Anda di halaman 1dari 3

Kitab Basah dan Kitab

Kering
tulisan oleh:
Kandjeng Pangeran Karyonagoro, 2001

Kata “kitab garing” popular bagi mereka yang suka untuk belajar olah batin. Dalam hidup ini
hendaknya kita tidak hanya belajar tentang “kitab garing” yaitu membaca dan memahami apa
yang tertulis di dalam buku-buku saja. Namun hendaknya kita utamakan membaca serta
menghayati apa yang ada di alam semesta dan mengenal di dalam diri manusia yang dilanjutkan
dengan melaksanakan di dalam perilaku. Ini disebut “kitab teles.” Marilah kita perdalam soal
kitab ini. Di dalam ajaran agama Islam, beriman kepada kitab-kitab-Nya menduduki ranking
ketiga.

Ranking pertama adalah beriman kepada Allah dan ranking kedua adalah beriman kepada
malaikat-Nya. Setelah itu baru beriman kepada kitab-kitabnya, dan ranking keempat adalah
beriman kepada rasul-rasul-Nya, ranking kelima adalah beriman kepada Hari Akhir dan ranking
terakhir keenam adalah beriman kepada takdir. Meskipun disini dikatakan ranking, namun tidak
berarti ranking pertama lebih hebat dan harus didahulukan dari ranking selanjutnya. Semuanya
harus diimani secara total dengan penghayatan dan perilaku yang selanjut-lanjutnya mulai
ranking satu hingga terakhir karena itu sejatinya satu kesatuan. Iman juga tidak hanya diartikan
PERCAYA alias YAKIN terhadap keberadaan sesuatu. Ini tentu saja penghayatan anak kecil yang
dangkal dan masih belum sempurna. Hakikat iman adalah WUJUD PENGAKUAN baik yang
diucapkan maupun yang diyakini di dalam hati dan kemudian dilanjutkan dengan PERILAKU
sehari-hari. Maka, iman dalam arti yang demikian adalah arti iman yang ‘HIDUP’ bukan iman
yang ‘MATI’. Keimanan yang sempurna oleh karena itu tidak hanya diucapkan di mulut saja.
Kalau hanya diucapkan di mulut, para maling uang rakyat, para maling kebijakan moneter, para
maling perkara pengadilan pun juga bisa melakukannya. Namun, hakikat keimanan yang
sempurna pasti berbeda. IMAN SEMPURNA akan diraih ketika TELAH MENDARAH DAGING
dalam PERBUATAN sehari-hari. Bisa jadi dia tidak mengucapkannya di mulut karena enggan
dikatakan riya’/sombong. Namun hakikat keimanan terletak pada bagaimana kelakuan sehari-
harinya. Apakah mencerminkan dengan RUKUN IMAN atau tidak. Oleh karena itu dalam kita
beragama jelas membutuhkan kebijaksanaan. Kebijaksanaan akan menerangi pemahaman-
pemahaman konseptual yang selama ini telah kita miliki dan kita susun sebagai pandangan
hidup. Kembali ke tema awal yaitu tentang beriman kepada kitab-kitab-Nya. Sejak taman kanak-
kanak, yang kita ketahui adalah Tuhan telah menurunkan kitab-kitab-Nya pada para rasul.
Pemahaman ala anak TK ini pun masih dipermiskin lagi dengan memaknai kitab-kitab-Nya

http://bambsolution.co.nr Page 1
sebagai barang/benda yang berbentuk buku yang diturunkan kepada para nabi yang hidup di
timur tengah. Ini jelas sebuah pemiskinan makna kitab yang sesungguhnya yang tidak pantas
dilakukan oleh orang-orang yang beriman dan beramal sholeh. Iman terhadap kitab-kitab-Nya
jelas sebuah keharusan. Yaitu mengimani semua jenis kitab yang ada di alam semesta yang
semuanya bersumber dari Yang Maha Esa. Kalau kita memperdalam lagi.. maka apa ada tulisan
yang tidak merupakan kitab-kitab yang berisi sabda-sabda Tuhan di alam semesta ini?

Itu sebab dikatakan bahwa semua pergelaran alam ini disebut PAPAN TANPO TULIS/SASTRA
JENDRA. Jadi kita tidak boleh hanya mengimani kertas-kertas dan mensucikan teks-teks yang
dibuat di pabrik-pabrik kertas. Pemberhalaan teks yang merupakan KITAB GARING tidak boleh
dilakukan oleh mereka yang mengaku orang beriman. Ini sama saja dengan kita menyembah
patung, uang, jabatan, kekuasaan. Marilah kita mengkaji apa hakikat KITAB TELES itu sesuai yang
tertera di dalam Al Quran, surah al-Ankabut 49: “Sebenarnya, Alquran adalah AYAT-AYAT YANG
NYATA DI DALAM DADA orang-orang yang diberi ilmu. Dan tidak ada yang mengingkari ayat-ayat
Kami kecuali orang-orang yang dzalim.” Dari ayat ini, orang yang beriman diharuskan ber-Iqra
tentang KITAB DI DADA. Kitab ini bukan hanya teks yang semata-mata dihafal saja namun
dipahami maknanya dan diimplementasikan dalam sikap hidup dan bertindak. Inilah yang oleh
kaum kebatinan jawa disebut dengan KITAB TELES. Memang, merunut ayat di atas hakikat Al
Quran hanya bisa dibaca oleh orang-orang yang diberi ilmu oleh-Nya. Diberi ilmu tidak sama
dengan orang yang berilmu. Bila berilmu didapat dari proses belajar, maka diberi ilmu didapat
dari proses pasrah total, sumeleh, sumarah kemudian DIA memberi kita hidayah berupa ILMU.
Memahami KITAB TELES yang berupa AYAT-AYAT YANG NYATA DI DALAM DADA, apa ini artinya?
Artinya kita wajib untuk membaca pergelaran alam semesta/MAKROKOSMOS yang ada di dalam
diri manusia. Manusia terdiri dari berbagai unsur penyusun yang bersifat FISIK dan METAFISIK.
Yang Fisik yaitu tubuh biologis kita, dan yang Metafisik yaitu tubuh eterik, CIPTA, KARSA dan
RASA. Di dalam unsur yang METAFISIK itu ada catatan amal perbuatan BAIK DAN BURUK. Cara
membaca kitab di dalam dada ini tidak lain kita perlu belajar tentang olah kebatinan/olah
rasa/dimensi dalam/tasawuf/inner world/praktik mistik agar tersingkap tirai yang menyelubungi
ketidaktahuan kita. Apakah mendalami olah rasa/dimensi dalam/mistik/ kebatinan ini berlebih-
lebihan dan sesat, bahkan klenik? Jelas tuduhan itu salah alamat, bahkan setiap individu harus
mempelajarinya. Di agama manapun, praktik olah rasa ini pasti ada. Di Islam pun ada ilmu
mistiknya yang disebut ilmu tasawuf selain ilmu fiqih, ilmu kalam, ilmu mantiq, ekonomi Islam,
nahwu sharaf dan lain-lain… Ilmu tasawuf akan menerangi jiwa manusia agar selalu awas( untuk
selalu mendengar dan membaca ayat-ayat-NYA), eling (mengingat dan berdzikir pada-Nya) dan
waspada (dalam perbuatan/tindakan). Inti olah kebatinan tingkat lanjut adalah mengenal “MATI
SAJRONING URIP dan URIP SAJRONING LAMPUS.” Ini adalah jalan MISTIK agar kita bisa
merasakan kematian pada saat tubuh fisik kita masih hidup dan merasakan KEHIDUPAN pada
saat tubuh kita telah mengalami KEMATIAN. Di dalam dua alam baik alam dunia maupun alam
kelanggengan/alam kubur dan dua keadaan baik tubuh kita HIDUP atau tubuh kita sudah MATI,
sebenarnya KESADARAN KITA TETAP HIDUP. Kesadaran yang merupakan pancaran diri sejati

http://bambsolution.co.nr Page 2
(dalam bahasa agama diebut RUH) ini tetap hidup kekal dan abadi. Tidak mengenal hilang dan
lenyap.

Maka, yang perlu dilakukan adalah bagaimana agar seseorang bisa memilih jalan kematian yang
tidak sesat. Bila sesat dan tidak sempurna, maka ruh manusia akan ngelambrang ke alam gaib
yang paling rendah. Memasuki alamnya setan, gendruwo, peri, wewe gombel, tuyul, buto ijo…
benar-benar kasihan. Sekarang, tinggal apakah kita beriman atau tidak terhadap kitab- kitab-
Nya. Bila kita percaya, maka ada baiknya kita meneruskan laku dengan membaca KITAB TELES di
dalam dada. Kita perlu membuktikan apakah diri sejati memang tidak tersentuh kematian.
Sebab bila kita telusuri sejarah rukun iman sebagai berikut. Beriman kepada Allah adalah
beriman kepada Dzat yang baka dan abadi, yang tidak tersentuh kematian dan tetap hidup
sampai kapanpun. Dia tidak bisa ditakar dengan ukuran benda hidup atau mati, yang
menciptakan tempat dan waktu. Selanjutnya, manusia adalah wujud kehendak-Nya, wujud
penjelmaan Tuhan Yang Maha Abadi. Bahkan dalam ajaran Jawa perumpamaan eksistensi Tuhan
dan manusia itu seperti gula dan rasa manisnya.

Lir gula lan manise ta kaki Murti smara batareng sujalma Jalma iku kabyangtane Allah kang maha
agung Dira lepasira ki bayi Ya lahir ya batine Padha khaknya iku Ing jro khak jaba ya padha Dadi
nora lain lahir lawan batin Iku padha kewala

terjemahan:

Seperti gula dan rasa manisnya Hakikat Tuhan ada dalam diri manusia Manusia itu perwujudan
Allah yang Maha Agung Perwujudannya lahir dan batinnya sama-sama benar batinnya benar
lahirnya juga tiada perbedaan lahir dan batin itu sama.

Nuwun. Rahayu!

http://bambsolution.co.nr Page 3

Anda mungkin juga menyukai