Anda di halaman 1dari 10

AKOMODASI BUDAYA LOKAL (`URF )

DALAM PEMAHAMAN FIKIH ULAMA MUJTAHIDIN

Iim Fahimah
Pascasarjana IAIN Bengkulu
Jl. Raden Fatah Pagar Dewa Bengkulu
Email: fahimah_iim@yahoo.co.id

Abstract: Culture is a set of human knowledge that is used as a guide or to interpret the overall human actions. Culture is
also a guideline for people’s lives which is believed to be true by the community. As a pattern for action, culture contains a
set of knowledge possessed by humans as social beings, whose contents are devices, models of knowledge that are selectively
used to understand and interpret the environment faced and to encourage and create necessary actions. Whereas as a
pattern of action, culture is what happens in the daily lives of people based on guidelines believed to be true. Furthermore,
in order to ground Islam to society so that the concept of Islamic law becomes a handle in interacting, accommodating
local culture in Islamic law is a must. Acceptance of f urf as one of the arguments in establishing Islamic law provides
an opportunity for the dynamics of Islamic law. Because many problems are not accommodated in the method of qiyas,
istihsan, mashlahah mursalah and others, can be accommodated by ‘urf (local culture). Scholars accommodate local
culture which in some ways is difficult to deny its need for that culture.
Keywords: accommodation, local culture, islamic jurisprudence

Abstrak: Kebudayaan adalah seperangkat pengetahuan manusia yang dijadikan sebagai pedoman atau menginter­pretasi­kan
keseluruhan tindakan manusia. Kebudayaan juga pedoman bagi kehidupan masyarakat yang diyakini kebenarannya oleh
masyarakat tersebut. Sebagai pola bagi tindakan, kebudayaan berisi seperangkat pengetahuan yang dimiliki oleh manusia
sebagai makhluk sosial, yang isinya adalah perangkat-perangkat, model-model pengetahuan yang secara selektif digunakan
untuk memahami dan menginterpretasikan lingkungan yang dihadapi dan untuk mendorong dan menciptakan tindakan-
tindakan yang diperlukan. Sedangkan sebagai pola dari tindakan, kebudayaan adalah apa yang terjadi di dalam kehidupan
sehari-hari masyarakat yang berdasar pada pedoman yang diyakini kebenarannya. Selanjutnya dalam rangka membumikan
Islam pada masyarakat agar konsep hukum Islam menjadi pegangan dalam berinteraksi, maka mengakomodasi budaya
lokal dalam hukum Islam adalah suatu keharusan. Diterimanya ‘urf sebagai salah satu dalil dalam penetapan hukum Islam
memberi peluang bagi dinamisasi hukum Islam. Sebab banyak permasalahan yang tidak tertampung dalam metode qiyas,
istihsan, mashlahah mursalah dan yang lainnya, dapat ditampung oleh ‘urf (budaya lokal). Ulama mengakomodasi budaya
lokal yang dalam beberapa hal sulit dipungkiri kebutuhannya terhadap budaya tersebut.
Kata kunci: akomodasi, budaya lokal, fikih

Pendahuluan diyakini kebenarannya oleh masyarakat ter­tentu.


Budaya dipandang sebagai bagian dari Isinya perangkat-perangkat atau model-model
kehidupan masyarakat, sehingga tidak me­ pengetahuan yang secara selektif dapat diguna­
mungkin­kan bagi sebuah gerakan agama yang kan untuk memahami dan menginterpretasi
mem­ bawa nafas rahmatan lil’alamin mem­ lingkungan yang dihadapi serta mendorong dan
berangus sesuatu yang sudah menjadi bagian menciptakan tindakan-tindakan yang diperlu­
dari masyarakat. kan masyarakatnya sendiri. Interaksi Islam dan
budaya lokal adalah sebagai upaya untuk melihat
Kebudayan adalah keseluruhan pengetahuan
hubungan dinamis antara Islam dengan berbagai
yang dimiliki manusia selaku makhluk sosial
nilai dan konsep kehidupan yang dipelihara
atau pedoman bagi kehidupan manusia yang

MIZANI: Wacana Hukum, Ekonomi dan Keagamaan 9|


Volume 5, No. 1, 2018
Iim Fahimah

dan diwarisi serta dipandang sebagai pedoman sebuah penyelesaian, serta seluruh pihak
hidup oleh masyarakat terkait. Pedoman bersedia untuk memahami dan merasakan
hidup dimaksud juga mencakup tradisi yang keadaan pihak yang lain.
diwarisi dari generasi ke generasi yang hingga 3. Arbitrasi yaitu suatu bentuk akomodasi
kini fenomenanya masih tampak. Dalam hal dimana pihak-pihak yang terlibat dalam
ini ulama fikih mempunyai pandangan sendiri perselisihan tidak dapat mencapai kompromi
dalam memperlakukannya sebagai sumber sendiri. Untuk itu, akan diundang pihak
hukum atau sebagai metododologi dalam pe­ ketiga yang tidak memihak/netral untuk
ngambilan hukum. mengusahakan penyelesaian pertentangan
tersebut. Pihak ketiga di sini dapat pula
Akomodasi, Budaya Lokal, ’Urf dan Adat ditunjuk atau dilaksanakan oleh sebuah
Akomodasi menurut bahasa ada beberapa badan yang mempunyai wewenang.
arti sebagai berikut: 4. Mediasi yaitu bentuk akomodasi yang mirip
a. Sesuatu yang disediakan untuk memenuhi dengan arbitrasi. Tetapi, pihak ke-3 yang
kebutuhan, misalnya tempat menginap atau bertindak sebagai penengah dan tidak ber­
tempat tingggal sementara bagi orang yang wenang untuk memberi keputusan pe­
bepergian: dia bertugas menyiapkan bagi nyelesaian terhadap pertikaian pada kedua
para tamu yang datang dari luar daerah belah pihak.
b. Bio penyesuaian mata untuk menerima suatu 5. Konsiliasi yaitu suatu bentuk akomodasi untuk
bayangan yang jelas dari objek yang dilihat mempertemukan keinginan-keinginan dari
pihak-pihak yang berselisih demi tercapainya
c. Antara penyesuaian manusia dalam kesatuan
suatu persetujuan bersama.
sosial untuk menghindari dan meredakan
interaksi ketegangan dan konflik. 6. Toleransi yaitu suatu bentuk akomodasi tanpa
adanya kesepakatan yang resmi. Biasanya
d. Penyesuaian sosial dalam interaksi antara
terjadi karena adanya keinginan-keinginan
pribadi dan kelompok manusia untuk
untuk sebisa mungkin menghindarkan diri
meredakan pertentangan.
dari pertikaian yang dapat merugikan di
e. Kamar atau atau ruang tempat tinggal awak antara kedua belah pihak.
kapal atau penumpanng kapal1.
7. Stalemate yaitu suatu bentuk akomodasi pada
Sedangkan pengertian akomodasi menurut saat kelompok yang terlibat pertentangan
istilah adalah cara menyelesaikan pertentangan mempunyai kekuatan seimbang.
antara dua pihak tanpa menghancurkan salah
8. Ajudikasi yaitu penyelesaian sengketa atau
satu pihak, sehingga kepribadian masing-masing
permasalahan melalui jalur hukum atau
pihak tetap terpelihara. Akomodasi memiliki
pengadilan. Akomodasi dilakukan dengan
beberapa bentuk, sebagai berikut:
tujuan untuk:
1. Coercion yaitu suatu bentuk akomodasi
1) Mengurangi pertentangan akibat per­
yang dapat terjadi karena adanya pemaksaan
bedaan paham.
kehendak pihak tertentu kepada pihak lain
yang lebih lemah. 2) Mencegah meluasnya pertentangan untuk
sementarawaktu
2. Kompromi yaitu suatu bentuk akomodasi
dimana pihak yang berselisih saling me­ 3) Mewujudkan kerjasama antara kelompok
ngurangi tuntutan supaya menemukan yang hidup terpisah2.

1
Pusat Bahasa Departeman Pendidikan Nasional, Kamus 2
ihttp://temukanpengertian.blogspot.com/2013/09/
besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2008), h. 21. pengertian-akomodasi.hl, diakses 4 Juni 2018.

| 10 MIZANI: Wacana Hukum, Ekonomi dan Keagamaan


Volume 5, No. 1, 2018
Akomodasi Budaya Lokal (`Urf )

Pengertian Budaya Lokal, ‘Urf dan ‘Adat sesuatu yang telah familiar, menjadi biasa, dalam
Kata budaya artinya: 1 akal budi, hasil, 2. adat masyarakat dan melekat sehingga menjadi
istiadat, 3. sesuatu mengenai kebudayaan yang tradisi. Definisi ini mencakup kebiasaan yang
sudah berkembang (beradab, maju,) 4. Sesuatu dilakukan oleh perorangan maupun kelompok,
yang sudah menjadi kebiasaan yang sudah sukar apakah perkara (adat) tersebut bersumber dari
diubah.3 Berbudaya artinya mem­punyai pikiran, bersifat natural (alam) seperti perubahan iklim,
akal yang sudah maju. Membudaya berarti men­ atau perkara (adat) tersebut dari hawa nafsu
jadi kebudayaan atau menjadi kebiasaan yang seperti memakan harta dengan cara yang batil,
dianggap wajar. Sedangkan membudayakan ber­­ melakukan kezaliman, kefasikan, kemaksiatan
arti: mengajar supaya mempunyai beradab (ber­ dan lain-lain.
budaya) bisa juga berarti: membiasakan suatu Sedangkan secara terminologi, sebagaimana
perbuatan yang baik sehingga dianggap sebagai dinyatakan Abdul Karim Zaidan, ‘urf berarti:
yang ber­budaya4. Adapun arti lokal adalah: 1. sesuatu yang tidak asing lagi bagi suatu
Ruang yang luas, 2. Terjadi (berlaku, ada, dan masyarakat karena telah menjadi kebiasaan
sebagainya) di satu tempat, tidak merata, 3. Di dan menyatu dengan kehidupan mereka, baik
satu tempat (pembuatan, produksi, tumbuh, berupa perbuatan atau perkataan9. Abu Zahrah
hidup dan sebagainya) setempat.5 Budaya lokal menyatakan ‘urf adalah kebiasaan manusia
berarti berarti budaya setempat. dalam urusan muamalat dan menegakkan
Kata `urf secara etimologi berasal dari kata urusan-urusan mereka10.
`arafa, ya`rifu berarti sesuatu yang dikenal6, Di antara para ulama, ada yang menyata­
sesuatu yang dipandang baik dan diterima kan bahwa pengertian ‘urf sama dengan al-
oleh akal sehat7. Dalam kamus bahasa Arab `adah, keduanya muradif11. Selanjutnya Amir
(seperti al-Qamus, Lisan al-`Arab, al-Misbah Syarifuddin menyatakan bila diperhatikan kedua
al-Munir) dijelaskan bahwa makna al-`adah kata tersebut dari segi asal penggunaan dan
dari segi bahasa adalah suatu perilaku yang di­ akar katanya, maka terdapat perbedaan antara
lakukan secara berulang-ulang sehingga men­ keduanya. Kata al-`adah berasal dari kata `ada,
jadi kebiasaan, karakter atau culture. Dalam ya`udu yang mengandung arti pengulangan
kamus Maurid dikatakan: adat adalah terbiasa (tikrar). Sesuatu dikatakan sebagai `adah jika
me­ lakukan, dan membiasakannya akhirnya telah dilakukan secara berulang. Namun,
menjadi adat baginya8. Dalam sebuah syair tidak ada ukuran dan banyaknya pengulangan
yang masyhur dikatakan ta`awwad shalih al- sehingga perbuatan tersebut dinyatakan sebagai
akhlaqi, fa inni raitu al-mar`a yaklafu ma `adah. Kata `urf tidak mengacu pada segi ber­
ista`adda (biasakanlah berakhlaq yang terpuji ulang kalinya suatu perbuatan itu dilakukan,
karena aku melihat seorang akan jinak terhadap tetapi dari segi bahwa perbuatan tersebut sudah
kebiasaannya). Secara terminologi, pandangan sama-sama dikenal dan diakui oleh orang
fukaha dan ushuliyyun terhadap al-`adah, yaitu banyak12.
Imam al-Syathibi dalam al-Muwafaqat mem­
3
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus
Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2008), h. 169. bagi adat ke dalam dua bagian yaitu adat yang
4
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus bersifat syar`i dan adat yang tidak bersifat syar`i.
Besar…, h. 169. Adat yang bersifat syar`i dapat diukur dengan
5
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus
Besar…, h. 680.
6
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh Jilid 2, (Jakarta: Logos, 9
Abd al-Karim Zaidan, Al-Wajiz fi Ushul al-Fiqh, (Beirut:
2001), Cet.ke-2, h. 363. Ma’assasah al-Risalah, 1986), h. 252.
7
Satria Effendi M. Zein, Ushul Fiqh, (Jakarta: Prenada 10
Muhammad Abu Zahrah, Ushul al-Fiqh, (Tt: Dar al-Fikr
Media, 2005),Cet.ke-1, h. 153. al-‘Arabi, 1958), h. 273.
8
Ba’labaki Ruhi, al-Maurid. Qamus ‘Arabi Ingglizi, (Beirut: 11
Satria Effendi Zein, Ushul Fiqh, h. 153.
Dar al-`ilmi lilmalayin, 1993), h. 742. 12
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, h. 363.

MIZANI: Wacana Hukum, Ekonomi dan Keagamaan 11 |


Volume 5, No. 1, 2018
Iim Fahimah

dalil-dalil syar`i secara langsung, mengingat `adah di atas memiliki kemiripan dengan ijma`.
teks-teks syariah memberikan penjelasan secara Namun, terdapat perbedaan-perbedaan sebagai
langsung baik itu bersifat perintah atau larangan, berikut:
sedangkan adat yang tidak bersifat syar`i 1. Dari segi ruang lingkupnya, ijma` harus
lebih dipengaruhi oleh kebutuhan insting dan diakui dan diterima semua pihak. Ijma` tidak
biologis manusia seperti makan minum, ber­ terwujud jika terdapat segelintir orang yang
hubungan dengan istri dan situasi alam seperti tidak setuju atau menolak. Sedangkan `urf
perubahan iklim dan lain-lain, atau dengan kata dan `adah cukup dilakukan atau dikenal oleh
lain adat yang tidak bersifat syar`i adalah yang sebagian besar orang saja.
tidak mendapatkan legitimasi dalil syar`i secara
2. Ijma` adalah kesepakatan para mujtahid
langsung13.
bukan masyarakat pada umumnya berbeda
Jika kita telusuri sebenarnya tidak ada per­ dengan `urf dan `adah melibatkan seluruh
bedaan yang prinsip karena pengertian kedua anggota masyarakat termasuk di antaranya
kata tersebut tidak ada perbedaan yang prinsip. adalah para mujtahid.
Keduanya mempunyai pengertian yang sama
3. `Adah dan `urf bisa mengalami perubahan
yaitu suatu perbuatan yang telah berulang-ulang
karena perubahan situasi dan kondisi ma­
dilakukan menjadi dikenal dan diakui orang
syarakat. Sedang ijma` sebagai sebuah dalil
banyak; sebaliknya karena perbuatan tersebut
hukum tidak mengalami perubahan16.
telah dikenal dan diakui orang banyak, maka
perbuatan itu dilakukan orang secara berulang- Selanjutnya dalam makalah ini penulis
ulang14. meng­gunakan istilah `urf saja untuk mewakili
`urf dan `adah mengingat keduanya memiliki
Dari segi kandungan artinya kedua kata
makna yang hampir sama dan untuk konsistensi
tersebut memiliki perbedaan makna. Kata
dan keseragaman penulisan.
‘adah hanya memandang dari segi pengulangan
suatu perbuatan itu dilakukan dan tidak me­
liputi penilaian segi baik atau buruknya per­ Macam-Macam `Urf
buatan tersebut sehingga dapat dinyatakan ia `Urf itu dapat dilihat dari obyeknya, dari
berkonotasi netral. Sedangkan `urf digunakan cakupannya, dan dari keabsahannya.
dengan memandang segi pengakuan terhadap 1. Dari sisi obyeknya, `urf dapat dibagi pada
suatu perbuatan, diketahui dan diterima oleh dua macam yaitu:
orang banyak. Dengan demikian, kata `urf
mengandung konotasi baiknya perbuatan ter­ a. Al-Urf al-Lafzhi adalah kebiasaan masya­
sebut sebagai mana penggunaannya dalam Q.S. rakat dalam mempergunakan lafaz atau
al-A’raf[7]: 199. Lain lagi tinjauan Musthafa ungkapan tertentu. Apabila dalam me­
Syalabi yang membedakan keduanya dari segi mahami ungkapan perkataan diperlukan
ruang lingkup penggunaannya. Kata `urf selalu arti lain, maka itu bukanlah `urf.
digunakan untuk jamaah atau golongan sedang b. Al-Urf al-Amali, adalah kebiasaan ma­sya­
kata `adah dapat saja berlaku pada perorangan, rakat yang berkaitan dengan perbuatan.
sebagian orang di samping pada golongan 15 . 2. Dari sisi cakupannya, `Urf terbagi kepada dua
Ketentuan harus sesuatu yang dikenal, diakui bagian, yaitu:
dan diterima oleh orang banyak pada `urf dan a. Al-`Urf al-`Am yaitu kebiasaan tertentu
yang berlaku secara luas di seluruh
13
Al-Syathibi, al-Muwafaqat fi Ushul al-Syari`ah, (Beirut: masyarakat dan di seluruh daerah.
Dar al-Ma’rifah, 1994), h. 583.
14
Al-Syathibi, al-Muwafaqat fi Ushul al-Syari`ah, h. 363-364.
15
Al-Syathibi, al-Muwafaqat fi Ushul al-Syari`ah, h. 364-365. 16
Al-Syathibi, al-Muwafaqat fi Ushul al-Syari`ah, h. 365.

| 12 MIZANI: Wacana Hukum, Ekonomi dan Keagamaan


Volume 5, No. 1, 2018
Akomodasi Budaya Lokal (`Urf )

b. Al-`Urf al-Khash, yaitu kebiasaan yang Thayyib Khudari al-Sayyid, guru besar Ushul Fiqh
berlaku di daerah dan masyarakat tertentu. Universitas al-Azhar Kairo, menyatakan bahwa
3. Dari sisi keabsahannya dalam pandangan pada prinsipnya mazhab yang empat sepakat
syara. dapat dibagi pada dua bagian yaitu: menerima adat istiadat sebagai landasan pem­
bentukan hukum. Walaupun dalam jumlah dan
a. Al-`Urf al-Shahih adalah kebiasaan yang
rinciannya terdapat perbedaan di antara mereka.
dilakukan oleh orang-orang yang tidak
Sehingga `urf dimasukkan dalam dalil hukum
bertentangan dengan dalil syara`, tiada
yang diperselisihkan oleh para Ushuliyun17.
menghalalkan yang haram dan meng­
haramkan yang halal, juga tidak mem­ Di antara dalil pensyariatan `urf adalah:
batalkan yang wajib. 1. Q.S. al-A`raf[7]: 199
b. Al-`Urf al-Fasid, yaitu kebiasaan yang di­ “Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang
lakukan oleh orang-orang, berlawanan mengerjakan yang makruf, serta berpalinglah
dengan ketentuan syariat, karena mem­ dari pada orang-orang yang bodoh”.
bawa kepada menghalalkan yang haram Kata `urf dalam ayat di atas oleh Ushuliyun
atau membatalkan yang wajib. dipahami sebagai sesuatu yang baik dan telah
menjadi kebiasaan masyarakat. Maka ayat di
Syarat-syarat `Urf atas menjadi landasan untuk mengerjakan
`Urf yang menjadi tempat kembalinya para sesuatu yang dianggap baik yang men­
mujtahid dalam berijtihad dan berfatwa, dan jadi tradisi dalam suatu masyarakat18. Pada
hakim dalam memutuskan perkara, disyaratkan prinsip­nya syariat Islam menerima dan
sebagai berikut: mengakui adat dan tradisi selama tidak
bertentangan dengan Alquran dan sunah.
1. `Urf tidak bertentangan dengan nash yang
Islam tidak serta merta menghapus tradisi
qath`i. Karena itu tidak dibenarkan sesuatu
dalam masyarakat Arab ketika ia diturunkan.
yang telah menjadi biasa yang bertentangan
Tradisi yang baik dilestarikan sedang tradisi
dengan nash yang qath`i.
yang buruk secara bertahap dihapuskan.
2. `Urf harus umum berlaku pada semua Sebagi contoh tradisi masyarakat Arab yang
peristiwa atau sudah umum berlaku. dilestarikan adalah praktek bagi hasil dalam
3. `Urf harus berlaku selamanya. Maka tidak perdagangan (mudharabah), jual beli salam
dibenarkan urf yang datang kemudian. yang merupakan kebiasaan masyarakat
Oleh sebab itu, orang yang berwakaf harus Madinah, dan jual beli ‘araya (jual beli kurma
dibawakan kepada `urf pada waktu me­ yang masih “basah” yang masih di pohon
wakafkan, meskipun bertentangan dengan dengan kurma yang sudah kering)19.
`urf yang datang kemudian. 2. Hadis nabi saw:
4. Tidak ada dalil yang khusus untuk kasus
tersebut dalam Alquran atau hadis.
‫ما رآه املسلون حسنا فهو عند اهلل حسن وما رأه‬
5. Pemakaiannya tidak mengakibatkan di­ ke­ ‫سيئا فهو عند اهلل سيء‬
samping­kannya nash syariah dan tidak meng­
“Segala sesuatu yang dianggap kaum muslimin
akibatkan kemadaratan juga kesempitan.
baik, maka demikian itu di sisi Allah adalah
perbuatan yang baik”.
Landasan Pensyari’atan `Urf Menjadi Landasan
Hukum 17
Satria Effendi M. Zein, Ushul Fiqh, h. 155.
18
Satria Effendi M. Zein, Ushul Fiqh, h. 155-156.
Para Ushuliyun sepakat menolak `urf fasid 19
Satria Effendi M. Zein, Ushul Fiqh, h. 156. Abdul Karim
untuk dijadikan landasan hukum. Menurut al- Zaidan, Al-Wajiz fi Ushul…, h. 254-255.

MIZANI: Wacana Hukum, Ekonomi dan Keagamaan 13 |


Volume 5, No. 1, 2018
Iim Fahimah

Menurut hadis ini perbuatan yang telah 4. Keberlakuan `urf dalam kehidupan manusia
men­ jadi kebiasaan kaum muslimin yang merupakan sebagai dalil bahwa ia men­
dipandang baik maka di sisi Allah me­ datang­kan kemaslahatan bagi mereka atau
rupakan perbuatan yang baik. Perbuatan melenyapkan kesulitan. Mashlahah me­
yang menyalahi kebiasaan yang dipandang rupakan dalil syar`i demikian juga melenyap­
baik tersebut akan menyebabkan terjadi­ kan kesulitan adalah tujuan syar`i. Ajaran
nya kesulitan dan kesempitan dalam hidup Islam datang dengan mengakomodir ke­
mereka. Mazhab Hanafi dan Maliki me­ mashlahatan yang telah menjadi `urf bangsa
nyatakan bahwa sesuatu yang ditetapkan Arab pra Islam seperti dalam masalah
berdasarkan `urf yang shahih setara dengan kafa’ah dalam perkawinan, ashabiyyah dalam
penetapan dengan dalil syara`20. Dan hadis perwalian dan waris, dan kewajiban mem­
Rasulullah saw. tentang kisah Hindun; istri bayar diyat bagi orang membunuh secara
Abu Sufyan yang mengadukan kebakhilan tidak sengaja (khatha’)25.
suaminya dalam memberikan nafkah. Rasul
bersabda,”khudzi min mali Abi Sufyan ma `Urf Dalam Pemahaman Fikih Ulama Mujtahidin
yakfiki wa waladaki bi al-ma`ruf.”(ambillah 1. Kaedah Ushuliyyah yang terkait dengan
dari harta Abi Sufyan sesuai kebutuhan yang pemberlakuan `Urf
pantas untukmu dan anakmu). Menurut al-
Diterimanya `urf sebagai salah satu dalil
Qurthubi, dalam hadis ini dijadikannya `urf
dalam penetapan hukum Islam memberipeluang
sebagai per­ timbangan penetapan hukum
bagi dinamisasi hukum Islam. Sebab banyak
Syariat oleh Rasulullah saw21.
permasalahan yang tidak tertampung dalam
3. Para ulama dari masa yang berbeda, ber­ metode qiyas, istihsan, mashlahah mursalah dan
hujjah dengan `urf dengan memasukkan yang lainnya dapat ditampung oleh `urf. Di
per­timbangan `urf dalam ijtihad mereka. Ini antara kaedah ushuliyah yang terkait dengan
sebagai pertanda sahnya penggunaannya, ini pembahasan `urf antara lain26:
posisinya sama dengan ijma` sukuti. Sebagian
a. Kaedah yang menyatakan bahwa hukum
mereka secara tegas menggunakannya sedang
yang dalam pembentukannya oleh mujtahid
yang lain tidak membantahnya22. Lebih
berdasarkan `urf, akan berubah jika `urf itu
lanjut ia menyatakan sesungguhnya `urf pada
berubah. Ibnu Qayyim al-Jauziyah (w. 751H)
hakikat­nya berdasarkan pada dalil Syara` yang
menyatakan, ‫( تغري االحكام بتغري االزمنة‬hukum itu
mu`tabarah, seperti ijma`, mashlahah mursalah
berubah karena ada perubahan waktudan
dan al-dzri`ah. `Urf yang berdasarkan ijma`
tempat). Sebagai contoh ketentuan pemberian
antara lain: jual beli secara pesanan, ketentuan
nafkah istri dan anak. Ini dapat dengan
tentang penyewa­ an kamar mandi umum23.
merujuk kepada adat kebiasaan yang berlaku
Syatibi mendasarkan bahwasan ijma` ulama
dalam masyarakat tempat seseorang itu berada
menyatakan bahwa sesungguhnya syariat Islam 27
. Dalam bahasa yang sedikit berbeda, ada
itu datang untuk me­melihara kemaslahatan
ulama yang menyatakan,’ la yunkir taghayyur
manusia. Untuk itu wajib memperhatikan
al-ahkam bitaghayyur al-azman”28.
tradisi-tradisi mereka karena di dalamnya
terwujudnya kemaslahatan tersebut24. b. Kaedah ‫( العادة حمكمة‬adat kebiasaan itu bisa
menjadi hukum)
c. Kaedah ‫استعمال الناس حجة جيب العمل هبا‬. Kaedah ini
20
Muhammad Abu Zahrah, Ushul Fiqh, h. 273.
21
Barry, Mashadir al-Ahkam…, h. 146. 25
Barry, Mashadir al-Ahkam…, h. 147.
22
Abdul Karim Zaidan, Al-Wajiz fi Ushul…, h. 255. 26
Cek lebih lanjut Zuhaili, Ushul al-Fiqh…, h. 858-863.
23
Abdul Karim Zaidan, Al-Wajiz fi Ushul…, h. 255. 27
Nasrun Haroen, Ushul Fiqh, h. 143.
24
Wahbah al-Zuhaili, Ushul al-Fiqh…, h. 837-838. 28
Wahbah al-Zuhaili, Ushul al-Fiqh…, h. 861.

| 14 MIZANI: Wacana Hukum, Ekonomi dan Keagamaan


Volume 5, No. 1, 2018
Akomodasi Budaya Lokal (`Urf )

sama pengertiannya dengan kaedah nomor kan ber­­dasarkan `urf merupakan penetapan
dua.29 dengan dalil yang diyakini sebagaimana hal­nya
d. Kaedah ‫( املعروف عرفا كاملشروط شزطا‬sesuatu yang nash (Alquran dan hadis) ketika tidak di­temu­
baik itu menjadi `urf, sebagaimana yang di­ ka­nnya nash tentang persoalan tersebut32.
syaratkan itu menjadi syarat). Sesuatu yang h. Fukaha dari kalangan mazhab Hanafi me­
telah menjadi `urf dalam masyarakat, baik nyatakan, ‫( العرف قاض على اللغة‬pengertian menurut
berupa perbuatan maupun perkataan adalah `urf (`urf lafzhi) itu yang digunakan dalam
untuk pengaturan hidup dan kebutuhan memahami suatu istilah)33.
mereka. Apabila mereka berkata atau me­ i. Kaedah ‫ احلقيقة ترتك بداللة العادة‬berlaku hanya pada
nulis sesuatu yang dimaksudkan adalah `urf lafzhi. Artinya yang dipakai adalah pe­
sesuai dengan pengertian yang telah mereka ngertian kata tersebut dalam kebiasaan ma­
kenal (telah menjadi `urf di antara mereka). syarakat bukan maknanya yang hakiki.
Apabila mereka berbuat sesuatu maka
j. Kaedah ‫( االشارة املعهودة لألخراس كالبيان باللسان‬bahasa
mereka berbuat sesuai dengan kebiasaan
isyarat yang diungkapkan oleh orang tuna
yang telah melembaga di kalangan mereka.
wicara itu kedudukannya sama dengan pen­
Dan apabila mereka mendiamkan; tidak
jelasan secara lisan).
mem­ beri ketegasan tentang sesuatu maka
yang dimaksudkan adalah sesuatu yang k. Kaedah ‫ الكتاب كاخلطاب‬berlaku pada `urf lafzhi.
sesuai dengan `urf mereka. Oleh sebab itu, Kaedah kedua sampai dengan kesebelas ini
para fukaha menyatakan: al-ma`ruf `urfan terkait dengan `urf lafzhi.
ka al-masyruth syarthan (sesuatu yang baik itu l. Kaedah ‫ امنا تعترب العادة اذا اضطرد ت او غلبت‬artinya suatu
menjadi `urf, sebagaimana yang disyaratkan `urf itu barulah dapat dijadikan landasan
itu menjadi syarat). Dan sesungguhnya syarat hukum jika ia telah menjadi tradisi serta di­
dalam sebuah akad itu dipandang sah jika praktikkan oleh masyarakat secara umum.
me­rupakan keharusan dari akad itu sendiri,
m. Kaedah ‫العربة للغالب ال للنادر‬. Kaedah ini dan
telah ditentukan oleh Syara`, atau sesuatu
kaedah kesepuluh menjadi qayyid dari kaedah
yang berlaku dalam `urf30.
al-adah muhakkamah.34
e. Kaedah ‫( املعروف بني التجاركاملشروط بينهم‬kebiasaan yang
berlaku di kalangan pedagang kedudukannya
2. Pertentangan dalil dalam `Urf
sama dengan berlakunya persyaratan di antara
mereka). Kaedah ini semakna dengan kaedah Berikut ini bentuk ta`arudh terkait dengan
sebelumnya. masalah `urf:
f. Kaedah ‫التعيني بالعرف كالتعيني بالنص‬ a. Jika `urf bertentangan dengan hukum yang
bersifat umum yang didasarkan pada dalil
g. Kaedah ‫( الثابت بالعرف كالثابت بالنص‬sesuatu yang di­­
yang zhanni.
tetap­kan berdasarkan `urf sama dengan yang
di­tetapkan melalui nash)31. Ulama yang men­ 1) Jika `urf itu adalah `urf lafzhi maka ia
syarah kitab al-Asybah wa al-Nazha’ir, me­ me­mahami nash itu berdasarkan pe­
nyatakan “al-tsabit bi al-`urf tsabit bi al-dalil mahaman `urf tersebut. Seperti dalam me­
syar`i” dan dalam bahasa yang senada Sarakhsi mahami makna shalat, nikah, jual beli dan
menyatakan, “al-tsabit bi al-`urf tsabit bi sebagainya.
an-nash” bahwa permasalahan yang ditetap­ 2) Jika dengan `urf `amali, maka ia men­

29
Ali Ahmad al-Nadawi, al-Asybah wa al-Nazha’ir, (Damaskus:
Dar al-Qalam, 1994), h. 65. 32
Muhammad Abu Zahrah, Ushul Fiqh, h. 273.
30
Abd al-Wahhab Khallaf, `Ilmu Ushul…, h. 146-147. 33
Zuhaili, Ushul al-Fiqh…, h. 840.
31
Nasrun Haroen, Ushul Fiqh, h. 143. 34
Ali Ahmad al-Nadawi, al-Asybah wa al-Nazha’ir, h. 166.

MIZANI: Wacana Hukum, Ekonomi dan Keagamaan 15 |


Volume 5, No. 1, 2018
Iim Fahimah

takhshish dalil zhanni itu35. Berikut ini Contoh-contoh Praktek ̀


Urf dalam masing-
beberapa contoh: masing mahzab
- Membolehkan istishna` berdasarkan 1. Fikih Hanafy
`urf yang berkembang di masyarakat a. Dalam akad jual beli seperti standar
yang mentakhshish hadis tetang harga, jual beli rumah yang meliputi
larangan praktik jual beli sesuatu yang bangunannya meskipun tidak disebutkan.
belum ada bendanya.
b. Bolehnya jual beli buah yang masih
- Di kalangan Hanafiyah dan Malikiyah dipohon karena `urf.
mem­bolehkan pempersyaratkan sesuatu
c. Bolehnya mengolah lahan pertanian orang
hal dalam berjual beli. Persyaratan itu
lain tanpa izin jika di daerah tersebut ada
haruslah persyaratan yang telah men­
kebiasaan bahwa lahan pertanian digarap
jadi `urf dalam ma­syarakat tersebut. Ini
oleh orang lain, maka pemiliknya bisa
men­takhshish hadis Nabi yang melarang
meminta bagian.
jual beli bersyarat.
d. Bolehnya mudharib mengelola harta
Demikian juga keumuman yang terdapat
shahibul mal dalam segala hal menjadi
dalam Q.S. al-Baqarah[2]:233 tentang per­
kebiasaan para pedagang.
susuan yang ditakhshish dengan kebiasaan
wanita bangsawan Arab yang tidak menyusui e. Menyewa rumah meskipun tidak dijelas­
sendiri anak-anak mereka36. kan tujuan penggunaaannya
b. Jika `urf yang datang belakangan ber­ 2. Fikih Maliki
tentangan dengan nash yang bersifat a. Bolehnya jual beli barang dengan me­
umum. Maka berdasarkan kesepakatan para nunjukkan sampel
Ushuliyun maka `urf tersebut tidak boleh b. Pembagian nisbah antara mudharib dan
mentakhshish nash tersebut37. shahibul maal berdasarkan `urf jika terjadi
c. Jika `urf bertentangan dengan nash yang perselisihan
ber­sifat khusus. Jika suatu perbuatan itu di­ c. Bolehnya jual beli buah yang masih
larang oleh syara` karena terdapat kerusakan dipohon karena jika sebagian nampak
dan kemudharatan di dalamnya, kemudian buah­nya dan sebagian belum tampak
terdapat tradisi dalam masyarakat yang karena seperti semangka terong dan
meng­ anggap baik larangan tersebut, maka anggur `urf.40
tradisi itu harus ditolak38.
3. Fikih Syafi’i
d. Jika `urf bertentangan dengan qiyas, para
ulama sepakat mengabaikan qiyas dan meng­ a.
Batasan penyimpanan barang yang
amalkan `urf; sekalipun `urf itu datangnya dianggap pencurian yang wajib potong
belakangan. Karena `urf itu biasanya menjadi tangan
dalil berdasarkan kebutuhan padanya dan b. Akad sewa atas alat transportasi
me­ melihara kemaslahatan, demikian itu c. Akad sewa atas ternak
lebih kuat dari qiyas. Inilah yang disebut oleh
d. Akad istishna41
kalangan Hanafiyah dan Malikiyah dengan
istihsan39. 4. Fikih Hanbali: Jual beli mu’athah42

35
Zuhaili, Ushul al-Fiqh…, h. 850.
36
Barry, Mashadir al-Ahkam…, h. 147.
37
Zuhaili, Ushul al-Fiqh…, h. 851. 40
Zuhaili, Ushul al-Fiqh…, h. 829.
38
Zuhaili, Ushul al-Fiqh…, h. 852. 41
Abd al-Wahhab Khallaf, Mashadir al-Tasyri`…, h. 68.
39
Zuhaili, Ushul al-Fiqh…, h. 856. 42
Abd al-Wahhab Khallaf, Mashadir al-Tasyri`…, h. 67.

| 16 MIZANI: Wacana Hukum, Ekonomi dan Keagamaan


Volume 5, No. 1, 2018
Akomodasi Budaya Lokal (`Urf )

Contoh `Urf yang berlaku waktu dan tempat masyarakat yang akan diberi
Berikut adalah akad-akad saat ini yang dapat beban hukum sangat penting. Prinsip yang sama
diterima dengan `Urf, yaitu: dikemukakan dalam kaidah sebagai berikut:
“Tidak dapat diingkari adanya perubahan karena
a. Konsep Aqilah dalam asuransi
berubahnya waktu/zaman.”
b. Jual beli barang elektronik dengan akad
Dari prinsip ini, seseorang dapat menetap­kan
garansi
hukum atau melakukan perubahan sesuai dengan
c. Dalam sewa menyewa rumah. Biaya ke­ perubahan waktu (zaman). Ibnu Qayyim me­nge­
rusakan yang kecil-kecil yang seharusnya mukakan bahwa suatu ketentuan hukum yang
men­jadi tanggung jawab pemilik rumah, ditetapkan oleh seorang mujtahid mungkin saja
menjadi tanggung jawab penyewa. mengalami perubahan karena perubahan waktu,
Para ulama sepakat bahwa `urf shahih dapat tempat keadaan, dan adat. Jumhur ulama tidak
dijadikan dasar hujjah. Ulama Malikiyah ter­ membolehkan `urf khash. Sedangkan sebagian
kenal dengan pernyataan mereka bahwa ulama Hanafiyyah dan Syafi`iyyah memboleh­
amal ulama Madinah dapat dijadikan hujjah, kannya, dan inilah pendapat yang shahih karena
demikian pula ulama Hanafiyah menyatakan kalau dalam sebuah negeri terdapat `urf tertentu
bahwa pendapat ulama Kufah dapat dijadikan maka akad dan muamalah yang terjadi padanya
dasar hujjah. Para ulama telah sepakat bahwa akan mengikuti `urf tersebut.
seorang mujtahid dan seorang hakim harus
memelihara `urf shahih yang ada di masyarakat Penutup
dan menetapkannya sebagai hukum. Para
Karakteristik hukum Islam adalah syumul
ulama juga menyepakati bahwa `urf fasid harus
(universal) dan waqi`iyah (kontekstual) karena
dijauhkan dari kaidah-kaidah pengambilan dan
dalam sejarah per­ kembangan (penetapan)ya
penetapan hukum. `Urf fasid dalam keadaan
sangat memper­ hati­
kan tradisi, kondisi (sosio
darurat pada lapangan muamalah tidaklah
kultural), dan tempat masyarakat sebagai
otomatis membolehkannya. Keadaan darurat
objek (khitab), dan sekaligus subjek (pelaku,
tersebut dapat ditoleransi hanya apabila benar-
pelaksana) hukum. Perjalanan selanjutnya, para
benar darurat dan dalam keadaan sangat
Imam Mujtahid dalam menerapkan atau me­
dibutuhkan. Imam Syafi’i terkenal dengan qaul
netapkan suatu ketentuan hukum (fikih) juga
qadim dan qaul jadidnya. Ada suatu kejadian
tidak mengesampingkan perhatiannya terhadap
tetapi beliau menetapkan hukum yang berbeda
tradisi, kondisi, dan kultural setempat. Tradisi,
pada waktu beliau masih berada di Mekkah
kondisi (kultur sosial), dan tempat merupakan
(qaul qadim) dengan setelah beliau berada di
faktor-faktor yang tidak dapat dipisahkan dari
Mesir (qaul jadid). Hal ini menunjukkan bahwa
manusia (masyarakat). Karena itu, perhatian
ketiga mazhab itu berhujjah dengan`urf. Tentu
dan respons terhadap tiga unsur tersebut me­
saja `urf fasid tidak mereka jadikan sebagai dasar
rupa­kan keniscayaan. Tujuan utama syariat
hujjah43. 
Islam (termasuk didalamnya aspek hukum)
Abdul Wahab Khallaf berpandangan bahwa untuk kemaslahatan manusia–sebagaimana di­
suatu hukum yang bersandar pada ̀urf akan kemukakan al-Syatibi akan terealisir dengan
fleksibel terhadap waktu dan tempat, karena konsep tersebut. Pada gilirannya syariat (hukum)
Islam memberikan prinsip sebagai berikut: Islam dapat akrab, membumi, dan diterima
“Suatu ketetapan hukum (fatwa) dapat berubah di tengah-tengah kehidupan masyarakat yang
disebabkan berubahnya waktu, tempat, dan situasi plural, tanpa harus meninggalkan prinsip-prinsip
(kondisi)”. Dengan demikian, memperhatikan dasarnya. Sehingga dengan metode al-`urf ini,
sangat diharapkan berbagai macam problematika
43
Abd al-Wahhab Khallaf, Mashadir al-Tasyri`…, h. 67.

MIZANI: Wacana Hukum, Ekonomi dan Keagamaan 17 |


Volume 5, No. 1, 2018
Iim Fahimah

ke­­hidupan dapat dipecahkan dengan metode ushul Nadawi, Ali Ahmad al-, al-Asybah wa al-
al-fiqh, salah satunya al-`urf, yang mana `urf dapat Nazha’ir, Damaskus: Dar al-Qalam, 1994.
memberikan penjelasan lebih rinci tanpa melanggar Nasution, Lahmuddin, Pembaharuan Hukum
Alquran dan sunah. Islam dalam Mazhab Syafi’i, Jakarta: PT
Remaja Rosda Karya, 2001, Cet. ke-1.
Pustaka Acuan Pusat Bahasa Departeman Pendidikan Nasional,
Ba’labaki, Ruhi, al-Maurid, Qamus `Arabi Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai
Ingglizi, Beirut: Dar al-Ilmi lilmalayin, 1993. Pustaka, 2008.
Barriy, Zakariya al-, Mashadir al-Ahkam al- Syarifuddin, Amir, Ushul Fiqh Jilid 2, Jakarta:
Islamiyah, Kairo: Dar al-Ittihad al-Arabiy, Logos, 2001, Cet. ke-2.
1975. Syathibi, al-Muwafaqat fi Ushul al-Syari`ah,
Haroen, Nasrun, Ushul Fiqh 1, Jakarta: Logos, Beirut: Dar al-Ma`rifah, 1994.
1997, Cet. ke-2. Zahrah, al-Imam Muhammad Abu, Ushul al-
Hasaballah, ‘Ali, Ushul al-Tasyri’ al-Islami, Kairo: Fiqh, T.tp: Dar al-Fikr al-`Arabi, 1958.
Dar al-Fikr al-`Arabi,1998. Zaidan, Abd al-Karim, Al-Wajiz fi Ushul al-Fiqh,
Khallaf, Abd al-Wahhab, Mashadirat-Tasyri` al- Beirut: Muassasah al-Risalah, 1986.
Islami fi ma la Nashsha Fiha, Beirut: Dar al- Zein, Satria Effendi M, Ushul Fiqh, Jakarta:
Qalam, 1972. Prenada Media, 2005, Cet. ke-1.
Khallaf, Abd al-Wahhab, Ushul Fiqh, Beirut: Zuhaili, Wahbah, Ushul al-Fiqh al-Islami Juz II,
Dar al-Fikr, 1986, Cet. ke-20. Beirut: Dar al-Fikr, 2001.
Murtadho, Moh., Ilmu Falak Praktis, Malang:
UIN Malang, 2008, Cet. ke-1.

| 18 MIZANI: Wacana Hukum, Ekonomi dan Keagamaan


Volume 5, No. 1, 2018

Anda mungkin juga menyukai