Anda di halaman 1dari 8

Bipolar Disorder Clinical Pathway Inpatient

Ida Aju Kusuma Wardani


Departemen Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

ABSTRACT
Bipolar disorder is a severe psychiatric disease with a lifetime prevalence of 3%,
characterized by frequent recurrences and considerable psychiatric and somatic comorbidity.
Suicidal is common, and the disease has substantial consequences both for the individual and for
health care spending.
Overview mood elevation can be characterized by manic episodes, depressive episodes
and mixed episodes with psychotic features as well as the risk of misdiagnosis with psychotic
disorders in hospitalized. Required careful assessment in patient who have suicidal thought or
self-harm, which is an aggressive first action.
Treatment principles for bipolar disorder: 1) Induvidually tailor guidelines, 2) Use proven
treatment first, 3) Select best medication that is, a) safe and tolerable, b) easiest to use (for the
patient), c) Easiest to manage (for the physician), $0 Aim for symptom remission, not just
response, 5) Measure symptomatic outcome (The Young Mania Rating Scale (YMRS),
Montgomery Asberg Depression Rating Scale (MADRS)), 6) Remember that no medication is a
panacea, 7) Do not give up, 8) Note that psychosocial restoration follows symptom relief, 9)
Also use family, educational, Cognitive Behavioral Therapy (CBT), and social rhythm-targeted
psychotherapies, 10) Recognize that more chronic illness may respond more slowly.
Keywords: bipolar disorder, treatment, hospitalization

Pendahuluan
Gangguan Bipolar adalah gangguan jiwa yang ditandai dengan perubahan mood, pikiran,
energi dan perilaku yang dramatis dari suasana perasaan serta energi dan aktivitas yang
meningkat (mania atau hipomania) di suatu waktu, menjadi penurunan mood serta pengurangan
energi dan aktivitas (depresi) di waktu yang lain. Dari mood senang luar biasa atau uring-uringan
menjadi mood sedih disertai rasa putus asa (Amir, 2011)
Bipolar merupakan masalah yang serius dengan prevalensi 3%, yang ditandai dengan
angka kekambuhan tinggi dan seringkali komorbid dengan gangguan psikiatri (seperti: gangguan
cemas, penyalahgunaan/ketergantungan zat, gangguan makan) dan gangguan somatik (seperti:
sakit kepala, hipertensi, obesitas, diabetes) lainnya. Kecenderungan untuk bunuh diri juga
banyak dijumpai dan gangguan ini mempunyai konsekuensi yang cukup besar baik bagi individu
maupun bagi instansi pemberi layanan kesehatan (Pfennig A, 2013)
Epidemiologi
Gangguan Bipolar merupakan masalah yang serius dengan prevalensi 3%, yang ditandai dengan
angka kekambuhan tinggi dan seringkali komorbid dengan gangguan psikiatri (seperti: gangguan
cemas, penyalahgunaan/ketergantungan zat, gangguan makan) dan gangguan somatik (seperti:
sakit kepala, hipertensi, obesitas, diabetes) lainnya. Kecenderungan untuk bunuh diri juga
banyak dijumpai dan gangguan ini mempunyai konsekuensi yang cukup besar baik bagi individu
maupun bagi instansi pemberi layanan kesehatan (Pfennig A, 2013)
Perubahan proporsi gangguan “mood” dari 86% gangguan Depresi Mayor berkurang ke
50%. Proporsi gangguan bipolar I sebesar 2% dan gangguan bipolar II sebesar 2%, meningkat
menjadi 15 % untuk gangguan bipolar II. Hal tersebut dikarenakan perkembangan pengenalan
gangguan ‘mood’ yang ternyata pada pasien didiagnosis gangguan depresi mayor, sesungguhnya
adalah gangguan bipolar (Stahl, 2008)
Gambaran Klinis

Tabel: Deskripsi klinis gangguan bipolar menurut ICD-10 (Pfennig A, 2013)

Salah faktor yang mempersulit dalam mendiagnosis gangguan bipolar adalah gangguan
ini biasanya dimulai dengan episode depresi; serta apabila terdapat episode hipomanik, gejala-
gejalanya dirasakan tidak sampai mengganggu. Akan tetapi, membedakan gangguan bipolar
dengan depresi unipolar akan memberikan arti klinis yang penting. Berikut adalah faktor resiko
dan prediktor yang dapat membantu dalam mengeksklusi diagnosis banding:
 Riwayat keluarga menderita gangguan bipolar
 Sedih yang mendalam (severe melancholic ) atau depresi psikotik saat masa anak-anak
atau remaja
 Onset cepat atau regresi cepat dari depresi
 Tanda-tanda penyakit atipikal atau seasonal
 Gejala subsyndromal hipomanik dalam perjalanan episode depresi
 Perkembangan gejala (hipo)manik dengan pemberian antidepresan atau psikostimulan
(Pfennig A, 2013)
Tabel: Diagnosis Banding Gangguan Bipolar (Pfennig A, 2013)

Pasien dengan gangguan bipolar menunjukkan peningkatan morbiditas dan mortalitas. Di


samping percobaan bunuh diri, hal ini predominan disebabkan oleh penyakit kardiovaskular dan
diabetes tipe-2. Penyakit somatik yang memberikan arti epidemiologi yang besar adalah penyakit
kardiovaskular, sindrom metabolik, diabetes mellitus, bersama gangguan muskuloskeletal dan
migren. Baik gangguan psikiatrik dan somatik yang komorbid saat onset atau perjalan gangguan
bipolar perlu diperhatikan saat diagnosis yang nantinya juga akan berperan dalam menentukan
penanganan yang diberikan.(Pfennig A, 2013)
Managemen gangguan bipolar episode manik akut dan episode campuran (Ketter TA,
2010)
Tingkat Prioritas Name Pilihan Pengobatan
I Tinggi Approved Mood Stabilizer: lithium, divalproat
Antipsikotik Atipikal: olanzapine,
risperidone, quetiapine, ziprasidone,
aripiprazole
II Tinggi High-priority Antipsikotik Atipikal: Asenapine
unapproved
III Sedang Other Mood Stabilizer: Carbamazepine
Antipsikotik Tipikal: Chlorpromazine,
thioridazine, pimozide, haloperidol
Antipsikotik Atipikal yang lain: clozapine
Adjunctive benzodiazepine
ECT
IV Rendah Novel adjunct Mood Stabilizer lain: Lamotriginea
Antikonvulsan lain: Oxcarbamazepine,
gabapentina, topiramatea
Adjunctive psychoterapy
a
In effective in controlled acute mania trials

Sebelum memulai farmakoterapi, membangun hubungan dengan pasien guna


menciptakan suasana terapeutik yang kondusif merupakan hal yang harus dilakukan.
Farmakoterapi mempunyai peranan yang sentral, dengan bukti-bukti yang realtif luas.
Singkatnya, ketika tidak ditemukan kontraindikasi, penangan awal harus meliputi monoterapi
salah satu dari mood stabilizer (lithium, carbamazepine, valproate) yang direkomendasikan,
salah satu dari antipsikotik atipikal (aripiprazole, olanzapine, quetiapine, risperidone,
ziprasidone) yang direkomendasikan, atau haloperidol (dalam kasus emergensi atau untuk terapi
jangka pendek) (Pfennig A, 2013)
Benzodiazepine dapat ditambahkan untuk jangka waktu yang sangat terbatas. Ketika
respon yang didapat tidak adekuat, direkomendasikan untuk menggunakan kombinasi mood
stabilizer dengan antipsikotik atipikal. Intervensi dalam bentuk perubahan perilaku dapat
membantu pada kasus episode ringan. Sementara dalam kasus yang berat, terapi elektrokonvulsi
(ECT) dapat dilakukan (Pfennig A, 2013)
Managemen gangguan bipolar episode depresi akut (Ketter TA, 2010)
Tingkat Prioritas Name Pilihan Pengobatan
I Tinggi Approved Antipsikotik Atipikal: olanzapine +
fluoxetine, quetiapine
II Tinggi High-priority Mood stabilizer: lithium, lamotrigine
unapproved
III Sedang Other Mood stabilizer lain: divalproat,
carbamazepine
Antipsikotik Atipikal lain: olanzapine
monoterapi, aripiprazolea, risperidonr,
ziprasidone, clozapine
Adjunctive antidepressants
ECT
Adjunctive psychotherapy :
psychoeducation,, CBT, family focud-
therapy, interpersonal and social rhythm
therapy
IV Rendah Novel adjuncts Thyroid hormones
Pramipexole
Topiramate
Stimulants
a
Inefective in controlled acute bipolar depression

Penanganan dari gangguan bipolar depresi


Masalah dalam menangani gangguan bipolar depresi adalah pada praktek klinis strategi
penanganan sering dibawa ke arah unipolar depresi. Medikasi depresi jangka panjang belum
dianjurkan, namun dalam pertimbangan terdapat indikasi, pemberiannya harus dimulai
secepatnya, selama episode depresi akut. Farmakoterapi yang spesifik untuk depresi adalah
pilihan yang direkomendasikan untuk menangani episode depresi moderate-berat.
Carbamazepine, dan lamotrigine, begitu juga olanzapine, dapat diresepkan, atau sebagai
alternatif serotonin reuptake inhibitor (SSRI). Pasien juga harus mendapat psikoterapi (family-
focused therapy,FFT), cognitive behavioral therapy (CBT), terapi interpersonal dan ritme sosial
(interpersonal and social rhythm therapy, IPSRT), dan/atau terapi untuk mengatur waktu tidur
(sleep deprivation treatment ). ECT dapat dipertimbangkan khususnya pada kasus yang resisten
terhadap pengobatan dan kasus berat atau sampai mengancam nyawa.(Pfennig, 2013)
Percobaan bunuh diri banyak dijumpai pada gangguan bipolar (dengan prevalensi 15%).
Untuk alasan ini, perilaku dan ide untuk bunuh diri perlu dievaluasi. Pada pasien dengan risiko
tinggi untuk bunuh diri, pemberian lithium perlu dipertimbangkan untuk mengurangi perilaku
bunuh diri dari pasien dalam pengobatan jangka panjang. Antidepresi, antipsikotik, valproate,
dan lamotrigine tidak cocok dipakai untuk terapi akut pada pasien dengan sindrom bunuh diri.
Psikoterapi yang fokus pada percobaan bunuh diri juga perlu dipertimbangkan.
Dalam penanganan kasus gangguan bipolar, beberapa kelompok pasien yang perlu
mendapat perhatian khusus diantaranya:
 Wanita usia subur, hamil dan menyusui
 Pasien dengan usia lanjut
 Pasien dengan komorbid gangguan psikiatrik dan/atau gangguan somatik yang sering
 Pasien yang resisten terhadap terapi, termasuk pasien dengan siklus yang cepat (bentuk
spesial dari penyakit dengan perubahan polaritas dari paling sedikit empat episode dalam
periode 12 bulan)
Prinsip pengobatan gangguan bipolar antara lain 1) sesuai pengobatan lini terbukti, 2)
pilih obat yang aman dan ditoleransi, paling mudah digunakan oleh pasien dan mudah dikelola
oleh dokter, 3) bertujuan untuk mencegah remisi, 4) mengukur hasil gejala dengan pemeriksaan
penunjang, The Young Mania Rating Scale (YMRS), Montgomery_Asberg Depression Rating
Scale (MADRS) 5) tidak boleh menyerah, 6) evaluasi psikososial dengan penurunan simtom, 7)
psikoterapi keluarga, CBT, 8) mengakui bahwa penyakit kronis dapat merespon meskipun lebih
lambat.(Ketter TA, 2010)

Kesimpulan
Gangguan Bipolar adalah penyakit mental yang serius, berulang, dan terutama
komorbiditas dengan kondisi medik umum. Konsekuensinya dapat mencakup bunuh diri.
Pengobatan pencegahan jangka panjang sangat disarankan dan selalu diindikasikan. Strategi
yang menggabungkan pengobatan dan perawatan psikososial yang optimal untuk mengelola
gangguan dari waktu ke waktu perlu diberikan.
Kombinasi mood stabilizer dan antipsikotik atipikal atau antipsikotik atipikal monoterapi
dapat diberikan. Tujuan dari pemberian psikoterapi adalah untuk mempertahankan perbaikan
atau remisi dan mencegah episode baru dari penyakitnya. Penanganan harus dimulai setelah
resolusi dari episode akut.

Daftar Pustaka
1. Amir, N (2011). Mengenal lebih dekat gangguan bipolar; In Medical Update Indonesia.
Edisi Desember. Jakarta: p34-37
2. Ketter Terence A (2010). Handbook of Diagnosis and Treatment of Bipolar Disorders.
Fisrt Edition. American Psychiatric Publisihing, Inc
3. Pfennig A, Bschor T, Falkai P, Bauer M (2013): Clinical practice guideline: The
Diagnosis and Treatment of Bipolar Disorder. Deutsches Arzteblatt International; 110(6):
92–100
4. Stahl, S.M (2008). Stahls Essential Psychopharmacology: Neuroscientific Basic and
Practical Application. 3rd ed. Cambridge University Press: p.453-510

Anda mungkin juga menyukai