Anda di halaman 1dari 11

Subtema: Inovasi terbarukan dalam mengatasi krisis energi

Produksi Minyak Larva Lalat Tentara Hitam (Hermetia illucens) Hasil


Konversi Limbah Jerami Padi (Oryza sativa) sebagai Bahan Baku Potensial
Biodiesel Terintegrasi Konsep Biorefinery

Diajukan untuk Mengikuti Kompetisi


SEMAR ESSAY COMPETITION
FESTIVAL ILMIAH MAHASISWA 2018
STUDI ILMIAH MAHASISWA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET

Diusulkan oleh:
Asri Ifani Rahmawati Rekayasa Hayati/2014

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG


BANDUNG
2018
Pendahuluan
Sumber energi yang digunakan di seluruh dunia saat ini sebagian besar
berasal dari bahan bakar fosil, seperti minyak bumi, batu bara, dan gas alam.
Meskipun demikian, produksi bahan bakar fosil dinilai tidak seimbang dengan
pemanfaatannya yang terlalu impulsif. Konsumsi berlebihan tersebut menyebabkan
bahan bakar fosil termasuk dalam kategori energi tidak terbarukan. Sedikit demi
sedikit terjadi pergeseran dunia untuk mulai memanfaatkan energi terbarukan
sebagai sumber pasokan energi. Pada tahun 2040 mendatang, 50% pasokan energi
global ditargetkan berasal dari sumber daya terbarukan (Demirbas, 2007). Di
Indonesia sendiri, pasokan energi terbarukan akan ditingkatkan sebesar 23% pada
2025 berdasarkan keputusan kebijakan energi nasional dalam Peraturan Pemerintah
No. 79 tahun 2014.
Salah satu energi terbarukan yang tengah dikembangkan adalah biodiesel.
Biodiesel unggul karena memungkinkan keamanan dan keseimbangan energi,
memiliki emisi rendah, dan biodegradable (Brown dan Brown, 2012). Biodiesel
secara umum diproduksi dengan memanfaatkan minyak nabati. Penggunaan
minyak nabati mencapai angka 95% meliputi 84% minyak biji, 13% minyak bunga
matahari, 3% minyak kedelai, dan lain-lain (Ma dan Hanna, 1999). Akan tetapi,
penggunaan minyak nabati menimbulkan berbagai permasalahan, diantaranya
adalah kompetisi dengan kebutuhan pangan dan biaya produksi yang relatif tinggi
disebabkan oleh proses perlakuan awal (pre-treatment) yang sebagian besar harus
dilakukan pada tanaman untuk mendegradasi kandungan lignoselulosa (Encinar et
al., 2011; Zheng et al., 2012; Alptekin et al., 2014).
Minyak hewani dapat menjadi alternatif solusi atas permasalahan tersebut.
Pemanfaatan minyak hewani dapat meningkatkan karakteristik biodiesel.
Kandungan lemak jenuh pada minyak hewani mampu menjadikan kualitas
pembakaran (ignition quality) dan stabilitas oksidatif dari biodiesel lebih tinggi
(Hansen et al., 2011). Larva lalat tentara hitam (nama ilmiah: Hermetia illucens)
atau biasa disebut larva BSF (Black Soldier Fly) merupakan salah satu hewan yang
dapat diambil minyaknya. Kandungan lemak yang tinggi (29-32%) menjadikan
larva BSF berpotensi sebagai bahan baku biodiesel (Wang, 2008; Li et al., 2011;
Bosch et al., 2014)
BSF merupakan serangga dari famili Stratiomydae yang hidup tersebar di
daerah tropis maupun subtropis di seluruh dunia. Siklus hidup BSF berlangsung
selama kurang lebih 44 hari, dimulai dari telur, larva, pupa, hingga lalat dewasa
(Tomberlin dan Sheppard, 2002). BSF dewasa tidak memiliki bagian mulut
sehingga proses makan dan mengumpulkan energi hanya terjadi pada fase larva
(Park, 2016). Larva BSF dapat tumbuh dan berkembang dengan baik pada media
organik seperti limbah tanaman maupun kotoran hewan. Larva BSF memiliki
kemampuan mengurai senyawa organik sederhana hingga kompleks sekalipun
karena adanya kandungan konsorsium bakteri pada saluran pencernaannya,
diantaranya adalah Micrococcus sp., Streptococcus sp. Bacillus sp., dan Aerobacter
aerogens (Banjo et al., 2005).
Kemampuan penguraian ini menjadikan pemanfaatan larva BSF sebagai
bahan baku biodiesel juga ikut membantu masalah lingkungan terkait limbah
organik pertanian. Jerami padi (nama ilmiah: Oryza sativa) hingga saat ini masih
menjadi produk buangan yang jumlahnya terus meningkat seiring dengan
peningkatan produksi padi di Indonesia. Produktivitas jerami padi pada tahun 2014
mencapai angka 60 juta ton bahan kering per tahun (Badan Pusat Statistik, 2014).
Jerami padi memiliki kandungan lignoselulosa tinggi, dimana lignoselulosa
merupakan penyimpan energi matahari terbesar di bumi dalam bentuk karbon
(Bharathiraja, 2015).
Larva BSF mampu mengonversi lignoselulosa dalam jerami menjadi lemak
dalam tubuhnya. Pemeliharaan larva BSF dengan pemberian substrat jerami padi
diharapkan dapat meningkatkan perolehan minyak untuk bahan baku biodiesel.
Produksi minyak dari larva BSF ini juga dapat diintegrasikan dengan konsep
biorefinery. Produk samping berupa kotoran larva (lindi) dan sisa substrat dapat
dimanfaatkan sebagai pupuk tanaman, serta residu larva hasil ekstraksi dapat
dijadikan pakan ternak. Konsep terintegrasi ini diharapkan dapat menciptakan
sistem produksi biodiesel yang berkelanjutan.

Isi
BSF pada fase larva dapat hidup selama kurang lebih 18 hari. Ketika baru
menetas dari telur, larva mampu memakan apapun yang tersedia sebagai
substratnya (Park, 2016). Meskipun demikian, larva yang baru menetas sebaiknya
diberi substrat makanan sederhana seperti dedak dan pepaya untuk meningkatkan
survival rate selama 4,5 hari pertama (Abduh et al., 2017). Larva BSF dapat tumbuh
optimal pada suhu 27-30oC dan kelembapan udara 65-70% dengan kadar air
substrat jerami padi diatur hingga mencapai 60% (Li et al., 2011; Manurung et al.,
2016; Park, 2016). Larva BSF ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Larva BSF (sumber: Park, 2016)

Laju pemberian substrat jerami padi mempengaruhi pertumbuhan massa


larva BSF dan nilai efisiensi reduksi substrat itu sendiri. Berdasarkan penelitian
Manurung et al. (2016), pemberian substrat jerami padi dengan laju 200
mg/larva/hari menghasilkan biomassa larva terbesar dengan berat rata-rata 15,59
mg dan pengurangan substrat sebesar 10,85%. Reduksi substrat jerami padi dapat
ditingkatkan hingga 31,53% dengan pemberian laju pakan yang lebih rendah yaitu
12,5 mg/larva/hari, namun tentunya biomassa yang dihasilkan menjadi lebih sedikit
(Gambar 2).

Gambar 2. Pertumbuhan larva BSF pada variasi pemberian laju substrat jerami
padi (sumber: Manurung et al., 2016)
Pemanenan larva dilakukan sebelum BSF menginjak fase pre-pupa. Pada
fase pre-pupa, warna larva akan berubah menjadi kecokelatan dan memiliki
karakteristik menjauhi substrat makanannya. Kandungan lemak pada fase pre-pupa
relatif lebih rendah (15-20%) dibandingkan dengan fase larva sehingga dinilai
kurang berpotensi untuk bahan baku biodiesel (Surendra et al., 2016). Ekstraksi
minyak larva BSF dapat dilakukan dengan metode ekstraksi pelarut menggunakan
heksana atau petroleum ether (Li et al., 2011). Metode tersebut memberikan hasil
perolehan (yield) minyak mentah larva BSF sebesar 32,8-39,2% (Li et al., 2011;
Zheng et al., 2012).
Pada pemeliharaan larva BSF dengan substrat jerami padi yang memiliki
kandungan gula terlarut 11,5% b/k, hemiselulosa 27,3% b/k, selulosa 32,6% b/k,
dan lignin 18,4% b/k, dihasilkan minyak larva BSF dengan karakteristik
sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 1. Minyak larva BSF dengan angka asam
yang tinggi digunakan sebagai bahan baku produksi biodiesel dengan dua tahapan
proses, yaitu esterifikasi dan transesterifikasi.

Tabel 1. Karakteristik minyak larva BSF pada substrat jerami padi (Zheng et al.,
2012)
Karakteristik Minyak larva BSF
Angka asam (mg KOH/g) 8,2
Angka iodin (gl/100 g) 89
Angka penyabunan (mg KOH/g) 157
Titik awan (oC) 6,8
Angka peroksida (meq/kg) 0,18

Proses esterifikasi dilakukan dengan menggunakan metanol dan katalisator


asam (1% H2SO4) untuk mengonversi asam lemak bebas dan mengurangi
keasaman pada minyak larva BSF (Encinar et al., 2011; Li et al., 2011; Zheng et
al., 2012). Proses esterifikasi ini penting dilakukan agar tidak terjadi emulsi pada
produksi biodiesel yang disebabkan oleh tingginya kandungan asam lemak bebas
pada minyak mentah (Brown et al., 2008).
Konversi asam lemak bebas pada proses esterifikasi dipengaruhi oleh suhu,
rasio metanol:lemak, dan waktu (Gambar 3). Peningkatan suhu memberikan
pengaruh positif pada proses konversi karena berkontribusi pada efisiensi transfer
massa. Suhu optimal untuk proses esterifikasi minyak larva BSF berkisar pada 60-
75oC (Li et al., 2011; Zheng et al., 2012). Rasio metanol:lemak juga memberikan
pengaruh positif, dimana angka rasio metanol:lemak yang semakin besar akan
meningkatkan pembentukan ester. Rasio metanol:lemak 8:1 dapat mengonversi
90% asam lemak bebas sehingga dapat dikatakan sebagai rasio optimal untuk
esterifikasi. Sementara itu, waktu optimal untuk proses esterifikasi adalah 60 menit,
waktu diatas itu tidak memberikan pengaruh yang signifikan (Zheng et al., 2012).

Gambar 3. Optimasi kondisi pada proses esterifikasi minyak larva BSF untuk
produksi biodiesel (a) suhu, (b) rasio metanol:lemak, (c) waktu (sumber: Li et al.,
2011)

Setelah dilakukan pre-treatment proses esterifikasi, campuran reaksi


dibiarkan selama dua jam hingga membentuk dua fasa. Fasa atas yang mengandung
trigliserida dan fatty acid methyl esters (FAME) dipindahkan ke reaktor untuk
memasuki proses tahap kedua, yaitu proses transesterifikasi. Proses transesterifikasi
dilakukan selama 30 menit pada suhu 65oC dengan rasio metanol: lemak 6:1
menggunakan katalisator basa (0,8% NaOH).
Hasil proses transesterifikasi juga menghasilkan campuran dengan dua fasa.
Fasa atas mengandung FAME yang dapat dipurifikasi dengan metode distilasi dan
menghasilkan biodiesel murni. Perolehan biodiesel yang diperoleh dari keseluruhan
proses produksi mencapai 93-96 g dari 100 g larva kering (Li et al., 2011). Kualitas
biodiesel yang dihasilkan ditunjukkan pada Tabel 2.
Tabel 2. Kualitas biodiesel dari minyak larva BSF dibandingkan dengan standar
internasional EN14214 dan nasional SNI (Zheng et al., 2012)
SNI (Badan
Biodiesel larva
Karakteristik EN14214 Standardisasi
BSF
Nasional, 2015)
Kandungan ester
96,6 >96,5 >96,5
(%)
Densitas (kg/m3) 895 860-900 850-890
Viskositas pada
5,96 3,5-5,0 2,3-6,0
40oC (mm2/s)
Kandungan air
300 <500 <500
(mg/kg)
Titik nyala (oC) 123 >120 >100
Angka setana 55 >51 >51
Angka asam (mg
0,6 <0,5 <0,5
KOH/g)

Karakteristik biodiesel larva BSF pada Tabel 2 seperti densitas, viskositas,


titik nyala, angka setana, dan kandungan ester memenuhi standar internasional
Eropa (EN14214) dan standar nasional Indonesia (SNI). Biodiesel larva BSF juga
telah teruji memiliki kandungan lemak jenuh tinggi (67,6%) (Li et al., 2011)
sehingga memiliki kualitas yang baik dalam kestabilan oksidatif dan kualitas
pembakaran.
Produksi biodiesel berbasis larva BSF yang menerapkan konsep biorefinery
ditunjukkan pada Gambar 4. Proses pemeliharaan larva menghasilkan produk
samping berupa kotoran cair yang umumnya disebut lindi dan substrat jerami padi
sisa yang dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik. Pupuk organik dapat
digunakan kembali pada tanaman padi sehingga tercipta suatu closed-system.
Sementara itu, residu larva hasil ekstraksi menghasilkan larva tanpa lemak yang
dapat dimanfaatkan sebagai campuran pakan ternak (Abduh et al., 2017).
Residu larva

Campuran pakan ternak

Gambar 4. Produksi biodiesel dengan konsep biorefinery

Penutup
Produksi biodiesel dari larva BSF hasil konversi substrat jerami padi dengan
kualitas memenuhi standar nasional dan internasional dapat menjadi suatu inovasi
energi terbarukan yang juga dapat menyelesaikan masalah lingkungan. Integrasi
dengan konsep biorefinery yang memanfaatkan produk sampingan sebagai pupuk
organik dan pakan ternak memungkinkan terciptanya sistem produksi biodiesel
yang berkelanjutan.
Analisis dan penelitian lebih lanjut mengenai variasi substrat makanan larva
BSF masih perlu dilakukan untuk meningkatkan kandungan lemak dan perolehan
biodiesel sehingga dapat memaksimalkan keuntungan.
Daftar Pustaka
Abduh, M. Y., Tarigan, N. B., Firmansyah, M., dan Rahmawati, A. I. (2017). Dari
ITB untuk Indonesia: Biorefinery Karet. Bandung: Penerbit ITB.
Alptekin, E., Canakci, M., dan Sanli, H. (2014). Biodiesel production from
vegetable oil and waste animal fats in a pilot plant. Waste Management,
34(11), 2146-2154.
Badan Pusat Statistik. (2014). Statistik Indonesia. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
Badan Standardisasi Nasional. (2015). SNI 7182:2015: Biodiesel. Jakarta: BSN.
Banjo, A. D., Lawal, O. A., dan Olusole, O. O. (2005). Bacteria associated with
Hermetia illucens (Linaeus) diptera: Stratiomydae. Asian Journal of
Microbiology Biotechnology Environmental Science, 7, 351-354.
Bharathiraja, B. (2015). Biobutanol production from cellulose rich agricultural
waste using Clostridium species. Journal of Chemical and Pharmaceutical
Research, 7(3), 2463-2469.
Bosch, G., Zhang, S., Dennis, G. A. B. O., dan Wouter, H. H. (2014). Protein quality
of insects as potential ingredients for dog and cat foods. Journal of
Nutritional Science, 3, 1-4.
Brown, R. C., dan Brown, T. R. (2012). Why are We Producing Biofuels: Shifting
to the Ultimate Source of Energy. USA: Brownia LCC.
Brown, W., Foote, C., Iverson, B., dan Anslyn, E. (2008). Organic Chemistry.
USA: Science.
Demirbas, A. (2007). Biodiesel: A Realistic Fuel Alternative for Diesel Engines.
USA: Springer & Science Business Media.
Encinar, J. M., Sanchez, N., Martinez, G., dan Garcia, L. (2011). Study of biodiesel
production from animal fats with high free fatty acid content. Bioresource
Technology, 102(23), 10907-10914.
Hansen, A. C., He, B. B., dan Engeseth, N. J. (2011). Food versus Fuel
Characteristics of Vegetable Oils and Animal Fats. American Society of
Agricultural and Biological Engineers, 54(4), 1407-1414.
Li, Q., Zheng, L., Cai, H., Garza, E., Yu, Z., Zhou, S. (2011). From organic waste
to biodiesel: black soldier fly, Hermetia illucens, makes it feasible. Fuel,
90, 1545-1548.
Ma, F., dan Hanna, M. (1999). Biodiesel production: a review. Bioresource
Technology, 1-15.
Manurung, R., Supriatna, A., Esyanthi, R. R., dan Putra, R. E. (2016).
Bioconversion of rice straw waste by black soldier fly larvae (Hermetia
illucens L.): optimal feed rate for biomass production. Journal of
Entomology and Zoology Studies, 4(4), 1036-1041.
Park, H. H. (2016). Black Soldier Fly Larvae Manual. Student Showcase, 1-14.
Surendra, K. C., Olivier, R., Tomberlin, J. K., Jha, R., dan Khanal, S. K. (2016).
Bioconversion of organic wastes into biodiesel and animal feed via insect
farming. Renewable Energy, 98, 197-202.
Tomberlin, J. K., dan Sheppard, D. C. (2002). Factors influencing mating and
oviposition of black soldier flies (diptera: Stratiomydae) in a colony.
Journal of Entomology Science, 37, 345-352.
Wang, L. (2008). Energy Efficiency and Management in Food Processing
Facilities. Florida: CRC Press.
Zheng, L., Hou, Y., Li, W., Yang, S., Li, Q., dan Yu, Z. (2012). Biodiesel
production from rice straw and restaurant waste employing black soldier fly
assisted with mirobes. Energy, 47(1), 225-229.
Zheng, L., Li, Q., Zhang, J., dan Yu, Z. (2012). Double the biodiesel yield: rearing
black soldier fly larvae, Hermetia illucens, on solid residual fraction of
restaurant waste after grease extraction for biodiesel production. Renewable
Energy, 41, 75-79.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

A. Identitas diri
1 Nama Lengkap Asri Ifani Rahmawati
2 Program Studi/NIM Rekayasa Hayati/11214038
3 E-mail asriifani1996@gmail.com
4 Nomor telepon/HP 081213674008

B. Riwayat Pendidikan
SD SMP SMA
Nama Institusi SDN Sukadamai 3 SMPN 4 Bogor SMAN 1 Bogor
Jurusan - - IPA
Tahun masuk- 2002-2008 2008-2011 2011-2014
lulus

C. Karya Ilmiah yang pernah dibuat


No. Institusi Judul Karya Ilmiah Tahun
Penyelenggara
1. Universitas Syiah Sistem Produksi Terintegrasi 2017
Kuala Kopi dan Cascara sebagai
Solusi Pemanfaatan Limbah
Kulit Kopi dan Pengembangan
Masyarakat Rural dalam
Menyongsong SGDs 2030

D. Penghargaan dalam 10 Tahun Terakhir


No. Jenis Penghargaan Institusi Pemberi Tahun
Penghargaan
1. Finalis Lomba Karya Universitas Syiah Kuala 2017
Tulis Ilmiah
2. Penerima Hibah Dana Kemenristekdikti 2017

Anda mungkin juga menyukai