bayi BBLR di di RSUD Bula, Kabupaten Seram Bagian Timur.pada periode

bulan Januari sampai dengan Agustus 2021 sejumlah 42 responden

4.2.3 Teknik Sampling

Teknik sampling merupakan suatu proses seleksi sampel yang

digunakan dalam penelitian dari populasi yang ada, sehingga jumlah sampel

akan mewakili keseluruhan populasi yang ada. Teknik pengambilan yang

digunakan pada penelitian adalah Nonprobability yaitu pengambilan sampel

dengan tidak memberikan peluang yang sama dari setiap anggota populasi.

Jenis sampling yang digunakan adalah adalah total sampling yaitu dengan

mengambil semua anggota populasi menjadi sampel (Hidayat, 2010).

4.3 Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional

4.3.1 Identifikasi variable


Menurut Sudigdo Sastroasmoro dkk, variabel merupakan karakteristik subjek

penelitian yang berubah dari satu subjek ke subjek lainnya (Hidayat, 2010).

1. Variabel Independen (variabel bebas)

Variabel independen ini merupakan variabel yang menjadi sebab

perubahan atau timbulnya variabel dependen (terikat) (Hidayat, 2010).

Variabel independen dalam penelitian ini adalah paritas.

2. Variabel Dependen

Variabel dependen ini merupakan variabel yang dipengaruhi atau menjadi

akibat karena variabel bebas (Hidayat, 2010). Variabel dependen dalam

penelitian ini adalah BBLR.

4.3.2 Definisi operasional

Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional

berdasarkan karakteristik yang diamati, memungkinkan peneliti untuk

melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau

fenomena (Hidayat, 2010).

Tabel 4.1 Definisi Operasional Hubungan Paritas Dengan Kejadian Bayi Berat
Badan Lahir Rendah di RSUD Bula, Kabupaten Seram Bagian Timur..

Variabel Definisi operasional Parameter Bahan Skala Skor


dan
instru
men

Variabel jumlah kehamilan Klasifikasi Data Ordinal 1. Primipara:


independen: terdahulu yang Paritas : sekund melahirkan 1
telah mencapai er RM kali = P0
Paritas batas viabilitas dan 1. Primipara 2. Multipara:
2. Multipara
telah dilahirkan, 3. Grande melahirkan 2-
tanpa mengingat multipara 4 kali = P1
jumlah anaknya 3. Grandemulti
para:
(Manuaba,2010)
melahirkan ≥
5 kali = P2
(Manuaba,2010)
Variabel Bayi lahir dengan Klasifikasi Berat Data Ordinal 1. Bayi Berat
dependen: berat badan kurang badan lahir : sekund Lahir
1. BBLR er RM Rendah
BBLR dari 2500 gr 2. BBLSR (BBLR),
3. BBLER berat lahir
(Arininta,2011) 1500 – 2500
gram
2. Bayi Berat
Lahir Sangat
Rendah
(BBLSR), 
berat lahir
1000 – 1500
gram
3. Bayi Berat
Lahir
Ekstrim
Rendah
(BBLER),
berat lahir
kurang dari
1000 gram
(Arininta,2011)
4.4 Lokasi danwaktu penelitian

4.4.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di di RSUD Bula, Kabupaten Seram

Bagian Timur.

4.4.2 WaktuPenelitian

Waktu penelitian ini direncanakan pada bulan Maret 2020 dengan

melihat data bulan Januari sampai dengan Juli 2021

4.5 Teknik pengumpulan dan pengolahan data

4.5.1 Teknik Pengumpulan Data

Data sekunder adalah data yang didapat dari suatu lembaga atau

instansi (Notoatmodjo, 2005). Data sekunder diambil dari catatan medical

record di RSUD Bula, Kabupaten Seram Bagian Timur.. Dalam

pengumpulan data digunakan check list sebagai panduan mengambil data

dari Rekam Medik pasien bersalin dan Register Persalinan di di RSUD

Bula, Kabupaten Seram Bagian Timur pada periode Januari sampai dengan

Juli tahun 2021.

4.5.2 TeknikPengolahan Data


Agar analisis penelitian menghasilkan informasi yang benar ada

empat tahapan dalam pengolahan data yang harus dilalui. Data yang telah

terkumpul kemudian diolah baik secara manual maupun dengan

menggunakan computer dengan langkah-langkah sebagai berikut.

4.5.2.1 Pengeditan Data(Editing)

Memeriksa semua yang diperoleh dari kegiatan mengumpulkan

data dan diteliti satu per satu untuk mengetahui apakah data ters ebut

sudah lengkap, jelas,relevan dan konsisten.

4.5.2.2 Mengkode data(Coding)

Mengklarifikasi data dan memberi kode untuk masing-masing

jawaban dengan tujuan untuk mempermudah dan mempercepat pada

saat memasukan data ke komputer. Coding merupakan kegiatan

pemberian kode numerik (angka) terhadap data yang terdiri atas

beberapa kategori. Pemberian kode ini sangat penting bila pengolahan

dan analisis data menggunakan komputer. Biasanya dalam pemberian

kode dibuat juga daftar kode dan artinya dalam satu buku (code book)

untuk memudahkan kembali melihat lokasi dan arti suatu kode dari

suatu variabel (Hidayat, 2010). Kode yang digunakan untuk data

umum adalah sebagai berikut:

1. Umur Ibu

Umur < 20 tahun = I0

Umur 20-35 tahun = kode I1


Umur > 35 tahun = kode I2

2. Pendidikan

Tidak sekolah = kode S0

Lulus SD = kode S1

SMP = kode S2

SMA = kode S3

Perguruan tingi = kode S4

3. Pekerjaan

Petani / Buruh tani = kode K0

Karyawan Swasta = kode K1

Wiraswasta = kode K2

PNS = kode K3

Ibu rumah tangga = kode K4

4. Patologis penyerta

DM = A1

Sehat = A0

Hipertensi Kronik = A2

PPI = A3

PEB = A4

Sedangkan data khusus adalah sebagai berikut :

1. Paritas ibu

Primipara: melahirkan 1 kali = kode P1

Multipara: melahirkan 2-4 kali = kode P2


Grandemultipara: melahirkan ≥ 5 kali = kode P3

2. BBLR

Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR), berat lahir 1500 – 2500 gram= kode B1

Bayi Berat Lahir Sangat Rendah (BBLSR),  berat lahir 1000 – 1500  gram=

kode B2

Bayi Berat Lahir Ekstrim Rendah (BBLER), berat lahir kurang dari1000

gram= kode B3

4.5.2.3 Tabulating

Yakni membuat tabel-tabel data, sesuai dengan tujuan penelitian

atau yang diinginkan oleh peneliti (Notoatmodjo, 2010). Dalam

penelitian ini penyajian data dalam bentuk tabel yang menggambarkan

distribusi frekuensi responden berdasarkan karakteristiknya.

4.6 Analisa Data

Data diolah dan dianalisis dengan teknik-teknik tertentu,yaitu dengan

menggunakan teknik analisis kuantitatif, melalui proses komputerisasi. Dalam

pengolahan ini mencakup tabulasi data dan perhitungan-perhitungan statistik bila

diperlukan uji statistik :

4.6.1 Analisis Univariat

Analisi univariat adalah analisis yang dilakukan untuk melihat distribusi

frekuensi baik dari varibael independen maupun variable dependen. Analisis


yang dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian. Pada Umumnya

analisis ini hanya menghasilkan distribusi dan prosentase dari tiap variabel

(Notoatmodjo, 2005).

Komponen yang termasuk dalam analisis univariate ini yaitu data umum

yaitu umur, pendidikan, pekerjaan dan data khusus yang terdiri dari Paritas

ibu dan Kejadian BBLR

Data khusus tentang paritas di klasifikasikan sebagai berikut :

1. Primipara: melahirkan 1 kali

2. Multipara: melahirkan 2-4 kali

3. Grandemultipara: melahirkan ≥ 5 kali

Sedangkan data khusus mengenai kejadian BBLR diklasifikasikan

sebagai berikut :

1. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR), berat lahir 1500 – 2500 gram

2. Bayi Berat Lahir Sangat Rendah (BBLSR),  berat lahir 1000 – 1500  gram

3. Bayi Berat Lahir Ekstrim Rendah (BBLER), berat lahir kurang dari1000 gram

Adapun hasil pengolahan data tersebut diinterprestasikan menggunakan

skala kumulatif (Arikunto, 2010):

100 % = Seluruhnya

76 % - 99 % = Hampir seluruhnya

51 - 75 % = Sebagian besar dari responden

50 = Setengah responden
26 - 49 % = Hampir dari setengahnya

1 % - 25 % = Sebagian kecil dari responden

0% = Tidak ada satupun dari responden

4.6.2 Analisis Bivariat

Analisa bivariat adalah analisis yang dilakukan untuk mengetahui apakah

ada hubungan antara variable independen dengan dependen dengan

menggunakan uji statistic. Dalam tahap ini data diolah dalam analisis data

dengan teknik-teknik tertentu.data kualitatif diolah dengan teknik analisis data

kualitatif, sedangkan data kuantitatif diolah dengan teknik analisis kuantitatif.

Untuk pengolahan data kuantitatif (Notoatmodjo, 2010).

Penelitian ini bertujuan mengetahui Hubungan Paritas Dengan Kejadian

Bayi Berat Badan Lahir Rendah Di di RSUD Bula, Kabupaten Seram Bagian

Timur., maka analisis statistik yang digunakan adalah Spearman Rank,

dengan bantuan SPSS 20.0.Menurut Sugiyono (2002) “korelasi spearman rank

digunakan mencari atau untuk menguji signifikansi hipotesis asosiatif bila

masing-masing variabel yang dihubungkan berbentuk ordinal, dan sumber

data antar variabel tidak harus sama”. Selanjutnya untuk mengetahui keeretan

atau derajat hubungan antara dua variabel dapat diukur dengan menggunakan

rumus Spearman melalui langkah – langkah sebagai berikut:

6 ∑ di 2
r s =1−
n( n2 −1)

Dimana :
rs = koefisien korelasi Spearman

Σ = notasi jumlah

di = perbedaan rangking antara pasangan data

n = banyaknya pasangan data

Kemudian untuk mengetahui kuat lemahnya hubungan menggunakan uji

Spearman Correlation secara SPSS, jika rs > rs tabel, H0 ditolak dan H1

diterima. Jika rs hitung <rs tabel, H0 diterima, H1 ditolak. Pengambilan

keputusan rs hitung > rs tabel maka H0 ditolak dan H1 diterima.,apabila nilai

sig (p-value) ≤ 0.05 yangartinya terdapat hubungan antara variabel

independen dengan variabel dependen dengan ketentuan jika nilai “r” semakin

mendekati angka 1, maka hal itu menunjukkan adanya hubungan yang

semakin kuat. Kriteria kuat lemahnya hubungan adalah sebagai berikut:

0 – 0,199 = sangat rendah (hampir tidak ada hubungan)

0,20 – 0,399 = korelasi yang rendah

0,40 – 0,599 = korelasi sedang

0,60 – 0,799 = cukup tinggi

0,80 – 1,000 = korelasi tinggi


4.7 Etika Penelitian

4.7.1 Anonimity (tanpa nama)

Masalah etika kebidanan merupakan masalah yang memberikan

jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan

atau mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya

menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang

akan disajikan (Hidayat, 2010)

4.7.2 Confidentiality (kerahasiaan)

Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan

kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah

lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaan oleh

peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset

(Hidayat, 2010).

Anda mungkin juga menyukai