Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

“Revitalisasi Gerakan Kader HMI dalam Mewujudkan Masyarakat Adil


Makmur dan Sejahtera yang Diridhoi Allah S.W.T”

(TEMA F)

Disusun:

Untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Intermediate Training (LK II)

Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) CABANG DEPOK

Oleh :

Pahmi Ardi

HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM (HMI)

KOMISARIAT AGROBISNIS

CABANG SAMBAS

2019
Kata Pengantar

Segala puji bagi Allah, Tuhan Semesta Alam yang telah memberikan
rahmat, taufiq, hidayah, serta inayah-Nya kepada kita sehingga kita dapat
menjalankan aktivitas sehari-hari. Shalawat dan Salam semoga tetap tercurahkan
kepada Nabi dan Rasul, Sang Revolusioner sejati, yakni Nabi Muhammad SAW
yang telah membawa umat manusia dari zaman kebodohan menuju kehidupan yang
penuh dengan ilmu pengetahuan.
Suatu rahmat yang besar dari Allah SWT yang selanjutnya penulis syukuri
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Revitalisasi
Gerakan Kader HMI dalam Mewujudkan Masyarakat Adil Makmur dan
Sejahtera yang Diridhoi Allah S.W.T” ini untuk memenuhi syarat mengikuti
Intermediate Training (LK II) Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Depok.
Penulis ucapkan banyak terima kasih kepada kanda, yunda dan kawan-
kawan yang telah memberikan dukungan moril dan materil sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini.
Maka dari itu, saran, koreksi, dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan
dari kawan-kawan.
Semoga makalah ini bermanfaat sebagai penambah wawasan kita tentang
peran kita sebagai kader HMI dalam mewujudkan masyarakat adil makmur yang
diridhai Allah SWT.

Sambas, Februari 2019


Penulis

Pahmi Ardi

i
DAFTAR ISI
HALAMAN
KATA PENGANTAR ............................................................... ... i
DAFTAR ISI ................................................................................. ii
BAB I. PENDAHULUAN ........................................................ 1
A. Latar Belakang ......................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................... 3
C. Tujuan Penulisan...................................................... 3

BAB II. PEMBAHASAN ........................................................... 4


A. Kader HMI ............................................................... 4
B. Masyarakat Adil Makmur dan Sejahtera yang Diridhoi
Allah S.W.T ............................................................. 7
C. Tantangan yang Dihadapi HMI ............................... 10
D. Kader HMI Sebagai Agen Perubahan ...................... 12
E. Peran Kader HMI dalam Mewujudkan Masyarakat Adil
Makmur dan Sejahtera yang Diridhoi Allah S.W.T 14

BAB III. PENUTUP .................................................................... 16


A. Kesimpulan .............................................................. 16
B. Saran ........................................................................ 16

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam perkembangan HMI pada saat ini, organisasi yang didirikan pada
tanggal 5 Februari 1947 ini diibaratkan seperti besi yang sedang berkarat. Hal ini
terjadi dikarenakan peran organisasi sebagai organisasi perjuangan yang mampu
mencetak kader sebagai kader yang menanamkan didalam dirinya lima kualitas
insan cita kini telah memudar. Memudarnya peranan HMI ini disinyalir salah
satunya karena kurangnya pengetahuan, pemahaman, penghayatan, dan
pengamalan ajaran agama Islam di kalangan anggota dan pengurus. Hampir-hampir
tidak ada perbedaan pengetahuan, pemahaman, penghayatan, dan pengamalan
agama Islam seorang anggota HMI sebelum dan sesudah masuk HMI. Hal ini
disebabkan karena minimnya pembinaan maupun program maupun
implementasinya yang berkaitan dengan pembinaan jiwa dan semangat beragama
di kalangan HMI. Semestinya seorang mahasiswa yang masuk HMI harus
mendapatkan nilai tambah atau nilai lebih tentang agama Islam.
Seperti yang telah disinggung sebelumnya, tujuan HMI adalah “Terbinanya
insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam, dan bertangung jawab
atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT” (pasal 4 AD
HMI). Dari tujuan tersebut dapat dirumuskan menjadi lima kualitas insan cita, yakni
kualitas insan akademis, kualitas insan pencipta, kualitas insan pengabdi, kualitas
insan bernafaskan Islam, dan kualitas insan yang bertanggung jawab atas
terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT.
Berangkat dari pemahaman penulis selama berproses di HMI, Kemunduran
kepemimpinan kader dalam menjawab regulasi dan periodesasi zaman, seyogyanya
perlu bagi saya untuk menulis dari beberapa unek- unek yang ada dalam pikiran,
menawarkan sebuah paradigma yang semoga nantinya dapat memberikan sedikit
kontribusi pemikiran buat kawan- kawan seperjuangan untuk memenuhi tuntutan
realitas atau malah lebih dari sekadar itu.
Sudah kita maklumi bersama, bahwa HMI adalah organisasi tertua yang
sudah merasakan manis dan pahitnya dunia pergerakan Mahasiswa, dan sudah

1
selayaknya HMI menghasilkan beberapa agent of maker yang berada dalam garis
depan, pemimpin bangsa dan negara.
Kehadiran dan keberadan HMI selain berstatus sebagai organisasi
Mahasiswa, berfungsi sebagai organisasi kader, juga berperan sebagai organisasi
perjuangan yang dengan kesungguhan berjuang untuk melakukan perubahan
terhadap segala tatanan yang tidak sesuai lagi dengan tuntutan kontemporer,
sehingga tercipta suasana baru yang belum pernah terjadi sebelumnya. Maka
sepanjang keberadaan HMI tugasnya adalah untuk melakukan perombakan,
perubahan, perbaikan, penyempurnaan terhadap segala sesuatu untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat ke arah yang lebih baik dan sempurna dalam kehidupan
beragama, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Untuk melakukan tugas-tugas
mulia dan luhur itulah diperlukan kerja yang terorganisir, sistematis, tekun, kerja
keras, sungguh-sungguh dengan niat ikhlas, tanpa pamrih, amanah karena Allah
semata, yang dilakukan setiap anggota, kader, pengurus dengan semangat yang
tinggi.
Lain dari pada itu, perbuatan jelek yang dilakukan beberapa orang kader,
anggota, dan alumni HMI berdampak dan membawa akibat yang negatif pada
semua kader termasuk kader yang baik maupun alumni HMI serta lingkungan
masyarakat pada umumnya.
HMI adalah suatu gerakan pembaharuan untuk membebaskan umat Islam
dan bangsa Indonesia dari keterbelakangan. Pemikiran keislaman- keindonesiaan
HMI menampilkan Islam yang bercorak khas Indonesia. Pemikiran ini akan
mendatangkan perubahan sesuai dengan kebutuhan kontemporer menuju masa
depan yang baru yang dicita-citakan seluruh rakyat Indonesia, yaitu masyarakat adil
makmur yang diridhoi Allah SWT. Namun HMI sudah berbalik menjadi tidak
mengikuti, hanya menjadi kader olah mengolah pejabat yang mencari keuntungan
pribadi tanpa memikirkan apa yang diperbuatnya telah merugikan orang lain.
Dalam setiap organisasi khususnya HMI, kader memiliki peran sentral,
dimana kader sebagai agen dalam rangka menerapkan cita perjuangan HMI yang
sesuai dengan tujuan HMI yaitu terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi,
yang bernafaskan Islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil
makmur yang diridhai Allah SWT sehingga dibutuhkan kader yang berwawasan

2
keislaman, keindonesiaan, dan kemahasiswaan dengan kualitas lima insan cita dan
bersifat independen, penuh semangat dan militansi yang tinggi dalam rangka
mewujudkan masyarakat adil makmur yang diridhai Allah SWT.

B. Rumusan masalah
Dengan bertolak pada landasan masalah diatas, maka penulis mencoba
mencoba merumuskan dalam butir-butir masalah sebagai berikut:
1. Apa pengertian kader HMI?
2. Apa pengertian masyarakat adil makmur yang diridhai Allah SWT?
3. Bagaimana tantangan yang dihadapi HMI?
4. Bagaimana Kader HMI sebagai agen perubahan?
5. Bagaimana peran HMI dalam mewujudkan masyarakat adil makmur yang
diridhai Allah SWT?

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
1) Untuk mengetahui pengertian kader HMI.
2) Untuk mengetahui pengertian masyarakat adil makmur yang diridhai
Allah SWT.
3) Untuk mengetahui tantangan yang dihadapi HMI.
4) Untuk Mengetahui peran kader HMI sebagai agen Perubahan
5) Untuk mengetahui peran kader HMI dalam mewujudkan masyarakat adil
makmur yang diridhai Allah SWT.
2. Tujuan Khusus
Sebagai syarat untuk mengikuti Intermediate Training (LK 2) Tingkat
Nasional Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Depok pada tanggal 19 -
24 Februari 2018 dengan tema F “Strategi dan Taktik HMI dalam Mewujudkan
Masyarakat Adil dan Makmur”.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kader HMI
Dalam organisasi, kader berfungsi sebagai tenaga penggerak
organisasi, calon pemimpin dan benteng organisasi. Secara kualitatif, kader
memiliki mutu, kesanggupan kerja dan berkorban lebih besar dari anggota
biasa. Kader itu anggota inti organisasi yang akan menjadi benteng jika ada
“serangan” dari luar dan penahan penyelewengan dari dalam. Dalam sebuah
organisasi, kader merupan seseorang yang sedang dalam pembinaan yang tidak
selalu akan memegang tongkat estafet tampuk pemimpin, tetapi yang pasti akan
dipercaya memegang amanat organisasi.1 Terkait dengan fungsinya itu, untuk
menjadi kader organisasi yang berkualitas, setiap anggota harus menjalani
pendidikan, latihan, dan proses perkaderan lainnya yang tertera pada pedoman
perkaderan HMI.
Terlihat dalam tubuh organisasi, kader memiliki fungsi tersendiri
yaitu sebagai tenaga penggerak organisasi, sebagai calon pemimpin, dan
sebagai benteng organisasi. Secara kualitatif, kader mempunyai mutu,
kesanggupan bekerja dan berkorban yang lebih besar daripada anggota biasa.
Kader itu adalah anggota inti. Kader merupakan benteng dari “serangan” dari
luar serta penyelewengan dari dalam ke dalam tubuh organisasi, kader
merupakan pembina yang tidak berfungsi pemimpin. Kader adalah tenaga
penggerak organisasi, yang memahami sepenuhnya dasar dan ideologi
perjuangan. Ia mampu melaksanakan program perjuangan secara konsisten di
setiap waktu, situasi, dan tempat. Terbawa oleh fungsinya itu, untuk menjadi
kader organisasi yang berkualitas, anggota harus menjalani pendidikan, latihan,
dan praktikum. Pendidikan kader harus dilaksanakan secara terus menerus dan
teratur, rapi dan berencana, yang diatur dalam pedoman perkaderan. Kongres
ke-8 HMI tahun 1966 merumuskan pengertian kader adalah tulang punggung
organisasi, pelopor, penggerak, pelaksana, penyelamat cita-cita HMI masa kini
dan yang akan datang dimanapun berada, tetap berorientasi kepada asas dan
syariat islam.

4
Definisi dan pengertian diatas, setidaknya terdapat tiga ciri yang
terintegrasi dalam diri seorang kader. Pertama, seorang kader bergerak dan
terbentuk dalam organisasi. Kader mengenal aturan permainan organisasi
sesuai dengan ketentuan yang ada, seperti NDP dalam pemahaman yang
integralistik dengan Pancasila dan UUD 1945. Dari segi operasionalisasi
organisasi, kader selau berpegang dan mematuhi AD/ART HMI, pedoman
perkaderan, dan ketentuan lain. Kedua, seorang kader mempunyai komitmen
yang tinggi secara terus menerus, konsisten dalam memperjuangkan dan
melaksanakan kebenaran. Ketiga, seorang kader mempunyai bakat dan kualitas
sebagai tulang punggung yang mampu menyangga kesatuan kumpulan manusia
yang lebih besar. Jadi, fokus seorang kader terletak pada kualitas. Kader HMI
adalah anggota HMI yang telah menjalani proses perkaderan sehingga memiliki
ciri kader, yang integritas kepribadian yang utuh, beriman, berilmu, dan
beramal shaleh sehingga siap mengemban tugas dan amanah dalam kehidupan
beragama, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Mengingat fungsi HMI sebagai organisasi kader, maka seluruh
aktivitasnya harus dapat memberi kesempatan berkembang bagi kualitas-
kualitas pribadi anggota-anggotanya. Sifat kekaderan HMI dipertegas dalam
pasal 4 Anggaran Dasar HMI yaitu Terbinanya insane kademis, pencipta,
pengabdi, yang bernafaskan islam, dan bertanggung jawab atas terwujudnya
masyarakat adil makmur yang diridhai Allah SWT. Tujuan HMI ini telah
memberi tuntunan kemana perkaderan HMI diarahkan. Anggota HMI yang
merupakan human material yang dihadapi HMI untuk dibina dan
dikembangkan menjadi kader HMI, adalah mereka yang memiliki kualitas-
kualitas sebagai: a) mahasiswa, yaitu mereka yang telah mencapai tingkat
pendidikan intelektual tertentu, calon sarjana, dan potensial menjadi
intelegensia, b) kader yaitu mereka yang memiliki kesediaan untuk berlatih dan
mengembangkan kualitas pribadinya guna menyongsong tugas masa depan
umat Islam dan bangsa Indonesia, c) pejuang, yaitu mereka yang ikhlas,
bersedia berbuat dan berkorban guna mencapai cita-cita umat Islam dan bangsa
Indonesia pada waktu sekarang dan yang akan datang. Pada hakekatnya, tugas
pokok HMI adalah tugas perkaderan yang mana semua kegiatannya hendaklah

5
menggambarkan fungsi kekaderannya sehingga membentuk profil kader yang
ideal, yaitu Muslim intelektual profesioanl.
Anggaran Dasar, Pasal 8 dikatakan bahwa “ HMI berfungsi sebagai
organisasi kader. Dalam pedoman perkaderan dikatakan bahwa, Kader adalah
sekelompok orang yang terorganisir secara terus menerus dan akan menjadi
tulang punggung bagi kelompok yang lebih besar. Hal ini dijelaskan dalam ciri-
ciri komulatif seorang kader HMI, yaitu: Pertama, seorang kader bergerak dan
terbentuk dalam organisasi, mengenal aturan-aturan main organisasi dan tidak
bermain sendiri sesuai dengan selera pribadi. Dari segi nilai, aturan itu adalah
NDP, sedang dari segi operasionalisasi organisasi adalah AD/ART HMI,
pedoman perkaderan, dan pedoman serta ketentuan organisasi lainnya. Kedua,
seorang kader memiliki komitmen yang terus menerus (permanen), tidak
mengenal semangat musiman, tapi utuh dan istiqomah (konsisten) dalam
memperjuangkan dan melaksanakan kebenaran. Ketiga, seorang kader
memiliki bobot dan kualitas sebagai tulang punggung atau kerangka yang
mampu menyangga kesatuan komunitas manusia yang lebih besar. Jadi fokus
penekanan kaderisasi adalah pada aspek kualitas. Keempat, seorang kader
memiliki visi dan perhatian yang serius dalam merespon dinamika sosial
lingkungannya dan mampu melakukan social engineering. Sedangkan untuk
pasal 9 tentang HMI berperan sebagai organisasi perjuangan. Dua tugas sejak
kelahirannya hingga sekarang, yaitu tugas negara dan agama dimana dalam
proses untuk mencapai tujuan HMI Terbinanya insan akademis, pencipta,
pengabdi yang bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur
yang di ridhoi Allah S.W.T.
Tujuan HMI sebagai tujuan umum yang hendak dicapai oleh HMI menjadi
garis arah dan titik sentral seluruh kegiatan dan aktivitas perkaderan HMI.
Konsekuensi dari tujuan itu maka dengan sendirinya tujuan merupakan
ukuran/norma dari semua kegiatan HMI. Dengan demikan kegiatan-kegiatan
HMI benar-benar relevan dengan tujuannya. Bagi anggota, tujuan organisasi
merupakan titik pertemuan persamaan kepentingan yang paling pokok dari
seluruh anggota. Oleh karena itu peranan anggota dalam pencapaian tujuan
organisasi adalah sangat besar dan menentukan.

6
B. Masyarakat Adil Makmur dan Sejahtera yang Diridhai Allah SWT
Masyarakat adalah sejumlah manusia dalam arti seluas-luasnya dan
terikat oleh suatu kebudayaan yg mereka anggap sama. Kehidupan masyarakat
yang adil, makmur, dan sejahtera merupakan dambaan dan impian bagi semua
orang. Masyarakat yang demikian tidak pernah lepas dari peran civil society
yang berakhlak-ul-karimah. Secara analitis konsep civil society berakar pada
suatu bangunan pemikiran--yang nantinya menjadi model--mengenai manusia
dan masyarakat. Bangunan tersebut dapat ditelusuri kembali pada benih-benih
awal yang dibangun oleh para filsof Stoa (Filsafat Alam). Mereka merupakan
jajaran pemikir yang merumuskan manusia sebagai makhluk yang memiliki
kebebasan dan kesederajatan. Oleh alam, menurut mereka, manusia dianugerahi
kemampuan-kemampuan tertentu yang dapat digunakan untuk mencapai
kebaikan dan keutamaan. Cicero misalnya, beranggapan bahwa kebaikan dapat
direalisasikan oleh semua manusia, karena ia secara inhern telah memiliki
potensi tersebut.
Dengan demikian, konsep civil society harus dipahami dalam
kerangka tradisi liberal. Civil Society bukanlah entitas sosial yang terdiri dari
kumpulan manusia. Ia juga bukan manifestasi dari sistem komunal yang dikenal
luas dalam masyarakat tradisional. Civil society merupakan ruang publik yang
berisikan manusia sebagai individu-individu dengan segala atribut intrinsiknya.
Oleh karenanya, civil society, memiliki karakteristik yang juga terdapat dalam
konsep manusia sebagai individu. Jika individu sebagai ruang pribadi, civil
society, merupakan ruang publik. Karena itu, di dalam civil society juga harus
terdapat kebebasan, kesederajatan, dan nilai-nilai lain yang terkait seperti
otonomi, kesukarelaan atau keseimbangan. Ciri-ciri tersebut harus terwujud
dalam gerak anggota yang ada di dalamnya maupun dalam relasi suatu civil
society dengan civil society lain dan bahkan dalam hubungannya dengan negara.
Kebebasan yang terdapat dalam civil society ini merupakan sebuah
prasyarat menuju kebebasan dari segala dominasi dan hegemoni kekuasaan
serta kebebasan untuk berpartisipasi dalam berbagai proses kemasyarakatan
secara sukarela dan rasional. Dalam kehidupan bernegara, kebebasan tersebut
tentu hanya bisa terwujud dalam suatu sistem kekuasaan yang demokratis.

7
Dalam konteks inilah gagasan civil society memiliki signifikansi
politik. Penciptaan sistem demokrasi tidak bisa didasarkan semata pada “niat
baik” pemegang kekuasaan negara. Upaya tersebut harus dilakukan oleh
masyarakat, khususnya melalui penguatan potensi-potensi yang ada, sehingga
dapat menjembatani hubungan antara individu dan masyarakat di satu pihak,
dan negara serta institusi pemegang kekuasaan lainnya di pihak lain. Karena itu,
upaya pemberdayaan potensi-potensi masyarakat hingga menjadi kekuatan civil
society pada dasarnya mengarah kepada penciptaan pola kekuasaan masyarakat
demokratis.
Namun berkaitan dengan upaya penguatan civil society, Muslim
Indonesia sebagai mayoritas menjadi sangat penting untuk dipertimbangkan.
Upaya penguatan civil society di Indonesia tidak bisa mengabaikan pentingnya
faktor umat Islam. Bahkan dalam beberapa hal tertentu, bisa dikatakan bahwa
keberadaan Muslim merupakan basis perubahan politik dan sosial di Indonesia.
Begitu pula dalam upaya penguatan civil society, Muslim menduduki posisi
terdepan yang bisa diharapkan sebagai pengimbang dari kekuatan negara yang
cenderung dominatif. Dengan ungkapan lain, Muslim di Indonesia memiliki
prasyarat setidaknya secara kuantitatif bagi pertumbuhan dan penguatan civil
society di Indonesia.
Berdasarkan paparan kalangan intelektual-aktivis Muslim modernis
muncul kecenderungan untuk melihat civil society sebagai sebuah konsep yang
dihasilkan dari ideologi sekular yang jauh dari kehidupan spiritual. Karena itu,
istilah masyarakat madani yang diperkenalkan di Indonesia dianggap bukan
merupakan terjemahan dari civil society. Ada perbedaan ideologis antara civil
society dan masyarakat madani, sebab diyakini bahwa masyarakat madani
memiliki landasan spiritual dan religius karena kembali ke teks-teks agama, dan
hal tersebut tidak dapat ditemukan dalam civil society.
Menurut Nurcholish Madjid, konsepsi civil society ini sudah
diterapkan terlebih dahulu ketika zaman Nabi Muhammad SAW. Ketika itu
Nabi manyatukan kalangan Muslim, Nasrani, dan Yahudi dengan satu
kesepakatan yang disebut Piagam Madinah yang kemudian diteruskan oleh
Sahabat Umar Ibn Khatab sebagai salah satu kelanjutan wujud pelaksanaan cita-

8
cita masyarakat madani yang diteladankan Nabi. Hal ini membuktikan bahwa
Islam menunjukkan peradaban yang sudah modern dalam hal sosial-politik serta
menjadi referensi bagi umat Islam di zaman sekarang. Pada prinsipnya, fungsi
utama daripada hukum Islam adalah untuk menciptakan kebaikan manusia di
dunia dan di akhirat, atau dengan kata lain untuk menciptakan kesejahteraan
umat manusia, karena hukum Islam berorientasi pada keadilan dan kesetaraan
manusia.
Tetapi, barangkali cukup safe untuk mengatakan bahwa agama
Islam khususnya akan dibutuhkan manusia, dan dengan demikian ia tetap
berperan. Sebab sebagaimana dikatakan oleh Julian Huxley: “manusia selalu
concerned tentang nasibnya artinya, tentang kedudukan dan peranannya di
dalam alam raya, bagaimana ia mempertahankan kedudukan itu, dan bagaimana
pula ia memenuhi peranan tersebut. Semua masyarakat manusia
mengembangkan jenis alat-alat tertentu untuk mengatasi masalah ini – alat-alat
untuk mengerahkan ide-ide dan emosinya serta untuk membina sikap-sikap
batin, pola-pola kepercayaan dan perilaku dalam hubungannya dengan konsepsi
mereka tentang nasib mereka. Semua alat sosial yang berkenaan dengan nasib
itu, dia kira, dapatlah secara sepenuhnya dimasukkan ke bawah judul agama.
Tuntunan Al-Quran meletakkan titik berat utama pada kebajikan
sosial yang didasarkan pada agama dan moralitas, bertentangan dengan
falsafah-falsafah sosial sekuler yang berakarkan keduniawian dan mempunyai
pendekatan materialistis yang dibangun dalam kefanaan sebagai dasar sistem-
sistem nilainya. Dengan demikian, masyarakat Islam adalah theosentris dan
ethico-religious yang dilestarikan dalam upaya kebajikan.
Secara garis besar, masyarakat adil makmur yang diridhai Allah SWT
dapat diartikan sebagai masyarakat yang menjunjung tinggi nilai-nilai
kemanusiaan yang berkepercayaan dalam kehidupan sehari-hari yang di
dalamnya terdapat hubungan antara sesama manusia, hubungan kepada negara,
dan hubungan kepada Tuhan. Sebagai kader sebuah organisasi yang berasaskan
Islam yang mana dalam kegiatannya selalu berlandaskan ajaran Islam, kita
harus menerapkan dari apa yang telah menjadi tujuan daripada organisasi itu.

9
C. Tantangan yang Dihadapi HMI
1. Lingkungan yang Berubah
Di penghujung abad ke-20, kita dihadapkan pada perubahan-
perubahan multi dimensi yang cepat dan tidak pernah terjadi. Perubahan-
perubahan ini seakan-akan merupakan penjungkir balikan tatanan kehidupan
sebelumnya. Perubahan itu terjadi pada sistem nilai, termasuk pertimbangan
moral yang bersifat imperatif. Sebagai contoh kecil, baru satu dekade yang lalu
pemuda-pemuda jika keluar malam hari akan pulang menjelang tengah malam.
Pada saat ini menjelang tengah malam mereka baru keluar rumah.
Perubahan multi dimensi itu juga menghinggapi tatanan masyarakat
lain di bidang sosial ekonomi, politik, budaya, pendidikan, moral keagamaan.
Tidak ada yang tidak berubah. Yang abadi adalah perubahan itu sendiri. Berarti
perubahan itu, maupun proses globalisasi adalah sesuatu yang tidak terelakkan.
Memasuki millennium baru ini, akan tumbuh masyarakat dunia baru
dengan ciri yang berbeda dengan ciri-ciri masyarakat lama. Dalam konteks ini,
bangsa Indonesia sedang membangun sebuah masyarakat baru yang mana tidak
bisa terelakkan tidak mengandung dua dimensi. Dimensi tersebut adalah
dimensi ideal dan dimensi pragmatis. Idealisme ini penting untuk memberikan
arah serta menjaga agar bangsa kita tidak kehilangan sense of being dan sense
of purpose. Singkatnya, jati diri atau khittah sebagai bangsa, kita juga harus
pragmatis mengingat upaya untuk mewujudkan yang ideal bisa memerlukan
waktu yang lama, bahkan merupakan upaya yang tidak ada hentinya.
Semua tantangan ini menuntut diperlukannya sumber daya manusia
(SDM) yang berkualitas. Kualitas yang diperlukan ini terutama SDM yang
memiliki tingkat kecerdasan dan keterampilan yang tinggi, mantap dalam
wawasan dan semangat kebangsaannya, sehat dan kuat kondisi jasmani dan
rohaninya, serta memiliki akhlak dan budi pekerti yang luhur.
Berdasarkan paparan dia atas, HMI sebagai organisasi perjuangan
yang mana harus memperjuangkan pribadinya agar mencapai nilai kualitas yang
sudah ditentukan, merupakan sebuah kesiapan serta memiliki kemampuan
dengan beragam ilmu pengetahuan dan teknologi. Sesuai dengan predikat yang
disandangnya, HMI harus mampu menampilkan sikap dan perilaku yang positif,

10
kreatif dan konstruktif, sesuai dengan ciri khas kemahasiswaannya,
keislamannya, dan keindonesiaannya, yang senantiasa melibat dan tertanam
kuat pada dirinya.
2. Tantangan Internal
Berdasarkan perannya, HMI sebagai organisasi perjuangan, setiap
saat HMI dihadapkan kepada berbagai tantangan yang datang silih berganti.
Tantangan itupun akan selalu muncul terlebih-lebih di masa depan, yang bentuk
dan wujudnya jauh lebih besar dan berat. Berdasarkan uraian Agussalim
Sitompul, tantangan yang dihadapi HMI dari internal meliputi:
a. Masalah eksistensi dan keberadaan HMI. Walaupun HMI ada tetapi
seolah-olah tidak ada karena tidak mampu melaksanakan fungsi dan
peranannya sebagaimana mestinya.
b. Masalah relevansi pemikiran-pemikiran HMI, untuk melakukan
perbaikan dan perubahan yang mendasar terhadap berbagai masalah
yang muncul yang dihadapi bangsa Indonesia.
c. Masalah peran HMI sebagai organisasi perjuangan yang sanggup
tampil dalam barisan terdepan sebagai avant garde, kader pelopor
bangsa dalam mengambil inisiatif untuk melakukan berbagai
perubahan yang sangat dibutuhkan masyarakat.
d. Masalah efektifitas HMI untuk memecahkan masalah yang dihadapi
bangsa, karena banyak organisasi yang sejenis maupun yang lain dapat
tampil lebih efektif dan dapat mengambil inisiatif terdepan untuk
memberi solusi terhadap problem yang dihadapi bangsa Indonesia.
Sebagai jawabannya, menuntut pemecahan yang bersifat teoritis dan
praktis, akan tetapi semuanya bersifat konseptual, integratif, dan inklusif.
Sebab pendekatan yang tidak konseptual, parsial, dan eksklusif tidak akan
melahirkan jawaban yang efektif. Untuk itu dibutuhkan ide dan pemikiran dari
anggota aktivis, kader, dan pengurus HMI di seluruh jenjang organisasi.
3. Tantangan Eksternal
Berbagai tantangan eksternal juga dihadapkan kepada HMI yang
tidak kalah besar dan rumitnya dari tantangan internal, antara lain:

11
a. Tantangan menghadapi perubahan zaman yang jauh berbeda dari
abad ke-20 dan yang muncul pada abad ke-21 saat ini.
b. Tantangan terhadap peralihan generasi yang hidup dalam zaman
dan situasi yang berbeda dalam berbagai aspek kehidupan
khususnya yang dijalani generasi muda bangsa.
c. Tantangan untuk mempersiapkan kader-kader dan alumni HMI
yang akan menggantikan alumni-alumni HMI yang saat ini
menduduki di berbagai posisi strategis dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Karena regenerasi atau
pergantian pejabat-pejabat, suka tidak suka, mau tidak mau pasti
berlangsung.
d. Tantangan menghadapi golongan lain yang mempunyai missi lain
dari umat Islam dan bangsa Indonesia.
e. Tantangan menghadapi perubahan dan pembaharuan di segala
aspek kehidupan manusia yang terus berlangsung sesuai dengan
semangat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Karena itu menghadapi tantangan itu HMI dengan segenap aparatnya harus
mampu menghadapinya dengan penuh semangat dan militansi yang tinggi.
Apakan HMI mampu menghadapai tantangan itu, sangat ditentukan oleh
pemegang kendali organisasi sejak dari PB HMI, Pengurus Badko, Cabang,
Komisaria, Korkom, dan lembaga-lembaga kekaryaan, serta segenap anggota-
anggota HMI, maupun alumninya yang tergabung dalam KAHMI sebagai
penerus, pelanjut serta penyempurna mission sacre HMI. Peralihan zaman dan
peralihan generasi saat ini sangat menentukan bagi eksistensi HMI di masa-
masa mendatang.

D. Kader HMI Sebagai Agen Perubahan


Ada dua hal yang harus dimiliki orang besar sehingga dapat menjadi
agen utama perubahan dalam masyarakat yaitu kekuatan intelektual memahami
realitas yang terjadi dan kemampuan untuk bertindak dengan tepat. Seorang
manusia yang dapat mengubah keadaan sosial tentulah bukan hanya seorang
filosofi, yang bergulat dengan gagasan dan konsep tetapi harus memiliki daya

12
tangkap realitas yang tinggi dan dapat bertindak menyikapi setiap situasi yang
dianggap membawa dampak buruk bagi kehidupan sosial masyarakat.
Kedudukan HMI sebagai organisasi pengkaderan dituntut untuk
dapat mengambil peran dan fungsinya dalam situasi perubahan sosial yang
terjadi didalam masyarakat. Sebagai kader yang juga diharapkan sebagai agen
of change (generasi perubahan) itu sendiri hendaklah menyadari tanggung
jawab yang di berikan kepadanya yakni untuk mewujudkan masyarakat cita
sesuai tujuan HMI.
Menurut jalaluddin rakhmat dalam bukunya rekayasa sosial ada
beberapa strategi dan cara yang dapat dilakukan seorang pelaku ataupun agen
dalam perubahan sosial yaitu:
1. Strategi memaksa, suatu cara melakukan perubahan dengan jalan
kekuasaan untuk menimbulkan kepasrahan terhadap masyarakat
sehingga mau tidak mau masyarakat wajib bekerja sama dan
mengikuti perubahan yang dikendalikan agen.
2. Strategi membujuk (persuasi), strategi perubahan yang berusaha
merubah prilaku masyarakat dengan mengidentifikasikan objek
sosial terhadap kepercayaan atau nilai-nilai.
3. Strategi mendidik (redukatif), strategi yang dilakukan dengan cara
mengubah prilaku, keyakinan dan nilai sasaran perubahan.
Adapun hal-hal harus diperhatikan dan dilakukan oleh seorang kader
HMI dalam menyikapi perubahan sosial didalam masyarakat diantaranya
adalah:
1. Memiliki kesadaran sosial, yaitu rasa peka terhadap kehidupan
masyarakat, tanggap dan kritis dalam setiap kondisi yang terjadi
didalam masyarakat serta mampu melakukan komunikasi dengan
masyarakat.
2. Memiliki kematangan berpikir, yaitu mampu mempertimbangkan
baik buruknya sebuah kebijakan yang ada. Baik itu kebijakan
pemerintah maupun kebijakan-kebijakan yang bersumber dari
masyarakat itu sendiri.

13
3. Meningkatkan sikap intelektual dan social control (generasi
pengontrol), sebagai organisasi yang bergerak dibidang
kemahasiswaan seorang kader HMI juga dituntut untuk mampu
mengontrol keadaan sosial yang terjadi di lingkungan sekitarnya.
Adapun upaya yang dapat dilakukannya seperti memberi saran,
memberi solusi ataupun mengkritik hal hal yang dianggap
berpengaruh terhadap perubahan sosial masyarakat.
4. Meningkatkan kemantapan spiritual, keteguhan hati, integritas
pribadi dan ketauladanan yang baik. Selain sebagai agen perubahan
seorang kader juga dituntut untuk menjadi contoh tauladan bagi
masyarakat, hal ini berkaitan dengan penggambaran diri seorang
kader terhadap lingkungannya.
Adapun hal yang dapat dilakukan HMI dalam membina kadernya
agar dapat menjalalankan fungsi dan perannya dengan maksimal didalam
masyarakat salah satunya adalah dengan pengembangan sumberdaya dari
kader itu sendiri. Karena kwalitas sumberdaya seorang kader sangatlah
berpengaruh terhadap perkembangan organisasi khususnya ditengah
masyarakat.

E. Peran Kader HMI dalam Mewujudkan Masyarakat Adil Makmur dan


Sejahtera yang Diridhai Allah SWT
Pemuda adalah tonggak perubahan suatu tatanan kemasyarakatan.
Di tangan pemuda lah, masa depan bangsa sangat digantungkan. Bagaimana
bentuk perubahan yang ditimbulkan pemuda itu tergantung pada kualitas
individunya. Perubahan yang diinginkan tentunya mengarah ke perubahan
yang lebih baik. Sehingga dibutuhkan kuatlitas individu pemuda yang kuat dan
mandiri serta mempunyai moral yang baik. Sebagai bagian dari pemuda, kader
HMI sangatlah potensial dalam mewujudkan perubahan tersebut.
Implementasi mission HMI untuk menjawab tantangan yang
dihadapi bangsa, dapat dilakukan dengan menerapkan pemikiran keislaman-
keindonesiaan HMI. Pemikiran HMI yang berkembang dalam kurun waktu 58
tahun, menampakkan relevansinya dengan sejarah perjuangan bangsa

14
Indonesia. Pada saat ini akan ditelusuri bagaimana partisipasi dan peran yang
diambil HMI dalam ikut membentuk kepribadian, identitas bangsa Indonesia di
tengah realitas sosial budaya dengan ciri pertumbuhan, perkembangan, dan
kemajemukan. Atas konsep independensinya, peran HMI akan dicoba
diungkapkan dalam upaya persatuan dan kesatuan nasional dari seluruh
komponen bangsa, maupun latar belakang sosial budaya, politik, dan
keagamaan. Pancasila sebagai konvergensi nasional dijadikan sebagai platform
untuk menuju integritas nasional yang harmonis.
Dengan berasaskan Islam, HMI diharapkan mampu mencetak kader-
kader yang mempunyai semangat perjuangan sebagai pemimpin yang dapat
mengamalkan nilai-nilai keislamannya di kehidupan masyarakat. Karena di
dalam nilai-nilai tersebut merupakan suatu prasyarat untuk menuju civil society
yang berkepercayaan dan berakhlak-ul-karimah sesuai dengan yang telah
diajarkan di dalam agama Islam sehingga nantinya akan mewujudkan
masyarakat adil makmur yang diridhai Allah SWT.

15
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kader HMI sebagai bagian dari pemuda mempunyai tanggung
jawab yang besar dalam membangun umat dan bangsa. Dia mempunyai
kesempatan dan peluang yang lebih dikarenakan semua tingkah polah yang
dilakukan kader HMI selalu menjunjung nilai-nilai kemanusiaan dan
berlandaskan Islam.
Namun itu semua harus dibarengi dengan ketekunan dan kegigihan
dalam memperjuangkan pengetahuan, pemahaman, penghayatan, dan
pengamalan ajaran-ajaran Islam setiap anggotanya. Karena masyarakat yang
diidam-idamkan sebagai civil society yang berakhlak-ul-karimah membutuhkan
manusia-manusia yang berkualitas dengan menjunjung tinggi nilai-nilai
kemanusiaan dan kepercayaan sebagai pemimpin di dalamnya.
Manusia diciptakan sebagai khalifah fi-l-ardh di muka bumi. Oleh
karena itu kita sebagai kader HMI yang secara akademisi mempunyai
intelektual yang lebih serta mengemban amanah organisasi yang luhur
diharapkan mampu menghayati dan menerapkan ajaran-ajaran di dalamnya.
Sehingga cita-cita masyarakat adil makmur yang diridhai Allah SWT dapat
dicapai.
B. Saran
HMI sebagai organisasi perjuangan harus tetap memperjuangkan harkat dan
martabat bangsa dan jangan hanya berorientasi kepada kepentingan personal
tapi harus kepentingan umat, yang hanif. HMI harus kembali merefleksikan
makna dan alasan dibalik pendirian HMI di masa lalu dan semangat perjuangan
murni untuk umat.
HMI harus mampu menerapkan ajaran islam dengan sebaik-baiknya,
menjadikan setiap kader HMI seorang uswatun hasanah dimanapun dia berada.
Berdasarkan hal tersebut HMI harus mampu menjadikan kader-kadernya selalu
mengedepankan kepentingan golongan terutama masyarakat di atas segala

16
kepentingan pribadi yang bersifat sesaat demi terwujudnya masyarakat adil
makmur yang di ridhoi Allah S.W.T.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Ansari, Muhammad Faiz-Ur-Rahman. Konsepsi Masyarakat Islam Modern.


Bandung: Risalah, 1983.
2. Madjid, Nurcholish. Islam Kemodernan dan Keindonesiaan. Bandung:
Penerbit Mizan, 1997.
3. Prasetyo, Hendro. Munhanif, Ali. dkk, Islam & Civil Society. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 2002.
4. Konstitusi HMI
5. Sitompul, Agussalim. 44 INDIKATOR KEMUNDURAN HMI. Jakarta: CV
Misaka Galiza, 2005.
 Rakhmat, Jalaluddin. Rekayasa Sosial. Bandung: Remaja Rosdakarya
Offset, 2000.
 Srijanti, Purwanto S. K, Wahyudi Pramono, Etika Membangun
Masyarakat Islam Modern. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007.

Anda mungkin juga menyukai