Anda di halaman 1dari 5

1

Modul 3.1 Part II


KEKUASAAN BARAT DI INDONESIA
DAENDELS
Riwayat Daendels
Herman Willem Daendels semasa muda membenci pemerintahan Belanda pimpinan Raja
Willem V yang dianggap tidak mengelola negara dengan baik. Kebenciannya memuncak saat ia
gagal menjadi hakim kota karna Willem V mengangkat hakim kota yang memiliki riwayat baik
(loyal) kepadanya. Daendels kalah & lari ke Prancis. Ia bekerja pada perusahaan penjualan benih
pertanian, minyak, & anggur. Setelahnya ia beralih ke bisnis perdagangan senjata.1792: ia tertarik
bergabung dengan militer Prancis & karirnya pun sukses. 1795: ia berhasil memimpin Prancis
mengalahkan Belanda. Namun saat melawan Inggris (1799) ia kalah. Sebagai pertanggungjawaban,
ia mundur dari militer. Setelahnya Daendels beralih menjadi petani. Keadaan berubah saat Raja
Louis Napoleon menerima banyak laporan buruk tentang Hindia Belanda (korupsi, pertahanan
rapuh, infrastruktur minim). Ia lalu memanggil Daendels kembali ke militer & mengutusnya ke
Hindia Belanda sebagai Gubernur Jenderal.
Misi Daendels adalah mempertahankan pulau Jawa dari serangan Inggris & membenahi sistem
administrasi di pulau Jawa.
 Jalan Anyer-Panarukan
Jalan pos dimulai dari Anyer karna daerah penghasil lada & melihat jaraknya cocok dijadikan
gerbang terluar penahan serangan ke Batavia. Jalan pos diakhiri di Panarukan karna daerah
tersebut penghasil gula & terdapat banyak tanah partikelir penghasil produk tropis. Pengerahan
pribumi dalam pembangunan jalan pos menelan korban sekitar 12000 orang. Jalan pos sekitar 1000
km selesai dalam tempo setahun. Jarak tempuh yang dahulu bisa 40 hari menjadi 7 hari.
 Daendels vs Raja Pribumi
• Vs Banten
Daendels berkonflik dengan Banten terkait pembangunan Benteng Meulwen. Ia meminta
Sultan Muhammad Ishak Zainul Mustakin menyediakan 1500 pekerja per hari. Proyek ini
sulit sebab medan tidak rata, hutan lebat, & berawa-rawa. Sultan mendapat keluhan dari warga
sebab proyek menelan korban jiwa. Sultan menyampaikan keberatan ke Daendels & tidak digubris.
Daendels curiga Sultan berupaya menolak perintah Daendels. Sultan tetap menyediakan pekerja,
namun saat Daendels meminta Sultan memindah istana Puri Intan ke Anyer karna lokasinya
hendak dipakai sebagai area pertahanan, Sultan menolak. Di tahun 1808, Daendels lalu menyerang
Puri Intan & mengasingkan Sultan ke Ambon. Ini adalah tindakan kekerasan pertama Daendels
dalam rangka menegaskan kekuasaannya sebagai utusan raja Belanda di mata penguasa pribumi.
Selanjutnya Daendels mengangkat Sultan Muhammad Aliudin yang ia lantik sebagai sultan
boneka. Aliudin menunjukkan gelagat perlawanan & Daendels membuangnya ke Surabaya.
Daendels lalu mengganti Aliudin dengan Sultan Muhammad Syaifuddin.
• Vs Cirebon
Warga Cirebon menolak sistem setoran wajib yang diperintahkan Daendels. Akibatnya Sultan
Kanoman dibuang ke Ambon di tahun 1802. Hal ini memicu perlawanan membesar. Atas saran
Nicolaas Engelhard, Daendels memulangkan Sultan di tahun 1808 dengan harapan agar warga
berprasangka baik pada Daendels & lebih kooperatif. Di tahun 1809, Daendels membagi Cirebon
menjadi 2 bagian. Sultan Kanoman menolak. Daendels lalu bertindak tegas dengan membagi
Cirebon menjadi 4 bagian & menerapkan kebijakan yang memperlakukan sultan setara bupati.
• Vs Yogyakarta
Pada tahun 1801, Daendels menuntut perlakuan yang sama layaknya sultan seperti kursi pejabat
kolonial setara raja, duduk dengan dipayungi seperti sultan, menghadap sultan tidak perlu berjalan
jongkok, & sultan harus datang menyambut kedatangan utusan colonial. Sultan Hamengkubuwono
II (HB II) menolak. Daendels mengancam akan menyerang kraton. HB II menolak & Raden
Ronggo Prawirodirjo melakukan perlawanan di Madiun. Aksinya dapat dipadamkan. Daendels
lalu menghukum HB II dengan melengserkannya.
• Vs Surakarta
Awalnya Daendels meminta Sunan Pakubuwono IV (PB IV) membantu kolonial membasmi
Raden Ronggo Prawirodirjo. PB IV bersedia sebab menurutnya Raden Ronggo sering membuat
2

onar di wilayah Kasunanan. Daendels lalu juga menuntut “perlakuan kolonial layaknya raja”
persis seperti yang terjadi di kraton Yogyakarta. Daendels juga meminta pengelolaan hutan jati.
PB IV tidak keberatan karna area hutannya tidak seluas hutan Yogyakarta & tidak ingin memancing
amarah Daendels. Bahkan saat Daendels meminta pembebasan pajak pantai & sungai bagi
perahu kolonial, Kasunanan wajib membiayai perawatan bangunan kolonial, serta
penyerahan pengelolaan pasar, PB IV tidak menolak. Namun semenjak Daendels diganti
Janssens, PB IV menunjukkan perlawanannya mengingat Janssens tidak sekuat Daendels.

 Akhir Era Daendels


Daendels dipanggil pulang oleh Napoleon Bonaparte di tahun 1811. Ini disebabkan laporan Jan
Willem Janssens yang menyampaikan bahwa Daendels terlibat genosida dalam pembangunan jalur
Daendels. Janssens menyebar hujatan tentang Daendels sebagai pribadi yang kejam, otoriter, & gila
kekuasaan. Alasan lain pemanggilan pulang Daendels adalah karna tenaga Daendels dibutuhkan
untuk memimpin perang Eropa. Posisi Daendels kemudian ditempati Janssens.
JAN WILLEM JANSSENS
Riwayat Jan Willem Janssens
Janssens awalnya adalah gubernur jenderal di Tanjung Harapan (1802-1806). Disana ia kalah
melawan Inggris. Janssens kemudian ditarik & dipekerjakan di Belanda di bawah pimpinan Louis
Napoleon. Janssens memiliki ambisi pribadi untuk menjadi gubernur jenderal di Hindia Belanda.
Ia tahu kehidupan di Batavia menjanjikan kemakmuran. Ia membayangkan kehidupan serba mewah
di Batavia. Ketidaksukaannya terhadap Daendels membuatnya tak ingin memakai strategi yang
telah dibangun Daendels. Hal ini membuat Inggris sangat mudah menghancurkan pihak
Janssens. Lemahnya Janssens terlihat saat Lord Minto dengan mudah tiba di Batavia & menyerang
kota. Janssens kabur ke Semarang karna mengharapkan kiriman bantuan dari kraton Yogyakarta &
Solo, namun tak dibantu. Ia lalu kabur ke Salatiga & mampu dikalahkan Inggris.
Ini ditandai dengan adanya Kapitulasi Tuntang yang berisi:
• Seluruh kekuatan militer Belanda di Asia Tenggara diserahkan kepada Inggris
• Utang pemerintah Belanda tidak diakui Inggris
• Jawa, Madura, & semua pangkalan militer di luar Jawa menjadi wilayah kekuasaan Inggris
Thomas Stamford Raffles
Thomas Stamford Raffles tiba di Nusantara pada tahun 1811 setelah kekuasaan Belanda digantikan
Inggris. Raffles terkenal dengan kebijakan landrent (sewa tanah).
 Kebijakan Bidang Pemerintahan
• Membagi pulau Jawa ke dalam 18 karesidenan
• Mengubah sistem pemerintahan ke dalam pemerintahan bercorak Barat
• Bupati diangkat sebagai pejabat pemerintahan
 Kebijakan Bidang Ekonomi
• Petani bebas menanam tanaman ekspor
• Penghapusan contingenten stelsel & verplichte leverantie
• Petani yang menggarap tanah dianggap sebagai penyewa yang memiliki kewajiban untuk
membayar sewa tanah
 Kebijakan Bidang Hukum
 Sistem peradilan yang diterapkan berorientasi pada besar kecilnya kesalahan, bukan ras.
 Kebijakan Bidang Sosial
• Penghapusan kerja rodi
• Penghapusan pynbank
 Kebijakan Bidang Pengetahuan
• Ditulisnya buku berjudul History of Java
• Ditemukannya bunga Rafflesia Arnoldi
• Dirintisnya Kebun Raya Bogor
• Mengenalkan sistem kemudi
Penelitian Candi Borobudu
3

rLandrent System
Adalah sistem sewa tanah yang diterapkan Raffles. Dasar: semua tanah adalah milik negara.
Pemikiran: hak penguasa sebagai pemilik semua tanah yang ada, & rakyat adalah penyewa.
Motivasi: semboyan Revolusi Prancis (liberte, egalite, fraternite).
Tujuan: terwujudnya sistem yang bebas paksaan.
Tujuan Landrent
• Petani bebas menanam & menjual hasil • Pemerintah kolonial punya pemasukan
panen agar termotivasi bekerja lebih giat rutin
sehingga lebih sejahtera • Secara bertahap mengubah sistem
• Daya beli masyarakat meningkat ekonomi barang menjadi uang
sehingga dapat membeli barang industri
Inggris
Dampak Landrent
• Penggarap tanah membayar pajak sebagai • Bagi yang tidak memiliki tanah, dikenai
ganti uang sewa pajak kepala
• Harga sewa tergantung kondisi tanah • Kekuasaan bupati sebagai penguasa
• Pembayaran sewa dilakukan dengan uang tradisional tersisihkan
tunai
Faktor Kegagalan Landrent
• Sulit menentukan besar kecilnya pajak • Terbatasnya jumlah pegawai
untuk pemilik tanah yang luasnya berbeda • Masyarakat pedesaan belum terbiasa
• Sulit menentukan luas-sempit & tingkat dengan sistem uang dalam pembayaran
kesuburan tanah biaya
Aksi Raffles terhadap Aspek Sejarah Pribumi
• Membawa prasasti Pucangan ke India Menyerang kraton Yogya & menjarah isi krato
• Membawa prasasti Sangguran ke Inggris

nAkhir Era Raffles


Konvensi London: Belanda memperoleh kembali wilayah yang dahulu direbut Inggris, penyerahan
kekuasaan dilakukan tahun 1816.
Tanam Paksa
Dicetuskan Johannes van den Bosch (1830). Latar belakang: kas Belanda terkuras untuk
mengatasi perlawanan pribumi.
Latar Belakang
• Berawal dari asumsi bahwa desa-desa di Jawa berutang sewa tanah kepada pemerintah.
• Van den Bosch ingin setiap desa menyisihkan sebagian tanahnya untuk ditanam komoditi
ekspor ke Eropa.
• Penduduk dipaksa untuk menggunakan sebagian tanah garapan (minimal seperlima luas,
20%) dan menyisihkan sebagian hari kerja untuk bekerja bagi pemerintah.
• Dengan mengikuti tanam paksa, desa akan mampu melunasi utang pajak tanahnya
• Bila pendapatan desa dari penjualan komoditi ekspor itu lebih banyak daripada pajak tanah
yang mesti dibayar, desa itu akan menerima kelebihannya. Jika kurang, desa tersebut mesti
membayar kekurangan tadi dari sumber-sumber lain.

Aturan Tanam Paksa


• Penduduk menyerahkan sebagian tanahnya untuk ditanami tanaman perdagangan yang laku
di pasaran Eropa
• Tanah yang diserahkan seluas seperlima dari jumlah tanah pertanian satu desa
• Tanah yang digunakan untuk tanaman perdagangan dibebaskan dari pajak
• Kegagalan tanaman perdagangan yang bukan karna kesalahan penduduk menjadi
tanggungan pemerintah
4

• Pengawasan dalam penggarapan lahan & penyerahan hasil panen dilakukan melalui kepala
desa
Akhir Era Tanam Paksa
Kaum liberal & kaum humanis menuntut dihapuskannya tanam paksa. Menurut kaum liberal,
pemerintah tidak boleh mencampuri hal perekonomian. Sebenarnya tujuan kaum liberal ialah
kegiatan ekonomi ditangani swasta, sehingga perusahaan swasta asing utamanya dapat berinvestasi
di Nusantara. Sedangkan menurut kaum humanis, warga pribumi menderita & sudah selayaknya
tanam paksa dihentikan. Upaya ini sukses, tanam paksa dihapuskan (1870) & lahir UU Agraria.UU
ini memperbolehkan perusahaan perkebunan swasta menyewa lahan luas dengan jangka waktu
paling lama 75 tahun, untuk ditanami tanaman keras seperti karet, teh, kopi, kelapa sawit atau untuk
tanaman semusim seperti tebu dan tembakau.
Tokoh kaum humanis: Douwes Dekker/Multatuli (menulis Max Havelaar), Baron van Hoevel,
Fransen van der Putte (menulis Suiker Contracten), Van Deventer (menulis Een Eereschuld).
POLITIK ETIS
Latar Belakang: Kritik terhadap tanam paksa. Pelopor: Pieter Brooshooft dan Theodore Conrad
van Deventer. Niat: pemerintah kolonial memperhatikan nasib pribumi. Desakan munculnya
politik etis: Munculnya tulisan yang mengkritik tingkah laku pemerintahan kolonial terhadap
pribumi yang.
Tindak Lanjut: Ratu Wilhelmina menganggap pemerintah Belanda mempunyai panggilan moral
dan hutang budi terhadap pribumi di Hindia Belanda. Ratu Wilhelmina menuangkan panggilan
moral tadi ke dalam kebijakan politik etis, yang terangkum dalam program Trias van Deventer.
Trias Van Deventer
• Irigasi: membangun & memperbaiki pengairan bendungan untuk keperluan pertanian.
• Migrasi yakni mengajak penduduk untuk bertransmigrasi.
• Edukasi yakni memperluas dalam bidang pengajaran dan pendidikan.
Dalam pelaksanaannya terjadi penyimpangan:
Irigasi: Saluran irigasi bukan dibangun untuk mengairi area persawahan rakyat. Irigasi bukan untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat. Jaringan kereta api & infrastrutur lainnya bukan untuk
kepentingan penduduk.
Edukasi: Terjadi diskriminasi pendidikan. Ada 2 jenis sekolah: sekolah kelas I & kelas II. Kelas I:
Eropa & ningrat. Kelas II: pribumi. Materi kelas I: membaca, menulis, menghitung, ilmu bumi,
ilmu alam, sejarah, menggambar. Materi kelas II: membaca, menulis, menghitung.
Migrasi: Migrasi ke daerah luar Jawa hanya ditujukan ke daerah-daerah yang dikembangkan
perkebunan-perkebunan milik Belanda. Hal ini karena adanya permintaan yang besar akan tenaga
kerja di perkebunan & dijadikan kuli.

Istilah Penting:
Reconquesta: semangat pembalasan terhadap kekuasaan Islam di mana pun yang dijumpainya
sebagai tindak lanjut dari Perang Salib
Voorcompagnieen: periode dimana pelayaran Belanda tidak teratur & menimbulkan persaingan
antar kalangan perusahaan dagang Belanda sendiri
VOC: Veerenigde Oost-Indische Compagnie, perusahaan dagang multi internasional Belanda
Hak oktroi: hak istimewa VOC yang menegaskan kekuasaannya di Nusantara
Pelayaran hongi: pelayaran untuk mengawasi pelaksanaan monopoli perdagangan (rempah-
rempah)
Esktirpasi: penebangan tanaman yang jumlahnya melebihi ketentuan produksi
Batig Saldo: politik mencari pemasukan sebesar-besarnya dengan menekan pengeluaran
Contingenten Stelsel: kewajiban membayar pajak berupa hasil bumi
Verplichte Leverantie: kewajiban menjual hasil bumi kepada kolonial dengan harga murah
Prianger Stelsel: kewajiban menanam kopi bagi warga Priangan
Pynbank: hukuman menyakitkan berupa manusia melawan harimau
Heerendiensten: sistem kerja wajib untuk raja
5

Poenale Sanctie: aturan yang isinya mencari pekerja pribumi yang kabur, lalu menangkapnya &
dijatuhi hukuman, sebelum dikembalikan ke mandor
Devide et impera: politik Belanda untuk memecahbelah persatuan di pihak kaum pribumi
Vorstenlanden: daerah kekuasaan Belanda yang meliputi wilayah kerajaan (misalnya kraton
Yogyakarta & Surakarta)
Koeli ordonantie: peraturan yang dibuat Belanda agar para pemilik perkebunan dapat memperoleh,
memperkerjakan,& mempertahankan kuli yang bekerja di perkebunan sesuai kebutuhan

Anda mungkin juga menyukai