KELOMPOK 4:
JURUSAN FISIKA
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kesehatan,
kesempatan dan rahmat-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan sebuah makalah yang berjudul
“Interferometer Pembelahan Amplitudo” dengan baik.
Pada kesempatan kali ini kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
semua pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan pembuatan makalah ini, kepada
dosen pengampu mata kuliah, Bapak Dr. Hamdi, M.Si. yang telah memberikan dukungan dan
motivasi serta kepada teman-teman yang telah menyumbangkan ide dan motivasi untuk
penulisan makalah ini.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini,
baik dari segi materi, teknis maupun materi. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun
sangat kami harapkan untuk semakin menyempurnakan penulisan makalah ini, akhirnya semoga
penulisan makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Penulis,
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Interferometer merupakan alat optik yang disusun berdasarkan peristiwa
interferensi gelombang cahaya, dengan pola frinji yang terbentuk akibat adanya
perbedaan optik dari cahaya yang berinteferensi. Frekuensi gelombang cahaya memilik
orde = 1015 Hz menyebabkan retina mata tidak mampu menangkap hasil interferensi
gelombang cahaya tersebut, sehingga harus diupayakan agar pola interferensi dapat
diamati. Hasil interferensi gelombang tersebut berupa pola gelap terang. Pola terang
menandakan intensitas maksimum yang merupakan akibat dari interferensi yang saling
memperkuat dan pola gelap menandakan intensitas minimum yang diakibatkan oleh
interferensi yang saling saling mendukung.
Ada dua Interferometer yang pertama yaitu Interferometer Michelson . Tahun
1881, A.A. Michelson membangun interferometer berdasarkan prinsip percobaan young.
Interferometer ini akan digunakan untuk menguji keberadaan “eter” yaitu sebuah media
hipotetik yang di anggap medium perambatan cahaya. Bersama morley, hasil percobaan
Michelson menunjukkan bahwa hipotesis eter tidak dapat diterima. Pengamatan gejala
interferensi pertama kali dilakukan oleh Thomas Young. Percobaan ini menegaskan
sebuah bukti penting bahwa cahaya pada hakikatnya merupakan sebuah gelombang
(prinsip Huygens).
Michelson melihat bahwa interferometer dapat digunakan untuk menuntukan
panjang meter standar untuk panjang gelombang tertentu. Pada tahun 1960, standar itu
dipilih sebagai garis jingga tertentu pada spektrumkripton-86 (atom krypton dengan masa
atom 86). Pengukuran yang teliti dari meter Standar yang lama (jarak antara dua tanda
platinum-iridium yang disimpan diparis) dilakukan untuk menentukan 1 meter sebesar
1.650.763,73 panjang gelombang cahaya ini, yang didefinisikan sebagai meter. Pada
tahun 1963, meter didefinisikan kembali dalam laju cahaya.
Interferometer kedua yaitu Interferometer Febry-Perot. Percobaan Interferometer
Febry-Perot pertama kali dilakukan pada akhir abad ke-19 oleh C. Febry dan A. Perot
1
untuk menggambarkan perbaikan yang signifikan dari Interferometer Michelson.
Eksperimen Interferensi Febry-Perot menggunakan bidang permukaan yang keduanya
membiaskan hanya sebagian cahaya sehingga memungkinkan adanya banyak sinar yang
akan menciptakan pola interferensi. Dengan demikian, interferensi yang dihasilkan pada
penampakan frinji lebih smooth.
Interferometer Fabry-Perot, selain dapat digunakan untuk mengukur panjang
gelombang, biasanya digunakan untuk mengukur indek bias zat transparan.
Interferometer Fabry-Perot menggunakan dua buah cermin yang sangat datar dari bahan
setengah perak yang dipisah dengan jarak tertentu, dan disusun secara paralel. Salah satu
cermin terhubung dengan plat penggerak, yang dapat mengubah jarak antara kedua
cermin dengan pergeseran yang sangat kecil. Pola interferensi yang terbentuk lebih jelas
dan tajam dibandingkan interferometer yang lain.
Oleh karena itu, pada makalah ini kita akan membahas mengenai interferometer
Michelson dan Fabry-Perot karena mengingat banyak aplikasi penggunaan Interferensi
ini.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah konsep dari Interferometer Michelson dan Interferometer Fabry-
Perot?
2. Bagaimanakah prinsip dan cara kerja dari Interferometer Michelson dan
Interferometer Fabry-Perot ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep dari Interferometer Michelson dan Interferometer Fabry-
Perot.
2. Untuk mengetahui prinsip dan cara kerja dari Interferometer Michelson dan
Interferometer Fabry-Perot
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Interferometer Michelson
3
Jadi, kesimpulannya adalah Interferometer Michelson merupakan seperangkat
peralatan yang memanfaatkan gejala interferensi. Pola interferensi terjadi karena
adanya perbedaan panjang lintasan yang ditempuh dua berkas gelombang cahaya
yang telah disatukan. Jika panjang lintasan diubah dengan memperpanjang lintasan
tersebut, maka yang akan terjadi adalah pola-pola frinji akan masuk ke pusat bola.
Jarak lintasan yang lebih panjang akan mempengaruhi fase gelombang yang jatuh ke
layar. Apabila dua gelombang yang berfrekuensi dan berpanjang gelombang sama
tapi berbeda fase bergabung, maka gelombang yang dihasilkan merupakan
gelombang yang amplitudonya tergantung pada perbedaan fasenya.
Jika beda fase 0o atau bilangan bulat kelipatan 360, maka gelombang akan sefase
dan berinterferensi secara saling menguatkan (interferensi konstruktif). Sedangkan
jika amplitudonya sama dengan penjumlahan amplitudo masingmasing gelombang.
Jika beda fasenya 180o atau bilangan ganjil kali 180, maka gelombang yang
dihasilkan akan berbeda fase dan berinterferensi yang mana saling melemahkan
diantaranya (interferensi destruktif). Amplitudo yang dihasilkan merupakan
perbedaan amplitude masing-masing gelombang (Tipler, 1991).
Beda fase antara dua gelombang sering disebabkan oleh adanya perbedaan
panjang lintasan yang ditempuh oleh kedua gelombang yang mana perbedaan
lintasan satu panjang gelombang menghasilkan perbedaan fase 360o . Interferensi
gelombang dari dua sumber tidak teramati kecuali sumbernya koheren, atau
perbedaan fase di antara gelombang konstan terhadap waktu. Karena berkas cahaya
pada umumnya adalah hasil dari jutaan atom yang memancar secara bebas, dua
sumber cahaya biasanya tidak koheren (Laud, 1988).
Koherensi dalam optika sering dicapai dengan membagi cahaya dari sumber
tunggal menjadi dua berkas atau lebih, yang kemudian dapat digabungkan untuk
menghasilkan pola interferensi. Pembagian ini dapat dicapai dengan memantulkan
cahaya dari dua permukaan yang terpisah (Tipler, 1991).
Suatu alat yang dirancang untuk menghasilkan pola interferensi dari perbedaan
panjang lintasan disebut interferometer optik. Interferometer dibedakan menjadi 2
4
jenis, yaitu interferometer pembagi muka gelombang dan interferometer pembagi
amplitudo. Pada pembagi muka gelombang, muka gelombang pada berkas cahaya
pertama di bagi menjadi dua, sehingga menghasilkan dua buah berkas sinar baru
yang koheren, dan ketika jatuh di layar akan membentuk pola interferensi yang
berwujud garis gelap terang berselang-seling. Di tempat garis terang, gelombang-
gelombang dari kedua celah sefase ketika tiba di titik tersebut, sedangkan pola gelap
akan membentuk gelombang-gelombang dari kedua celah dengan fase yang saling
berlawanan (Soedojo, 1992).
5
Gambar 2. Konfigurasi Interferometer Michelson
4𝜋𝑑
Δ(𝑘𝑟) = 𝑐𝑜𝑠 𝜃 ± 𝜋 (1)
𝜆
2𝜋𝑑 𝑐𝑜𝑠 𝜃
I(θ) = 4 𝐼0 𝑠𝑖𝑛2 [ ] (2)
𝜆
𝜆
2𝑑 𝑐𝑜𝑠 𝜃 = (2𝑚 + 1) 2
6
gambar 3. Diagram Piranti Michelson
b. Kalibrasi mikrometer dilakukan dengan menggeser sedemikian sehingga skala
nonius bergeser 5 𝜇𝑚. Akibat pergeseran skala mikrometer, maka pada layar
akan nampak perubahan jumlah frinji. Sehingga dari transisi frinji yang terhitung
dapat ditentukan nilai tiap skala mikrometer dengan menganggap nilai panjang
gelombang laser He-Ne adalah 632,5 nm.
Penyelesaian:
7
Ketika kaca 𝑀1 , maka terjadi pergeseran Δ𝐿1 yang diperoleh dari rumus:
Δ𝐿1 = 𝐿1 ′ − 𝐿1
1
Untuk satu siklus (gelap saja atau terang saja) menghasilkan pergeseran sejauh 2 𝜆
dengan demikian :
𝑚𝜆 (250)(6,328 𝑥 10−7𝑚)
Δ𝐿1 = = = 39,6 𝜇𝑚
2 4
B. INTERFEROMETER FABRY-PEROT
8
Desain interferometer Fabry Perot dapat ditemukan di berbagai penelitian. Salah
satu desain interferometer Fabry Perot menggunakan perangkat berupa cermin,
dudukan optika yang standar, dudukan cermin yang dipasang pada alumunium
berbentuk L, Piezo-electric Transducer (PZT), diode, dan batang invar.
Interferometer Fabry Perot juga dapat didesain menggunakan cermin komersial yang
dilapisi emas. Lapisan emas ini memberikan reflektifitas yang cukup baik untuk
berbagai panjang gelombang. Dengan demikian diperlukan biaya yang cukup besar
untuk membangun interferometer Fabry Perot.
Interferometer Fabry Perot juga dapat dibangun menggunakan dua buah cermin
yang sangat datar dari bahan setengah perak yang dipisah dengan jarak tertentu dan
tersusun secara paralel. Dengan salah satu cermin terhubung dengan sistem
penggerak, yang dapat mengubah jarak antara kedua cermin dengan pergeseran yang
sangat kecil. Pada penelitian ini dibutuhkan perbaikan pada aligment alat optik antara
laser dan sampel yang harus mendekati sempurna, yang dapat dilakukan dengan
memasang beberapa mikrometer sekrup di salah satu cermin, sehingga berkas yang
tidak sejajar dapat diselaraskan dengan mengatur sekrup-sekrup pada cermin.
Pada interferometer Fabry Perot, cahaya dari sumber dilewatkan pada dua buah
cermin yang sejajar, kemudian berkas cahaya tersebut akan berinterferensi
menghasilkan suatu pola gelap terang (frinji) yang ditangkap oleh layar. Pola yang
dihasilkan tergantung pada beda fase antar gelombang, perbedaan fase gelombang ini
tergantung pada lintasan optis. Dengan demikian interferometer Fabry Perot dapat
dimanfaatkan untuk mengukur panjang gelombang cahaya sumber yang digunakan.
Selain itu interferometer Fabry Perot juga dapat digunakan untuk mengukur indeks
bias zat transparan.
Banyak penelitian yang dilakukan untuk mengukur panjang gelombang
menggunakan interferometer. Biasanya pencatatan perulangan frinji dilakukan secara
visual ataupun menggunakan pencacah. Pada salah satu penelitian, cacah perubahan
frinji ditangkap menggunakan kamera. Namun penggunaaan kamera ini kurang
efektif karena ketajaman pola yang ditangkap oleh kamera tergantung pada resolusi
kamera yang digunakan..
9
Percobaan Interferometer Febry-Perot juga dapat dilakukan dengan meletakkan
secara paralel (sejajar) posisi Movable mirror dan adjustable mirror. Dengan posisi
demikian, akan terjadi perbedaan lintasan dari cahaya yang masuk melewati lens 1,8
nm tersebut yang diakibatkan oleh pola reflektansi dan tranmisivitas cahaya yang
melewati kedua mirror tersebut. Selanjutnya, perbedaan lintasan ini akan
menyebabkan adanya beda fase dan penguatan fase (yang biasa disebut sebagai
interferensi) yang selanjutnya menyebabkan munculnya pola-pola pada frinji.
Dalam perkembangan selanjutnya, Interferometer Febry-Perot tidak hanya dapat
digunakan untuk memberikan efek smooth pada pola interferensi frinji dibandingkan
Interferometer Michelson, akan tetapi dapat pula digunakan dalam penentuan sifat-
sifat gelombang lebih lanjut, misalnya dalam penentuan panjang gelombang cahaya
tertentu, pola penguatan interferensi yang terjadi, dan sebagainya.
Interferometer Fabry-Perot dibangun dengan menggunakan dua plat sejajar yang
permukaannya sangat reflektif dan pada umumnya dipisahkan oleh udara. Dua buah
plat kaca dipisahkan oleh sebuah jarak d yang mempnyai sifat untuk memeantulkan
pada permukaannya.Gelombang keluar dari plat setelah mengalami banyak refleksi
selanjutnya dikumpulkan oleh lensa dan gambar dapat diobservasi pada sebuah layar.
Keakurasian sebuah interferometer dapat mengukur panjang gelombang dari cahaya
yang disebut chromatic resolving power. (Robert Guenther,1990:111)
Pada percobaan interferometer Febry-Perot ini menggunakan sebuah
interferometer, dimana interferometer itu sendiri berasal dari kata interferensi dan
meter yang berarti suatu alat yang digunakan unutuk mengukur panjang atau
perubahan panjang dengan ketelitian yang sangat tinggi berdasarkan penentuan
garis-garis interferensi. (Halliday, 1994 : 715)
10
Gambar 4. Pola penampakan Frinji dalam hubungannya dengan sudut 𝜃
Instrumen optika yang dikenal memanfaatkan sumber laser ini dan juga dikenal
baik dalam penggunaanya adalah interferometer Fabry-Perot. Alat ini memanfaatkan
interferensi dari banyak gelombang. Interferometer Fabry-Perot (IFP) didesain oleh
C. Fabry dan A. Perot menggambarkan perbaikan yang signifikan terhadap
interferometer Michelson (IM). Dibedakan dengan IM maka desain IFP mengandung
permukaan bidang yang keduanya membiaskan hnaya sebagian cahaya sehingga
memungkinkan adanya banyak sinar yang menciptakan pola interferensi. Teori
umum yang medasari ariinter ferometer Michelson masih dapat diterapkan untuk
Interferometer Fabry-Perot, namun dengan adanya pemantulan berulang
memperkuat area dimana efek interferensi konstruktif dan destruktif terjadi
menyebabkan frinji-frinji hasil interferensi didefinisikan dengan lebih jelas. Ini
mengijinkan lebih teliti untuk pengukuran panjang gelombang. (Arkundato dan
Rohman,2007:4.39-4.41).
11
Dengan menggerakkan micrometer secara perlahan-lahan sehingga pada jarak dm
tertentu serta menghitung jumlah lingkaran N, berapa kali pola frinji kembali pada
pola awal, maka panjang gelombang cahaya (λ) akan dapat ditentukan dengan
menggunakan persamaan:
2. 𝑑𝑚
𝜆=
𝑁
𝚤 = 𝑘𝑑𝑚
𝑁𝜆
𝑘=
2𝑑𝑚
12
memancarkan gelombang cahaya secara kontinu, melainkan terputus-putus,
gelombang elektomagnetik cahaya dipancarkan sewaktu terjadi dieksitasi atom..
Gambar 5. (a) Ilustrasi pemantulan jamak oleh dua pelat sejajar , (b) Efek
pembiasan pelat yang diabaikan karena ∆𝑑 → 0
13
beberapa kali peantulan danpembiasan. Pola interferensi merupakan perpaduan dari
berkas-berkas sinar-sinar di titik P, yangberasal dari pembiasan oleh cermin C2.
1 𝑠𝑖𝑛2 (𝜃)
∆ = 2𝑑 { − }
cos(𝜃) cos(𝜃)
𝜑 = 𝑘∆𝑟
𝜑 = 2𝑘𝑑𝑐𝑜𝑠(𝜃)
𝐸 = 𝑇 2 𝐸0 {1 + 𝑅2 𝑒 𝑖𝜑 + 𝑅 4 𝐸0 𝑒 2𝑖𝜑 + ΛΛ}
𝑇2
𝐸= 𝐸
1 − 𝑅2 𝑒 𝑖𝜑 0
14
Dengan R dan T masing-masing koefisien pantul dan koefisien bias.
Intensitasnya adalah:
𝑇4
𝐼= 𝐼
|1 − 𝑅2 𝑒 𝑖𝜑 |2 0
𝑇4
𝐼= 𝐼
|1 − 𝑟𝑒 𝑖𝜑 |2 0
2
|1 − 𝑟𝑒 𝑖𝜑 | = (1 − 𝑟𝑒 𝑖𝜑 )(1 − 𝑟𝑒 𝑖𝜑 )
2
|1 − 𝑟𝑒 𝑖𝜑 | = 1 + 𝑟 2 − 2𝑟𝑐𝑜𝑠𝜑
2
|1 − 𝑟𝑒 𝑖𝜑 | = (1 − 𝑟)2 + 2𝑟{1 − cos (𝜑)}
2 4𝑟 𝜑
|1 − 𝑟𝑒 𝑖𝜑 | = (1 − 𝑟)2 {1 + 𝑠𝑖𝑛 2
( )}
(1 − 𝑟)2 2
Maka menjadi
𝑡2
𝐼= 4𝑟
𝐼0
(1 − 𝑟)2 {1 + 𝑠𝑖𝑛 2 (𝜑 )}
(1−𝑟)2 2
4𝑟
𝐹=
(1 − 𝑟)2
Dan
𝑡2
𝐼𝑚𝑎𝑘𝑠 = 𝐼
(1 − 𝑟)2 0
15
𝐼𝑚𝑎𝑘𝑠
𝐼= 𝝋
𝟏 + 𝑭𝒔𝒊𝒏𝟐 ( 𝟐 )
b. Laser He-Ne diletakkan tepat didepan lensa sejajar dengan meja interferometer
Febry-Perot.
c. Adjustable mirror (M2) ditutup, kemudian posisi Movable mirror (M1) diatur
hingga berkas pantulnya dapat diamati pada layar pengamatan. Dengan cara
yang sama posisi Adjustable mirror (M2) diatur, hingga berkas cahaya dari
M2 berimpit dengan berkas cahaya dari M1.
d. Secara perlahan skrup pengatur M2 diputar hingga pola interferensinya dapat
diamati dengan jelas pada layar pengamatan.
e. Posisi mikrometer skrup diatur pada skala setengah utama, serta perubahan
frinji pada layar pengamatan diamati.
16
f. Mikrometer diputar satu putaran penuh berlawanan arah jarum jam. Secara
perlahan mikrometer diputar kembali sampai angka nol pada knop berimpit
dengan garis tanda.
g. Pada layar dibuat garis yang berimpit dengan salah satu tepi lingkaran frinji
yang dipilih, yang nantinya akan menjadi acuan dalam manghitung jumlah
perubahan frinji
h. Posisi awal mikrometer dicatat sebelum memulai melakukan penghitungan.
i. Knop mikrometer diputar secara perlahan berlawanan dengan arah jarum jam,
pada saat yang bersamaan banyaknya frinji yang melintasi batas tersebut
dihitung. Knop diputar sampai jumlah frinji N=25. Dan posisi mikrometer
yang baru dibaca kembali (dm).
j. Posisi d25 dicatat sehingga jarak mikrometer dapat dihitung menurut langkah 8
dan 9.
k. Langkah 9 dan 10 diulang untuk jumlah frinji yang berbeda. Jumlah frinji
tersebut dibuat kelipatan 25, lakukan pengamatan hingga diperoleh 10 data
frinji yang berbeda.
Dari data yang telah diperoleh dapat di cari tetapan kalibrasinya (k1) dari grafik
untuk N = f (dm) dimana N adalah fungsi dari d m. Berdasarkan grafik hubungan
antara jumlah yang dirumuskan, dapat diidentifikasi variable-variabel berikut:
Sehingga
𝑁𝜆
𝑘1 =
2𝑑𝑚
17
Kaitan antara k1 dengan k2 yaitu diberikan oleh persamaan dibawah ini:
𝜆
𝑘2 = 𝑘1
2
Dimana k1 = m
𝑑𝑚
𝜆 = 2𝑘2
𝑁
𝑘2
𝜆=2
𝑘1
Dimana :
N : jumlah frinji
1
𝜎2𝑦 = ∑(𝑦𝑖 − 𝑐 − 𝑚𝑥)2
𝑁
𝑁𝜎𝑦 2
𝜎2𝑚 =
𝑁(∑ 𝑥𝑖 2 ) − (∑ 𝑥𝑖)2
2
𝜎 2 𝑦 ∑ 𝑥𝑖 2
𝜎 𝑐=
𝑁(∑ 𝑥𝑖 2) − (∑ 𝑥𝑖)2
𝑚𝜆
𝑘2 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 =
2
18
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Konsep Interferometer Michelson dan Febry-Perot
a. Interferometer Michelson merupakan seperangkat peralatan yang memanfaatkan
gejala interferensi.
b. Interferometer Febry-Perot digunakan untuk mengukur panjang gelombang,
biasanya digunakan untuk mengukur indeks bias zat transparan.
2. Prinsip Kerja Interferometer Michelson dan Febry-Perot
a. Kalibrasi interferometer Michelson dengan cara mengatur posisi laser, beam
splitter, kedua cermin dan lensa agar sinar yang melewati semua peralatan
tersebut tepat segaris. Kemudian mencari pola interferensi dengan cara
menggeser-geser salah satu cermin sampai dihasilkan pola gelap terang (frinji)
pada layar. Kalibrasi mikrometer dilakukan dengan menggeser sedemikian
sehingga skala nonius bergeser 5 μm. Akibat pergeseran skala mikrometer, maka
pada layar akan nampak perubahan jumlah frinji. Sehingga dari transisi frinji yang
terhitung dapat ditentukan nilai tiap skala mikrometer dengan menganggap nilai
panjang gelombang laser He-Ne adalah 632,5 nm
b. Prinsip reflektansi dan transmisivitas pada eksperimen Interferometer Fabry-
Perot ini dapat dijelaskan sebagai berikut: sinar dikirim mundur maju melalui gas
beberapa kali oleh sepasang cermin sejajar, sehingga seperti merangsang emisi
berdasarkan sebanyak mungkin atom yang tereksitasi. Salah satu cermin itu adalh
tembus cahaya sebagian, sehingga sebagian dari berkas sinar itu muncul sebagai
berkas sinar ke luar.
B. Saran
Makalah ini kami tulis sebaik mungkin agar pembaca dapat membaca dengan
nyaman sehingga dapat memperoleh ilmu dan manfaat yang dapat diaplikasikan dalam
kehidupan sehari-hari. Meskipun jauh dari kata sempurna, kami harap pembaca dapat
19
memaklumi dan memberikan saran serta motivasi dalam agar kedepannya dapat lebih
baik lagi.
20
DAFTAR PUSTAKA
Bahrudin, Drs. MM. 2006. Kamus Fisika Plus. Epsilon Group: Bandung
Halliday, D. Dan Resnick, R. (1999). Physics (terjemahan pantur silabun dan erwin sucipto).
Jilid 2, edisi 3. Jakarta: Erlangga.
Jurusan Fisika Fakultas FMIPA Universitas Jember. 2006. Buku Panduan Eksperimen Fisika
II (MAF 325). Lab Optoelektronik Fisika FMIPA UNEJ: Jember
Soedojo, P. (1992). Asas-Asas Ilmu Fisika Jilid 4 Fisika Modern. Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press.
Tipler, P. A. (1991). Fisika Untuk Sains dan Tehnik Jilid 2 (alih bahasa Dr.Bambang
Soegijono). Jakarta : Erlangga.
Zemansky, Sears. 1994. Fisika untuk Universitas 3 Optika Fisika Modern. Binacipta:
Bandung
21