Anda di halaman 1dari 8

NAMA : HASANATUL FITRIANI

NPM : 1102019241
KELOMPOK : B-12

TUGAS MANDIRI
SKENARIO PBL
SURAT KETERANGAN DOKTER

1.MEMAHAMI DAN MENJELASKAN DOKTER MUSLIM


1.Definisi
Dokter muslim adalah dokter yang beragama Islam, menguasaiilmu
kedokteran dan dalam melaksanakan tugas profesi serta kehidupannya sejalan
denganatau berdasarkan syariat Islam

1.Kriteria atau ciri ciri dokter muslim


Banyak rumusan tentang dokter muslim telah dikemukakan oleh berbagai kalangan.
Ilmu kedokteran dapat dikatakan islami dengan Sembilan karakteristik, yaitu :
1. Dokter harus mengobati pasien dengan ihsan dan tidak melakukan hal-hal yang
bertentangan dengan Al-Quran
2. Tidak menggunakan bahan haram atau dicampur dengan unsur haram
3. Dalam pengobatan tidak boleh berakibat mencacatkan tubuh pasien, kecuali sudah
tidak ada alternatif lain
4. Pengobatannya tidak berbau tahayul, khurafat atau bid’ah
5. Hanya dilakukan oleh tenaga medis yang menguasai di bidang medis
6. Dokter memiliki sifat-sifat terpuji, tidak pemilik rasa iri, riya, takabur, senang
merendahkan orang lain, serta sikap hina lainnya
7. Harus berpenampilan rapih dan bersih
8. Lembaga-lembaga pelayanan kesehatan musti bersifat simpatik
9. Menjauhkan dan menjaga diri dari pengaruh atau lambang-lambang non-Islamis
10. Percaya akan adanya kematian yang tidak terelakan seperti banyak ditegaskan dalam
Al-Quran dan hadits Nabi
11. Menghormati pasien, diantaranya, berbicara dengan baik kepada pasien tidak
membocorkan rahasia dan perasaan pasien, dan tidak melakukan pelecehan
seksual
12. Pasrah kepada Allah sebagai zat penyembuh
13. Beriman dan Bertaqwa
14. Penyayang, Penghibur, Murah Senyum

15. Sabar, Rendah Hati, Toleran


16. Tenang sekalipun dalam keadaan kritis
17. Peduli terhadap Pasien
18. Memandang semua pasien sama
19. Pemberi Nasehat

i.MEMAHAMI DAN MENJELASKAN KODE ETIK KEDOKTERAN


2.1 Definisi
Kode Etik Kedokteran Indonesia adalah sebuah standar perilaku seorang
dokter dalam melaksanakan profesinya. Kode Etik Kedokteran Indonesia merupakan
pedoman bagi dokter Indonesia anggota IDI dalam melaksanakan praktek kedokteran.
Tertuang dalam SK PB IDI no 221/PB/A.4/04/2002 tanggal 19 April 2002 tentang
penerapan Kode Etik Kedokteran Indonesia.

2.2 Kaidah dasar bioetik kedokteran


Bioetika kedokteran merupakan salah satu etika khusus dan etika sosial dalam
kedokteran yang memenuhi kaidah praksiologik (praktis) dan filsafat moral
(normatif) yang berfungsi sebagai pedoman (das sollen) maupun sikap kritis reflektif
(das sein), yang bersumber pada 4 kaidah dasar moral (kaidah dasar bioetika-KDB)
beserta kaidah turunannya. Kaidah dasar moral bersama dengan teori etika dan
sistematika etika yang memuat nilai-nilai dasar etika merupakan landasan etika
profesi luhur kedokteran.
Dalam profesi kedokteran dikenal 4 prinsip moral utama, yaitu:
1. Prinsip otonomi, yaitu prinsip moral yang menghormati hak-hak pasien, terutama
hak otonomi pasien (the rights to self determination),
2. Prinsip beneficience, yaitu prinsip moral yang mengutamakan tindakan yang
ditujukan ke kebaikan pasien;
3. Prinsip non maleficence, yaitu prinsip moral yang melarang tindakan yang
memperburuk keadaan pasien. Prinsip ini dikenal sebagai “primum non
nocere” atau “above all do no harm”,
4. Prinsip justice, yaitu prinsip moral yang mementingkan fairness dan keadilan
dalam mendistribusikan sumberdaya (distributive justice).
5. Perbandingan antara etika kedokteran tradisional dengan bioetika kedokteran
Etika kedokteran tradisional Bioetika kedokteran



o Hanya dikaji oleh disiplin ilmu o Dikaji oleh interdisipliner


kedokteran
o Pendatang baru sekitar tahun
o Sudah membudaya sejak 2000
1960- an.
tahun yang lalu.
Di Indonesia malah berkembang
o Cakupannya hanya lingkup
tahun 2000-an.
kedokteran (Skala mikro)
o Cakupannya lebih luas (Skala
o Hanya berurusan dengan
makro)
masalah hubungan dokter-
o Berurusan dengan profesi lain
pasien, dokter- sejawat, dokter-
yang ada
masyarakat. Aspek perilaku dan
kaitannya dengan kelahiran,
moral dokter.
kehidupan, kesehatan, penyakit, dan
o Cakupannya statis, karena
kematian manusia.
sesuai dengan asas etik
o Cakupannya menjangkau jauh ke
tradisional.
masa depan.
o Terbatas pada kepedulian
o Perkembangan bioetika
dokter, ahli falsafah, peminat
kedokteran merupakan
etika kedokteran.
kepedulian kalangan kedokteran
dan disiplin ilmu lain.

2.3 Hubungan antara etik kedokteran dan hukum


Persamaan etik dengan hukum adalah :
1. Sama-sama alat untuk mengatur tertibnya hidup bermasyarakat
2. Sebagai objeknya adalah tingkah laku manusia
3. Mengandung hak dan kewajiban anggota masyarakat agar tidak merugikan orang
lain
4. Menggugah kesadaran untuk bersikap manusiawi
5. Sumbernya adalah hasil pemikiran para pakar dan pengalaman para anggota
senior Perbedaan etik dengan hukum adalah :
1 Etik berlaku untuk lingkungan profesi
Hukum berlaku untuk umum
1 Etik disusun berdasarkan kesepakatan anggota
profesi Hukum disusun oleh badan pemerintah
1 Etik tidak seluruhnya tertulis
Hukum tercantum secara rinci dalam kitab UU dan berita Negara
4 Sanksi terhadap pelanggaran etik berupa tuntutan Pelanggaran hukum berupa
tuntutan
4 Pelanggaran etik diselesaikan oleh (MKDKI) yang dibentuk konsil kedokteran
Indonesia (MKEK) yang dibentuk Ikatan Dokter Indonesia (IDI)

Pelanggaran hukum diselesaikan oleh pengadilan


6 Penyelesaian pelanggaran etik tidak selalu disertai bukti fisik Penyelesaian
pelanggaran hukum memerlukan bukti fisik.

3. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN SURAT KETERANGAN YANG


DIKELUARKAN OLEH DOKTER
3.1 definisi
Surat Keterangan Dokter adalah surat atau tulisan dalam sebuah kertas yang dibuat oleh
Dokter yang isinya menerangkan mengenai kondisi atau keadaan kesehatan dan/atau
penyakit seorang pasien atau seseorang yang meminta surat dimaksud dan dapat
dibuktikan kebenarannya.

3.2 Jenis jenis


1. Surat keterangan sehat (untuk berbagai keperluan seperti memperoleh SIM,
mengajukan klaim asuransi, menikah, melamar pekerjaan, dan lain-lain.
2. Surat keterangan sakit/istirahat sakit
3. Surat keterangan lahiran
4. Surat keterangan kematian
5. Surat keterangan kematian untuk asuransi
6. Surat keterangan cacat
7. Surat keterangan ahli yang berkaitan dengan pemeriksaan forensic (visum et
repertum) mengenai pembuatan visum et repertum dibahas dalam bab tersendiri
8. Laporan mengenai penyakit menular

3.3 Sanksi atas pelanggaran terhadap surat keterangan yang dikeluarkan dokter
Para dokter dalam memberikan berbagai jenis surat-surat keterangan seperti
tersebut di atas, hendaknya berdasarkan keadaan yang sebenarnya dan dapat dibuktikan
kebenarannya. Penyimpangan dalam pembuatan surat keterangan,selain tidak etis
merupakan pelanggaran terhadap Pasal 267 KUHP sebagai berikut.
i. Seorang dokter yang dengan sengaja memberikan surat keterangan palsu
tentang ada atal tidaknya penyakit, kelemahan atau cacat diancam dengan
hukuman penjara paling lama empat tahun.
i.Jika keterangan diberikan dengan maksud untuk memasukkan seseorang
dalam rumah sakit gila atau untuk menahannya di situ, dijatuhkan hukuman
penjara paling lama delapan tahun enam bulan.
i. Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memberikansurat
keterangan palsu itu seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran.





Selanjutnya dalam Pasal 179 KUHAP tercantum sebagai berikut.


1 Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau
dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi kead'ilan.
1 Semua ketentuan tersebut di atas untuk saksi berlaku juga bagi mereka yang
memberikan'keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan
sumpah atau janji akan memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan
sebenar- benarnya menurut pengetahuan dalam bidang keahliannya.

1.MEMAHAMI DAN MENJELASKAN SIKAP PROFESIONALISME DOKTER


2.Hubungan dokter dengan pasien
Hubungan dokter-pasien (HDP) merupakan pondasi dalam praktek kedokteran dan juga
etika kedokteran. Seperti disebutkan dalam Deklarasi Jenewa, dokter menyatakan: ”
Kesehatan pasien akan selalu menjadi pertimbangan pertama saya” dan Kode Etik
Kedokteran Internasional menyebutkan: ”Dokter harus memberikan kepada pasiennya
loyalitas penuh dan seluruh pengetahuan yang dimilikinya”. Interpretasi hubungan
dokterpasien secara tradisional adalah seperti hubungan paternal dimana dokter
membuat keputusan dan pasien hanya bisa menerima saja. Namun saat ini hal itu tidak
lagi dapat diterima baik secara etik maupun hukum. Karena banyak pasien tidak bisa
atau tidak bersedia membuat keputusan perawatan kesehatan untuk mereka sendiri maka
otonomi pasien kadang sangat problematik. Secara yuridis HDP dimasukkan kedalam
golongan kontrak. Suatu kontrak adalah pertemuan pikiran (meeting of minds) dari dua
orang mengenai satu hal (solis). Dokter mengikat dirinya untuk memberikan pelayanan
kesehatan sedang pasien menerima pelayanan tersebut. Dengan demikian terjadi suatu
perikatan yang disebut transaksi (kontrak) terapeutik yang mempunyai dua ciri yaitu:
Adanya suatu persetujuan (consensual, agreement) atas dasar saling menyetujui dari
pihak dokter dan pasien tentang pemberian pelayanan pengobatan. hubungan dokter
dengan pasien diatur dalam :
Pasal 53
Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai kewajiban :
a. memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya;
b. mematuhi nasihat dan petunjuk dokter atau dokter gigi;
c. mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan; dan
d. memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.
Pasal 51 Undang-Undang Praktik Kedokteran,
yang telah menentukan secara normatif tentang serangkaian kewajiban dokter atau
dokter gigi dalam melakukan pelayanan kesehatan yang harus dilaksanakannya kepada
pasien:

1 Memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur
operasional serta kebutuhan medis pasien.
1 Merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau
kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu
pemeriksaan atau pengobatan.
1 Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga
setelah pasien itu meninggal dunia.
1 Melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan kecuali bila ia yakin
ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya.
1 Menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran atau
kedokteran gigi.
Kewajiban dokter terhadap pasien diatur dalam kode etik kedokteran yaitu:
- pasal 10
Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan
ketrampilannya untuk kepentingan pasien. Dalam hal ini ia tidak mampu melakukan
suatu pemeriksaan atau pengobatan, maka atas persetujuan pasien, ia wajib merujuk
pasien kepada dokter yang mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut.
-Pasal 11
Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada pasien agar senantiasa dapat
berhubungan dengan keluarga dan penasehatnya dalam beribadat dan atau dalam
masalah lainnya.
-Pasal 12
Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang
pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.
-Pasal 13
Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas
perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu
memberikannya

1.Hubungan dokter dengan teman sejawat


diatur dalam :
Pasal 14
Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin
diperlakukan.
Pasal 15
Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dari teman sejawat, kecuali dengan
persetujuan atau berdasarkan prosedur yang etis.

1.Sikap profesionalisme seorang dokter,pelanggaran dan sanksinya


Bentuk-bentuk Sanksi Pelanggaran etik tidak menimbulkan sanksi formal bagi pelakunya,
sehingga terhadap pelakunya hanya diberikan tuntutan oleh MKEK. Secara maksimal
mungkin MKEK memberikan usul kepada Kanwil DEPKES Propinsi atau DEPKES untuk
memberikan tindakan administrative, sebagai langkah pencegahan terhadap kemungkinan
pengulangan kesalahan yang sama dikemudian hari atau terhadap makin besarmya intensitas
pelanggaran tersebut. Sanksi yang diberikan terhadap pelanggaran etik kedokteran
tergantung pada berat ringannya pelanggaran etik tersebut. Yang terbaik adalah upaya
pencegahan pelanggaran etik yaitu dengan cara terus menerus memberikan penyuluhan
kepada anggota IDI maupun PDGI, tentang etika kedokteran dan hokum keschatan. Namun
jika terjadi pelanggaran, maka sanksi yang diberikan hendaknya bersifat mendidik, schingga
pelanggaran yang sama tidak terjadi lagi di masa depan dan sanksi tersebut menjadi pelajaran
bagi dokter lain.
Bentuk sanksi pelanggaran etik dapat berupa:
1. Teguran atau tuntutan secara lisan dan tulisan
2. Penundaan kenaikan gaji atau pangkat
3. Penurunan gaji atau pangkat setingkat lebih rendah
4. Dicabut izin praktek dokter untuk sementara atau selama-lamanya
5. Pada kasus pelanggarancetikolegal, diberikan hukuman sesuai peraturan kepegawaian
yang berlaku dan diproses ke pengadilan.

Pasal 69 ayat 3
Sanksi disiplin sebagaimana dimaksud dapat berupa :
pemberian peringatan tertulis;
rekomendasi pencabutan surat tanda registrasi atau surat izin praktik; dan/atau
kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan kedokteran atau
kedokteran gigi.
Pasal 75 (ketentuan pidana)
1. Setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktik
kedokteran tanpa memiliki surat tanda registrasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 29 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau
denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
2. Setiap dokter atau dokter gigi warga negara asing yang dengan sengaja
melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki surat tanda registrasi sementara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara

paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus
juta rupiah).
3. Setiap dokter atau dokter gigi warga negara asing yang dengan sengaja
melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki surat tanda registrasi bersyarat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus
juta rupiah)

DAFTAR PUSTAKA
(Jusuf Hanifah, M. 2008. Etika Kedokteran & Hukum Kesehatan, Edisi 4. Jakarta: EGC).

Anda mungkin juga menyukai