Anda di halaman 1dari 151

Konseling Keluarga

Teori dan Pendekatan


Konseling
Modern dan Post Modern

Oleh
b.a. habsy

UNIVERSITAS DARUL ULUM


JOMBANG
FAKULTAS KEGURUAN dan ILMU
PENDIDIKAN
JURUSAN BIMBINGAN DAN
KONSELING

2014

Teori dan Pendekatan Konseling Psikoanalisa

I. Pendahuluan
A. Perspektif Historis
Teori konseling psikoanalisa (psychoanalysis) sering disebut
psikoanalisis dikembangkan oleh seorang neurolog dari Wina Sigmund
Freud. Freud lahir di Freiberg, Moravia pada tanggal 6 Mei 1856 dan
meninggal pada tahun 1939, ia terlahir sebagai seorang keturunan Yahudi dan
ayahnya adalah seorang yang otoritarian. Pada masa kecilnya Frued
memperoleh pendidikan yang keras dari ayahnya, meskipun ibunya
memperlakukannya dengan penuh kasih sayang, Frued sendiri memuji ibunya
sebagai wanita yang sangat cantik dan lembut. Latar belakang keluarga
menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi formulasi teoritiknya
dikemudian hari.
Freud memasuki jurusan kedokteran di Unversitas Wina. Empat tahun
setelah menyelesaikan pendidikan kedokteran, yaitu pada usia 26 tahun,
Freud mendapat posisi yang terhormat, yaitu menjadi dosen pada Universitas
tersebut. Frued adalah dokter yang memiliki minat kuat pada bidang
neurologi. Pada tahun 1880 ia belajar psikiatri pada Josef Breuer seorang ahli
medis di Wina. Dari hasil kolaborasinya dengan Breuer tersebut Frued
menjadi semakin tertarik dengan gangguan psikologis dan mulai belajar
gangguan neurotik serta cara-cara menanganinya. Frued mulai mempelajari

1
hipnotis, ekspresi verbal untuk menangani gangguan emosional dan juga
mulai meneliti penggunaan elektroterapi dan pijatan untuk menangani
gangguan emosional. Frued menyadari bahwa metode tersebut kurang efektif
dan ia mencoba bereksperimen dengan teknik konsentrasi. Namun frued tetap
menekankan pada ekspresi diri dan menggunakan suatu metode baru yang ia
sebut dengan istilah asosiasi bebas.
Fase paling kreatif dalam kehidupannya ialah pada masa ketika ia
mengalami permasalahan emosi yang berat. Pada awal usia 40 tahun, Freud
mengidap sejumlah kelainan psikosomatik, seperti ketakutan berlebihan akan
kematian dan beberapa phobia lainnya, sehingga kemudian ia tekun
melakukan analisa pada dirinya sendiri (self-analysis). Dengan menggali
makna dari mimpi-mimpinya sendiri, ia memperoleh pemahaman mengenai
dinamika perkembangan kepribadian. Ia terlebih dahulu menguji ingatan-
ingatan masa kecilnya dan menyadari bahwa ia memiliki rasa permusuhan
yang kuat terhadap ayahnya. Ia juga mengingat perasaan-perasaan seksualnya
di masa kecil terhadap ibunya, seseorang yang menarik, penuh cinta, dan
melindungi. Freud kemudian merumuskan teorinya secara klinis sembari ia
memperhatikan pekerjaan pasien-pasiennya ketika mereka sedang mengatasi
permasalahan-permasalahan mereka sendiri.

Frued menggunakan istilah psikoanalisis pertama kali pada tahun 1986


salah satu alairan utama dalam sejarah psikologi Sigmund Frued.
Psikoanalisis adalah sebuah model perkembangan kepribadian, filsafat
tentang manusia, dan metode psikoterapi. Secara historis, psikoanalisis adalah
aliran utama psikologi, yang kedua adalah behaviorisme, sedangkan yang
ketiga disebut kekuatan ketiga adalah psikologi eksistensial-humanistik.
Dalam tulisan-tulisannya yang dipublikasikan pada sekitar tahun 1890 an ia
mulai menekankan seksualitas dalam kehidupan manusia. Ia memiliki
keyakinan bahwa gejala histeria atau neurosis memiliki keterkaitan dengan
pengalaman seksual pada masa kanak-kanak, seperti trauma kekerasan
seksual yang dilakukan oleh ayah ataupun orang dewasa lainnya. Karena

2
adanya kesulitan untuk membuat penjelasan logis, ia kemudian mengubah
pemikirannya dan mulai memusatkan perhatian pada fantasi dan seksual
infantil (kanak-kanak) alih-alih pengalaman seksual aktual sebagai instrumen
untuk menetapkan gangguan emosional.
Dari hasil pengalaman hidupnya ditambah dengan minatnya untuk
memahami jiwa (psyche) manusia, serta upayanya untuk menangani berbagai
bentuk kesulitan, Frued mulai mengungkapkan makna impian dan fantasi-
fantasinya sendiri di samping perasaan seksual yang ia tujukan pada ibu dan
perasaan marah terhadap ayahnya. Frued menemukan suatu metode yang ia
perkenalkan dengan analisis mimpi. Secara konseptual Frued melihat impian
sebagai keinginan-keinginan yang tertekan dan menjalinkan proses psikis dan
fisik. Di samping itu Frued mempunyai pandangan yang lebih kontemporer
tentang wanita menyatakan bahwa dibanding pria, wanita lebih personal dan
lebih fleksibel dalam membuat keputusan. Pada perkembangan berikutnya
Frued mulai mengakui peran konteks dan masyarakat dalam mempengaruhi
perkembangan manusia.
Freud memiliki sedikit toleransi bagi kolega-koleganya yang berbeda
dari doktrin psikoanalitiknya. Ia cenderung mengendalikan gerakan tersebut
dengan memecat kolega-kolega yang tidak sepaham dengannya. Contohnya,
Carl Jung dan Alfred Adler, yang bekerja bersama Freud, namun mereka
kemudian mendirikan sekolah terapeutik sendiri setelah berulangkali
mengalami ketidaksepahaman dengan Freud berkenaan dengan isu-isu teoritik
dan klinis. Dia adalah salah satu tokoh psikologi yang sangat terkenal dan
melahirkan sebuah pendekatan yang disebut psikoanalitik. Sejak awal
kemunculannya, psikoanalitik selalu menimbulkan kontroversi. Namun tidak
dapat dipungikiri bahwa Freud merupakan inspirator bagi tokoh-tokoh
psikologi yang lain. Selanjutnya ada beberapa tokoh lain yang ikut berjasa
dalam mengembangkan pendekatan psikoanalisis yaitu Erik Erikson dan Carl
Jung.

3
Hasil kerja yang paling terkenal dari Frued adalah konstruksinya
tentang teori kepribadian yang menyatakan bahwa kepribadian terdiri dari tiga
struktur yaitu Id, ego dan superego. Kepribadia manusia termasuk di
dalamnya prilaku sehat dan menyimpang terbentuk dan berkembang
dipengaruhi oleh interaksi dinamis dari ketiga struktur kepribadian tersebut ,
khususnya dalam merespon dorongan-dorongan. Berikut ini akan dibahas
sekilas tentang pendekatan psikoanalitik.

II. PEMBAHASAN
A. Pokok- Pokok Teori

1. Pandangan Tentang Sifat Dasar Manusia


Menurut teori konseling psikoanalisa, perilaku dan
perkembangan manusia bersifat deterministik. Perilaku dan
perkembangan manusia sangat dipengaruhi oleh faktor genetik
(biologis) dan berbagai peristiwa pada tahun-tahun awal kehidupan
atau pada masa kanak-kanak. Meskipun demikian, teori ini juga
mengakakui pentingnya peran konteks sosial khususnya lingkungan
keluarga dalam mempengaruhi perkembangan.

Manusia ditentukan oleh kekuatan-kekuatan irasional,


motivasi-motivasi nirsadar, serta dorongan-dorongan biologis dan
naluri, yang muncul melalui peristiwa-peristiwa psikoseksual yang
terjadi selama enam tahun pertama dalam kehidupan. Adapun tenaga
naluri merupakan hal yang menjadi penekanan pada pendekatan
Freudian. Tenaga naluri mencakup libido atau life instincts yang
tertuju ke pertumbuhan, perkembangan, dan kreativitas; dan death
instincts yang tertuju ke agresifitas, perlukaan atau penghancuran diri
sendiri atau orang lain. Mengatur dorongan agresif merupakan
tantangan terbesar bagi ras umat manusia.

4
Frued memandang manusia sebagai entitas yang memiliki
kemampuan untuk menyadari kesulitan masalahnya dan memanfaatkan
sumber bantuan lain dan perkembangan pribadinya untuk memahami
masalahnya, mengalahkan dorongan naluriahnya yang tidak rasional
dan membuat perubahan yang positif dan kemudian mencapai
kehidupan yang diinginkan.

2. Sistem Teori
Teori konseling psikoanalisa berakar pada teori kepribadian
yang dikembangkan oleh Frued, dalam hal ini Frued menggambarkan
kepribadian manusia melalui konsep struktur mental (psyche) dan
struktur kepribadian.

a. Struktur Kepribadian
Menurut pandangan Psikoanalitik, struktur kepribadian tediri
dari tiga sistem, yaitu : id, ego,dan super ego. Id adalah komponen
biologis, ego adalah komponen psikologis, dan super ego merupakan
komponen sosial. Menurut perspektif ortodok Freud manusia
dipandang sebagai sistem energi. Dinamika kepribadian terdiri dari
cara-cara energi psikis dibagikan kepada id, ego dan super ego. Energi
psikis bersifat terbatas sehingga satu sistem memegang kendali atas
energi yang tersedia dengan mengorbankan dua sistem lainnya.

 Id merupakan sistem kepribadian yang orisinil, tempat


bersemayam naluri-naluri. Id tidak bisa menoleransi
ketegangan/kecemasan, bersifat tidak logis, amoral dan didorong
oleh satu kepentingan yaitu memuaskan kebutuhan-kebutuhan
naluriah sesuai dengan prinsip kesenangan/pleasure principle dan
bersifat nirsadar. Id merupakan sumber energi aktivitas psikis dan
fisik yang diperoleh dari tubuh. Tubuh itu sendiri mendapatkan
energi dari apa yang kita makan. Di dalam Id terdapat dorongan-
dorongan instinktif (naluriah) yang cenderung primitif dan

5
menimbulkan ketegangan karena menuntut untuk
dipuaskan/dipenuhi. Untuk memenuhi/memuaskan dorongan-
dorongan Id menggunakan dua mekanisme yaitu tindakan refleks
dan proses primer. Tindakan refleks berisikan tindakan-tindakan
otomatis seperti mengedipkan mata, batuk. Proses primer
melibatkan tindakan yang lebih kompleks yang mengarahkan
manusia untuk membentuk suatu imej mental.
 Dorongan naluriah dibedakan menjadi dua yakni neluria hidup
(libido) dan naluriah mati atau naluriah merusak (tanatos). Naluri
hidup merefleksikan kebutuhan Id untuk mengejar kesenagan atau
menghidari ketidaknyamanan/penderitaan. Pada awalnya Frued
mendefinisikan naluri hidup sebagai dorongan seksual, karena
mendapatkan banyak kritik, Frued memodifikasikandorongan
seks tersebut sebagai bentuk energi dan fitalitas untuk hidup.
Berbagai bentuk tidakan merusak diri dan lingkungan seperti
melukai diri, tidak mau makan dan agresi di kendalikan oleh
naluri mati (tanatos).
 Ego berfungsi sebagai ”polisi lalu lintas” yang memediasi naluri
dengan lingkungan sekitar. Ego diatur atas dasar prinsip
realitas/reality principle. Ego melakukan proses berpikir yang
realistik dan logik, serta merencanakan tindakan untuk
memuaskan kebutuhan-kebutuhan individu. Ego adalah tempat
bersemayam intelegensi dan rasionalitas yang mengawasi dan
mengendalikan impuls-impuls buta dari id. Ego tidak hanya
membantu membantu memenuhi kebutuhan Id tetapi juga
merintangi atau menolak dorongan yang tidak diijinkan oleh
norma atau kode moral yang ditekankan oleh realitas (lingkungan
sosial). Dapat dikatakan Ego merupakan aspek eksekutit
(pengendali atau pengatur) dari struktur kepribadian.
 Superego adalah cabang moral atau hukum dari kepribadian.
Urusan utamanya adalah apakah suatu tindakan itu baik atau

6
buruk, benar atau salah. Superego mempresentasikan hal-hal yang
ideal dan untuk mencapai kesempurnaan/perfection. Berfungsi
sebagai penghambat impuls-impuls id. Superego
merepresentasikan nilai-nilai tradisonal dan ideal masyarakat
yang diwariskan orang tua kepada anak. Berkaitan dengan
imbalan-imbalan yaitu perasaan-perasaan bangga dan mencintai
diri dan hukuman-hukuman yaitu perasaan-perasaan berdosa dan
rendah diri. Manusia yang mengikuti arahan super egonya
cenderung dapat menyesuaikan diri dengan baik namun menderita
karena banyak dorongan kesengangan yang tak terpuaskan.
Sebaliknya manusia yang kurang mendengarkan superegonya
cenderung dapat memuaskan dorongannya tetapi seringkali
dihinggapi perasaan bersalah, malu dan cemas.
b. Struktur Mental
 Kesadaran dan Kenirsadaran

Sumbangan terbesar Freud adalah konsep-konsepnya tentang


kesadaran dan nirsadar yang merupakan kunci untuk memahami
tingkah laku dan masalah-masalah kepribadian. Nirsadar
dipelajari dari tingkah laku. Pembuktian klinis mengenai konsep
nirsadar mencakup :

a. . Mimpi-mimpi, yang merupakan representasi simbolik dari


kebutuhan-kebutuhan, hasrat-hasrat, dan konflik nirsadar
b. Salah ucap atau lupa
c. Sugesti pascahipnotik
d. Materi yang berasal dari teknik-teknik asosiasi bebas
e. Materi yang berasal dari teknik proyektif
f. Konteks simbolik dari gejala-gejala psikotik.

Bagi Freud, kesadaran merupakan bagian terkecil dari


keseluruhan jiwa (gunung es). Nirsadar menyimpan

7
pengalaman-pengalaman, ingatan-ingatan dan materi yang
direpresi. Kebutuhan-kebutuhan dan motivasi yang tidak bisa
dicapai terletak di luar kesadaran. Freud percaya bahwa
sebagian besar fungsi psikologis terletak di luar kawasan
kesadaran.

 Ambang Sadar berisikan ingatan-ingatan tentang peristiwa


masa lampau yang siap masuk dalam sewaktu-waktu
diperlukan. Jika seseorang bertanya kepada kita mengenai
nomor telepon kita, hanya sedikit upaya kita untuk
mengingat dan kemudian menjawab pertanyaan tersebut. Itu
karena ingatan kita pada nomor telepon kita berada di
ambang sadar.

3. Mekanisme Pertahanan Ego


Ketiga struktur – ego id, ego dan superego tidak selalu dapat
bekerjasama secara harmonis. Dalam rangka memenuhi kebutuhan id,
antara ketiga divisi kepribadian tersebut seringkali terjadi konflik.
Konflik antara ketiga struktur kepribadian tersebut seringkali terjadi
konflik. Konflik antara ketiga struktur kepribadian tersebut disebut
konflik intrapsikis.
Jika tidak segera terselesaikan konflik intrapsikis berpotensi
menimbulkan perasaan cemas. Kecemasan adalah suatu keadaan
tegang yang memotivasi manusia untuk melakukan sesuatu. Fungsi
kecemasan adalah untuk memperingatkan adanya ancaman bahaya.
Dalam hal ini Frued mengemukakan tiga bentuk kecemasan yaitu
kecemasan realistis, kecemasan neurotik dan kecemasan moral.
Kecemasan realistik merupakan ketakutan terhadap ancaman dunia
luar. Kecemasan neurotik dan kecemasan moral ditimbulkan oleh
ancaman terhadap ”keseimbangan kekuatan” di dalam diri individu.
Kecemasan neurotik adalah perasaan takut bahwa instink-instink
akan terlepas dan menyebabkan individu akanmelakukan sesuatu yang

8
mendapatkan hukuman. Kecemasan moral dalah kecemasan kata hati,
orang yang mendengarkan kata hati dengan baik cenderung merasa
bersalah ketika ia melakukan sesuatu yang bertentangan denga kode
moral.
Jika ego tidak dapat mengontrol kecemasan dengan cara-cara
yang rasional dan langsung maka ego akan menggunakan cara-cara
yang tidak rasional dan tidak lagsung. Cara-cara ini dikenal dengan
sebutan mekanisme pertahanan ego (ego defence mechanism).

Mekanisme pertahanan ego membantu menanggulangi


kecemasan dan mencegah ego agar tidak terluka. Mekanisme
pertahanan ego tidak selalu patologis dan bisa memiliki nilai
penyesuaian jika tidak menjadi suatu gaya hidup untuk menghindari
kenyataan. Mekanisme pertahanan ego digunakan individu bergantung
pada taraf perkembangan dan derajat kecemasan yang dialami.
Mekanisme-mekanisme pertahanan ego memiliki dua karakteristik
yaitu :

a. Menyangkal atau mendistorsi kenyataan


b. Beroperasi pada taraf nirsadar

Berikut deskripsi singkat beberapa pertahanan ego :

a. Represi merupakan salah satu konsep freud yang penting dan ini
merupakan basis bagi beberapa pertahanan ego yang lain dan bagi
gangguan neurotik. Freud mendefinisikan represi sebagai
penghapusan atau pemindahan tanpa sengaja dari sesuatu yang
mucul dari kesadaran. Ini diasumsikan bahwa sebagian besar
kejadian pada lima atau enam tahun pertama kehidupan ”dikubur”
dan kejadian-kejadian ini berpengaruh pada kehidupan selanjutnya.
Contoh: Seorang anak yang mengalami kekerasan seksual masa
kecil dan dia berusaha untuk tidak pernah mengungkit-

9
mengungkit peristiwa tersebut termasuk menghindari
berhubungan dengan orang lain.

b. Penyangkalan adalah pertahanan melawan kecemasan dengan


”menutup mata” terhadap keberadaan keyataan yang mengancam.
Contoh: Seorang ibu yang ditinggal mati anaknya melakukan
penyangkalan terhadap fakta kematian anaknya.

c. Formasi reaksi adalah melakukan tindakan yang berlawanan


dengan hasrat-hasrat nirsadar. Jika perasaa-perasaan yang lebih
dalam menimbulkan ancaman, maka seseorang menampilkan
tingkah laku yang berlawanan guna menyangkal perasaan-perasaan
yang menimbulkan ancaman itu.
Contoh: Sebenarnya X cemburu terhadap Y bahkan sangat
membenci Y, tetapi dia mengetahui bahwa sikap
cemburu dan membenci adalah tidak baik, maka ia
menutupi kebenciannya dengan menunjukkan sikap
sangat baik kepada Y.

d. Proyeksi adalah mengalamatkan sifat-sifat tertentu yang tidak bisa


diterima oleh ego kepada orang lain.
Contoh: B membicarakan kejelekan F yang suka menggosip di
belakang F, padahal sesungguhnya B juga memiliki
dorongan untuk senang menggosip.

e. Displacement adalah mengalihkan energi kepada obyek atau orang


lain apabila obyek asal atau orang sesungguhnya tidak bisa
dijangkau.
Contoh: A ingin memaharahi atasannya, tetapi karena tidak bisa
akhirnya A memarahi bawahannya.

f. Rasionalisasi adalah menciptakan dalih ”yang seolah-olah benar”


guna menghindarkan ego dari cedera; memalsukan diri sehingga
kenyataan yang mengecewakan menjadi tidak begitu menyakitkan.

10
Contoh: C tidak bisa menjabat direktur, dia mengatakan kepada
orang lain bahwa ia tidak mendapatkan jabatan direktur
bukan karena ia tidak mampu, tapi karena usianya
belum cukup tua.

g. Sublimasi adalah mengalihkan energi seksual atau agresif pada hal


lain yang bisa di terima secara sosial dan bahkan lebih diminati.
Contoh: E memiliki dorongan agresif, dan dia salurkan ke
aktifitas beladiri.

h. Regresi adalah melangkah mundur ke fase perkembangan yang


lebih awal dimana tuntutan-tuntutan tidak terlalu besar.
Contoh: S menunjukkan tingkah laku seperti bayi ketika adiknya
lahir karena cemburu terhadap adiknya

i. Introjection adalah mengambil dan menerima nilai-nilai atau


standar orang lain secara utuh.
Contoh: Seorang bawahan yang takut pada atasannya dan tidak
berani melawan atasannya, maka ia memilih untuk
mengikuti apa saja keinginan atasannya.

j. Identifikasi adalah bagian dari proses perkembangan dimana anak


belajar tingkah laku gender-role. Pertahanan jenis ini dapat
mempertinggi harga diri dan melindungi seseorang dari perasaan
menjadi gagal.
Contoh: Seseorang yang tidak mempunyai apa-apa menyatakan
bahwa ia memiliki banyak harta dan kedudukan yang
tinggi.

k. Kompensasi adalah menutupi kelemahan diri atau mengembangkan


sikap positif tertentu untuk menutupi keterbatasan dirinya.
Contoh: Seseorang yang menyukai kegiatan menari namun tidak
mempunyai bakat menari, maka ia akan

11
mengembangkan sisi positif dirinya dalam kegiatan
lain.

4. Perkembangan Kepribadian

Menurut Frued, perkembangan kepribadian – sehat dan tidak


sehat – sangat berhubungan dengan cara-cara yang digunakan oleh
individu dalam melewati fase-fase perkembangan pada enam tahun
kehidupannya. Selama enam tahun pertama kehidupannya, manusia
berkembang melalui enam tahapan perkembangan. Tahapan
perkembangan ini disebut tahapan psikoseksual, karena
mempresentasikan suatu kebutuhan dan pemuasa seksual yang
menonjol pada setiap tahapan perkembangan. Hambatan yang terjadi
pada pada proses pemenuhan kebutuhan seksual pada setiap tahapan
disebut fiksasi berpotensi menyebebabkan gangguan prilaku pada
dewasa. Berikut uraiann singkat tentang tahapan-tahapan
perkembangan psikoseksual tersebut :

 Tahap oral (Tahun pertama kehidupan). Kontak pertama yang


dilakukan oleh bayi setelah kelahirannya adalah melalui mulut
(oral). Kepuasan seksual (kesenagan) pada saat ini diperoleh
melalui mulut yakni melalui berbagai aktivitas mulut seperti
makan, minum, dan (kemudian) menghisap dan menggigit. Fiksasi
pada tahap ini menyebabkan anak mengembangkan kepribadian
oral, yakn.i menjadi orang yang tergantung dan lebih senang untuk
bertindak pasif dan bertindak pasif dan menerima bantuan orang
lain.
 Tahap anal (Usia 1 – 3 tahun). Menginjak usia satu tahun anak
melakukan interaksi melalui fungsi pembuangan isi perut (anal)
dan memperoleh kesenangan melalui aktivitas-aktivitas
pembuangan. Setelah dibelajarkan tentang cara-cara pembuangan
melalui prosedur latihan pembuangan (toilet trining) anak

12
memperoleh tuntutan untuk mengendalikan perilakunya dan
mengikuti cara-cara yang benar. Fiksasi pada tahapan ini
menyebabkan anak mengembangkan kepribadian anal, yakni
menjadi orang yang sangat menekankan kepatuhan,
konfronmatisan, keteraturan, menjadi kikir dan suka
melawan/memberontak.
 Tahap palis (Usia 3 – 6 tahun). Arena interaksi selanjutnya bersifat
genital dan terjadi ketika anak berusia sekitar empat tahun. Pada
fase ini, anak laki-laki dan anak perempuan senang menyentuh
(mengeksploitasi) organ kelaminnya untuk memperoleh
kesenangan sambil melakukan fantasi-fantasi seksual. Anak laki-
laki mengembangkan fantasi seksualnya dengan ibunya, peristiwa
ini disebut oedipus complex dan anak perempuan mengembangkan
fantasi seksualnya dengan ayahnya disebut electra complex. Jika
konflik-konflik oedipal ini tak terpecahkan, anak akan
mengembangkan kepribadian palis. Anak laki-laki akan
berkembang menjadi homoseksual atau heteroseksual yang tidak
benar-benar mencintai pasangannya tetapi hanya menjadikannya
sebagai obyek pemuasan seksualnya (promiskuitas). Sedangkan
anak perempuan akan berkembang menjadi wanita yang genit,
penggoda pria, atau lesbian.
 Tahap laten (Usia 6 – 12 tahun). Peristiwa-peristiwa yang terjadi
selama tiga tahapan psikoseksual yang pertama tersebut akan
membentuk kepribadian dasar seseorang. Ketika anak memasuki
periode pubertas, mereka memasukin periode laten. Pada tahapan
ini anak laki-laki dan anak perempuan menekan semua isu-isu
oedipal dan kehilangan minat seksualnya. Sebaliknya, mereka
mulai melibatkan dirinya ke dalam kelompok bermain yang terdiri
atas anak-anak lain dari jenis kelamin yang sama, baik kelompok
yang bersifat full-male atau full-female.

13
 Tahap genital (Usia 12- 18 tahun). Ketika memasuki masa
pubertas, anak-anak mulai tertarik satu sama lain dengan lawan
jenisnya dan menjadi manusia yang lebih matang. Mereka saling
mengembangkan afeksi (hubungan) dan minat-minat seksual, cinta,
dan bentuk-bentuk keterikatan yang lain. Namun, menurut Frued,
banyak orang tak pernah benar-benar dapat menyelesaikan konflik
oedipal daan oleh karenanya tak pernah mencapai tahap genital.

III. IMPLEMENTASI
Pada bagaian ini akan dikemukakan hal-hal yang berkaitan dengan
implementasi teori konseling psikoanalisa yang meliputi tujuan, proses, dan
teknik konseling.
A. Tujuan
Tujuan konseling psikoanalisis adalah membentuk kembali struktur
katakter individual dengan jalan membuat kesadaran yang tak disadari di dalam
diri individu (konseli). Proses konseling difokuskan pada upaya mengalami
kembali pengalaman-pengalaman masa kanak-kanak. Pengalaman-pengalaman
masa lampau direkrunstruksi, dibahas, dianalisis dan ditafsirkan dengan
sasaran merekonstruksi kepribadian dan menekankan dimensi afektif dari
upaya menjadikan ketaksadaran diketahui. Pemahaman dan pengertian
intelektual memiliki arti penting, tetapi perasaan-perasaan dan ingatan-ingatan
yang berkaitan dengan pemehaman diri lebih penting lagi.

Sesuai dengan asumsi dasar tentang sifat dasar manusia yang dipegang,
konseling psikoanalisa bertujuan untuk membantu individu (konseli)
mengoptimalkan fungsi Ego dengan cara mencapai keseimbangan psikologis
ini tercapai dengan cara meniadakan kecemasan atau menangani konflik-
konflik intrapsikis.

Baker (1985) mengemukakan lima tujuan khusus konseling psikoanalisa,


yakni membantu individu agar mampu :

14
 Meningkatkan kesadaran dan kontrol ego terhadap impuls-impuls dan
berbagai bentuk naluriah yang tidak rasional.
 Memperkaya sifat dan macam mekanisme pertahanan ego sehingga lebih
efektif, lebih matang, dan lebih dapat diterima.
 Mengembangkan perspektif yang lebih berlandaskan pada asesmen
realitas yang jelas dan akurat dan yang mendorong penyesuaian.
 Mengembangkan kemampuan untuk membentuk hubungan yang akrab
dan sehat dengan cara yang menghargai hak-hak pribadi dan orang lain.
 Menurunkan sifat perfeksionis (mengejar kesempurnaan), rigid (kaku),
dan punatif (menghukum).

B. Proses
Praktek dalam konseling psikoanalisa sebagaimana dilakukan oleh Frued
dan para praktisi modern psikoanalisa pada umumnya merupakan suatu proses
yang panjang dan intensif. Konselor melakukan pertemuan sebanyak tiga
hingga lima kali dalam seminggu, setiap pertemuan berlangsung selama 55
menit dengan lima menit untuk break antara sesi. Dalam proses ini para
konselor membawa konseli mencapai keadaan rileks dan bersikap netral dan
seanonim mungkin. Sikap ini penting untuk mendorong terbentuknya
transferen.
Konselor secara aktif juga harus mendengarkan (dengan penuh
perhatian) konseli dan mengarahkan sesi-sesi menuju pengungkapan meteri-
materi kompleks terdesak. Dalam hal ini, konselor diibaratkan mendengarkan
konseli dengan menggunakan tiga telinga guna memahami kata-kata, simbol,
kontradiksi, dan omisi-omisi penting yang mungkin merupakan kunci untuk
membuka pintu kenirsadaran. Pertanyaan, interpretasi, asosiasi bebas, dan
dorongan merupakan teknik-teknik umum yang digunakan oleh konselor
psikoanalisa.

C. Fungsi dan Peran Terapis

15
Para analisis klasik secara khusus mengambil sudut pandang yang tidak
kentara, yang kadang kala disebut pendekatan ”black-screen”. Mereka
menggunakan sedikit sekali self-disclosure dan tetap bersikap netral untuk
membantu berkembangya hubungan transference, dimana konseli akan
melakukan proyeksi terhadap mereka. Jika terapis menyampaikan sedikit sekali
hal mengenai diri mereka dan jarang berbagi/share mengenai reaksi personal
mereka, para terapis meyakini bahwa apa saja yang dirasakan oleh konseli
mengenai diri mereka, sebagian besarnya merupakan hasil dari perasaan yang
diasosiasikan dengan significant figures di masa lalu. Proyeksi semacam ini,
yang berasal dari situasi-situasi yang tidak terselesaikan dan direpresi, dinilai
sebagai ”grist for the mill”, dan analisa mereka sangat penting dalam kegiatan
terapeutik.

Fungsi utama dari analisis adalah untuk membantu konseli mendapatkan


kebebasan mencintai, bekerja, dan bermain/bersenang-senang. Fungsi yang lain
mencakup membantu konseli mencapai self-awareness/kesadaran akan diri
sendiri, kejujuran, serta memperoleh hubungan interpersonal yang lebih efektif;
membantu konseli menghadapi kecemasan dengan cara-cara yang lebih
realistik; dan membantu konseli agar dapat mengontrol perilaku-perilaku
impulsif dan irasional. Para analis terlebih dahulu membangun/menciptakan
hubungan ”kerja” dengan konseli, kemudian aktif mendengarkan dan
mentafsirkan. Perhatian khusus ditujukan pada resistance konseli. Para analis
mendengarkan, mempelajari dan memutuskan kapan ia akan melakukan
penafsiran secara tepat. Mengatur proses-proses terapeutik tersebut dalam
konteks memahami struktur kepribadian dan psikodinamika, akan
memungkinkan analis merumuskan permasalahan-permasalahan konseli.
Proses terapi psikoanalitik seperti menggabungkan potongan-potongan puzzle.
Perubahan konseli lebih bergantung pada kesiapan mereka untuk berubah,
ketimbang pada ketepatan terapis dalam menafsirkan. Jika terapis memaksa
konselinya terlalu secara bertubi-tubi atau pun menawarkan penafsiran yang
tidak tepat waktu, terapi tersebut akan cenderung menjadi counterproductive.

16
D. Pengalaman-Pengalaman Konseli di Dalam Terapi

Konseli yang bersedia ditangani secara psikoanalitik tradisional harus


bersedia mengkomitmenkan diri mereka pada proses terapi yang intens dan
long-term. Setelah beberapa sesi tatap muka dengan analis, konseli berbaring
pada sebuah sofa dan melakukan asosiasi bebas; yaitu mereka menyampaikan
apa saja yang muncul/terlintas di pikiran mereka tanpa self-censorship. Proses
asosiasi bebas ini dikenal sebagai ”aturan dasar/fundamental rule”. Konseli
kemudian menceritakan perasaan-perasaan, pengalaman-pengalaman, asosiasi-
asosiasi, ingatan-ingatan, dan fantasi-fantasi mereka kepada analis. Berbaring
di sofa mendorong terjadinya refleksi-refleksi yang mendalam dan tidak
uncensored serta mengurangi stimulus-stimulus yang dapat interfere konseli
untuk ”bersentuhan” dan dalam memunculkan konflik-konflik internalnya.
Berbaring di sofa juga mengurangi kemampuan konseli untuk
”membaca”/melihat dan mengamati reaksi pada wajah terapisnya yang dapat
memunculkan karakteristik projections dari transference regresif. Pada saat
yang sama, analis juga terbebas dari memperhatikan/memonitor clues wajah
secara berlebihan.

Penjelasan di atas merupakan psikoanalisis klasik. Banyak praktisi


yang berorientasi psikoanalisis (sebagai distinct dari analis) tidak
menggunakan kesemua teknik-teknik tersebut. Namun mereka tetap
memberikan perhatian khusus terhadap manifestasi transference dan work
terhadap mimpi serta materi-materi nirsadar.

Para konseli dalam terapi psikoanalitik berkomitmen pada terapis mereka


untuk stick dengan prosedur dalam proses terapeutik yang intensif. Mereka bersedia
untuk berbicara/bercerita, karena production verbal mereka merupakan ”jantung” dari
terapi psikoanalitik. Konseli juga diminta untuk tidak melakukan perubahan-
perubahan yang radikal dalam kehidupan mereka selama masa analisis, seperti
melakukan perceraian atau berhenti dari pekerjaan mereka.

17
Konseli psikoanalitik bersedia mengakhiri sesi terapi ketika ia dan
terapisnya sepakat bahwa mereka telah menyelesaikan resolved symptom-
symptom dan konflik-konflik yang sebelumnya tidak ditemukan jalan
keluarnya amenable to resolution, telah dapat memahami secara jelas dan
dapat menerima sisa permasalahan emosi mereka, telah memahami akar
permasalahan mereka secara historis yang selama ini menjadi kesulitan bagi
mereka, dan dapat mengintegrasikan kesadaran akan permasalahan mereka di
masa lalu dengan hubungan interpersonal mereka di masa kini. Analisis yang
berhasil menjawab pertanyaan ”mengapa” konseli berkenaan dengan
kehidupan mereka. Konseli yang emerge secara berhasil melalui terapi
psikoanalitik menginformasikan bahwa mereka telah mencapai beberapa hal
seperti pemahaman mengenai symptom-symptom dan the function they serve,
pemahaman mengenai bagaimanana lingkungan mereka mempengaruhi mereka
dan bagaimana mereka mempengaruhi lingkungan, serta mengurangi sikap
defensif mereka (Saretsky, 1978).

E. Hubungan Antara Terapis dan Konseli

Hubungan antara konseli dengan terapis diconceptualized dalam


proses transference, dimana proses ini merupakan core dari pendekatan
psikoanalitik. Transference merupakan kenirsadaran konseli yang shifting
kepada analis yang berupa perasaan-perasaan dan fantasi-fantasi yang
merupakan reaksi terhadap significant others dalam masa lalu konseli.
Transference memungkinkan konseli memahami dan menyelesaikan
”unfinished business”/permasalahan yang tidak terselesaikan dari hubungan-
hubungan interpersonalnya di masa lalu. Seiring dengan berkembangnya
proses terapi, perasaan-perasaan dan konflik-konflik di masa kanak-kanak
mulai muncul ke permukaan dari kenirsadaran yang mendalam. Konseli
regress secara emosi. Beberapa perasaan mereka muncul dari konflik-konflik
seperti kepercayaan vs ketidakpercayaan, cinta/kasih sayang vs kebencian,
ketergantungan vs kemandirian, serta otonomi vs rasa malu dan keraguan.
Transference terjadi ketika konseli resurrect konflik-konflik intense di awal

18
kehidupan mereka yang berkaitan dengan cinta/kasih sayang, seksualitas,
permusuhan, kecemasan, dan penolakan; membawa/memunculkan konflik-
konflik tersebut ke permukaan; mengalami kembali konflik-konflik tersebut;
dan attach mengaitkan konflik-konflik tersebut dengan analisnya. Sebagai
contoh, seorang konseli dapat saja mengtransfer perasaan-perasaan yang tidak
terselesaikan/mengganjal terhadap sosok ayah yang stern dan tidak mencintai
pada analisnya, dimana analis tersebut, di mata konseli, menjadi seseorang
yang stern dan tidak mencintai. Perasaan-perasaan marah merupakan produk
dari transference negatif, namun konseli dapat pula mengembangkan
transference yang positif dan, misalnya, jatuh cinta pada analis, berharap
diadopsi, ataupun dengan berbagai cara lainnya mendapatkan cinta/kasih
sayang, penerimaan, dan persetujuan dari terapis yang all-powerful.
Singkatnya, analis menjadi substitute di masa sekarang bagi significant others
konseli.

Jika terapi diharapkan untuk menghasilkan/memberikan perubahan


bagi konseli, maka hubungan transference harus dapat worked through.
Proses working-through tersebut terdiri atas eksplorasi terhadap materi-materi
serta defense-defense nirsadar, dimana sebagian besar diantaranya berasal dari
pengalaman-pengalaman di masa kecil. Penanganan dapat dicapai dengan
melakukan interpretasi secara berulang-ulang dan dengan mengeksplorasi
bentuk-bentuk resistance. Hasil dari penanganan berupa penyelesaian pola-
pola terdahulu dan memungkinkan konseli membuat pilihan-pilihan baru.
Dalam proses menangani konseli, data mentah sesi tersebut dilihat/dianalisa
kembali secara konstan untuk memperoleh pemahaman-pemahaman baru akan
pengalaman konseli di saat ini. Terapi yang efektif menuntut konseli
mengembangkan hubungan interpersonalnya pada saat ini dengan analis,
dimana hubungan tersebut dapat memberikan pengalaman mengkoreksi dan
integratif.

Diasumsikan bahwa, agar konseli dapat menjadi mandiri secara


psikologik, ia haruslah tidak hanya sadar akan materi-materi nirsadarnya, tapi

19
juga mencapai suatu level terbebas dari perilaku-perilaku yang dimotivasi oleh
usaha-usaha keras bersikap kekanak-kanakan, seperti kebutuhan akan cinta
yang utuh dan penerimaan dari sosok orang tua. Bila fase banyak menuntut
dalam hubungan terapeutik seperti contoh di atas tidak ditangani secara tepat,
maka konseli hanya akan sekedar mentransfer harapan-harapan kekanak-
kanakan mereka akan cinta/kasih sayang universal dan penerimaan dari
sosok/figur lain yang mereka deem powerful. It is precisely dalam hubungan
konseli-terapis lah manifestasi motivasi-motivasi masa kecil tersebut akan
tampak.

Tanpa memperdulikan lamanya/panjangnya terapi psikoanalitik,


jejak dari kebutuhan-kebutuhan serta trauma-trauma di masa kecil tidak akan
bisa terhapuskan sepenuhnya. Maka dari itu, konflik-konflik masa kekanak-
kanakan tidak dapat sepenuhnya diselesaikan, walaupun banyak aspek-aspek
transference yang dilalui/ditangani bersama terapis. Seseorang kadang kala
perlu berjuang/berusaha keras selama kehidupannya dengan perasaan-perasaan
yang diproyeksikan kepada orang lain sama halnya seperti tuntutan-tuntutan
yang tidak realistik yang kita harapkan akan dipenuhi/dikabulkan oleh orang
lain. Dalam pengertian ini, kita mengalami transference dengan orang lain, dan
masa lalu kita selalu merupakan bagian yang vital/penting bagi diri kita
sekarang apa adanya.

Merupakan hal yang salah untuk mengasumsikan bahwa semua


perasaan yang dimiliki konseli terhadap terapis mereka sebagai manifestasi
dari transference. Beberapa dari reaksi-reaksi tersebut mungkin saja
berdasarkan realita, dan perasaan-perasaan konseli mungkin diarahkan oleh
pola here—and—now yang diexhibit oleh terapis may well be directed to the
here-and-now syle the therapist exhibit. Tiap respon yang positif (seperti
menyukai terapis) seharusnya tidak diberi label ”transference yang positif”.
Sebaliknya, kemarahan konseli terhadap terapis barangkali a function dari
perilaku terapis, merupakan hal yang salah untuk melabel seluruh reaksi
negatif sebagai pertanda ”transference yang negatif”.

20
Pandangan bahwa seseorang tidak akan pernah sepenuhnya
terbebas dari pengalaman-pengalaman masa lalu memiliki implikasi yang
signifikan bagi terapis yang terlibat secara intim dalam konflik-konflik konseli
yang tidak terselesaikan. Walaupun konflik-konflik terapis telah therapists
telah muncul ke kesadaran, dan walaupun terapis telah menghadapi
permasalahan personal tersebut dalam terapi intensif tersendiri, masih ada
kemungkinan adanya project distortion terhadap konseli. Hubungan terapeutik
yang intens dilarang dikarenakan dapat memunculkan beberapa konflik
nirsadar terapis. Dikenal sebagai countertransference, fenomena ini diketahui
terjadi ketika adanya pengaruh yang tidak tepat, ketika terapis merespon
secara irasional, atau ketika terapis kehilangan obyektifitasnya dalam
hubungan terapeutik dikarenakan konflik mereka sendiri terpicu.
Countertransference juga mengacu pada reaksi terapis terhadap konseli yang
mengganggu objektifitas terapis. Sebagai contoh, seorang konseli pria menjadi
bergantung secara berlebihan pada terapisnya yang seorang wanita. Konseli
seakan-akan meminta/mengharapkan terapis mengarahkannya dan
memberitahunya bagaimana ia seharusnya menjalani kehidupannya, dan
konseli mungkin saja mengharapkan cinta dan penerimaan dari terapis yang
mana perasaan tersebut tidak didapatkan dari ibunya. Terapis wanita tersebut
mungkin saja memiliki kebutuhan-kebutuhan/keinginan-keinginan (nirsadar)
untuk merawat, membantu berkembangnya hubungan ketergantungan, dan
keinginan utnuk mengetahui bahwa ia seseorang yang penting, sehingga terapis
mungkin saja memenuhi kebutuhannya sendiri melalui beberapa cara untuk
membuat konselinya tetap bergantung pada dirinya. Jika terapis tidak
menyadari kebutuhan dan dinamika dirinya sendiri, maka dinamika
kepribadiannya akan cenderung mengganggu kemajuan/perkembangan
(proses) terapi.

Tidak semua reaksi harus dianggap mengganggu


kemajuan/perkembangan (proses) terapi. Searles (1979) menyatakan bahwa
terdapat beberapa dampak positif dari countertransference. Sejumlah ahli

21
psikoanalitik menegaskan bahwa reaksi countertransference dapat merupakan
makna yang penting untuk memahami dunia konseli. Model (teori)
psikoanalitik relasional memandang transference sebagai proses yang interaktif
antara konseli dengan terapis. Pada model ini, daripada menghindari
countertransference, analis dapat mempelajari banyak hal mengenai struktur
kepribadian konseli dengan memperhatikan reaksi dirinya terhadap konseli
(Mitchell, 1988). Contohnya, seorang analis yang mencatat adanya
countertransference sifat yang mudah marah, dapat mempelajari adanya pola
perilaku banyak menuntut dari konseli. Dari sudut pandang ini,
countertransference dapat dilihat sebagai potensi bilamana pola tersebut
dieksplorasi secara analitik. Bila dipandang dengan cara yang positif seperti
itu, countertransference menjadi kesempatan penting untuk membantu konseli.

Hal yang terpenting ialah terapis mengembangkan tingkat


obyektifitas dan tidak bereaksi secara irasional dan subyektif atas dasar
kemarahan, cinta, memuji secara berlebihan, mengkritik, dan perasaan-
perasaan kuat lainnya yang diekspresikan oleh konseli. Kebanyakan program
pelatihan psikoanalitik meminta peserta pelatihan menjalani analisis yang luas
terhadap diri mereka sendiri sebagai seorang konseli. Jika seorang terapis sadar
akan symptom-symptom tertentu (seperti ketidaksukaan yang kuat terhadap
tipe-tipe konseli tertentu, ketertarikan yang kuat pada tipe-tipe konseli tertentu,
reaksi-reaksi psikosomatik yang muncul pada waktu-waktu tertentu (pasti)
dalam hubungan terapeutik, dsb), maka ia akan behooves diri mereka sendiri
untuk memperoleh konsultasi profesional atau meluangkan waktu untuk
menterapi dirinya sendiri untuk menyelesaikan/mencari jalan keluar dari
permasalahan personal mereka yang tidak terselesaikan yang dapat
menghalangi mereka dari menjadi seorang terapis yang efektif.

Harus dipahami/dimengerti dengan jelas bahwa hubungan


konseli-terapis sangatlah vital dalam terapi psikoanalitik. Dampak dari
hubungan ini, terutama ketika bekerja menangani situasi transference, konseli
mendapatkan pemahaman yang mendalam mengenai psikodinamika nirsadar

22
mereka. Kepekaan/kesadaran dan pemahaman akan materi-materi yang ditekan
merupakan dasar bagi perkembangan proses analitik. Konseli dapat memahami
asosiasi antara masa lalu mereka dan perilaku mereka di saat ini. Pendekatan
psikoanalitik mengasumsikan bahwa tanpa pemahaman akan dinamika diri
sendiri ini, maka tidak akan ada perubahan kepribadian yang substansial
ataupun penyelesaian atas konflik-konflik di masa sekarang.

F. Aplikasi : Teknik Dan Prosedur Terapeutik

Bagian ini membahas teknik-teknik yang umum digunakan oleh


terapis yang berorientasi psikoanalitik. Terapi psikoanalitik (sebagai
pertentangan terhadap psikoanalitik tradisional) meliputi ciri-ciri sebagai
berikut:

 Teknik dan prosedur terapi ini lebih mengacu pada obyek-obyek tertentu
daripada menstruktur kepribadian.
 Terapis tidak terlalu menggunakan pencatatan tertulis.
 Kemungkinan akan membutuhkan lebih sedikit sesi/pertemuan.
 Lebih menggunakan intervensi berupa dukungan—seperti menenangkan
konseli, memberikan ekspresi-ekspresi empati dan dukungan, dan
pemberian saran—dan penyampaian self-disclosure lebih banyak
dilakukan oleh terapis.
 Pusat perhatian lebih kepada permasalahan-permasalahan praktis yang
sifatnya mendesak daripada bekerja terhadap materi-materi fantasi.

Teknik-teknik terapi psikoanalitik ditujukan pada meningkatkan


kesadaran, membantu mencapai pemahaman terhadap perilaku konseli, dan
pemahaman makna-makna symptom. Penanganan terapi dimulai dari cerita-
cerita yang disampaikan konseli, kemudian katarsis, kemudian bekerja
menangani materi-materi nirsadar. Hal ini dilakukan untuk mencapai tujuan-

23
tujuan intelektual, pemahaman emosional dan pembelajaran ulang/reeducation,
dengan harapan bahwa kemudian mengarah pada perubahan kepribadian.
Enam teknik dasar dalam terapi psikoanalitik adalah (1) mempertahankan
kerangka kerja analitik, (2) asosiasi bebas, (3) penafsiran, (4) analisis mimpi,
(5) analisis resistance, dan (6) analisis transference. Di dalam buku Case
Approach to Counseling and Psycotherapy, Dr. William Blau, seorang terapis
yang berorientasi psikoanalitik, mengilustrasikan beberapa teknik penanganan
dalam kasus Ruth.

1) Mempertahankan kerangka kerja analitik


Proses psikoanalitik menekankan perlunya mempertahankan kerangka
kerja tertentu yang bertujuan untuk mencapai tujuan-tujuan terapi ini.
”Mempertahankan kerangka kerja analitik” mengacu pada serangkaian
faktor-faktor prosedural dan ciri khas psikoanalitik, seperti sosok analis
yang relatif anonymity, pertemuan yang rutin dan konsisten, serta memulai
dan mengakhiri tiap sesi/pertemuan tepat waktu. Analis cenderung untuk
meminimalisir perubahan terhadap pola-pola yang konsisten (seperti
liburan/rekreasi atau perubahan pendapatan)

2) Asosiasi bebas.
Analis meminta kepada konseli agar mengatakan apa saja yang terlintas
dalam pikirannya, betapa pun menyakitkan, tolol, remeh, tidak logis, dan
tidak relevan kedengarannya. Singkatnya, dengan melaporkannya segera
tanpa ada yang disembunyikan, konseli terhanyut bersama segala perasaan
dan pikirannnya. Cara yang khas ialah klien berbaring di atas balai-balai
sementara analis duduk di belakangnya sehingga tidak mengalihkan
perhatian konseli pada saat asosiasi-asosianya mengalir bebas. Asosiasi
bebas adalah suatu metode pemanggilan kembali pengalaman-pengalaman
masa lampau dan pelepasan emosi-emosi yang berkaitan dengan situasi-
situasi traumatik di masa lampau, yang dikenal dengan sebutan katarsis.
Selama proses asosiasi bebas berlangsung, tugas analis adalah mengenali
bahaya yang direpress dan dikurung dalam kenirsadaran. Penghalang-

24
penghalang atau pengacauan-pengacauan oleh konseli terhadap asosiasi-
asosiasi merupakan isyarat bagi adanya materi yang membangkitkan
kecemasan. Analis menafsirkan materi tersebut dan menyampaikannya
kepada konseli, membimbing konseli ke arah peningkatan pemahaman
atas dinamika-dinamika yang mendasarinya, yang tidak disadari oleh
konseli.

3) Penafsiran.
Penafsiran adalah suatu prosedur dasar dalam menganalisis asosiasi-
asosiasi bebas, mimpi-mimpi, resistance, dan transference. Prosedurnya
terdiri atas tindakan-tindakan analis yang menyatakan, menerangkan,
bahkan mengajari konseli makna-makna tingkah laku yang
dimanifestasikan oleh mimpi-mimpi, asosiasi bebas, resistance, dan oleh
hubungan terapeutik itu sendiri. Fungsi penafsiran adalah mendorong ego
untuk mengasimilasi materi-materi baru dan mempercepat proses
penyingkapan materi nirsadar lebih lanjut. Penafsiran-penafsiran analis
menyebabkan pemahaman dan tidak terhalangnya materi nirsadar pada
pihak konseli. Cara-cara melakukan penafsiran yang tepat: harus tepat
waktu; disajikan pada saat symptom yang hendak ditafsirkan itu dekat
dengan konseli; harus berawal dari permukaan serta menembus hanya
sedalam konseli mampu menjangkaunya sementara ia mengalami situasi
tersebut secara emosional; resistance paling baik ditunjukkan sebelum
dilakukan penafsiran atas emosi atau konflik yang ada dibaliknya.

4) Analisis mimpi.
Analisis mimpi adalah sebuah prosedur yang penting untuk menyingkap
materi yang tak disadari dan memberikan kepada konseli pemahaman atas
beberapa area masalah yang tidak terselesaikan. Selama tidur, pertahanan-
pertahanan melemah, dan perasaan-perasaan yang direpresi muncul ke
permukaan. Freud memandang mimpi-mimpi sebagai ”jalan istimewa
menuju kenirsadaran”, sebab melalui mimpi-mimpi itu, hasrat-hasrat,
kebutuhan-kebutuhan, dan ketakutan-ketakutan yang tak disadari,

25
diungkapkan. Mimpi-mimpi memiliki dua taraf isi, yaitu isi laten dan isi
manifest. Isi laten terdiri atas motif-motif yang disamarkan, tersembunyi,
simbolik, dan tidak disadari. Karena begitu menyakitkan dan mengancam,
dorongan-dorongan seksual dan agresif nirsadar yang merupakan isi laten
ditranformasikan ke dalam isi manifest yang lebih dapat diterima, yakni
impian sebagaimana yang tampil pada si pemimpi. Proses transformasi isi
laten mimpi ke dalam isi manifest yang kurang mengancam itu disebut
kerja mimpi. Tugas analis adalah menyingkap makna-makna yang
disamarkan dengan mempelajari simbol-simbol yang terdapat pada isi
manifest mimpi. Selama jam analitik, analis bisa meminta konseli untuk
mengasosiasikan secara bebas sejumlah aspek isi manifest impian guna
menyingkap makna-makna yang terselubung.

5) Analisis dan penafsiran resistance.


Resistance adalah sesuatu yang melawan kelangsungan terapi dan
mencegah konseli mengemukakan materi yang tak disadari. Freud
memandang resistance sebagai dinamika nirsadar yang digunakan oleh
konseli sebagai pertahanan terhadap kecemasan yang tidak bisa dibiarkan,
yang akan meningkat jika konseli menjadi sadar atas dorongan-dorongan
dan perasaan-perasaan yang direpresi itu. Resistance bekerja dengan
menghambat konseli dan analis dalam melaksanakan usaha bersama untuk
memperoleh pemahaman atas dinamika-dinamika kenirsadaran konseli.
Penafsiran analis atas resistance ditujukan untuk membantu konseli agar
menyadari alasan-alasan yang ada di balik resistance sehingga ia bisa
menanganinya. Sebagai aturan umum, analis harus membangkitkan
perhatian konseli dan menafsirkan resistance-resistance yang paling
kentara guna mengurangi kemungkinan konseli menolak penafsiran dan
guna memperbesar kesempatan bagi konseli untuk mulai melihat tingkah
laku resistancenya.

6) Analisis dan penafsiran transference.

26
Transference mengejawantahkan dirinya dalam proses terapeutik ketika
”urusan yang terselesaikan” di masa lampau konseli dengan significant
others menyebabkan dia mendistorsi masa sekarang dan bereaksi terhadap
analis sebagaimana dia bereaksi terhadap ibu dan ayahnya. Analisis
transferensi adalah teknik yang utama dalam psikoanalisis, sebab
mendorong konseli untuk menghidupkan kembali masa lampaunya dalam
terapi. Penafsiran hubungan transferensi juga memmungkinkan konseli
mampu menembus; konflik-konflik masa lampau yang tetap
dipertahankannya hingga sekarang dan yang menghambat pertumbuhan
emosionalnya. Singkatnya, efek-efek psikopatologis dari hubungan masa
dini yang tidak diinginkan, dihambat oleh penggarapan atas konflik
emosional yang sama yang terdapat dalam hubungan terapeutik.

IV. Kontribusi dan Kritik


Barangkali sumbangan dari konseling psikoanalisa adalah
pemikiran Frued tentang perkembangan manusia. Dari teorinya tentang
perkembangan manusia, kita mengetahui pentingnya pengalaman masa kanak-
kanak, memahami peran seksualitas dalam perkembangan, mengakui pengaruh
figur orang tua dalam kehidupan kita, mengakui bahwa impian dan keselip
lidah seringkali memiliki makna, menerima keberadaan ketidaksadaran, dan
mengakui bahwa konflik-konflik internal sering terjadi di dalam kepribadian
kita. Kita juga mengakui bahwa proses konseling dapat menjadi wahana untuk
mebuat perubahan yang positif. Terlepas dari apakah kita setuju atau menolak
pemikiran-pemikiran Frued, ia menjadi paham ahli pertama yang telah
membuat kita menjadi paham tentang perkembangan ilmu psikologi dan
konseling (psikoterapi).

27
Suatu keterbatasan yang paling menonjol dari psikoanalisa dapat
ditemukan pada proses perlakuan terapeutiknya yang panjang dan melelahkan,
praktek konseling psikoanalisa dipandang terlalu banyak mengkonsumsi
waktu, tenaga, dan biaya. Pendekatan ini juga dipandang tidak dirancang untuk
membantu orang-orang yang memiliki masalah yang urgen dan kurang
memberikan perhatian pada pengaruh latar belakang budaya, serta kurang
memberikan gaya hidup (lifesyle) orang dewasa yang sehat.

DAFTAR RUJUKAN

Corey, G. 2005. Theory and Practice of Counseling & Psychotherapy. Chapter 4.


“Psychoanalytic Therapy,” Pp. 54-69. Belmount, CA: Brook/Cole-
Thompson Learning.

Fine, R. 1990. “Psychoanalysis,” dalam Corsini, R. (ed.). Current


Psychotherapies. Itasca, lllinois: F.E. Peacock Publishers, Inc., hal 1-34.

28
Hackney, H.L., & Cormier, L.s 2001. The Professional Counselor. A Process
Guide to Helping. 4. Ch. 7: 139-170. Ed. Boston: Allyn & Bacon.

Parrot III, I 2003. Counseling & Psychotherapy. 2. Ed. Ch. 6: 80-108. Australia:
Thomson, Brooks/cole.

Seligman, L. 2001. System, strategies, and Skill of Counseling and


Psychotherapy, Part Two, Chapter 4: “Sigmund Frued and
Psychoanalysis.” NJ: Upper Sddle River.

Thompson, C.L., & Rudolph, L.B., & Henderson, D. 2004. Counseling Children.
6. Ed. Ch. 3: 75-107. Australia: Thomson, Brooks/Cole.

TEORI DAN PENDEKATAN


KONSELING BEHAVIOR

29
A. SEJARAH PERKEMBANGAN
Konseling berkembang pertama kali di Amerika yang dipelopori oleh
Jesse B.
Davis tahun 1898 yang bekerja sebagai konselor sekolah di Detroit.
Banyak factor yang mempengaruhi perkembangan konseling, salah satunya
adalah perkembangan yang terjadi pada kajian psikologis, mengungkapkan bahwa
kekuatan-kekuatan tertentu dalam lapangan psikologis telah
mempengaruhi perkembangan konseling baik dalam konsep maupun teknik.
Aliran-aliran yang muncul dalam lapangan psikologi memberikan pengaruh yang
cukup besar terhadap perkembangan konseling, diantara aliran-aliran psikologi
yang
cukup memberikan pengaruh terhadap perkembangan konseling adalah sebagai
berikut ; aliran strukturalisme (Wundt), Fungsionalisme (James), dan
Behaviorisme (Watson).
Perkembangan koseling behavioral bertolak dari perkembanngan aliran
behavioristik dalam perkembangan psikologi yang menolak pendapat aliran
strukturalisme yang berpendapat bahwa mental, pikiran dan perasaan hendaknya
ditemukan terlebih dahulu bila perilaku manusia ingin difahami, maka munculah
teori
introspeksi.
Aliran Behaviorisme menolak metode introspeksi dari aliran
strukturalisme
dengan sebuah keyakinan bahwa menurut para behaviorist metode introspeksi
tidak
dapat menghasilkan data yang objektif, karena kesadaran menurut para
behaviorist
adalah sesuatu yang Dubios, yaitu sesuatu yang tidak dapat diobservasi secara
langsung, secara nyata. Bagi aliran Behaviorisme yang menjadi focus perhatian
adalah perilaku yang tampak, karena persoalan psikologi adalah tingkah laku,
tanpa mengaitkan konsepsi-konsepsi mengenai kesadaran dan mentalitas.

30
Pada awalnya behaviorisme lahir di Rusia dengan tokohnya Ivan Pavlov,
namun pada saat yang hamper bersamaan di Amerika behaviorisme muncul
dengan salah satu tokoh utamanya John B. Watson. Di bawah ini akan kami kupas
beberapa tokoh behaviorisme :

1. Ivan Petrovich Pavlov (1849-1936)


Ivan Petrovich Pavlov adalah orang Rusia yang sangat dikenal dengan
teori
pengkondisian klasik (classical conditioning) dengan eksperimennya yang
menggunakan anjing sebagai obyek penelitian. Pengkondisian model Pavlov ini
menyatakan bahwa rangsangan yang diberikan secara berulang-ulang serta
dipasangkan dengan unsure penguat, akan menyebabkan suatu reaksi. Menurut
Pavlov aktivitas organisme dapat dibedakan atas :
a. Aktivitas yang bersifat reflektif ; yaitu aktivitas organisme yang tidak disadari
oleh organisme yang bersangkutan. organisme membuat respons tanpa
disadari sebagai reaksi terhadap stimulus yang mengenainya.
b. Aktivitas yang disadari ; yaitu aktivitas atas dasar kesadaran organisme yang
bersangkutan. Ini merupakan respons atas dasar kemauan sebagai suatu reaksi
terhadap stimulus yang diterimanya. ini berarti bahwa stimulus yang diterima
oleh organisme itu sampai pada pusat kesadaran, dan barulah terjadi suatu
respons. Dengan demikian maka jalan yang ditempuh oleh stimulus dan
respons atas kesadaran yang lebih panjang apabila dibandingkan dengan
stimulus-respons yang tidak disadari (respons reflektif). Psikologi yang
digagas oleh Pavlov dikenal dengan psikologi reflek (psychoreflexiologi),
karena Pavlov lebih memfokuskan perhatiannya pada aktivitas yang bersifat
reflek.

31
Berikut adalah tahap-tahap eksperimen dan penjelasan dari gambar diatas:
Gambar pertama. Dimana anjing, bila diberikan sebuah makanan (UCS) maka
secara otonom anjing akan mengeluarkan air liur (UCR).
Gambar kedua. Jika anjing dibunyikan sebuah bel maka ia tidak merespon atau
mengeluarkan air liur.
Gambar ketiga. Sehingga dalam eksperimen ini anjing diberikan sebuah
makanan (UCS) setelah diberikan bunyi bel (CS) terlebih dahulu, sehingga anjing
akan mengeluarkan air liur (UCR) akibat pemberian makanan.
Gambar keempat. Setelah perlakukan ini dilakukan secara berulang-ulang, maka
ketika anjing mendengar bunyi bel (CS) tanpa diberikan makanan, secara otonom
anjing akan memberikan respon berupa keluarnya air liur dari mulutnya (CR).
Dalam ekperimen ini bagaimana cara untuk membentuk perilaku anjing
agar ketika bunyi bel di berikan ia akan merespon dengan mengeluarkan air liur
walapun tanpa diberikan makanan. Karena pada awalnya (gambar 2) anjing tidak
merespon apapun ketika mendengar bunyi bel.
Jika anjing secara terus menerus diberikan stimulus berupa bunyi bel dan
kemudian mengeluarkan air liur tanpa diberikan sebuah hadiah berupa makanan.

32
Maka kemampuan stimulus terkondisi (bunyi bel) untuk menimbulkan respons
(air liur) akan hilang. Hal ini disebut dengan extinction atau penghapusan.
Pavlov mengemukakan empat peristiwa eksperimental dalam proses akuisisi dan
penghapusan sebagai berikut:
1) Stimulus tidak terkondisi (UCS), suatu peristiwa lingkungan yang melalui
kemampuan bawaan dapat menimbulkan refleks organismik. Contoh:
makanan
2) Stimulus terkondisi (CS), Suatu peristiwa lingkungan yang bersifat netral
dipasangkan dengan stimulus tak terkondisi (UCS). Contoh: Bunyi bel adalah
stimulus netral yang di pasangkan dengan stimulus tidak terkondisi berupa
makanan.
3) Respons tidak terkondisi (UCR), refleks alami yang ditimbulkan secara
otonom atau dengan sendirinya. Contoh: mengeluarkan air liur
4) Respos terkondisi (CR), refleks yang dipelajari dan muncul akibat dari
penggabungan CS dan US. Contoh: keluarnya air liur akibat penggabungan
bunyi bel dengan makanan.

2. Edward Lee Thorndike (1874-1949)


Edward Lee Thorndike (psikolog amerika) lahir di Williamsburg pada
tahun
1874. Karya-karyanya yang paling dikenal adalah penelitian mengenai animal
psychology serta teori belajar Trial and error learning.
Thorndike menitikberatkan perhatiannya pada aspek fungsional perilaku
yaitu bahwa proses mental dan perilaku berkaitan dengan penyesuaian diri
organisme terhadap lingkungannya. Karena pendapatnya tersebut maka Thorndike
diklasifikasikan sebagai behaviorist yang fungsional, berbeda dengan Pavlov yang
behaviorist asosiatif dari hasil eksperimennya Thorndike menetapkan ada tiga
macam hukum yang sering disebut dengan hukum primer dalam hal belajar, tiga
hukum tersebut adalah :
a. Hukum Kesiapan (The law of readiness)

33
Respon mudah terjadi pada diri seseorang yang belajar apabila pada diri
seseorang telah ada persiapan. Ada suasana yang mungkin terjadi:
1) Organisme siap – diberkan stimulus – anak memberikan respon. Respon
tingkah laku anak akan sepenuh hati sehingga memberikan kepuasan.
2) Organisme siap – tidak diberi stimulus – anak tidak memberikan respon.
Karena itu kemudian anak akan bertingkah laku lain untuk memenuhi
ketidak puasannya.
3) Organisme titak siap – diberi stimulus – anak memberikan respon dengan
terpaksa. Dalam hal ini anak tidak puas dan akan melakukan tingkah laku
lain untuk menekan paksaan yang ada.
b. Hukum Latihan (The Law of exercise)
Respon terjadi bila sering dilatih dan sebaliknya respon lemah jika jarang
dilatih.
c. Hukum Efek (The Law of effect)
Respon yang diberikan seseorang sangat tergantung dari akibat yang
diberikan pada waktu yang lalu.
The law of readiness, adalah salah satu factor penting, karena dalam proses
belajar yang baik organisme harus mempunyai kesiapsediaan, karena tanpa
adanya
kesiapsediaan dari organisme yang bersangkutan maka hasil belajarnya tidak akan
baik.
Sedangkan hukum latihan the law of exercise Thorndike mengemukakan
dua aspek yang terkandung di dalamnya yaitu ; 1). The law of use, 2). The law of
disuse. The law of use adalah hukuk yang menyatkan bahwa hubungan atau
koneksi antara stimulusrespons akan menjadi kuat apabila sering digunakan.
The law of disuse; adalah hukum yang menyatakan bahwa koneksi antara
stimulus-respons akan menjadi lemah apabila tidak latihan. Mengenai hukum efek
Thorndike berpendapatkan bahwa memperkuat atau memperlemah hubungan
stimulus-respons, tergantung pada bagaiman hasil dari respons yang
bersangkutan.

34
3. John Broadus Watson (1878-1958)
Watson mendefinisikan psikologi sebagi ilmu pengetahuan tentang
tingkah laku. Sasaran behaviorisme adalah mampu meramalkan reaksi dari satu
pengenalan mengenai kondisi perangsang,dan sebaliknya, juga mengenali reaksi,
agar bisa meramalkan kondisi perangsang yang mendahuluinya.
Inti dari behaviorisme adalah memprediksi dan mengontrol perilaku.
Karyanya diawali dengan artikelnya psychology as the behaviorist views it pada
tahun 1913. Di dalam artikelnya tersebut Watson mengemukakan pandangan
behavioristiknya yang membantah pandangan strukturalisme dan fungsionalisme
tentang kesadaran. Menurut Watson (behaviorist view) yang dipelajari adalah
perilaku yang dapat diamati, bukan kesadaran, kaena kesadaran adalah sesuatu
yang dubios. Metode-metode obyektif Watson lebih banyak menyukai studi
mengenai
binatang dan anak-anak, seperti sebuah studi yang ia lakukan dalam
pengkondisian rasa takut pada anak-anak.

4. Burrhus Frederic Skinner (1904-1990)


Skinner membedakan perilaku atas :
a. Perilaku alami (innate behavior), yang kemudian disebut juga sebagai clasical
ataupun respondent behavior, yaitu perilaku yangdiharapkan timbul oleh
stimulus yang jelas ataupun spesifik, perilaku yang bersifat reflektif.
b. Perilaku operan (operant behavior), yaitu perilaku yang ditimbulkan oleh
stimulus yang tidak diketahui, namun semata-mata ditimbulkan oleh organisme
itu sendiri setelah mendapatkan penguatan.
Skinner yakin jika kebanyakan perilaku manusia dipelajari lewat
Operant Conditioning atau pengkondisian operan, yang kuncinya adalah
penguatan segera terhadap respons. OperantConditioning adalah suatu proses
penguatan perilaku yang dapat mengakibatkan perilaku tersebut dapat berulang
kembali atau menghilang sesuai dengan keinginan.

35
Skinner membuat mesin untuk percobaanya dalam Operant Conditioning
yang dinamakan dengan"Skinner Box" dan tikus yang merupakan subjek yang
sering digunakan dalam percobaanya.
Dalam percobaannya tersebut yang dilakukan oleh Skinner dalam
Laboratorium, seekor tikus yang lapar diletakkan dalam Skinner Box, kemudian
binatang tersebut akan menekan sebuah tuas yang akan membukakan dulang
makanan, sehingga diperoleh penguatan dalam bentuk makanan. Secara
kebetulan, dalam perilaku menyelidik tersebut tikus menyentuh tuas makanan dan
makanan pun berjatuhan. Setiap kali tikus melakukan hal ini akan mendapatkan
makanan; penekanan tuas diperkuat dengan penyajian makanan tersebut, sehingga
tikus tersebut akan menghubungkan perilaku tertentu dengan penerimaan imbalan
berupa makanan tadi. Jadi, tikus tersebut akan belajar bahwa setiap kali menekan
tuas dia akan mendapatkan makanan dan tikus tersebut akan sering kali
mengulangi perilakunya, sampai ada proses pemadaman atau penghilangan
dengan menghilangkan penguatannya.

Eksperimen terhadap tikus dilakukan untuk menjelaskan bagaimana


tingkalaku manusia dapat terbentuk, yang pada dasarnya tingkah laku dipengaruhi
oleh lingkungan yang dikondisikan (pengkodisian operan). Melalui pengkodisian
tersebut maka terjadilah proses belajar yang kemudian menghasilkan tingkah laku
baru (respon) yang inginkan. Untuk meningkatkan tingkah laku tersebut maka
dapat diperkuat dengan reinforcement.

36
Dalam penguatan tersebut dibedakan antara pengutan positif dan negatif.
Penguatan positif adalah stimulus yang apabila diberikan sesudah terjadinya
respon, meningkatkan kemungkinan respon tersebut.

-> Respon 1
/
S (Rangsang) ---> Respon 2 --> Penguatan
\
-> Respon 3
Menjadi :

S(Rangsang) --> Respon 2 berulang-ulang

Penguatan negatif adalah stimulus yang dihapuskan sesudah responnya


timbul, meningkatkan kemungkinan adanya respon; shock elektrik dan bunyi yang
menyakitkan digolongkan sebagai penguat negatif dan sebagai penguat negative
jika penguat itu dapat ditiadakan ketika timbul respon yang diinginkan.

-> Respon 1 --> Shock elektrik


/
S (Rangsang) --> Respon2
\
-> Respon3 --> Shock elektrik
Menjadi :
S (Rangsang) --> Respon2

Adapun Jenis-Jenis Penguat Skinner dikategorikan, sbb;


1) Penguat utama (Primary reinforcers) adalah penguat yang memengaruhi
perilaku tanpa perlu belajar, seperti: makanan, minuman, seks. Ini disebut
penguat alami.

37
2) Penguat sekunder (Secondar reinforcers). Adalah penguat yang
membutuhkan tenaga penguat karena sudah diasosiasikan dengan penguat
utama, seperti memuji seseorang.

Reinforcement dan Punishment

Reiforcement Positif, frekuensi respon meningkat karena diikuti dengan


stimulus yang mendukung (rewarding). Contoh : dimana komentar positif guru
meningkatkan perilaku menulis puisi siswa. Demikian pula, memuji oarng tua
yang mau hadir dalam acara seminar pendidikan yang dilakukan sekolah,
mungkin akan mendorong mereka kelak ikut seminar lagi.
Reinforcement Negatif, frekuensi respon meningkat karena diikuti
dengan stimulus yang merugikan (tidak menyenangkan). Contoh: Ibu mengomeli
putranya agar mau merapikan kamarnya sendiri. Dia terus mengomel. Akhirnya,
anaknya lelah mendengarkan omelan tersebut dan merapikan kamarnya. Respon
anak ( merapikan kamar) menghilangkan stimulus yang tidak menyenangkan
(omelan).
Punishment Positive: perilaku seseorang akan disertai dengan aversive
stimulus (stimulus penolakan), hasil yang terbentuk adalah perilaku tersebut tidak
akan terulang. Contoh : perilaku anak agresif sering memukul temannya di kelas.
Si anak kemudian diberi hukuman fisik dalam jumlah tertentu. Hasilnya, perilaku
agresif berkurang.
Punishment Negative: perilaku seseorang akan disertai dengan
penghapusan reinforcing stimulus, hasil yang terbentuk adalah perilaku tersebut
tidak akan terulang kembali. Contoh : time-out from positive reinforcement.
Seorang anak berperilaku agresif di kelas, ketika ia melukai temannya, ia dihukum
harus duduk di luar kelas selama beberapa menit. Anak tersebut tidak
mendapatkan reinforcers seperti perhatian guru, perhatian teman, mainan.

B. HAKIKAT MANUSIA
Hakikat manusia dalam pandangan para behaviorist adalah fasif dan
mekanistis, manusia dianggap sebagai sesuatu yang dapat dibentuk dan diprogram

38
sesuai dengan keinginan lingkungan yang membentuknya. Lebih jelas lagi
(Muhamad Surya dalam Farida Euis) menjelaskan tentang hakikat manusia dalam
pandangan teori behavioristik sebagai berikut : ‘dalam teori ini menganggap
manusia bersifat mekanistik atau merespon kepada lingkungan dengan kontrol
terbatas, hidup dalam alam deterministik dan sedikit peran aktifnya dalam
memilih martabatnya’.
Manusia memulai kehidupnya dengan memberikan reaksi terhadap
lingkungannya, dan interaksi ini menghasilkan pola-pola perilaku yang kemudian
membentuk kepribadian. Perilaku seseorang ditentukan oleh banyak dan
macamnya penguatan yang diterima dalam situasi hidupnya. Dapat kita simpulkan
dari anggapan teori ini bahwa perilaku manusia adalah efek dari lingkungan,
pengaruh yang paling kuat maka itulah yang akan membentuk diri individu.
Beberapa konsep tentang hakikat dasar manusia:
1. Tingkah laku manusia diperoleh dari belajar dan proses terbentuknya
kepribadian adalah dari proses pemasakan dan proses belajar.
2. Kepribadian manusia berkembang bersama-sama dengan interaksinya
dengan lingkungan
3. Setiap orang lahir dengan membawa kebutuhan bawaan, tetapi sebagian
besar kebutuhan dipelajari dari interaksi dengan lingkungan.
4. Manusia tidak lahir baik atau jahat, tetapi netral. Bagaimana kepribadian
seseorang dikembangakan tergantung interaksi dengan lingkungan.
5. Manusia mempunyai tugas untuk berkembang. Dan semua tugas
perkembangan adalah tugas yang harus diselesaikan dengan belajar.

C. PERKEMBANGAN PERILAKU
1. Struktur Kepribadian
Kaum behavioris tidak menjelaskan struktur kepribadian seperti
pada aliran lain seperti psikoanalis, tetapi menurut teori kepribadian
behavioristik bahwa kepribadian manusia adalah perilaku organisme itu
sendiri. Dengan kata lain bahwa kerpribadian manusia dapat di ketahui
melalui tingkahlaku yang tampak dan diamati (observable behavior).

39
Selain itu ada pandangan dualiasme yang berkembang dalam pendekatan
behavior bahwa manusia memiliki jiwa, raga, mental, fisik, sikap, perilaku
dan sebagainya (Latipun, 2005). Seperti yang dijabarkan dibawah ini:
a. Lingkungan dan pengalaman menjelaskan bagaimana kepribadian
seseorang dibentuk.
b. Dualisme, seperti jiwa-raga, raga-semangat, raga-pikiran bukan
merupakan validitas keilmuan pada pembentukan, prediksi dan control
dari perilaku manusia.
c. Walaupun pembentukan kepribadian memiliki batsan genetis namun
efek dari lingkungan dan stimulus dari dalam memiliki pengaruh
dominan.
d. Dalam membentuk sebuah teori dari kepribadian prediksi dan control
dan perilaku merupakan hal terpenting. Tidak ada yang lebih penting
selain kebebasan dalam penentuan respon.
e. Semua perilaku dapat dipisah menjadi operant respondent yaitu
individual respon yang berbeda dalam pengaruh control dari stimulus
lingkungan.

2. Pribadi Sehat dan Bermasalah


Pribadi Sehat:
a) Dapat merespon stimulus yang ada di lingkungan secara cepat.
b) Tidak kurang dan tidak berlebihan dalam tingkah laku, memenuhi
kebutuhan.
c) Mempunyai derajat kepuasan yang tinggi atas tingkah laku atau
bertingkah laku dengan tidak mengecewakan diri dan lingkungan.
d) Dapat mengambil keputusan yang tepat atas konflik yang dihadapi.
e) Mempunyai self control yang memadai
Pribadi Bermasalah:
a) Tingkah laku yang tidak sesuai dengan tuntutan lingkungan.
b) Tingkah laku yang salah hakikatnya terbentuk dari cara belajar atau
lingkungan yang salah.

40
c) Tingkah laku maladaptif terjadi juga karena kesalapahaman dalam
menanggapi lingkungan dengan tepat.
d) Ketidak mampuan dalam mengambil keputusan yang tepat sesuai
dengan lingkungannya
e) Tingkah laku yang tidak wajar menurut standard nilai, yang kemudian
menimbulkan konflik dengan lingkungan

D. HAKIKAT KONSELING
Hakikat konseling menurut Behavioral adalah proses membantu orang
dalam situasi kelompok belajar bagaimana menyelesaikan masalah-masalah
interpersonal, emosional, dan pengambilan keputusan dalam mengontrol
kehidupan mereka sendiri untuk mempelajari tingkah laku baru yang sesuai.
Konseling dilakukan dengan menggunakan prosedur tertentu dan
sistematis yang disengaja secara khusus untuk mengubah perilaku dalam
batas-batas tujuan yang disusun secara bersama-sama konselor dan konseli.
Prosedur konseling dalam pendekatan behavior adalah ; penyusunan kontrak,
asesmen, penyusunan tujuan, implementasi strategi, dan eveluasi perilaku.
Dengan prosedur tersebut konseling/terapi behavior berorientasi pada
pengubahan tingkah laku yang maladaptif menjadi adaptif.

E. KONDISI PENGUBAHAN
1. Tujuan
Tujuan terapi behavioral adalah untuk membantu klien memperoleh
perilaku baru, mengeliminasi perilaku yang maladaptif dan memperkuat serta
mempertahankan perilaku yang adaptif.
2. Konselor
Konselor dalam behavior therapy secara umum berfungsi sebagai guru
dalam mendiaknosa tingkah laku yang tidak tepat dan mengarah pada tingkah
laku yang lebih baik. Peran konselor secara khusus diantaranya : (a)
Merumuskan masalah yang dialami klien dan menetapkan apakah konselor
dapat membantu pemecahannya atu tidak; (b) Konselor memegang sebagian

41
besar tanggung jawab atas kegiatan konseling, khususnya tentang teknik-
teknik yang digunakan dalam konseling; (c) Konselor mengontrol proses
konseling dan bertanggung jawab atas hasil-hasilnya.
3. Konseli
Dalam konseling behavioral klien dan konselor aktif terlibat di
dalamnya. Klien secara aktif terlibat dalam pemilihan dan penentuan tujuan
serta memiliki motivasi untuk berubah dan bersedia bekerjasama dalam
melaksanakan kegiatan konseling. Peran penting klien dalam konseling
adalah klien didorong untuk bereksperimen dengan tingkah laku baru yang
bertujuan untuk memperluas perbendaharaan tingkah laku adaptifnya serta
dapat menerapkan perilaku tersebut dalah kehidupan sehari-hari.
4. Situasi Hubungan
Dalam terapi behavioral, hubungan antara terapis dan klien dapat
memberikan kontribusi penting bagi perubahan perilaku klien. Hubungan
terapis sebagai fasilitator terjadinya perubahan. Sikap konselor seperti
empati, permisif, acceptance dianggap sebagai hal yang harus ada, namun
tidak cukup untuk bisa menciptakan perubahan perilaku. Masalah ada pada
bukan pentingnya hubungan namun peranan hubungan sebagai landasan
strategi konseling untuk membantu klien berubah sesuai dengan arah yang
dikehendaki.

F. MEKANISME PENGUBAHAN
1. Tahap-tahap Konseling
a) Assesment
Tujuan tahap ini adalah untuk menentukan apakah yang dilakukan oleh
kilen saat ini. Aktivitas nyata, perasaan, nilai-nilai dan fikiran klien saat ini
merupakan item-item yang ada dalam assesment. Assesment menekankan pada
kelebihan atau kekuatan klien daripada kelemahannya, tahap ini diperlukan
untuk mendapatkan informasi yang menggambarkan masalah yang dihadapi
klien.
b) Goal Setting

42
Konselor bersama klien menyusun tujuan yang dapat diterima berdasarkan
informasi yang telah disusun dan dianalisis. Tujuan ini sangat penting dalam
konseling behavioral sebab tujuan akan menjadi penuntun aktivitas belajar.
c) Teknik Implemetasi
Setelah tujuan konseling yang dapat diterima dirumuskan, konselor dan
klien harus menentukan strategi belajar yang terbaik untuk membantu klien
mencapai perubahan tingkah laku yang diinginkan.
d) Evaluasi terminasi
Evaluasi konseling behavioral merupakan proses yang berkesinambungan.
Evaluasi dibuat atas dasar apa yang klien perbuat. Tingkah laku klien
digunakan sebagai dasar untuk mengevaluasi efektifitas konselor dan
efektivitas tertentu dari teknik yang digunakan. Terminasi lebih dari sekedar
stoping konseling, yang meliputi : (1) Menguji apa yang dilkaukan oleh klien
terakhir, (2) Eksplorasi kemungkinan konseling tambahan, (3) Membantu klien
dalam mentransfer apa yang dipelajari dalam konseling tingkah laku klien, (4)
Memantau secara terus menerus tingkah laku klien
2. Teknik-teknik konseling
a) Latihan Relaksasi dan Metode Berhubungan
Teknik ini untuk mengatasi stres dalam kehidupan sehari-hari, hal ini
ditujukan untuk kesehatan mental dan otot serta mudah untuk dipelajari.
Latihan relaksasi memerlukan instruksi sekitar 4 sampai 8 jam. Klien diberi
seperangkat instruksi yang membuat ia relaks.
b) Desensitisasi Sistematis
Desensitisasi sistematis merupakan teknik konseling behavioral yang
memfokukskan bantuan untuk menenangkan klien dari ketegangan yang
dialami dengan cara mengajarkan klien untuk rileks. Esensi teknik ini adalah
menghilangkan tingkah laku yang diperkuat secara negatif dan menyertakan
respon yang berlawanan dengan tingkah laku yang akan dihilangkan. Dengan
pengkondisian klasik respon-respon yang tidak dikehendaki dapat dihilangkan
secara bertahap. Jadi desensitisasi sistematis hakikatnya merupakan teknik
relaksi yang digunakan untuk menghapus tingkah laku yang diperkuat secara

43
negatif biasanya merupakan kecemasan, dan ia menyertakan respon yang
berlawanan dengan tingkah laku yang akan dihilangkan.
c) Latihan Asertif (termasuk dalam social skill training)
Teknik ini digunakan untuk melatih klien yang mengalami kesulitan untuk
menyatakan diri bahwa tindakannya adalah layak atau benar. Latihan ini
terutama berguna di antaranya untuk membantu individu yang tidak mampu
mengungkapkan perasaan tersinggung, kesulitan menyatakan tidak,
mengungkapkan afeksi dan respon posistif lainnya. Cara yang digunakan
adalah dengan permainan peran dengan bimbingan konselor. Diskusi-diskusi
kelompok juga dapat diterapkan dalam latihan asertif ini.
d) Pengkondisian Aversi
Teknik ini dapat digunakan untuk menghilangkan kebiasaan buruk. Teknik
ini dimaksudkan untuk meningkatkan kepekaan klien agar mengamati respon
pada stimulus yang disenanginya dengan kebalikan stimulus tersebut.
Stimulus yang tidak menyenangkan yang disajikan tersebut diberikan
secara bersamaan dengan munculnya tingkah laku yang tidak dikehendaki
kemunculannya. Pengkondisian ini diharapkan terbentuk asosiasi antara
tingkah laku yang tidak dikehendaki dengan stimulus yang tidak
menyenangkan.
e) Pembentukan Tingkah laku Model (penerapan analisis behavioral)
Teknik ini dapat digunakan untuk membentuk tingkah laku baru pada
klien, dan memperkuat tingkah laku yang sudah terbentuk. Dalam hal ini
konselor menunjukkan kepada klien tentang tingkah laku model, dapat
menggunakan model audio, model fisik, model hidup atau lainnya yang
teramati dan dipahami jenis tingkah laku yang hendak dicontoh. Tingkah laku
yang berhasil dicontoh memperoleh ganjaran dari konselor. Ganjaran dapat
berupa pujian sebagai ganjaran sosial.
f) Covert Sensitization
Teknik ini dapat digunakan untuk merawat tingkah laku yang
menyenangkan klien tapi menyimpang, seperti homosex, alcoholism. Caranya:
Belajar rileks dan diminta membayangkan tingkah laku yang disenangi itu.

44
Kemudian di saat itu diminta membayangkan sesuatu yang tidak
menyenangkan dirinya. Misalnya, seorang peminum, sambil rileks diminta
untuk membayangkan minuman keras. Di saat gelas hamper menyentuh
bibirnya, diminta untuk membayangkan rasa muak dan ingin muntah. Hal ini
diminta berulangkali dilakukan, hingga hilang tingkah laku peminumnya.
g) Thought Stopping
Teknik ini dapat digunakan untuk klien yang sangat cemas. Caranya klien
disuruh menutup matanya dan membayangkan dirinya sedang mengatakan
sesuatu yang mengganggu dirinya, misalnya membayangkan dirinya berkata
“saya jahat!”. Jika klien memberi tanda sedang membayangkan yang
dicemaskannya (ia berkata pada dirinya: “saya jahat!”), terpis segera berteriak
dengan nyaring : “berhenti!”. Pikiran yang tidak karuan itu segera diganti oleh
teriakan terapis. Klien diminta berulang kali melakukan latihan ini, hingga
dirinya sendiri sanggup menghentikan pikiran yang mengganggunya itu.

G. KELEMAHAN DAN KELEBIHAN PENDEKATAN BEHAVIORAL


Kelemahan dari pendekatan ini adalah:
1. Menolak menyusun teknik yang dipusatkan pada perubahan tingkah laku
konseli.
2. Perubahan yang terjadi pada diri klien adalah hasil pengkodisian oleh
konselor dan bukan karena hasil pengubahan oleh klien terhadap dirinya
sendiri.
3. Terapi behavior berfokus pada perubahan tingkah laku sebagai tolak ukur.
4. Konseling behavioral hanya diterapkan pada gejala-gejala yang tampak
5. Ketergantungan konseli kepada konselor dalam proses koseling konselor
berperan secara direktif dan aktif tanpa memberikan kepercayaan bahwa
konseli memiliki kamampuan untuk menyelesaikan masalahnya.
Kelebihan dari pendekatan ini adalah:
1. Klien dapat belajar menjalankan dan merealisasikan tingkah laku baru
melalui proses terapiutik.

45
2. Klien memiliki sejumlah motivasi untuk belajar menggunakan tingkah
laku yang baru.
3. Klien bersama konselor dapat menentukan tujuan-tujuan yang efektif
secara spesifik pada awal proses terapiutik.
4. Tingkah laku dapat dirubah melalui pengkondisian lingkungan
5. Adanya kerja sama antara konselor dan klien dalam hubungan konseling.
6. Konselor bersama konseli menetapkan tujuan bersama yang harus dicapai
konseli dalam mengubah tingkalaku melalui proses konseling

46
DAFTAR RUJUKAN

Capuzzi, D. & Gross, D.R. 2007. Counseling & Psychotherapy: Theories and
Intervention. Upper Saddle River, New Jersey: Pearson Prentice-Hall

Corey, G. 2005. Teori dan Praktek. Konseling dan Psikoterapi. Bandung: PT.
Rafika Aditama

Corey, G. 2009. Theory and Practice of Counseling and psychotherapy. Belmont,


CA: Brooks/Cole.

Ernawati Euis Dian. 2010. Reinforcement dan Punishment, (online)


http://hostingkita.com/kuliah/2010/reinforcement-punishment/ (diakses 27
Februari 2011)

Farida, Euis. ____. Makalah Konseling Behavioral, (online)


http://file.upi.edu/Direktori/A%20
%20FIP/JUR.%20PSIKOLOGI%20PEND%20DAN%20BIMBINGAN/1959
01101984032%20%20EUIS%20FARIDA/MAKALAH%20Konseling%20Be
havioral%20FIX.pdf (diakses tanggal 28 Januari 2011)

Latipun, 2005. Psikologi Konseling, UMM. Malang

Neidji. 2010. Teori Operan Conditioning, (online) http://ranah-


berbagi.blogspot.com/2010/08/isi-latarbelakang-teori-skinner-seorang.html
(diakses tanggal 31 Januari 2011)

Pujosuwarno, S. 1993. Berbagai Pendekatan dalam Konseling. Yogyakarta:


Menara Mas Offset

Willis S. Sofyan. 2004. Konseling Individual Teori dan Praktek. Bandung:


Alfabeta

47
Rasional Emotive Behavior Therapy

A. Sejarah Perkembangan

Rasional Emotive Behavior Therapy (REBT) sebelumnya disebut rational


therapy dan rational emotive therapy, merupakan terapi yang komprehensif,
aktif-direktif, filosofis dan empiris berdasarkan psikoterapi yang berfokus
pada penyelesaian masalah-masalah gangguan emosional dan perilaku, serta
menghantarkan individu untuk lebih bahagia dan hidup yang lebih
bermakna (fulfilling lives). REBT diciptakan dan dikembangkan oleh Albert
Ellis (1950an), seorang psikoterapis yang terinspirasi oleh ajaran-ajaran
filsuf Asia, Yunani, Romawi dan modern yang lebih mengarah pada teori
belajar kognitif. Asal-usul terapi rasional-emotif dapat ditelusuri dengan
filosofi dari Stoicisme di Yunani kuno yang membedakan tindakan dari
interpretasinya. Epictetus dan Marcus Aurelius dalam bukunya “The
Enchiridion”, menyatakan bahwa manusia tidak begitu banyak dipengaruhi
oleh apa yang terjadi pada dirinya, melainkan bagaimana manusia
memandang/menafsirkan apa yang terjadi pada dirinya (People are not
disturbed by things, but by the view they take of them). Pada mulanya Ellis
menggunakan psikoanalisis dan person-centered therapy dalam proses
terapi, namun ia merasa kurang puas dengan pendekatan dan hipotesis
tingkah laku klien yang dipengaruhi oleh sikap dan persepsi mereka. Hal
inilah yang memotiviasi Ellis mengembangkan pendekatan rational emotive
dalam psikoterapi yang ia percaya dapat lebih efektif dan efisien dalam
memberikan efek terapeutik. Ellis mengembangkan teori A-B-C, dan

48
kemudian dimodifikasi menjadi pendekatan A-B-C-D-E-F yang digunakan
untuk memahami kepribadian dan untuk mengubah kepribadian secara
efektif. Pada tahun 1990-an, Ellis mengganti nama pendekatan tersebut
dengan Rasional Emotive Behavior Therapy atau yang biasa kita singkat
menjadi REBT. Sampai saat ini, REBT merupakan salah satu bagian dari
cognitive behavior therapy (CBT).

B. Hakikat Manusia

Manusia pada dasarnya adalah unik yang memiliki kecenderungan untuk


berpikir rasional dan irasional. Ketika berpikir dan bertingkahlaku rasional
manusia akan efektif, bahagia, dan kompeten. Ketika berpikir dan
bertingkahlaku irasional individu itu menjadi tidak efektif. Reaksi
emosional seseorang sebagian besar disebabkan oleh evaluasi, interpretasi,
dan filosofi yang disadari maupun tidak disadari. Hambatan psikologis atau
emosional adalah akibat dari cara berpikir yang tidak logis dan irasional.
Emosi menyertai individu yang berpikir dengan penuh prasangka, sangat
personal, dan irasional. Berpikir irasional diawali dengan belajar secara
tidak logis yang diperoleh dari orang tua dan budaya tempat dibesarkan.
Berpikir secara irasional akan tercermin dari verbalisasi yang digunakan.
Verbalisasi yang tidak logis menunjukkan cara berpikir yang salah dan
verbalisasi yang tepat menunjukkan cara berpikir yang tepat. Perasaan dan
pikiran negatif serta penolakan diri harus dilawan dengan cara berpikir yang
rasional dan logis, yang dapat diterima menurut akal sehat, serta
menggunakan cara verbalisasi yang rasional.

Ellis mengemukakan 12 Ide Irasional yang menyebabkan dan memperparah


neurosis:

49
1. Ide bahwa tiap orang dewasa pasti merasa ingin dicintai orang lain
atas segala yang dia lakukan – bukannya gagasan yang memfokuskan
perhatian pada apa yang dia lakukan demi mencapai tujuan-tujuan
praktis demi kepentingan orang lain, atau gagasan untuk mencintai
orang lain ketimbang selalu menuntut cinta dari orang lain.
2. Ide bahwa ada tindakan-tindakan tertentu yang jelek dan merusak, dan
pelakunya mesti dikecam karena tidak tahu malu – bukannya gagasan
bahwa tindakan-tindakan tertentu ada yang merugikan diri sendiri atau
anti sosial, dan pelakunya pastilah tidak punya pertimbangan yang
sehat, masa bodoh atau neurotik, dan seharusnya mereka ini dibantu
mengubah diri. Buruknya tindakan seseorang belum tentu
menyebabkannya menjadi individu yang tidak berguna.
3. Ide bahwa “dunia akan kiamat” kalau segala sesuatunya tidak berjalan
sesuai rencana – bukannya gagasan bahwa segala sesuatu walaupun
berjalan tidak sesuai keinginan, akan lebih baik kalau kita berusaha
mengubah atau mengatur kondisi buruk tersebut sedemikian rupa
seingga setelah itu besar kemungkinan kita akan berhasil mengatasi
segala kesulitan. Kalaupun kemungkinan itu tidak ada, kita pun akan
lebih baik bersabar menerima kenyataan dan tetap berusaha mencari
jalan keluar.
4. Ide bahwa hal-hal yang membuat manusia menderita pasti datang dari
luar dan ditimpakan pada diri kita oleh orang lain – bukannya gagasan
bahwa sikap neurotik itu disebabkan oleh pandangan=pandangan kita
sendiri akibat kondisi yang tidak menguntungkan di sekeliling kita.
5. Ide kalau satu hal sangat menakutkan atau berbahaya, maka kita
seharusnya sangat terobsesi dengan hal itu – bukannya gagasan bahwa
kita seharusnya dengan tabah menghadapi keadaan itu dan
memandangnya sebagai bukan akhir dari segala-galanya.
6. Ide bahwa lebih mudah menghindar dari kesulitan hidup dan tanggung
jawab ketimbang berusaha menghadapi dan menaklukannya –

50
bukannya berpegang pada gagasan bahwa jalan yang mudah pada
akhirnya akan menyusahkan diri sendiri.
7. Ide bahwa kita membutuhkan sesuatu yang lebih kuat atau lebih besar
dari kita sendiri yang dapat dijadikan pegangan – bukannya gagasan
bahwa lebih baik berpikir dan bertindak sesuai kehendak sendiri
dengan apa pun resikonya.
8. Ide bahwa kita harus selalu punya kemampuan dan kecerdasan serta
selalu berhasil mengelolanya dengan baik – bukannya gagasan bahwa
lebih baik bertindak sesuai dengan kemampuan ketimbang hanya
punya keinginan melakukan hal terbaik dan tidak mau menerima
kenyataan bahwa diri kita adalah makhluk yang tidak sempurna dan
pasti melakukan kesalahan.
9. Ide bahwa ketika satu peristiwa besar terjadi, peristiwa tersebut pasti
berbekas dan mempengaruhi kehidupan kita selamanya – bukannya
gagasan bahwa apa yang terjadi di masa lalu mesti dijadikan pelajaran
buat hari ini dan masa yang akan datang, serta tidak selalu terpaku
pada peristiwa masa lalu.
10. Ide bahwa kita harus mampu mengatur sesuatu dengan baik – sebagai
pengganti dari gagasan bahwa dunia ini penuh dengan kemungkinan-
kemungkinan tak terduga dan kita tetap bisa menjalani kehidupan
dengan segala kemungkinan ini.
11. Ide bahwa kebahagiaan bisa dicapai dengan bakat alami yang ada
dalam diri seseorang sejak lahir dan kebahagiaan itu ditujukan untuk
diri sendiri – bukannya gagasan bahwa keinginan kita untuk bahagia
ditentukan oleh kemauan kita mencapai tujuan secara kreatif atau
selalu berusaha memproyeksikan usaha mencapai kebahagiaan itu
keluar.
12. Ide bahwa kita pada akhirnya tidak dapat menguasai perasaan sendiri
dan perasaan kecewa terhadap sesuatu pasti tidak bisa dielakkan –
bukannya gagasan bahwa kita sebenarnya mampu mengontrol
perasaan-perasaan buruk jika kit amau mengubah pengandaian-

51
pengandaian yang menyebabkan lahirnya perasaan-perasaan buruk itu.
Secara ringkas, Ellis mengatakan ada tiga keyakinan irasional:
a) “saya harus mempunyai kemampuan sempurna, atau saya akan
jadi orang yang tidak berguna”.
b) “orang lain harus memahami dan mempertimbangkan saya, atau
mereka akan menderita.”
c) “kenyataan harus memberi kebahagiaan pada saya, atau saya
akan binasa.”
Ellis juga menekankan pentingnya “kerelaan menerima diri sendiri”. Dia
mengatakan bahwa tidak seorang pun yang akan disalahkan, dilecehkan, apalagi
dihukum atas keyakinan atau tindakan mereka yang keliru. Kita haus menerima
diri apa adanya, menrima sebagaimana apa yang kita capai dan hasilkan.

C. Perkembangan Perilaku

1) Struktur Kepribadian
Pandangan pendekatan rasional emotif tentang kepribadian dapat
dikaji dari konsep-konsep kunci teori Albert Ellis : ada tiga pilar yang
membangun tingkah laku individu, yaitu Antecedent event (A), Belief
(B), dan Emotional consequence (C). Kerangka pilar ini yang
kemudian dikenal dengan konsep atau teori ABC.

A (activating event)

B (belief) C (emotional and behavioral consequences)

52
D (disputing) E (effect) F(new feeling)

Antecedent event (A) yaitu segenap peristiwa luar yang dialami atau
memapar individu. Peristiwa pendahulu yang berupa fakta, kejadian,
tingkah laku, atau sikap orang lain. Perceraian suatu keluarga,
kelulusan bagi siswa, dan seleksi masuk bagi calon karyawan
merupakan antecendent event bagi seseorang.

Belief (B) yaitu keyakinan, pandangan, nilai, atau verbalisasi diri


individu terhadap suatu peristiwa. Keyakinan seseorang ada dua
macam, yaitu keyakinan yang rasional (rational belief atau rB) dan
keyakinan yang tidak rasional (irrasional belief atau iB). Keyakinan
yang rasional merupakan cara berpikir atau sistem keyakinan yang
tepat, masuk akal, bijaksana, dan karena itu menjadi produktif.
Keyakinan yang tidak rasional merupakan keyakinan atau sistem
berpikir seseorang yang salah, tidak masuk akal, emosional, dan
karena itu tidak produktif.

Emotional consequence (C) merupakan konsekuensi emosional


sebagai akibat atau reaksi individu dalam bentuk perasaan senang atau
hambatan emosi dalam hubungannya dengan antecendent event (A).
Konsekuensi emosional ini bukan akibat langsung dari A tetapi
disebabkan oleh beberapa variable antara dalam bentuk keyakinan (B)
baik yang rB maupun yang iB.

Disputing (D), terdapat tiga bagian dalam tahap disputing, yaitu:

1) Detecting irrational beliefs

53
Konselor menemukan keyakinan klien yang irasional dan
membantu klien untuk menemukan keyakinan irasionalnya
melalui persepsinya sendiri.

2) Discriminating irrational beliefs


Biasanya keyakinan irasional diungkapkan dengan kata-kata:
harus, pokoknya atau tuntutan-tuntutan lain yang tidak realistik.
Membantu klien untuk mengetahui mana keyakinan yang
rasional dan yang tidak rasional.

3) Debating irrational beliefs


Beberapa strategi yang dapat digunakan:

 The lecture (mini-lecture), memberikan penjelasan.


 Socratic debate, mengajak klien untuk beradu argumen.
 Humor, creativity seperti: cerita, metaphors, dll.
 Self-disclosure: keterbukaan konselor tentang dirinya
(kisah konselor, dll)

Activating Event Beliefs Consequence

Mendapat nilai “A” Memiliki kemampuan Merasa bahagia dan


ujian psikologi dalam bidang psikologi mengantisipasi ujian
psikologi berikutnya

Gagal saat ujian Hal ini buruk, karena Merasa frustrasi – belajar
psikologi gagal dalam tes lebih giat

Gagal saat ujian Saya seharusnya Merasa depresi, dan


psikologi (pokoknya) tidak ada harapan.
mendapatkan nilai yang
baik jikalau tidak saya

54
adalah orang yang gagal

2) Pribadi Sehat Dan Bermasalah


a. Pribadi Sehat
Individu yang dapat berpikir secara rasional dalam menanggapi
setiap rangsangan terhadap dirinya.
b. Pribadi Bermasalah
Dalam perspektif pendekatan konseling rasional emotif tingkah
laku bermasalah adalah merupakan tingkah laku yang
didasarkan pada cara berpikir yang irrasional. Ciri-ciri berpikir
irasional : (a) tidak dapat dibuktikan; (b) menimbulkan perasaan
tidak enak (kecemasan, kekhawatiran, prasangka) yang
sebenarnya tidak perlu; (c) menghalangi individu untuk
berkembang dalam kehidupan sehari-hari yang efektif

Sebab-sebab individu tidak mampu berpikir secara rasional : (a)


individu tidak berpikir jelas tentang saat ini dan yang akan
datang, antara kenyatan dan imajinasi; (b) individu tergantung
pada perencanaan dan pemikiran orang lain; (c) orang tua atau
masyarakat memiliki kecenderungan berpikir irasional yang
diajarkan kepada individu melalui berbagai media.

Indikator keyakinan irasional : (a) manusia hidup dalam


masyarakat adalah untuk diterima dan dicintai oleh orang lain
dari segala sesuatu yang dikerjakan; (b) banyak orang dalam
kehidupan masyarakat yang tidak baik, merusak, jahat, dan
kejam sehingga mereka patut dicurigai, disalahkan, dan
dihukum; (c) kehidupan manusia senantiasa dihadapkan kepada
berbagai malapetaka, bencana yang dahsyat, mengerikan,

55
menakutkan yang mau tidak mau harus dihadapi oleh manusia
dalam hidupnya; (d) lebih mudah untuk menjauhi kesulitan-
kesulitan hidup tertentu dari pada berusaha untuk mengahadapi
dan menanganinya; (e) penderitaan emosional dari seseorang
muncul dari tekanan eksternal dan bahwa individu hanya
mempunyai kemampuan sedikit sekali untuk menghilangkan
penderitaan emosional tersebut; (f) pengalaman masa lalu
memberikan pengaruh sangat kuat terhadap kehidupan individu
dan menentukan perasaan dan tingkah laku individu pada saat
sekarang; (g) untuk mencapai derajat yang tinggi dalam
hidupnya dan untuk merasakan sesuatu yang menyenangkan
memerlukan kekuatan supranatural; dan (h) nilai diri sebagai
manusia dan penerimaan orang lain terhadap diri tergantung dari
kebaikan penampilan individu dan tingkat penerimaan oleh
orang lain terhadap individu.

D. Hakikat Konseling

Konseling rasional emotif dilakukan dengan menggunakan prosedur yang


bervariasi dan sistematis yang secara khusus dimaksudkan untuk mengubah
tingkah laku dalam batas-batas tujuan yang disusun secara bersama-sama
oleh konselor dan klien. Karakteristik Proses Konseling Rasional-Emotif
:

1. Aktif-direktif, artinya bahwa dalam hubungan konseling konselor


lebih aktif membantu mengarahkan klien dalam menghadapi dan
memecahkan masalahnya.

56
2. Kognitif-eksperiensial, artinya bahwa hubungan yang dibentuk
berfokus pada aspek kognitif dari klien dan berintikan pemecahan
masalah yang rasional.
3. Emotif-ekspreriensial, artinya bahwa hubungan konseling yang
dikembangkan juga memfokuskan pada aspek emosi klien dengan
mempelajari sumber-sumber gangguan emosional, sekaligus
membongkar akar-akar keyakinan yang keliru yang mendasari
gangguan tersebut.
4. Behavioristik, artinya bahwa hubungan konseling yang
dikembangkan hendaknya menyentuh dan mendorong terjadinya
perubahan tingkah laku klien.

E. Kondisi Pengubahan

1) Tujuan
Memperbaiki dan merubah sikap, persepsi, cara berpikir, keyakinan
serta pandangan-pandangan klien yang irasional dan tidak logis
menjadi pandangan yang rasional dan logis agar klien dapat
mengembangkan diri, meningkatkan self-actualizationnya seoptimal
mungkin melalui tingkah laku kognitif dan afektif yang positif.

Menghilangkan gangguan-gangguan emosional yang merusak diri


sendiri seperti rasa takut, rasa bersalah, rasa berdosa, rasa cemas,
merasa was-was, rasa marah.

Terdapat tiga tingkatan insight yang perlu dicapai klien dalam


konseling dengan pendekatan rational emotive behavior therapy :

Pertama insight dicapai ketika klien memahami tentang tingkah laku


penolakan diri yang dihubungkan dengan penyebab sebelumnya yang

57
sebagian besar sesuai dengan keyakinannya tentang peristiwa-
peristiwa yang diterima (antecedent event) pada saat yang lalu.

Kedua, insight terjadi ketika konselor membantu klien untuk


memahami bahwa apa yang menganggu klien pada saat ini adalah
karena berkeyakinan yang irasional terus dipelajari dari yang
diperoleh sebelumnya.

Ketiga, insight dicapai pada saat konselor membantu klien untuk


mencapai pemahaman ketiga, yaitu tidak ada jalan lain untuk keluar
dari hambatan emosional kecuali dengan mendeteksi dan melawan
keyakinan yang irasional.

2) Konselor
Tugas konselor menunjukkan bahwa:

 masalahnya disebabkan oleh persepsi yang terganggu dan


pikiran-pikiran yang tidak rasional.
 usaha untuk mengatasi masalah adalah harus kembali kepada
sebab-sebab permulaan.
Operasionalisasi tugas konselor : (a) lebih edukatif-direktif kepada
klien, dengan cara banyak memberikan cerita dan penjelasan,
khususnya pada tahap awal mengkonfrontasikan masalah klien secara
langsung; (b) menggunakan pendekatan yang dapat memberi
semangat dan memperbaiki cara berpikir klien, kemudian
memperbaiki mereka untuk dapat mendidik dirinya sendiri dengan
gigih dan berulang-ulang menekankan bahwa ide irrasional itulah
yang menyebabkan hambatan emosional pada klien; (c) mendorong
klien menggunakan kemampuan rasional dari pada emosinya; (d)
menggunakan pendekatan didaktif dan filosofis menggunakan humor
dan “menekan” sebagai jalan mengkonfrontasikan berpikir secara
irasional.

58
3) Konseli
Umumnya, peran klien dalam REBT mirip seorang siswa atau pelajar.
Proses konseling dipandang sebagai suatu proses reedukatif di mana
klien belajar cara menerapkan pikiran logis pada pemecahan masalah.

Pengamalam utama klien adalah mencapai pemahaman emosional atas


sumber-sumber gangguan yang dialaminya. Pada taraf pertama, klien
menjadi sadar bahwa ada anteseden tertentu yang menyebabkan
timbulnya irrasional belief. Taraf kedua, klien mengakui dirinyalah
yang sekarang mempertahankan pikiran-pikiran dan perasaan-
perasaan yang irrasional. Tahap ketiga, klien berusaha untuk
menghadapi secara rasional-emotif, memikirkannya, dan berusaha
menghapus irrational belief dan mengggantinya dengan rational belief.

Klien yang telah memiliki keyakinan rasional terjadi peningkatan


dalam hal : (1) minat kepada diri sendiri, (2) minat sosial, (3)
pengarahan diri, (4) toleransi terhadap pihak lain, (5) fleksibel, (6)
menerima ketidakpastian, (7) komitmen terhadap sesuatu di luar
dirinya, (8) penerimaan diri, (9) berani mengambil risiko, dan (10)
menerima kenyataan.

4) Situasi Hubungan
Menutur Ellis, kehangatan pribadi, afeksi, dan hubungan pribadi antar
konselor dan klien yang intens memiliki arti yang sekunder.
Bagaimana pun hubungan yang baik antara klien dan terapis
merupakan sesuatu yang sangat diharapkan. Konselor memainkan
peran sebagai model yang tidak terganggu secara emosional dan yang
hidup secara rasional. Konselor juga menjadi model orang yang berani
bagi klien dalam arti dia secara langsung mengungkapkan sistem-
sistem keyakinan klien yang irasional tanpa takut kehilangan rasa suka

59
dan persetujuan dari klien. Lebih dari itu, REBT menekankan
toleransi penuh dan penghormatan tanpa syarat dari terapis terhadap
kepribadian klien dalam arti konselor menghindari sikap menyalahkan
klien.

F. Mekanisme Pengubahan

1) Tahap-Tahap Konseling
a. Tahap Cognitive
Konselor menyajikan alasan kognitif kepada klien. Seperti mulai
setiap sesi konseling dengan bertanya, "Apa masalah yang
mengganggu diri Anda?". Selama tahap awal, klien dapat belajar
untuk mengendalikan emosi mereka dan menjadi sadar akan
pikiran-pikiran yang mendasari mereka serta belajar alternatif
mengubah pikiran mereka yang irasional
b. Tahap Emotive
Fase emotif ditujukan untuk membantu klien menyadari pikiran-
pikiran mereka. Hal ini sering dilakukan dengan meminta klien
untuk menuliskan pikiran-pemikiran yang mengganggu mereka.
c. Tahap Behavioristic
Selama tahap akhir, klien dilatih untuk verbalisasi kognisi
alternatif dan untuk mengubah perilaku mereka.
Secara spesifik tahap REBT, sebagai berikut:
 Assessment of feeling and activating event
 Empathic reflection of feelings by counselor
 Assessment of the ABC relationship
 Assessment of behavioral consequence
 Assessment of cognition

60
 Counselor summarizes ABC assessment data
 Counselor guides client toward solving problem (Disputing-
Effect-New feeling)

2) Teknik-Teknik Konseling
Pendekatan konseling rasional emotif menggunakan berbagai teknik
yang bersifat kogntif, afektif, dan behavioral yang disesuaikan dengan
kondisi klien. Beberapa teknik dimaksud antara lain adalah sebagai berikut.

a. Teknik-Teknik Emotif (Afektif)


Assertive adaptive

Teknik yang digunakan untuk melatih, mendorong, dan


membiasakan klien untuk secara terus-menerus menyesuaikan
dirinya dengan tingkah laku yang diinginkan. Latihan-latihan
yang diberikan lebih bersifat pendisiplinan diri klien.

Bermain peran (role playing)

Teknik untuk mengekspresikan berbagai jenis perasaan yang


menekan (perasaan-perasaan negatif) melalui suatu suasana
yang dikondisikan sedemikian rupa sehingga klien dapat secara
bebas mengungkapkan dirinya sendiri melalui peran tertentu.

Imitasi

Teknik untuk menirukan secara terus menerus suatu model


tingkah laku tertentu dengan maksud menghadapi dan
menghilangkan tingkah lakunya sendiri yang negatif.

b. Teknik-teknik Behavioristik
Reinforcement

61
u. eknik ini dimaksudkan untuk membongkar sistem nilai dan
keyakinan yang irrasional pada klien dan menggantinya dengan
sistem nilai yang positif.

Dengan memberikan reward ataupun punishment, maka klien


akan menginternalisasikan sistem nilai yang diharapkan
kepadanya.

Social modeling

Teknik untuk membentuk tingkah laku-tingkah laku baru pada


klien. Teknik ini dilakukan agar klien dapat hidup dalam suatu
model sosial yang diharapkan dengan cara imitasi (meniru),
mengobservasi, dan menyesuaikan dirinya dan
menginternalisasikan norma-norma dalam sistem model sosial
dengan masalah tertentu yang telah disiapkan oleh konselor.

c. Teknik-teknik Kognitif
Home work assigments,

Teknik yang dilaksanakan dalam bentuk tugas-tugas rumah


untuk melatih, membiasakan diri, dan menginternalisasikan
sistem nilai tertentu yang menuntut pola tingkah laku yang
diharapkan.

Dengan tugas rumah yang diberikan, klien diharapkan dapat


mengurangi atau menghilangkan ide-ide dan perasaan-perasaan
yang tidak rasional dan tidak logis, mempelajari bahan-bahan
tertentu yang ditugaskan untuk mengubah aspek-aspek
kognisinya yang keliru, mengadakan latihan-latihan tertentu
berdasarkan tugas yang diberikan

62
Pelaksanaan home work assigment yang diberikan konselor
dilaporkan oleh klien dalam suatu pertemuan tatap muka dengan
konselor

Teknik ini dimaksudkan untuk membina dan mengembangkan


sikap-sikap tanggung jawab, kepercayaan pada diri sendiri serta
kemampuan untuk pengarahan diri, pengelolaan diri klien dan
mengurangi ketergantungannya kepada konselor.

Latihan assertive

Teknik untuk melatih keberanian klien dalam mengekspresikan


tingkah laku-tingkah laku tertentu yang diharapkan melalui
bermain peran, latihan, atau meniru model-model sosial.

Maksud utama teknik latihan asertif adalah : (a) mendorong


kemampuan klien mengekspresikan berbagai hal yang
berhubungan dengan emosinya; (b) membangkitkan kemampuan
klien dalam mengungkapkan hak asasinya sendiri tanpa menolak
atau memusuhi hak asasi orang lain; (c) mendorong klien untuk
meningkatkan kepercayaan dan kemampuan diri; dan (d)
meningkatkan kemampuan untuk memilih tingkah laku-tingkah
laku asertif yang cocok untuk diri sendiri.

Disputing irrational beliefs

Jika saya tidak mendapatkan apa yang saya inginkan, hal itu
bukanlah merupakan akhir dunia/kehidupan.

Doing cognitive homework

Menerapkan teori ABC dalam menghadapi masalah kehidupan


sehari-hari. Menempatkan diri dalam situasi yang berisiko untuk
menantang keyakinan membatasi diri (self -limiting). Menganti

63
pernyataan-diri (self-statement ) negatif dengan pesan yang
positif.

Changing one’s language

Hal itu akan sangat mengerikan…Hal itu akan merepotkan…

G. Kelemahan Dan Kelebihan

1) Kelemahan
 Terlalu konfrontatif serta mengabaikan "masa lalu“ klien.
 Kurangnya pengakuan terhadap perasaan (emosi) yang
merupakan faktor yang sangat dominan dalam kehidupan
manusia, yang tidak mudah untuk mengalami perubahan jika
dibandingkan dengan pengubahan tindakan dan cara berpikir.
 Melibatkan tugas-tugas yang banyak dan rumit sehingga
memerlukan dukungan dan partispasinya klien dan keluarganya.
 Klien harus rajin dan melakukan banyak laporan pekerjaan
rumah.
 Klien dengan kapasitas intelektual yang lebih rendah mungkin
memerlukan waktu yang lebih banyak.

2) Kelebihan
 Dapat mengubah keyakinan irasional (irrational beliefs) dengan
cara menentang (dispute) pola pemikiran yang salah dan negatif
 Berfokus pada bagaimana individu menafsirkan dan bereaksi
terhadap peristiwa yang terjadi pada dirinya.
 Mengajarkan klien cara untuk melakukan terapi sendiri tanpa
tergantung pada konselor (Metode belajar aktif)

64
 Memiliki strategi intervensi yang lengkap, mencakup teknik
kognitif, emotif dan behavioral (kombinasi)
 Menyakinkan klien bahwa pola pikir yang baru akan
menghasilkan kehidupan yang lebih baik

REFERENSI

Capuzzi, D. & Gross, D.R. 2007. Counseling and Psychotherapy: Theories and
Interventions. Upper Saddle River, New Jersey: Perason Prentice-
Hall.

Corey, G. 2009. Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy. Belmont,


CA: Brooks/Cole.

Nelson-Jones, R. 2001. Theory and Practice of Counseling and Therapy. London:


Sage Publications.

Parrot III, L. 2003. Counseling and Psychotherapy. Pacific Grove, CA:


Brooks/Cole.

Prochaska, J.O & Norcross, J.C. 2007. Systems of Psychotherapy. Belmont, CA:
Thomson Brooks/Cole

Seligman, L. 2006. Theories of Counseling and Psychoterapy. Columbus, Ohio:


Person Merril Prentice Hall.

Sharf, R.S. 2004. Theories of Psychotherapies and Counseling: Concept and


Cases. Pacivic Grove, CA: Brooks/Cole.

65
KONSELING REALITA

A. SEJARAH PERKEMBANGAN
Tokoh utama dan merupakan pencetus konseling realita adalah William
Glasser yang dilahirkan di kotaCleveland, Obiopada 11 Mei1925.Ia tumbuh dan
berkembang di kota itu sebagai remaja yang baik.Tahun 1942-1945iabelajar di
sekolah CASE bidang sains dan lulus menyandang gelar(B.Sc.) bidangrekayasa
kimia. Pada tahu 1948 iamenyelesaikan gelar master bidang psikologi klinis dan
masuk sekolah medis dengan harapan menjadi seorang psikiater. Lalu tahun 1957
ia menyelesaikan pendidikan psikiatrinya dari Veteran Administration
Hospitaldan UCLA di Los Angles.
Selanjutnya Glasser pindah ke perumahan Rumah Sakit Administrasi
Veteran (V.A. Hospital) di Los Angles Barat.Glasser tidak menyukai praktik
psikoanalisis yang konvensional dan tidak efektif pada rumah sakit itu. Dengan
hanya sembuh 2 pasien setahun menunjukkan ketidak efektifan
penyembuhan yang telah ada. Tidak puas dengan kenyataan tersebut, Glasser
mulai memperhatikan kemungkinan alternatif penyembuhan dan mencoba
prosedur baru. Ia mendapat dorongan dari supervisornya di rumah sakit, tetapi
sejawatnya di UCLA tidak puas dan tidak mendukung material yang dibutuhkan.

66
Glasser menduduki jabatan sebagai kepala psikiatri di California. Glasser
menangani kenakalan remaja putri di Ventura. Ia mulai menerapkan konsep-
konsep yang telah dimulai di V.A. Hospital. Ia menerapkan program yang
menempatkan tanggung jawab situasi sesaat bagi remaja putri dan tanggung jawab
masa depannya.
Aturan-aturan di lembaga ini diperbaharui dengan mengutamakan
kebebasan dan memperlunak konsekuensi dari pelanggaran. Hukuman dibatasai
dari program. Bila remaja putri itu melanggar peraturan, maka dia tidak dihukum
dan juga tidak diampuni. Akan tetapi diberi tanggung jawab pribadi, ditanyakan
tentang rencana-rencana selanjutnya dan dicari kesepakatan atas tingkah laku
mereka yang baru. Atas dasar semua ini, Glasser mengharap stafnya untuk
melaksanakan penyembuhan melalui terlibat dalam kehidupan konseli,
memberikan bantuan dengan penuh pujian yang ikhlas. Program ini terlaksana,
staf antusias, remaja-remaja putri ini hidup dengan harapan-harapan positif dan
ternyata 20% sembuh.
Kembali ke V.A. Hospital, Glasser membantu supervisonya dan disana ia
menerapkan program yang serupa. Hasilnya sangat mengejutkan, kesembuhan
yang awalnya hanya 2 pasien tiap tahun meningkat menjadi 25 pasien pada tahun
pertama, dan 75 pasien pada tahun ketiga, dan rata-rata 200 pasien pada tahun-
tahun berikutnya.
Pada tahun 1960 buku pertamanya Mental Health or Mental
Illnessterbit.Inilah awal terpublikasikannya konsep terapi realita.Konsep ini
diperluas, diperbaiki dan disusun pada penerbitan tahun 1965 yaitu Reality
Therapy: a New Approach to Psychiatry. Tidak lama setelah penerbitan yang
kedua, Glasser membuka Institute of Reality Therapy yang dipakai untuk melatih
profesi-profesi layanan kemanusiaan. Sekolah-sekolah juga membutuhkan
konsultasi Glasser, dan ia dapat menyesuaikan dengan prosedur-prosedurnya di
seting sekolah. Kemudian ia mempublikasikan ide ini dalam School Without
Failure (1969) dan mendirikan Educational Training Center yang didalamnya
guru-guru mendapatkan latihan konseling realita.

67
Dua buku yang terbit berikutnya, yakni The Identity Society (1972) dan
Positive Addiction (1976). Dalam membahas tingkah laku manusia, pendekatan
ini lebih dari pendekatan kontemporer lainnya. Pendekatan ini dapat dipergunakan
untuk mencegah masalah emosional dan tingkah laku. Walaupun beberapa
pandangannya radikal, namun keaslian konsepnya masih nampak marginal.Pada
tahun 1978, mulai mengkaji dan mempraktikan Teori-Kontrol yang diperolehnya
dari William Power. Hampir 20 tahun Glasser mengembangkan, meninjau ulang
dan menjernihkan ajaranya dan hasilnya adalah pada tahu 1996 lahir teori baru
yang dinamakannya Teori-Pilihan atau yang biasa di sebut Choice Theory.
Untuk mempertegas penggunaan Choice Theory, pada tahun 1998
diterbitkanlan buku yang berjudul “Choice Theory”.Teori pilihan menyediakan
kerangka kerja tentang mengapa dan bagaimana orang berperliaku.Teori ini
mempunyai kaitan dengan dunia fenomena manusia dan menekankan cara
pandang yang subyektif.Pada karya-karya terakhirnyaglasser menguraikan dan
memperjelas dasar teorinya yang terbaru yang disebut sebagaiterapi realita baru
(the new reality therapy).
Tokoh lain yang juga sejalan dengan Glasser dan gencar melakukan
pengembangan pada terapi realita adalah Robert E. Wubbolding. Banyak hal yang
ia sumbangkan diantanranya: formula WDEP, SAMI2C3, Cycle of managing,
supervising, konseling and coaching, pengembangan pada konsep multi-budaya
danmasih banyak yang lainnya.

B. HAKEKAT MANUSIA
Pada hakikatnya manusia tidak dilahirkan seperti kertas kosong, menunggu
untuk diisi dengan hal-hal dari luar diri. Manusia dilahirkan dengan kebutuhan
dasar yang meliputi: kelangsungan hidup, cinta dan kepemilikan, kekuatan atau
prestasi, kebebasan atau kemerdekaan, dan kesenangan, yang kesemuannya
mendorong kita untuk hidup, (Corey, 2009).

68
Konseling realita memandang manusia secara positif dan dinamis.
Capuzzi& Gross (2006) mengatakan bahwa hal pokok pada terapi realita adalah
prinsip bahwa kebutuhan manusia merupakan sumber dari semua perilaku
manusia. Manusia memiliki kemampuan untuk menentukan dan mengarahkan
dirinya sendiri dalam memenuhi kebutuhan dasarnya.Karena manusia memiliki
kebutuhan dasar maka ada kecenderungan untuk memenuhinya sehingga manusia
memutuskan untuk memilih perilaku tertentu, dan karena manusia itu yang
memilih sendiri maka ia juga bertanggung jawab atas hal tersebut.Prinsip ini
berarti mengakui tanggung jawab setiap orang untuk menerima akibat dari tingkah
lakunya. Orang akan menjadi apa yang ia inginkan, memiliki motivasi untuk
tumbuh, bukan ditentukan oleh penentu-penentu lainya misalnya lingkungannya.
Konseling model ini juga memandang manusia atas dasar tingkah lakunya.
Bukan berarti tingkah laku yang berdasar stimulus-respon yang ada pada
behaviorisme, atau tingkah laku secara fenomenologis seperti person centered.
Tetapi memandang tingkah laku berdasarkan pengukuran obyektif yang disebut
relaitas, yaitu realitas praktis dan moral.Totalitas tingkah laku manusia merupakan
perwujudan dari keinginan manusia untuk mewujudkan kebutuhannya, yang
termanifestasikan melalui tindakan, pikiran, perasaan dan keadaan
fisiologisnya.Burdenski &Wubbolding meng-analogikan hal tersebut dalam “total
behavior car”:

Gambar 1 Choice Theory Total Behavior Car


(Sumber: Burdenski & Wubbolding, 2011)

69
Menurut gambar dapat dijelaskan bahwa mesin mobil diumpamakan
sebagai kebutuhan dasar manusia karena itu adalah keinginan dan hasrat yang
membangkitkan kekuatan dan tenaga untuk memenuhinya sekaligus sebagai
sumber penggerak utama. Kedua ban depan merupakan manifestasi dari pikiran
dan tindakan yang merupakan aspekyang dapat di kontrol langsung oleh diri kita,
sedangkan dua ban belakang merupakan perasaan dan fisiologi manusia yang
tidak bisa di control langsung tetapi hal ini merupakan aspek penting yang
menyertai dan sekaligus sebagai indikasi dari apa yang dilakukan oleh pikiran dan
tindakan. Kemanapun dan apapun tindakan yang akan ditempuh ini semua
bergantung pada kita yang berposisi pada kemudi dari mobil tersebut.Kemudi
mobil mebimbing kita untuk mengenali kebutuhan kita yang paling mendesak dan
mengarahkan tindakan dan pikiran kita untuk memenuhinya. Ketika berhasil
memenuhinya maka kita akan memiliki perasaan senang.
Dalam kehidupan ini apapun yang kita lakukan mulai lahir sampai mati
adalah menjaga jalan apapun yang baik untuk kita lakuan, dan bila kita analogikan
kembali dalam jalur mana yang mobil tempuh maka jalur tersebut adalah yang
biasa dinamakan dengan A Humanistic Road.Jalur dimana kita menempuhnya
sesuai dengan keinginan kita, sebagai perwujudan dari kebutuhan dasar yang
paling utama dari manusia. Dengan menempuh jalur tersebut maka kita akan
menemukan Quality World yang bersemayam pada tempat khusus di otak yang
berwujud pengetahuan. Corey (2009) mengatakan bahwa Quality World adalah
inti dari kehidupan kita.Ini adalah kehidupan pribadi dimana kita ingin hidup
didalamnya jika kita mampu. Quality Worldseluruhnya berdasarkan kebutuhan-
kebutuhan kita, tetapi tidak seperti kebutuhan yang umum, ini sangat khusus.Bila
kadang seseorang mengalami ketidakjelasan atas kebutuhan tersebut maka tugas
konselor adalah membantunya memperjelas dan menspesifikannya.
Teori pilihan berdasarkan pada premis bahwa karena kita adalah makhluk
sosial maka kita butuh memberi dan menerima cinta. Glasser dalam Corey (2009)
percaya bahwa kebutuhan untuk dicintai dan dimiliki adalah kebutuhan primer
karena kita butuh orang lain untuk memenuhi kebutuhan lain. Hal ini juga
berkaitan erat dengan kebutuhan akanIdentity, kebutuhan ini bersifat universal.

70
Kebutuhan ini meliputi kebutuhan adanya keunikan, perbedaan, dan kemandirian.
Glesser menyebutkan dua identitas yang berlawanan yaitu identitas berhasil dan
gagal.

C. PERKEMBANGAN PERILAKU
1. Pemenuhan Kebutuhan Dasar
Konseling realita membahas tentang kebutuhan dasar
manusia,memandang bahwa manusia selalu berupaya mengendalikan dunia
dan dirinya untuk memuaskan kebutuhan dasarnya. Kebutuhan dasar tersebut
adalah kebutuhan untuk bertahan hidup dan melanjutkan keturunan,
kebutuhan untuk memiliki, kebutuhan untuk memperoleh kekuasaan,
kebutuhan untuk memperoleh kebebasan, dan kebutuhan untuk memperoleh
kesenangan.
Kebutuhan untuk bertahan hidup dan memperoleh keturunan
merupakan kebutuhan fisiologis manusia yang berupa kebutuhan untuk
memelihara kehidupan dan kesehatan yang baik. Kebutuhan untuk memiliki
merupakan kebutuhan manusia untuk melibatkan dirinya dengan orang lain
dan mencintai serta dicintai orang lain. Kebutuhan memperoleh kebebasan
merupakan kebutuhan untuk membuat pilihan dalam kehidupan. Kebutuhan
untuk memperoleh kekuasaan merupakan kebutuhan untuk memperoleh
prestasi, status, pengakuan, dan membuat orang lain mematuhinya.
Kebutuhan untuk memperoleh kesenangan merupakan kebutuhan manusia
untuk menikmati kehidupan, tertawa, dan menikmati humor.
Pemenuhan (terpenuhi dan tidaknya) kebutuhan dasar tersebut
mempengaruhi kondisi identitas seseorang individu. Individu yang dapat
memenuhi kebutuhan dasarnya akan memiliki identitas sukses (success
identity). Orang demikian akan bertingkah laku yang bertanggung jawab
(memenuhi kebutuhan dasar tanpa mengganggu orang-orang lain dalam
memenuhi kebutuhan dasar mereka), realistis (kesediaan menghadapi
kenyataan dan menerima konsekuensi logis dari pilihannya), dan layak secara
moral (standar nilai-nilai dan norma yang berlaku) sehingga ia merasa

71
mampu, optimistis, berhubungan dengan orang lain secara sehat, mampu
mempengaruhi lingkungan, dan dapat membuat keputusan untuk masa
depannya. Sebaliknya, individu yang gagal memenuhi kebutuhan dasarnya
akan mengalami identitas gagal (failure identity).

2. Pribadi Ideal(success identity)


Dari uraian di atas maka dapat di bicarakan lebih lanjut bahwa pribadi
yang ideal menurut pendekatan ini adalah antara lain:
a. Pribadi yang mampu memenuhi kebutuhan dasarnya secara tepat.
b. Pribadi yang dapat mengenali kebutuhan dasarnya dan selanjutnya
mengenali kebutuhan dasar yang mana yang harus di penuhinya terlebih
dahulu.
c. Pribadi yang dapat mengarahkan pikiran dan tindakannya pada jalur yang
baik dalam memenuhi kebutuhannya sehingga berdampak pada perasaan
dan keadaan fisiologi yang baik juga.
d. Pribadi yang mampu memilih tindakan yang terbaik sehingga ia
biasbertanggung jawab dengan baik pula apa yang dilakukannya.
e. Pribadi yang mampu berhubungan dengan orang lain secara baik sehingga
kebutuhan akan cinta dan harga diri sebagai kebutuhan utama dapat
terpenuhi.Dengan demikian maka seseorang telahbelajar dan dapat
menjalankan kehidupanya menggunakan prinsip 3 R (Right,
Responsibility, dan Reality), yaitu:
 Right, yang dimaksud dengan Glasser adalah ada ukuran atau norma yang
diterima secara umum dimana tingkah laku dapat diperbandingkan.
 Responsibility, prinsip ini merupakan kemampuan untuk mencapai sesuatu
kebutuhan dan untuk berbuat dalam cara yang tidak merampas keinginan
orang lain dalam memenuhi kebutuhan mereka.
 Reality, dalam hal ini orang harus memahami bahwa ada dunia nyata
bahwa mereka harus memenuhi kebutuhan-kebutuhannya dalam kerangka
kerja tertentu.

72
3. Pribadi Bermasalah(failure identity)
Terdapat beberapa konsep pribadi yang menyimpang dalam konseling
realitas, yaitu:
a. Identitas gagal (failure identity)
Individu gagal memenuhi salah satu atau semua kebutuhan dasar dan gagal
terlibat dengan orang lain sebagai prasyarat biologis memuaskan
kebutuhan dasar.
b. Keterlibatan dengan diri
Kekurangan keterlibatan dengan orang lain akan mempengaruhi pada
kekurangmampuan memenuhi kebutuhan dan lebih jauh orang akan
mengarah ke pengaburan kebutuhan dan ketidakjelasan identitas sosialnya.
c. Kegagalan orang tua atau orang yang bermakna
Terpenuhinya kebutuhan bergantung pada orang tua dan orang yang
bermakna. Orang tua yang tidak melibatkan diri secara tepat harus merasa
bertanggung jawab atas kegagalan anaknya.
d. Individu tidak belajar
Tingkah laku gagal pada dasarnya sebagai hasil dari anak-anak yang tidak
belajar untuk memenuhi kebutuhannya melalui terlibat dengan orang lain.
Jika individu telah belajar bagaimana memenuhi kebutuhan dan ternyata
keadaan berubah dan mempengaruhi kemampuannya untuk berperilaku,
maka bukan keadaan yang mempengaruhi melainkan kurang terlibatnya
individu dengan orang lain.

D. HAKEKAT KONSELING
Pendekatan realita merupakan pendekatan praktis dalam konseling yang
berdasar kepada teori dan penelitian.Membantu konseli untuk mengambil
pilihan terbaik dari hidupnya. Membantu konseli membuat pilihan-pilihan
dan tentunya konselor hendaknya focus pada pilihan yang realistis, baik dan
bertanggung jawab.Hal lain yang terpenting dalam konseling adalah
penciptaan kondisi yang aman dan nyaman melalui hubungan professional
yang penuh keakraban. Sejalan dengan pendapat Capuzzi& Gross (2007)

73
bahwa untuk dapat memahami bagaimana agar perubahan dapat terjadi pada
diri konseli, perlu memahami pula prinsip-prinsip yang menyertai dalam teori
dan praktik dari konseling realita yaitu: konseling realita berorientasi
sekarang, menekankan pada pilihan, tindakan yang terkotrol dan pentingnya
akan suatu hubungan.
Konseling ini hanya sedikit sekali dalam memperhatikan keluhan,
kritikan, masa lalu konseli yang gagal, yaitu sebatas pada penjalinan
hubungan baikdan penerimaan terhadap konseli dan tidak ditelusuri lebih
dalam pada konseling.Apa yang menjadi fokus konseling realitas? Berikut
beberapa karakteristik yang mendasari pelaksanaan konseling realitas (Corey,
2009).

a. MenekankanPada Pilihan dan Tanggung Jawab


Konselor realitas menekankan pada pentingnya pilihan dan tanggung
jawab individu dalam berperilaku. Karena individu memilih apa yang
dilakukan berarti bahwa individu tersebut hendaknya bertanggung jawab
terhadap perilaku yang dipilihnya. Untuk itu konselor hendaknya membantu
individu menyadari adanya fakta bahwa individu tersebut yang bertanggung
jawab terhadap apa yang dilakukannya.

b. Menolak Transferensi
Konselor realitas berupaya menjadi dirinya sendiri dalam proses
konseling. Untuk itu, ia dapat menggunakan hubungan untuk mengajar para
konseli bagaimana berinteraksi dengan orang lain dalam hidup mereka.
Transferensi merupakan cara konselor dan konseli menghindar untuk menjadi
diri mereka dan memiliki apa yang dikerjakan saat ini. Hal tersebut tidak
realistis bagi konselor untuk menjadi orang lain dan bukan dirinya sendiri.

c. Penekanan Konseling pada Saat Sekarang


Beberapa konseli datang ke konseling yakin bahwa masalahanya
berawal dari masa lalu dan mereka harus merevisi masa lalu tersebut agar

74
mereka dapat terbantu melalui konseling. Glasser meyakini bahwa kita adalah
produk masa lalu kita tetapi kita bukan korban masa lalu kecuali kita memilih
untuk menjadi korban masa lalu tersebut. Glasser tidak menyetujui
pandangan bahwa kita harus memahami dan merevisi masa lalu agar dapat
berfungsi dengan baik saat ini. Menurutnya, kesalahan apapun yang dibuat
pada masa lalu tidaklah berhubungan dengan masa sekarang. Kita dapat
memuaskan kebutuhan kita pada saat sekarang.Konseling realitas tidak
menolak sepenuhnya masa lalu. Jika konseli ingin berbicara tentang
keberhasilan masa lalunya atau hubungan yang baik pada masa lalu, konselor
akan mendengarkan karena hal tersebut mungkin diulang pada masa
sekarang. Konselor akan menggunakan waktu hanya secukupnya bagi
kegagalan masa lalu konseli untuk meyakinkan para konseli bahwa konselor
tidak menolak mereka. Sesegera mungkin konselor memberitahu konseli ”apa
yang terjadi sudah selesai, itu tidak bisa diubah. Semakin banyak waktu yang
kita gunakan untuk menoleh ke belakang, maka semakin kita mneghindari
untuk melihat masa depan”.

d. Penghindaran Fokuspada Gejala-gejala


Pemusatan pada gejala-gejala perilaku bermasalah akan melindungi
konseli dari kenyataan hubungan saat ini yang tidak memuaskan. Oleh karena
itu konselor realitas meluangkan waktu sesedikit mungkin terhadap gejala-
gejala perilaku bermasalah tersebut karena hal tersebut hanya berlangsung
selama gejala-gejala tersebut diperlukan untuk menangani hubungan yang
tidak memuaskan atau ketidakpuasan pemenuhan kebutuhan dasar.

e. Menentang PandanganTradisional Mengenai Sakit Jiwa


Konselor realitas menolak pandangan tradisional bahwa orang yang
memiliki gejala masalah fisik dan psikologis adalah orang sakit secara
mental. Glasser memperingatkan orang-orang untuk berhati-hati terhadap
psikiatri yang dapat membahayakan bagi kesehatan fisik dan mental (Glasser,
2000). Disamping itu, ia mengkritik penetapan psikiatrik yang banyak

75
bersandar pada klasifikasi dan statistik gangguan mental untuk diagnosis dan
pemberian bantuannya.

E. KONDISI PENGUBAHAN
1. Tujuan Konseling
Tujuan konseling tidak jauh berbeda dengan tujuan dari hakikat
kehidupan manusia menurut pandangan konseling realita ini.Yaitu
memperoleh identitas sukses, untuk itu maka perlu tanggung jawab dari
konseli itu sendiri.Ringkasnya konseling realita memfasilitasi individu
dengan identitas gagal menuju pemerolehan identitas sukses yang
menyenangkan dan memuaskan.Untuk membantu menemukan cara yang
lebih baik untuk memenuhi kebutuhan mereka untuk bertahan hidup, cinta
dan memiliki, kekuatan, kebebasan, dan menyenangkan. Perubahan perilaku
harus menghasilkan kepuasan dari kebutuhan dasar.
Tujuan lain selain perubahan perilaku meliputi pertumbuhan pribadi,
perbaikan, gaya hidup yang meningkat, dan membuat keputusan yang lebih
baik.Untuk membantu konseli mendapatkan kekuatan psikologis untuk
menerima tanggung jawab pribadi untuk hidup mereka dan membantu mereka
dalam belajar cara untuk mendapatkan kembali kendali atas hidup mereka
dan untuk hidup lebih efektif.Konseli ditantang untuk memeriksa apa yang
mereka lakukan, berpikir, dan merasa untuk mencari tahu apakah ada cara
yang lebih baik bagi mereka untuk menjalankan fungsinya sebagai pribadi
yang lebih baik. Konseli melakukan evaluasi diri masing-masing komponen
perilaku untuk menentukan apakah mereka ingin mengubah.

2. Konselor
Konselor berperan sebagai:
a. Pencipta hubungan yang nyaman, kalau hubungan sudah nyaman maka
kedekatan akan tercipta, bila kedekatan tercipta maka konselor akan dapat
membantu para konseli untuk mendekatkan diri dengan orang-orang dan
aktifitas-aktifitas yang mereka perlukan.

76
b. Moralist; konselor tidak menilai tingkah laku, tapi membimbing konseli
untuk mengevaluasi tingkah lakunya sendiri melalui keterlibatannya dan
dengan membuka tingkah laku yang sebenarnya secara terang-terangan.
Konselor diharapkan memberikan pujian apabila konseli bertindak sesuai
dengan cara yang bertanggung jawab dan menunjukkan ketidak setujuan
apabila mereka tidak bertindak demikian.
c. Advokat, sebagai seorang yang berada di pihak konseli. Meyakinkan para
konseli bahwa seberapa jelek keadaan pasti ada harapan. Bila keyakinan itu
bisa tercapai maka konseli akan merasa bahwa mereka tidak lagi sendiri dan
mungkin perubahan bisa terjadi.
d. Motivator, yang mendorong konseli untuk: (1) menerima dan memperoleh
keadaan nyata, baik dalam perbuatan maupun harapan yang ingin
dicapainya; dan (2) merangsang konseli untuk mampu mengambil
keputusan sendiri, sehingga konseli tidak menjadi individu yang hidup
selalu dalam ketergantungan yang dapat menyulitkan dirinya sendiri.
e. Penyalur tanggung jawab, sehingga: (1) keputusan terakhir berada di tangan
konseli; (2) konseli sadar bertanggung jawab dan objektif serta realistik
dalam menilai perilakunya sendiri.
f. Guru; yang berusaha mendidik konseli agar memperoleh berbagai
pengalaman dalam mencapai harapannya.
g. Pengikat janji (contractor); artinya peranan konselor punya batas-batas
kewenangan, baik berupa limit waktu, ruang lingkup kehidupan konseli
yang dapat dijajaki maupun akibat yang ditimbulkannya.

3. Konseli
Adapun pengalaman yang dialami konseli antara lain:
a. Konseli tidak diharapkanmengenang kembali masa lalu atau membicarakan
gejala-gejala. Waktu yang ada banyak digunakan untuk membicarakan
perasaan yang terpisah mengenai tindakan dan pemikiran yang menjadi
bagian tingkah laku keseluruhan yang dapat dikendalikan oleh para konseli.
b. Para konselor realitas akan sering mengajukan pertanyaan kepada para

77
konseliseperti ini: “Apakah yang sedang kamu pilih untuk kamu lakukan
membawa kamu lebih dekat dengan orang-orang yang ingin kamu dekati
saat ini?” “Apakah yang sedang kamu lakukan membuat kamu lebih dekat
dengan orang baru jika kamu sekarang tidak berhubungan dengan
siapapun?” Pertanyaan-pertanyaan ini adalah bagian dari proses evaluasi diri
yang menjadi landasan terapi realitas.
c. Para konseli dapat berharap untuk mengalami beberapa desakan dalam
terapi. Waktu sangatlah penting karena masing-masing tahap dilakukan.
Masing-masing tahap tidak perlu berlangsung lama. Para konseli harus
mampu berfikir, “Saya dapat menggunakan apa yang telah kita bicarakan
hari ini dalam kehidupan saya. Saya mampu membawa pengalaman-
pengalaman saya saat ini dalam terapi karena masalah-masalah saya terjadi
di masa sekarang dan konselor saya tidak akan membiarkan saya lari dari
kenyataan itu.

F. MEKANISME PENGUBAHAN

78
Gambar 2 Cycle of counseling
(Sumber: Capuzzy & Gross, 2007:15)

Dari gambar dapat diketahui bahwa praktek terapi realitas dapat


dikonseptualisasi dengan baik sebagai siklus konseling yang terdiri dari dua
komponen utama: (1) menciptakan lingkungan konseling dan (2) menerapkan
prosedur-prosedur khusus yang mendorong perubahan sikap. Seni konseling
adalah mendorong komponen-komponen ini dengan cara mendorong konseli
mengevaluasi kehidupan mereka dan memutuskan untuk beralih pada arah
yang lebih efektif.

Siklus terdiri atas dua konsep umum: Lingkungan yang kondusif untuk
berubah dan prosedur yang lebih tegas/eksplisit yang dirancang untuk
memudahkan perubahan. Model ini dirancang untuk digunakan pada para
siswa, konseli dan hubungan antarmanusia lainnya.Seperti ditandai pada
gambar, lingkungan adalah pondasi yang di atasnya penggunaan prosedur
yang efektif didasarkan. Meskipun pada umumnya diperlukan untuk
menciptakan rasa aman, lingkungan hendaknya bersahabat: sebelum
perubahan dapat terjadi, " Siklus" dapat dimulai pada titik manapun. Jadi,
penggunaan siklus tidak terjadi dalam penunjukan langkah yang terkunci atau
mati.Membangun suatu hubungan menyiratkan pengembangan dan
pemeliharaan suatu hubungan profesional.Metoda untuk memenuhi ini
meliputi beberapa usaha pada pihak konselor terkait dengan lingkungan dan
prosedur.

1. Situasi Hubungan/Lingkungan
Kedekatan konselor dengan konseli adalah hal dasar untuk menciptakan
hubungan yang berhasil. Dalam penjelasannya mengenai siklus konseling
Wubbolding dalam Corey (2009) mengidentifikasi cara-cara khusus bagi para
konselor untuk menciptakan sebuah iklim yang mendorong kedekatan dengan

79
konseli. Beberapa pendekatan untuk menciptakan lingkungan terapi adalah
termasuk penggunaan sikap yang ada, penundaan penilaian terhadap konseli,
menggunakan humor dengan tepat, menjadi seorang konselor, menjaga
kerahasiaan, mendengarkan berbagai keluhan konseli, mendengarkan
themanya, merangkum dan memfokuskan, dan menjadi seorang praktisi etis.
Dasar intervensi terapi adalah untuk bekerja dalam lingkungan yang adil,
hangat, ramah, dan dapat dipercaya
Konselor membangun kedekatan diatas kepercayaan dan pengharapan
melalui keakraban, keteguhan dan kewajaran.Konseli harus mengetahui
bahwa konselor cukup mempedulikan untuk menerima mereka dan untuk
membantu mereka memenuhi kebutuhan mereka dalam dunia nyata. Kedua-
duanya, keterlibatan dan kepedulian untuk konseli, dipertunjukkan sepanjang
proses. Begitu keterlibatan ini telah dibentuk, konselor mengkonfrontasi
konseli dengan kenyataan dan konsekuensi tindakan mereka. Sepanjang
konseling konselor menghindari kritik, menolak untuk menerima pemaafan
konseli dalam hal tidak menjalankan rencana yang telah disetujui, dan tidak
memberikannya dengan mudah pada konseli. Sebagai gantinya, konselor
secara terus menerus membantu konseli untuk mengevaluasi kepantasan dan
efektivitas perilaku mereka.
Sebaliknya adapun hal yang hendaknya di hindari dalam penciptaan
ilkim konseling yang kondusif yaitu Membantah, mengelola model boss,
menyalahkan, mengritik atau memaksa, merendahkan, mendorong atau
memberi peluang pemaafan(excuses), menakut-nakuti, atau meremehkan.
Hal-hal ini sebaiknya di hindari karena konseli tidak merasa diterima dan
proses konseling tidak akan berjalan dengan baik.

2. Prosedur Konseling Realita


Setelah kedekatan dan lingkungan tercipta dengan kondusif selanjutnya,
konseling realita harus lebih memusatkan pada tindakan sekarang dan bukan
pada perasaan.Karena sebagaimana yang dijelaskan di atas bahwa aspek dari
tingkah laku itu terdiri dari tindakan, pikiran, perasaan dan fisiologi namun

80
yang memang dapat dikendalikan adalah tindakan dan pikiran seseorang,
maka titik fokusnya adalah pada tindakan dan pikiran.Lalu konselor mulai
mengeksplorasi keinginan-keinginan konseli.
Selanjutnya fokus pada bagaimana konseli dapat membuat pilihan yang
lebih baik. Ada banyak pilihan yang tersedia yang tidak disadari oleh konseli
dan konselor menjelaskan pilihan-pilihan tersebut. Para konseli mungkin
terjebak dalam kesengsaraan, kesalahan di masa lalu tetapi mereka dapat
memilih untuk berubah bahkan jika orang lain dalam hubungan tidak
berubah.
Konselor realitas menjelaskan prinsip-prinsip teori pilihan kepada
konseli, membantu konseli mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan dasar,
menemukan dunia berkualitas konseli, dan akhirnya membantu konseli
memahami bahwa mereka sedang memilih tingkah laku baru yang lebih
efektif, karena konseli sendiri yang memilih berarti dia juga yang
bertanggung jawab. Dalam setiap kasus, ketika konseli membuat sebuah
perubahan, maka hal tersebut adalah pilihan mereka. Dengan bantuan dari
konselor, konseli belajar untuk membuat pilihan yang lebih baik daripada
pilihan mereka sendiri.Melalui proses ini, para konseli belajar bahwa segala
sesutu tidak begitu saja terjadi. Dengan perencanaan, konseli mampu
mengendalikan hidup mereka dengan lebih efektif.
Prosedur “WDEP”:
Prosedur yang spesifik dari praktik konseling realitas ini oleh
Wubbolding diringkas dalam model " WDEP", yang mengacu pada serumpun
strategi sebagaimana berikut:
W = ingin: menyelidiki keinginan, kebutuhan, dan persepsi.
D =arah dan perbuatan: memusatkan pada apa yang klien lakukan dan
arah (tujuan perbuatan) yang membawa mereka pada permasalahan.
E =evaluasi: menantang klien untuk membuat suatu evaluasi tentang
perilaku total mereka.

81
P = perencanaan dan komitmen: membantu klien dalam merumuskan
rencana realistis dan pembuatan suatu komitmen untuk
menyelesaikannya.

a. Keinginan, Kebutuhan dan Persepsi


1) Konselor mengeksplorasi dan menyelidiki kekurangan/keinginan,
kebutuhan & persepsi: mendiskusikan gambaran album mental atau
dunia kualitasnya, yaitu: dalam hal merancang tujuan, gambaran
terpenuhi & tak terpenuhi, kebutuhan, sudut pandang dan hal yang
menurut konseli mengendalikan semuanya.Berikut ini adalah beberapa
pertanyaan yang berguna untuk membantu para klien menunjukkan
keinginan mereka yang dikutip dari (Corey, 2009):
 Jika ada seseorang yang anda harapkan ada, orang seperti apa yang
anda inginkan?
 Keluarga seperti apa yang mungkin anda miliki jika keinginan anda
dan keinginan keluarga sama?
 Apa yang anda lakukan jika anda hidup di dunia yang anda inginkan?
 Apakah anda sungguh-sungguh ingin merubah hidup anda?
 Apa yang tidak ingin anda dapatkan dalam hidup?
 Apa yang akan membuat anda berhenti membuat perubahan yang
anda inginkan?

Pertanyaan-pertanyaan tersebut membentuk dasar penerapan


prosedur lain dalam terapi realitas. Mengetahui pertanyaan-pertanyaan
apa yang diajukan, bagaimana cara menanyakannya, dan kapan
ditanyakan merupakan sebuah seni bagi konselor.

82
2) Berbagi keinginan & persepsi: konselor meminta konseli untuk
menceeritakan apa yang konseli inginkan dari mereka dan bagaimana
konseli memandang situasi mereka, perilaku, keinginan, dan lain lain.
3) Dapatkan suatu komitmen: Membantu mereka mengerahkan niat dan
keinginan mereka untuk menemukan perilaku yang lebih
efektif.Wubbolding dalam Capuzzi & Gross (2007) mengidentifikasi dan
memaparkan lima level komitmen yang diungkapkan oleh konseli:
 Pertama : “saya tidak ingin melakukannya” pernyataan ini jelas
menggambarkan bahwa konseli enggan dan menarik diri dari
konseling. Mungkin ia terpaksa dalam melakukan konseling atau
psikoterapi.
 Kedua : “saya ingin berhasil, tetapi tidak mau berusaha”
pernyataan inimengindikasikan bahwa konseli tidak ingin berubah dan
mungkin semula ia mengatakan akan melakukannya dalam
mendapatkan control yang efektif dan tanggung jawab pribadi.
 Ketiga : “saya akan mencoba, saya bisa” mencoba untuk membuat
perubahan yang lebih baik merupakan level tengah untuk berubah.
Masih, mencoba untuk keluar dari perilaku dasar dan hal ini tidak
sama denganmelakukan.
 Keempat : “saya akan melakukan yang terbaik”pada tahap ini,
seseorang lebih dari mencoba, dan berkomitmen untuk bertindak
secara spesifik. Namun meskipun sudah berkomitmen tapi masih ada
kemungkinan untuk gagal.
 Kelima : “saya akan melakukannya apapun akibatnya” ini adalah
level paling tinggi dalam berkomitmen diwujudkan dengan tidak
membuat alasan dan berpusat pada hasil.

b. Menyelidiki Perilaku Total dan arah Tindakan

83
Terapi realitas menekankan sikap saat ini dan memperhatikan peristiwa-
peristiwa masa lalu hanya sejauh hal tersebut mempengaruhi bagaimana para
klien bersikap. Fokus masa sekarang ditandai dengan pertanyaan yang sering
diajukan oleh konselor realitas: “Apa yang sedang anda lakukan?” meskipun
mungkin masalahnya berakar dari masa lalu, para klien perlu belajar
bagaimana mengatasinya di masa sekarang dengan mempelajari cara yang
lebih baik untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan. Masa lalu akan
dibahas jika akan membantu para klien merencanakan hal yang lebih baik
besok, membantu para klien untuk membuat pilihan-pilihan yang lebih
baik.Membantu mereka menguji arah hidup mereka, seperti pokok-pokok
bagaimana mereka menggunakan waktu mereka. Mendiskusikan wicara diri
(self-talk) yang tidak efektif dan yang efektif.
Mendengarkan pembicaraan klien mengenai perasaan mereka adalah
hal yang produktif tetapi hanya jika pembicaraan tersebut berhubungan
dengan apa yang sedang dilakukan. Bila diibaratkan mobil maka ketika lampu
darurat mobil menyala, pengendara mobil akan menyadari ada sesuatu yang
tidak beres dan tindakan spontan perlu dilakukan untuk mengatasi masalah.
Dengan cara yang sama, ketika para klien berbicara mengenai perasan yang
problematik, kebanyakan terapist realitas mengakui perasaan-perasaan ini.
Tetapi, daripada hanya fokus pada perasaan-perasaan ini, konselor lebih baik
mendorong para klien untuk mengambil tindakan dengan merubah apa yang
sedang mereka lakukan dan fikirkan. Akan lebih mudah untuk merubah apa
yang sedang kita lakukan dan fikirkan daripada merubah perasaan kita.

Menurut Glasser dalam Corey (2009) apa yang sedang kita lakukan
mudah untuk dilihat dan tidak mungkin disangkal sehingga hal ini
mendapatkan fokus yang tepat dalam terapi. Pembahasan yang berpusat pada
perasaan yang menghubungkannya dengan apa yang sedang dilakukan klien
adalah hal yang counterproductive.

c. Evaluasi

84
Hal yang melekat dalam konseling realita adalah membantu konseli
membuat evaluasi diri, dengan begitu konselor akan dapat membantu mereka
mengarahkan sikapnya kearah yang lebih produktif. Meminta konseli untuk
mengevaluasi masing-masing komponen dari sikap total mereka adalah tugas
utama terapi realitas. Tugas konselor adalah untuk meminta konseli
mengevaluasi kualitas tindakan-tindakan mereka dan membantu mereka
untuk membuat pilihan yang efektif. Seseorang tidak akan berubah sampai
dia mengetahui bahwa perubahan tersebut akan lebih menguntungkan. Tanpa
evaluasi diri yang jujur, klien tidak akan berubah. Sehingga, terapist realitas
menyerah dalam usaha mereka untuk membantu klien melakukan evaluasi
diri secara eksplisit dari masing-masing komponen sikap. Proses evaluasi
terhadap komponen-komponen tindakan, pemikiran, perasaan, dan fisiologis
dari tingkah laku keseluruhan berada dalam batasan tanggung jawab konseli.
Dalam konseling realita “tidak ada ampunan”, penekanan ini terutama
saat evaluasi karena tidak semua rencana dapat berhasil, maka konselor tidak
perlu mengeksplorasi alasan-alasan mengapa konseli gagal dalam melakukan
rencana yang dibuatnya. Oleh karena itu, konselor memusatkan perhatian
pada pengembangan rencana baru yang lebih cocok pada konseli untuk
mencapai tujuan. Disamping itu,
Konselor yang berorientasi konseling realitas “tidak akan memberikan
hukuman” pada konseli yang gagal melaksanakan rencananya sebab hukuman
tidak akan mengubah tingkah laku melainkan akan memperkuat identitas
gagal konseli. Glasser menekankan pentingnya konselor memberikan
kesempatan bagi konseli untuk mengalami kosekuensi alamiah atau akibat
logis dari kegagalannya. Untuk itu, konselor mendorong konseli untuk
bertangung jawab atas rencananya sendiri. Yang hendak dievaluasi pada
konseling realita ini meliputi hal-hal berikut: 1). Evaluasi arah perilaku; 2).
Evaluasi pada tindakan yang spesifik; 3). Evaluasi akan keinginan konseli; 4).
Evaluasi persepsi dari sudut pandang konseli; 5). Evaluasi arah tindakan baru;
dan 6). Evaluasi rencana.

85
d. Membuat Rencana:
Tugas yang paling penting dalam proses konseling yaitu membantu
para klien dalam mengidentifikasi cara-cara khusus untuk memenuhi
keinginan dan kebutuhan mereka. Sekali para klien menentukan apa yang
ingin mereka rubah, mereka umumnya siap untuk menunjukkan sikap lain
yang mungkin dilakukan dan menjalankan rencana tindakan. Proses
penbentukan dan pelaksanaan rencana membuat seseorang mampu untuk
memiliki kontrol yang efektif terhadap hidupnya. Jika rencana tidak berhasil
karena alasan apapun, maka konselor dan klien harus berkerjasama untuk
membuat rencana yang berbeda. Rencana tersebut memberikan langkah awal
bagi klien tetapi rencana itu dapat dirubah jika dibutuhkan. Melalui tahap
perencanaan ini, konselor terus mendesak klien untuk mau menerima
konsekwensi dari pilihan dan tindakannya sendiri. Pada gambar 2 diatas
Wubbolding membuat akronim untuk kriteria perencanaan yang baik dalam
konseling realita yang di sebut SAMI2C3:

S Simple (sederhana) : Rencana tidak rumit (sederhana)

A Attainable(dapat dicapai) :Jika rencana terlalu menyulitkan


atau terlalu panjang rentangnya, konseli akan kehilangan
semangatnya dan cenderung untuk tidak mengikuti lagi
rencanannya.

M Meassurable(dapat diukur) : suatu rencana hendaknya tepat dan


teliti.konseli didorong untuk menjabarkan jawaban yang jelas atas
pertanyaan “kapan kamu akan melakukannya?”

I Immediate(cepat) :suatu rencana dilakukan sesegera


mungkin

I Involved(melibatkan) :konselor terlibat jika keterlibatan itu


sesuai. keterlibatan, tentu saja, dalam batas-batas etis dan
memfasilitasi kemandirian klien daripada ketergantungan

86
C Controlled by client(dikendalikan oleh konseli) : perencanaan
yang efektif tidak tergantung pada tindakan orang lain tetapi
memungkinkan untuk dapat dikendalikan oleh konseli sendiri

C Committed (melakukan) : konselor atau terapis membantu


konseli berjanji untuk tegas untuk melaksanakan rencana ke dalam
tindakan

C Consistent (tetap) : rencana yang ideal hendaknya


tetap. rencana tunggal dapat dimulai, tetapi itu hendaknya rencana
yang efektif dan dapat dilakukan berulang

3. Teknik-teknik konseling

Yang utama pada konseling realitaadalah menjalin hubungan yang


dekatdan dibangun di atas KEPERCAYAAN dan PENGHARAPAN melalui
keakraban, keteguhan dan kewajaran.Konselor realita cenderung eklektik
alam menggunakan teknik-teknik dalam konseling. Adapun teknik-teknik
yang biasa di gunakan antara lain:

a. Menggunakan perilaku menghadiri atau memperhatikan (attending):


kontak mata, postur, ketrampilan mendengarkan yang efektif.
b. AB= " Selalu Jadilah…” (Always Be…): konsisten, ramah dan tenang,
meyakinkankan bahwa ada harapan bagi peningkatan (improvement),
bergairah/antusias ( berpikir secara positif).
c. Menahan diri dari menilai atau menghakimi: menghindari memandang
perilaku dari sudut pandang negatif yang merendahkan, menghindari
hukuman.
d. Lakukan yang tak diduga: Penggunaan teknik paradoks (paradoxical
techniques) cocok dalam hal ini; demikian halnya reframing dan
prescribing. Untuk mengkonfrontasi terhadap tindakan konseli yang tidak
realistis.
e. Menggunakan humor: Bantu mereka memenuhi kebutuhan untuk senang
dalam batasan-batasan layak.

87
f. Tetapkan batasan-batasan: hubungan adalah profesional.
g. Pengungkapan diriSelf-disclosure dengan tidak melewati batas sangat
menolong; menyesuaikan terhadap gaya pribadi yang dimiliki.
h. Mendengarkanuntuk bermethafora: Gunakan figur mereka atas ucapan,
pikiran, dan lainnya.
i. Mendengarkan Tema-tema: Dengarkan perilaku mana yang sudah
membantu, pertimbangan nilai, dll.
j. Meringkas & Fokus: Satukan apa yang mereka katakan dengan
memusatkan pada mereka dari pada atas " Dunia Nyata”.
k. Dukunga atau Memaksakan Konsekuensi: Layaknya mereka bertanggung
jawab atas perilaku mereka sendiri.
l. Mengijinkan atau memberi kesempatan diam: Ini mengijinkan mereka
untuk berpikir, seperti halnya untuk mengambil tanggung jawab.
m. Menunjukkan empati: merasakan seperti halnya orang yang dibantu itu.
n. Etis: Pelajari Kode Etik dan kemudian mengaplikasikannya, seperti dalam
hal, bagaimana cara menangani ancaman bunuh diri atau kecenderungan
kejam.
o. Ciptakan antisipasi dan mengkomunikasikan harapan. Konseli harus diajar
bahwa sesuatu akan menjadi baik jika mereka mau bekerja.
p. Praktek manajemen memimpin, seperti: demokratis dalam menentukan
aturan.
q. Diskusikan kualitas: diskusi adalah teknik yang baik untuk membahas
rencan-rencana yang akan dilakukan.
r. Tingkatkan aneka pilihan: dengan adanya beraneka ragam pilihan maka
konseli akan merasa bayank dukungan dan amunisi untuk menjalankan
rencana yang teleh ia tentukan.
s. Bahaslah masalah sebagai masa lalu dan solusi sebagai masa sekarang dan
masa depan: dengan cara ini konseli di ajak untuk yakin bahwa
masalahnya adalah masa lalu dan sudah tidak dibahas, maka konseli diajak
untuk membangun tindakan yang bertanggung jawab dimasa sekarang dan
yang akan datang sebagai solusinya.

88
t. Menarik diri dari situasi yang bergejolak saat membantu: ketika membantu
klien maka konselor hendaknya menghindarkan diri dari gejolak diri.
u. Bicara tentang sesuatu diluar area masalah: dengan begitu konseli diajak
untuk optimis akan rencana-rencana yang akan dilakukan, dari pada
membicarakanpermasalahan yang dikuatirkan akan mengurung konseli
pada situasi emosionalnya.
v. Terhubung dengan pemikiran dan perasaanseseorang: yang dimaksudkan
disini adalah seseorang yang berhasil dalam mengatasi permasalahnnya,
bisa secara langsung, atau melalui bacaan-bacaan bahkan film yang
relevan.
w. Mintalahsolusi: dengan demikian konselor bisa menanamkan tanggung
jawab pada konseli karena solusi itu sendiri pada hakikatnya datang dari
konseli maka konselilah yang tanggung jawab atas tindakan barunya yang
lebih konstruktif.
x. Menggunakan teknik kaset rusak: Yang harus dilakukan konselor adalah
tegas, namun tenang, jaga dengan volume, intonasi, nada dan kata-kata
yang sama mengulangi secara berulang-ulang (seperti kaset rusak), pesan
atau perintahyang harus dipenuhi oleh konseli supaya konseli kembali
pada tindakan yang konstruktif.

G. KELEMAHAN DAN KELEBIHAN


1. Kelebihankonseling realita
a. Sebagai pendekatan jangka pendek, konseling realita dapat diberlakukan
bagi konseli dalam cakupan luas.
b. Pendekatan ini menyediakan suatu struktur untuk konseli dan konselor
dalam mengevaluasi derajat dan naturalitas perubahan.
c. Teori ini terdiri atas konsep sederhana dan jelas yang mudah dipahami
oleh banyak orang dalam berbagai bidang jasa, dan prinsip-prinsipnya
dapat digunakan oleh orang tua, para guru, pelayan/pejasa bantuan,
pendidik, para manajer, konsultan, para penyelia, karyawan
kemasyarakatan, dan konselor.

89
d. Sebagai pendekatan positif dan berorientasi tindakan, pendekatan ini
memberikan tawaran bagi berbagai konseli yang secara khas dipandang
sebagai "sukar untuk menerima perlakukan."
e. Jantung konseling realita yaitu menerima tanggung jawab pribadi dan
pemerolehan kendali yang lebih efektif. Setiap orang mempunyai
tanggung jawab pada hidup mereka bukannya menjadi korban keadaan di
luar kendali mereka.
f. Pendekatan konseling ini mengajar konseli untuk memusatkan pada apa
yang mereka mampu dan ingin lakukan saat ini untuk mengubah perilaku
mereka.

2. Kelemahankonseling realita
a. Tidak memberikan penekanan yang penting terhadap peranan aspek-aspek
proses konseling berikut ini: ketidaksadaran, kelebihan di masa lalu dan
dampak trauma di masa kecil, nilai konselor dari impian, dan tempat
transferensi.
b. Terapi realitas banyak fokus pada kesadaran yang bukan merupakan faktor
penyebab konflik dan ketidaksadaran mempengaruhi bagaimana kita
berfikir, merasa, bersikap, dan memilih.
c. Berhubungan dengan impian bukanlah bagian dari konselor realitas.
Menurut Glasser, secara konselor menunjukkan impian bukanlah hal yang
bermanfaat.
d. Ada suatu kecenderungan pendekatan ini untuk mengurangi peran yang
rumit dari lingkungan sosial dan budaya seseorang dalam membentuk
perilaku. Mungkin ini lebih merupakan perlakuan yang berorientasi gejala
dan mengabaikan suatu explorasi isu emosional yang lebih dalam.

90
DAFTAR RUJUKAN

Burdenski, T.K. & Wubbolding, R.E. 2011. Extending Reality Therapy With
Focusing: A Humanistic Road For The Choice Theory Total Behavior
Car. International Journal of Choice Theory and Reality
Therapy,2011/XXXI (1):14-30.

Capuzzy, D. & Gross, D.R. 2007. Counseling and Psychotherapy: Theories and
Interventions. Upper saddle River, New jersey: Pearson prentice-hall.

Corey, G. 2009. Theory and Practice of Counseling and Psyhotherapy. Belmot,


CA: Brooks/Cole

91
TEORI DAN PENDEKATAN
KONSELING SOLUTION FOCUSED BRIEF THERAPY (SFBT).

A. SEJARAH PERKEMBANGAN
Salah satu pendekatan konseling dan psikoterapi yang dipengaruhi oleh
pemikiran postmodern adalah pendekatan Solution Focused Brief Therapy
(SFBT). Dalam beberapa literatur pendekatan SFBT juga disebut sebagai Terapi
Konstruktivis (Constructivist Therapy), ada pula yang menyebutnya dengan
Terapi Berfokus Solusi (Solution Focused Therapy), selain itu juga disebut
Konseling Singkat Berfokus Solusi (Solution Focused Brief Counseling) dari
semua sebutan untuk SFBT sejatinya semuanya merupakan pendekatan yang
didasari oleh filosofi postmodern sebagai landasan konseptual pendekatan-
pendekatan tersebut.
Banyak tokoh yang memberikan konstribusi terhadap perkembangan
SFBT sejak tahun 1970an seperti Steve de Shazer, Bill O'Hanlon, Michele
Weiner-Davis, dan Insoo Kim Berg. Pertama kali tulisan tentang brief therapy ada
pada tahun 1970an dan awal 1980an dan yang memberikan konstribusi penting
adalah Richard Fisch, John Weakland, Paul Watzlawick, dan Gregory Bateson
yang bekerja pada Mental Research Institute di Palo Alto, California (Fisch,
Weakland, & r Se gal, 1982 dalam Seligman,L. 2006).
Banyak pendekatan-pendekatan konseling lain juga memberikan
konstribusi penting terhadap SFBT seperti Brief psychodynamic psychotherapy,
Behavioral dan terapi cognitive-behavioral, S i n g l e S e s s i o n Therapy serta
Family therapy. Pendekatan-pendekatan ini lebih memfokuskan bagaimana
masalah klien bisa diatasi dan kurang memperhatikan sejarah masa lalu klien.

92
Pada tahun 1980-an dan 1990-an, Steve de Shazer (1985, 1988), Insoo
Kim Berg (Dejong & Berg, 2002), O'Hanlon Bill, dan Michele Weiner-Davis
(O'Hanlon &-Weiner Davis, 1989; Weiner-Davis , 1992) juga memberikan
kontribusi penting untuk SFBT. Namun Solution Focused Brief Therapy (SFBT)
pertama kali dipelopori oleh Insoo Kim Berg dan Steve De Shazer. Keduanya
adalah direktur eksekutif dan peneliti senior di lembaga nirlaba yang disebut Brief
Family Therapy Center (BFTC) di Milwaukee, Wisconsin, Amerika Serikat pada
akhir tahun 1982.
Insoo Kim Berg adalah juru bicara terapi yang berorientasi solusi yang
sangat berpengaruh. Ia memulai karya-karyanya pada pertengahan tahun 1980an
hingga kini ia telah menerbitkan buku-buku dan rekaman video tentang pendekatan
berfokus solusi. Sebagai seorang Amerika yang bertanah air Korea, Insoo Kim Berg
mengembangkan pengaruh warisan budaya timur dari nenek moyangnya dengan
pengalaman pelatihan sebagai pekerja sosial di barat. Hasilnya adalah sebuah
pendekatan psikoterapi yang merupakan perpaduan kreatif antara
menumbuhkembangkan kesadaran dan proses membuat pilihan perubahan.
O'Hanlon dan Weiner-Davis dipengaruhi oleh karya de Shazer dan Berg,
juga memberikan konstribusi yang disebut solution-oriented brief therapy. Therapy
mereka membantu orang untuk fokus pada tujuan masa depan. O'Hanlon dan
Weiner-Davis tidak peduli dengan bagaimana permasalahan muncul atau
bagaimana mereka dipertahankan tetapi hanya peduli dengan bagaimana masalah
itu akan dipecahkan. Dengan membuat gambaran dari apa yang mungkin akan
dilakukan untuk meningkatkan kesadaran akan potensi mereka dan berusaha
mengubah sudut pandang dan tindakan klien sehingga mereka dapat menemukan
solusi.
Secara filosofis, pendektan SFBT didasari oleh suatu pandangan bahwa
sejatinya kebenaran dan realitas bukanlah suatu yang bersifat absolute namun
realitas dan kebenaran itu dapat dikonstruksikan. Pada dasarnya semua pengetahuan
bersifat relatif karena ia selalu ditentukan oleh konstruk, budaya, bahasa atau teori
yang kita terapkan pada suatu fenomen tertentu. Dengan demikian, realitas dan
kebenaran yang kita bangun (realitas yang kita konstruksikan) adalah hasil dari

93
budaya dan bahasa kita. Apa yang dikemukakan tersebut merupakan beberapa
pandangan yang dilontarkan oleh para penganut konstruktivisme sosial yang
mengembangkan paradigmanya berdasarkan filosofis postmodern. Dalam perspektif
terapeutik, konstruktivisme social merupakan sebuah perspektif terapeutik dengan
suatu pandangan postmodern yang menekankan pada realitas konseli tanpa
memperdebatkan apakah hal tersebut akurat atau rasional ( Weishaar, 1993 dalam
Corey 2005). Artinya bahwa pandangan postmodern melihat bahwa pengetahuan
hanya sebuah konstruksi sosial saja.
Bagi orang-orang konstruksionisme sosial, realitas didasarkan pada
penggunaan bahasa dan umumnya merupakan fungsi situasi dimana orang-orang
itu sendiri tinggal. Contohnya ketika seseorang merasa depresi, maka seketika itu
dia mendefinisikan atau dia adopsi bahwa dirinya sedang depresi. Ketika sebuah
definisi tentang diri telah diadopsi, akan sulit bagi individu tersebut untuk
mengenali adanya perilaku yang berlawanan dengan definisi tersebut; contoh,
sulit bagi seseorang yang menderita depresi untuk menyadari dan menghargai
adanya masa-masa didalam hidupnya dimana suasana hati/mood merasa baik atau
senang (Corey,2005:385)
Dalam pemikiran postmodern, bahasa dan penggunaannya menciptakan
makna dalam cerita-cerita yang disampaikan oleh individu. Dengan demikian
akan terdapat banyak sekali makna-makna cerita sebanyak orang-orang
menceritakan kisah tersebut dan masing-masing cerita tersebut benar bagi orang
yang menceritakannya. Pemikiran postmodern tersebut memberikan dampak
terhadap perkembangan teori konseling dan psikoterapi serta mempengaruhi
praktik konseling dan psikoterapi kontemporer.

B. HAKEKAT MANUSIA
SFBT mempunyai asumsi-asumsi bahwa manusia itu sehat, mampu
(kompeten), memiliki kapasitas untuk membangun, merancang ataupun
mengkonstruksikan solusi-solusi, sehingga individu tersebut tidak terus menerus
berkutat dalam problem-problem yang sedang ia hadapi. Manusia tidak perlu

94
terpaku pada masalah, namun ia lebih berfokus pada solusi, bertindak dan
mewujudkan solusi yang ia inginkan.
De shazer (1988,1991) berpendapat bahwa tidaklah penting untuk
mengetahui penyebab dari suatu masalah untuk dapat menyelesaikannya dan
bahwa tidak ada hubungan antara masalah-masalah dan solusi-solusinya.
Mengumpulkan informasi tentang suatu masalah tidaklah penting untuk terjadinya
suatu perubahan. Jika mengetahui dan memahami masalah bukanlah sesuatu yang
penting, maka mencari solusi-solusi yang “benar” adalah penting. Beberapa
orang mungkin memikirkan bermacam-macam solusi, dan apa yang benar untuk
satu orang mungkin dapat tidak benar untuk yang lainnya. Dalam SFBT, konseli
memilih tujuan-tujuan yang mereka ingin capai dalam terapi, dan diberikan sedikit
perhatian terhadap diagnosis, pembicaraan tentang sejarah, atau eksplorasi
masalah (Bertolino & O`Hanlon, 2002; Gingerich&Elisengart,2000;
O`Hanlon&Weiner-Davis, 1989 dalam Corey,2005).
Berikut ini beberapa asumsi dasar tentang SFBT ( Corey, 2005)
1. Individu yang datang ke terapi mampu berprilaku efektif meskipun kelakuan
keefektifan ini mungkin dihalangi sementara oleh pandangan negatif
2. Ada keuntungan-keuntungan untuk sebuah fokus positif pada solusi dan pada
masa depan.
3. Ada penyangkalan pada setiap problem. Dengan membicarakan
penyangkalan-penyangkalan ini, klien dapat mengontrol apa yang terlihat
menjadi sebuah problem yang tidak mungkin diatasi, penyangkalan ini
memungkinkan terciptanya sebuah solusi.
4. Klien sering hanya menampilkan satu sisi dari diri mereka, SFBT mengajak
klien untuk menyelidiki sisi lain dari cerita yang sedang mereka tampilkan.
5. Perubahan kecil adalah cara untuk mendapatkan perubahan yang lebih besar.
Setiap problem dipecahkan sekali dalam satu langkah
6. Klien yang ingin berubah mempunyai kapasitas untuk berubah dan
mengerjakan yang terbaik untuk membuat suatu perubahan itu terjadi.
7. Klien dapat dipercaya pada niat mereka untuk memecahkan problem. Tiap
individu adalah unik dan demikian juga untuk tiap-tiap solusi.

95
C. PERKEMBANGAN PERILAKU
1. Pribadi Sehat dan Bermasalah
a. Pribadi sehat
 Pribadi yang mampu (kompeten), memiliki kapasitas untuk
membangun, merancang ataupun mengkonstruksikan solusi-solusi,
sehingga individu tersebut tidak terus menerus berkutat dalam
problem-problem yang sedang ia hadapi.
 Pribadi yang tidak terpaku pada masalah, namun ia lebih berfokus
pada solusi, bertindak dan mewujudkan solusi yang ia inginkan.
b. Pribadi bermasalah
 Individu menjadi bermasalah karena ketidak efektifannya dalam
mencari dan melakukan atau menggunakan solusi yang dibuatnya.
 Individu menjadi bermasalah karena ia meyakini bahwa
ketidakbahagiaan atau ketidak sejahteraan ini berpangkal pada
dirinya. Misalnya bagaimana ia memandang dirinya, memurukkan
dirinya yang kemudian individu itu sendirilah yang mengkonstruk
kisah (cerita) yang ia beri label “masalah” dan bukan
mengkonstruk “ kekuatan dan kemampuan diri” yang berguna bagi
penyelesaian masalahnya.

D. HAKEKAT KONSELING
1. Proses Konseling
Walter dan Peller 1992 (dalam Corey,2005) menggambarkan empat
langkah yang mencirikan proses SFBT:

96
a. Menemukan apa yang klien inginkan dari pada mencari sesuatu yang
tidak mereka inginkan
b. Jangan mencari masalah dan jangan berusaha untuk melemahkan klien
dengan memberi mereka label diagnose
c. Jika apa yang dilakukan klien tidak mengalami kemajuan, konselor
menyemangati mereka untuk bereksperimen dengan melakukan suatu
yang berbeda.
d. Meringkas proses terapi pada setiap sesi agar terlihat satu-satunya sesi
atau sesi terakhir.
Proses kolaborasi klien dengan konselor dalam membangun solusi
tidak hanya membutuhkan sedikit teknik. Model SFBT menghendaki
setiap orang bisa menerima dan menolong diri mereka sendiri dalam
menciptakan sebuah solusi permasalahan.
De Shazer (1991) yakin bahwa klien dapat menemukan solusi dari
masalah-masalah mereka. Pendekatan ini berbeda dengan pendekatan
tradisonal dalam memecahkan masalah hal ini dapat dilihat dari kerangka
pendekatan untuk memecahkan masalah (De Jong & Berg, 2002):
a. Klien diberi kesempatan untuk menjelaskan masalah-masalah mereka,
terapis mendengarkan dengan penuh hormat dan klien hati-hati
menjawab pertanyaan terapis, “Bagaimana saya bisa bermanfaat bagi
anda?”
b. Terapis bekerja dengan klien dalam mengembangkan tujuan-tujuan
sesegera mungkin. “Apa yang berbeda dalam hidup Anda ketika
masalah anda terpecahkan?”
c. Terapis meminta klien tentang menceritakan masalah-masalah yang
belum diatasi. Klien dibantu dengan penekanan khusus pada apa yang
mereka lakukan untuk membuat suatu peristiwa terjadi.
d. Pada setiap akhir percakapan solusi, terapis menawarkan umpan balik,
memberikan dorongan, dan menunjukkan apa yang bisa diamati klien
sebelum sesi berikutnya untuk memecahkan masalah mereka.

97
e. Terapis dan klien mengevaluasi kemajuan yang dibuat dalam mencapai
solusi dengan menggunakan skala penilaian.
2. Teknik-Teknik Konseling
Dalam aplikasinya, pendekatan SFBT memiliki beberapa teknik intervensi
khusus. Teknik ini dirancang dan dikembangkan dalam rangka membantu
konseli untuk secara sadar membuat solusi atas permasalahan yang ia
hadapi. Bebrapa teknik dari SFBT ( Corey, 2005; Capuzzi dan Gross,
2003) adalah:
a. Pertanyaan pengecualian (Exception Question)
Terapi SFBT menanyakan pertanyaan-pertanyaan exception untuk
mengarahkan konseli pada waktu ketika masalah tersebut tidak ada.
Exception merupakan pengalaman-pengalaman masa lalu dalam hidup
konseli ketika pantas mempunyai beberapa harapan masalah tersebut
terjadi, tetapi bagaimanapun juga tetap tidak terjadi (de Shazer, 1985
dalam Corey 2005). Eksplorasi ini mengingatkan konseli bahwa
masalah-masalah tidak semua kuat dan tidak selamanya ada, hal itu
juga mamberikan suatu tempat dari kesempatan untuk menimbulkan
sumber daya, menggunakan kekuatan-kekuatan dan menempatkan
solusi-solusi yang mungkin.
b. Pertanyaan Keajaiban (Miracle Question)
Meminta konseli untuk mempertimbangkan bahwa suatu keajaiban
membuka suatu tempat untuk kemungkinan-kemungkinan dimasa
depan. Konseli di dorong untuk membiarkan dirinya sendiri bermimpi
tentang suatu cara/jalan untuk mengidentifikasi jenis-jenis perubahan
yang paling mereka inginkan. Pertanyaan ini memiliki fokus masa
depan dimana konseli dapat mulai untuk mempertimbangkan
kehidupan yang berbeda yang tidak didominasi oleh masalah-masalah
masa lalu dan sekarang kearah pemuasan hidup yang lebih dimasa
mendatang.
c. Pertanyaan Berskala (Scalling Question)

98
Scalling Question Memungkinkan konseli untuk lebih memperhatikan
apa yang mereka telah lakukan dan bagaimana meraka dapat
mengambil langkah yang akan mengarahkan pada perubahan-
perubahan yang mereka inginkan. Terapis SFBT selalu menggunaka
Scalling Question ketika perubahan dalam pengalaman seseorang tidak
dapat diamati dengan mudah seperti perasaan, suasana hati (mood),
atau komunikasi.
d. Rumusan Tugas Sesi Pertama (Formula Fist Session Task/FFST)
FFST adalah suatu format tugas yang diberikan oleh terapis kepada
konseli untuk diselesaikan pada antara sesi pertama dan sesi kedua.
Terapis dapat berkata : “ diantara saat ini dan pertemuan kita
selanjutnya, saya berharap anda dapat mengamati sehingga anda dapat
menjelaskan pada saya pada pertemuan yang akan datang, tentang apa
yang terjadi pada (keluarga, hidup, pernikahan, hubungan) anda yang
diharapkan terus terjadi” (de Shazeer, 1985 dalam Corey 2005). Pada
sesi kedua, konseli dapat ditanya tentang apa yang telah mereka amati
dan apa yang mereka inginkan dapat terjadi dimasa mendatang.
e. Umpan Balik (Feedback)
Para praktisi SFBT pada umumnya mengambil waktu 5 sampai 10
menit pada akhir setiap sesi untuk menyusun suatu ringkasan pesan
untuk konseli. Selama waktu ini terapis memformulasikan umpan balik
yang akan diberikan pada konseli. Dalam pemberian umpan balik ini
memiliki tiga bagian dasar yaitu sebagai pujian, jembatan penghubung
dan pemberian tugas.

E. KONDISI PENGUBAHAN
1. Tujuan
Dalam pendekatan SFBT, ada bebrapa konsep utama yang menjadi tujuan
terapeutik (Berg &Miller, 1992, Walter & Peller,1992 dalam Miller,
Hubble dan Duncan, 1996; Proschaska & Norcross, 2007 dalam Corey
2005). Adapun kriteria tersebut adalah:

99
a. Bersifat positif
Ungkapan tujuan yang terapiutik tidak berpusat pada kata-kata
negative. Ia mengandung kata “ maka, sebagai gantinya” (instead).
Sebagi contoh: ungkapan tujuan” saya akan meninggalkan kebiasaan
minum-minuman keras” atau “saya akan keluar dari depresi dan
ansietas”, belum cukup mencerminkan suasana positif. Suasana positif
baru tergambar dengan jelas ketika ungkapan tersebut bermuatan
tindakan positif yang akan dilakukan, sehingga menjadi “sebagai ganti
kebiasaan minum-minuman keras, saya berolahraga teratur lima kali
dalam sepekan”, “ sebagai ganti depresi dan ansietas, saya mengikuti
perkumpulan rohani setiap malam jum`at”.
b. Mengandung proses
Kata kunci mewakili proses bagaimana, pertanyaan bertajuk
bagaimana, semisal yang terwakili oleh pertanyaan “bagaiaman anda
akan melaksanakan alternatif yang lebih sehat dan lebih membuahkan
kebahagiaan ini?” perlu terimplisitkan juga dalam tujuan terapeutik.
Dalam tujuan terapeutik itu pula perlu terkandung jawaban atas
pertanyaan tersebut.
c. Merangkum gagasan tentang kurun waktu kini
Perubahan terjadi kini, bukan kemarin, bukan pula esok. Pertanyaan
sederhana yang bisa membantu adalah, “ setelah anda meninggalkan
hal yang lama hari ini, dan kemudian anda tetap berada pada jalur yang
tepat, hal apa yang akan anda lakukan dengan cara yang berbeda?
Apdengan cara pula yang akan anda katakan dengancara yang berbeda
kepada diri anda sendiri, hari ini juga, bukan esok?”
d. Bersifat praktis
Sifat praktis itu terwakili oleh jawaban yang memadai atas pertanyaan
“sejauh mana tujuan anda bias dicapai?”. Kata kunci disini adalah
dapat dicapai, dapat dilaksanakan. Konseli-konseli yang hanya
menginginkan pasangan meraka, karyawan mereka, orang tua mereka,
atau guru mereka berubah, tidak memiliki solusi yang dapat

100
dilaksanakan, dan mereka hanya akan ada dalam kehidupan yang
dimuati lebih banyak problem.
e. Berusaha untuk merumuskan tujuan sespesifik mungkin
Hal tersebut terwakili oleh jawaban yang memadai atas pertanyaan “
sespesifik apa andaakan melakukan pekerjaan anda?” tujuan yang
bersifat umum, global, abstrak atau ambigu, semisal yang terwakili
oleh ungkapan “ menggunakan waktu lebih banyak bersama
keluargaku”, tidak spesifik “ aku akan menggunakan waktu 15 menit
untuk berjalan-jalan dengan ayahku setiap sore”, atau “ aku akan
secara sukarela melatih regu sepak bola anakku”.
f. Adanya kendali ditangan konseli
Hal ini terwakili oleh jawaban yang memadai atas pertanyaan “ apa
yang akan anda lakukan ketika alternatif baru terwujud?”. Kata kunci
disini adalah anda. Artinya kata nada karena memiliki kemampuan,
tanggung jawab, dan kendali untuk mewujudkan hal-hal yang lebih
baik.
g. Menggunakan bahasa konseli
Gunakan kata-kata konseli untuk membentuk tujuan, bukan bahasa
teoritis konselor, “ aku akan bercakap-cakap sebagai sesame orang
dewasa dengan ayahku lewat telepon seminggu sekali” (bahasa
konseli) adalah lebih efektif dari pada “ aku akan menyelesaikan
konflik dengan ayahku”.

2. Konselor
a. Klien sepenuhnya mengambil bagian dalam proses terapeutik jika
mereka berkeinginan untuk menentukan arah dan tujuan percakapan
(Walter & Peller, 1996).
b. Terapis berusaha untuk menciptakan hubungan kolaboratif untuk
membuka berbagai kemungkinan sekarang dan perubahan masa depan
(Bertolipo & O’Hanlon, 2002).

101
c. Terapis menciptakan iklim saling menghormati, dialog, pertanyaan,
dan penegasan di mana klien bebas untuk menciptakan,
mengeksplorasi, dan co-penulis cerita-cerita mereka yang berkembang
(Walter & Peller, 1996).
d. Tugas utama terapeutik terdiri dari membantu klien membayangkan
bagaimana mereka akan menyukai hal-hal yang berbeda dan apa yang
diperlukan untuk membawa perubahan-perubahan ini (Gingericli &
Eisengart, 2000).
Beberapa pertanyaan Walter dan Peller (2000) yang berguna adalah;
 “Apa yang Anda inginkan datang ke sini?”
 “Bagaimana hal itu membuat perbedaan bagi Anda?” dan
 “Apa yang menjadi tanda-tanda bagi Anda bahwa perubahan yang
Anda inginkan terjadi?”
3. Konseli
Konseli mampu berkolaborasi dengan konselor, berpartisipasi secara aktif,
mempunyai motivasi dan keterlibatannya dalam konseling
4. Situasi Hubungan
De Shazer (1988) menggambarkan tiga jenis hubungan yang dapat
dikembangkan antara terapis dan klien untuk membangun SFBT:
a. Klien dan terapis secara bersama-sama mengidentifikasi masalah dan
solusi. Klien menyadari bahwa untuk mencapai tujuan nya, usaha
pribadi akan diperlukan.
b. Klien menggambarkan masalah tetapi tidak mampu berperan dalam
membangun sebuah solusi. Dalam situasi ini, mantan klien umumnya
respects pada terapis untuk mengubah orang lain kepada siapa klien
masalah atribut.
c. Konselor memposisikan dirinya pada posisi tidak tahu tentang klien
bahwa klienlah yang ahli dalam kehidupannya sendiri.
d. Konselor menggunakan teknik empati, summarization, parafrase,
pertanyaan terbuka, dan keterampilan mendengarkan secara aktif untuk
memahami situasi klien secara jelas dan spesifik.

102
F. MEKANISME PENGUBAHAN
1. Tahap-Tahap Konseling
Secara umum prosedur atau tahapan pelaksanaan SFBT menurut Corey
(2005) adalah sebagai berikut:
a. Para konseli diberikan kesempatan untuk memaparkan masalah-
masalah mereka. Terapis mendengarkan dengan penuh perhatian dan
cermat jawaban-jawaban konseli terhadap pertanyaan dari terapis, “
bagaimana saya dapat membantu anda?”
b. Terapis bekerja dengan konseli dalam membangun tujuan-tujuan yang
dibentuk secara spesifik dengan baik secepat mungkin. Pertanyaannya
adalah “ apa yang menjadi berbeda dalam hidupmu ketika maslaah-
masalahmu terselesaikan?”
c. Terapis menanyakan konseli tentang saat dimana masalah-masalah
sudah tidak ada atau saat masalah-masalah sudah tidak ada atau saat
masalah-masalah terasa agak ringan. Konseli dibantu untuk
mengeksplor pengecualian-pengecualian ini, dengan penekanan yang
khusus pada apa yang mereka lakukan untuk membuat keadaan/
peristiwa-peristiwa tersebut terjadi.
d. Diakhir setiap percakapan membangun solusi-solusi (solution
building), terapis memberikan konseli umpan balik simpulan,
memberikan dorongan-dorongan, dan menyarankan apa yang konseli
dapat amati atau lakukan sebelum sesi berikutnya yang lebih jauh
untuk menyelesaikan masalah mereka.
e. Terapis dan konseli mengevaluasi progress yang telah didapat dalam
mencapai solusi-solusi yang memuaskan dengan menggunakan suatu
skala rata-rata. Konseli juga ditanya tentang apa yang perlu untuk
dilakukan sebelum mereka melihat masalah mereka dapat terselesaikan
dan juga apa yang akan mereka lakukan selanjutnya.
G. KELEMAHAN DAN KELEBIHAN
1. Kelemahan

103
a. Terapi bertujuan tidak secara tuntas menyelesaikan masalah klien
b. Keterbatasan waktu yang menjadi orientasi penggunaannya
c. Dalam penerapannya menuntut keterampilan konselor dalam
penggunaan bahasa
d. Menggunakan teknis-teknis keterampilan berfikir (Mind Skills)

2. Kelebihan
a. Berfokus pada solusi
b. Fokus treatment pada hal yang spesifik dan jelas
c. Penggunaan waktu yang efektif
d. Berorientasi pada waktu sekarang (here and now)
e. Bersifat fleksibel dan praktis dalam penggunaan teknik-teknik
intervensi
DAFTAR RUJUKAN

Burns, Kidge. 2005. Focus On Solusions A Health Professional`S Guide. London:


Whurr Publishers
Capuzzi,D. & Gross,D.R.2007. Theory and Practice of Counseling and
Psychotherapy: Theories and Intervention. Upper Saddle River, New
Jersey: Perason Prentice-Hall.
Corey,Gerald. 2009. Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy.
Belmont,CA:Brooks/Cole
Gillon, Ewan.2007. Person Centered Counseling Psychology An Introduction.
London: Sage Publications
Jackson, Paul. & Mc.Kergow, Mark. 2007. The Solusion Focus (Second Edition).
London: Nicholas Brealey International
Seligman,L. 2006. Theories of Counseling and Psychotherapy. Columbus, Ohio:
Pearson Merril Prentice Hall

104
A. Nama Pendekatan
1. Non-directive therapy (menggambarkan Rogers dan para muridnya dalam
melakukan riset terapi dengan pendekatan tidak langsung, pada tahun 1939).
2. Person-centred therapy
3. Client-centred therapy (diambil dari judul buku Rogers yang ditulis tahun
1951)
4. Relationship therapy
5. Rogerian
6. The person-centred approach

B. Sejarah Perkembangan
Carl Ransom Rogers dilahirkan di Oak Park, Illinois, pada tahun 1902 dan
wafat di LaJolla, California, pada tahun 1987. Semasa mudanya, Rogers tidak
memiliki banyak teman sehingga ia lebih banyak menghabiskan waktunya untuk
membaca. Dia membaca buku apa saja yang ditemuinya termasuk kamus dan
ensiklopedi, meskipun ia sebenarnya sangat menyukai buku-buku petualangan. Ia
pernah belajar di bidang agrikultural dan sejarah di University of Wisconsin. Pada
tahun 1928 ia memperoleh gelar Master di bidang psikologi dari Columbia

105
University dan kemudian memperoleh gelar Ph.D di dibidang psikologi klinis
pada tahun 1931.
Pada tahun 1931, Rogers bekerja di Child Study Department of the Society
for the prevention of Cruelty to Children (bagian studi tentang anak pada
perhimpunan pencegahan kekerasan tehadap anak) di Rochester, NY. Pada masa-
masa berikutnya ia sibuk membantu anak-anak bermasalah dengan menggunakan
metode-metode psikologi. Pada tahun 1939, ia menerbitkan satu tulisan berjudul
“The Clinical Treatment of the Problem Child”, yang membuatnya mendapatkan
tawaran sebagai profesor pada fakultas psikologi di Ohio State University. Dari
1935 sampai 1940 ia mengajar di University of Rochester dan menulis Perlakuan
Klinis Anak Soal (1939), berdasarkan pengalamannya dalam bekerja dengan anak-
anak bermasalah. Dia sangat dipengaruhi dalam membangun kliennya-pendekatan
terpusat oleh Freudian psikoterapi praktik-pos Otto Rank . Pada tahun 1940
Rogers menjadi profesor psikologi klinis di Ohio State University, di mana ia
menulis buku keduanya, Konseling dan Psikoterapi (1942 ). Di dalamnya, Rogers
menunjukkan bahwa klien, dengan membangun hubungan dengan pemahaman,
menerima terapis, dapat mengatasi kesulitan dan memperoleh wawasan yang
diperlukan untuk merestrukturisasi hidup mereka.Dan pada tahun 1942, Rogers
menjabat sebagai ketua dari American Psychological Society.
Pada 1945, ia diundang untuk mendirikan sebuah pusat konseling di
Universitas Chicago. Sementara menjadi seorang profesor psikologi di University
of Chicago (1945-1957), Rogers membantu untuk mendirikan sebuah pusat
konseling berhubungan dengan universitas dan di sana dilakukan penelitian untuk
menentukan efektivitas metodenya. Temuan dan teorinya muncul Client-Centered
Therapy (1951) dan Psikoterapi dan Kepribadian Perubahan (1954). Salah satu
mahasiswa pascasarjana di Universitas Chicago, Thomas Gordon , mendirikan
Induk Efektifitas Pelatihan (PET) gerakan. Pada tahun 1956, Rogers menjadi
Presiden pertama American Academy of psikoterapis. Ia mengajar psikologi di
University of Wisconsin, Madison (1957-1963), ia menulis salah satu yang paling
dikenal buku-bukunya, On becoming a Person (1961).
Rogers melanjutkan mengajar di University of Wisconsin sampai 1963, ia
menjadi penduduk di Pusat Studi baru untuk Orang di La Jolla . Rogers
meninggalkan WBSI untuk membantu menemukan Pusat Studi Orang pada tahun
1968. Buku berikutnya termasuk Carl Rogers on Personal Power (1977) dan
Freedom to Learn for the 80's (1983). Dia tetap menjadi penduduk La Jolla
selama sisa hidupnya, melakukan terapi, memberikan pidato dan menulis sampai
kematian mendadak pada tahun 1987. Pada tahun 1987, Rogers mengalami
penurunan yang menghasilkan retak panggul . Dia menjalani operasi dengan
sukses, tapi pankreasnya gagal malam berikutnya dan dia meninggal beberapa hari
kemudian.

106
Tahun terakhir Rogers dicurahkan untuk menerapkan teori-teorinya di daerah
konflik sosial nasional, dan dia melakukan perjalanan di seluruh dunia untuk
mencapai hal ini. Di Belfast , Irlandia Utara , ia membawa bersama-sama
berpengaruh Protestan dan Katolik; di Afrika Selatan, kulit hitam dan putih, di
Amerika Serikat, konsumen dan penyedia di bidang kesehatan. perjalanan
terakhir-Nya, pada usia 85, adalah Uni Soviet, di mana dia kuliah dan difasilitasi
lokakarya pengalaman intensif mengembangkan komunikasi dan kreativitas. Dia
heran jumlah Rusia yang tahu karyanya.
Bersama dengan putrinya, Natalie Rogers, antara tahun 1975 dan 1980,
Rogers melakukan serangkaian program perumahan di AS, Eropa, dan Jepang,
Orang-Centered Pendekatan Lokakarya, yang berfokus pada komunikasi lintas-
budaya, pertumbuhan pribadi, pemberdayaan diri , perubahan dan sosial.
Pendekatan Person-centered yang dikembangkan Rogers pada tahun 1930, dibagi
menjadi empat tahapan atau fase. Pertama, tahap perkembangan, termasuk tahun-tahun
awal profesional roger. Kedua, tahap non-directive nya menandai awal pengembangan
teoritis dan penekanannya pada pemahaman klien dan mengkomunikasikan pemahaman
itu. Tahap ketiga, client-centered, melibatkan pengembangan lebih teoritis kepribadian
dan perubahan paikoterapi, serta terus memfokuskan pada orang bukan pada teknik.
Tahap keempat, person-centered, melalui psikoterapi individu yang meliputi konseling
Mariage, terapi kelompok, dan aktivisme politik dan perubahan. pembentukan bertahap
dari tahap ini dan kontribusi roger untuk psikoterapi dibahas berikutnya.
Carl Rogers adalah seorang psikolog humanistik yang menekankan perlunya
sikap saling menghargai dan tanpa prasangka (antara klien dan terapist) dalam
membantu individu mengatasi masalah-masalah kehidupannya. Rogers menyakini
bahwa klien sebenarnya memiliki jawaban atas permasalahan yang dihadapinya
dan tugas terapist hanya membimbing klien menemukan jawaban yang benar.
Menurut Rogers, teknik-teknik assessment dan pendapat para terapist bukanlah
hal yang penting dalam melakukan treatment kepada klien. Hasil karya Rogers
yang paling terkenal dan masih menjadi literatur sampai hari ini adalah metode
konseling yang disebut Client-Centered Therapy.

Dari latar belakang historisnya, terapi person-centered sebagai reaksi


terhadap apa yang disebutnya sebagai keterbatasan-keterbatasan mendasar dari
psikoanalisis. Pada hakikatnya pendekatan person- Centered merupakan cabang
khusus dari terapi Humanistik yang menggaris bawahi tindakan mengalami klien
berikut duni subjektif dan fenomenalnya

J. Hart membagi perkembangan Teori Rogers menjadi tiga periode, yaitu:


 Periode I (1940-1950): Psikoterapi Nondirektif (penekanan pada teknik2)

107
Pada periode ini, menggunakan pendekatan yang menekankan penciptaan
iklim permisif dan nonintervensif. Teknik-teknik utamanya, penerimaan dan
klarifikasi. Melalui terapi nondirektif, klien akan mencapai pemahaman atas
dirinya dan atas situasi kehidupannya.

 Periode II (1950-1957): Psikoterapi Reflektif

Pada periode ini, terapis terutama merefleksikan beberapa perasaan klien


dan menghindari ancaman dalam hubungan dengan kliennya. Melalui terapi
reflektif, klien mampu mengembangkan keselarasan konsep diri dan konsep
diri idealnya.

 Periode III (1957-1970): Terapi Eksperiensial

Pada periode ini ditandai dengan tingkah laku yang luas dari terapis yang
mengungkapkan sikap-sikap dasarnya. Terapi difokuskan pada sesuatu yang
sedang dialami klien dan pada pengungkapan yang dialami oleh terapis.
Klien tumbuh pada suatu rangkaian keseluruhan dengan belajar
menggunakan apa yang dialaminya.

C. Hakikat Manusia
Dalam pendekatan person-centered, orang didasarkan pada empat keyakinan utama:
1) orang yang dapat dipercaya, 2) orang mempunyai sifat bawaan untuk bergerak
menuju aktualisasi diri dan kesehatan, 3) orang memiliki sumber daya inti untuk
mengubah mereka ke arah diri yang positif, dan 4) orang merespon untuk mereka
dianggap unik dunia (dunia fenomenologi). Aktualisasi diri dipandang sebagai
pengalaman kemanusiaan yang paling berarti, sehingga dengan
mengaktualisasikan dirinya, manusia dapat menikmati segala aspek
kehidupannya. Tingkah laku manusia diorganisasikan secara keseluruhan di
sekitar tendensi manusia berbuat sesuatu. Pola perilaku manusia ditentukan
oleh kemampuan untuk membedakan antara respon yang efektif (menghasilkan
rasa senang) dan respon yang tidak efektif (menghasilkan rasa tidak
senang).
Di samping itu pada dasarnya manusia itu kooperatif, konstruktif,
dapat dipercaya, memiliki tendens dan usaha mengaktualisasikan dirinya,
berprestasi,dapat mempertahankan dirinya sendiri, mampu memilih
tujuan yang benar dalam keadan bebas dari ancaman. Sehingga individu
dapat men “take charge” kehidupannya, membuat keputusan, berbuat baik, dan
bertanggung jawab terhadap apa yang telah diputuskannya. Pada sisi lain
Rogers memandang manusia adalah sebagai makhluk sosial, berkembang,
rasional dan realistis. Manusia adalah subjek yang utuh, aktif, dan unik.

108
D. Perkembangan Perilaku
1. Struktur Kepribadian
Perhatian utama Rogers kepada perkembangan atau perubahan kepribadian,
karena itu ia tidak menekankan kepada struktur kepribadian. Walaupun demikian,
Rogers mengajukan dua konstruk pokok dalam teorinya, yaitu: organisme dan
self.
a) Organisme
Merupakan locus (tempat semua pengalaman). Pengalaman meliputi segala
sesuatu yang secara potensial terdapat dalam kesadaran organisme pada setiap
saat. Totalitas pengalaman, baik disadari maupun tidak disadari membangun
medan fenomenal (phenomenal field), medan fenomenal adalah “frame of
reference” dari individu yang hanya diketahui individu itu sendiri. Medan
fenomenal tidak dapat diketahui orang lain kecuali melalui inferensi empatis
dan selanjutnya tidak pernah dapat diketahui dengan sempurna. Organisme
menanggapi dunia seperti yang diamati atau dialaminya (realitas) dan satu
kesatuan sistem, sehingga perubahan pada satu bagian akan mempengaruhi
bagian lain. Setiap perubahan memiliki makna pribadi dan bertujuan, yakni
bertujuan mengaktualisasi, mempertahankan, dan mengembangkan diri.
b) Self
Self (yang sekarang dikenal sebagai self concept) merupakan satu konstruk
sentral dalam teori kepribadian Rogers. Rogers mengartikan selft sebagai
“persepsi tentang hubungan I atau me dan mempersepsi hubungan I atau me
dengan orang lain atau berbagai aspek kehidupan, termasuk nilai-nilai yang
terkait dengan keyakinan persepsi tersebut”. Atau “keyakinan tentang
kenyataan, keunikan, dan kualitas tingkah laku diri sendiri”. Dengan kata lain,
disamping self sebagaimana adanya (struktur diri), terdapat suatu diri ideal,
yakni apa yang diinginkan orang atau lingkungan tentang dirinya.

2. Pribadi Sehat dan Bermasalah

Hubungan antara self concept dengan organisme (actual experience) terjadi


dalam dua kemungkinan, yaitu “congruence” atau “incongruence”. Kedua
kemungkinan hubungan tersebut menentukan perkembangan kematangan,
penyesuaian (adjustment), dan kesehatan mental seseorang.
Jika self concept dan organisme mengalami kecocokan maka hubungan
tersebut disebut congruence, dan jika tidak cocok disebut incongruence. Suasana
incongruence menyebabkan seseorang mengalami sakit mental; seperti merasa
cemas, terancam, berperilaku defensif, dan berpikir kaku.
Dengan kata lain pribadi sehat adalah Terdapatnya keseimbangan antara
organisme (actual experience) dan self sebagai hasil dari interaksi individu untuk
selalu berkembang. Apabila pengalaman-pengalaman yang dilambangkan

109
membentuk diri / self yang aktual dan ideal, maka pribadi yang bersangkutan
tersebut berpenyesuaian baik, matang dan dapat berfungsi sepenuhnya. Pribadi
tersebut menerima seluruh pengalaman tanpa merasakan ancaman atau
kecemasan. Sedangkan pribadi yang bermasalah adalah Adanya
ketidakseimbangan/ketidaksesuaian/inkongruensi antara pengalaman organismik
dan self yang menyebabkan individu merasa cemas dan mengalami malasuai.
Mereka akan cenderung bertingkah laku defensif dan cara berfikir menjadi sempit
dan kaku.
Deskripsi orang yang berperilaku sehat, antara lain:
1. Keterbukaan pada pengalaman
Orang yang berfungsi sepenuhnya adalah orang yang menerima semua
pengalaman dengan fleksibel sehingga selalu timbul persepsi baru.
Dengan demikian ia akan mengalami banyak emosi (emosional) baik yang
positip maupun negatip.
2. Kehidupan Eksistensial
Kualitas dari kehidupan eksistensial dimana orang terbuka terhadap
pengalamannya sehingga ia selalu menemukan sesuatu yang baru, dan
selalu berubah dan cenderung menyesuaikan diri sebagai respons atas
pengalaman selanjutnya.
3. Kepercayaan terhadap organisme orang sendiri
Pengalaman akan menjadi hidup ketika seseorang membuka diri terhadap
pengalaman itu sendiri. Dengan begitu ia akan bertingkah laku menurut
apa yang dirasanya benar (timbul seketika dan intuitif) sehingga ia dapat
mempertimbangkan setiap segi dari suatu situasi dengan sangat baik.
4. Perasaan Bebas
Orang yang sehat secara psikologis dapat membuat suatu pilihan
tanpa adanya paksaan - paksaan atau rintangan - rintangan antara
alternatif pikiran dan tindakan. Orang yang bebas memiliki suatu
perasaan berkuasa secara pribadi mengenai kehidupan dan percaya
bahwa masa depan tergantung pada dirinya sendiri, tidak pada peristiwa di
masa lampau sehingga ia dapat meilhat sangat banyak pilihan dalam
kehidupannya dan merasa mampu melakukan apa saja yang ingin
dilakukannya.
5. Kreativitas
Keterbukaan diri terhadap pengalaman dan kepercayaan kepada organisme
mereka sendiri akan mendorong seseorang untuk memiliki kreativitas
dengan ciri - ciri bertingkah laku spontan, tidak defensif, berubah,
bertumbuh, dan berkembang sebagai respons atas stimulus-stimulus
kehidupan yang beraneka ragam di sekitarnya.

E. Hakikat Konseling
Pendekatan Person-Centered pada dasarnya berakar pada sekumpulan sikap
dan kepercayaan yang ditujukan oleh konselor/terapis terhadap klien, yang

110
bertujuan untuk memfasilitasi perkembangan klien, penyesuaian diri klien dan
aktualisasikan diri klien, dimana masing-masing saling mengungkapkan atau
memperlihatkan kemanusiaannya dan berpartisipasi dalam pengalaman
pertumbuhan. Titik tolak dalam konseling Person-Centered adalah keadaan
individu saat ini (here and now) bukan pengalaman masa lalu. Fokus utama dalam
konseling adalah penyesuaian antara ideal-self dan actual self. Sasaran konseling
adalah aspek emosi dan perasaan bukan segi intelektualnya. Peranan aktif
dipegang oleh klien, sedangkan konselor adalah pasif-reflektif, artinya tidak
semata-mata diam dan pasif akan tetapi berusaha membantu agar klien aktif
memecahkan masalahnya.
Dalam terapi ini, Rogers tidak mengemukakan bahwa pendekatan Person
centered sebagai suatu pendekatan terapi yang tetap dan tuntas. Karena ia
memang memandang bahwa teorinya adalah sekumpulan prinsip percobaan yang
berkaitan dengan perkembangan proses terapi dan bukan sebagai dogma. Adapun
adaptasi dari deskripsi Rogers mengenai ciri-ciri yang membedakan pendekatan
Person centered dengan pendekatan lain :
1. Pendekatan Person centered difokuskan pada tanggung jawab dan
kesanggupan klien untuk menemukan cara-cara menghadapi kenyataan secara
penuh, karena klien sebagai orang yang paling mengetahui dirinya sendiri
sehingga ia harus mampu menemukan tingkah laku yang lebih pantas bagi
dirinya
2. Pendekatan Person centered menekankan dunia fenomena klien. Konselor /
terapis memberikan perhatian terutama pada persepsi diri klien dan persepsi
terhadap dunianya, hal ini merupakan salah satu cara untuk memahami
kerangka acuan internal klien
3. Pendekatan Person centered memiliki psinsip terapi yang diterapkan pada
individu yang fungsi psikologisnya berada pada taraf yang relatif normal
maupun pada individu yang mengalami salah penyesuaian psikologis pada
tingkat yang lebih tinggi
4. Pendekatan Person centered memandang bahwa psikoterapi hanyalah salah
satu contoh dari hubungan yang konstruktif, karena klien mengalami
pertumbuhan psikoterapik di dalam dan di luar dirinya melalui hubungannya
dengan seseorang yang membantunya melakukan apa yang tidak bisa
dilakukannya sendiri. Konselor/terapis menjalin hubungan yang selaras
dengan klien dan bersikap menerima serta empatik sebagai agen perubahan
terapi bagi klien.

F. Kondisi Pengubahan
1. Tujuan

111
Tujuan utama dalam terapi Person centered adalah untuk memfasilitasi
kepercayaan dan kemampuan individu pada saat ini. Tujuan khususnya dalah
membantu klien mengembangkan kesadaran diri, pemberdayaan, optimisme, harga diri,
tanggung jawab, kongruensi, dan otonomi. Dalam proses terapi, klien sendiri yang
menentukan tujuan konseling, konselor hanya membantu klien menjadi lebih
matang dan kembali melakukan aktualisasi diri dengan menghilangkan hambatan-
hambatannya. Namun secara lebih khusus membebaskan klien dari kungkungan
tingkah laku (yang dipelajarinya) selama ini, yang semuanya itu membuat dirinya
palsu dan terganggu dalam aktualisasi dirinya.
Menurut pandangan Rogers, tujuan konseling / terapi tidak hanya sekedar
membantu klien dalam mengentaskan permasalahannya, akan tetapi membantu
klien menciptakan iklim yang kondusif dalam proses tumbuh kembang klien
sehingga menjadi pribadi yang berfungsi penuh dan mampu mengatasi problem
yang dihadapi saat ini maupun di masa mendatang. Dalam proses konseling
diharapkan klien mampu membuka “topeng” atau kepura-puraan yang menutupi
dirinya sebagai pertahanan terhadap ancaman, sehingga klien tidak bisa tampil
secara utuh di hadapan orang lain. Ciri-ciri orang yang mampu
mengaktualisasikan diri menurut Rogers antara lain sebagai berikut :

a) Keterbukaan pada pengalaman


Keterbukaan pada pengalaman berarti memandang kenyataan tanpa
mengubah bentuknya agar sesuai dengan struktur diri yang tersusun pada
awal. Keterbukaan pada pengalaman menyiratkan lebih sadar terhadap
kenyataan sebagaimana kenyataan itu hadir di luar diri klien. Dengan terbuka
pada pengalaman individu akan memiliki kesadaran atas diri sendiri pada saat
sekarang dan kesanggupan memahami dirinya sendiri dengan cara-cara yang
baru.
b) Percaya terhadap diri sendiri
Salah satu tujuan terapi adalah membantu klien membangun rasa percaya
terhadap dirinya sendiri. Seringkali pada tahap permulaan konseling,
kepercayaan terhadap dirinya sendiri dan terhadap keputusan-keputusan nya
sangat kecil. Mereka selalu mencari jawaban di luar karena pada dasarnya
mereka tidak mempercayai kemampuan-kemampuan dirinya untuk
mengarahkan hidupnya sendiri. Dengan meningkatkan keterbukaan terhadap
pengalaman klien, kepercayaan terhadap dirinya sendiri akan muncul.
c) Sebagai pusat / sumber informasi dan evaluasi internal
Klien diharapkan mampu mencari jawaban-jawaban untuk setiap
permasalahannya pada diri sendiri tidak bergantung kepada orang lain. Klien
diharapkan juga mampu menetapkan standar-standar tingkah laku dan melihat

112
ke dalam dirinya sendiri dalam membuat keputusan ataupun pilihan
hidupnya.
d) Kesediaan untuk menjadi suatu proses dan tumbuh secara berlanjut
Pada proses terapi klien menjadi sasaran terapi untuk mencari jenis formula
yang dapat membangun keadaan keberhasilan dan kebahagiaan pada tahap
akhir. Disini klien sebagai “proses” bukan sebagai “produk” terapi. Dengan
terapi diharapkan klien menjadi sadar bahwa pertumbuhan adalah suatu
proses yang berkesinambungan. Dalam konseling / terapi klien berada pada
proses pengujian terhadap persepsi dan kepercayaan serta membuka diri
untuk pengalaman-pengalaman baru.

2. Konselor
Peran konselor client-centered adalah sebagai berikut :
a) Menyediakan kondisi terapeutik agar klien dapat menolong dirinya dalam
rangka mengaktualisasikan dirinya.
b) Memberikan penghargaan yang positif tanpa syarat bagi klien.
c) Mendengarkan dan mengobservasi lebih jauh untuk mendapatkan aspek
verbal dan emosional klien.
d) Memberikan pemahaman empatik untuk melihat kekeliruan dan
inkongruensi yang dialami oleh klien.
e) Peduli dan ramah.
Dalam proses konseling, konselor / terapis memiliki fungsi antara lain :
sebagai facilitator, dalam hal ini konselor harus mampu menciptakan situasi atau
membangun suatu iklim yang memfasilitasi perubahan pribadi klien, sebagai
motivator,konselor berusaha menciptakan kondisi mendorong klien berani
menghadapi kehidupan dengan penuh tanggung jawab, dan sebagai reflector,
konselor mampu memantulkan segi-segi afeksi klien, dan sebagai model karena
konselor adalah contoh dan teladan bagi klien dalam konfigurasi, keterbukaan
terhadap pengalaman, penyesuaian diri yang sehat.
Sikap yang harus dimiliki konselor antara lain :
a) Menerima (acceptance), sikap yang ditujukan kepada klien agar mau
terbuka dan dapat melihat, menerima, dan mengembangkan dirinya sesuai
dengan keadaan realistis dirinya.
b) Kehangatan (warmth), agar klien merasa aman dan memiliki
penilaian yang lebih positif tentang dirinya.
c) Tampil apa adanya (genuine). Kewajaran yang ditampilkan oleh
konselor kepada klien akan membantu proses konseling. Klien
memiliki kesan yang positif terhadap konselor. Diharapkan klien dapat
memandang konselor bahwa konselor sungguh-sungguh berniat
membantu klien dan klien dapat percaya serta dapat terbuka dalam
menyampaikan permasalahannya.

113
d) Empati (emphaty), yaitu menempatkan diri dalam kerangka acuan batiniah
(internal frame of reference).
e) Penerimaan tanpa syarat (unconditional positive regard), sikap
penghargaan tanpa syarat ataupun tuntutan yang ditunjukkan oleh konselor
betapapun negatifnya sikap klien akan sangat bermanfaat dalam proses
bantuan ini.
f) Keterbukaan (transparancy), penampilan konselor yang terbuka pada
saat terapi maupun dalam keseharian konselor merupakan hal yang sangat
penting bagi klien untuk mempercayai dan menimbulkan rasa aman
terhadap sesuatu yang disampaikan klien.
g) Kongruensi (congruence), konselor dan klien berada dalam posisi yang
sejajar dalam hubungan terapi yang sehat. Sedangkan kualitas
konselor bergantung kepada keikhlasan, empati, kehangatan, akurasi,
respek, sikap permisif, dan kongruen dalam hubungan terapeutik ini.

3. Konseli
Dalam pendekatan Person centered, perubahan terapeutik tergantung pada
persepsi klien tentang pengalamannya sendiri dalam terapi maupun sikap-sikap
dasar konselor. Iklim yang kondusif sangat berpengaruh terhadap eksplorasi diri
klien, sehingga klien bisa melepaskan belenggu-belenggu deterministik yang
membuat dirinya berada dalam penjara psikologis. Dengan meningkatnya
kebebasan tersebut klien akan lebih matang secara psikologis dan dalam
mengaktualisasikan dirinya.
Pada awal terapi klien datang dalam kondisi incongruent (tidak selarasnya
antara persepsi diri dengan pengalaman dalam kenyataan). Kemudian klien
berharap terapis dapat memberikan jawaban-jawaban maupun pengarahan
terhadap pemecahan masalahnya. Namun disini klien akan belajar
bertanggungjawab terhadap dirinya sendiri dan belajar untuk terbuka serta bebas
mengungkapkan perasaannya dalam hubungan terapis. Dalam iklim yang
diciptakan terapis, klien akan lebih dapat mengeksplorasi aspek-aspek yang
tersembunyi. Hal yang paling mendukung adalah sikap terapis yang berupa
penghargaan tanpa syarat dan kemampuan menduga kerangka acuan internal
klien. Setelah klien dapat mengeksplorasi diri dan menerima perasaan dan
pengalaman-pengalaman yang di anggap negatif menjadi bagian dari struktur
dirinya, maka klien akan dapat meningkatkan kepercayaan pada diri sendiri dan
mengelola kehidupannya sendiri. Dengan kata lain, pengalaman klien dalam terapi
adalah melepaskan belenggu-belenggu deterministik yang telah membuat dirinya
berada dalam penjara psikologis, dan dengan meningkatnya kebebasan, klien akan
menjadi pribadi yang matang secara psikologis dan mampu mengaktualisasikan
dirinya dengan baik.
Carl Rogers memandang manusia, dalam hal ini klien, dengan berorientasi
kepada filsafat humanistik, yaitu :

114
a) Inti sifat manusia adalah positif, sosial, menuju ke depan, dan
realistik. Yang berarti pada dasarnya manusia itu bersifat positif, rasional,
sosial, bergerak maju, dan realistik.tingkah laku manusia diorganisir secara
keseluruhan di sekitar tendensi, dan polanya ditentukan oleh
kemampuan untuk membedakan antara respon yang efektif
(menghasilkan rasa senang) dan respon yang tidak efektif (menimbulkan
rasa tidak senang).
b) Manusia pada dasarnya adalah kooperatif, konstruktif dan dapat
dipercaya.
c) Manusia memiliki tendensi dan usaha dasar untuk mengaktualisasi pribadi,
berprestasi, dan mempertahankan diri.
d) Manusia memiliki kemampuan dasar untuk memilih tujuan yang benar,
dan membuat pilihan yang benar, apabila ia diberi situasi yang bebas dari
ancaman.

4. Situasi hubungan
Menurut Rogers dalam Mc Leod (2005), ada enam situasi yang diperlukan
bagi pengubahan kepribadian klien, yaitu:
1. Dua orang yang berada dalam hubungan psikologis
2. Pertama, klien sebagai bagian dari inkongruensi, lebih mudah terkena
serangan dan kecemasan
3. Kedua, terapis yang sesuai dan terintegrasi dalam hubungan terapi
4. Terapis mengalami unconditional positive regard kepada klien
5. Terapis yang mengalami pengertian dan empatik pada kerangka pikir internal
klien dan berusaha mengkomunikasikan perasaannya kepada klien
6. Komunikasi, pengertian, empatik, menghargai, rasa hormat positif tak
bersyarat kepada klien hendaknya dapat dicapai.
Adapun ciri dan sikap pribadi terapis yang dapat membentuk hubungan
terapeutik antara lain: keselarasan dan keserasian, penghargaan positif tak
bersyarat, pengertian empatik yang akurat.

G. Mekanisme Pengubahan
3. Tahap-tahap Konseling
Berikut ini adalah tahap-tahap konseling dengan pendekatan Person centered :
a) Konseli datang kepada konselor atas kemauan sendiri, jika hal ini tidak
terjadi maka konselor harus mampu menciptakan situasi yang sangat bebas
dan permisif dengan tujuan agar konseli dapat memilih apakah ia akan terus
meminta bantuan atau membatalkannya
b) Situasi konseling sejak awal adalah menjadi tanggung jawab konseli
(konseli yang menentukan tujuan konseling), untuk itu konselor
memfasilitasi dalam menggugah kesadaran klien

115
c) Konselor menumbuhkan keberanian konseli agar ia mampu mengungkapkan
perasaannya, untuk itu maka konselor haruslah bersikap ramah, bersahabat,
dan menerima konseli apa adanya
d) Konselor menerima perasaan klien serta memahaminya
e) Konselor berusaha agar konseli dapat memahami dan menerima keadaan
dirinya
f) Konseli menentukan pilihan sikap dan tindakan yang akan di ambil
g) Konseli merealisasikan pilihannya itu

4. Teknik-teknik konseling
Tidak ada teknik yang spesifik pada pendekatan Person- centered. Karena
menitikberatkan pada sikap-sikap terapis. Namun ada beberapa teknik dasar
seperti mendengarkan, mendengarkan secara aktif, merefleksikan perasaan dan
menjelaskannya.
Pendekatan Person- centered mengutamakan hubungan konseli daripada
perkataan dan perbuatan konselor. Oleh karena itu konselor menghindari teknik
seperti : penetapan tujuan, pemberian saran, penafsiran tingkah laku, pemilihan
topik yang akan di eksplorasi, pertanyaan, dorongan, interpretasi. Dan karena itu
pula teknik Rogers berkisar antara lain pada cara-cara penerimaan pernyataan dan
komunikasi, menghargai dan memahami klien sehingga pada akhirnya klien
merasa sepenuhnya diterima.
Dalam teknik konseling sangat di utamakan sifat dasar konselor, antara lain :
acceptance (konselor menerima klien apa adanya dengan segala masalahnya dan
bersikap netral), congruence (karakteristik konselor yang terpadu, sesuai dengan
kata dengan perbuatan dan konsisten), understanding (konselor harus dapat
secara akurat memahami dan berempati di dunia klien sebagaimana terlihat dari
dalam diri konseli tersebut), nonjudgemental (tidak memberi penilaian terhadap
konseli, akan tetapi konselor selalu objektif).

H. Kelemahan dan Kelebihan


1. Kelebihan
a) Memiliki sifat “aman”, karena dalam proses terapi sepenuhnya berfokus
pada klien sehingga tidak ada intervensi dan penghakiman dari konselor
b) Memandirikan klien dengan refleksi perasaan sehingga klien mampu
menemukan cara pemecahan masalahnya sendiri
c) Memberi jaminan yang lebih realistis bahwa para calon klien tidak akan
mengalami kerugian psikologis
d) Dalam hal pengeksplorasi-an bidang sepenuhnya ditetapkan oleh klien
e) Rumusan-rumusannya sebagai hipotesis yang dapat di uji dalam
penelitian

116
f) Teori Rogers tidak terbatas pada psikoterapi, roger's memadukannya
dengan berbagai pendekatan misalnya penerapan untuk kelompok
diagnostik dan kelompok multikultural
g) Memerlukan waktu yang relatif lebih cepat dari pendekatan yang lain

2. Kelemahan
a) Terlalu terpusat pada klien sehingga terapis sendiri kehilangan rasa
sebagai pribadi yang unik
b) Teknik pada terapi person-centered, terkesan tidak lebih dari teknik
mendengar dan merefleksikan
c) pendekatan person-centered gagal dalam mendekatkan pada
perkembangan, psikodinamik, behavioral, dan pendekatan lain yang dapat
meningkatkan pemahaman individu
d) Mendengarkan dan peduli tidaklah cukup
e) Pendekatan ini adalah tidak sesuai bagi orang-orang yang tidak
termotivasi terhadap perubahan atau tidak memiliki kapasitas atau
kepentingan dalam memanfaatkan produktif sesi mereka
f) Pendekatan ini terlalu santai dan tidak fokus, orang yang berada dalam krisis
atau lebih menyukai pendekatan yang lebih aktif, terstruktur, dan efisien
mungkin merasa tidak nyaman atau kecewa
g) Person-centered tidak memiliki teknik untuk membantu orang memecahkan
masalah klien

I. Rujukan

Capuzzi, D. & Gross, D.R. 2007. Counseling and Psychoteherapy : Theories and
Interventions. Upper Saddle River, New Jersey: Pearson Prentice-Hall

Corey, G. 2009, Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy. Belmont,


CA : Brooks/Cole

Corey, Gerald. 2009, Teori dan Praktik Konseling dan Psikoterapi (terjemah),
Bandung: Refika Aditama

Hall, C.S & Lindzey, G. 1993. Teori-Teori Holistik (Organismi-Fenomenologis).


Yogyakarta: Kanisius

117
Keith Tudor dan Milk Worral, 2006, Person-Centred Therapy: A Clinical
Philosophy, Routledge

Mc Leod, John. 2005. An Introduction To Counseling. New york : Open


University Press

Seligman, Linda. 2006. Theories Of Counseling and Psychoterapy. Columbus,


Ohio : Pearson Merril Prentice

Sharf, R.S. 2004. Theories of Psychotherapies and Counseling : Concepts and


cases. Pacivic Grove, CA : Brooks/Cole

Syamsu Yusuf LN, 2008, Teori Kepribadian, Bandung: Remaja Rosdakarya.

Willis, S. S. 2004. Konseling Individual Teori dan Praktek. Bandung: Alfabeta

118
PENDEKATAN KONSELING KELUARGA (Family Systems Therapy)

A. Sejarah Perkembangan

I. TOKOH-TOKOH YANG MEMBERIKAN KONSTRIBUSI TERHADAP


FAMILY SYSTEMS THERAPY
Family Systems Therapy ditampilkan oleh bermacam-macam teori dan
pendekatan, dimana semua pendekatan dan teori tersebut berfokus pada aspek
hubungan masalah manusia. Beberapa individu memiliki hubungan yang erat
dengan asal usul pendekatan sistem yang mereka cetuskan, individu-individu
tersebut antara lain sebagai berikut.
a) ALFRED ADLER, merupakan seorang psikolog pertama dari era modern
yang menggunakan terapi keluarga melalui pendekatan sistemis. Dia
menetapkan lebih dari 30 klinik panduan anak di Vienna setelah Perang Dunia
I dan kemudian Rudolf Dreikurs yang membawa konsep ini ke Amerika
Serikat dalam bentuk pusat pendidikan keluarga. Adler melakukan sesi
konseling keluarga dalam forum publik terbuka untuk mendidik orangtua. Dia
percaya bahwa masalah-masalah yang terjadi pada salah seorang dalam
keluarga, berlaku secara umum terhadap anggota lainnya dalam komunitas.
b) MURRAY BOWEN, seorang pendiri asli dari aliran Family Systems Therapy.
Banyak dari teori dan praktek tumbuh dari karyanya dengan schizonphrenic
individual dalam keluarga. Dia percaya keluarga dapat dipahami sebaik-
baiknya ketika dianalisis dari perspektif tiga generasi karena dapat melihat pola
hubungan interpersonal anggota keluarga antar generasi. Kontribusi utamanya
meliputi konsep inti diferensiasi diri dan triagulasi.
c) VIRGINIA SATIR, merupakan pengembang terapi keluarga conjoint, sebuah
model proses validasi manusia (sebuah pendekatan eksperimental) yang
menekankan pada komunikasi dan pengalaman emosi. Seperti Bowen, dia
menggunakan model inter-generasional, tetapi dia bekerja untuk membawa
pola keluarga terhadap kehidupan dalam rekonstruksi keluarga sekarang.

119
Mengklaim bahwa teknik tersebut adalah sekunder terhadap hubungan, dia
berkonsentrasi pada hubungan antara terapis dengan keluarga untuk mencapai
perubahan.
d) CARL WHITAKER, pencipta terapi keluarga pengalaman-simbolis
(symbolic-experiential family therapy), sebuah pendekatan intuitif untuk
membantu saluran interaksi terbuka dalam keluarga. Tujuannya adalah
memfasilitasi otonomi individu sambil tetap mempertahankan rasa memiliki
dalam keluarga. Dia melihat terapis sebagai partisipan aktif dan pelatih yang
memasuki proses keluarga dengan kreativitas, memberikan tekanan yang
memadai terhadap proses ini untuk menghasilkan perubahan status quo.
e) SALVADOR MINUCHIN, mulai mengembangkan terapi keluarga struktural
pada 1960an melalui karyanya dengan anak remaja keluarga miskin di Sekolah
Wiltwyck di New York. Bekerja dengan kolega pada Philadelphia Child
Guidance Clinic pada 1970an, Minuchin memperbaiki teori dan praktek terapi
keluarga. Dengan berfokus kepada struktur atau organisasi keluarga, terapis
membantu keluarga memodifikasi pola stereotype dan meredefinisikan
hubungan di antara anggota keluarga. Dia percaya perubahan struktural dalam
keluarga harus terjadi sebelum simptom anggota individual dapat dikurangi
atau dieliminasi.
f) JAY HALEY, seorang penulis prolific, mempunyai dampak signifikan
terhadap pengembangan Family Systems Therapy. Dia mencampur terapi
keluarga struktural dengan konsep hirarki, kekuasaan, dan intervensi strategis.
Strategic family therapy adalah sebuah pendekatan yang berfokus pada
memecahkan masalah sekarang; memahami apa yang tidak dibutuhkan atau
tidak diajukan.
g) CLOE MADANES, bersama Jay Haley, membentuk Institusi keluarga di
Washington DC pada tahun 1970an. Melalui praktek terapi gabungan, tulisan,
dan pelatihan dalam terapis keluarga, terapi keluarga strategis menjadi terapi
keluarga paling populer pada 1980an. Ini adalah sebuah pendekatan terapi yang
singkat dan berorientasi pada solusi. Masalah yang dibawa oleh keluarga
kepada konselor diperlakukan sebagai ‘real/nyata’ – bukan gejala yang

120
dikarenakan isu-isu – dan dipecahkan. Dia menekankan pada kepedulian dan
aspek emosional dari pola keluarga.

II. PERKEMBANGAN FAMILY SYSTEMS THERAPY


Pada 1960an dan 1970an, pendekatan psikodinamik, behavior dan pendekatan
humanistis (masing-masing disebut kekuatan pertama, kedua dan ketiga)
mendominasi teori dan konsep konseling dan psikoterapi, termasuk pada
konseling keluarga. Dewasa ini, berbagai pendekatan dapat digunakan pada sistem
keluarga sehingga mengakibatkan adanya pergeseran paradigma yang dapat
bahkan disebut sebagai ‘kekuatan keempat’. Saat ini telah banyak terapis yang
secara kreatif menggunakan berbagai macam perspektif/pendekatan ketika
menjalankan terapi.
Dalam perkembangannya, Family Systems Therapy mengalami beberapa inovasi
yang berhubungan dengan beberapa tokoh kunci Family Systems Therapy.
Beberapa perkembangan tersebut antara lain sebagai berikut.
a) Adlerian Family Therapy
Pendekatan yang digunakannya dalam Adlerian family therapy ialah
pendekatan sistemis yang telah lama digunakannya sebelum teori-teori tersebut
diaplikasikan dalam dunia psikoterapi. Konseptualisasi yang dicetuskan Adler
dapat ditemukan di dalam prinsip-prinsip dan praktek model yang lainnya.

Dalam Corey (2009) dijelaskan bahwa Adler adalah orang pertama yang
mengamati perkembangan anak di dalam konstelasi keluarga (frase yang
digunakan untuk sistem keuangan) yang sangat dipengaruhi oleh urutan
kelahiran, dan urutan kelahiran tersebut mempunyai konsistensi terhadap
masing-masing posisi. Adler juga menjelaskan bahwa setiap perilaku
mempunyai tujuan, dan anak-anak seringkali bertindak dalam pola yang
dimotivasi oleh keinginan untuk memiliki, bahkan ketika pola tersebut salah
atau sia-sia.

Dalam perkembangannya, Dudolf Dreikurs (1973) memperbaiki konsep Adler


ke dalam tipologi dari tujuan yang salah (yang dibuat individu) dan

121
menciptakan pendekatan terorganisasi terhadap terapi keluarga. Sebuah asumsi
dasar dari Adlerian Family Therapy modern adalah baik orangtua ataupun anak
seringkali terkunci di dalam pengulangan, interaksi negatif yang didasarkan
pada kesalahan penetapan tujuan yang memotivasi semua pihak terlibat.
Walaupun banyak Adlerian Family Therapy yang dilakukan dalam sesi pribadi,
Adler juga menggunakan model pendidikan untuk konsultasi keluarga yang
dilakukan pada forum publik terbuka di sekolah, agensi masyarakat, dan secara
khusus dirancang untuk pusat pendidikan keluarga.

b) Multigenerasional Family Therapy


Murray Bowen adalah salah seorang pencetus aliran utama dalam Family
Systems Therapy. Teori sistem keluarga miliknya, merupakan model teoritis
dan klinis yang terlibat dari prinsip-prinsip dan praktek psikoanalitis, disebut
juga terapi keluarga multi generasional. Bowen beserta timnya
mengimplementasikan sebuah pendekatan inovatif terhadap penderita
schizophrenia di Lembaga Nasional Kesehatan Mental. Dalam pelaksanaannya,
Bowen benar-benar ramah dengan seluruh keluarga, sehingga sistem keluarga
dapat menjadi fokus terapi.

Observasi yang dilakukan Bowen membawa dia pada ketertarikannya pada


pola keluarga dalam lintas generasi. Dia berpendapat bahwa masalah yang
terjadi pada salah seorang dalam keluarga tidak akan mengalami perubahan
yang signifikan sampai pola hubungan dalam asal usul sebuah keluarga
dipahami dan secara langsung ditantang untuk berubah. Multigenerasional
family therapy ini beroperasi dengan dasar bahwa pola hubungan interpersonal
yang dapat diprediksi berhubungan dengan fungsi dari anggota keluarga lintas
generasi. Menurut Kerr dan Bowen (1988), penyebab dari masalah individual
hanya dapat dipahami dengan melihat pada peranan keluarga sebagai unit
emosional. Diantara unit dalam keluarga, penyatuan secara emosional belum
terselesaikan dalam satu keluarga harus diketahui jika ingin mencapai
kematangan dan kepribadian yang unik. Masalah emosional tersebut akan terus

122
terjadi dari generasi ke generasi sampai masalah tersebut dapat ditangani
secara efektif. Perubahan harus terjadi pada setiap anggota keluarga lain dan
tidak dapat diselesaikan hanya oleh seorang individu didalam ruang konseling.

Salah satu konsep Bowen dalam multigenerasional family therapy adalah


triangulasi, sebuah proses dimana triad (tiga orang) menghasilkan pengalaman
two-against-one. Bower mengasumsikan bahwa triangulasi dapat terjadi secara
mudah antara anggota keluarga dan terapi atau konselor, merupakan alasan
mengapa Bowen sangat menekankan pada klien untuk menyadari isu keluarga
mereka sendiri (Kerr dan Bowen,1988). Kontribusi utama dari
multigenerasional family therapy adalah ide diferensiasi diri. Diferensiasi diri
melibatkan pemisahan sisi psikologis dari inteleklual, emosi, dan
ketergantungan diri kepada orang lain. Dalam proses individualisasi, seorang
individu memperoleh identitas diri, dan memungkinkan keluarga mereka
menerima tanggung jawab pribadi terhadap pemikiran, perasaan, persepsi dan
aksi yang mereka lakukan.

c) Human Validation Process Model


Ketika Bowen mengembangkan pendekatannya, Virginia Satir (1983) mulai
menekankan pada hubungan keluarga. Pendekatan yang dicetuskannya mulai
membawanya untuk percaya pada nilai dari sebuah kekuasaan , hubungan
pengasuhan yang didasarkan pada kesukaan dan pesona yang kuat dengan
siapa saja yang dia peduli. Satir memposisikan dirinya sebagai detektif yang
berusaha mengajukan dan mendengarkan refleksi penghargaan diri dalam
berkomunikasi dengan klien. Satir bekerja dengan gadis remaja, dirinya
terkejut ketika mengetahui bahwa komunikasi dan perilaku kliennya berubah
ketika ibunya hadir. Saat dia membina hubungan mereka, mulai terjadi kembali
pada si gadis remaja itu ketika ditanya soal ayahnya. Saat ayahnya hadir,
komunikasi dan perilaku ibu dan anak perempuan berubah. Berdasarkan
kejadian ini, Satir menemukan kekuatan dari terapi keluarga, pentingnya
komunikasi dalam interaksi keluarga, dan nilai dari validasi terapi dalam proses

123
perubahan (Satir dan Bitter, 2000 dlam Corey, 2009)).

Pengalaman dan pendekatan humanis disebut dengan model proses validasi


manusia, dan tahapan kerja awal dengan keluarga dikenal dengan terapi
keluarga conjoint (Satir 1983). Satir dengan intuisi yang tinggi dan percaya
bahwa spontanitas, kreativitas, humor, pengungkapan diri, pengambilan resiko,
dan sentuhan pribadi; merupakan bagian dari family systems therapy. Dalam
pandangannya, teknik tersebut adalah sekunder terhadap hubungan yang
dikembangkan terapis dengan keluarga.

d) Experiential Family Therapy


Carl Whitaker adalah pelopor terapi keluarga berdasarkan pengalaman, dikenal
juga dengan pendekatan experiential-symbolic; sebuah aplikasi terapi
eksistensial terhadap sistem keluarga, yang menekankan pada pilihan,
kebebasan, penentuan diri, pertumbuhan, dan aktualisasi (Whitaker dan
Bumberry, 1988). Seperti Satir dan pendekatan eksistensial lainnya, Whitaker
menekankan pada pentingnya hubungan antara keluarga dengan terapis.
Whitaker lebih konfrontatif dalam menanggapi “kenyataan” daripada Satir,
yang lebih pada pengasuhan. Terhadap tujuan hidupnya, dia hanya melihat
keluarga, dan bahkan mencoba berkomunikasi dan berasosiasi dengan
keluarga.

Experiential Family Therapy dilakukan untuk membuka topeng kepura-puraan


dan menciptakan makna baru, membebaskan anggota keluarga untuk menjadi
diri sendiri. Whitaker tidak mengajukan berbagai macam metode; yang
membedakannya yakni keterlibatan terapis dengan keluarga, dengan
memunculkan reaksi spontan (dari terapis atau konselor) terhadap situasi
sekarang dan dirancang untuk meningkatkan kesadaran klien, dan untuk
membuka interaksi yang baru dengan keluarganya.

e) Structural-Strategic Family Therapy

124
Asal usul terapi sistem keluarga dapat di telusuri dari awal 1960an ketika
Salvador Minuchin melakukan terapi, pelatihan dan penelitian pada anak
remaja dari keluarga miskin. Minuchin (1974) menjelaskan bahwa gejalan
individual dapat dipahami dari sudut pandang pola interaksi dengan keluarga
dan bahwa perubahan struktural harus terjadi dalam keluarga sebelum gejelan
individual tersebut dikurangi atau dieliminasi. Ada dua tujuan dari structural
family therapy, yaitu: 1) mengurangi symptom disfungsi dan 2) membawa
perubahan struktural dalam sistem dengan memodifikasi aturan keluarga dan
mengembangkan batasan yang lebih tepat.

Dalam akhir 1960an Jay Haley bergabung dengan Minuchin di Philadelphia


Child Guidance Clinic. Pada akhir 1970an, pendekatan struktural-strategis
paling banyak digunakan dalam family systems therapy. Model ini berusaha
mereorganisasi struktur disfungsional atau problematis dalam keluarga,
menetapkan batas, ketidakseimbangan, membuat kerangka ulang, siksaan, dan
pengumuman semuanya menjadi bagian dari proses terapi keluarga. Tidak
banyak berhubungan dengan eksplorasi atau interpretasi masa lalu, tetapi lebih
pada tipe pola interaksi, untuk mereorganisasi subsistem atau hirarki keluarga,
dan untuk memfasilitasi perkembangan penggunaan transaksi yang lebih
bermanfaat atau fleksibel.

Model struktural dan strategis berbeda dalam hal bagaimana masing-masing


memandang masalah keluarga: Minuchin (1974) cenderung melihat kesulitan
keluarga dan individual sebagai gejala-gejala. Sementara Haley (1976) melihat
mereka sebagai masalah ‘riil’ yang membutuhkan jawaban ‘riil’. Kedua model
tersebut bersifat pengarahan, dan keduanya mengharap terapis atau konselor
untuk menguasai level keahlian tertentu untuk melakukan proses terapi
keluarga.

Pada tahun 1974, Haley dan Cloe Madanes memulai Lembaga Terapi Keluarga
di Washington DC. Selama 15 tahun mereka menulis, mengembangkan dan
mempraktekkan terapi, dan memberikan pelatihan intensif dalam terapi
keluarga strategis. Pendekatan strategis mereka melihat masalah yang ada

125
sekarang sebagai riil dan metafora bagi fungsi sistem. Penekanan yang besar
diberikan kepada kekuasaan, kontrol, dan hirarki dalam keluarga dan sesi
terapi. Haley (1984) dan Madane (1981) lebih tertarik pada aplikasi praktis
intervensi strategis untuk memperbaiki masalah keluarga daripada
memformulasikan teori terapi berbeda dari model struktural. Ini secara khusus
terbukti pada model Madanes (1990) untuk bekerja dengan keluarga yang
memasukkan pelanggaran gender. Madanes membawa perspektif humanistis
kepada terapi strategis dengan mengalamatkan perlunya cinta dan menekankan
pada aspek terapi perawatan.

f) Recent Innovations
Dalam beberapa dekade yang lalu, feminism, multiculturalism, dan postmodern
social constructionism telah memasuki seluruh bidang terapi keluarga. Model
ini lebih kolaboratif, memperlakukan klien–individual, pasangan atau keluarga-
sebagai ahli dalam kehidupan mereka sendiri. Percakapan terapi mulai dengan
konselor dalam "decentered" atau posisi "tidak-tahu" di mana klien didekati
dengan rasa ingin tahu dan dengan perhatian. Terapis secara sosial aktif
membantu klien dalam mengambil sikap menyesuiakan tindakan yang akan
dilakukan terhadap budaya dominan yang menindas mereka.
Tom Andersen (1987, 1991) mempraktekkan family systems therapy di
Norwegia Barat, dan pendekatan Family Systems Therapy didasarkan pada
psikiatri constructionism sosial, Andersen telah mempelopori program
kesehatan mental berbasis masyarakat dan melakukan sebuah pendekatan
“reflections teams” terhadap family systems therapy.

B. Hakikat Manusia
Hakikat manusia dalam family systems therapy secara singkat dapat dijelaskan
bahwa manusia dalam perkembangan kehidupannya akan selalu berhubungan
dengan sistem kehidupan. Usaha untuk berubah akan difasilitasi dengan sebaik-
baiknya dengan mempertimbangkan hubungan atau keluarga secara keseluruhan.

126
Oleh karena itu, pendekatan penanganan secara komprehensif ditujukan pada
keluarga. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa keluarga merupakan unit
interaksional, yang memiliki sejumlah ciri unik sendiri, sehingga memungkinkan
untuk terjadinya penilaian yang kurang akurat dari perhatian secara individual
tanpa mengamati interaksi anggota keluarga lainnya. Meneliti dinamika internal
individu tidak hanya cukup memperhatikan hubungan interpersonal, karena akan
memberikan gambaran yang tidak lengkap.
Keluarga memberikan konteks primer untuk memahami bagaimana individu
berfungsi dalam hubungan dengan orang lain dan bagaimana mereka berperilaku.
Keluarga dipandang sebagai unit fungsional lebih dari kumpulan peranan anggota.
Tindakan anggota keluarga secara individual akan mempengaruhi seluruh anggota
keluarga lainnya, dan interaksi mereka memiliki pengaruh timbal balik untuk
setiap individu dalam keluarga tersebut yang terjadi baik secara sendiri-sendiri
maupun bersama-sama. Goldenberg dan Goldenberg (2010) menunjukkan
perlunya seorang terapis atau konselor untuk melihat perilaku secara menyeluruh,
termasuk semua gejala yang diekspresikan oleh individu, ditambahkannya,
orientasi sistem tidak menghalangi untuk menangani dinamika secara individu.
Sebagaimana dengan perkembangan individu, Family Systems dapat dilihat
sebagai suatu proses perkembangan yang berkembang dari waktu ke waktu.
Model perkembangan kehidupan keluarga meliputi family life cycle (siklus
kehidupan keluarga) dan the family life spiral.

FAMILY LIFE CYCLE


Jay Haley (1993) merupakan orang pertaman yang memberikan penawarkan
penjelasan secara rinci dari Family Life Cycle (siklus kehidupan keluarga). Haley
mengidentifikasi enam tahap perkembangan, mulai dari masa saling mengenal
hingga usia lanjut. Haley tertarik dalam memahami kekuatan keluarga yang
dimiliki oleh seorang individu dan tantangan yang mereka hadapi ketika saat
menjalani siklus kehidupan. Haley memiliki hipotesis bahwa gejala-gejala dan
disfungsi yang muncul ketika ada gangguan dalam mengantisipasi siklus
kehidupan terjadi secara alamiah.

127
Seiring waktu, ketegangan pasti akan muncul dalam keluarga karena adanya
perubahan perkembangan yang mereka hadapi (Smith & Schwebel, 1995).
Keluarga yang mengalami tekanan merupakan keluarga yang akan intens untuk
melakukan negosiasi antar anggota dalam hal-hal tertentu yang dapat
mempengaruhi proses transisi ke tahap selanjutnya dalam siklus kehidupan
keluarga mereka (Carter & McGoldrich 2004). Pada tingkatan tertentu, tekanan
ini dapat dilihat sebagai bagian dari respon keluarga terhadap tantangan dan
perubahan hidup mereka dalam proses melewati siklus kehidupan mereka,
misalnya, seorang pasangan mungkin akan mengalami ketegangan untuk beberapa
saat dengan orangtua mereka saat pasangan tersebut akan melakukan proses
transisi dengan kelahiran anak pertama mereka. Pada tingkat lain, tekanan
dimungkinkan muncul sebagai hasil warisan multigenerasi keluarga yang dapat
mempengaruhi dan menentukan sikap keluarga, hal-hal yang dianggap tabu,
harapan-harapan, dan pelabelan-pelabelan, serta isu-isu yang dimuat, misalnya,
selama beberapa generasi terdapat penggambaran (dan bahkan mungkin telah
menjadi aturan) bahwa laki-laki tidak bisa dipercaya untuk mengurusi keuangan,
dan terdapat kemungkinan untuk terjadinya penekanan yang dipaksakan jika tidak
ada wanita.
Ketika penekanan terjadi pada tingkat yang lebih tinggi, maka dimungkinkan
seluruh keluarga akan mengalami krisis yang akut. Terapis atau konselor keluarga
dapat menemukan kesulitan untuk menentukan sumber yang tepat dari stres yang
terjadi pada suatu keluarga, tanpa mengetahui dan mengidentifikasi kondisi-
kondisi lain yang juga berpengaruh terhadap munculnya tekanan dan stres yang
terjadi tersebut, baik yang telah terjadi pada generasi-generasi sebelumnya maun
yang sedang terjadi saat ini.

THE FAMILY LIFE SPIRAL


Combrinck-Graham (1985) membangun suatu model nonlinier dari
pengembangan strukutr keluarga yang disebut the family life spiral. Family life
spiral didalamnya mencakup berbagai macam tugas perkembangan dari tiga
generasi secara keseluruhan dan saling mempengaruhi satui dengan yang lain. Isu

128
perkembangan yang terjadi dalam setiap orang dapat dilihat kaitannya dengan
anggota keluarga yang lainnya. Family life spiral jika digambarkan tampak seperti
tornado yang terbalik. Family life spiral pada bagian atas menggambarkan
kedekatan keluarga selama periode sentripetal dan pada bagian bawah tergambar
mewakili periode sentrifugal dengan jarak yang lebih besar antara sesama anggota
keluarga.

Centripetal Periods. Kedekatan dalam kehidupan keluarga disebut dengan


sentripetal untuk menunjukkan berbagai kekuatan dalam sistem keluarga yang
terus dipertahankan secara bersama-sama (Combrinck-Graham, 1985).
Centripetal Periods (CPs) ditandai dengan orientasi batin yang membutuhkan
sebuah ikatan yang intens dan kohesif, misalnya anak usia dini, membesarkan
anak, dan grandparenting. Baik individu maupun anggota keluarga keluarga yang
lain menekankan kehidupan keluarga secara internal selama periode ini.
Akibatnya, batas-batas antara anggota menjadi lebih tersebar sehingga dapat
meningkatkan kerjasama antar anggota. Sebaliknya, berbeda dengan batas internal
yang tersebar kepada sesama anggota keluarga, batas-batas eksternal terkesan
menjadi lebih dibatasi dan seolah-olah sebuah keluarga “membuat sarang” untuk
dapat mengurus dirinya sendiri.

Centrifugal Periode. Ketidakterikatan atau terpisah dalam kehidupan keluarga


disebut sentrifugal untuk menunjukkan dominasi kekuatan keluarga untuk
menarik keluarga terpisah (Combrinck-Graham, 1988). Centrifugal Periode (CF)
yang ditandai dengan orientasi ke luar dari sebuah keluarga. Dalam periode ini,
fokus pembangunan struktur keluarga adalah pada tugas-tugas yang menekankan
pada identitas pribadi dan otonomi, seperti remaja, paruh baya, dan pensiun,
seiring dengan hal tersebut, batas eksternal keluarga menjadi longgar, struktur
keluarga lama yang domodifikasi, dan jarak antara anggota keluarga biasanya
meningkat.

129
The Family Merry-Go-Round. Istilah sentripetal dan sentrifugal dalam hal ini
menunjukkan adanya tarikan dan dorongan kekuatan dalam struktur kehidupan
keluarga. Jika dianalogikan, kekuatan ini hampir sama dengan proses
mengendarai komidi putar. Keluarga berada dalam proses terus-menerus untuk
saling mendorong dan menarik guna menyesuaikan diri dengan berbagai macam
peristiwa kehidupan. Periode dalam keluarga dapat beralih dari periode sentripetal
menjadi periode sentrifugal bergantung pada tugas perkembangan yang akan
dicapai dalam suatu tahapan siklus kehidupan keluarga tersebut. Sebuah keluarga
biasanya akan mencapai satu siklus setiap 25 tahun. Periode ini merupakan waktu
untuk menghasilkan generasi baru. Dalam setiap siklus keluarga yang terjadi,
anggota keluarga yang berbeda akan mengalami pergeseran. Pergeseran dalam
perkembangan ini disebut dengan oscillations yang memberikan kesempatan bagi
anggota keluarga untuk melatih kedekatan dan dan keterlibatan dirinya dalam
periode sentripetal dan kemandirian dalam periode sentrifugal (Combrinck-
Graham, 1985).

Implications for Practice. Periode sentripetal maupun sentrifugal mendefinisikan


kondisi patologis. Periode ini menggambarkan gaya hubungan keluarga pada
tahap tertentu dalam family life spriral. Pembentukan suatu respon tertentu
muncul ketika ada anggota keluarga yang dihadapkan dengan suatu peristiwa di
luar antisipasi family life spiral. Misalnya, kematian mendadak, kelahiran anak
cacat, penyakit kronis, atau perang. Bagi beberapa keluarga, tekanan akan muncul
terkait dengan hal-hal tersebut. Intensitas dan durasi kecemasan keluarga akan
mempengaruhi kemampuan keluarga untuk membuat transisi yang diperlukan.
Tujuan terapi keluarga adalah untuk membantu keluarga melewati krisis yang
terjadi selama masa transisi, sehingga dapat melanjutkan ke tahap berikutnya
dalam proses kehidupan keluarga tersebut.

C. Perkembangan perilaku
I. Struktur Kepribadian

130
Sebagaimana hakikat manusia dalam family systems therapy bahwa manusia
(klien) dalam perkembangan kehidupannya akan selalu berhubungan dengan
sistem kehidupan, maka perkembangan perilaku, termasuk didalamnya struktur
kepribadian akan sangat dipengaruhi oleh sistem yang ada dalam sebuah
keluarga. Banyak faktor yang berpengaruh terhadap lingkungan keluarga,
diantaranya adalah Birth Order And Family Constellation
Birth order and family constellation sering disalahpahami, posisi anak dalam
urutan kelahiran tidak deterministik, hanya memberikan kemungkinan bahwa
seorang anak akan memiliki berbagai jenis pengalaman. Family constellation
seseorang mencakup komposisi keluarga, peran masing-masing orang, dan
hubungan timbal balik seseorang yang telah berlangsung dalam kehidupannya,
baik dengan saudara dan maupun dengan orang tua.Family systems therapy
memiliki anggapan bahwa perkembangan individu juga dipengaruhi konteks
sosial yang terjadi, termasuk orangtua, saudara, dan individu penting lainnya yang
menciptakan hubungan dengan seorang anak, bukan sebagai penerima pasif,
melainkan anak-anak mempengaruhi bagaimana orang tua dan saudara
menanggapi mereka. Setiap anak datang untuk memainkan peran dalam keluarga
yang ditentukan oleh interaksi dan transaksi dalam keluarga. Meskipun ada
banyak faktor yang akan menunjukkan pengecualian, ada beberapa karakteristik
umum terkait dengan posisi urutan kelahiran, karakteristik umum tersebut antara
lain sebagai berikut.
a) Anak Pertama (Anak Tertua). Anak pertama yang untuk sementara waktu
menjadi anak tunggal akan merasa memiliki kehidupan yang “baik” untuk
beberapa periode waktu, mereka cenderung menjadi pusat perhatian dan
kadang-kadang manja. Namun, ketika saudara dilahirkan, anak tertua
cenderung merasa diturunkan dan mungkin merasa terancam, kurang dicintai
dan diabaikan, marah, takut, dan cemburu dalam menanggapi kehilangan peran
khusus mereka sebagai anak tunggal. Seringkali, anak-anak pertama (tertua)
mencoba untuk mendapatkan kembali posisi kembali dengan melakukan
perbuatan baik (misalnya, menjadi bertanggung jawab, sebagai pengurus adik-

131
adiknya, mengikuti kegiatan ekstra), dan dapat membantu anak pertama untuk
menjadi lebih afiliatif dan percaya diri.
Anak pertama (anak tertua) cenderung menjadi yang paling cerdas,kemampuan
verbal mereka sangat kuat. Anak pertama yang tumbuh dalam keluarga orang
dewasa, cenderung diandalkan, dan bertanggung jawab. Mereka umumnya
berkelakuan baik dan kooperatif, sesuai dengan harapan masyarakat, banyak
dari kemampuan mereka seringkali membantu mereka mencapai posisi
kepemimpinan.
b) Anak kedua. Anak kedua terkadang menemukan posisi diri mereka dalam
posisi yang tidak nyaman. Selama tahun-tahun awal, anak kedua terkadang
memiliki seseorang yang lebih maju yang ada di depannya. Situasi ini dapat
diatasi jika saudara tertuanya adalah laki-laki dan perempuan yang lahir satu
tahun atau lebih sebelum kelahiran anak kedua tersebut. Namun, jika anak
sulung berhasil, anak kedua terkadang menjadi mudah putus asa dan kurang
memiliki harapan untuk mencapai suatu posisi atau kegiatan yang ditempati
oleh saudara tertuanya. Jika anak pertama lebih sukses, semakin besar
kemungkinan bahwa anak kedua akan mengembangkan karakteristik kebalikan
dari anak sulung/anak pertama dengan berorientasi pada prestasi anak sulung.
Anak kedua terkadang merasa ada tekanan untuk mengejar dan bersaing
dengan anak tertua. Karena anak kedua lahir biasanya menyadari bahwa
mereka tidak dapat mengalahkan keberhasilan anak sulung sudah tercapai,
mereka tertarik ke arah usaha di mana saudara yang lebih tua tidak lebih baik
atau tidak tertarik pada usaha yang ditekuninya tersebut. Pola umum adalah
untuk anak sulung untuk unggul di daerah tradisional seperti bahasa Inggris
atau matematika dan untuk anak kedua berusaha sukses dengan sebuah
kreatifitas seperti menyanyi atau menggambar dan lebih menekankan pada
ranah sosial daripada keberhasilan akademis. Anak kedua cenderung lebih
peduli, ramah, dan ekspresif dari saudara mereka yang lebih tua.
c) Anak Tengah. Sama seperti anak kedua, anak-anak tengah memiliki saudara
kandung yang memimpin, tetapi mereka juga memiliki saudara yang dekat
dengan mereka. Tidak hanya mereka harus menjaga, tetapi juga mereka merasa

132
bahwa mereka harus tetap berada di depan. Terkadang anak-anak tengah
kurang yakin akan kemampuan atau dirinya sendiri, memiliki kelebihana dalam
ranah sosial. Namun, beberapa anak tengah merasa terjepit di antara anak-anak
yang telah menemukan tempat mereka dan anak-anak muda yang tampaknya
untuk menerima lebih banyak cinta dan perhatian.
Anak tengah terkadang memiliki kesulitan untuk menemukan cara menjadi
lebih khusus dan bisa menjadi putus asa, melihat diri mereka tidak atau kurang
dicintai dan diabaikan. Pola ini biasanya kurang jelas dalam keluarga yang
besar di mana dua atau lebih anak berbagi peran anak tengah tetapi sangat
mungkin dalam keluarga dengan hanya tiga anak. Dengan dorongan orangtua
dan positif, bagaimanapun, anak-anak tengah sering menjadi baik, memiliki
penyesuaian diri yang baik, ramah, kreatif, dan ambisius.
d) Anak Bungsu. Anak bungsu berada dalam tiga situasi. Pertama, mereka
mungkin dimanjakan dan dimanjakan oleh seluruh keluarga. Kedua, mereka
mungkin merasa perlu untuk melakukan usaha yang lebih (termasuk juga aspek
waktu) hanya untuk bersaing dengan saudara mereka yang lebih tua. Ketiga,
mereka mungkin menjadi berkecil hati tentang bersaing dengan mereka
saudara dan saudari. Anak-anak bungsu sering memposisikan diri mereka pada
posisi yang membuat saudara-saudaranya menjadi iri, karena mereka mungkin
dimanjakan oleh orang tua dan saudara kandung yang lebih tua. Terlalu banyak
hal dapat dilakukan untuk mereka, termasuk membuat keputusan dan
mengambil tanggung jawab. Karena posisi yang “unik”, anak-anak bungsu
dapat dengan mudah mengalami patah semangat dan mengembangkan
perasaan rendah diri, mungkin karena ada harapan terbatas untuk kesuksesan
mereka, tetapi anak bungsu sering menjadi anak yang paling berhasil dalam
keluarga. Anak bungsu terkesan santai dalam menjalani hidup dan sepertinya
tidak pernah terjebak dalam perjuangan untuk mencapai sebuah prestasi.
Anak bungsu tidak pernah memiliki kesempatan untuk menjadi yang pertama
pada situasi dan kondisi apa pun, namun, ia tetap mempertahankan sikap
positif yang kuat tentang masa kecilnya dan kenyataan bahwa saudara-
saudaranya selalu tampak bersaing menjadi yang pertama, tidak peduli

133
seberapa mampu mereka, cenderung tidak dianggap serius oleh orang lain.
Keputusan dapat dilakukan untuk mereka, dan mereka mungkin tidak perlu
mengambil tanggung jawab yang lebih untuk diri mereka sendiri atau orang
lain.Namun, anak-anak yang lahir terakhir juga dapat memperoleh kekuatan
yang cukup besar dalam keluarga dan berkembang pada perhatian khusus yang
mereka terima. Mereka sering menjadi petualangan, santai, empatik, ramah,
dan inovatif. Mereka biasanya mengejar kepentingan mereka sendiri, semua
itu dilakukan untuk menghindari persaingan dengan saudara kandung. Sekutu
mereka yang paling mungkin adalah yang tertua, dan yang juga memiliki
perasaan yang berbeda.
e) Anak Tunggal. Anak tunggal memiliki banyak kesamaan dengan baik anak
sulung dan anak bungsu. Mereka mencari prestasi seperti anak sulung dan
biasanya menikmati menjadi pusat perhatian seperti anak bungsu. Anak
tunggal adalah kondisi yang “unik”, mereka tumbuh dalam dunia yang penuh
dengan orang dewasa. Tidak ada anak-anak lain dengan siapa untuk bersaing,
sehingga anak hanya bekerja keras untuk mencapai suatu tingkat kedewasaan
tertentu. Ketika orang tua mereka sangat mampu, mereka terkadang
menemukan kesulitan untuk bersaing dan mengukur tingkat keberhasilannya,
dapat menjadi putus asa, dan mungkin menyerah. Jika anak tunggal tidak
mendapatkan posisi dalam keluarga dengan cara yang positif dan konstruktif,
mereka mungkin menjadi "baik" dalam kondisi nakal, beberapa anak hanya
menerima begitu banyak perhatian dan pelayanan dari orang –orang dewasa
yang ada disekitar mereka dan berusaha untuk tetap tidak berdaya dan tidak
bertanggung jawab. Mereka tidak menyerah, melainkan hanya tidak pernah
mulai untuk mencoba.
Anak tunggal terkesan diposisikan hanya untuk menjadi sangat egosentris,
karena mereka tidak harus berhadapan dengan siapa pun (saudara) untuk
berbagi. Karakteristik lain yang cukup khas dari anak tunggal anak adalah
bahwa mereka sering tumbuh dan menikmati menjadi pusat perhatian. Hal ini
terutama berlaku ketika anak adalah cucu pertama. Dalam banyak kasus, anak

134
tunggal dapat mengembangkan bakat dari satu jenis atau beberapa jenis bakat
sekaligus untuk dapat menjadi bintang.
Ketika anak tunggal sering mendapatkan apa yang mereka inginkan dan
melakukan berbagai hal dengan cara mereka sendiri, mereka mungkin menolak
untuk bersikap kooperatif dengan orang lain yang tidak mau menjalankan
sesuatu yang diinginkannya tersebut. Hanya anak-anak sering mengembangkan
keterampilan untuk berhubungan hanya untuk orang dewasa, terutama jika
dunia orang dewasa adalah lingkungan utama sosial mereka, bukan sebaya
mereka. Akibatnya, mereka menjadi penyendiri dan merasa tidak perlu untuk
membangun hubungan dengan anak-anak lain, sehingga memungkikankan jika
orangtua mereka merasa tidak aman atau nyaman,maka mereka dapat
mengadopsi kekhawatiran, ketidakamanan, ketidaknyamanan orang tua mereka
tersebut.

Variabel dalam keluarga dapat memiliki dampak yang kompleks pada pola-pola
ini. Sebagai contoh, ketika kembar lahir, keluarga cenderung memperlakukan satu
anak sebagai yang lebih tua daripada yang lain, artifisial menentukan urutan
kelahiran mereka. Ketika anak sulung adalah seorang gadis atau terganggu dalam
beberapa cara, keluarga mungkin secara tidak sengaja atau dengan sengaja
mempromosikan anak kedua ke posisi sulung. harapan tinggi akan diberikan
kepada anak itu, sementara sulung akan diperlakukan seperti detik lahir.
pemposisian mereka akan memberikan dampak pada kepribadian dan perilaku
mereka nantinya.

II. Pribadi Sehat dan Bermasalah


Perspektif pribadi dalam family systems therapy menyatakan bahwa individual
dipahami sebaik-baiknya melalui penilaian interaksi antara anggota keluarga.
Perkembangan dan perilaku satu anggota keluarga tak terlepas dari keluarga
lainnya. Gejala seringkali dipandang sebagai ekspresi dari sekumpulan kebiasaan
dan pola dalam sebuah keluarga. Sangat revolusioner untuk menyimpulkan bahwa

135
mengenali problem klien dapat menjadi gejala tentang bagaimana fungsi sistem,
bukan sekedar gejala ketidakmampuan individual menyesuaikan diri, sejarah, dan
perkembangan psikologis.
Pribadi sehat dalam family systems therapy didasarkan pada asumsi bahwa pribadi
yang dapat menjalankan model perkembangan keluarga yang normal, dapat
melakukan diferensiasi identitas dengan tepat, secara emosional dapat
mengembangkan kemampuan sesuai dengan tugas perkembangannya, memiliki
citra diri yang mandiri pada masing-masing individu, dan dapat mengembangkan
kohesifitas diri baik di dalam keluarga maupun lingkungan sosial lainnya, serta
dapat menunjukkan apresiasi terhadap perasaan yang dialaminya sendiri dan juga
perasaan individu lain disekitarnya (misalnya, anak, saudara, dll.)
Pribadi bermasalah dalam family systems therapy didasarkan pada asumsi bahwa
pribadi tidak dapat memberikan fungsi atau tujuan bagi keluarga dengan tepat,
tidak dapat mempertahankan proses keluarga baik secara sengaja maupun tidak
sengaja, mengalami ketidakmampuan untuk beroperasi secara produktif
(khususnya) selama pengembangan transisi, mengalami gejala pola disfungsional
yang tidak tertangani hingga generasi berikutnya, perkembangan ego yang tidak
sempurna atau fenomena ‘transference’ dalam konsep Freud, mengalami
ketidaktepatan proses penyesuaian diri dengan orang dewasa, mengalami
kegagalan individu mengembangkan kohesi diri dan keunikan identitas dirinya
yang menyebabkan gangguan kasih sayang emosional, berkepribadian narsistik
(terobsesi dengan opini orang lain) atau kebutuhan yang ekstrim terhadap
penghargaan.

D. Hakikat KONSELING
Konseling Keluarga merupakan upaya bantuan yang diberikan kepada individu
sebagai bagaian dari anggota keluarga melalui sistem keluarga (pembenahan
komunikasi keluarga) agar potensinya berkembang seoptimal mungkin dan
masalahnya dapat diatasi atas dasar kemauan membantu dari semua anggota
keluarga berdasarkan kerelaan dan kecintaan terhadap keluarga.

136
Prinsip-prinsip konseling keluarga

1. Setiap anggota adalah sejajar, tidak ada satu yang lebih penting dari yang
lain.
2. Situasi saat ini merupakan penyebab dari masalah keluarga dan prosesnyalah
yang harus diubah.
3. Tidak perlu memperhatikan diagnostik dari permasalahan keluarga, karena
hal ini hanya membuang waktu saja untuk ditelusuri.
4. Selama intervensi berlangsung, konselor/terapist merupakan bagian penting
dalam dinamika keluarga, jadi melibatkan dirinya sendiri.
5. Konselor/terapist memberanikan anggota keluarga untuk mengutarakan dan
berinteraksi dengan setiap anggota keluarga dan menjadi “intra family
involved”.
6. Relasi antara konselor/terapist merupakan hal yang sementara. Relasi yang
permanen merupakan penyelesaian yang buruk.
7. Supervisi dilakukan secara riil/nyata (conselor/therapist center)

E. Kondisi Pengubahan
I. Tujuan

a. Membantu anggota keluarga untuk belajar dan secara emosional menghargai


bahwa dinamika keluarga saling bertautan di antara anggota keluarga.

b. Membantu anggota keluarga agar sadar akan kenyataan bila anggota


keluarga mengalami problem, maka ini mungkin merupakan dampak dari
satu atau lebih persepsi, harapan, dan interaksi dari anggota keluarga
lainnya.

137
c. Bertindak terus menerus dalam konseling/terapi sampai dengan
keseimbangan homeostasis dapat tercapai, yang akan menumbuhkan dan
meningkatkan keutuhan keluarga.

d. Mengembangkan apresiasi keluarga terhadap dampak relasi parental


terhadap anggota keluarga.

II. Konselor
Konselor pada konseling keluarga diharapkan mempunyai kemampuan
professional untuk mengantisipasi perilaku keseluruhan anggota keluarga yang
terdiri dari berbagai kualitas emosional dan kepribadian. Konselor diharapkan
mampu: mengembangkan komunikasi antara anggota keluarga yang tadinya
terhambat oleh emosi-emosi tertentu; membantu mengembangkan penghargaan
anggota keluarga terhadap potensi anggota lain sesuai dengan realitas yang ada
pada diri dan lingkungannya; membantu konseli agar berhasil menemukan dan
memahami potensi, keunggulan, kelebihan yang ada pada dirinya dan
mempunyai wawasan serta alternative rencana untuk pengembangannya atas
bantuan semua anggota keluarga; dan mampu membantu konseli agar dia dapat
menurunkan tingkat hambatan emosional dan kecemasan serta menemukan,
memahami, dan memecahkan masalah dan kelemahan yang dialaminya dengan
bantuan anggota keluarga lainnya.

Konselor tidak boleh menjadi pribadi yang stereotip terhadap urutan kelahiran.
Pada saat yang sama, menjelajahi urutan kelahiran dan pengaruhnya pada
perkembangan kepribadian seseorang akan sangat memungkinkan untuk dapat
memahami orang tersebut.

Konselor memiliki banyak peran dalam pendekatan ini antara lain


pembimbing, Coach, model, dan konsultan.

138
III. Konseli
Konseli dalam konseling keluarga berbeda dengan konseli pada pendekatan
lainnya. Konseli dalam konseling keluarga bisa terdiri satu orang, atau lebih
dari satu orang. Konseli dalam pendekatan ini adalah individu yang tidak
berfungsi dengan baik dalam kelurga. Konseli merupakan bagian dari suatu
struktur keluarga, dan keluarga merupakan unit yang menentukan atau
memberikan sumbangsih pada perkembangan konseli.

IV. Situasi Hubungan


Faktor jumlah klien (anggota keluarga) menjadi salah satu faktor yang
mempengaruhi hubungan antara konselor dan konseli. Dalam konseling
keluarga, konseli bisa lebih dari satu orang. Relasi antara anggota keluarga
amat beragam dan bersifat emosional, dan konselor harus melibatkan diri atau
berpartisipasi secara penuh dalam dinamika konseling keluarga. Ada lima
jenis relasi dalam konseling keluarga:

1. Relasi seorang konseli dengan konselor


2. Relasi antar konseli yang satu dengan yang lainnya
3. Relasi konselor dengan sebagian kelompok anggota keluarga
4. Relasi konselor dengan keseluruhan anggota keluarga
5. Relasi antar sebagaian kelompok dengan sebagian kelompok anggota
lain, misalkan Ibu yang memihak anak laki-laki dan ayah yang
memihak anak perempuan.
Oleh karena itu penting sekali membina komunikasi, baik komunikasi antara
konselor dan konseli, konselor dengan anggota keluarga, dan komunikasi
antar keluarga. Komunikasi ini diwarnai oleh suasana afektif dan interaksi
yang mengandung kualitas emosional, akan tetapi lama-kelamaan mengarah
pada perubahan kepada perilaku yang rasional.

139
F. Mekanisme pengubahan

I. Tahap-tahap konseling
Proses dalam konseling keluarga adalah:

1. Pengembangan Rapport, merupakan suasana hubungan konseling yang


akrab, jujur, saling percaya, sehingga menimbulkan keterbukaan dari
konseli. Upaya pengembangan rapport ini ditentukan oleh aspek-aspek diri
konselor yakni kontak mata; perilaku non verbal (erilaku attending,
bersahabat/akrab, hangat, luwes, ramah, jujur/asli, penuh perhatian); dan
bahas lisan/verbal yang baik.
2. Pengembangan apresiasi emosional, dimana munculnya kemampuan
untuk menghargai perasaan masing-masing anggota keluarga, dan keinginan
mereka agar masalah yang mereka hadapi dapat terselesaikan semakin
besar. Muncul dinamika interaksi dari semua individu yang terlibat dalam
konseling.
3. Pengembangan alternative modus perilaku. Dalam tahap ini, baik konseli
maupun anggota keluarga mengembangkan dan melatihkan perilaku-
perilaku baru yang disepakati berdasarkan hasil diskusi dalam konseling.
Pada tahap ini muncul home assignment, yaitu mencobakan/mempraktikan
perilaku baru selama masa 1 minggu (misalnya) di rumah, kemudian akan
dilaporkan pada sesi berikutnya untuk dibahas, dievaluasi, dan dilakukan
tindakan selanjutnya.
4. Fase membina hubungan konseling. Adanya acceptance, unconditional
positive regard, understanding, genuine, empathy.

Menurut Conjoint Family Therapy, langkah/proses konseling yang dapat


ditempuh adalah:

1. Intake interview, building working alliance. bertujuan untuk


mengeksplorasi dinamika perkembangan konseli dan anggota keluarga
lainnya (untuk mengungkapkan kesuksesan dan kegagalannya, kekuatan

140
dan kelemahannya, pola hubungan interpersonal, tingkah laku
penyesuaian, dan area masalahnya).
2. Case conceptualization and Treatment Planning, mengenal
masalah/memperjelas masalah, kemudian fokus pada rencana intervensi
apa yang akan dilakukan untuk penanganan masalah.
3. Implementation, menerapkan intervensi yang disertai dengan tugas-tugas
yang dilakukan bersama antara konseli dan keluarga, contohnya: free
drawing art task (menggambar bebas yang mewakili keberadaan mereka
baik secara kognitif, emosi, dan peran yang mereka mainkan), home work,
4. Evaluation termination, melakukan kegiatan penilaian apakah kegiatan
konseling yang telah dilaksanakan mengarah dan mencapai hasil sesuai
dengan tujuan konseling.
5. Feedback, yaitu memberikan dan menganalisis umpan balik untuk
memperbaiki dan meingkatkan proses konseling.

II. Teknik-teknik konseling

Teknik-teknik dalam konseling keluarga berkembang dengan pesat memasuki


tahun 1970-an. Inovasi teknik terapeutik diperkenalkan termasuk pendekatan
behavioral yang dikaitkan dengan masalah-masalah keluarga. Pada tahu
1980-an, konseling perkawinan dan konseling keluarga menjadi satu. Para
praktisi dari berbagai disiplin keahlian menjadikan konseling keluarga
sebagai ciri propesional mereka. Pada saat sekarang, konseling keluarga lebih
menekankan penanganan masalah-masalah secara kontekstual daripada secara
terpisah dengan individu-individu. Tantangan yang dihadapi oleh konseling
keluarga pada tahun 1980-an adalah mengintegrasikan berbagai pendekatan
konseling keluarga dan menggunakan kombinasi-kombinasi dari teknik-
teknik yang dibutuhkan untuk populasi-populasi yang berbeda.

Teknik-teknik yang digunakan dalam konseling keluarga adalah:

141
a. Sculpting, yaitu teknik yang mengijinkan anggota-anggota keluarga
untuk menyatakan kepada anggota lain, persepsinya tentang berbagai
masalah hubungan yang ada diantara anggota-anggota keluarga. Konseli
dapat menyatakan isi hati dan persepsinya tanpa cemas. Sculpting
digunakan untuk mengungkapkan konflik keluarga melalui verbal, baik
perasaan maupun tindakan.
b. Role Playing, yaitu teknik dengan memberikan peran tertentu kepada
anggota keluarga. Peran tersebut adalah peran orang lain dikeluarga
tersebut. Contohnya anak diminta memainkan peran sebagai ayahnya.
Tujuan teknik adalah untuk konseli terlepas dari perasaan
penghukuman, tertekan, dan lainnya.

c. Silence, yaitu teknik yang digunakan untuk menunggu suatu gejala


perilaku baru muncul, pikiran baru, respons baru. Teknik ini digunakan
saat anggota keluarga berada dalam konflik dan frustrasi karena salah
satu anggota keluarga yang suka bertindak “kejam”, sehingga mereka
datang saat konseling dengan tindakan tutup mulut.

d. Confrontation, yaitu teknik yang digunakan untuk mempertentangkan


pendapat-pendapat anggota keluarga yang terungkap dalam wawancara
konseling keluarga. Tujuannya adalah untuk anggota keluarga saling
berterus terang, jujur, dn menyadari perasaan masing-masing.

e. Teaching via questioning, yaitu teknik mengajar anggota keluarga


dengan cara bertanya, contoh: “bagaimana kalau prestasimu menurun?
Apakah kamu senang kalau orangtuamu sedih?”

f. Listening, yaitu teknik yang digunakan agar pembicaraan seorang


anggota keluarga didengarkan dengan sabar oleh yang lain. Tujuannya
adalah untuk mendengarkan dengan perhatian.

g. Recapitulating, yaitu teknik mengikthisarkan atau


merangkum/menginterpretasi pembicaraan yang bergalau pada setiap

142
anggota keluarga, dengan tujuan agar pembiacaraan menjadi terarah dan
terfokus.

h. Clarification, yaitu teknik yang digunakan untuk memperjelas


pernyataan atau perasaan yang diungkapkan secara samar-samar oleh
anggota keluarga. Biasanya teknik ini lebih menekankan kepada aspek
makna kognitif dari suatu pernyataan verbal konseli atau anggota
keluarga lainnya.

i. FAMILY GENOGRAM

143
Family Genogram memberikan cara lain untuk konseptualisasi
pembangunan sebuah struktur keluarga. Biasanya, family genogram
digunakan untuk memetakan perkembangan dari keluarga tertentu
selama siklus kehidupannya, setidaknya untuk tiga generasi. family

genogram ini menyerupai pohon keluarga yang didalamnya mencakup


informasi tentang urutan kelahiran, anggota keluarga, komunikasi
mereka, dan isu-isu hubungan. Dalam Corey (2009) dijelaskan bahwa
Monica McGoldrick menyediakan sumber yang bagus untuk clinicians
yang kurang familiar dengan penggunaan family genogram (lihat
McGoldrick, Gerson, & Shellenberger, 1999). Family genogram sering
digunakan sebagai dasar pembentukan hipotesis klinis dalam family
work dan metode-metode lain (yang didalamya mengandung sebuah
sensitifitas budaya) yang ditawarkan untuk memahami konseli baik
secara individual maupun secara keluarga. Sebagai contoh, Magnuson,
Norem, dan Skinner (1995) menganjurkan pemetaan dinamika
hubungan dalam keluarga pasangan gay atau lesbian yang tidak diakui
oleh masyarakat umum (misalnya, pernikahan) - Gibson (2005)
menyediakan panduan yang sangat baik untuk efektifitas penggunaan
family genogram dalam setting konseling sekolah.

144
j. Selain family genogram, Hartman (1995) mengembangkan alat serupa
yang disebut ecomap. Beberapa kelebihan dari ecomap yakni
dimungkinkannya klien dan konselor atau terapis untuk berada dalam
suatu diagram tertentu, interaksi keluarga dan masyarakat juga dapat
disertakan. Sebuah ecomap mencakup berbagai unsur guna
mengorganisir sebuah kasus. Family genogram dan ecomaps semakin
sering digunakan dalam bidang di luar family systems therapy seperti
perawatan (Olsen, Dudley-Brown, dan McMullen, 2004) dan family
medicine (Wattendorf & Hadley, 2005).

Dapat disimpulkan dari semua macam konseling keluarga adalah sebagai berikut:

145
Konseling Keluarga

TABEL PERBANDINGAN ENAM SUDUT PANDANG SISTEMIS DALAM TERAPI KELUARGA

Adlerian family Multi Generational Human Validation Experiential/Sy Structural Family Strategic
Therapy Family Therapy Process Model mbolic Family Therapy Family
Therapy Therapy
Tokoh kunci Afred Adler Murray Bowen Virginia Satir Carl Whitaker Salvador Minuchin Jay Haley dan
Rudolf Dreikurs Cloe Madanes

Oscar Christensen
dan Manford
Sonstegard
Fokus waktu Sekarang dengan Sekarang dan masa lalu: Di sini dan sekarang Sekarang Sekarang dan masa Sekarang dan
beberapa referensi asal usul keluarga; tiga lalu masa depan
terhadap masa lalu generasi
Tujuan Memungkinkan Membedakan diri; Mendorong Mendorong Restrukturisasi Mengeliminasi
terapi orangtua sebagai perubahan individual di pertumbuhan, spontanitas, pengaturan dalam masalah yang
pimpinan; membuka dalam konteks sistem; penghargaan diri/self kreativitas, keluarga; perubahan muncul saat
tujuan yang salah mengurangi kecemasan esteem dan otonomi, dan pola transaksional ini; mengubah
atau sembarangan hubungan/relasinya; kemampuan diri yang disfungsional pola
dan pola interaksi membantu keluarga sendiri untuk disfungsional,
dalam keluarga; mencapai interaksi dan memainkan rangkaian
mempromosikan komunikasi yang perannya dalam interupsi
pola asuh yang kongruen keluarga

Teori dan Pendekatan Konseling-146


efektif
Peranan dan Pendidik; penyelidik Pemandu/Pembimbing, Fasilitator aktif, Pelatihan “Friendly uncle”; Sutradara aktif
fungsi motivasional, peneliti yang objektif, detektif/penyelidik keluarga, stage manager, dari perubahan;
konselor kolaborator guru, memantau sumberdaya, model penantang, model promotor untuk penyelesai
reaktivitas sendiri untuk kongruensi untuk perubahan perubahan dalam masalah/proble
melalui struktur keluarga m solver
permainan
Proses Pembentukan Pertanyaan-pertanyaan Keluarga dibantu untuk Kesadaran dan Terapis bergabung Perubahan
perubahan hubungan yang dan proses kognitif yang pindah dari status quo benih perubahan dengan keluarga dalam terjadi melalui
didasarkan pada membawa pada melalui “chaos” kepada yang “ditanam” peranan action-oriented
saling menghargai, diferensiasi dan kemungkinan- dalam konfrontasi kepemimpinan; dan intervensi
menyelidiki urutan pemahaman asal usul kemungkinan baru dan terapi perubahan struktur; paradoksial
kelahiran dan keluarga integrasi baru menetapkan batas
kesalahan tujuan,
pendidikan ulang
Teknik dan Konstelasi keluarga; Genogram; sepakat Empati; sentuhan, Co-therapy, Joining & Reframing,
inovasi hari khusus/khas dengan keluarga- komunikasi; pengungkapan Accomodation; directives
(typical day), menangani isu asal usul pemahatan/sculpting; diri; konfrontasi, unbalancing/ketidak- /pengarahan &
pengungkapan keluarga, detriagulasi bermain peran, menggunakan diri seimbangan, paradoks,
tujuan, konsekuensi hubungan kronologi kehidupan sebagai agen penelusuran, amplifying,
yang natural/ logis keluarga perubahan pembuatan batas, pura-pura,
enactments/ aturan/ enactments/
aturan/

147
Sumber: Corey, 2009. Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy-8th Edition.

148
G. KELEMAHAN DAN KELEBIHAN
Kelemahan

1. Pemilihan bahasa untuk penekanan kekuatan destruktif dan konfrontatif dalam sistem
keluarga dapat membatasi penerapan teknik-teknik dalam family systems therapy, dan
harus sangat mempertimbangkan perbedaan budaya antara konselor, konseli, dan
keluarganya.
2. Pada awal family systems therapy, konselor dimungkinkan untuk sering melakukan
kesalahan penggunaan bahasa dalam mengadopsi sistem dan melakukan penggambaran
suatu sistem keluarga.
3. Pendekatan ini kurang mempertimbangankan faktor emosional dari beberapa bagian yang
terlibat, terapis mencoba mengetahui lebih dalam cara sistem keluarga bekerja dengan
sedikit memperhatikan individu (konseli) sepanjang "seluruh" keluarga "berfungsi" lebih
baik.
4. Pendekatan ini memungkinkan terapis untuk mempertimbangkan keluarga sebagai sistem
ketika mereka terfokus pada dunia individual, dan kondisi ini banyak konselor dan terapis
merasa kewalahan ketika dihadapkan dengan kedalaman dan intensitas sebuah keluarga
dalam kesulitan.
5. Pendekatan ini menuntut kepekaan budaya bukan sebagai elemen penting dari landasan
model ini.
6. Pendekatan ini cenderung menempatkan laki-laki dengan hak istimewa dan memiliki
status quo dalam budaya kita.
7. Pendekatan ini memungkinkan untuk tersaji dalam model dogmatis.

Kelebihan/Kekuatan

Konseling keluarga mendefinisikan individual sebagai sebuah sistem yang melekat pada
banyak sistem lainnya, di mana sepenuhnya mempunyai perspektif berbeda tentang penilaian
dan penanganan. Sebuah kerugian dari sudut pandang ini adalah bahwa individual bukan
korban kesalahan sebagai ‘orang buruk’ dalam keluarga. Daripada menyalahkan ‘identifikasi
pasien’ atau keluarga, seluruh keluarga mempunyai kesempatan untuk (a) mengkaji
bermacam-macam perspektif dan pola interaksi yang mengkarakteristikkan unit dan (b)
berpartisipasi dalam menemukan solusi.

149
Satu kontribusi kunci dari sebagian besar pendekatan ini adalah bukan pada individual
atau keluarga yang disalahkan karena tidak berfungsi. Keluarga diberdayakan melalui proses
identifikasi dan penyelidikan internal, pengembangan, dan pola interaksi yang penuh tujuan.
Pada saat bersamaan, perspektif sistem mengakui bahwa individual dan keluarga dipengaruhi
oleh kekuatan dan sistem internal, di antaranya adalah penyakit, pergeseran pola gender,
budaya, dan pertimbangan sosio ekonomi.

H. SUMBER RUJUKAN

Corey, G. 2009. Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy- 8th Edition.
Belmont: Brook/Cole USA

Goldenberg, I. & Goldenberg, H. 2010. Family Therapy an Overview. Belmont, CA :


Brooks/Cole.

Ivey, A. E., D’Andrea, M., Ivey, M. B., Morgan, L. S. 2009. Theories of Counseling and
Psychotherapy: A Multicultural Perspective 6th Edition. Boston: Pearson Education
Inc.

Capuzzi, D. & Gross, D.R. 2007. Counseling & Psychotherapy: Theories and Intervention 4th
Edition. Upper Saddle River, New Jersey: Pearson Prentice-Hall.

Willis, S. 2009. Konseling Keluarga. Bandung: Alfabeta

Seligman, L. 2006. Theories Of Counseling and Psychoterapy: Systems, Strategies, and


Sklills 2nd Edition. Columbus, Ohio : Pearson Merril Prentice

Sharf, R.S. 2004. Theories of Psychotherapy & Counseling-Concept and


Cases-

150

Anda mungkin juga menyukai