DISUSUN OLEH :
Segala puji bagi allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelanggarkan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya
kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta
salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW
yang kita nanti nantikan syafaatnya di akhirat nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada allah SWT atas limpahan nikmat sehat - Nya
baik itu berupa fisik maupun pikiran sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan
pembuatan makalah sebagai tugas praktikum dengan materi “Tuba Uterina Falopi Dan
Jaringan Sekitarnya” Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. untuk itu
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini
nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi, kemudian apabila terdapat banyak
kesalahan pada makalah ini.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak khususnya kepada dosen
kami yang telah membibing dalam menulis makalah ini. Demikian, semoga makalah ini
dapat bermanfaat. Terimakasih.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
BAB I : PENDAHULUAN...............................................................................................................4
A. Latar Belakang................................................................................................................4
BAB II : PEMBAHASAN................................................................................................................6
BAB IV : PENUTUP.....................................................................................................................35
A. Kesimpulan...................................................................................................................35
B. Saran............................................................................................................................35
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................36
Lampiran ..................................................................................................................................37
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tuba Falopi ( saluran telur ) organ ini merupakan saluran yang terletak disebelah
kanan dan kiri Rahim. Organ ini berfungsi sebagai saluran sel telur matang yang
dilepaskan oleh indung telur. Tuba falopi memebentang sepanjang 5-7,6 cm dari tepi
atas Rahim leher ovarium. Pada ujung ujungnya membentang membetuk corong
sehingga memiliki lubang yang lebih besar agar sel telur jatuh ke dalamnya ketika
dilepaskan dari ovarium. Corong tersebut dinamakan fimbria (Adira, 2010).
Sebagian besar lesi benigna pada saluran falopi adalah radang ( hidrosalpinks atau
piosalpinks ), dan neoplasma benigna pada saluran telur jarang terjadi. Meskipun
tuba, korpus uteri, dan serviks uteri berasal dari primirdium ( anlage), tuba, berbeda
dengan rahim, mempunyai sedikit kecenderungan untuk dilakukan transformasi
neoplastik.
Sebagimana yang diharapkan, neoplasma tuba yang memeng terjadi merupakan
adenoma epitel dan polip, mioma dari otot tuba, kista inklusi dari mesotelium, atau
agioma dari vaskulatur tuba.
Pada pemeriksaan, neoplasma tuba amat sulit dibedakan dengan masa adneksa yang
lain, dan biasanya diperlukan eksplorasi operatif untuk memastikan diagnosis.
Salpingektomi mewakili terapi yang pasti, meskipun jika evaluasi patologig
memastikan sifat benigna dari neoplasma itu, bagian tuba yang normal dapat
dipelihara untuk alasan fertilitas pada instansi terpilih ( Hacker dan Moore, 2006).
BAB II
PEMBAHASAN
2. Klasifikasi
Tumor tuba uterina dapat berupa neoplasma maupun non neoplasma.
Tumor tuba uterina yang neoplastik jarang sekali ditemukan. Pernah
dilaporkan dalam kepustakaan adanya adenoma, leiomioma, fibroma, kista
dermoid, dan lain lainya.
Endometriosis yang sebenarnya bukan neoplasma lebih sering didapat
pada tuba, terkadang dikira ganas. Tumor neoplasmik jinak dekat dengan
tuba: kista parovarium (adalah sisa dari epoophoron), terletak diantara tuba
bagian distal dan ovarium dengan diameter biasanya tidak mencapai 4 cm.
Dinding kista ini tipis terdapat epitel kuboid atau datar yang dikelilingi oleh
jaringan pengikat dan lemak. Kista berisi cairan jernih. Genandry dkk.
Melaporkan adanya adenokarsinoma serosumdengan derajat keganasan
rendah berasal dari kista ini.
a. Tumor neoplastik tuba uterina
Terletak diantara tuba bagian distal dan ovarium dengan diameter
biasanya tidak mencapai 4 cm. Kista berisi cairan jernih.
b. Tumor non neoplastik tuba uterina
Tumor-tumor disebabkan oleh radang dibicarakan dalam Bab Radang
dan beberapa penyakit pada alat genital, antara lain hidrosalpin,
piosalping, dan kista tuboovarial (Prawirohardjo, 2011).
3. Penyebab
Menurut Prawirohardjo (2011) mengidentifikasikan penyebab tumor
jinak tuba falopi diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Radang pada tuba falopi
disebabkan karena adanya pertumbuhan bakteri berbahaya di saluran
tuba fallopi. pertumbuhan dan penyebaran bakteri berbahaya seperti
Streptococcus, Staphylococcus dan Mycoplasma yang tahap awalnya
umumnya terbentuk di vagina dan perlahan-lahan menyebar ke atas
menuju tuba falopi melalui pembuluh limfatik.
b. Infeksi pada tuba falopi
Infeksi pada tuba fallopi (salpingitis) atau penyakit radang panggul
yang merupakan salah satu penyebab paling umum dari
ketidaksuburan pada wanita. Dalam ilmu kedokteran infeksi tuba
fallopi ini dibagi menjadi dua jenis infeksi, tergantung pada tingkat
keparahan gejala yaitu salpingitis akut dan kronis.
c. Pada infeksi akut tuba fallopi, saluran tuba menjadi bengkak dan
meradang dengan mengeluarkan cairan dan terkadang dipenuhi oleh
nanah sehingga menymbat tuba fallopi. Dalam kasus yang sangat
jarang, tabung dapat pecah dan menyebabkan infeksi yang berbahaya
yang disebut peritonitis dalam rongga perut.
d. Pada peradangan kronis tuba fallopi mungkin berlangsung dalam
waktu yang sangat lama dengan gejala yang lebih ringan daripada
gejala salpingitis akut dan hampir tidak terdeteksi.
e. Penyebab utama lainnya dari infeksi tuba fallopi ini adalah karena
kontraksi penyakit menular intimual (PMS) seperti klamidia, gonore,
dll. Komplikasi penyebabran infeksi ini termasuk pada kejadian
kehamilan ektopik, dimana infeksi yang bisa menyebar ke organ
terdekat seperti indung telur dan rahim. Kondisi tersebut juga dapat
menyebabkan pembentukan jaringan parut di saluran tuba sehingga
memblokir tabung sepenuhnya. Pembentukan nanah dalam ovarium
juga dapat menyebabkan komplikasi seperti produksi ovum yang
cacat sehingga menyebabkan infertilitas.
4. Gejala
Menurut Manuba ( 2005) mengidentifikasikan Gejala, tanda dan ciri
penyakit tumor jinak tuba fallopi sangat banyak jadi jika disebutkan secara
spesifik diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Nyeri pada bagian bawah perut atau sekitarnya
Gejala penyakit tumor jinak pada tuba fallopi yang pertama adalah
munculnya rasa nyeri pada bagian sekitar perut, terlebih rasa nyeri ini
akan muncul saat kita melakukan kencing atau buang air seni, rasa
nyeri ini muncul karena terjadinya awal pertumbuhan jaringan pada
bagian permukaan kulit organ tuba fallopi.
b. Terjadi pendarahan abnormal
Jika penyakit tumor jinak pada tuba fallopi tersebut sudah tumbuh
selama seminggu atau lebih, maka akan menyebabkan sebuah
pendarahan tanpa sebab, banyak orang yang mengartikan pendarah ini
sebagai sebuah gejala menstruasi, memang untuk membedakan
apakah itu menstruasi atau tandapenyakit tumor jinak sangatlah sulit,
akan tetapi Anda bisa memastikan bahwa pendarahan tersebut adalah
gejala penyakit tumor jinak tuba fallopi dengan mengetahui
kandungan darah.
c. Menstruasi tidak normal
Biasanya sebuah mastruasi terjadi secara normal dan sesuai dengan
jadwal yang ditentukan, walaupun terkadang juga terlambat ataupun
melebihi batas, akan tetapi hal tersebut hanyalah terpaut beberapa hari
saja, namun pada penderita penyakit tumor jinak di tuba
fallopi, mereka mengalami menstruasi yang tidak normal selama
beberapa minggu bahkan bulan, baik terjadinya keterlambatan
ataupun melebihi jadwal yang telah ditentukan.
2. Etiologi
Etiologi yang pasti terjadinya mioma uteri sampai saat ini belum diketahui.
Stimulasi estrogen di duga sangat berperan untuk terjadinya mioma uteri.
Hipotesis ini di dukung oleh adanya mioma uteri yang banyak ditemukan
pada usia reproduksi dan kejadiannya rendah pada usia menopause.
Ichimura mengatakan bahwa hormon ovarium dipercaya menstimulasi
pertumbuhan mioma karena adanya peningkatan insidennya setelah menarke.
Pada kehamilan pertumbuhan tumor ini makin besar, tetapi menurun setelah
menopause. Perempuan nulipara mempunyai risiko yang tinggi untuk
terjadinya mioma uteri, sedangkan perempuan multipara mempunyai risiko
yang relatif menurun untuk terjadinya mioma uteri (Sarwono, 2010; hal 891)
Mioma uteri merupakan indikasi tersering operasi besar pada wanita
premenopause, sehingga membawa dampak yang cukup besar bagi kesehatan.
Pertumbuhan mioma uteri dan perkembangannya di stimulasi oleh hormon
seks steroid dan dipengaruhi oleh perubahan siklus hormonal. Reseptor
estrogen dan progesteron dapat di identifikasikan pada jaringan mioma dan
mioma uteri diketahui memberikan respon yang positif terhadap terapi
hormonal. Apabila sekresi estrogen dapat dikurangi maka pertumbuhan
mioma uteri dapat dihambat atau dikurangi, bahkan dapat mengecilkan massa
mioma (Djuwantono, 2011; h. 2).
Mioma uteri dapat bertambah besar, menyusut atau tetap sama sepanjang
kehamilan. Mioma yang besar cenderung menyusut, sedangkan mioma yang
berukuran kecil bertambah besar (Sinclair, 2010; h. 611). Setelah menopause,
mioma ini menyusut karena stimulasi estrogen sudah menurun. Sekitar 1 dari
1000 kasus fibroid merupakan leiomioma sarkoma (karsinoma) (Sinclair,
2010; h. 609).
Awal mulanya pembentukan tumor adalah terjadinya mutasi somatik dari sel-
sel miometrium. Mutasi ini mencakup rentetan perubahan kromosom baik
secara parsial maupun secara keseluruhan. Aberasi kromosom ditemukan
pada 23-50% dari mioma uteri yang diperiksa dan yang terbanyak (36,6%)
ditemukan pada kromosom. Keberhasilan pengobatan medikamentosa mioma
uteri sangat tergantung apakah telah terjadi perubahan pada kromosom atau
tidak (Thomason, 2008).
Asal mulanya penyakit mioma uteri berasal dari otot polos rahim. Beberapa
teori menyebutkan pertumbuhan tumor ini disebabkan rangsangan hormon
estrogen. Pada jaringan mioma jumlah reseptor estrogen lebih tinggi
dibandingkan jaringan otot kandungan (miometrium) sekitarnya sehingga
mioma uteri ini sering kali tumbuh lebih cepat pada kehamilan (membesar
pada usia reproduksi) dan biasanya berkurang ukurannya sesudah menopause
(mengecil pada pasca menopause).
3. Predisposisi
a. Genetik dan faktor-faktor lingkungan (misalnya variasi hormon).
Setelah menopause, mioma ini menyusut karena stimulasi estrogen
sudah menurun (Sinclair, 2010; h. 609).
b. Nullipara atau yang kurang subur (infertilitas)
Infertilitas dapat terjadi apabila sarang mioma menutup atau menekan
pars interstisialis tuba, sedangkan mioma submukosum juga
memudahkan terjadinya abortus oleh karena distorsi rongga uterus.
Rubin (1958) menyatakan bahwa apabila penyebab lain infertilitas
sudah di singkirkan, dan mioma merupakan penyebab infertilitas
tersebut, maka merupakan suatu indikasi untuk dilakukan
miomektomi (Sarwono, 2007; h. 343).
c. Umur
Berdasarkan otopsi, Novak menemukan 27% wanita berumur 25
tahun mempunyai sarang mioma (Sarwono, 2007; h. 338). Sedangkan
menurut Wiknjosastro (2007; h. 339) menambahkan bahwa jarang
sekali mioma ditemukan pada wanita berumur 20 tahun, paling
banyak pada umur 35-45 tahun (kurang dari 25%). Sedangkan pada
usia menopause mioma menjadi menurun, hanya 10% saja yang masih
dapat tumbuh lanjut. Sedangkan menurut (Sinclair, 2010; h. 609)
mengatakan bahwa sebagian besar mioma muncul pada usia 40 an.
d. Riwayat Keluarga
Wanita dengan garis keturunan tingkat pertama dengan penderita
mioma uteri mempunyai 2,5 kali kemungkinan untuk menderita
mioma dibandingkan dengan wanita tanpa garis keturunan penderita
mioma uteri (Perker, 2007; h. 377)
e. Parietas
Wanita yang sering melahirkan akan lebih sedikit kemungkinan untuk
berkembangnya mioma ini dibandingkan dengan wanita yang tak
pernah hamil atau hanya 1 kali hamil. Statistik menunjukkan 60%
mioma uteri berkembang pada wanita yang tak pernah hamil atau
hanya 1 kali hamil (Saifuddin, 2008; h. 891)
f. Kehamilan
Mioma uteri dapat mempengaruhi kehamilan, misalnya menyebabkan
infertilitas risiko terjadinya abortus bertambah karena distorsi rongga
uterus. Khususnya pada mioma submukosum, letak janin,
menghalangi kemajuan persalinan karena letaknya pada serviks uteri
yang menyebabkan inersia
g. Faktor ras dan genetic
Berdasarkan otopsi, Novak menemukan 27 % wanita berumur 25
tahun mempunyai mioma, pada wanita yang berkulit hitam ditemukan
lebih (Winkjosastro, 2008; h. 338). Sedangkan menurut (Sinclair,
2010; h. 609) mengatakan bahwa wanita yang berusia > 35 tahun,
nullipara, dan berkulit hitam berisiko tinggi. Terjadi pada 10 % wanita
Kaukasia dan 30 % wanita berkulit hitam dengan mudah terkena
mioma uteri.
h. Indeks masa tubuh
Penderita mioma uteri 80 % bertambah beratnya sampai 80 gram
(berat normal uterus hanya sekitar 50 gram) Pernah dilaporkan sampai
ada uterus yang menderita mioma dengan berat lebih 200 gram (Faizal
Yatim, 2008; h. 61-62).
4. Patofisiologi
Secara mikroskopik pertumbuhan mioma uteri berlapis-lapis, kapsul dibagian
luarnya, seperti lapisan berambang atau konfigurasi gulungan (whoeled
configuration).
Patofisiologi mioma dapat di ikuti sebagai berikut :
a. Setiap konfigurasi mulai satu sel monoklonal, yang menunjukkan
kelainan kromosum multiple.
b. Setiap sel mengandung reseptor estrogen dan progesterone
a. Adenomyosis
Pada kondisi ini, kelenjar normal yang terletak pada lapisan uterus
menembus dinding otot uterus. Nyeri terjadi ketika jaringan kelenjar
yang berpindah tempat berkembang selama siklus menstruasi dan
mengelupas selama menstruasi. Perdarahan abnormal terjadi ketika
jaringan membesar dan darah merembes dari otot. Penanganan berupa
pembedahan atau terapi hormonal.
b. Disfungsi hormonal
10. Komplikasi
a. Perdarahan pervaginam yang berat juga menimbulkan kondisi kurang
darah (anemia).
b. Gejala penekanan tumor fibroid bisa menimbulkan keluhan sulit
buang air besar (konstipasi) atau hemoroid.
c. Uterus robek (ruptur) dalam keadaan hamil atau plasenta acreta dan
perdarahan uterus (Faizal Yatim, 2008; h. 68).
d. Terjadi ruangan kosong yaitu jahitan yang kurang sempurna sehingga
timbul ruangan kosong dapat terjadi timbunan, darah, dan jaringan
nekrosis.
e. Perforasi saat mengerjakan operasi dapat terjadi perforasi, sehingga
perlu diatasi dengan jahitan.
f. Mioma rekuren yaitu memperhatikan pertumbuhannya yang dipicu
oleh perimbangan estrogen dan progesteron (Manuaba, 2005; h. 229).
g. Abortus spontan yang rekuren
h. Persalinan prematur
B. Saran
Dari makalah ini diharapkan kita sebagai tenaga kesehatan mengerti danmemahami
tentang tumor jinak tuba falopi sehingga nantinya mampumemberikan asuhan kebidanan
pada pasien penderita tumor jinak tuba falopi.
DAFTAR PUSTAKA
Manuba. 2005. Ilmu Kebidanan, penyakit Kandungan dan KB. Jakarta: EGC.