Anda di halaman 1dari 26

MODUL FIELD LAB TIM PENYUSUN

PROGRAM PENGENDALIAN Penyusun : Dr. Diffah Hanim, Dra. Msi.


PENYAKIT MENULAR :
DEMAM BERDARAH DENGUE Tim Penyusun Revisi I :

Ketua : Wachid Putranto, dr., Sp. PD


Anggota : 1. Hari Purnomo Sidik, dr., MMR
2. Sukma Hapsari

Disusun Oleh :

TIM FIELD LAB FK UNS

FIELD LAB
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS
2013

1
KATA PENGANTAR Akhir kata, kami mengharapkan masukan dan
saran untuk pengembangan manual keterampilan ini
Demam Berdarah Dengue merupakan salah agar selanjutnya dapat berguna bagi pengembangan
satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia dan IPTEK khususnya pada kegiatan laboratorium
masih menjadi masalah kesehatan yang up to date. lapangan di masa yang akan datang.
Atas dasar inilah, tim laboratorium lapangan Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret (FK UNS)
memandang bahwa topik ini perlu dipelajari oleh Surakarta, Januari 2013
mahasiswa di FK UNS. Tim Penyusun
Buku manual kegiatan pembelajaran
laboratorium lapangan dengan topik program
pengendalian penyakit menular DBD diharapkan dapat
memberi informasi dasar tentang masalah DBD di
Indonesia dan ketrampilan untuk penegakan KLB,
pengambilan keputusan untuk mengatasi KLB dan
mengevaluasi tindakan untuk mengatasi KLB.
Diharapkan ketrampilan ini dapat berguna bagi para
mahasiswa di masa depan, baik yang menjalani profesi
secara khusus di bidang kesehatan masyarakat maupun
klinisi yang memberikan pelayanan langsung pada
masyarakat.

2 3
DAFTAR ISI BAB I. PENDAHULUAN

Kata Pengantar………………………………. 2 A. Latar Belakang


Daftar Isi…………………………………….. 4
Demam Berdarah Dengue (DBD/Dengue
BAB I. Pendahuluan …….………................. 5
Hemmoragic Fever) merupakan masalah kesehatan
BAB II. Tinjauan Pustaka .…........................ 8
yang ditemukan di daerah tropis dan subtropis,
BAB III. Penyelidikan Epidemiologi………. 33
terutama di daerah perkotaan. DBD merupakan
BAB IV. Strategi Pembelajaran..................... 37
penyakit dengan potensi fatalitas yang cukup
BAB V. Prosedur Kerja…..…….................... 44
tinggi, yang ditemukan pertama kali pada tahun
BAB VI. Checklist penilaian.......................... 46
1950an di Filipina dan Thailand, saat ini dapat
Daftar Pustaka................................................ 49
ditemukan di sebagian besar negara di Asia.
Jumlah negara yang mengalami wabah DBD telah
meningkat empat kali lipat setelah tahun 1995.
Sebagian besar kasus DBD menyerang anak-anak.
Angka fatalitas kasus DBD dapat mencapai lebih
dari 20%, namun dengan penanganan yang baik
dapat menurun hingga kurang dari 1 % (WHO,
2008).

Di Indonesia, DBD telah menjadi masalah


kesehatan masyarakat selama 30 tahun terakhir.
Jumlah kasus DBD pada tahun 2007 telah

4 5
mencapai 139.695 kasus, dengan angka kasus baru B. Tujuan Pembelajaran
(insidensi rate) 64 kasus per 100,000 penduduk. Setelah melakukan kegiatan laboratorium
Total kasus meninggal adalah 1.395 kasus /Case lapangan, diharapkan mahasiswa dapat:
Fatality Rate sebesar 1% (Depkes RI, 2008a). Pada 1. Mampu menegakkan diagnosis DBD
saat ini kasus DBD dapat ditemukan di seluruh 2. Mampu melakukan penyelidikan
propinsi di Indonesia dan 200 kota telah epidemiologi
melaporkan Kejadian Luar Biasa (KLB) DBD 3. Mampu menentukan adanya kejadian KLB
(Depkes RI, 2008b) dari hasil penyelidikan epidemiologi
4. Mampu melakukan pelaporan kasus DBD
Pola penularan DBD dipengaruhi iklim dan
5. Menjelaskan berbagai cara penanggulangan
kelembaban udara. Kelembaban udara yang tinggi
DBD di Indonesia
dan suhu panas justru membuat nyamuk Aedes
6. Mampu menentukan tindakan
aegypti bertahan lama. Sehingga kemungkinan
penanggulangan yang harus diambil dari
pola waktu terjadinya penyakit mungkin akan
hasil penyelidikan epidemiologi
berbeda-beda dari satu tempat dengan tempat yang
7. Mampu menjelaskan cara evaluasi
lain tergantung dari iklim dan kelembaban udara.
penanggulangan KLB-DBD
Di Jawa, umumnya kasus DBD merebak mulai
awal Januari sampai dengan April-Mei setiap tahun
(Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah, 2006).

6 7
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA sakit menunjukkan bahwa keempat serotipe
ditemukan dan bersirkulasi sepanjang tahun.
A. Demam Berdarah Dengue Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang
1. Penyebab dominan dan diasumsikan banyak yang
Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah menunjukkan manifestasi klinik yang berat
Dengue (DBD) disebabkan virus dengue yang (Depkes RI, 2011).
termasuk kelompok B Arthropod Borne Virus
(Arboviroses) yang sekarang dikenal sebagai 2. Vektor Penyakit
genus Flavivirus, famili Flaviviridae, dan Nyamuk Aedes aegypti dewasa berukuran lebih
mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu; DEN-1, DEN2, kecil jika dibandingkan dengan rata-rata nyamuk
DEN-3, DEN-4. Infeksi salah satu serotipe akan lain. Nyamuk ini mempunyai dasar hitam dengan
menimbulkan antibodi terhadap serotipe yang bintik- bintik putih pada bagian badan, kaki, dan
bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk sayapnya. Nyamuk Aedes aegypti jantan mengisap
terhadap serotipe lain sangat kurang, sehingga cairan tunlbuhan atan sari bunga untuk keperluan
tidak dapat memberikan perlindungan yang hidupnya. Sedangkan yang betina mengisap darah.
memadai terhadap serotipe lain tersebut. Nyamuk betina ini lebih menyukai darah manusia
Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dari pada binatang. Biasanya nyamuk betina
dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama mencari mangsanya pada siang hari. Aktivitas
hidupnya. Keempat serotipe virus dengue dapat menggigit biasanya pagi (pukul 9.00-10.00)
ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Di sampai petang hari (16.00-17.00. Aedes aegypti
Indonesia, pengamatan virus dengue yang mempunyai kebiasan mengisap darah berulang
dilakukan sejak tahun 1975 di beberapa rumah kali untuk memenuhi lambungnya dengan darah.

8 9
Dengan demikian nyamuk ini sangat infektif
sebagai penular penyakit. Setelah mengisap darah
, nyamuk ini hinggap (beristirahat) di dalam atau
diluar runlah. Tempat hinggap yang disenangi
adalah benda-benda yang tergantung dan biasanya
ditempat yang agak gelap dan lembab. Disini
nyamuk menunggu proses pematangan telurnya.
Selanjutnya nyamuk betina akan meletakkan
telurnya didinding tempat perkembangbiakan,
sedikit diatas permukaan air. Pada umumnya telur
akan menetas menjadi jentik dalam waktu 2 hari
setelah terendam air. Jentik kemudian menjadi Gambar 1. Siklus hidup nyamuk Aedes aegypti
kepompong dan akhirnya menjadi nyamuk dewasa Sumber:
(Siregar, 2004). www.biotechpestcontrols.com/html/mosquitoes.html

3. Cara Penularan
Penyakit Demam Berdarah Dengue ditularkan
oleh nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk ini
mendapat virus Dengue sewaktu mengigit
mengisap darah orang yang sakit Demam
Berdarah Dengue atau tidak sakit tetapi didalam
darahnya terdapat virus dengue. Seseorang yang

10 11
didalam darahnya mengandung virus dengue dipindahkan dari nyamuk ke orang lain (Siregar,
merupakan sumber penularan penyakit demam 2004).
berdarah. Virus dengue berada dalam darah
selama 4-7 hari mulai 1-2 hari sebelum demam. 4. Patogenesis dan Patofisiologi
Bila penderita tersebut digigit nyamuk penular, Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang
maka virus dalam darah akan ikut terisap masuk kuat bahwa mekanisme imunopatologis berperan
kedalam lambung nyamuk. Selanjutnya virus dalam terjadinya demam berdarah dengue dan
akan memperbanyak diri dan tersebar diberbagai sindrom renjatan dengue. Respon imun yang
jaringan tubuh nyamuk termasuk didalam diketahui berperan dalam patogenesis DBD
kelenjar liurnya. Kira-kira 1 minggu setelah adalah :
mengisap darah penderita, nyamuk tersebut siap a. Respon humoral berupa pembentukan
untuk menularkan kepada orang lain (masa antibodi yang berperan dalam proses
inkubasi ekstrinsik). Virus ini akan tetap berada netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi
dalam tubuh nyamuk sepanjang hidupnya. Oleh komplemen dan sitotoksisitas yang dimediasi
karena itu nyamuk Aedes aegypti yang telah antibodi. Antibodi terhadap virus dengue
mengisap virus dengue itu menjadi penular berperan dalam mempercepat replikasi virus
(infektif) sepanjang hidupnya. Penularan ini pada monosit atau makrofag. Hipotesis ini
terjadi karena setiap kali nyamuk disebut dengan antibodi dependent
menusuk/mengigit, sebelum mengisap darah enchancement (ADE);
akan mengeluarkan air liur melalui alat tusuknya b. Limfosit T baik T-helper (CD4) dan T
(proboscis) agar darah yang diisap tidak sitotoksik (CD8) berperan dalam respon imun
membeku. Bersama air liur inilah virus dengue seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T

12 13
helper yaitu TH1 akan memproduksi sehingga disekresi berbagai mediator inflamasi
interferon gamma, IL-2 dan limfokin. seperti TNF-α, IL-1, PAF (platelet activating
Sedangkan TH2 memproduksi IL-4, IL-5, IL- factor), IL-6, dan histamin yang mengakibatkan
6, dan IL-10; terjadinya disfungsi endotel dan terjadi
c. Monosit dan makrofag berperan dalam kebocoran plasma. Peningkatan C3a dan C5a
fagositosis virus dengan opsonisasi antibodi. terjadi melalui aktivasi oleh kompleks virus-
Namun proses fagositosis ini menyebabkan antibodi yang juga mengakibatkan terjadinya
peningkatan replikasi virus dan sekresi kebocoran plasma.
sitokin oleh makrofag; Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi
d. Aktivasi komplemen oleh kompleks imun melalui mekanisme :
menyebabkan terbentuknya C3a dan C5a. a. Supresi sumsum tulang
b. Destruksi dan pemendekan masa hidup
Kurane dan Ennis pada tahun 1994 merangkum trombosit.
pendapat Halstead dan peneliti lain; menyatakan Gambaran sumsum tulang pada fase awal infeksi
bahwa infeksi virus dengue menyebabkan (<5 hari) menunjukkan keadaan hiposeluler dan
aktivasi makrofag yang memfagositosis supresi megakariosit. Setelah keadaan nadir
kompleks virus-antibodi non netralisasi sehingga tercapai akan terjadi peningkatan hematopoiesis
virus bereplikasi di makrofag. Terjadinya infeksi termasuk megakariopoiesis. Kadar
makrofag oleh virus dengue menyebabkan tromobopoietin dalam darah pada saat terjadi
aktivasi T helper dan T sitotoksik sehingga trombositopenia justru menunjukkan kenaikan.
diproduksi limfokin dan interferon gamma. Hal ini menunjukkan terjadinya stimulasi
Interferon gamma akan mengaktivasi monosit trombopoiesis sebagai mekanisme kompensasi

14 15
terhadap keadaan trombositopenia. Destruksi 5. Penegakan Diagnosa
trombosit terjadi melalui pengikatan fragmen a. Demam Berdarah Dengue (DBD)
C3g, terdapatnya antibodi VD, konsumsi Diagnosa DBD ditegakkan jika ada 2 kriteria
trombosit selama proses koagulopati dan klinis ditambah dengan 2 kriteria laboratoris
sekuestrasi di perifer. Gangguan fungsi trombosit (Tabel 1). Kasus DBD yang menjadi lebih berat,
terjadi melalui mekanisme gangguan pelepasan menjadi kasus Dengue Shock Syndrome (DSS).
ADP, peningkatan kadar b-tromboglobulin dan
PF4 yang merupakan pertanda degranulasi Tabel 1. Kriteria Klinik dan Laboratoris DBD
trombosit. Kriteria 1. Demam tinggi mendadak, terus
Koagulopati terjadi sebagai akibat interaksi virus Klinik menerus selama 2-7 hari
dengan endotel yang menyebabkan disfungsi 2. Terdapat manifestasi perdarahan
endotel. Berbagai penelitian menunjukkan seperti torniquet positif,
terjadinya koagulopati konsumtif pada demam petechiae, echimosis, purpura,
berdarah dengue stadium III dan IV. Aktivasi perdarahan mukosa, epistaksis,
koagulasi pada demam berdarah dengue terjadi perdarahan gusi dan
melalui aktivasi jalur intrinsik (tissue factor hematemesis dan atau melena
pathway). Jalur intrinsik juga berperan melalui 3. Pembesaran hati
aktivasi faktor Xia namun tidak melalui aktivasi 4. Syok ditandai dengan nadi lemah
kontak (kalikrein C1-inhibitor complex) dan cepat, tekanan nadi turun,
(Suhendro, et.al., 2006). tekanan darah turun, kulit dingin
dan lembab terutama di ujung
jari dan ujung hidung, sianosis

16 17
sekitar mulut, dan gelisah. bendung positif. kebocoran plasma
Kriteria 1. Trombositopenia (100.000ul atau DBD II Gejala diatas Trombositopenia,
laboratoris kurang) ditambah bukti ada
2. Hemokonsentrasi, peningkatan pendarahan spontan. kebocoran plasma
hematokrit 20% atau lebih DBD III Gejala diatas Trombositopenia,
(Sudarmo, et al, 2002) ditambah kegagalan bukti ada
sirkulasi (kulit kebocoran plasma
Tabel 2. Klasifikasi Derajat Penyakit Infeksi Virus dingin dan lembab
Dengue serta gelisah)
DD/ Dera Gejala Laboratorium DBD IV Syok berat disertai Trombositopenia,
DBD jat* dengan tekanan bukti ada
DD Demam disertai 2 • Leukopenia darah dan nadi tidak kebocoran plasma
atau lebih tanda : • Trombositopen terukur.
sakit kepala, nyeri ia, tidak * DBD derajat III dan IV juga disebut Dengue Syok
retro-orbital, ditemukan Syndrome (DSS)
myalgia, arthralgia. bukti (Suhendro, et.al., 2006)
kebocoran
plasma. b. Demam Dengue (DD)
• Serologi Merupakan penyakit demam akut selama 2-7
dengue positif hari, ditandai dengan dua atau lebih manifestasi

DBD I Gejala diatas Trombositopenia, klinis sebagai berikut:

ditambah uji bukti ada • Nyeri kepala.

18 19
• Nyeri retro-orbital. sianosis di sekitar mulut, nadi menjadi cepat dan

• Mialgia / artralgia. lembut. Anak tampak lesu, gelisah, dan secara


cepat masuk dalam fase syok. Pasien seringkali
• Ruam kulit.
mengeluh nyeri di daerah perut sesaat sebelum
• Manifestasi perdarahan (petekie atau uji
syok. Fabie (1996) mengemukakan bahwa nyeri
bendung-rumple leed positif).
perut hebat seringkali mendahului pendarahan
• Leukopenia. gastrointestinal. Nyeri di daerah retrosternal
dan pemeriksaan serologi dengue positif, atau tanpa sebab yang jelas dapat memberikan
ditemukan pasien DD/DBD yang sudah petunjuk adanya pendarahan gastrointestinal
dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama. yang hebat. Syok yang terjadi selama periode
(Suhendro, et.al., 2006). demam biasanya mempunyai prognosis buruk.
Disamping kegagalan sirkulasi, syok ditandai
c. Dengue Shock Syndrome (DSS). oleh nadi lembut, cepat, kecil sampai tidak dapat
Pada DSS, setelah demam berlangsung selama diraba. Tekanan nadi menurun menjadi 20
beberapa hari keadaan umum tiba-tiba mmHg atau kurang dan tekanan sistolik menurun
memburuk, hal ini terjadi biasanya pada saat atau sampai 80 mmHg atau lebih rendah. Syok harus
setelah demam menurun, yaitu di antara hari sakit segera diobati apabila terlambat pasien dapat
ke 3-7. Hal ini dapat di terangkan dengan mengalami syok berat (profound shock), tekanan
hipotesis meningkatnya reaksi imunologis (the darah tidak dapat diukur dan nadi tidak dapat
immunological enchancement hypothesis). Pada diraba. Tatalaksana syok yang tidak adekuat akan
sebagian besar kasus ditemukan tanda kegagalan menimbulkan komplikasi asidosis metabolik,
peredaran darah, kulit teraba lembab dan dingin, hipoksia, pendarahan gastrointestinal hebat

20 21
dengan prognosis buruk. Sebaliknya dengan 6. Pencegahan dan penanggulangan DBD
pengobatan yang tepat segera terjadi masa Pengembangan vaksin untuk penyakit DBD
penyembuhan dengan cepat. Pasien menyembuh masih sulit, karena proteksi terhadap 1-2 virus
dalam waktu 2-3 hari. Selera makan membaik dengue akan meningkatkan risiko penyakit DBD
merupakan petunjuk prognosis baik. menjadi lebih berat (WHO, 2008). Halstead pada
Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan tahun 1973 mengajukan hipotesis secondary
trombositopenia dan hemokonsentrasi. Jumlah heterologous infection yang menyatakan bahwa
trombosit < 100.000/µl ditemukan di antara hari DHF terjadi bila seseorang terinfeksi ulang virus
sakit ke 3-7. Peningkatan kadar hematokrit dengue dengan tipe yang berbeda. Re-infeksi
merupakan bukti adanya kebocoran plasma, menyebabkan reaksi anamnestic antibodi
terjadi pula pada kasus derajat ringan walaupun sehingga mengakibatkan konsentrasi komplek
tidak sehebat dalam keadaan syok. Hasil imun yang tinggi (Suhendro, et.al., 2006). Oleh
laboratorium lain yang sering ditemukan ialah karena itulah, maka pencegahan dan
hipoproteinemia, hiponatremia, kadar penanggulangan penyakit DBD dilakukan secara
transaminase serum dan nitrogen darah promotif dan preventif, dengan pemberantasan
meningkat. Pada beberapa kasus ditemukan nyamuk vektor (hewan perantara penularan).
asidosis metabolik. Jumlah leukosit bervariasi
antara leukopenia dan leukositosis. Kadang- B. Kejadian Luar Biasa (KLB) DBD
kadang ditemukan albuminuria ringan yang KLB adalah timbulnya atau meningkatnya
bersifat sementara. kejadian kesakitan dan atau kematian yang
(Sudarmo, et al, 2002) bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah
dalam kurun waktu tertentu, dan merupakan

22 23
keadaan yang dapat menjurus pada terjadinya Dari hasil penyelidikan epidemiologi, kemudian
wabah (Depkes RI, 2006) disimpulkan ada tidaknya kejadian KLB DBD.
Setiap kasus DBD yang terdiagnosis harus KLB DBD ditegakkan jika ada peningkatan
dilaporkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten dan jumlah kasus DBD dan Dengue Syok Sindrom
Propinsi dengan berbagai macam alur berikut ini: (DSS) di suatu desa/kelurahan/wilayah lebih luas,
1. Pelaporan langsung oleh masyarakat dengan 2 kali lipat atau lebih dalam kurun waktu 1
surat pemberitahuan ke Puskesmas minggu/bulan dibanding minggu/bulan
2. Pelaporan dari puskesmas ke kabupaten sebelumnya atau bulan yang sama tahun lalu.
menggunakan form PU-DBD dan W2
3. Pelaporan dari rumah sakit ke kabupaten C. Kegiatan Penanggulangan KLB DBD
menggunakan form KD-RS (1 x 24 jam Jika terjadi KLB, maka kegiatan tersebut di
setelah ada kasus DBD) bawah ini harus dilakukan:
4. Pelaporan dari Kabupaten ke propinsi: K-DBD a. Pengobatan/perawatan penderita
(1 bulan sekali) b. Penyelidikan epidemiologi
c. Pemberantasan vektor
Jika ada kasus yang dilaporkan, maka akan d. Penyuluhan kepada masyarakat
ditindaklanjuti dengan penyelidikan epidemiologi e. Evaluasi/penilaian penanggulangan KLB
untuk melihat intensitas masalah yang terjadi. (Depkes RI, 2006)
Uraian tentang penyelidikan epidemiologi akan
dijelaskan di Bab III. Pemberantasan vektor
Empat prinsip dalam membuat perencanaan
pemberantasan vektor, yaitu:

24 25
1. Mengambil manfaat dari adanya perubahan insektisida malathion yang ditujukan pada
musiman keadaan nyamuk oleh pengaruh alam, nyamuk dewasa. Caranya adalah dengan
dengan melakukan pemberantasan vektor pada menyemprot atau mengasapkan dengan
saat kasus penyakit DBD paling rendah. menggunakan mesin pengasap yang dapat
2. Memutuskan lingkaran penularan dengan cara dilakukan melalui darat maupun udara. Dari
menahan kepadatan vektor pada tingkat yang beberapa penelitian menunjukkan bahwa
rendah untuk memungkinkan penderita- pengasapan rumah dengan malathion sangat
penderita pada masa viremia sembuh sendiri. efektif untuk pemberantasan vektor. Namun
3. Mengusahakan pemberantasan vektor di semua kegiatan ini tanpa didukung dengan aplikasi
daerah dengan potensi penularan tinggi, yaitu abatisasi, dalam beberapa hari akan meningkat
daerah padat penduduknya dengan kepadatan lagi kepadatan nyamuk dewasanya, karena jentik
nyamuk cukup tinggi. yang tidak mati oleh pengasapan akan menjadi
4. Mengusahakan pemberantasan vektor di pusat dewasa, untuk itu dalam pemberantasan vektor
pusat penyebaran seperti sekolah, Rumah Sakit, stadium dewasa perlu disertai aplikasi abatisasi.
serta daerah penyangga sekitarnya. 2. Pemberantasan vektor stadium jentik.
Pemberantasan vektor stadium jentik dapat
Pemberantasan vektor dapat dilakukan pada dilakukan dengan menggunakan insektisida
stadium dewasa maupun stadium jentik. maupun tanpa insektisida.
1. Pemberantasan vektor stadium dewasa a. Pemberantasan jentik dengan insektisida.
Pemberantasan vektor penyakit DBD pada waktu Insektisida yang digunakan untuk memberantas
terjadi wabah sering dilakukan fogging atau jentik Aedes aegypti disebut larvasida yaitu
penyemprotan lingkungan rumah dengan Abate (temephos). Abate SG 1 % diketahui

26 27
sebagai larvasida yang paling aman dibanding b. Pemberantasan jentik tanpa insektisida.
larvasida lainnya, dengan rekomendasi WHO Cara pemberantasan vektor stadium jentik tanpa
untuk dipergunakan sebagai pembunuh jentik menggunakan insektisida lebih dikenal dengan
nyamuk yang hidup pada persediaan air minum pembersihan sarang nyamuk (PSN). Kegiatan ini
penduduk, sehingga kegiatannya sering disebut merupakan upaya sanitasi untuk melenyapkan
abatisasi. Untuk pemakaiannya dengan dosis 1 container yang tidak terpakai, agar tidak memberi
ppm (part per-million), yaitu setiap 1 gram kesempatan pada nyamuk Aedes aegypti untuk
Abate 1 % untuk setiap 10 liter air. Abate berkembang biak pada kontainer tersebut
setelah ditaburkan ke dalam air maka butiran (Widiyanto, 2007).
pasirnya akan jatuh sampai ke dasar dan racun Tindakan pembersihan sarang nyamuk meliputi
aktifnya akan keluar serta menempel pada pori- tindakan menguras air kontainer secara teratur
pori dinding tempat air, dengan sebagian masih seminggu sekali, menutup rapat kontainer air
tetap berada dalam air. Tujuan abatisasi adalah bersih, dan mengubur kontainer bekas seperti
untuk menekan kepadatan vektor serendah- kaleng bekas, gelas plastik, barang bekas lainnya
rendahnya secara serentak dalam jangka waktu yang dapat menampung air hujan sehingga
yang lebih lama, agar transmisi virus dengue menjadi sarang nyamuk (dikenal dengan istilah
selama waktu tersebut dapat diturunkan. tindakan ‘3M’) (Fathi dan Catharina, 2005).
Sedang fungsi abatisasi bisa sebagai pendukung
kegiatan fogging yang dilakukan secara Penyuluhan
bersama-sama, juga sebagai usaha mencegah Kegiatan penyuluhan dikoordinasikan dengan
letusan atau meningkatnya penderita DBD. kepala wilayah setempat

28 29
(Bupati/Walikota/Camat/Lurah). Kegiatan ini larvasida dan penyuluhan. Pada saat kunjungan itu,
dapat berupa beberapa macam kegiatan yakni: dilakukan wawancara untuk mengetahui apakah
1. Pertemuan dengan lintas sektor terkait (Dinas kegiatan pemberantasan vektor memang sudah
Pendidikan dan Kebudayaan, Departmen dilakukan.
Agama, Kabupaten/Kota, Kecamatan, Tujuan evaluasi epidemiologi adalah mengetahui
Kelurahan/Desa dsb) dampak upaya penanggulangan terhadap jumlah
2. Penyuluhan melalui media elektronik dan penderita dan jumlah kematian akibat DBD.
media cetak Penilaian dilakukan dengan cara membandingkan
3. Penyuluhan di sekolah, tempat ibadah, tempat data kasus/kematian sebelum dan sesudah usaha
pemukiman, pasar, dsb penanggulangan DBD. Data kemudian
4. Penyuluhan melalui Ketua RT/RW dibandingkan pula dengan bulan yang sama pada
tahun sebelumnya.
D. Evaluasi kegiatan penanggulangan kejadian
luar biasa (KLB)
Evaluasi meliputi evaluasi operasional kegiatan
dan evaluasi epidemiologi setelah penanggulangan
KLB. Penilaian operasional kegiatan ditujukan
untuk mengukur % (jangkauan) pemberantasan
vektor dari jumlah yang direncanakan. Penilaian ini
dilakukan dengan melakukan kunjungan rumah
penderita secara acak dan kunjungan ke wilayah
yang direncanakan untuk dilakukan pengasapan,

30 31
BAB III. PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI
Gambar 2. Alur Penanggulangan KLB-DBD
Adalah kegiatan pencarian penderita/tersangka DBD
lainnya dan pemeriksaan jentik nyamuk penular DBD
Penderita/tersangka
DBD dirumah penderita, dalam radius sekurang-kurangnya
100 meter, serta tempat-tempat umum yang

Penyelidikan diperkirakan menjadi sumber penularan penyakit lebih


Epidemiologi lanjut (Depkes RI, 2006).
Jika ada penderita/tersangka DBD yang dilaporkan

- Ditemukan 1 atau lebih penderita langsung oleh masyarakat atau oleh RS, maka petugas
DBD lainnya dan atau ada P2M Puskesmas perlu melakukan penyelidikan
penderita panas > 3 orang
tersangka DBD epidemiologi. Adapun langkah-langkah melakukan
- Ditemukan jentik (> 5%)
penyelidikan epidemiologi adalah sebagai berikut:

YA TIDAK 1. Mencatat identitas penderita/tersangka DBD di


buku harian penderita DBD
2. Menyiapkan peralatan PE (tensimeter anak,

- PSN senter, form dan abate)


- PSN
- Larvasida selektif - Larvasida 3. Petugas datang ke Lurah atau Kades di wilayah
- Penyuluhan selektif
- Fogging radius + dengan penderita DBD
- Penyuluhan
200 m 4. Menanyakan ada tidaknya penerita panas dalam
-
kurun waktu 1 minggu sebelumnya. Bila ada,
dilakukan uji Rumple Leeds

32 33
5. Memeriksa jentik di tempat penampuangan air Lampiran 1.
di dalam dan di luar rumah (radius 20 rumah di
sekitar kasus atau radius 100 meter dari rumah FORMULIR PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGIS (PE)
penderita)
6. Hasil pemeriksaan jentik dicatat dalam formulir Nama penderita :
Penyelidikan Epidemiologi (PE) (lihat Nama KK :
lampiran) Alamat :
Kelurahan/Desa :
Kecamatan :
Kabupaten/Kota :

N Nama Pemeriksaan Penderita Panas/tersangka DBD*) Pemerik


o. Kepal Nama Um Bintik Uji Kesimpulan saan
a pender ur perdarahan/ Tour Pender Tersa Jentik
Kelua ita tanda niqu ita ngka (+/-)
rga perdarahan et panas
(KK) lain

34 35
Jumlah BAB IV. Strategi Pembelajaran

*) Termasuk yang menderita panas 1 minggu yang 1. Tahap Persiapan


lalu a. Kegiatan laboratorium lapangan dilakukan
dalam kelompok yang terdiri dari 10-12
mahasiswa
b. Tiap kelompok dipandu oleh 1 instruktur
lapangan (dokter puskesmas)
Kesimpulan:
c. Lokasi: 6 DKK yang mempunyai kerjasama
- Perlu pengasapan (fooging) ( ) ( )
Ya ** Tidak dengan FK UNS (Sragen, Wonogiri,
Sukoharjo, Klaten, Karanganyar, Boyolali)
d. Pembagian kelompok dilakukan oleh pengelola
**) Ya: Jika ada penderita DBD lainnya atau ada Field lab, dengan konfirmasi jadwal kelompok
tersangka DBD (> 3 tersangka), dan ada jentik (> 5%) kepada DKK dan Puskesmas terkait
e. Pembekalan materi diberikan pada kuliah
pengantar field lab, sesuai jadwal dari
Tanggal........................ pengelola KBK FK UNS
Petugas pelaksana, f. Pada saat kuliah pengantar dilakukan pretes
untuk mahasiswa.
(........................................) g. Sebelum pelaksanaann diharapkan mahasiswa
konfirmasi terlebih dahulu dengan instruktur

36 37
lapangan (nomor telepon instruktur lapangan 2) Mahasiswa datang sesuai dengan jam buka
tersedia di kantor Field lab) Puskesmas, kemudian menemui instruktur.
h. Tiap mahasiswa wajib membuat lembar cara 3) Mengikuti kegiatan yang ada di wilayah
kerja, yang diserahkan kepada instruktur kerja Puskesmas yang bersangkutan
lapangan pada pagi hari sebelum pelaksanaan. (Perencanaan, Persiapan, Pelaksanaan,
Lembar cara kerja berisi: Pencatatan, Pelaporan).
• Tujuan Pembelajaran 4) Mahasiswa tidak diperkenankan melakukan
• Alat/Bahan yang diperlukan konseling langsung pada pasien/sasaran.
• Cara Kerja (singkat) 5) Apabila hari tersebut tidak ada jadwal
2. Tahap Pelaksanaan penyuluhan di Puskesmas yang
a. Pelaksanaan di lapangan 3 (tiga) hari, sesuai bersangkutan, mahasiswa mengikuti
jadwal yang telah disusun tim pengelola Field demonstrasi pelayanan penyuluhan di
lab dan tim pengelola KBK FK UNS. Puskesmas.
Hari I : Perencanaan dan persiapan bersama 6) Kelompok diperbolehkan mengganti hari,
instruktur mengenai kegiatan Field lab mengikuti jadwal kegiatan Puskesmas
yang akan dilaksanakan. (mengikuti jadwal Posyandu). Dengan
Hari II :Pelaksanaan, pencatatan, dan catatan tidak mengganggu kegiatan
pelaporan kegiatan. pembelajaran lain di FK dan lapor pada
Hari III :Pengumpulan laporan dan evaluasi. pengelola Field lab/pengampu topik.
b. Peraturan yang harus ditaati mahasiswa : 3. Tahap Pembuatan Laporan
1) Mahasiswa harus memakai jas laboratorium a. Laporan terdiri atas 2 jenis laporan :
di lapangan, dikancing rapi.

38 39
1) Laporan kelompok, dibuat secara serta solusi dari kegiatan yang telah
berkelompok sebanyak dua eksemplar (satu dilaksanakan.
eksemplar untuk Puskesmas dan satu 7) Bab IV : Penutup
eksemplar untuk bagian Field lab) Beri simpulan dan saran dari kegiatan yang
2) Laporan individu, dibuat oleh masing- telah dilaksanakan.
masing individu sebanyak satu eksemplar. 8) Daftar Pustaka
Laporan ini digunakan sebagai salah satu c. Laporan diketik komputer, 2-5 halaman (tidak
komponen penilaian individu. termasuk cover dan halaman pengesahan), hari
b. Format Laporan ketiga pelaksanaan harus diserahkan instruktur
1) Halaman Cover lapangan untuk disetujui/disahkan. Ditunjukkan
2) Lembar Pengesahan dengan lembar tanda tangan persetujuan
3) Daftar Isi instruktur lapangan.
4) Bab I : Pendahuluan dan Tujuan d. Satu eksemplar laporan diserahkan pada
Pembelajaran instruktur lapangan, satu laporan diserahkan
Uraikan secara singkat tentang topik Field pada pengelola Field lab setelah disahkan
lab dan tujuan pembelajaran dari topik instruktur lapangan. (paling lambat 1 minggu
tersebut. sesudah pelaksanaan).
5) Bab II : Kegiatan yang Dilakukan e. Apabila mahasiswa membuat laporan persis
6) Bab III : Pembahasan dengan laporan milik temannya, maka akan
Berikan penjelasan lebih lanjut mengenai dikembalikan.
pokok-pokok dari kegiatan yang f. Setiap kelompok mengumpulkan CD yang
dilaksanakan serta uraikan pula kendala berisi soft file laporan kelompok dan soft file

40 41
laporan individu serta dokumentasi kegiatan 7. Bila ada mahasiswa yang mendapat nilai kurang
lapangan. dari 70 akan dilakukan remidi yang akan
dijadwalkan pengelola Field lab. Bila remidi tidak
Tata Cara Penilaian lulus maka mengulang semester depan.
1. Instruktur memberi penilaian kepada mahasiswa 8. Nilai remidiasi maksimal 70
sesuai dengan cek list yang ditetapkan dalam buku
panduan.
2. Postes dilaksanakan di Fakultas Kedokteran sesuai
jadwal yang ditetapkan pengelola Field lab.
3. Apabila mahasiswa tidak mengikuti salah satu dari
kegiatan Field lab (Pretes, Lapangan, Postes),
maka dinyatakan tidak memenuhi syarat dan nilai
akhir tidak dapat diolah.
4. Pretes dan postes susulan dapat diberikan pada
mahasiswa yang tidak dapat mengikuti karena
sakit, ditunjukkan dengan bukti surat keterangan
sakit dari dokter atau rumah sakit. Mahasiswa yang
bersangkutan segera menghubungi pengelola topik.
5. Nilai Akhir Mahasiswa :
= 1xPretes + 3xLapangan + 1xPostes
5
6. Batas nilai yang dinyatakan lulus adalah 70

42 43
BAB V. Prosedur Kerja 7. Memberi larvasida atau memberitahukan perlunya
PSN jika menemukan jentik
1. Mendemonstrasikan form-form pelaporan yang ada 8. Mencatat hasil pemeriksaan di form PE
di puskesmas. 9. Melakukan analisis data
2. Mendemonstrasikan pencatatan laporan kasus a. Adanya transmisi penyakit: dilihat dari adanya
DBD dalam buku catatan harian penderita DBD. penderita panas > 3 orang dan adanya jentik di
3. Mendemonstrasikan persiapan alat yang akan sekitar rumah. Seluruh kontainer yang berisi air
dipakai dalam PE (tensimeter anak, senter, form PE di dalam dan di luar rumah diperiksa
dan abate). b. Menghitung House index
4. Menjelaskan koordinasi yang dilakukan petugas HI = Jumlah rumah dengan jentik X 100%
Puskesmas dengan Lurah/Kades/RT/RW setempat Rumah yang diperiksa
untuk pelaksanaan PE
5. Mendemonstrasikan kunjungan ke rumah
tersangka/penderita DBD untuk mencari kasus
tambahan DBD dengan menanyakan ada tidaknya
penderita panas 1 minggu sebelum nya dengan
sebab yang tidak jelas dan kemudian melakukan uji
Rumple Leed
6. Melakukan pemeriksaan jentik di tandon air dalam
atau luar rumah (sampai dengan radius 100 meter
dari rumah penderita).

44 45
BAB VI. Checklist penilaian (sampai dengan radius 100 meter
NO HAL 0 1 2 3 4 dari rumah penderita)
1. Persiapan Menjelaskan tindakan yang harus
Membuat format rencana kerja dilakukan (pemberian larvasida dan
sesuai panduan PSN) jika menemukan jentik
2. Sikap Perilaku Mencatat hasil pemeriksaan di form
Menunjukkan kedisplinan (datang Dapat menentukan ada tidaknya
tepat waktu) KLB dari hasil PE
Menunjukkan penampilan rapi dan Dapat mengisi formulir PU-DBD
sikap sopan terhadap staf puskesmas dan W2
dan atau masyarakat yang dilayani Dapat menentukan tindakan
(bila ada) penanggulangan KLB DBD
3. Prosedur Pelaksanaan PE 3. Laporan
Menjelaskan persiapan yang harus Isi laporan sesuai tujuan
dilakukan pembelajaran
Menanyakan ada tidaknya penderita Membuat format laporan sesuai
panas 1 minggu sebelum nya dengan dengan buku panduan
sebab yang tidak jelas JUMLAH
Melakukan uji Rumple Leed jika ada Keterangan
tersangka DBD 0 : tidak melakukan
Melakukan pemeriksaan jentik di 1 : melakukan, kurang dari 40%
tandon air dalam atau luar rumah 2 : melakukan 40-60%

46 47
3 : melakukan 60-80% DAFTAR PUSTAKA
4 : melakukan 80-100%
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008a.
Perkembangan Kejadian DBD Indonesia, 2004-2007.
http://www.penyakitmenular.info/detil.asp?m=5&s=5
Jumlah Nilai &i=217 (diakses pada April 2008)
NILAI : --------------- X 100 % = ………….
56 Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008b.
Tata Laksana Demam Berdarah Dengue .
http://www.depkes.go.id/downloads/Tata%20Laksana
Mengetahui, %20DBD.pdf (diakses pada April 2008)
KEPALA PUSKESMAS ……..
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Tata
Laksana DBD.
http://www.depkes.go.id/downloads/Tata%20Laksana
___________________________ %20DBD.pdf (diakses pada Oktober 2011)

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. 2006.


Prosedur Tetap Penanggulangan KLB dan Bencana
Provinsi Jawa Tengah.

48 49
Fathi, Soedjadjadi K dan Chatarina, U W. 2005. Peran Dengue (DBD) di Kota Purwokerto Jawa-Tengah.
Faktor Lingkungan dan Perilaku Terhadap Penularan http://eprints.undip.ac.id/17910/1/TEGUH_WIDIYAN
Demam Berdarah Dengue di Kota Mataram. Jurnal TO.pdf (diakses pada Oktober 2011)
Kesehatan Lingkungan Vol. 2 No.1, Juli 2005: 1-10.
World Health Organization. 2008. Dengue and Dengue
Siregar, Faziah A. 2004. Epidemiologi dan Hemmoragic Fever.
Pemberantasan Demam Berdarah Dengue (DBD) di http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs117/en/
Indonesia. http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm- (diakses pada April 2008)
fazidah3.pdf (diakses pada Oktober 2011)

Soedarmo S S P, Garna H, Hadinegoro S R S. 2002.


Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak : Infeksi & Penyakit
Tropis edisi ke-1. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. p.
187.

Suhendro, et.al. Demam Berdarah Dengue. In :


Sudoyo, Aru W, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
edisi ke-4. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2006. p.
1709-1710.

Widiyanto, Teguh. 2007. Kajian Manajemen


Lingkungan Terhadap Kejadian Demam Berdarah

50 51

Anda mungkin juga menyukai