onar di wilayah Kasunanan. Daendels lalu juga menuntut “perlakuan kolonial layaknya raja”
persis seperti yang terjadi di kraton Yogyakarta. Daendels juga meminta pengelolaan hutan jati.
PB IV tidak keberatan karna area hutannya tidak seluas hutan Yogyakarta & tidak ingin memancing
amarah Daendels. Bahkan saat Daendels meminta pembebasan pajak pantai & sungai bagi
perahu kolonial, Kasunanan wajib membiayai perawatan bangunan kolonial, serta
penyerahan pengelolaan pasar, PB IV tidak menolak. Namun semenjak Daendels diganti
Janssens, PB IV menunjukkan perlawanannya mengingat Janssens tidak sekuat Daendels.
rLandrent System
Adalah sistem sewa tanah yang diterapkan Raffles. Dasar: semua tanah adalah milik negara.
Pemikiran: hak penguasa sebagai pemilik semua tanah yang ada, & rakyat adalah penyewa.
Motivasi: semboyan Revolusi Prancis (liberte, egalite, fraternite).
Tujuan: terwujudnya sistem yang bebas paksaan.
Tujuan Landrent
• Petani bebas menanam & menjual hasil • Pemerintah kolonial punya pemasukan
panen agar termotivasi bekerja lebih giat rutin
sehingga lebih sejahtera • Secara bertahap mengubah sistem
• Daya beli masyarakat meningkat ekonomi barang menjadi uang
sehingga dapat membeli barang industri
Inggris
Dampak Landrent
• Penggarap tanah membayar pajak sebagai • Bagi yang tidak memiliki tanah, dikenai
ganti uang sewa pajak kepala
• Harga sewa tergantung kondisi tanah • Kekuasaan bupati sebagai penguasa
• Pembayaran sewa dilakukan dengan uang tradisional tersisihkan
tunai
Faktor Kegagalan Landrent
• Sulit menentukan besar kecilnya pajak • Terbatasnya jumlah pegawai
untuk pemilik tanah yang luasnya berbeda • Masyarakat pedesaan belum terbiasa
• Sulit menentukan luas-sempit & tingkat dengan sistem uang dalam pembayaran
kesuburan tanah biaya
Aksi Raffles terhadap Aspek Sejarah Pribumi
• Membawa prasasti Pucangan ke India Menyerang kraton Yogya & menjarah isi krato
• Membawa prasasti Sangguran ke Inggris
• Pengawasan dalam penggarapan lahan & penyerahan hasil panen dilakukan melalui kepala
desa
Akhir Era Tanam Paksa
Kaum liberal & kaum humanis menuntut dihapuskannya tanam paksa. Menurut kaum liberal,
pemerintah tidak boleh mencampuri hal perekonomian. Sebenarnya tujuan kaum liberal ialah
kegiatan ekonomi ditangani swasta, sehingga perusahaan swasta asing utamanya dapat berinvestasi
di Nusantara. Sedangkan menurut kaum humanis, warga pribumi menderita & sudah selayaknya
tanam paksa dihentikan. Upaya ini sukses, tanam paksa dihapuskan (1870) & lahir UU Agraria.UU
ini memperbolehkan perusahaan perkebunan swasta menyewa lahan luas dengan jangka waktu
paling lama 75 tahun, untuk ditanami tanaman keras seperti karet, teh, kopi, kelapa sawit atau untuk
tanaman semusim seperti tebu dan tembakau.
Tokoh kaum humanis: Douwes Dekker/Multatuli (menulis Max Havelaar), Baron van Hoevel,
Fransen van der Putte (menulis Suiker Contracten), Van Deventer (menulis Een Eereschuld).
POLITIK ETIS
Latar Belakang: Kritik terhadap tanam paksa. Pelopor: Pieter Brooshooft dan Theodore Conrad
van Deventer. Niat: pemerintah kolonial memperhatikan nasib pribumi. Desakan munculnya
politik etis: Munculnya tulisan yang mengkritik tingkah laku pemerintahan kolonial terhadap
pribumi yang.
Tindak Lanjut: Ratu Wilhelmina menganggap pemerintah Belanda mempunyai panggilan moral
dan hutang budi terhadap pribumi di Hindia Belanda. Ratu Wilhelmina menuangkan panggilan
moral tadi ke dalam kebijakan politik etis, yang terangkum dalam program Trias van Deventer.
Trias Van Deventer
• Irigasi: membangun & memperbaiki pengairan bendungan untuk keperluan pertanian.
• Migrasi yakni mengajak penduduk untuk bertransmigrasi.
• Edukasi yakni memperluas dalam bidang pengajaran dan pendidikan.
Dalam pelaksanaannya terjadi penyimpangan:
Irigasi: Saluran irigasi bukan dibangun untuk mengairi area persawahan rakyat. Irigasi bukan untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat. Jaringan kereta api & infrastrutur lainnya bukan untuk
kepentingan penduduk.
Edukasi: Terjadi diskriminasi pendidikan. Ada 2 jenis sekolah: sekolah kelas I & kelas II. Kelas I:
Eropa & ningrat. Kelas II: pribumi. Materi kelas I: membaca, menulis, menghitung, ilmu bumi,
ilmu alam, sejarah, menggambar. Materi kelas II: membaca, menulis, menghitung.
Migrasi: Migrasi ke daerah luar Jawa hanya ditujukan ke daerah-daerah yang dikembangkan
perkebunan-perkebunan milik Belanda. Hal ini karena adanya permintaan yang besar akan tenaga
kerja di perkebunan & dijadikan kuli.
Istilah Penting:
Reconquesta: semangat pembalasan terhadap kekuasaan Islam di mana pun yang dijumpainya
sebagai tindak lanjut dari Perang Salib
Voorcompagnieen: periode dimana pelayaran Belanda tidak teratur & menimbulkan persaingan
antar kalangan perusahaan dagang Belanda sendiri
VOC: Veerenigde Oost-Indische Compagnie, perusahaan dagang multi internasional Belanda
Hak oktroi: hak istimewa VOC yang menegaskan kekuasaannya di Nusantara
Pelayaran hongi: pelayaran untuk mengawasi pelaksanaan monopoli perdagangan (rempah-
rempah)
Esktirpasi: penebangan tanaman yang jumlahnya melebihi ketentuan produksi
Batig Saldo: politik mencari pemasukan sebesar-besarnya dengan menekan pengeluaran
Contingenten Stelsel: kewajiban membayar pajak berupa hasil bumi
Verplichte Leverantie: kewajiban menjual hasil bumi kepada kolonial dengan harga murah
Prianger Stelsel: kewajiban menanam kopi bagi warga Priangan
Pynbank: hukuman menyakitkan berupa manusia melawan harimau
Heerendiensten: sistem kerja wajib untuk raja
5
Poenale Sanctie: aturan yang isinya mencari pekerja pribumi yang kabur, lalu menangkapnya &
dijatuhi hukuman, sebelum dikembalikan ke mandor
Devide et impera: politik Belanda untuk memecahbelah persatuan di pihak kaum pribumi
Vorstenlanden: daerah kekuasaan Belanda yang meliputi wilayah kerajaan (misalnya kraton
Yogyakarta & Surakarta)
Koeli ordonantie: peraturan yang dibuat Belanda agar para pemilik perkebunan dapat memperoleh,
memperkerjakan,& mempertahankan kuli yang bekerja di perkebunan sesuai kebutuhan