Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULAN ASUHAN KEPERAWATAN

PNEUMONIA BERDASAR SDKI, SLKI DAN SIKI

A. Definisi Pneumonia
Pneumonia adalah salah satu penyakit peradangan akut parenkim paru yang biasanya
dari satu infeksi saluran pernafasan bawah akut, dengan gejala batuk disertai sesak nafas
yang disebabkan agen infeksius seperti virus, bakteri, fungi (microplasma) dan aspirasi
substansi asing berupa radang paru-paru yang disertai eksudasi dan konsolidasi dan dapat
dilihat melalui gambaran radiologis (Nursalam, 2015). Menurut WHO (World Health
Organnization) pneumonia adalah bentuk infeksi pernafasan akut yang menyerang paru-
paru pada bagian alveoli yang berfungsi sebagai tempat pertukaran O2 dan CO2, ketika
pasien menderita pneumonia alveoli akan dipenuhi cairan dan nanah yang membuat
pernafasan terasa menyakitkan dan membatasi asupan oksigen. Secara klinis pneumonia
didefinisikan sebagai suatu peradangan parenkim paru distal dari bronkiolus terminalis
yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli serta menimbulkan konsolidasi
jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat (Sudoyo, 2015).
Pneumonia adalah infeksi akut parenkim paru yang meliputi alveolus dan jaringan dan
jaringan intersittel. Berbagai mikroorganisme dapat menyebabkan pneuomonia antara lain
virus dan bakteri. Beberapa faktor yang dapat meningkatkan resiko untuk terjadinya dan
beratnya pneumonia antara lain adalah defek anatomi bawaan, defisit imunologi, polusi,
GER, dan aspirasi (Daud Dasril, 2013). Pneumonia adalah peradangan pada parenkim
paru yang biasanya terjadi apada anak-anak tetapi terjadi lebih sering pada bayi dan awal
masa kanak-kanak dan secara klinis penumonia dapat terjadi sebagai penyakit primer
atau komplikasi dari penyakit lain (Hockenberry dan Wilson, 2009 dalam Seyawati Ari,
2018). Menurut Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PPDI) tahun 2017 pnemunonia
dibedakan menjadi dua yaitu pneumonia kominiti dan pneumonia nosokomial.
Pneumonia komunitas adalah pneumonia yang terjadi akibat infeksi diluar rumah
sakit, sedangkan pneumonia nosokomial adalah pneumonia yang terjadi lebih dari 48 jam
atau lebih setelah dirawat di rumah sakit. Pneumonia dapat diklasifikasikan dalam
berbagai cara, klasifikasi paling sering ialah menggunakan klasifikasi berdasarkan tempat
didapatkannya pneumonia (pneumonia komunitas dan pneumonia nosokomial), tetapi
pneumonia juga dapat diklasifikasikan berdasarkan area paru yang terinfeksi (lobar
pneumonia, multilobar
pneumonia, bronchial pneumonia, dan intertisial pneumonia) atau agen kausatif. (Dahlan
Z. 2009).

B. Etiologi
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme seperti bakteri, virus,
jamur, dan protozoa. Pneumoni komunitas yang diderita oleh masyarakat luar negeri
banyak disebabkan gram positif, sedangkan pneumonia rumah sakit banyak disebabkan
gram negatif. Dari laporan beberapa kota di Indonesia ditemukan dari pemeriksaan dahak
penderita komunitas adalah bakteri gram negative. Penyebab paling sering pneumonia
yang didapat dari masyarakat dan nosocomial :
1. Yang didapat di masyarakat: Streeptococcus pneumonia, Mycoplasma pneumonia,
Hemophilus influenza, Legionella pneumophila, Chlamydia pneumonia, Anaerob
oral, Adenovirus, Influenza tipe A dan B.
2. Yang didapat di rumah sakit: basil usus gram negatif (E. coli, Klebsiella pneumonia),
Pseudomonas Aeruginosa, Staphylococcus Aureus, anaerob oral.
Penyebaran infeksi terjadi melalui droplet atau sering disebabkan oleh streptoccus
pneumonia, melalui slang infuse oleh staphylococcus aureus sedangkan pada pemakaian
ventilator oleh p. Aeruginosa dan enterobacter. Dan masa kini terjadi karena perubahan
keadaan pasien seperti kekebalan tubuh dan penyakit kronis, polusi lingkungan,
penggunaan antibiotik yang tidak tepat. Setelah masuk ke paru paru organism
bermultiplikasi dan, jika telah berhasil mengalahkan mekanisme pertahanan paru, terjadi
pneumonia. Menurut Nursalam, 2015 selain di atas penyebab terjadinya pneumonia
sesuai penggolongannya yaitu :
Bakteri : Diploccus Pneumonia, Pneumocaccus, Streptokokus Hemolyticus,
Streptokoccus Aureus, Hemophilus Influenzae, Bacillus Friedlander,
Mycobacterium Tuberculosis.
Virus : Respiratory Syncytial Virus, Adeno Virus, V.Ssitomegalitik, V.Influenza
Miroplasma : Mycoplasma Pneumonia
Jamur : Histoplasma Capsulatum, Cryptococcus Neuroformans, Blastomyces
Dermatitides, Coccidodies Immtis, Aspergillus, Species, Candida
Albicans.
Aspirasi : Aspirasi makanan, Kerosene (bensin, minyak tanah), Cairan amnion,
dan Benda asing
Pneumonia : Disebabkan karena terus-menerus berada dalam posisi yang sama.
Hipostatik Gaya tarik bumi menyebabkan darah tertimbun pada bagian bawah
paru-paru, dan infeksi membantu timbulnya pneumonia
Sindrom : Merupakan kumpulan tanda seperti demam, sesak napas, eosinofilia,
Loeffler dan pada foto Roentgen thoraks terlihat infiltrat yang akan hilang
selama 3 minggu.
Pertahanan paru-paru terus ditantang oleh organisme termasuk virus dan bakteri.
Virus cenderung menghindari atau membanjiri beberapa pertahanan saluran pernafasan
atas menyebabkan gejala yang masih relative ringan. Ketika inang saluran pernafasan
bagian atas dan bawah kewalahan mikroorganisme dapat membentuk tempat tinggal,
berkembang biak, dan menyebabkan proses infeksi dalam parenkim paru-paru
(Weinberger, 2019). Beberapa faktor yang berkontribusi dalam rusaknya pertahanan
inang diantaranya ISPA, Penyalahgunaan etanil, merokok, gagal jantung, penyakit paru
obstruksi kronik (PPOK). Kerusakan inang juga dapat diperparah dengan
Immunosuppressive tubuh misalnya AIDS, Leukemia, Limfoma, dan penyalahgunaan
kortikosteroid serta obat imunosupresif lainnya.
C. Manifestasi Klinis
Gejala khas dari pneumonia adalah demam, menggigil, berkeringat, batuk (baik non
produktif atau produktif atau menghasilkan sputum berlendir, purulen, atau bercak darah),
sakit dada karena pleuritis dan sesak. Gejala umum lainnya adalah pasien lebih suka
berbaring pada 5 yang sakit dengan lutut tertekuk karena nyeri dada. Pemeriksaan fisik
didapatkan retraksi atau penarikan dinding dada bagian bawah saat pernafas, takipneu,
kenaikan atau penurunan taktil fremitus, perkusi redup sampai pekak menggambarkan
konsolidasi atau terdapat cairan pleura, ronki, suara pernafasan bronkial, pleural friction
rub (Sudoyo, 2015).
Gejala penyakit pneumonia biasanya didahului dengan infeksi saluran pernafasan atas
akut selama beberapa hari. Selain didapatkan demam dan suhu tubuh meningkat hingga
40oC, sesak nafas, nyeri dada, batuk dahak, pada sebagian penderita juga ditemui gejala
lain seperti nyeri perut, kurang nafsu makan, dan sakit kepala (Misnadiarly, 2016). Usia
merupakan faktor penentu dalam manifetstasi klinis pneumonia. Neonatus dapat
menunjukan gejala demam tanpa ditemukannya gejala fisis pneumonia. Pola klinis yang
khas pada pasien pneumonia viral dan bakterial umumnya berbeda antara bayi yang lebih
tua dan anak walaupun perbedaan tersebut tidak selalu jelas. Demam, menggigil,
takipneu,
batuk, malaise, nyeri dada akibat pleuritis, retraksi dan iritabilitas akibat sesak respiratory
sering terjadi pada bayi yang lebih tua dan anak.
Pneumonia virus lebih sering berasosiasi dengan batuk, mengi, atau stridor dan gejala
demam lebih tidak menonjol dibanding pneumonia bakterial. Pneumonia bakterial secara
tipikal berasosiasi dengan demam tinggi, menggigil, batuk, dispneu dan pada auskultasi
ditemukan adanya tanda konsolidasi paru. Pneumonia atipikal pada bayi kecil ditandai
oleh gejala khas seperti takipneu, batuk, ronki kering(crackles) pada pemeriksaan
auskultasi dan sering ditemukan bersamaan dengan adanya konjungtivitis chlamydial.
Gejala klinis lainnya dapat ditemukan distress pernapasan termasuk cuping hidung,
retraksi intercosta dan subkosta dan merintih (grunting) (Karen et al, 2010 dalam
Setyawati Ari, 2018).
Tabel 1.1 Manifestasi Klinis Pneumonia Berdasarkan Etiologi (Soemantri, 2017).
Jenis Etiologi Pneumonia Faktor Risiko Tanda dan Gejala
Sindrom Streptococcus a. Sindecell diseases a. Mendadak mengiggil
Tipikal Pneumoniae (tanpa dan b.Hipogamma (39oC – 40oC)
dengan penyulit) globulinema b. Nyeri pleuritis
c. Multiple myeloma c. Bentuk produktif,
sputum purule (dapat
mengandung bercak
darah, dinding hidung
kemerahan)
d. Retraksi intercostal
Sindrom a. Haemophilis a. Usia Tua a. Onset bertahap dalam
Atipikal Influenzae b. COPD 3-5 hari
b. Staphylococus Aureus (Chronic b. Malaise, nyeri kepla,
Obstuctive nyeri tenggorokan, dan
Pulmonary batuk kering
Disease) c. Nyeri karena batuk
c. Flue
a. Mycroplasma a. Anak-anak
Pneumoniae b. Dewasa Muda
b. Virus Patogen
Aspirasi a. Aspirasi basil garam a. Kondisi lemah a. Demam dan batuk
negatif, Klebsiella, karena konsumsi b. Produksi sputum dan
Pseudomonas, alkohol bau busuk
Enterobacter, b. Infeksi c. Distress respirasi
Esterobacter, Nosokomial 1) Sianosis
Escherrichia Proteus c. Gangguan 2) Batuk
dan basil garam positif Kesadaran 3) Hipoksemia
Staphylococus 4) Infeksi Skunder
b. Aspirasi asam
lambung
Hematogen Terjadi bila patogen a. Kateter IV yang Batuk nonproduktif dan
menyebar ke paru-paru terinfeksi nyeri pleuritik
melalui darah b. Endokarditis
c. Drug abuse
D. Patofisiologis
Proses patogenesis pneumonia terkait dengan tiga faktor yaitu keaadan (imunitas) pasien,
mikroorganisme yang menyerang pasien dan lingkungan yang berinteraksi satu sama lain.
Dalam keadaan sehat, pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme, keadaan ini
disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru. Adanyanya bakteri di paru merupakan
akibat ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dan lingkungan,
sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak dan berakibat timbulnya sakit. Ada
beberapa cara mikroorganisme mencapai permukaan yaitu Inokulasi langsung, Penyebaran
melalui darah, Inhalasi bahan aerosol, dan Kolonosiasi di permukaan mukosa. Dari keempat
cara tersebut, cara yang terbanyak adalah dengan kolonisasi. Secara inhalasi terjadi pada
virus, mikroorganisme atipikal, mikrobakteria atau jamur.
Kebanyakan bakteria dengan ikuran 0,5-2,0 mikron melalui udara dapat mencapai
brokonsul terminal atau alveol dan selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila terjadi kolonisasi
pada saluran napas atas (hidung, orofaring) kemudian terjadi aspirasi ke saluran napas bawah
dan terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini merupakan permulaan infeksi dari sebagian
besar infeksi paru. Aspirasi dari sebagian kecil sekret orofaring terjadi pada orang normal
waktu tidur (50%) juga pada keadaan penurunan kesadaran, peminum alkohol dan pemakai
obat (drug abuse). Sekresi orofaring mengandung konsentrasi bakteri yang sanagt tinggi 108-
10/ml, sehingga aspirasi dari sebagian kecil sekret (0,001 - 1,1 ml) dapat memberikan titer
inokulum bakteri yang tinggi dan terjadi pneumonia.

Gambar 1.1 Patogenesis pneumonia oleh bakteri Pneumococcus

Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli menyebabkan reaksi radang
berupa edema seluruh alveoli disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN dan diapedesis eritrosit
sehingga terjadi permulaan fagositosis sebelum terbentuk antibodi. Sel-sel PNM mendesak
bakteri ke permukaan alveoli dan dengan bantuan leukosit yang lain melalui psedopodosis
sistoplasmik mengelilingi bakteri tersebut kemudian terjadi proses fagositosis. pada waktu
terjadi perlawanan antara host dan bakteri maka akan nampak empat zona pada daerah pasitik
parasitik terset yaitu :
1. Zona luar (edama): alveoli yang tersisi dengan bakteri dan cairan edema;
2. Zona permulaan konsolidasi (red hepatization): terdiri dari PMN dan beberapa eksudasi
sel darah merah;
3. Zona konsolidasi yang luas (grey hepatization): daerah tempat terjadi fagositosis yang
aktif dengan jumlah PMN yang banyak;
4. Zona resolusi E: daerah tempat terjadi resolusi dengan banyak bakteri yang mati, leukosit
dan alveolar makrofag.
Infeksi parenkim paru menghasilkan squel tenis yang tidak hanya mengubah fungsi
normal parenkim paru tetapi juga dengan menginduksi respon iskemik. konsekuensi
patofisiologis utama dari perdagangan dan infeksi yang melibatkan ruang udara distal
adalah berkurangnya ventilasi ke daerah yang terkena. jika perfungsi relatif dipertahankan
seperti yang sering terjadi karena efek vasodilator mediator inflamasi hasil
ketidakseimbangan ventilasi perfusi. ketika alveoli dipenuhi dengan eksudat inflamasi
Mungkin tidak ada ventilasi ke daerah-daerah tersebut. ketidakseimbangan ventilasi
perfusi umumnya bermanifestasi sebagai bagai hipoksemia. ketidakcocokan ventilasi
berfungsi dengan area rasio ventilasi perfusi rendah biasanya merupakan faktor yang lebih
penting. retensi karbon dioksida bukan fitur Pneumonia kecuali pasien sudah memiliki
cadangan yang sangat terbatas terutama pada COPD (Chronic Obstuctive Pulmonary
Disease) yang mendasarinya. Bahkan pasien pneumonia sering mengalami hiperventilasi
dan memiliki PCo2 kurang dari sama dengan 40 mmHg (Weinberger, 2019)
Pneumonia atau radang paru-paru ialah inflamasi yang disebabkan oleh paru-paru.
pneumonia dapat terjadi akibat bibit penyakit di udara atau kuman di tenggorokan terhisap
masuk ke paru-paru. penyebaran ini juga dapat melalui darah pada bagian tubuh yang
terluka. dengan batuk contohnya nya akan membuat perlawanan oleh sel-sel pada lapisan
lendir tenggorokan hingga gerakan rambut halus (silia) untuk mengeluarkan mucus
( lendir) saat proses peradangan. lobus bawah paru-paru paling sering terkena efek
gravitasi. setelah mencapai alveoli maka pnoumocuccus menimbulkan respon yang khas
diantaranya nya:

1. Kongesti (24 jam pertama)


Eksudat yang kaya akan protein keluar masuk ke dalam alveoli melalui pembuluh
darah yang berdilatasi dan bocor disertai kongesti Vena. Taro menjadi berat,
edematosa, dan berwarna kemerahan.
2. Hepatitis (48 jam berikutnya)
Terjadi pada Stadium kedua ditemukan akumulasi masih dalam ruang alveolar
bersama-sama dalam limfosit dan makrofag. Pleura yang menutupi akan diselimuti
eksudat Fibri nosa. paru-paru tampak kemerahan dapat tidak mengandung udara
disertai konsistensi mirip hati yang masih segar dan bergranula.
3. Hepatitis kelabu (3-8 hari)
Ditemukan akumulasi fibrin yang berlanjut disertai penghancuran sel darah putih
dan merah. paru-paru tampak kelabu coklat dan padat karena leukosit dan fibrin
mengalami konsolidasi di dalam alveoli yang terserang.
4. Resolusi (8-11 hari)
Pada tahap ini eksudat mengalami lisis dan diabsorsi oleh makrofag dan
pencernaan kotoran inflamasi dengan mempertahankan artekstur dinding alveoli di
bawahnya, sehingga jaringan kembali pada struktur semula. Akibatnya jika mucus
masuk ke alveoli terjadi peningkatan konsentrasi protein cairan alveoli sehingga
menyebabkan tekanan hidrostatik meningkat dan tekanan osmosis meningkat dan
terjadi penurunan disfungsi sehingga terjadi akumulasi cairan pada alveoli yang akan
menekan saraf dan menyebabkan terjadinya gangguan pertukaran gas.
Eksudat yang masuk kedalam alveoli akan menyebabkan konsolidasi di alveoli
yang kemudian menyebabkan terjadinya comience paru-paru menurun sehingga
suplai O2 menurun yang menimbulkan terjadinya gangguan pola nafas dan intoleransi
aktivitas, Porses peradangan juga dapat menyebabkan peningkatan suhu
(hipertermia). Penumpukan secret akan terakumulasi dijalan nafas sehingga timbul
masalah keperawatan bersihan jalan nafas tidak efektif. Jika sputum masuk
kelambung akan terjadi peningkatan asam basa yang akan menyebabkan mual dan
muntah.
E. Pathway Penumonia
Bakteri, Virus, Jamur
Terhirup / Teraspirasi

Saluran Pernafasan Atas

Kuman Berlebih di Bronkus Mikroorganisme terbawa kesaluran pencernaan Bakteri, Virus, Jamur Terhirup / Teraspirasi

Proses Peradangan Infeksi saluran Pencernaan Dilatasi Pembulu Darah  Suhu Tubuh Edema antar kapiler alveoli

BU Meningkat
Akumulasi Sekret di Bronkus Hipertermi
Eritrosit Pecah
Eksudat Plasma
Malabsorpsi Septikimia
Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif
 Mukus Bronkus Edema Paru
Diare  Metabolisme
Gangguan Disfungsi dalam Plasma
Anoreksia
 Evaporasi Pengerasan Dinding Paru
Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh
Gangguan Pertukaran Gas
Intake Kurang

O2 
Gangguan Keseimbangan Cairan Elektrolit

Hipoksia
F. Pemeriksaan Penunjang
Manifestasi klinis yang terjadi akan berbeda- beda berdasarkan kelompok umur
tertentu. Pada neonatus sering dijumpai takipneu, reaksi dinding dada, grunting, dan
sianosis. Pada bayi-bayi yang lebih tua jarang ditemukan grunting. Gejala yang sering
terlihat adalah tapiknea, retraksi, sianosis, batuk, panas, dan iritabel.
Pada pra-sekolah, gejala yang sering terjadi adalah demam, batuk (nonproduktif /
produktif), tapikneu, dan dispneu yang ditandai reaksi dinding dada. Pada kelompok anak
sekolah dan remaja, dapat dijumpai panas, batuk (nonproduktif/produktif), nyeri dada,
nyeri kepala, dehidrasi dan letargi. Pada semua kelompok umur, akan dijumpai adanya
napas cuping hidung. Pada auskultasi, dapat terdengar pernapasan menurun. Fine
crackles (ronkhi basah halus) yang khas pada anak besar, bisa juga ditemukan pada bayi.
Gejala lain pada anak besar adalah dull (redup) pada perkusi, vokal fremitus menurun,
suara nafas menurun, dan terdengar fine crackles (ronkhi basah halus) didaerah yang
terkena. Iritasi pleura akan mengakibatkan nyeri dada, bila berat dada menurun waktu
inspirasi, anak berbaring kearah yang sakit dengan kaki fleksi. Rasa sakit dapat menjalar
ke leher, bahu, dan perut. Pemeriksaan berfokus pada bagian thorak yang mana dilakukan
dengan inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi dan didapatkan hasil sebagai berikut :
1. Inspeksi:
Perlu diperhatikan adanya tahipne, dispne, sianosis sirkumoral, pernapasan cuping
hidung, distensis abdomen, batuk semula nonproduktif menjadi produktif, serta nyeri
dada saat menarik napas. Batasan takipnea pada anak usia 2 bulan -12 bulan adalah
50x/menit atau lebih, sementara untuk anak berusia 12 bulan – 5 tahun adalah
40x/menit atau lebih. Perlu diperhatikan adanya tarikan dinding dada kedalam pada
fase inspirasi. Pada pneumonia berat, tarikan dinding dada akan tampak jelas.
2. Palpasi:
Suara redup pada sisi yang sakit, hati mungkin membesar, fremitus raba mungkin
meningkat pada sisi yang sakit, dan nadi mungkin mengalami peningkatan
(tachichardia)
3. Perkusi:
Suara redup pada sisi yang sakit
4. Auskultasi:
Auskultasi sederhana dapat dilakukan dengan cara mendekatkan telinga ke hidung /
mulut bayi. Pada anak yang pneumonia akan terdengar stridor. Sementara dengan
stetoskop, akan terdengar suara nafas berkurang, ronkhi halus pada sisi yang sakit,
dan
ronkhi basah pada masa resolusi. Pernapasan bronkial, egotomi, bronkofoni, kadang-
kadang terdengar bising gesek pleura.
Sedangkan untuk pemeriksaan penunjang lain sebagai penegak diagnosa diantaranya :
1. Radiologi
Pemeriksaan menggunakan foto thoraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan
penunjang utama (gold standard) untuk menegakkan diagnosis pneumonia. Gambaran
radiologis dapat berupa infiltrat sampai konsoludasi dengan air bronchogram,
penyebaran bronkogenik dan intertisial serta gambaran kavitas. Foto rontgen thoraks
proyeksi posterior - anterior merupakan dasar diagnosis utama pneumonia. Foto
lateral dibuat bila diperlukan informasi tambahan, misalnya efusi pleura. Pada bayi
dan anak yang kecil gambaran radiologi sering kali tidak sesuai dengan gambaran
klinis. Tidak jarang secara klinis tidak ditemukan apa-apa tetapi gambaran foto
thoraks menunjukkan pneumonia berat. Foto thoraks tidak dapat membedakan antara
pneumonia bakteri dari pneumonia virus. Gambaran radiologis yang klasik dapat
dibedalan menjadi tiga macam yaitu ; konsolidasi lobar atau segmental disertai adanya
air bronchogram, biasanya disebabkan infeksi akibat pneumococcus atau bakteri lain.
Pneumonia intersitisial biasanya karena virus atau Mycoplasma, gambaran berupa
coracan bronchovaskular bertambah, peribronchal cuffing dan overaeriation; bila
berat terjadi pachyconsolidation karena atelektasis.
Gambaran pneumonia karena Saureus dan bakteri lain biasanya menunjukkan
gambaran bilateral yang diffus, corakan peribronchial yang bertambah, dan tampak
infiltrat halus sampai ke perifer. Staphylococcus pneumonia juga sering dihubungkan
dengan pneumatocelle dan efusi pleural (empiema), sedangkan Mycoplasma akan
memberi gambaran berupa infiltrat retikular atau retikulonodular yang terlokalisir di
satu lobus. Ketepatan perkiraan etiologi dari gambaran foto thoraks masih
dipertanyakan namun para ahli sepakat adanya infiltrate alveolar menunjukan
penyebab bakteri sehingga pasien perlu diberi
antibiotika.
2. Laboratorium
Peningkatan jumlah leukosit berkisar antara 10.000 - 40.000/µl, Leukosit
polimorfonuklear dengan banyak bentuk. Meskipun dapat pula ditemukanleukopenia.
Hitung jenis menunjukkan shift to the left, dan LED meningkat. Hasil pemeriksaan
leukosit > 15.000/µl dengan dominasi netrofil sering didapatkan pada pneumonia
bakteri, dapat pula karena penyebab non bakteri. Laju endap darah (LED) dan C
reaktif
protein juga menunjukkan gambaran tidak khas. Trombositopeni bisa didapatkan pada
90% penderita pneumonia dengan empiema. Pemeriksaan sputum kurang berguna.
Biakan darah jarang positif pada 3 – 11% saja, tetapi untuk Pneumococcus
dan H. Influienzae kemungkinan positif 25 – 95%.
3. Mikrobiologi
Pemeriksaan mikrobiologi diantaranya biakan sputum dan kultur darah untuk
mengetahui adanya S. pneumonia dengan pemeriksaan koagulasi antigen polisakarida
pneumokokkus.
4. Analisa Gas Darah
Ditemukan hipoksemia sedang atau berat. Pada beberapa kasus, tekanan parsial
karbondioksida (PCo2) menurun dan pada stadium lanjut menunjukkan asidosis
respiratorik.
G. Penatalaksaan
Kepada penderita yang penyakitnya tidak terlalu berat, bisa diberikan antibiotik per
oral dan tetap tinggal di rumah. Penderita yang lebih tua dan penderita dengan sesak
napas atau dengan penyakit jantung atau penyakit paru lainnya, harus dirawat dan
antibiotik diberikan melalui infus. Mungkin perlu diberikan oksigen tambahan, cairan
intravena dan alat bantu nafas mekanik. Kebanyakan penderita akan memberikan respon
terhadap pengobatan dan keadaanya membaik dalam waktu 2 minggu (Nursalam, 2015).
Penatalaksanaan umum yang diberikan antara lain :

1. Oksigen 1-2 L/menit


2. IVFD dekstrosa 10% NaCl 0,9% = 3:1, + KCL 10 mEq/500 ml cairan. Jumlah
cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu, dan status dehidrasi.
3. Jika sesak tidak terlalu berat berat, dapat dimulai makanan enteral bertahap
melalui selang nasogatrik dengan feeding drip.
4. Jika sekresi lendir berlebihan dapar diberikan inhalasi dengan salin normal dan
beta agonis untuk memperbaiki transport mukosillier.
Pada prinsipnya penatalaksaan utama pneumonia adalah memberikan antibiotik
tertentu terhadap kuman tertentu infeksi pneumonia. Pemberian antibitotik bertujuan
untuk memberikan terapi kausal terhadap kuman penyebab infeksi, akan tetapi sebelum
antibiotika definitif diberikan antibiotik empiris dan terapi suportif perlu diberikan untuk
menjaga kondisi pasien. Terapi antibiotika empiris menggambarkan tebakan terbaik
berdasarkan pada klasifikasi pneumonia dan kemungkinan organisme, karena hasil
mikrobiologis umumnya tidak tersedia selama 12-72 jam. Maka dari itu membedakan
jenis pneumonia (CAP atau HAP) dan tingkat keparahan berdasarkan kondisi klinis
pasien dan faktor predisposisi sangatlah penting, karena akan menentukan pilihan
antibiotika empirik yang akan diberikan kepada pasien. Tindakan suportif meliputi
oksigen untuk mempertahankan PaO2 > 8 kPa (SaO2 > 92%) dan resusitasi cairan
intravena untuk memastikan stabilitas hemodinamik. Bantuan ventilasi: ventilasi non
invasif (misalnya tekanan jalan napas positif kontinu (continous positive airway
pressure), atau ventilasi mekanis mungkin diperlukan pada gagal napas. Bila demam atau
nyeri pleuritik dapat diberikan antipiretik analgesik serta dapat diberika mukolitik atau
ekspektoran untuk mengurangi dahak.
Pilihan Antibiotika Dalam memilih antibiotika yang tepat harus dipertimbangkan
faktor sensitivitas bakteri terhadap antibiotika, keadaan tubuh pasien, dan faktor biaya
pengobatan.18 Pada infeksi pneumonia (CAP dan HAP) seringkali harus segera diberikan
antibiotika sementara sebelum diperoleh hasil pemeriksaan mikrobiologik. Pemilihan ini
harus didasarkan pada pengalaman empiris yang rasional berdasarkan perkiraan etiologi
yang paling mungkin serta antibiotika terbaik untuk infeksi tersebut. Memilih antibiotika
yang didasarkan pada luas spektrum kerjanya tidak dibenarkan karena hasil terapi
tidaklebih unggul daripada hasil terapi dengan antibiotika berspektrum sempit, sedangkan
superinfeksi lebih sering terjadi dengan antibiotika berspektrum luas.
Terapi lain dari pneuomonia menurut Daud Dasril, 2013 yaitu:
a. Medikamentosa
Diagnosis etiologik pneumonia sangat sulit untuk ditentukan sehingga pemberian
antibiotik dilakukan secara empirik sesuai dengan pola kuman tersering yaitu
Sterptococcus pneuminia dan haemophilus influenzae. Pemberian antibiotik sesuai
dengan kelompok umur. Untuk bayi di bawah 3 bulan diberikan golongan penisilin
dan aminoglikosida. Untuk usia >3 bulan, ampisilin dipadu dengan kloramfenikol
merupakan obat pilihan pertama. Bila keadaan pasien memberat atau terdapat
empisema, antibiotik pilihan adalah golongan sefalosporin. Antibiotik parenteral
diberikan sampai 48-72 jam setelah panas turun, dilanjutkan dengan pemberian
peroral selama 7-10 hari
b. Bedah
Pada umumnya tidak ada tindakan bedah kecuali bila terjadi komplikasi
pneumotoraks/pneumomediastinum.
c. Suportif
Pemberian oksigen sesuai derajat sesaknya. Nutrisi parenteral diberikan selama pasien
masih sesak.
H. Komplikasi
Pneumonia umumnya bisa diterapi dengan baik tanpa menimbulkan komplikasi. Akan
tetapi, beberapa pasien, khususnya kelompok pasien risiko tinggi, mungkin mengalami
beberapa komplikasi seperti bakteremia (sepsis), abses paru, efusi pleura, dan kesulitan
bernapas.15 Bakteremia dapat terjadi pada pasien jika bakteri yang menginfeksi paru
masuk ke dalam aliran darah dan menyebarkan infeksi ke organ lain, yang berpotensi
menyebabkan kegagalan organ. Pada 10% pneumonia pneumokokkus dengan bakteremia
dijumpai terdapat komplikasi ektrapulmoner berupa meningitis, arthritis, endokarditis,
perikarditis, peritonitis, dan empiema.3,15 Pneumonia juga dapat menyebabkan
akumulasi cairan pada rongga pleura atau biasa disebut dengan efusi pleura.
Efusi pleura pada pneumonia umumnya bersifat eksudatif. Pada klinis sekitar 5%
kasus efusi pleura yang disebabkan oleh P. pneumoniae dengan jumlah cairan yang
sedikit dan sifatnya sesaat (efusi parapneumonik). Efusi pleura eksudatif yang
mengandung mikroorganisme dalam jumlah banyak beserta dengan nanah disebut
empiema. Jika sudah terjadi empiema maka cairan perlu di drainage menggunakan chest
tube atau dengan pembedahan.

I. Asuhan Keperawatan Teori


1. Pengkajian
a. IDENTITAS PASIEN
Berisikan nama lengkap pasien, usia pasien, jenis kelamin pasien, suku/bangsa pasien,
agama pasien, pekerjaan pasien, pendidikan pasien, alamat pasien, dan diagnosa
medis.
b. IDENTITAS PENANGGUNG JAWAB
Berisikan nama lengkap penanggung jawab, usia penanggung jawab, jenis kelamin
penanggung jawab, suku/bangsa penanggung jawab, agama penanggung jawab,
pekerjaan penanggung jawab, pendidikan penanggung jawab, alamat penanggung
jawab, dan status hubungan penanggung jawab dengan pasien.
c. RIWAYAT KEPERAWATAN
1) Riwayat Sebelum Sakit
Penyakit berat yang penah diderita :
Pada umumnya pasien mengatakan keluhannya yang diderita sebelumnya dan
gejalanya hampir sama dengan yangdirasakan sekarang.
Obat-obat yang biasa dikonsumsi :
Pada umumnya jika pasien pernah dirawat dengan gejala serupa akan diberikan obat-
obatan untuk sesak, batuk atau lainnya. Atau dapat berisikan obat-obatan yang
dikonsumsi beberapa hari terakhir.
Kebiasaan berobat :
Berisikan kebiasaan pasien untuk berobat baik di klinik, puskesmas atau rumahsakit

Alergi :
Berisikan alergi yangdimiliki pasien baik obat-obatan ataupun makanan yang
memungkinkan nantinya dapat memperburuk keadaan pasien
Kebiasaan merokok/alkohol :
Berisikan riwayat pasien apakah pasien merupakan perokok aktif/pasif atau
mengonsumsi alkohol, dan jika pasien merupakan perokok aktif berapa jumlah rokok
yang dapat dihabiskan dalam sehari, lalu sejak kapan menjadi perokok/ mengonsumsi
alkohol. Apakah saat sakit ini pasien tetap meroko, mengurang, atau berhenti.
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan utama :
Umumnya keluhan yang dirasakan pasien adalah sesak nafas, susah nafas, atau dada
terasa berat.
Riwayat keluhan utama :
Berapa lama pasien mengalami keluhan tersebut.
Upaya yang telah dilakukan :
Berisakan upaya-upaya yang telah dilakukan oleh pasien secara mandiri atau keluarga
untuk mengurangi keluhan yangdirasakan, bentuk upaya yang dilakukan dan jika
upaya yang dilakukan bersifat tindakan medis apakah tidakan tersebut dilakukan oleh
tenaga professional.
Terapi/operasi yang pernah dilakukan :
Berisikan terapi seperti medis atau nonmedis dan juga tindakan operasi yang mungkin
pernah dilakukan.
3) Riwatar Kesehatan Keluarga
Berisikan riwayat kesehatan keluarga seperti orang tua, saudara, dan lainnya apakah
terdapat keluarga yang memiliki keluhan, riwaat kesehatan, atau kasus yang sama
dengan pasien saat ini
Genogram : Berisikan gambaran genogram keluarga pasien beserta keterangannya
pada 3 generasi.
4) Riwayat Kesehatan Lingkungan
Berisikan keadaan lingkungan disekitar pasien baik rumah, tempat pekerjaa, kamar,
dan lain-lain. Apakah terdapat keadaan lingkungan yang menjadi faktor pencetus,
faktor pemberat keadaan pasien saat ini.
5) Riwayat Kesehatan Lainnya:
Berisikan riwayat kesehatan pasien lainnya seperti pasien pernah mengalami masalah
kesehatan lain yang mungkin dapat berkaitan dengan masalah saat ini atau mungkin
tidak berkaitan atau tidak berpengaruh dengan masalah yang dialami atau yang
dirasakan pasien saat ini. Contoh pasien memili riwayat penyakit diabete, jantung,
typus, atau lainnya. Dan juga ditanyakan apakah pasien menggunakan alat bantu
kesehatan seperti kacamata, gigi palsu, alat bantu pendengaran, atau lainnya.
d. OBSERVASI DAN PEMERIKSAAN FISIK
1) Keadaan umum :
Berisikan keadaan umum pasien saat masuk rumah sakit atau saat berada diruangan
rawat inap. Dengan alat pengukuran Glasgow Coma Scale (GCS) yang meliputi mata,
kesadaran, dan verbal. Keadaan umum juga berisikan keadaan secara umum seperti
apakah pasien coma, apatis, composmmetis, somnolent, spoor, atau gelisah.
2) Tanda-tanda vital, TB dan BB:
Berisikan hasil pemeriksaan observasi tanda-tanda vital seperti berapa tekanan darah
(TD) dalam mmHg, nadi (N) dalam kali/menit, suhu (S) dalam derajat celcius,
respirator rate (RR) kali/menit, berat badan (BB) dalam Kilogram (Kg), dan tinggi
badan (TB) dalam centimeter (Cm).
3) Body Systems:
a) Pernapasan (B1: Breathing)
Berisikan keadaan umum organ pernafasan yaitu hidung apakah terdapat sumbatan,
perlukaan atau lainnya yang dapat menganggu jalan nafas pasien. Kondisi pernafasan
pasien apakah nyeri, dyspnea (sesak nafas), orthopnea (sulit nafas saat tidur), cyanosis
(kebiru-biruan pada kulit), batuk darah, nafas dangkal, apakah ada retraksi dada,
apakah ada sputum, apakah terdapat tracheostomy, atau apakah pasien menggunakan
respirator (alat bantu nafas). Lalu apakah pasien memiliki sura nafas tambahan seperti
wheezing, ronchi, rales, crackles dan lokasinya berada dimana. Inspeksi bagian dada
apakah simetris, apakah ada perlukaan, dan keadaan lainnya disekitar dada.
b) Cardiovaskuler (B2: Bleeding)
Berisikan keluhan-keluhan yang dirasakan pasien terutama yang berkaitan dengan
blleding seperti nyeri dada, pusing, kram kaki, palpitasi (berdegup kencang), clubbing
finger (kelainan pada kuku), keadaan pada suara jantung apakah normal atau apakah
terdapat kelainan, apakah terdapat edema disekitar lokasi jantung, palpebral, anasarka,
ekstremitas atas, ekstemitas bawah, ascites, tidak ada, atau lainnya.
c) Persyarafan (B3: Brain)
Berisi keadaan pasien saat ini keadaan secara umum seperti apakah pasien coma,
apatis, composmmetis, somnolent, spoor, atau gelisah. Bagaimana hasil Glasgow
Coma Scale (GCS) yang meliputi mata, kesadaran, dan verbal. Lakukan inspeksi dan
palpasi di area kepala dan wajah, bagaiman keadaan mata, konjungtiva, pupil, leher,
reflek sensori (pendengaran, penciuman, pengecapan, penglihatan, dan peraba).
d) Perkemihan-Eliminasi Uri (B4: Bladder)
Berisikan data produksi output cairan dalam mililiter (ml), berapa frekuensinya,
keadaan warna, bau. Apakah urin oliurgi, poliurgi, dysuri, hematuri, nocturi, apakah
pasien merasa nyeri saat kencing, apakah pasien menggunakan kateter, apakah urin
keluar hanya menetes, apakah saat kencing terasa panas, apakah inkotinen, sering,
retensim cystotomi, atau tidak ada masalah.
e) Pencernaan-Eliminasi Alvi (B5: Bowel)
Berisi keadaan organ pencernaan mulai dari mulut, tenggorokan, bagian abdomen,
dan rectum. Apakah pasien mengalami maslaah pencernaan seperti diare, konstipasi,
feses darah, tidak terasa, melena, wasir, apakah pasien menggunakan colostomi,
menggunakan pencahar, penggunaan alat bantu, atau keadaan sulit BAB. konsistensi
dan frekuensi BAB, dan apakah terdapat diet khusus sesuai anjuran dokter.
4) Tulang Otot Integumen (B6: Bone)
Berisi keadaan tulang, otot, dan kulit pasien secara umum. Kemampuan
pergerakan sendi apakah bebas, terbatas, apakah ada parese, paralise, parese, atau
lainnya. Keadaan
ekstermitas atas dan bawah (kelainan, peradangan, fraktur, perlukaan, dan lokasi),
keadaan tulang belakang, keadaan kulit (warna, akral, dan turgol).
5) Sistem Endokrin
Berisikan terapi hormon yang mungkin pernah dilakukan pasien sebelumnya atau
sedang dilakukan, dan riwayat pertumbuhan dan perkembangan fisik.
6) Sistem Reproduksi
Berisikan bentuk alat reproduksi, keadaan. Dan pada pasien perempuan ditambah
data mengenai siklus haid, dan payudara.
7) Pola Aktivitas : Dirumah dan Di Rumah Sakit
Berisikan perbandingan pola aktivitas pasien saat dirumah dengan di rumah sakit
meliputi pola makan, minum, dan kebersihan diri. Baik frekuensi atau kegiatan
dilakukan secara mandiri, bantuan sebagian, dan bantuan total.
8) Istirahat dan aktivitas:
Pola istirahat dan aktivitas keseharian pasien saat dirumah dengan dirumah sakit
baik frekuensi lama/durasi, masalah, dan tingkat ketergantungan.
e. PSIKOSOSIAL SPIRITUAL
Meliputi keadaan sosial interksi pasien, dukungan keluarga, dukungan
teman/kelompok, reaksi saat interaksi, dan konfrik yang mungkin muncul. Bentuk
spiritual seperti konsep ketuhanan, sumber harapan, ritual/ibadah yang dilakukan, sarana
spiritual yang diraharapkan saat ini, adakah upaya kesehatan yang bertentangan dengan
keyakinan dalam beragama, keyakinan ketuhanan, keyakinan kesembuhan, dan presepsi
mengenai penyakit.

f. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Berisikan pemeriksaan penunjang dalam penegakan diagnosis seperti Laboratorium
(uji lab darah lengkap atau sputum), tindakan rontogen (X-Ray, USG, CT-Scan).
g. TERAPI
Berisikan daftar terapi pemberian obat dan tindakan yang akan diberikan kepada
pasien sesuai anjuran dokter setelah hasil pengkajian.
2. Diagnosa Keperawatan Teori
a. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas (mis. Nyeri saat
bernafas, kelemahan otot pernafasan) yang ditandai dengan dispnea, pola nafas
abnormal (mis. Takipnea, brakipnea, hiperventilasi, kussmaul, cheyne-stokess), dan
fase ekspirasi memanjang.
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolus kapiler
yang ditandai dengan dispnea, PCO2 meningkat, PO2 menurun, takikardia, dan bunyi
nafas tambahan.
c. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperplasia dinding jalan nafas
ditandai dengan batuk tidak efektif, sputum berlebih, dan Wheezing.
3. Intervensi Keperawatan Teori

Diagnosa Keperawatan SDKI Tujuan dan Kriteria Hasil SLKI Intervensi Keperawatan SIKI
Dx1 : Bersihan jalan napas tidak efektif Setelah dilakukan intervensi selama
Penyebab 1x24 jam diharapkan bersihan jalan
Fisiologis : napas menjadi efektif dengan kriteria
1. Spasme jalan napas hasil :
2. Hipersekresi jalan napas Bersihan Jalan Napas : Manajemen Jalan Napas –
3. Disfungsi neuromuskuler a. Batuk efektif dari skala 2 (cukup 1..01011
4. Benda asing dalam jalan napas menurun) menjadi 4 (cukup Observasi :
5. Adanya jalan napas buatan meningkat) a. Monitor pola napas
6. Sekresi yang tertelan b. Produksi sputum dari skala 3 (frekuensi, kedalam, usaha
7. Hiperplasia dinding jalan napas (sedang) menjadi 5 (menurun) napas)
8. Proses infeksi c. Dispnea dari skala 2 (cukup b. Monitor bunyi napas
9. Respon alergi meningkat) menjadi 4 (cukup tambahan (mis. Gurgling,
10. Efek agen farmakologis (mis. menurun) mengi, wheezing, ronkhi
Anastesi) d. Frekuensi napas dari skala 3 kering)
Situasional : (sedang) menjadi 5 (membaik) c. Monitor sputum (jumlah,
1. Merokok Aktif e. Pola napas dari skala skala 3 warna, aroma)
2. Merokok Pasif (sedang) menjadi 5 (membaik) Terapeutik :
3. Terpajan Polutan a. Posisikan semi fowler atau
Gejala dan Tanda Mayor fowler
Subjektif : b. Berikan minuman hangat
Tidak Tersedia c. Lakukan fisioterapi dada jika
Objektif : perlu
1. Batuk tidak efektif d. Berikan oksigen
2. Tidak mampu batuk Edukasi :
3. Sputum berlebih a. Anjurkan asupan cairan
4. Mengi, Wheezing dan/ronkhi kering 2000ml/hari
5. Mekonium dijalan napas (pada b. Ajarkan teknik batuk efektif
neonatus) Kolaborasi :
Gejala dan Tanda Minor Kolaborasi pemberian
Subjektif : bronkodilator, ekspektoran,
1. Dispnea mukolitik
2. Sulit bicara
3. Ortopnea Manajemen Batuk Efektif –
Objektif : 1.01006
1. Gelisah Observasi :
2. Sianosis a. Identifikasi kemampuan batuk
3. Bunyi napas menurun b. Monitor adanya retensi
4. Frekuensi napas beubah sputum
5. Pola napas berubah c. Monitor tanda dan gejala
infeksi saluran napas
Terapeutik :
a. Atur posisi semi fowler /
fowler
b. Pasang perlak dan bengkok di
pangkuan pasien
c. Buang sekret pada tempat
sputum
Edukasi :
a. Jelaskan tujuan dan prosedur
batuk efektif
b. Anjurkan tarik napas dalam
melalui hidung selama 4
detik, ditahan selama 2 detik,
kemudian keluarkan dari
mulut dengan bibir dibulatkan
selama 8 detik
c. Anjurkan mengulangi tarik
napas dalam hingga 3 kali
d. Anjurkan batuk dengan kuat
langsung setelah tarikan napas
dalam yang ketiga
Pola Napas : Kolaborasi :
a. Dispnea dari skala 2 (cukup Kolaborasi pemberian mukolitik /
meningkat) menjadi 4 (cukup ekspektoran
menurun)
b. Tekanan ekspirasi dari skala 2 Terapi Oksigen – 1.01026
(cukup menurun) menjadi 4 Observasi :
(cukup meningkat) Monitor kecepatan aliran O2
c. Tekanan inspirasi dari skala 2 Monitor posisi alat terapi O2
(cukup menurun) menjadi 4 Monitor aliran oksigen secara
(cukup meningkat) periodik dan pastikan fraksi
d. Pemanjangan fase ekspirasi dari yang diberikan cukup
skala 2 (cukup meningkat) Monitor efektifitas terapi O2
menjadi 4 (cukup menurun) Monitor tanda-tanda
e. Frekuensi napas dari skala 3 hipoventilasi
(sedang) menjadi 5 (membaik) Monitor tanda dan gejala
toksitasi
Monitor tingkat kecemasan
akibat terapi O2
Terapeutik :
a. Bersihkan sekret pada mulut,
hidung, trakea (jika perlu)
b. Pertahankan kepatenan jalan
napas
c. Siapkan dan atur peralatan
pemberian O2
d. Gunakan perangkat O2 yang
sesuai dengan tingkat
mobilitas pasien
Edukasi :
Ajarkan pasien dan keluarga cara
menggunakan O2 dirumah
Kolaborasi :
Tingkat Nyeri : a. Kolaborasi penentuan dosis O2
a. Keluhan nyeri dari skala 2 (cukup b. Kolaborasi penggunaan
meningkat) menjadi 4 (cukup O2 saat aktivitas dan tidur
menurun)
b. Kesulitan tidur dari skala 2 Manajemen Nyeri – 1.08238
(cukup meningkat) menjadi 4 Observasi :
(cukup menurun) a. Identifikasi lokasi,
c. Pola napas dari skala 3 (sedang) karakteristik, durasi, frekuensi,
menjadi 5 (membaik) kualitas, intensitas nyeri
d. Pola tidur dari skala 3 (sedang) b. Identifikasi skala nyeri
menjadi 5 (membaik) c. Identifikasi respons nyeri non
verbal
d. Identifikasi faktor yang
memperberat dan
memperingan nyeri
e. Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah
diberikan
f. Monitor efek samping
penggunaan analgetik
Terapeutik :
a. Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
b. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
c. Fasilitasi istirahat dan tidur
d. Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam pemilihan
strategi penurunan nyeri
Edukasi :
a. Jelaskan penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
b. Jelaskan strategi meredakan
nyeri
c. Anjurkan monitor nyeri secara
mandiri
Kolaborasi :
a. Kolaborasi pemberian
analgetik
Dx2 : Gangguan pertukaran gas Setelah dilakukan intervensi selama
Penyebab 2x24 jam diharapkan gangguan
1. Ketidakseimbangan ventilasi-perfusi pertukaran gas berkurang dengan
2. Perubahan membran alveolus-kapiler kriteria hasil :
Gejala dan Tanda Mayor Pertukaran Gas : Pemantauan Respirasi –
Subjektif : a. Tingkat kesadaran dari skala 5 1.01014
1. Dispnea (meningkat) tetap pada skala 5 Observasi :
Objektif : (meningkat) a. Monitor frekuensi, irama,
1. PCO2 meningkat/menurun b. Dispnea dari skala 3 (sedang) kedalaman dan upaya napas
2. PO2 menurun menjadi skala 5 (menurun) b. Monitor pola napas
3. Takikardia c. Napas cuping hidung dari skala 3 c. Monitor kemampuan batuk
4. pH arteri meningkat/menurun (sedang) menjadi skala 5 efektif
5. Bunyi napas tambahan (menurun) d. Monitor adanya produksi
Gejala dan Tanda Minor d. PCO2 dari skala 3 (sedang) sputum
Subjektif : menjadi skala 5 (membaik) e. Monitor adanya sumbatan
1. Pusing e. PO2 dari skala 3 (sedang) jalan napas
2. Penglihatan kabur menjadi skala 5 (membaik) f. Palpasi kesimetrisan
Objektif : f. Takikardia dari skala 3 (sedang) ekspansi paru
1. Sianosis menjadi skala 5 (membaik) g. Auskultasi bunyi napas
2. Diaforesis g. pH Arteri dari skala 3 (sedang) h. Monitor saturasi oksigen
3. Gelisah menjadi skala 5 (membaik) i. Monitor nilai AGD (analisa
4. Napas cuping hidung h. Pola Napas dari skala 3 (sedang) Gas Darah)
5. Pola napas abnormal (cepat/lambat, menjadi skala 5 (membaik) Terapeutik :
regular/iregular, dalam/dangkal) a. Atur interval pemantauan
6. Warna kulit abnormal (mis. Pucat, respirasi sesuai kondisi
kebiruan) pasien
7. Kesadaran menurun b. Dokumentasi hasil
pemantauan
Edukasi :
a. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
b. Informasi hasil pemantauan

Dx3 : Pola napas tidak efektif Setelah dilakukan intervensi selama


Penyebab 1x24 jam diharapkan pola napas
1. Depresi pusat pernapasan menjadi efektif dengan kriteria hasil :
2. Hambatan upaya napas (mis. Nyeri Pola Napas : Terapi Oksigen – 1.01026
saat bernapas, kelemahan otot a. Dispnea dari skala 2 (cukup Observasi :
pernapasan) meningkat) menjadi 4 (cukup a. Monitor kecepatan aliran O2
3. Deformitas dinding dada menurun) b. Monitor posisi alat terapi O2
4. Deformitas tulang dada b. Tekanan ekspirasi dari skala 2 c. Monitor aliran oksigen secara
5. Gangguan neuromuskular (cukup menurun) menjadi 4 periodik dan pastikan fraksi
6. Gangguan neurologis (mis. (cukup meningkat) yang diberikan cukup
Elektroensefalogram [EEG] Positif, c. Tekanan inspirasi dari skala 2 d. Monitor efektifitas terapi O2
cedera kepala, gangguan kejang) (cukup menurun) menjadi 4 e. Monitor tanda-tanda
7. Imaturitas neurologis (cukup meningkat) hipoventilasi
8. Penurunan energi d. Pemanjangan fase ekspirasi dari f. Monitor tanda dan gejala
9. Obesitas skala 2 (cukup meningkat) toksitasi
menjadi 4 (cukup menurun)
10. Posisi tubuh yang menghambat e. Frekuensi napas dari skala 3 g. Monitor tingkat kecemasan
ekspansi paru (sedang) menjadi 5 (membaik) akibat terapi O2
11. Sindrom hipoventilasi Terapeutik :
12. Kerusakan inervasi diafragma a. Bersihkan sekret pada mulut,
(kerusakan saraf C5 keatas) hidung, trakea (jika perlu)
13. Cedera pada medula spinalis b. Pertahankan kepatenan jalan
14. Efek agen farmakologis napas
15. Kecemasan c. Siapkan dan atur peralatan
Gejala dan Tanda Mayor pemberian O2
Subjektif : d. Gunakan perangkat O2 yang
1. Dispnea sesuai dengan tingkat
Objektif : mobilitas pasien
1. Penggunaan otot bantu pernapasan Edukasi :
2. Fase ekspirasi memanjang Ajarkan pasien dan keluarga cara
3. Pola napas abnormal (mis, takipnea, menggunakan O2 dirumah
bradipnea, hiperventilasi, kussmaul, Kolaborasi :
cheyne-stokes) a. Kolaborasi penentuan dosis O2
Gejala dan Tanda Minor b. Kolaborasi penggunaan
Subjektif : O2 saat aktivitas dan tidur
1. Ortopnea
Objektif : Latihan Pernapasan – 1.01007
1. Pernapasan pursed-lip Observasi :
2. Pernapasan cuping hidung a. Identifikasi indikasi dilakukan
3. Diameter thoraks anterior-posterior latihan pernapasan
meningkat b. Monitor frekuensi, irama dan
4. Ventilasi semenit menurun kedalaman napas sebelum dan
5. Kapasitas vital menurun sesudah latihan
6. Tekanan ekspirasi menurun Terapeutik :
7. Tekanan inspirasi menurun a. Sediakan tempat yang tenang
8. Eksursi dada berubah b. Posisikan pasien nyaman dan
rileks
c. Tempatkan satu tangan didada
dan satu tangan diperut
d. Pastikan tangan didada
mundur ke belakang dan
telapak tangan diperut maju
kedepan saat menarik napas
e. Ambil napas dalam secara
perlahan melalui hidung dan
tahan selama tujuh hitungan
f. Hitungan kedelapan
hembuskan napas melalui
mulut dengan perlahan
Edukasi :
a. Jelaskan tujuan dan prosedur
latihan pernapasan
b. Anjurkan ulangi 4-5 kali

Pemantauan Respirasi – 1.01014


Observasi :
j. Monitor frekuensi, irama,
kedalaman dan upaya napas
k. Monitor pola napas
l. Monitor kemampuan batuk
efektif
m. Monitor adanya produksi
sputum
n. Monitor adanya sumbatan
jalan napas
o. Palpasi kesimetrisan
ekspansi paru
p. Auskultasi bunyi napas
q. Monitor saturasi oksigen
r. Monitor nilai AGD (analisa
Gas Darah)
Terapeutik :
c. Atur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi
pasien
d. Dokumentasi hasil
pemantauan
Edukasi :
c. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
d. Informasi hasil pemantauan

Tingkat Nyeri : Manajemen Nyeri – 1.08238


a. Keluhan nyeri dari skala 2 (cukup Observasi :
meningkat) menjadi 4 (cukup a. Identifikasi skala nyeri
menurun) b. Monitor keberhasilan terapi
b. Kesulitan tidur dari skala 2 komplementer yang sudah
(cukup meningkat) menjadi 4 diberikan
(cukup menurun) c. Monitor efek samping
c. Pola napas dari skala 3 (sedang) penggunaan analgetik
menjadi 5 (membaik) Terapeutik :
d. Pola tidur dari skala 3 (sedang) a. Berikan teknik
menjadi 5 (membaik) nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
b. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
c. Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam pemilihan
strategi penurunan nyeri
Edukasi :
a. Jelaskan penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
b. Jelaskan strategi meredakan
nyeri
c. Anjurkan monitor nyeri secara
mandiri
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian analgetik
4. Implementasi Keperawatan Teori
Pelaksanaan adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan, kegiatan dalam pelaksanaan juga meliput pengumpulan data lanjutan,
mengobservası respon kilen. selama dan sesudah pelaksanaan tindakan dan menilai data
yang baru. Ada beberapa ketrampilan yang dibutuhkan dalam hal Int. Pertama ,
ketrampilan kognitif. Ketramplian Kognitif mencangkup pengetahuan keperawatan
yang menyeluruh perawat harus mengetahui alasan untuk setiap Intervensi terapeutik,
memahami respon fisiologıs dan psikologis normal dan abnormal, mampu
mengidentifikasi kebutuhan pembelajaran dan pemulangan klien, dan mengenali askep-
askep promotif kesehatan klien dan kebutuhan penyakit. Kedua, ketrampilan
Interpersonal, Ketrampilan ini penting untuk tindakan keperawatan yang efektif.
Perawat harus berkomunikasi dengan jelas kepada klien, tim kesehatan lainnya.
Ketiga anggota ketrampilan psikomotor, ketrampilan ini mencangkup kebutuhan
langsung terhadap perawatan kepada klien, seperti keluarganya dan memberikan
suntikan, melakukan penghisapan tendır, mengatur posisi, membantu kilen memenuhi
aktvitas sehari-han dan lain. tain. (Fitn Nur 2018).
5. Evaluasi
Merupakan tahap akhir dari suatu proses keperawatan yang merupakan perbandingan
sistematis dan rencana tentang kesehatan pasien dengan tujuan untuk menilai apakah
tujuan dalam rencana keperawatan tercapai atau tidak dan untuk melakukan
pengkajian ulang (Fitn Nur 2018).

Anda mungkin juga menyukai