Anda di halaman 1dari 5

1.

PENYELENGGARAAN TES

Teknik Pelaksanaan Tes Hasil Belajar


Di tinjau dari bentuk pelaksanaannya, tes dapat di bagi menjadi tiga jenis, yaitu:
1. Tes tertulis
2. Tes lisan
3. Tes perbuatan (performance test)
Pada tes tertulis, soal-soal tes di tuangkan dalam bentuk tertulis dan jawaban tes juga
tertulis. Pada tes lisan, soal-soal di ajukan secara lisan dan di jawab secara lisan pula.
Namun demikian dapat juga soal-soal tes di ajukan secara lisan dan dalam waktu yang di
tentukan, jawaban harus di buat secara tertulis. Adapun pada tes perbuatan, wujud soal
tesnya adalah pemberian perintah atau tugas yang harus di laksanakan oleh testee, dan
cara penilaianya dilakukan terhadap proses penyelesaian tugas dan hasil akhir yang di
capai setelah testee melaksanakan tugas tersebut

Prosedur Pelaksanaan Tes Tertulis


Dalam melaksanakan tes tertulis ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian, yaitu
sebagaimana di kemukakan berikut ini.
1. Agar dapat mengerjakan soal tes para peserta tes mendapat ketenangan, seyogyanya
ruang tempat berlangsungnya tes di pilihkan yang jauh dari keramaian, kebisingan, suara
hiruk pikuk dan lalu lalangnya orang. Adalah sangat bijaksana apabila di luar ruangan tes
di pasang papan bemberitahuan.
2. Ruangan tes harus cukup longgar, tidak berdesak-desakan, tempat duduk di atur
dengan jarak tertentu yang memungkinkantercegahnya kerja sama yang tidak sehat di
antara testee.
3. Ruangan tes sebaiknya memiliki system pencahayaan dan pertukaran udara yang
baik. Ruangan yang gelap atau remang-remang disamping menyulitkan testee dalam
membaca soal dan menuliskan jawabanya, juga menyulitkan bagi tester atau pengawas
tes dalam menunaikan tugasnya. Ruang tes yang terlalu terang atau terlalu menyilaukan
mata, disamping dapat menimbulkan udara panas juga dapat menyebabkan testee cepat
menjadi letih.
4. Jika dalam ruangan tes tidak tersedia meja tulis atau kursi yang memiliki alas empat
penulis, maka sebelum tes di laksanakan hendaknya sudah disiapkan alat berupa alas tulis
yang terbuat dari triplex, hardboard atau bahan lainya, sehingga testee tidak harus
menuliskan jawaban soal tes yang di letakkan di atas paha sebagai alas tulisnya.
5. Agar testee dapat memulai mengerjakan soal tes secara bersamaan, hendaknya lembar
soal-soal tes di letakkan secara terbalik, sehingga tidak memungkinkan bagi testee untuk
membaca dan mengerjakan soal lebih awal dari pada teman-temanya. Dalam hubungan
ini testee harus di beri tahu bahwa mereka baru boleh memulai mengerjakan soal tes
setelah tanda waktu bekerja di lakukan.
6. Dalam mengawasi jalanya tes, pengawas hendaknya berlaku wajar. Artinya jangan
terlalu banyak bergerak, terlalu sering berjalan-jalan dalam ruangan tes sehingga
mengganggu konsentrasi testee. Sebaliknya, pengawas tes juga jangan selalu duduk di
kursi sehingga dapat membuka peluang bagi testee yang tidak jujur untuk bertindak
curang (kerja sama dengan testee lainya, atau menyontek). Jika pengawas tes lebih dari
satu orang, sebaiknya jangan terlalu banyak bercakap-cakap yang dapat mengganggu
ketenangan tes. Dengan demikian pelaksanaan tes hasil belajar akan berlangsung tidak
terlalu longgar dan tidak pula terlalu mencekam.
7. Sebelum berlangsungya tes, hendaknya sudah di tentukan terlebih dahulu sanksi
yang dapat di kenakan kepada testee yang berbuat curang. Sanksi itu dapat berupa
tindakan mengeluarkan testee dari ruangan tes dan karenanya tesnya di anggap gugur,
atau dengan jalan membuat berita acara tentang terjadinya kecurangan tersebut, atau
menuliskan kata “curang” di atas kertas pekerjaan estee yang berbuat curang itu.
8. Sebagai bukti mengikuti tes, harus di siapkan daftar hadir yang harus di tanda
tangani oleh seluruh peserta tes. Dalam mengedarkan daftar hadir tes itu hendaknya di
usahakan agar tidak mengganggu ketenangan jalanya tes.
9. Jika waktu yang telah di tentukan telah habis, hendaknya testee di minta untuk
menghentikan pekerjaanya dan secepatnya meninggalkan ruangan tes. Tester atau
pengawas tes hendaknya segera mengumpulkan lembar-lembar pekerjaan (jawaban) tes
seraya meneliti, apakah jumlah lembar jawaban tes itu sudah sesuai dengan jumlah testee
yang tercantum dalam daftar hadir tes.
10. Untuk mencegah timbulnya berbagai kesulitan di kemudian hari, pada berita acara
pelaksanaan tes harus di tuliskan secara lengkap, berapa orang estee yang hadir dan siapa
yang tidak hadir, dengan menuliskan identitasnya (nomor urut, nomor induk, nomor
ujian, nama dan sebagainya), dan apabila terjadi penyimpangan-penyimpangan atau
kelainan-kelainan harus di catat dalam berita acara pelaksanaan tertersebut

Prosedur Pelaksanaan Tes Lisan


Beberapa petunjuk praktis ini kiraya dapat dipergunakan sebagagai pegangan dalam
pelaksanaan tes lisan.
1. Sebelum tes lisan di lakasanakan seyogyanya tester sudah melakukan inventarisasi
sebagai jenis soal yang akan di ajukan kepada testee dalam tes lisan tersebut, sehingga tes
lissan dapat di harapkan memiliki validitas yang tinggi, baik dari segi isi maupun
kontruksinya.
2. Setiap butir soal yang telah di tetapkan untuk di ajukan dalam tes lisan itu, juga harus
disiapkan sekaligus pedoman atau ancar-ancar jawaban betulnya. Karena para tester atau
evaluator berasal dari latar belakang kailmuan yang berbeda-beda dengan berbagai nilai
dan pandangan dasar yang berbeda pula[5]. Hal ini di maksudkan agar tester disamping
mempunyai kriteria yang pasti dalam memberikan skor atau nilai kepada testee atas
jawaban yang mereka berikan dalam tes lisan tersebut, juga tidak akan terpukau atau
terkecoh dengan jawaban panjang lebar atau berbelit-belit yang diberikan oleh testee,
yang menurut testee merupakan jawaban betul dan tepat, padahal menurut kriteria yang
di tentukan sesungguhnya sudah menyimpang atau tidak ada hubunganya dengan soal
yang di ajukan kepada testee.
3. Jangan sekali-kali menentukan skor atau nilai hasil tes lisan setelah seluruh testee
menjalani tes lisan. Skor atau nilai hasil tes lisan harus sudah dapat di tentukan di saat
masing-masing testee selesai dites. Hal ini di maksudkan agar bemberian skor atau nilai
hasil tes lisan yang diberikan kepada testee itu tidak di pengaruhi oleh jawaban yang
diberikan oleh testee yang lain.
4. Tes hasil belajar yang di laksanakan secara lisan hendaknya jangan sampai
menyimpang atau berubah arah dari evaluasi menjadi diskusi. Tester harus senantiasa
menyadari bahwa testee yang ada di hadapanya adalah testee yang sedang “diukur” dan
“dinilai” prestasi belajarnya setelah nereka menempuh proses pembelajaran dalam jangka
waktu tertentu. Dengan demikian apabila terjadi bahwa jawaban yang diberikan oleh
testee yang sekalipun menyimpang dari kriteria yang telah di tentukan, namun
sebenarnya tidak dapat disalahkan atau tidak sepenuhnya salah, cukup di berikan skor
atau nilai dan tidak perlu disangkal atau diperdebatkan, yang dapat mengakibatkan
kegiatan evaluasi berubah menjadi kegiatan diskusi.
5. Dalam rangka menegakkan prinsip objektivitas dan prinsip keadilan, dalam tes yang
di laksanakan secra lisan itu, tester hendaknya jangan sekali-kali “memberikan angina
segar” atau “memancing-mancing” dengan kata-kata, kalimat-kalimat, atau kode
tertentuyang sifatnya menolong testee tertentu alasan “kasihan” karena tester menaruh
“rasa simpati” kepada testee yang di hadapinya itu. Menguji pada hakekatnya adalah
“mengukur” dan bukan “membimbing” testee.
6. Tes lisan harus berlangsung secara wajar. Pernyataan tersebut mengandung makna
bahwa tas lisan itu mengandung makna bahwa tes lisan itu jangan sampai menimbulkan
rasa takut, gugup, atau panic di kalangan testee. Karena itu, dalam mengajukan
pertanyaan-pertanyaan kepada testee, tester harus menggunakan kata yang halus, bersifat
sabar dan tidak emosional. Penggunaan kalimat-kalimat yang sifatnya “menteror”, yang
meimbulkan tekanan psikis pada testee, haruslah di cegah.
7. Sekalipun acapkali sulit untuk diwujudkan, namun sebaiknya tester mempunyai
pedoman atau ancar-ancar yang pasti, berapa lama atau berapa waktu yang disediakan
bagi tiap peserta tes dalam menjawab soal-soal atau pertanyaan-pertanyaan pada tes lisan
tersebut. Harus diusahakan terciptanya keseimbangan alokasi waktu, antara testee yang
satu dengan testee yang lain.
8. Pertanyaan-pertanyaan yang di ajukan dalam tes lisan hendaknya di buat bervariasi,
dala arti bahwa inti pesoalan yang ditanyakan itu sama, namun cara pengajuan
pertanyaanya dibuat berlainan atau beragam. Hal ini dimaksudkan agar testee yang dites
lebih akhir (karena sudah memnperoleh informasi dari testee yangyang telah dites
terdahulu), jangan sampai memperoleh nasib yang lebih mujur ketimbang testee yang
dites lebih awal.
9. Sejauh mungkin dapat diusahakan agar tes lisan itu berlangsung secara individual (satu
demi satu). Hal ini di maksudkan agar tidak mempengaruhi mental testee yang lain.
Misalnya apabila dalam tes lisan itu secara serempak tester berhadapan dengan dua orang
testee atau lebih dan pertanyaan yang sedang di ajukan kepada testee yang mendapat
kesempatan lebih awal tidak mungkin dapat di jawab oleh testee berikutnya, maka mental
testee yang belum di tes itu akan menjadi menurun, sehingga akan mempengaruhi
jawaban-jawaban berikutnya. Selain itu hal tersebut diatas juga dimaksudkan agar tidak
memberikan “angin segar” kepada testee yang belum dites, sebab mereka mempunyai
kesempatan yang lebih luas untuk menyiapkan jawabannya ketimbang testee yang sedang
atau sudah selesai dites[6].

E. Prosedur Pelaksanaan Tes Perbuatan


Tes perbuatan pada umumnya di gunakan untuk mengukur taraf kompetensi yang bersifat
ketrampilan (psikomotorik), dimana penilaianya dilakukan terhadap proses penyelesaian
tugas dan hasil akhir yang dicapai oleh testee setelah melaksanakan tugas tersebut.
Karena tes ini bertujuan ingin mengukur keterampilan, maka sebaiknya tes perbuatan ini
di laksanakan secara individual. Hal ini di maksudkan agar masing-masing individu yang
dites akan dapat di amati dan dinilai secara pasti, sejauh mana kemampuan atau
keterampilanya dalam melaksanakan tugas yang diperintahkan kepada masing-masing
individual tersebut.
Dalam melaksanakan tes perbuatan itu, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh
tester.
1. Tester harus mengamati dengan teliti, cara yang ditempuh oleh testee dalam
menyelesaikan tugas yang di tentukan.
2. Agar dapat di capai kadar obyektivitas setinggi mungkin, hendaknya testr jangan
berbicara atau berbuat sesuatu yang data mempengaruhi testee yang sedang mengerjakan
tugas tesebut.
3. Dalam mengamati testee yang sedang melaksanakan tugas itu, hendaknya tester telah
menyiapkan instumen berupa lembar penilaian yang di dalamya telah ditentukan hal-hal
apsajkah yang harus di amati dan di berikan penilaian

[2]M. Ngalim, Purwanto. 2006. Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran.


Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Hlm 110
[3]Anas, Sudijono. 2008. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Grafindo Persada.
Hlm 151
[4]M. Ngalim, Purwanto. 2006. Prinsip-prinsip….Hlm 151-153
[5]Djuju, Sudjana. 2006. Evaluasi Program Pendidikan Luar Sekolah Untuk Pendidikan
Nonformal dan Pengembangan Sumber Daya Manusia. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya. Hlm 278
[6]M. Ngalim, Purwanto. 2006. Prinsip-prinsip…Hlm 154-156
[7]Ibid. Hlm 156-157
2. PANDANGAN TES DAI PESERTA TES

Anda mungkin juga menyukai