Daftar isi
Penjelasan
Grafena yang sempurna secara eksklusif terdiri dari sel-sel yang berbentuk
heksagonal; sel berbentuk segi lima dan segi tujuh merupakan sel yang cacat. Jika
terdapat sel bersegi lima yang terisolasi, maka bidang akan mengkerut menjadi
berbentuk kerucut; penyisipan 12 segi lima akan membentuk fulerena. Demikian
pula, penyisipan sel segi tujuh yang terisolasi menyebabkan lembaran menjadi
berbentuk pelana. Penambahan yang terkontrol dari segi lima dan segi tujuh
memungkinkan terbentuknya berbagai bentuk komplek, misalnya carbon nanobud.
Tabung nano karbon berdinding tunggal dapat dianggap sebagai silinder grafena;
yang sebagian kecil memiliki tutup berbentuk setengah bola (yang melibatkan 6 segi
lima) di setiap ujungnya.
Sifat-sifat Grafena
Struktur Atom
Struktur atom grafena dapat dikaji dengan menggunakan mikroskop elektron
transmisi (Bahasa Inggris: Transmission electron microscope) dengan lembar
grafena disuspensi di antara kisi logam. [7] Pola-pola difraksi elektron menunjukkan
kisi heksagonal grafena, seperti yang diharapkan, Grafena yang tersuspensi juga
menunjukkan adanya "riakan" (rippling) pada lembaran datar grefena tersebut,
dengan amplitudo sekitar satu nanometer. Secara intrinsik, riakan ini diakibatkan
oleh ketidakstabilan kristal dua dimensi,[8][9][10] ataupun secara ekstrinsik berasal dari
kotoran yang terlihat pada gambar TEM grafena. Gambar beresolusi atom dalam
ruang nyata dari grafena berlapis tunggal pada substrat silikon dioksida
didapatkan[11][12] dengan menggunakan mikroskop penerowongan payaran (scanning
tunneling microscope). Grafena yang diproses menggunakan teknik litografi
diselimuti oleh residu fotoresistor, yang harus dibersihkan untuk mendapatkan
gambar beresolusi atomik.[11] Residu tersebut kemungkinan merupakan "adsorbat"
yang terpantau pada gambar TEM, dan dapat menjelaskan riakan yang terpantau
pada grafena. Riakan grafena pada permukaan silikon dioksida ditentukan oleh
konformasil grafena terhadap silikon dioksida, dan bukan merupakan efek intrinsik. [11]
Sifat Elektronik
Grafena sangat berbeda dari kebanyakan bahan tiga dimensi konvensional. Secara
intrinsik, grafena merupakan semilogam atau semikonduktor bersela energi nol.
Hubungan E-k grafena adalah linear untuk energi rendah yang berada dekat dengan
enam sudut zona Brilloiun heksagonal dua dimensi,
mengakibatkan massa efektif elektron dan lubang heksagonalnya nol.[13] Oleh karena
hubungan "dispersi" relatif linear ini pada energi rendah, elektron dan lubang yang
dekat enam titik ini memiliki sifat-sifat partikel relativistik yang dijelaskan oleh
persamaan Dirac untuk partikel dengan spin 1 / 2.[14] Oleh karena itu, elektron dan
lubang heksagonalnya disebut fermion Dirac, dan enam sudut dari zona Brillouin
Sifat Optik
Foto grafena pada cahaya yang terpancar. Kristal setebal satu atom ini dapat dilihat dengan mata
telanjang karena ia menyerap kira-kira 2,3% cahaya putih, yang merupakan π kali tetapan struktur halus.
menunjukkan ketidak normalan efek kuantum Hall dengan urutan dialihkan oleh
rendah dan dengan menurunkan spin ganda akan dihasilkan faktor , ini dapat
diukur pada temperatur kamar. Grafena dua lapis juga menunjukkan efek kuantum
[12]
Hall, tetapi dengan urutan standar di mana . Menariknya, level yang tinggi
pertama adalah tidak ada, yang mengindikasikan bahwa graphene bilayer tetap
pada keadaan logam dan terdapat pada titik netral.[23]
Transport Elektron Pada Grafena
Tiap atom karbon dalam grafena mempunyai satu orbital s dan tiga orbital p. Satu
orbital s dan dua orbital p digunakan untuk membentuk ikatan kovalen yang kuat dan
tidak berkontribusi dalam konduktivitas sedangkan satu elektron bebas yang berada
pada subkulit p membentuk orbital phi yang tegak lurus dengan lembaran grafena
yang akhirnya akan menentukan sifat-sifat elektrik dari grafena. Elektron-elektron ini
seperti tidak memiliki massa, seperti partikel-partikel tanpa massa yang
digambarkan dalam teori relativitas,e=mc2. Hasil percobaan dari pengukuran
transpor elektron menunjukkan bahwa grafena memiliki mobilitas elektron yang
tinggi pada suhu ruang dengan nilai lebih dari 15.000cm2 V-1 s-1.[12]
Grafena Oksida
Dengan mengoksidasi secara kimiawi grafena dan kemudian merendamnya di air,
lapisan-lapisan grafena akan membentuk lembaran single dengan ikatan yang
sangat kuat. Lembaran-lembaran ini disebut Graphene Oxida Paper dengan
keteraturan tensile modulus sebesar 32 GPa.[24]
Modifikasi Kimia
Larutan fragmen-fragmen dari grafena dapat dipreparasi di laboratorium melalui
modifikasi kimia dari grafit[25]. Pertama, mikrokristalin grafit diperlakukan dengan
campuran asam kuat, yaitu asam sulfat dan asam nitrat. Serangkaian tahap-tahap
meliputi oksidasi, hasil pengelupasannya berupa plat kecil dari grafena dengan
gugus karboksil pada bagian tepinya. Kemudian, berubah menjadi gugus asam
klorida dengan penambahan tionyl klorida, kemudian dikonversi menjadi
grafena amida yang sesuai dengan cara mentreatment dengan oktadecylamine.
Ahirnya menghasilkan meterial berupa lembaran grafena berbentuk lingkaran
dengan ketebalan 5,3 Angstrom yang larut dalam tetrahidrofuran, tetraklorometana,
dan dikloroetana.
Aplikasi
Pendeteksi molekul gas tunggal
Grafena dapat digunakan sebagai sensor yang sangat baik untuk menentukan
struktur 2Dimensi di mana keseluruhan isi grafena memiliki permukaan yang besar,
membuat grafena sangat efisien untuk mendeteksi molekul yang diadsorpsi.Lokasi
dari adsorpsi mengalami perubahan dalam tahanan listrik. Saat efek ini terjadi dalam
material lain, grafena memiliki keunggulan karena mempunyai konduktivitas listrik
yang tinggi dan rendahnya gangguan, yang membuat grafena ini tidak mengalami
perubahan dalam mendeteksi.[26]
Ultrakapasitor
Menurut Prof.Rod Ruoff, grafena memiliki luas permukaan 2630 M2/gram dapat
membentuk lapisan-lapisan dan menghasilkan ruang-ruang yang dapat menyimpan
energi sehingga bisa digunakan sebagai ultrakapasitor. Ultrakapasitor dari grafena
ini mempunyai rapat massa yang tinggi dibandingkan dengan kapasitor-kapasitor
dielektrik konvensional. Selain itu ultrakapasitor dari grafena memiliki range yang
besar dalam menangkap energi dan menyimpan energi tersebut sehingga dapat
pula dijadikan sebagai sumber daya primer bila dikombinasikan dengan aki atau sel
bahan bakar. Ultrakapasitor dari grafena dapat menangkap kembali energi yang
terbuang dengan mengubah energi kinetik menjadi energi potensial sehingga akan
mengurangi kalor yang terbuang. Industri dapat mengurangi energi yang terbuang
dengan memasang ultrakapasitor dalam mesin-mesin produksi dan dapat pula
diterapkan pada bus,truk dan kereta api.[27].
Nanoribon Grafena
Graphene Nanoribbons (GNRs) adalah lapisan tunggal yang esensial dari grafena
yang dipotong dengan pola tertentu untuk menghasilkan sifat-sifat listrik tergantung
dari tepi lembaran tersebut, dapat berbentuk Z atau armchair. Berdasarkan
perhitungan prediksi tigh binding bahwa GNR yang zigzag bersifat logam,
sedangkan armchair dapat bersifat logam ataupun semilogam tergantung lebarnya.
GNR dapat mempunyai sifat logam hingga semikonduktor tergantung chiralitynya.
GNR bertepi zigzag bersifat logam dengan bentuk khas pada kedua sisinya tanpa
memperhatikan lebarnya. Sementara GNR bertepi armchair dapat bersifat logam
ataupun semikonduktor tergantung pada lebar NA. GNR armchair akan
bersifat logam jika NA = 3k + 2 ( k adalah bilangan bulat ) dan jika tidak maka
bersifat semikonduktor. Akhir-akhir ini bermacam-macam junction seperti bentuk L,
bentuk T dan bentuk Z di dasarkan pada dua jenis GNR yang telah diusulkan
tersebut. Walaupun junction-junction ini memiliki bentuk geometri yang sama dengan
junction Quasi satu dimensi yang lain, keadaan elektronnya sangat berbeda
dari junction yang lain karena pada GNR elektron-elektronnya mempunyai sifat yang
khas.
Perhitungan DFT akhir-akhir ini memperlihatkan
nanoribbons armchair bersifat semikonduktor dengan skala energi GAP nya
berbanding terbalik dengan lebarnya [28]. Hasil eksperimen memperlihatkan bahwa
energi GAP benar-benar meningkat dengan menurunnya lebar GNR [29]. Meskipun
demikian tidak ada data eksperimen yang mengukur energi GAP dari suatu GNR
dan mengidentifikasi dengan tepat struktur tepinya [30].
Nanoribbons zigzag juga bersifat semikonduktor dan memiliki spin tepi yang
terpolarisasi. Struktur 2Dnya memiliki daya hantar listrik dan termal yang tinggi
dengan ganguan yang kecil memungkinkan GNR digunakan sebagai alternatif
pengganti tembaga untuk sambungan-sambungan sirkuit tembaga. Beberapa
penelitian juga dilakukan untuk membuat Quantum dots dengan mengubah lebar
GNR pada titik tertentu disepanjang pita untuk membuat quantum confinement.[31]
Transistor Grafena
Transistor grafena sudah ditemukan sejak 2 tahun yang lalu,
namun transistor tersebut masih mengalami kebocoran dan memengaruhi
penampilan atau performa jika digunakan pada chip komputer, akan tetapi setelah
dua tahun berikutnya kebocoran dari graphene dapat ditutupi dan telah
diciptakan transistor grafena yang benar-benar stabil. Transistor grafena memiliki
kelebihan dibandingkan dengan material lain seperti silikon,diantaranya tidak cepat
membusuk dan tidak cepat teroksidasi.[32]
Mengenal Graphene dan
Manfaatnya
Tahun 2010, nobel fisika diberikan kepada Andre Geim dan Konstantin Novoselov.
Keduanya adalah profesor fisika dari University of Manchester, Inggris. Penghargaan nobel
ini diberikan atas keberhasilan mereka untuk pertama kalinya memisahkan selembar tipis
lapisan karbon dari grafit. Lapisan tipis karbon ini disebut graphene.
Graphene adalah salah satu jenis material baru yang terdiri atas atom-atom karbon dengan
bentuk konfigurasi kisi yang datar, dengan jarak antar atom-atom karbon sebesar 0,142 nm.
Konfigurasi ini menyerupai struktur sarang lebah dengan ketebalan yang sangat kecil, yaitu
dalam orde ukuran atom. Sedemikian tipisnya lapisan graphene ini sehingga merupakan
salah satu contoh dari material berdimensi dua. Dibandingkan dengan grafit dengan
ketebalan 1 mm, graphene tentu jauh lebih tipis.
Dapat dibayangkan, dalam 1 mm grafit, terdapat sekitar tiga ribu lapisan graphene yang
menyusun grafit tersebut.
Sebagai sebuah material yang benar-benar baru, graphene tidak hanya luar biasa dalam hal
ketipisannya, tetapi juga kekuatan yang dimilikinya. Graphene memiliki daya tahan
terhadap tekanan sebesar 42 N/m. Jika dibandingkan dengan kekuatan baja yang memiliki
kekuatan terhadap tekanan berkisar antara 0,25 – 1,2 x 109 N/m2 (jika kita anggap terdapat
baja dengan ketebalan yang sama dengan ketebalan graphene, maka kekuatan baja tersebut
setara dengan 0,084 – 0,40 N/m) maka graphene 100 kali lebih kuat daripada baja yang
paling kuat sekalipun!
Padahal, ditinjau dari bahan dasar untuk mendapatkan lembaran graphene ini, sangat
mudah didapat. Grafit merupakan bahan yang terdapat dalam sebuah pinsil! Bahkan bagi
kita yang pernah menggunakan pensil saat menulis mungkin saja telah menghasilkan
lapisan graphene tanpa kita sadari pada lembaran kertas yang kita tulisi.
Pemisahan graphene dari grafit serta analisis sifat-sifatnya untuk pertama kali dilakukan
oleh Andre Geim dan Konstantin Novoselov. Geim dan Novoselov menggunakan pita
perekat untuk melepas selembaran tipis karbon dari sebuah grafit dengan cara yang lebih
metodis. Dari proses ini, pada awalnya mereka memperoleh lembaran-lembaran yang
masih mengandung banyak lapisan-lapisan graphene, tetapi dengan mengulang-ulangi
prosedur tersebut sebanyak sepuluh sampa dua puluh kali, akhirnya diperoleh lambaran
yang semakin tipis.
Langkah berikutnya dalam upaya menganalisis lapisan graphene ini adalah mengambil
fragmen kecil graphene di antara lapisan-lapisan tipis grafit dan sisa-sisa karbon lainnya
yang telah mereka peroleh.
Untuk dapat menganalisis sifat-sifat material hasil pemisahan mereka dengan cermat,
kedua ilmuwan dari Manchester ini melekatkan lembaran-lembaran graphene yang mereka
peroleh pada pelat silikon teroksidasi, sebuah pelat material kerja standar dalam industri
semikonduktor.
Saat pelat itu diamati di bawah mikroskop standar, maka akan tampak pelangi warna
seperti yang terlihat jika lapisan minyak tumpah di atas air. Dari pengamatan warna-warna
ini, mereka kemudian menentukan jumlah lembaran graphenee yang terkandung dalam
lapisan tersebut. Dari pengamatan ini juga mereka dapat memprediksi ketebalan lapisan
yang terdapat pada dioksida silikon ini yang pada gilirannya sangat penting dalam
mengungkap keberadaan graphenee.
Karakteristik yang pertama adalah keteraturan susunan struktur atom karbon yang
membentuk graphene hampir sempurna. Keteraturan atom-atom yang sangat tinggi ini,
bahkan tanpa cacat, timbul sebagai akibat ikatan atom-atom karbon yang kuat. Dan di saat
yang bersamaan ikatan ini juga sangat fleksibel yang memungkinkan jaringannya dapat
meregang hingga 20% dari ukuran awalnya. Kisi-kisinya juga memungkinkan elektron
untuk dapat menempuh jarak yang jauh dalam graphenee tanpa gangguan. Pada konduktor
yang normal, elektron biasanya mengalami pantulan berkali-kali selama gerakannya.
Pantulan ini melemahkan daya kerja konduktor. Hal ini tidak terjadi pada graphenee.
Graphene juga memungkinkan para fisikawan untuk dapat memeriksa sejumlah fenomena-
fenomena menarik dalam fisika kuantum yang hingga sekarang hanya bisa dibahas secara
teoritis. Salah satunya adalah varian dari fenomena Klein tunneling, yang pertama kali
dirumuskan oleh seorang fisikawan Swedia Oskar Klein pada tahun 1929. Dalam fisika
kuantum kita mengenal istilah penerowongan (tunneling) yang menggambarkan
bagaimana sebuah partikel kadang-kadang dapat melewati sebuah perintang yang pada
keadaan normalnya akan menghalangi mereka. Semakin tebal penghalang, maka semakin
kecil kemungkinan sebuah partikel dapat melewati penghalang itu.
Namun demikian, hal ini ternyata tidak berlaku bagi sebuah elektron yang bergerak dalam
graphene. Dalam beberapa situasi, elektron dalam graphene bahkan dapat melintasi
penghalang ini begitu saja seolah-olah penghalang itu tidak ada sama sekali!
Penggunaan Graphene
Berikut adalah berbagai penggunaan potensial graphene:
1. Baterai
Peneliti UCLA telah berhasil mengembangkan baterai graphene yang tidak beracun, murah,
dan mengisi ulang (charging) dalam waktu singkat. Baterai ini bisa mengisi ponsel Anda
hanya dalam waktu 5 detik!
2. Night Vision
Graphene bersama dengan sulfida timbal dapat menciptakan gambar atau citra lebih halus
dalam kondisi cahaya yang sangat rendah. Terobosan ini akan mendorong diproduksinya
kamera ultra ringan dan kacamata night vision.
Graphene dapat berguna dan sangat efisien dalam mendeteksi bahan peledak. Meskipun
desain awal telah dikembangkan oleh Rensselaer Polytechnic Institute, masih dibutuhkan
waktu lama sebelum produk ini bisa digunakan oleh tim penjinak bom.
Kekuatan graphene yang begitu besar menjadikannya ideal digunakan sebagai bahan
pembuat rompi antipeluru. Sebuah penelitian di Australia telah berhasil menemukan cara
untuk menggabungkan karbon nanotube dengan graphene untuk membuat rompi
antipeluru yang sejauh ini paling aman.
Para peneliti terus bereksperimen mencampur graphene dengan unsur lain untuk
membentuk sel-sel fotovoltaik (sel surya) ultra tipis yang dapat digunakan untuk mengecat
rumah. Cat ini pada gilirannya dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan listrik seluruh
rumah dengan memanfaatkan sinar matahari.
Energi matahari merupakan sumber daya gratis dan tak ada habisnya. Hanya saja, teknologi
sel surya saat ini masih belum begitu efisien. Graphene dapat mengubah semua itu di masa
depan. Dengan sel surya graphene ultra tipis, energi yang bisa diserap dari sinar matahari
akan berlipat dibandingkan yang bisa dilakukan saat ini.
Kapasitor super yang menggunakan lapisan karbon diantara dua pelat diprediksi akan
mampu meningkatkan kapasitas penyimpanan muatan listrik. Secara teori, kapasitor ini
akan sanggup menyalakan laptop hingga berhari-hari.
Speaker graphene telah dikembangkan dalam bentuk yang masih kasar saat ini. Penelitian
terus dilakukan untuk meningkatkan kualitas serta keterjangkauannya di pasaran. Selain
suara yang mumpuni, speaker graphene juga mengkonsumsi daya lebih rendah
dibandingkan speaker konvensional.
Graphene oksida akan membuat pembuangan limbah nuklir dari badan air lebih mudah
dari sebelumnya. Saat dicampur dengan limbah radioaktif, graphene oksida berubah
menjadi gumpalan sehingga lebih mudah diangkat dari badan air.
Graphene berpotensi digunakan untuk membuat otot manusia buatan. Sekali lagi, meskipun
memiliki peluang, diperlukan riset lebih jauh untuk mewujudkannya.
12. Anti Karat
Karat adalah masalah kecil namun merepotkan, terutama di mesin berbagai peralatan. Sifat
graphene yang menolak air dapat dimanfaatkan untuk mencegah karat. Ahli kimia di SUNY
telah berhasil menciptakan lapisan yang dapat mencegah baja dari karat hingga 1 bulan
saat terendam dalam larutan air garam.
Peneliti MIT sedang merancang filter menggunakan graphene (grafena) yang dapat
memisahkan garam dari air laut. Ini tidak diragukan lagi adalah penggunaan paling
potensial. Hanya saja Anda mesti sabar, masih dibutuhan riset lanjutan untuk
merealisasikan ide ini.
Sirkuit Berbasis Graphene
dapat Menghasilkan Arus
Listrik yang Tak Terbatas
Graphene adalah sebuah material yang sangat tipis namun memiliki aplikasi yang begitu
luas dalam perkembangan nanoteknologi. Kali ini sebuah tim fisikawan dari University of
Arkansas telah berhasil mengembangkan sebuah sirkuit yang mampu memanfaatkan
gerakan termal dari graphene dan mengubahnya menjadi arus listrik yang tak terbatas.
Graphene merupakan sejenis material yang terdiri atas atom-atom karbon dengan bentuk
konfigurasi kisi yang datar, dengan jarak antar atom-atom karbon sebesar 0,142 nm.
Sedemikian tipisnya lapisan graphene ini sehingga merupakan salah satu contoh dari
material berdimensi dua. Dibandingkan dengan grafit dengan ketebalan 1 mm, graphene
tentu jauh lebih tipis. Dapat dibayangkan, dalam 1 mm grafit, terdapat sekitar tiga ribu
lapisan graphene yang menyusun grafit tersebut.
“Sirkuit penghasil energi berbasis graphene dapat dimasukkan ke dalam sebuah chip untuk
memberikan daya bertegangan rendah yang bersih, tak terbatas, bagi sebuah perangkat
atau sensor berukuran kecil,” kata Paul Thibado, profesor fisika dan peneliti utama dalam
penemuan tersebut.
Penemuan tersebut, yang diterbitkan dalam jurnal Physical Review E, adalah bukti dari
suatu teori yang dikembangkan para fisikawan di U of A tiga tahun lalu, bahwa lengkungan
dan gelombang graphene yang mandiri dengan cara tertentu berpeluang untuk
menghasilkan energi.
Ide memanen energi dari graphene merupakan sesuatu yang kontroversial, karena
bertentangan dengan pernyataan fisikawan Richard Feynman yang terkenal. Di mana
gerakan termal atom, yang dikenal sebagai gerakan Brown, tidak akan dapat bekerja. Gerak
Brown adalah gerakan terus menerus dari suatu partikel yang sepenuhnya tidak pernah
dalam keadaan terdiam.
Tim Thibado menemukan bahwa pada suhu kamar, gerakan termal graphene sebenarnya
menginduksi arus bolak-balik (AC) pada sirkuit, sebuah pencapaian yang dianggap
mustahil.
Pada 1950-an, fisikawan Léon Brillouin menerbitkan makalah penting yang menyangkal
gagasan bahwa menambahkan dioda tunggal, gerbang listrik satu arah, pada sebuah sirkuit
adalah solusi untuk memanen energi dari gerakan Brown. Mengetahui hal ini, kelompok
Thibado membangun sirkuit mereka dengan dua dioda untuk mengubah AC menjadi arus
searah (DC).
Dengan dioda dalam oposisi yang memungkinkan arus mengalir dua arah, mereka
menyediakan jalur terpisah melalui rangkaian, menghasilkan arus DC yang berdenyut yang
melakukan pekerjaan pada resistor beban.
Selain itu, mereka menemukan bahwa desain mereka meningkatkan jumlah daya yang
dihasilkan. “Kami juga menemukan bahwa perilaku dioda yang hidup-mati dan seperti
sakelar sebenarnya memperkuat daya yang dihasilkan, daripada menguranginya, seperti
yang diperkirakan sebelumnya,” kata Thibado. “Tingkat perubahan resistansi yang
diberikan oleh dioda menambah faktor tambahan pada daya.”
Tim menggunakan bidang fisika yang relatif baru untuk membuktikan dioda meningkatkan
kekuatan sirkuit. “Dalam membuktikan peningkatan daya ini, kami menarik dari bidang
termodinamika stokastik yang muncul dan memperpanjang teori Nyquist yang berusia
hampir seabad,” kata rekan penulis Pradeep Kumar, profesor fisika dan rekan penulis.
Menurut Kumar, graphene dan sirkuit memiliki hubungan simbiosis. Meskipun lingkungan
termal melakukan pekerjaan pada resistor beban, graphene dan sirkuit berada pada suhu
yang sama dan panas tidak mengalir di antara keduanya.
Itu perbedaan penting, kata Thibado, karena perbedaan suhu antara graphene dan sirkuit,
dalam suatu sirkuit yang menghasilkan daya, akan bertentangan dengan hukum kedua
termodinamika. “Ini berarti bahwa hukum kedua termodinamika tidak dilanggar, juga tidak
harus bertentangan di mana ‘Maxwell’s Demon’ memisahkan elektron panas dan dingin,”
kata Thibado.
Tim juga menemukan bahwa gerakan graphene yang relatif lambat menginduksi arus di
sirkuit pada frekuensi rendah. Ini meruoakan hal penting dalam perspektif teknologi.
Karena perlatan elektronik fungsional akan lebih efisien pada frekuensi yang lebih rendah.
“Orang mungkin mengira bahwa arus yang mengalir dalam suatu resistor akan
menyebabkannya bertambah panas, tetapi arus Brownian tidak. Padahal, jika tidak ada arus
yang mengalir, resistor akan mendingin,” jelas Thibado. “Apa yang kami lakukan adalah
mengubah rute arus di sirkuit dan mengubahnya menjadi sesuatu yang berguna.”
Tujuan tim selanjutnya adalah untuk menentukan apakah arus DC dapat disimpan dalam
kapasitor untuk digunakan nanti, tujuan yang membutuhkan miniaturisasi sirkuit dan pola
pada wafer silikon, atau chip. Jika jutaan sirkuit kecil ini dapat dibangun di atas sebuah chip
berukuran 1-milimeter kali 1-milimeter, maka akan dapat berfungsi sebagai pengganti
baterai berdaya rendah.
Mengubah Sampah Menjadi
Graphene Dalam Sekejap
1 Februari 2020
BAGIKAN
Facebook
Sampah-sampah padatan yang berupa sumber karbon seperti ban bekas, plastik, hingga
kulit pisang dapat diubah menjadi graphene, sebuah bahan yang berharga dengan berbagai
manfaatnya.
Teknik yang disebut sebagai “flash graphene” ini, dikembangkan oleh para peneliti dari Rice
University. Menurut mereka, proses pembuatannya akan jauh lebih cepat dan lebih murah
dibandingkan dengan metode pembuatan graphene lainnya, dan akan sangat berdampak
positif terhadap lingkungan.
“Dunia membuang 30% hingga 40% dari semua jenis makanan, karena membusuk, dan
limbah plastik menjadi perhatian dunia. Kami telah membuktikan bahwa semua jenis bahan
padat berbasis karbon, termasuk limbah plastik campuran dan ban karet, dapat diubah
menjadi graphene.” kata James Tour dari Rice University.
Salah satu kegunaan dari graphene, dapat memperkuat beton. Tour mengatakan
konsentrasi 0,1% dari flash graphene dalam semen yang digunakan untuk mengikat beton,
dapat mengurangi dampak lingkungan yang besar hingga sepertiganya. Produksi semen
dilaporkan menghasilkan karbon dioksida sebanyak 8% setiap tahunnya.
“Dengan memperkuat beton dengan graphene, kita bisa menggunakan lebih sedikit beton
untuk bangunan, dan akan mengurangi pembuatan dan transportasinya,” katanya.
“Pada dasarnya, kami menjebak gas rumah kaca seperti karbon dioksida dan metana yang
dihasilkan oleh limbah makanan di tempat pembuangan sampah. Kami mengubah karbon
itu menjadi graphene dan menambahkan graphene tersebut ke dalam beton, sehingga
menurunkan jumlah karbon dioksida yang dihasilkan dalam pembuatan beton. Ini adalah
sebuah skenario lingkungan yang saling menguntungkan dengan menggunakan graphene.”
“Di sini, graphene bertindak sebagai templat 2-D dan agen penguat yang mengontrol hidrasi
semen dan pengembangan kekuatan selanjutnya.” kata Rouzbeh Shahsavari, rekan
koresoneden penulis dan presiden C-Crete Technologies
Di masa lalu, Tour berkata, “graphene terlalu mahal untuk digunakan dalam aplikasi ini.
Proses flash akan sangat mengurangi harga, selain itu dapat membantu kita dalam
mengelola limbah dengan lebih baik.”
Proses flash graphene dapat mengubah karbon padat menjadi graphene untuk beton, aspal,
bangunan, mobil, pakaian, dan lainnya, kata Tour.
Laboratorium mencatat bahwa bubuk kopi bekas dapat diubah menjadi lembaran graphene
satu lapis yang murni.
Proses flash terjadi dalam reaktor yang dirancang khusus yang memanaskan material
dengan cepat dan memancarkan semua elemen non-karbon sebagai gas.
Dia mengatakan proses flash menghasilkan sedikit panas berlebih yang terbuang,
menyalurkan hampir semua energinya menuju target. “Kamu bisa meletakkan jarimu tepat
di wadah beberapa detik sesudahnya,” kata Tour. “Dan perlu diingat ini hampir tiga kali
lebih panas daripada tungku deposisi uap kimia yang sebelumnya kita gunakan untuk
membuat graphene, tetapi dalam proses flash, panas terkonsentrasi pada bahan karbon.
“Semua energi berlebih keluar sebagai cahaya, dalam flash yang sangat terang, dan karena
tidak ada pelarut, ini adalah proses yang sangat bersih,” katanya.
Rekan penulis Ksenia Bets menegaskan bahwa suhu adalah kunci dalam pembentukan
material graphene secara cepat. “Kami pada dasarnya mempercepat proses geologi yang
lambat di mana karbon berevolusi menjadi keadaan dasarnya, grafit,” katanya. “Sangat
dipercepat oleh lonjakan panas, itu juga berhenti pada saat yang tepat, pada tahap
graphene.”
Memanfaatkan Bakteri
Dalam Menghasilkan
Graphene
Dari kiri ke kanan, Grafit (Gr), seperti yang akan ditemukan di pensil biasa; graphene oxide (GO),
dan mencampurnya dengan bakteri Shewanella; vial dari produk yang dihasilkan dan bahan
graphene yang telah diproduksi secara kimia. Bahan graphene yang diproduksi oleh laboratorium
Anne (Foto Universitas Teknologi Delft / Benjamin Lehner)
Para peneliti telah berhasil memanfaatkan bakteri dalam menghasilkan graphene. Metode
ini merupakan cara yang lebih efisien, hemat waktu, dan ramah lingkungan dibandingkan
yang diproduksi secara kimia dalam memproduksi bahan graphene.
Meskipun graphene merupakan bahan yang paling tipis, namun memilki kekuatan yang luar
biasa sehingga dapat dimanfaatkan dalam berbagai bidang. Graphene juga
merupakan nanomaterial revolusioner karena kemampuannya untuk dengan mudah
menghantarkan listrik dan fleksibilitas mekanisnya yang luar biasa. Mulai dari baterai,
beton, atau penyaring air telah memanfaatkan keistimewaan dari graphene. Sayangnya,
graphene dianggap masih terlampau mahal dan teknik yang telah ada dianggap belum bisa
untuk menghasilkan produksi secara massal.
Dalam sebuah makalah yang diterbitkan di dalam jurnal ChemOpen, Anne S. Meyer, seorang
profesor biologi di University of Rochester, dan rekan-rekannya di Delft University of
Technology di Belanda, menggambarkan sebuah cara untuk mengatasi hambatan ini.
“Untuk aplikasi nyata Anda membutuhkan jumlah besar,” kata Meyer. “Memproduksi
jumlah massal ini sangat sulit dan biasanya menghasilkan graphene yang lebih tebal dan
kurang murni. Inilah yang kami upayakan.”
“Graphene oxide mudah diproduksi, tetapi tidak terlalu konduktif karena keberadaan
sekelompok oksigen di dalamnya,” kata Meyer. “Bakteri menghilangkan sebagian besar
kelompok oksigen, yang mengubahnya menjadi bahan konduktif.”
Bahan graphene yang diproduksi memanfaatkan bakteri di lab Meyer bersifat konduktif,
lebih tipis dan lebih stabil daripada graphene yang diproduksi manufaktur kimia. Selain itu
dapat disimpan untuk jangka waktu yang lebih lama sehingga cocok untuk digunakan dalam
berbagai aplikasi, termasuk sebagai tinta konduktif dan biosensor field-effect
transistor (FET), semacam perangkat yang mendeteksi molekul biologis tertentu dan dapat
digunakan untuk pemantauan glukosa secara real-time untuk penderita diabetes.
“Untuk membuat biosensor FET yang baik Anda memerlukan bahan yang sangat konduktif
tetapi juga dapat dimodifikasi untuk mengikat molekul tertentu.” Graphene oxide yang telah
tereduksi adalah bahan yang ideal karena ringan dan sangat konduktif, tetapi biasanya
mempertahankan sejumlah kecil kelompok oksigen yang dapat digunakan untuk mengikat
molekul yang diinginkan.
Bahan graphene yang diproduksi secara bakteri juga dapat menjadi dasar untuk tinta
konduktif, yang pada akhirnya dapat digunakan untuk membuat keyboard komputer, papan
sirkuit, atau kabel kecil yang lebih cepat dan lebih efisien seperti yang digunakan untuk
mencairkan kaca depan mobil ketika terjadi pembekuan. Menggunakan tinta konduktif
adalah “cara yang lebih mudah, lebih ekonomis untuk menghasilkan sirkuit listrik,
dibandingkan dengan teknik tradisional,” kata Meyer. Tinta konduktif juga dapat digunakan
untuk menghasilkan sirkuit listrik di atas bahan nontradisional seperti kain atau kertas.
“Bahan graphene yang diproduksi secara bakteri kami akan mengarah pada kesesuaian
yang jauh lebih baik untuk pengembangan sebuah produk,” kata Meyer. “Kami bahkan
dapat mengembangkan teknik ‘litografi bakteri’ untuk membuat bahan graphene yang
hanya konduktif di satu sisi, yang dapat mengarah pada pengembangan baru bahan
nanokomposit yang lebih canggih.”
Baterai berbasis graphene
SEAS Harvard
Peneliti dari Harvard University menggunakan fisika untuk memecahkan salah satu
tantangan terbesar dalam merancang baterai yang ringan dan tahan lama: bagaimana
memeras energi sebanyak mungkin yang disimpan ke dalam tempat yang sekecil mungkin.
Para peneliti dari Harvard John A. Paulson School of Engineering dan Applied
Sciences (SEAS) dan Departemen Fisika telah mengembangkan sistem elektrokimia yang
dapat menyimpan sejumlah besar energi di dalam ruang antara lembaran tipis dua dimensi
material berlapis, seperti graphene.
“Kami mengamati bahwa dengan menumpuk lembaran material yang berbeda, material-
material tipis secara atomik, kami dapat merancang kapasitas elektrokimia yang lebih
tinggi, meningkatkan akumulasi muatan dalam bahan hibrida hingga lebih dari sepuluh kali
lipat,” kata Kwabena Bediako, mantan rekan postdoctoral di SEAS dan penulis pertama dari
kertas.
Para peneliti mengeksploitasi efek fisik yang dikenal sebagai gaya van der Waals, yang
merupakan ikatan lemah antara molekul berdasarkan jumlah total atom dan jarak, daripada
interaksi kimia langsung. Teknik tradisional untuk meningkatkan bahan (membuat
elektroda yang lebih baik dalam baterai lithium-ion, misalnya) terbatas pada unsur dan
senyawa yang secara kimia dan struktural kompatibel, seperti kobalt dan nikel.
Tapi, dengan mengikat bahan dengan gaya van der Waals, para peneliti menemukan bahwa
mereka dapat menggabungkan dua bahan berlapis untuk menciptakan lingkungan
elektrokimia baru di ruang “kosong” antara dua lapisan, yang dikenal sebagai antarmuka
van der Waals.
Para peneliti menumpuk lapisan boron nitrida, graphene dan molybdenum dichalcogenide
(MoX 2) dan menyuntikkan ion lithium di antara lapisan tersebut.
“Pada tingkat atom, perangkat elektrokimia ini lebih dari jumlah bagian-bagiannya,” kata
Bediako. “Kami telah menciptakan lingkungan elektrokimia yang unik di antara lapisan-
lapisan ini dan kami dapat mengukur, mengendalikan, dan menyetelnya untuk menyimpan
lebih banyak ion lithium selama periode waktu yang lebih lama dan pada tegangan yang
diinginkan.”
Semakin banyak ion lithium yang dapat Anda masukkan ke dalam ruang, semakin tinggi
kapasitas baterai; semakin cepat ion keluar, semakin tinggi tegangannya.
“Di luar penyimpanan energi, metode ini untuk memanipulasi dan mengkarakterisasi
perilaku elektrokimia sistem berlapis membuka jalur baru untuk mengendalikan kepadatan
muatan besar dalam perangkat elektronik dan optoelektronik 2D,” kata Philip Kim, penulis
senior dari makalah ini.
Penyaringan Air Lebih
Mudah dengan Lembar Tipis
Berbahan Graphene
Produk baru yang terbuat dari graphene memungkinkan untuk dengan mudah dan murah
membuat air kotor bisa diminum. Teknologi “bahan ajaib” dapat digunakan untuk secara
signifikan meningkatkan ketersediaan air minum bersih ke bagian dunia yang sedang
berkembang.
Ilmuwan dari Organisasi Penelitian Ilmiah dan Industri Persemakmuran Australia (CSIRO)
mengembangkan selaput tipis yang terbuat dari graphene, yang disebut “Graphair,” yang
dapat membuat air kotor cukup bersih untuk diminum setelah melewatinya satu kali saja.
Penelitian tim tersebut dipublikasikan di Nature Communications.
Metode penyaringan air saat ini memerlukan biaya mahal dan menyita waktu. Graphair
tidak hanya membuat lebih mudah mendapatkan air bersih, tapi juga lebih terjangkau dari
pada jenis graphene lainnya. Teknologi ini juga berhasil menjadi mudah digunakan dan
relatif murah selain tetap mempertahankan sifat material yang sangat menguntungkan.
Padahal, komponen utama bahan tersebut adalah minyak kedelai yang terbarukan.
Salah satu sifat material yang paling diminati adalah hidrofobik, yang berarti mengusir air.
Bahan ini dikembangkan untuk memiliki nanochannel mikroskopis yang memungkinkan
molekul air menerobos film namun terlalu kecil untuk polutan yang terdiri dari molekul
yang lebih besar untuk melewatinya. Hasil akhirnya adalah sampel air bersih sepenuhnya
setelah hanya melewati lapisan film.
Langkah selanjutnya agar tim akan terhubung dengan mitra industri yang dapat membantu
mereka meningkatkan Graphair agar dapat digunakan secara luas. Mereka juga ingin
melakukan uji lapangan untuk khasiat materi dalam kondisi dunia nyata.
Dalam siaran persnya, penulis utama Dong Han Seo mengatakan “Yang dibutuhkan
hanyalah panas, graphene, membran filter dan pompa air kecil. Kami berharap untuk
memulai uji coba lapangan di sebuah komunitas masyarakat yang sedang berkembang
tahun depan.”
Jika mereka dapat memenuhi tujuan tersebut, Graphair dapat segera menjadi bagian
integral dari sistem filtrasi kota sambil juga membawa air bersih ke bagian dunia yang
sangat membutuhkannya.
Selain Kuat, Beton
Graphene Lebih Tahan Air
4 Mei 2018
BAGIKAN
Facebook
lppicture/pixabay
Sebuah beton baru yang lebih hijau, kuat dan lebih tahan lama yang dibuat dengan
menggunakan bahan menakjubkan graphene yang diperkirakan dapat merevolusi industri
konstruksi di masa mendatang.
Para ahli dari University of Exeter telah mengembangkan teknik baru perintis yang
menggunakan teknologi nanoengineering untuk menggabungkan graphene ke dalam
produksi beton tradisional.
Bahan komposit baru, yang dua kali lebih kuat dan empat kali lebih tahan air daripada
beton yang telah ada, dapat digunakan secara langsung oleh industri konstruksi di lokasi
pembangunan. Semua sampel beton yang diuji sesuai dengan standar Inggris dan Eropa
untuk konstruksi.
Yang penting, material konsentrat bertenaga graphene baru juga secara drastis mengurangi
jejak karbon dibandingkan metode produksi beton konvensional, membuatnya lebih
berkelanjutan dan ramah lingkungan.
Tim peneliti bersikeras bahwa teknik baru dapat membuka jalan bagi nanomaterial lainnya
untuk dimasukkan ke dalam beton, dan selanjutnya memodernisasi industri konstruksi di
seluruh dunia.
Profesor Monica Craciun , rekan penulis makalah dan dari departemen teknik Exeter,
mengatakan: “Perkotaan kita menghadapi tekanan yang semakin besar dari tantangan
global terhadap polusi, urbanisasi berkelanjutan, dan ketahanan terhadap bencana alam,
antara lain.
“Material komposit baru ini adalah pengubah-permainan secara mutlak dalam hal
memperkuat beton tradisional untuk memenuhi kebutuhannya. Tidak hanya lebih kuat dan
lebih tahan lama, tetapi juga lebih tahan terhadap air, membuatnya unik cocok untuk
konstruksi di area yang membutuhkan pekerjaan pemeliharaan dan sulit diakses.
“Namun mungkin yang lebih penting, dengan memasukkan graphene kita dapat
mengurangi jumlah bahan yang diperlukan untuk membuat beton sekitar 50 persen –
mengarah pada pengurangan 446kg / ton emisi karbon secara signifikan.
“Berbagai fungsi dan properti yang belum pernah ditemukan ini merupakan langkah
penting dalam mendorong industri konstruksi yang lebih berkelanjutan dan ramah
lingkungan di seluruh dunia.”
Dalam penelitian baru yang inovatif, tim peneliti telah menciptakan teknik baru yang
berpusat pada menangguhkan graphene tipis atomik dalam air dengan hasil tinggi dan tidak
ada cacat, biaya rendah dan kompatibel dengan persyaratan manufaktur skala besar
modern.
Dimitar Dimov , penulis utama dan juga dari Universitas Exeter menambahkan: “Penelitian
yang inovatif ini sangat penting karena dapat diterapkan untuk manufaktur dan konstruksi
skala besar. Industri harus dimodernisasi dengan memasukkan tidak hanya manufaktur off-
site, tetapi juga bahan-bahan baru yang inovatif.
“Menemukan cara-cara yang lebih ramah lingkungan adalah langkah penting ke depan
dalam mengurangi emisi karbon di seluruh dunia dan dengan demikian membantu
melindungi lingkungan kita semaksimal mungkin. Ini adalah langkah pertama, tetapi
langkah penting dalam arah yang tepat untuk membuat industri konstruksi yang lebih
berkelanjutan untuk masa depan.”