BIOMEDIK III
D
I
S
U
S
U
N
Oleh :
Kelompok 7
Virus adalah kata lain untuk racun. Sejarah penemuan virus pertama kali dimulai, Pada
tahun 1883, Adolf Mayer, seorang ilmuwan Jerman, yang sedang mencari penyebab
penyakit mosaik pada tembakau. Penyakit ini menghambat pertumbuhan tanaman tembakau
dan menyebabkan daunnya mempunyai bercak-bercak, sehingga disebut mosaik. Mayer
menemukan bahwa penyakit itu menular ketika ia menemukan bahwa ia dapat
memindahkan penyakit tersebut dari satu tanaman ke tanaman lain dengan cara
menyemprotkan getah yang diekstraksi dari daun tanaman sakit ke tanaman yang sehat.
Mayer berusaha mencari mikroba di dalam getah yang menularkan penyakit tersebut tetapi
tidak mendapatkan apapun. Mayer mengambil kesimpulan bahwa penyakit tersebut
disebabkan oleh bakteri yang lebih kecil daripada biasanya, yang tidak dapat dilihat dengan
mikroskop.
Pada tahun 1892, Dimitri Ivanowsky dari Rusia menguji hipotesis Mayer dengan mengalirkan
getah dari daun tembakau yang terinfeksi melalui saringan yang didesain untuk mengambil
bakteri. Setelah disaring, getah tersebut masih menimbulkan penyakit mosaik. Ivanowsky
masih berpegang teguh pada hipotesis yang menyatakan bahwa bakteri merupakan
penyebab penyakit mosaik tembakau, dengan alasan bahwa mungkin bakteri patogen
tersebut memiliki bentuk yang sangat kecil sehingga masih dapat melewati saringan. Atau
mungkin bakteri tersebut toksin yang dapat melewati saringan dan menimbulkan penyakit.
Pada tahun 1897 Martinus Beijerinck ahli botani dari Belanda menemukan bahwa agen
infeksi yang ada di dalam getah yang telah disaring tersebut dapat bereproduksi. Beijerinck
menyemprot tanaman dengan getah yang telah disaring, dan setelah tanaman menderita
penyakit mosaik, Beijerinck menggunakan getah dari tanaman tersebut untuk menginfeksi
tanaman lain, dan meneruskan proses ini melalui serangkaian proses infeksi. Patogen
tersebut pasti sudah bereproduksi, karena kemampuannya menimbulkan penyakit tidak
berkurang setelah beberapa kali ditransfer dari tanaman satu ke tanaman yang lain.
Sebenarnya patogen tersebut dapat bereproduksi hanya ketika ia berada di dalam inang
yang diinfeksinya. Tidak seperti bakteri, agen penyebab penyakit mosaik itu tidak dapat
dibiakkan pada medium nutrien di dalam tabung reaksi atau cawan petri. Selain itu patogen
tersebut tidak dapat diinaktifkan oleh alkohol yang biasanya membunuh bakteri.
Pada tahun 1935 Wendell Stanley ilmuwan Amerika berhasil mengkristalkan partikel
penginfeksi penyakit mosaik yang sekarang dikenal sebagai virus mosaik tembakau (TMV-
tobacco mozaic virus ). Kemudian TMV dan banyak jenis virus lain dapat dilihat dengan
bantuan mikroskop elektron.
B. TAKSONOMI VIRUS
Klasifikasi dan penamaan virus telah dirintis sejak 1966 oleh International Commitee on
Taxonomy of Viruses (ICTV) dan terpisah dari klasifikasi makhluk hidup. Taksonomi virus
terdiri atas empat tingkat, yaitu ordo, famili, genus, dan spesies. Taksonomi adalah ilmu
klasifikasi makhluk hidup, mengelompokkannya secara berurut sesuai dengan derajat
persamaan dan perbedaan antara mereka, lalu memberinya nama ilmiah.
Klasifikasi ICTV
Dunia (-viria)
Subdunia (-vira)
Kerajaan (-viriae)
Subkerajaan (-virites)
Filum (-viricota)
Subfilum (-viricotina)
Kelas (-viricetes)
Subkelas (-viricetidae)
Ordo (-virales)
Subordo (-virineae)
Famili (-viridae)
Subfamili (-virinae)
Genus (-virus)
Subgenus (-virus)
Spesies
klasifikasi Baltimore
Virus di klasifikan menjadi 7 kelompok berdasarkan alur fungsi genomnya. Klasifikasi
ini disebut juga klasifikasi Baltimore yaitu:
1. Virus Tipe I = DNA Utas Ganda
2. Virus Tipe II = DNA Utas Tunggal
3. Virus Tipe III = RNA Utas Ganda
4. Virus Tipe IV = RNA Utas Tunggal (+)
5. Virus Tipe V = RNA Utas Tunggal (-)
6. Virus Tipe VI = RNA Utas Tunggal (+) dengan DNA perantara
7. Virus Tipe VII = DNA Utas Ganda dengan RNA perantara
KLASIFIKASI VIRUS
Morfologi secara harfiah berarti pengetahuan tentang bentuk. Dalam biologi, morfologi
adalah ilmu yang mempelajari tentang bentuk organisme, terutama hewan dan tumbuhan
yang mencakup bagian-bagiannya.
Jika dibandingkan dengan makhluk hidup lainnya virus memiliki ciri-ciri atau karakteristis
tersendiri.
virus disebut makhluk peralihan karena dapat beralih dari menjadi benda mati (tanpa tanda
kehidupan) menjadi benda hidup jika menemukan tempat yang cocok. Sebagai makhluk
peralihan, ciri-ciri virus yang menunjukkan dirinya adalah benda mati dan juga benda hidup,
diantaranya adalah:
a. Virus DNA
Virus yang materi genetiknya berupa asam nukleat yang berbentyk rantai ganda
berpilin. Di dalam sel inangnya, DNA pada virus akan mengalami replikasi menjadi
beberapa DNA dan akan mengalami transkrip menjadi mRNA.
b. Virus RNA
Virus yang meteri genetiknya berupa asam nukleat yang berbentuk rantai tunggal
atau ganda tidak berpilin. Di dalam sel inangnya, RNA pada virus akan megnalami
transkrip balik menjadi Hibrid RNA-DNA, menyisip ke DNA inangnya
c. Kapsid
Merupaka selaput yang tersusun atas unit-unit protein yang disebut kapsomer.
Kapsid berfungsi untuk melindungi inti asam nukleat, membantu menyisipkan virion
(patrikel virus), dan menentukan macam sel yang akan dilekati virion. Kapsid
merupakan pemberi bentuk tubuh virus. Kapsid dapat berbentuk batang yang
merupakan susunan heliks (ulir) dari kapsomer, berbentu polyhedral (segi banyak),
atau berbentuk kompleks.
d. Serabut Ekor
Ekor virus merupakan alat untuk menempal pada inangnya. Ekor virus terdiri atas
tubus bersumbat yang dilengkapi benang atau serabut. Virus yang menginfeksi sel
eukariotik tidak mempunyai ekor.
e. Leher dan selubung ekor
Berfungsi sebagai penghubung antar kepala dengan ekor pada virus
f. Papan dasar
Merupakan alat injeksi virus pada inangnya
D. REPRODUKSI VIRUS
Virus berkembang biak dengan cara replikasi (perbanyakan diri), didalam sel inang. Untuk
replikasi virus hanya memerlukan asam nukleat. Materi yang diperlukan untuk sintesis
protein virus berasal dari sel inang atau hospesnya. Contoh organisme yang menjadi hospes
virus adalah bakteri, jaringan embrio, hewan, tumbuhan, dan manusia. Proses reproduksi
virus terdiri dari lima tahap, yaitu adsorbsi, penetrasi, sintesis (eklifase), pematangan dan
lisis. Berikut akan dibahas tentang cara replikasi virus yang terdiri atas lima tahap yaitu :
1. Tahap adsorbs
Tahap menempelnya virion pada bagian reseptor site sel inang dengan
menggunakan serabut ekornya. Molekul-molekul reseptor site untuk setiap jenis virus
berbeda-beda, misalnya berupa protein untuk Picornavirus atau oligosakarida
untuk Orthomyxovirus dan Paramyxovirus.
2. Tahap penetrasi
Pada tahap ini selubung ekor berkontraksi untuk membuat lubang yang menembus
dinding dan membran sel inang. Kemudian virus memasukkan materi genetik virus
melalui lubang pada dinding dan membran sel inang dan kapsid virus menjadi
kosong.
3. Tahap sintesis (Eklifase)
Tahap pembentukan asam nukleat (salinan genom) dan komponen-komponen virus
dengan menghidrolisis DNA sel inang.
4. Tahap pematangan (tahap perakitan)
Pada tahap ini terjadi perakitan partikel-partikel virus yang lengkap membentuk virion-
virion baru dengan menggunakan asam nukleat dan protein.
5. Tahap lisis
Tahap pemecahan dinding sel inang dengan menggunakan enzim lisozim (lisozyme)
yang berfungsi merusak dinding sel bakteri sehingga virus baru akan keluar dan
menyerang sel inang yang baru.
Tahap-tahap replikasi virus
Virus Herpes Simpleks adalah virus DNA yang dapat menyebabkan infeksi akut pada kulit
yang ditandai dengan adanya vesikel yang berkelompok di atas kulit yang sembab. Ada 2
tipe virus herpes simpleks yang sering menginfeksi yaitu : HSV-Tipe I (Herpes Simplex Virus
Type I) dan HSV-Tipe II (Herpes Simplex Virus Type II).
HSV-Tipe I biasanya menginfeksi daerah mulut dan wajah (Oral Herpes), sedangkan HSV-
Tipe II biasanya menginfeksi daerah genital dan sekitar anus (Genital Herpes). HSV-1
menyebabkan munculnya gelembung berisi cairan yang terasa nyeri pada mukosa mulut,
wajah, dan sekitar mata. HSV-2 atau herpes genital ditularkan melalui hubungan seksual dan
menyebakan gelembung berisi cairan yang terasa nyeri pada membran mukosa alat kelamin.
Infeksi pada vagina terlihat seperti bercak dengan luka. Pada pasien mungkin muncul iritasi,
penurunan kesadaran yang disertai pusing, dan kekuningan pada kulit (aundice) dan
kesulitan bernapas atau kejang. Lesi biasanya hilang dalam 2 minggu. infeksi. Episode
pertama (infeksi pertama) dari infeksi HSV adalah yang paling berat dan dimulai setelah
masa inkubasi 4-6 hari. Gelala yang timbul, meliputi nyeri, inflamasi dan kemerahan pada
kulit (eritema) dan diikuti dengan pembentukan gelembung-gelembung yang berisi cairan.
Cairan bening tersebut selanjutnya dapat berkembang menjadi nanah, diikuti dengan
pembentukan keropeng atau kerak (scab).
Struktur virus HSV pada dasarnya terdiri dari selubung (envelope), tegument, kapsid dan
genom. Virus herpes berukuran sekitar 100-200 nm, tersusun dari nukleokapsid berbentuk
ikosahedral yang terdiri dari 162 kapsomer. Virus herpes merupakan virus yang memiliki
selubung yang terdiri dari glikoprotein yang didapatkan dari membrane plasma sel hospes.
Glikoprotein berperan penting dalam mengenali reseptor virus pada sel hospes. Membrane
viral sangat rentan dan virus yang kehilangan selubungnya tidak virulen.
Tegumen adalah daerah diantara selubung viral dan kapsid. Tegumen mengandung protein
dan enzim viral yang berperan pada replikasi awal virus. Genom virus terdiri dari DNA untai
ganda. Genom mengkode sedikitnya 80 jenis protein. Sekitar separuh dari protein-protein
viral tidak secara langsung berfungsi sebagai protein structural virus atau berperan dalam
repleksinya,tetapi berfungsi dalam interaksinya dengan sel hospes atau dengan respon imun
sel hospesnya.
C. REPLEKSI VIRUS
Virus HSV bereplikasi dalm metabolisme sel inang dengan menggunakan asam nukleat virus
yang menempel pada sel inang akan masuk dalam metabolisme sel inang dan keluar dari sel
inang dengan merusak membran plasma.
Transmisi primer VHS melalui paparan pada membrane mukosa, lesi kulit, ataupun sekresi
mukosa dari penderita VHS aktif. Virus herpes simpleks tipe 1 ditransfer melalui jalan napas
dan ludah. Infeksi terjadi melalui inokulasi virus pada permukaan mukosa yang rentan. Virus
akan melekat pada sel epitel kemudian masuk dengan cara meleburkan diri di dalam
membran. Sekali di dalam sel, terjadi replikasi yang menghasilkan lebih banyak virion yang
menyebabkan kematian sel ( Kimberlin, 2004). Virus juga memasuki ujung saraf sensorik.
Virion kemudian ditransportasi ke inti sel neuron di ganglia sensorik. Virion dalam neuron
yang terinfeksi akan bereplikasi menghasilkan progeni atau virus akan memasuki keadaan
laten tak bereplikasi. Neuron yang terinfeksi akan mengirim balik virus progeni ke lokasi kulit
tempat dilepaskannya virion sebelumnya dan menginfeksi sel epitel yang berdekatan dengan
ujung saraf, sehingga terjadi penyebaran virus dan jejas sel.
Inkubasi pada infeksi primer umumnya 4 hari namun dapat berkisar 2-12 hari, diikuti dengan
periode pembawa virus aktif yang berselang satu hingga beberapa minggu. Umumnya
penderita infeksi primer adalah asimtomatik, sehingga virus dapat ditransmisikan selama
periode inkubasi walaupun tidak terdapat lesi kulit yang aktif. Virus herpes simpleks bersifat
laten pada ganglion sensorik sistem saraf autonom setelah paparan infeksi primer. Virus
kemudian bereplikasi dan menghindar dari deteksi system pertahanan tubuh di dalam
ganglion otonom.
Virus herpes simpleks tipe 1 umumnya menetap di dalam ganglion trigeminal mengingat
target utama virus tersebut di sekitar regio oral, sedangkan VHS tipe 2 menetap pada
ganglion sakral setelah infeksi pada regio genital (Chayavichitsil et al, 2009). Infeksi laten
VHS tipe 1 pada ganglion trigeminalis 18% terjadi pada usia neonatus hingga 20 tahun.
Infeksi sekunder akibat reaktivasi virus yang dorman di dalam ganglion dorsalis, umumnya
didahului pencetus seperti misalnya stres, menstruasi, paparan sinar matahari, maupun
kelelahan.
Virus herpes simpleks tipe 1 yang persisten dalam ganglion trigeminal dan VHS tipe 2 dalam
ganglion sakralis dapat menyebabkan kekambuhan infeksi mukosa ataupun pada kulit
dengan penyebaran aksonal. Ensefalitis herpes simpleks dapat disebabkan oleh infeksi
primer maupun sekunder, penelitian serologis mendapatkan bahwa kira-kira 25% dari kasus
EHS terjadi sebagai akibat infeksi primer (Soetomenggolo, 1999). Selama infeksi VHS, virion
masuk ke sepanjang akson mencapai nukleus neuron sensoris. Virulensi VHS ke dalam sel-
sel neuron berhubungan dengan afinitas VHS yang mampu masuk dan berkembang biak di
dalam jaringan saraf, sehingga bias menyebabkan kelainan saraf dengan sekuele neurologis
berat. Bagian genom dari VHS yang memungkinkan virulensi virus ke dalam jaringan saraf
telah dipetakan ke dalam gen timidin kinase yang terletak di ujung komponen L. Gen ã 1
34.5 di dalam SSP diperlukan untuk replikasi di dalam SSP dan mencegah apoptosis dari
sel-sel neuron yang terinfeksi. Timidin kinase pada VHS menyebabkan menurunnya gen à 1
34.5 di dalam SSP, sehingga terjadi nekrosis pada SSP ( Kimberlin, 2004).
Virus dapat mencapai otak melalui cabang saraf trigeminal ke basal meningen
(Soetomenggolo, 1999) menyebabkan karakteristik lesi yang ditimbulkan oleh VHS tipe 1
pada otak terlokalisasi di daerah frontoinferior dan mediotemporal. Kadangkala virus juga
dapat merusak daerah batang otak sehingga menimbulkan ensefalitis nekrotikan, dengan
daerah nekrosis yang umumnya asimetris, gambar tentang nekrosis pada daerah
frontoinferior dan mediotemporal dapat dilihat pada gambar 3. Secara mikroskopis terdapat
infiltrasi limfosit ke perivaskular dan terdapat nodulnodul mikroglia. Pada infeksi akut yang
berat, mungkin terdapat granulosit, nekrosis, perdarahan mikro dan makrofag.
F. IMUNITAS TUBUH TERHADAP VIRUS
Untuk bisa memahami reaksi vaksin yang terjadi di dalam tubuh manusia maka,
pertama kali kita harus mengerti tentang sistem imunitasSistem ImunSistem yang sangat
komplek di dalam tubuh, yang bertanggung jawab untuk melawan penyakit. Tugas utama
adalah mengidentifikasi benda asing dalam tubuh (termasuk bakteri, virus, jamur, parasit,
organ atau jaringan transplantasi) dan menghasilkan pertahanan tubuh untuk melawan
benda asing tersebut. Pertahanan ini dikenal sebagai respon imun.. Sistem imunitas didesain
untuk mengenal dan menghancurkan benda asing yang masuk kedalam tubuh manusia
termasuk patogenPatogenSuatu penyakit yang disebabkan oleh substansi, pada umumnya
dipergunakan untuk organisme (bakteri, virus) dan produk biologisnya (misalnya toksin)..
Bakteri (contoh).
Sumber: wikipedia.org
Sistem imunitas yang ada dalam tubuh manusia merespon masuknya bakteri dan
virus ke dalam tubuh manusia melalui mekanisme yang sangat rumit dan komplek. Sistem
imunitas ini mengenal molekul (antigeN ) yang unik dari bakteri atau virus yang merangsang
timbulnya antibodi (sejenis protein) dan sejenis sel darah putih yang disebut limfosit. Limfosit
ini menandai antigen yang masuk dan kemudian menghancurkannya.
Awal terjadinya proses reaksi imunitas yaitu mekanisme pertahanan tubuh untuk
melawan setiap benda asing masuk ke dalam tubuh, sejumlah limfosit yang disebut dengan
sel memory segera berkembang menjadi limfosit yang mempunyai kemampuan membuat zat
kekebalan yang bertahan lama (long lasting immunity). Seperti telah disebutkan diatas,
imunitas adalah mekanisme tubuh manusia untuk melawan dan memusnahkan benda asing
yang masuk ke dalam tubuh manusia. Benda asing tersebut bisa berupa bakteri, virus, organ
transplantasi dll. Apabila suatu sel atau jaringan seperti bakteri atau organ tubuh
ditransplantasikan ke dalam tubuh seseorang maka tubuh orang tersebut akan menolaknya
karena benda asing tersebut dianggap bukan sebagai bagian dari jaringan tubuh mereka.
Benda asing tersebut dianggap sebagai pendatang (invader) yang harus diusir. Jadi secara
sederhana dapat didefinisikan kembali bahwa sistem kekebalan (immune system) ialah
mekanisme tubuh manusia untuk melawan/ mengusir benda asing yang masuk kedalam
tubuh mereka. Pertama-tama “memory cells” berupaya mengenal benda asing yang masuk
dan disimpan dalam “ingatan” sel memori ini. Ini disebut dengan reaksi imunitas primer.
Apabila benda asing yang sama masuk lagi ke dalam tubuh orang tersebut untuk kedua kali
dan seterusnya, maka sel memori ini dengan lebih cepat dan sangat efektif akan
merangsang sistem imunitas untuk mengusir dan melawan benda asing yang sudah dikenal
tersebut. Reaksi tubuh akan lebih cepat dan lebih efektif dibandingkan dengan reaksi saat
perjumpaan untuk pertama kalinya dengan benda asing tersebut.
Respon
imun primer dan sekunder.
Sumber: wikipedia.org
Grafik dibawah ini membandingkan respon imun primer dengan sekunder terhadap patogen
yang sama. Respon sekunder akan dieliminasi oleh patogen sebelum terjadi kerusakan.
Respon imun primer dan sekunder terhadap patogen yang sama
Vaksin merangsang sistem imunitas untuk membuat zat kekebalan tubuh (antibodi)
yang bertahan cukup lama untuk melawan antigen dari patogen spesifik yang masuk ke
dalam tubuh orang tersebut
Tujuan utama dari semua jenis vaksin adalah merangsang sistem kekebalan dalam
tubuh orang tersebut untuk melawan antigen, sehingga apabila antigen tesebut menginfeksi
kembali, reaksi imunitas pertahanan tubuh melawan setiap benda asing atau organisme,
misalnya bakteri, virus, organ atau jaringan transplantasi. yang lebih kuat akan timbul. Vaksin
mengandung bakteri, virus, atau komponennya yang dengan kemajuan teknologi sudah
dikendalikan. Vaksin mengandung antigen yang sama dengan antigen yang menyebabkan
penyakit, namun antigen yang ada didalam vaksin tersebut sudah dikendalikan (dilemahkan)
maka pemberian vaksin tidak menyebabkan orang menderita penyakit seperti jika orang
tersebut terpapar/terpajan dengan antigen yang sama secara alamiah.
Suatu proses buatan untuk menginduksi imunitas dengan tujuan melindungi penyakit
infeksi. Priming pada sistem imun meliputi sensitisasi atau stimulasi respon imun dengan
antigen yang dapat menghasilkan imunitas terhadap penyakit yang disebabkan oleh
organisme atau toksin (racun). Pemberian vaksinasi yang mengandung satu atau lebih
antigen dapat diberikan dalam beberapa bentuk. adalah suatu proses sensitisasi atau
stimulasi munculnya reaksi imunitas terhadap organisme atau toksin penyebab penyakit.
Vaksinasi adalah kegiatan pemberian vaksin kepada seseorang dimana vaksin tersebut
berisi satu atau lebih antigen yang tujuannya adalah apabila nanti orang tersebut
terpajan/terpapar dengan antigen yang sama, maka sistem imunitas yang terbentuk akan
menghancurkan antigen tersebut.
Dengan demikian ada dua cara untuk mendapat kekebalan tubuh terhadap suatu
antigen yaitu secara alamiah apabila orang tersebut terinfeksi oleh patogen tersebut atau
secara buatan melalui vaksinasi. Namun kekebalan yang didapat melalui vaksinasi, tidaklah
bertahan seumur hidup terhadap infeksi penyakit berbahaya. KIPI yang mungkin muncul
sangatlah kecil risikonya jika dibandingkan dengan risiko penyakit yang mungkin diderita
akibat tidak di-imunisasi. Risiko adalah probabilitas seseorang untuk mengalami suatu
kejadian yang mungkin terjadi. Risiko terjadi KIPI dan Risiko Kemungkinan seseorang
mengalami suatu kejadian tertentu dalam suatu periode waktu. sakit karena tidak diimunisasi
adalah satu contoh perbandingan probabilitas suatu kejadian.
Seperti halnya produk-produk obat lainnya, maka vaksin harus melalui uji yang ketat
terhadap keamanan, imunogenitas ImunogenitasKemampuan antigen untuk merangsang
terbentuknya respon imun. dan efikasinya vaksinKemampuan vaksin untuk melindungi
penyakit dalam uji klinis terkontrol (controlled clinical trial). Dinyatakan dalam persentase. di
laboratorium, pada hewan percobaan dan dalam tiga fase uji klinis. Studi sistematik pada
intervensi medis yang dilakukan kepada subjek manusia (termasuk pasien dan sukarelawan)
bertujuan untuk menemukan atau memastikan efek dari dan atau identifikasi reaksi efek
samping dari intervensi. Uji klinis ini mempelajari juga mengenai absorpsi, distribusi,
metabolisme, dan ekskresi dari produk dengan tujuan untuk mendapatkan efikasi dan
keamanannya. Uji klinis dibagi menjadi fase I sampai IV. Uji klinis fase IV adalah studi yang
dilakukan setelah produk farmasi mendapat izin edar dan telah dipakai. Uji klinis ini juga
dipakai untuk mengembangkan karakteristik produk berbasis bukti untuk menjamin
keamanan produk yang sudah beredar. pada manusia sebelum diberi lisensi.
Terhadap Reaksi vaksin (vaccine reaction, disebut juga adverse vaccine reaction atau
adverse reaction)Klasifikasi KIPI yaitu kejadian yang ditimbulkan atau dicetuskan oleh vaksin
yang diberikan secara benar, yang disebabkan oleh kandungan dalam vaksin. langsung
diakibatkan oleh komponen-komponen dalam vaksin sudah dilakukan telaah secara tuntas
dalam uji klinis pra-lisensi.
Dalam tabel di bawah ini dapat dilihat langkah-langkah yang harus ditempuh oleh setiap
kandidat vaksin dalam uji klinis sebelum diijinkan beredar di masyarakat. Coba perhatikan
perbedaan jumlah sampel dalam fase-fase uji klinis untuk kandidat vaksin yang berbeda,
setiap kandidat vaksin yang berbeda mempunyai frekuensi risiko KIPI yang berbeda (lihat
pada halaman yang memuat KIPI: frekuensi kejadian dan berat ringannya kejadian).
Walaupun secara umum, uji klinis fase III tidak dibuat untuk mendeteksi kejadian yang
sangat jarang terjadi dan untuk kejadian yang lambat terjadinya (delayed reaction), namun uji
klinis dengan jumlah sampel yang besar maka kejadian yang jarang terjadi dan yang
terlambat terjadinya, seyogyanya dapat dipantau tanpa perlu mengeluarkan biaya tambahan.
JENIS VAKSIN
Ada berbagai jenis vaksin yang digolongkan sesuai dengan jenis antigen yang ada
didalamnya. Formulasi vaksin mempengaruhi bagiamana cara pemakaiannya, bagaimana
cara penyimpanannya dan bagaimana cara pemberiannya. Vaksin-vaksin yang selama ini
telah dipakai sesuia global yang dibahas dalam modul ini dibagi dalam 4 jenis.
- Campak ( measles )
- Rotavirus
3.Vaksin yang berisi sub unit dari antigen ( antigen yang sudah dimurnikian )
-Hepatitis B ( Hep B )
- toksoid Tetanus
-Difteri toksoid
Vaksin Kombinasi
Sebagian dari antigen yang disebutkan diatas dapat dikombinasikan menjadi satu sediaan
suntikan untuk mencegah beberapa jenis penyakit PD3I yang berbeda (contohnya : vaksin
DPT yang berisi 3 jenis antigen yaitu : difteri, pertusis dan tetanus). Penggabungan beberapa
jenis antigen sangat bermanfaat untuk mengatasi masalah logistik apabila vaksin ini dikemas
dalam satu kemasan satu jenis antigen saja dan untuk mengatasi ketakutan anak-anak akan
rasa sakit akibat suntikan yang berulang-ulang.