Makalah Negosiasi Antar Peradaban Dalam Kebangsaan Indonesia
Makalah Negosiasi Antar Peradaban Dalam Kebangsaan Indonesia
KEBANGSAAN INDONESIA
DISUSUN OLEH:
S1 KEPERAWATAN
2019/2020
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,Kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya,yang telah melimpahkan rahmat,hidayah,dan
inayah-Nya kepada kami,sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Negosiasi antar peradaban dalam konstruksi kebangsaan Indonesia”
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan
banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini. Akhir
kata kami berharap semoga makalah tentang “Negosiasi antar peradaban dalam konstruksi
kebangsaan Indonesia” ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................................................2
BAB I
PENDAHULUAN......................................................................................................................................3
A. Latar Belakang.....................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah................................................................................................................4
C. Tujuan...................................................................................................................................4
BAB II
PEMBAHASAN……....................................................................................................................................5
A. Definisi....................................................................................................................................6
a. Peradaban………………………………………………………………………………………………….………………7
b. Negosiasi…………………………………………………………………………………………………….……………..8
BAB III
PENUTUP................................................................................................................................................13
A. Kesimpulan.........................................................................................................................14
B. Saran....................................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................................15
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di era globalisasi ini, peradaban manusia sangat maju pesat dengan perabagan pada zaman
dulu, baik dari tatanan masyarakat, kondisi lingkungan, teknologi yang terus berkembang
seiring perkembangan zaman. Mungkin peradaban kita sekarang ini akan lebih tertinggal
dibanding peradaban anak cucu kita besok.
Di Indonesia peradaban terus berganti, mulai dari masa kolonialisme sampai di zaman
reformasi telah terjadi berbagai peristiwa penting yang bisa dijadikan sebagai sejarah.Dari
sejarah tersebut kita dapat mengerti sejarah di Indonesia dari berbagai masa yang ada.Di
dalam masa tersebut tentu ada hubungan yang saling mempengaruhi antara pihak local
maupun asing sehingga terjadi kesepakatan dalam pengambilan keputusan. Hal ini tentu akan
terus berhubungan ke masa masa selanjutnya.
B. Rumusan Masalah
1.Apa yang dimaksud peradaban dan negosiasi?
C.Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
- Peradaban
Peradaban atau tamadun memiliki berbagai arti dalam kaitannya dengan masyarakat
manusia. Seringkali istilah ini digunakan untuk merujuk pada suatu masyarakat yang
kompleks dicirikan oleh praktek dalam pertanian, hasil rekayasa dan pemukiman,
berbanding dengan budaya lain, anggota anggota sebuah peradaban akan disusun dalam
pembagian kerja yang rumit dalam struktur dalam hierarki social
Peradaban dapat juga diartikan suatu kumpulan identitas terluas dari seluruh dari
budidaya manusia, yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia baik fisik seperti
bangunan, jalan, dan lainnya maupun non fisik seperti nilai nilai, tatanan, seni budaya
ataupun IPTEK yang teridentifikasi melalui unsur objektif umum, seperti bahasa, sejarah,
dan lainnya
- Negosiasi
Negosiasi merupakan bentuk dari interaksi sossial pada pihak pihak yang terlibat
berusaha untuk saling menyelesaikan suatu tujuan yang bertentangan dan berbeda.
Kegiatan negosiasi merupakan proses saat kedua belah pihak yang memiliki kepentingan
dengan elemen elemen kompetisi dan kerja sama. Serta termasuk yang ada didalamnya,
suatu tindakan yang dilakukan saat melakukan negosiasi untuk mempengaruhi atau
kerjasama dengan orang lain dengan memiliki tujuan tertentu
B. Negosiasi antarperadaban dalam konstruksi kebangsaan Indonesia
Awal dekade kedua abad ke-20, pergumulan antararus peradaban itu mengalami
gelombang pasang. Gerakan – gerakan sosial intelegensia menjadi beraneka bentuk.
Ekspresi dari beragam gerakan ini dalam ruang publik dimungkinkan dan juga dibatasi
oleh struktur peluang politik yang ada, oleh pengaruh-pengaruh eksternal, dan juga oleh
dinamika internal dalam komunitas intelegensia.
Struktur peluang politik pada decade ini mencerminkan karakter khas kepemimpinan
gubernur Jenderal Idenburg (1909-1916) dan penerus nya Van Limburg Stirum (1916-
1921), yang tergolong kaum ethici progresif yang memiliki kepedulian besar terhadap
kemajuan dan pergerakan di tanah jajahan.
Dalam tahun-tahun kepemimpinan Idenburg, kelompok-kelompok misi Kristen
memperoleh angin segar, karena selain dia seorang ethici progresif , dia juga seorang
pendukung partai Kristen yang gigih, dengan cepat misi Kristen meluaskan aktivitasnya
dalam ranah luas. Infeksifikasi uasaha kristenisasi ini berbenturan dengan intensifikasi
dengan islamisasi.
Selain aktivitas Kristen dan islam, intensitas sentimen- sentimen keagamaan di ruang
public hindia menjadi memanas oleh adanya kegiatan dakwah dari ordo-ordo spiritual
dan sekte-sekte agama yang baru. Pada dekade kedua dari abad ke duapuluh,
perhimpunan-perhimpunan keagamaa baru seperti ini secara aktif merekrut pada
anggotanya, terutama dari segmen masyarakat kota yang tercabut sdari akarnya.
Faktor lain yang menyebabkan makin memanaskan ruang public dalam dekade
tersebut adalah meningkatnya kepercayaan diri orang-orang keturunan tionghoa.
Melambungnya kepercayaan diri ini mengubah sikap mental mereka dalam relasinya
dengan penguasa dan komunitas lain tanah air (shiraishi, 1990:35-38)
Pada dekade ini, orang-orang pernakan campuran Eropa-Indonesia (indo) juga
meramaikan public dengan mendirikan partai politik hindia pertama berbasis
multiculturalisme, indische partij (IP). Dipimpi oleh seorang jurnalis indo, E.F.E Douwes
Dekker, plus dua orang intelektuak pribumi, Tjipto mangunkusumo dan Suwardi
Surjaningrat , partai ini berusaha mengupayakan suatu aliansi antara orang-orang indo
dan orang-orang hindia pribumi yang terdidik, untuk memperjuangkan kesedejahteraan
hak dengan para penduduk keturunan Eropa. Dalam usaha ini, mereka mulai
mempromosikan “nasionalisme Hindia” yang menidealkan suatu identitas bersama
berdasarkan kriteria kewargaan (kependudukan) Hindia ketimbang atas dasar kriteria
etnik atau agama (Mcvey, 1965: 18 ; Van Niel, 1970: 63)
Last but not least, dekade ini juga ditandai oleh keterlibatan langsung organisasi-
organisasi politik Belanda dalam urusan-urusan politik Hindia. Dalam dekade inilah
benih-benih marxisme dan komunisme revolusioner mulai secara sistematis disemaikan
di bumi Hindia. Para propagandis marxisme/komunisme menggenapi ketegangan ruang
public dengan membentuk himpunan-himpunan kiri. Dimulai dengan kampanye
sosialisme melalui aktivitas-aktivitas jurnalistik dan serikat buruh pekerja kereta api
(VSTP), sneevliet melangkah lebih jauh dengan mengorganisasi sebuah pertemuan
orang-orang sosial democrat di Surabaya pada 9 mei 1914, yang menghasilkan
pembentukan indische sociaal- democratische Vereeniging (ISDV) dalam perkembangan
lebih lanjut ISDV mengembangkan kecenderungan-kecenderuangan revolusioner,
terutama setelah mendapatkan stimulus baru dan keberhasilan revolusi komunis
(Bolsheviks) di Rusia pada 1917, yang menyebabkan elemen-elemen sosialis yang lebih
moderat di bawah pimpinan Ch.C. Cramer memisahkan diri dan membentuk Partai sosial
demokrat Hindia sebagai cabang dari SDAP di negeri Belanda (Furnivall, 1944: 248).
Meskipun anggota ISDV dan ISDP, paling tidak untuk beberapa tahun kebanyakan
terdiri dari orang-orang belanda, ideologi marxisme/komunisme mempengaruhi wacana
public dan mendorong lahirnya sebuah kelompok intelegensia politik/komunis pribumi
yaitu “Sama Rata Hindia Bergerak” yang didirikan di Surabaya pada 1917 dibawah
inisiatif Adolf Baars. Perhimpunan ini hnaya bertahan satu tahun, tetapi usaha yang lebih
serius untuk membentuk kader-kader sosialis radikal di kalangan pribumi dikerjakan oleh
ISDV.
Melalui strategi “blok dalam” (block within), yaitu strategi penyemaian kader
komunis dalam organisasi tertentu, terutama dalam tubuh Serikat Islam yang luas
pengaruhnya, komunisme secara cepat memperoleh banyak pengikut. Kerjasama antara
kader-kader komunis di dalam dan di luar SI membentuk perserikatan komunis di India
pada 1920 dan setelah kader-kadernya di dalam SI dikeluarkan pada 1921, perserikatan
ini bermetamorfosis menjadi PKI pada 1924.
Pendirian himpunan-himpunan kiri di Hindia menggoda kelompok-kelompok politik
lain di Belanda untuk mengembangkan sayapnya di tanah jajahan. ISDV disaingi dengan
berdirinya Nederlandsch Indische Vrijzinnige Bond (NIVB, perhimpunan liberal) pada
akhir tahun 1916. Himpunan ini memiliki hubungan dengan kaum liberal moderat di
Negari Belanda dan didirikan dengan tujuan untuk menyatukan kelangan progresif . lalu
munculah partai-partai seperti Partai Etis Kristen (CEP) dan Partai Katolik Hindia (IKP)
masing-masing pada tahun 1917 dan 1918. CEP dan IKP mempromosikan otonomi yang
lebih luas bagi Hindia, namun dengan memiliki “asosiai” yang kuat dengan negeri
Belanda serta untuk menjadikan Kristen sebagai basis ideology Negara. Semua organisasi
ini merekrut keanggotaan campuran yang terdiri dari kaum blijvers, kaum trekkers,
orang-orang timus asing, dan para elit hindia.
Dibawah bayang-bayang kesadaran sosial dan kepentingan yang yang saling bersaing,
beragam gerakan sosial tumbuh dengan mengekspresikan keanekaragaman
ideologis.kesadaran kemajuan dan pembebasan kaum terjajah muncul disepanjang garis
perbedaan identitas kolektif .situasi ini mendorong kebangkitan protonasionalisme
berbasis kesamaan identitas etnis, agama dan kelas.
Perbenturan antaridentitas kolektif terjadi antara lain karena unsur-unsur “tradisi
kecil” dalam lokalitas tertentu mempertautkan diri dengan “tradisi besar” berskala global.
Pada setiap “tradisi besar” ada elemen kosmopolitanisme dengan klaim totalitas universal
yang besifat eksklusif dan berpotensi menimbulkan benturan antarperadaban.
Beruntunglah, betapapun terjadi persaingan, kesemuanya dipersatukan oleh komitmen
pada pembebasan kemanusiaan, untuk menghadirkan keadilan dan keadaban bagi kaum
terjajah. Dalam kenyataan lokal, selalu terbuka kemungkinan proses penyerbukan silang
budaya antarperadaban, sehingga setiap peradaban, tidak menampakan diri sebagai total
paket yang monolitik, melainkan suatu mozaik yang mengandung keragaman yang
member peliang bagi proses negosiasi, percampuran, dan kerjasama lintas-peradaban.
Demikianlah, ideologi pan-islamisme Al-Afghani dan reformisme-modernisme islam
ala ‘Abduh pada mulanya memang menjadi sumber inspirasi bagi perumusan ideologi
islam di tanah air sebagai respon terhadap kolonialisme dan kehadiran komunisme.
Pengaruh kehadiran inelektual kiri dan relevansi doktrin-doktrin sosialis bagi rakyat
terjajah juga menstimulus para intelektual islam untuk memodifikasi ideologi dengan
mengkombinasikan nya dengan Al-quran, kombinasi ini dikenal sebagai “sosialisme
Islam” terlebih setelah kekhalifahan (ottoman) di Turki sebagai jantung Pan-Islamisme
dihapukan oleh Mustafa Kemal pada bulan februari 1924.
Disisi lain kosmopolitanisme komunitsa internasional juga terbukti memerlukan
adaptasi terhadap realitas lokal. Tan malaka, dalam kapasitas sebagai seorang pemimpin
komunis sejak akhir 1921, berusaha meredakan ketegangan antara para pemimpin
komunis dan islam sebelum ditangkap pada bulan maret 1922.
Begitu juga dengan ketertarikan komunitas tionghoa pada kosmopolitanisme
tiongkok, terjadi penyesuaian yang di timbulkan baik oleh realitas di “hulu” maupun di
“hilir”. Di China sendiri, doktrin kosmopolitanisme mendapatkan tandingan dari konsepsi
nasionalisme yang dikembangkan Sut Yat Sen, sedangkan di tanah air, komunitas
tionghoa nyatanya tidaklah monolitik. Bahkan dalam perkembangannya, kemudian
muncul pula partai politi Tionghoa Indonesia, yang bercorak nasionalis.
Munculnya gerakana nasional yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia
membawa pengaruh besar kepada kalangan keturunan Tionghoa di Indonesia untuk
terserap ke dalam orbit semangat kebangsaan Indonesia.
Pada rapat Besar 11 Juli 1945, Moh. Yamin mengatakan bahwa tiap konstitusi
dari bangsa merdeka terbentuk atas tiga bagian, yaitu Declaration of Rights, Declaration
of Independence, dan konstitusi. Atas pendapat ini, Soepomo menyatakan ketidak
setujuannya, karena Declaration of Rights sendiri berdasar pada individualisme. Atas
perbedaan pendapat ini, Soekarno mengajukan alternatif, yaitu membuat Declaration of
Rights dalam suasana kekeluargaan. Tentang ide ini, Soepomo setuju terhadap
Declaration of Rights. Agus Salim mempunyai pendapat lain. Baginya tidak penting
paham apa yang dianut, yang terpenting adalah dalam hukum dasar harus terdapat pagar-
pagar penjaga keadilan supaya keadilan itu sendiri tetap berlaku.
Setelah itu, Moh. Hatta menghendaki agar ada jaminan yang lebih tegas atas
hak berserikat, berkumpul, dan berpendapat dalam konstitusi, demi mencegah terjadinya
penyelewengan kekuasaan dengan dalih semangat kekeluargaan. Harus dihindari
kemungkinan Negara kekeluargaan berubah menjadi Negara kekuasaan. Oleh karena itu
menurutnya perlu dimasukkan beberapa pasal mengenai hak warga Negara. Usul Hatta
ini mendapat dukungan dari Soekiman dan M. Yamin. Soekiman memandang bahwa
perlu mempererat perhubungan pembentukan Negara dengan jiwa rakyat. Sedangkan M.
Yamin mengusulkan agar aturan kemerdekaan warga Negara dimasukkan kedalam
Undang-Undang Dasar.
Dari berbagai argument tersebut, akhirnya pada tanggal 15 Juli juga Soepomo
bersedia menempuh pilihan komromistis, namun tetap tidak akan menentang sistematik
dari rancangan anggaran dasar. Bentuk komprominya adalah dalam UUD dapat
ditambahkan pasal yang menetapkan kemerdekaan penduduk untuk bersidang dan
berkumpul untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan lain lain yang diatur
oleh Undang-Undang. Setelah itu terjadi beberapa perubahan terhadap pasal-pasal pada
UUD.
Sementara itu, muncul pula kritikan terhadap UUD tentang HAM yang hanya
menyebut hak, tidak menyebut kewajiban. Hal ini didukung partai nasionalis yang
menyesalkan tidak adanya kewajiban warga Negara. Atas kritikan itu, kemudian pada 9
Desember 1958, panitia persiapan konstitusi berhasil melengkapi keputusan mengenai
rancangan pasal UUD mengenai HAM, hak dan kewajiban warga Negara, yang berisi
ketentuan mengenai 35 hak dan kewajiban. Panitia Persiapan Konstitusi juga telah
berhasil mencapai keputusan mengenai 22 pasal tentang HAM dalam rancangan UUD
baru. Meskipun demikian, sejarah berbicara lain, dekrit Presiden 5 Juli 1959
mengembalikan ketentuan HAM seperti yang terkandung dalam UUD 1945. Tetapi, perlu
diingat bahwa dengan kembalinya ke UUD 1945 pun, secara substantive tidak
mengurangi komitmen bangsa Indonesia pada persoalan kemanusian universal dan
penghormatan HAM
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Peradaban manusia terus mengalami perubahan, mulai dari peradaban yang tertinggal
hingga peradaban menjadi maju seperti sekarang ini, hal ini tentunya membuat manusia
terus berkembang untuk mengikuti peradaban yang ssemakin maju
Di Indonesia sudah banyak terjadi perubahan dalam peradaban dimulai dari datangnya
belanda ke Indonesia hingga peradaban sekarang ini.Di dalam peradaban datangnya
belanda banyak terjadi negosiasi yang saling disetujui oleh kedua belah pihak, begitu
pula dengan peradaban yang terjadi selanjutnya.
B. Saran
Diharapkan pembaca dapat memahami isi makalah penulis ini, dan memperluas
wawasan dari berbagai sumber lain. Karena makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan.Oleh karena itu diharapkan saran yang dapat membangun sehingga
kedepannya kami dapat membuat makalah yang penulisan, tata bahasanya serta kerapihan
pengetikan lebih baik daripada makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Bagir Manan, Suatu Kaji Ulang Atas Undang-Undang No. 5 Tahun 1974, Majalah Pro Justitia
No. 2 Tahun IX April 1991
Cassese, Antonio, ‘Hak Menentukan Nasib Sendiri’ dalam ‘Hak Sipil dan Politik, Esai-Esai
Pilihan’, ELSAM, Jakarta, 2001
della Porta, Donatella dan Keating, Michael (eds) ‘Approaches and Methodologies in the
Social Sciences’, Cambridge University Press, 2008
Eddie Riyadi Terre, 2006. Masyarakat Adat, Eksistensi dan Problemnya: Sebuah Diskursus Hak
Asasi Manusia, dalam Rafael Edy Bosko, Hak-hak Masyarakat Adat dalam Konteks
Pengelolaan Sumberdaya Alam, Jakarta: ELSAM dan AMAN
Gross, Leo, Essays on international law and organization, Volume 1, Transnational Publishers