Anda di halaman 1dari 18

BELAJAR DAN PEMBELAJARAN

( BELAJAR KOGNITIF DAN KONSTRUKTIVISME )

Oleh :

Kelompok 2

Ardian Yonanda P (D0321001)

Khoirun Nisa (D0321007)

Adam Susilo N (D0321010)

Ardiana Putri W (D0321014)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIV ERSITAS TUNAS PEMBANGUNAN

SURAKARTA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pengajaran identik dengan pendidikan, dalam setiap kegiatan pendidikan adalah untuk
mencapai tujuan pendidikan. Pendidikan merupakan suatu usaha sadar yang dilakukan
dengan proses mendidik, yakni proses dalam rangka mempengaruhi peserta didik agar
mampu menyesuaikan deri dengan lingkungan sehingga dapat menimbulkan perubahan
dalam dirinya yang dilakukan dalam bentuk pembimbingan, pengajaran, dan atau pelatihan.
Yang mana setiap orang berhak mendapatkan pendidikan yang layak. Jadi pendidikan
merupakan kebutuhan pokok yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia yang
berlangsung selama manusia tersebut masih hidup (long life education).
Dalam proses pendidikan, belajar merupakan salah satu element yang tidak dapat
dipisahkan. Belajar merupakan suatu proses perubahan perilaku dan pola pikir yang dialami
oleh seseorang, mislnya dari yang mulanya tidak bisa menjadi bisa, tidak tahu menjadi tahu.
Namun selama proses belajar tentunya tidak terlepas dari kegagalan, oleh sebab itu
teori-teori belajar yang tepat sangat diperlukan guna mempermudah proses belajar. Teori-
teori belajar bermunculan seiring dengan perkembangan teori psikologi. Salah satu diantara
teori belajar yang terkenal adalah teori belajar behavioristik dengan tokohnya B.F.
Skinner, Thorndike, Watson, dan lain-lain. Teori ini bersifat behavioristic, yaiitu lebih
menekankan timbulnya perilaku jasmaniah yang nyata dan dapat diukur.
Namun seiring dengan kemajuan zaman dan perkembangan ilmu pengetahuan,
manusia menemukan beberapa kelemahan dari teori behavioristik, yang menuntut adanya
pemikiran teori belajar yang baru. Dikatakan bahwa, teori-teori behavioristik itu bersifat
otomatis-mekanis dalam menghubungkan stimulus dan respon, sehingga terkesan seperti
kinerja mesin atau robot, padahal setiap manusia memiliki kemampuan mengarahkan diri
(self-direction) dan pengendalian diri (self control) yang bersifat kognitif, dan karenanya ia
bisa menolak respon jika ia tidak menghendaki, misalnya karena lelah atau berlawanan
dengan kata hati, dan proses belajar manusia yang dianalogikan dengan perilaku hewan itu
sangat sulit diterima, mengingat mencoloknya perbedaan karakter fisik dan psikis antara
manusia dan hewan. Hal ini dapat diidentifikasi sebagai kelemahan teori behavioristik
(Budiningsih. 2005).
Hal inilah yang memunculkan berbagai teori belajar yang baru, salah satunya teori
belajar kognitif. Teori belajar kognitif berbeda dengan teori belajar behavioristik, teori belajar
kognitif leih mementingkan proses belajar dari pada hasil belajarnya. Para penganut aliran
kognitif mengatakan bahwa belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan
respon (Budiningsih.2005). Tidak seperti model belajar behavioristik yang mempelajari
proses belajar hanya sebagai hubungan stimulus-respon, model belajar kognitif merupakan
suatu bentuk teori belajar yang sering disebut sebagai model perceptual. Model belajar
kognitif mengatakan bahwa tingkah laku sesorang ditentukan oleh persepsi serta
pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya. Perubahan
Belajar merupakan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat sebaigai tingkah
laku yang nampak.
Teori kognitif juga menekankan bahwa bagian-bagian bahawa dari sistuasi
salingberhubungan dengan seluruh kontek situasi tersebut. Memisah-misahkan atau
membagi-bagi situasi /materi pelajaran menjadi komponen-komponen yang kecil-kecil dan
mempelajarinya secara terpisah-pisah, akan kehilangan makna. Teori ini berpandangan
bahwa belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan, retensi, pengolahan
infirnasi, emosi, dan aspek-aspek kejiwaan lainnya. Belajar merupakan aktifitas yang
melibatkan proses berfikir yang ssangat komplek. Proses belajar terjadi antara lain mencakup
pengaturan stimulus yang ditrerima dan menyesuaikannya dengan struktur kognitif yang
sudah dimiliki dan sudah terbentuk dalam diri sesorang berdasarkan pemahman dan
pengalaman-pengalaman sebelumnnya.
Untuk lebih jelasnya, dalam makalah ini akan dijelaskan mengenai pandangan teori
kognitif tentaang belajar, teori pengolahan informasi tentang belajar, teori kontruktivisme
tentang belajar, dan teori lupa dan ingat.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah pandangan teori kognitif terhadap belajar?
2. Bagaimanakah teori pengolahan informasi tentang belajar?
3. Bagaimanakah teori kontruktivisme tentang belajar?
4. Bagaimanakah pengertian lupa dan ingat?

C. Tujuan
1. Mahasiswa dapat menjelaskan pandangan teori kognitif terhadap belajar.
2. Mahasiswa dapat menjelaskankah teori pengolahan informasi tentang belajar.
3. Mahasiswa dapat menjelaskankah teori kontruktivisme tentang belajar.
4. Mahasiswa dapat menjelaskankah lupa dan ingat.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pandangan tentang belajar


Belajar merupakan ciri khas manusia yang membedakannya dengan binatang. Belajar
yang dilakukan manusia merupakan bagian hidupnya dan berlangsung seumur hidup. Dalam
belajar, peserta didik yang lebih penting sebab tanpa peserta didik tidak ada proses belajar.
Oleh karena itu tenaga pengajar perlu memahami terlebih dahulu teori belajar, karena
membantu pengajar untuk memahami proses belajar yang terjadi didalam diri peserta didik,
dengan kondisi ini pengajar dapat mengerti kondisi-kondisi dan faktor-faktor yang
mempengaruhi, memperlancar atau menghambat proses belajar.
Teori ini merupakan sumber hipotesis atau dugaan-dugaan tentang proses belajar yang
dapat diuji kebenarannya melalui eksperimen atau penelitian, dengan demikian dapat
meningkatkan pengertian seseorang tentang proses belajar mengajar.
Secara umum semua teori belajar dapat kita kelompokkan menjadi empat golongan
atau aliran yaitu:
a. Teori Belajar Behavioristik,
b. Teori Belajar Kognitif,
c. Teori Belajar Humanistik, dan
d. Teori Belajar Sibernetik.
Secara bahasa, kognitif berasal dari bahasa latin “cogitare” yang berarti berfikir
(Nasution.2011). Dalam pekembangan selanjutnya, kemudian istilah kognitif ini menjadi
populer sebagai salah satu wilayah psikologi manusia/satu konsep umum yang mencakup
semua bentuk pengenalan yang meliputi setiap perilaku mental yang berhubungan dengan
masalah pemahaman, memperhatikan, memberikan, menyangka, pertimbangan, pengolahan
informasi, pemecahan masalah, kesengajaan, pertimbangan, membayangkan, memperkirakan,
berpikir dan keyakinan.
Sedangkan secara istilah dalam pendidikan Kognitif adalah salah satu teori diantara
teori-teori belajar dimana belajar adalah pengorganisasian aspek-aspek kognitif dan persepsi
untuk memperoleh pemahaman. Dalam model ini, tingkah laku seseorang ditentukan oleh
persepsi dan pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan, dan perubahan
tingkah laku, sangat dipengaruhi oleh proses belajar berfikir internal yang terjadi selama
proses belajar (Rasyidin. 2011).
Psikologi kognitif menyatakan bahwa perilaku manusia tidak ditentukan oleh
stimulus dari luar dirinya, melainkan oleh faktor yang ada pada dirinya sendiri. Faktor-faktor
internal itu berupa kemampuan atau potensi yang berfungsi untuk mengenal dunia luar, dan
dengan pengenalan itu manusia mampu memberikan respon terhadap stimulus. Berdasarkan
pandangan tersebut, teori kognitif memandan belajar sebagai proses pemfungsian unsur-unsur
kognisi, terutama pikiran, untuk dapt mengenal dan memahami stimulus yang datang dari
luar. Dengan kata lain, aktivitas belajar pada diri manusia ditekankan pada proses internal
dalam berpikir, yakni proses pengolahan informasi (Anni.2006).
Arti Penting Perkembangan Kognitif Bagi Proses belajar siswa
Tidak dapat dipungkiri lagi, bahwa antara proses perkembangan dengan proses belajar
mengajar yang dikelola para guru “benang merah” yang mengikat kedua proses tersebut.
Demikian eratnya ikatan benang merah itu, sehingga hampir tak ada proses perkembangan
siswa, baik jasmani maupun rohaninya yang sama sekali terlepas dari proses belajar mengajar
sebagai proses pendidikan. Program pengajaran disekolah yang baik adalah yang mampu
memberikan dukungan besar kepada para siswa dalam menyelesaikan tugas-tugas
perkembangan mereka.
Program pengajaran di sekolah yang baik adalah yang mampu memberikan dukungan
besar kepada para siswa dalam menyelesaikan tugas-tugas perkembangan mereka. Setiap
guru sekolah layaknya memahami seluruh proses dan tugas perkembangan manusia,
khususnya yang berkaitan dengan masa prayuwana dan yuwana yakni anak-anak dan remaja
yang duduk di sekolah-sekolah dasar atau ibtidaiyah dan menengah. Pengetahuan mengenai
perkembangan dengan segala aspeknya itu sangat banyak manfaatnya, antara lain:
a. Guru dapat memberikan layanan bantuan dan bimbingan yang tepat kepada para siswa
dengan pendekatan yang relevan dengan tingkat perkembangannya.
b. Guru dapat mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan timbulnya kesulitan belajar siswa
tertentu, lalu segera mengambil langkah-langkah penanggulangan yang tepat sesuai dengan
tahap perkembangannya.
c. Guru dapat mempertimbangkan waktu yang tepat dalam memulai aktivitas proses belajar
mengajar bidang studi tertentu untuk sekelompok siswa dalam fase perkembangan tertentu.
d. Guru dapat menemukan dan menetapkan tujuan-tujuan pengajaran materi pelajaran atau
pokok bahsan pengajaran tertentu sesuai dengan kemampuan psikiologi sekelompok siswa
dalam fase perkembangan tertentu.
Menurut Muhammad Surya (Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran,2003:41)
terhadap teori perkembangan kognitif Piaget dalam pengajaran yaitu:
a. Memberikan peluang kepada anak agar anak bias belajar sesuai dengan tahap
perkembangannya.
b. Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa oleh karena itu dalam mengajar,
guru hendaknya menggunakan bahasa yang sesuai dengan kemampuan cara berfikir anak.
c. Bahan yang dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
d. Anak-anak akan lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik, artinya guru
harus membantu agar anak dapat berinteraksi dengan lingkungan dengan sebaik-baiknya.
(MJ,Ustad.2012:46-50)
B. Teori Belajar Pengolahan informasi
Berbagai informasi yang memasuki pikiran setiap orang adalah melalui alat-alat
pengindraan, seperti melihat,mendengar,atau merasaakan.Setiap informasi yang masuk ke
dalam alat pengindraan itu sebagian ada yang diabaikan, dan ada yang masuk ke dalam alat
pengindraan tanpa disadari. Namun ada sebagian informasi yang disimpan sebentar dalam
memori dan dilupakan (Rifa’I,2012)
Memori12sangat penting bagi kehidupan manusia. Memori merupakan hal yang
sangat vital dalam kehidupan manusia. Mengingat identitas diri, masa lalu, interaksi sosial,
bahkan kemampuan memori dibutuhkan untuk mengerjakan tugas-tugas yang kompleks.
Menyadari fungsi memori yang vital, maka muncul banyak keinginan untuk meningkatkan
kemampuan memori (Julianto,2011)
Terkait dengan rangkaian proses memori, memori sensori adalah proses awal sebelum
proses short-term memory ataupun long-term memory. Memori sensori atau sensory storage
atau sensory register akan merekam informasi atau stimulus yang masuk dan ditangkap oleh
panca indera seperti visualiasai melalui mata, auditori melalui telinga, rabaan melalui kulit,
bau melalui hidung maupun rasa lewat lidah. Informasi yang masuk ini dapat dideteksi
melalui salah satu panca indera atau bisa juga melalui kombinasi panca indera (Atkinson,
1994).
Ketika informasi itu terekam maka akan ada dua kemungkinan yang dipengaruhi oleh
perhatian (attention). Apabila informasi itu tidak mendapatkan perhatian maka informasi itu
akan rusak dan hilang (decay). Namun bila mendapatkan perhatian, maka informasi itu akan
diproses lebih lanjut ke dalam short-term memory (Styles,1997). Sifat yang dimiliki memori
sensori ini antara lain adanya kemampuan menyimpan informasi yang sangat cermat dan
waktu pemprosesan informasi pada memori sensori ini pendek.

1. Penampungan Kesan-kesan Penginderaan Jangka Pendek (STSS)


Penampungan kesan-kesan penginderaan jangka pendek atau sering disevut juga
memori inderawi merupakan komponen yang berfungsi menerima informasi baru. Komponen
ini berfungsi menerima dan menahan informasi dalam waktu yang sangat singkat. Dalam
jumlah yang sangat banyak yang dihasilkan dari proses pengindraan dan menahannya dalam
waktu yang singkat, yakni tidak lebih dari sua detik. Apabila informasi itu tidak diperhatikan,
maka informasi itu akan hilang.
Gage dan Berliner (1984) menyatakan bahwa stimulus yang berasal dari luar sebagian
besar mampu membangkitkan respon seseorang. Respon ini terfokus pada stimulus, sehingga
seseorang dapat memutuskan apakah ingin memperhatikan secara lebih dekat, atau
menghindarinya. Stimulus yang mampu membangkitkan perhatian itu dapat dikelompokkan
ke dalam empat katagori yaitu:
a. Stimulus Psikofisik
Variasi intensitas ukuran, suara, dan warna suatu stimulus dapat
memunculkan respon tertentu. Pendidik yang mengajar dengan menggunakan metode
ceramah, dan suaranya berirama secara teratur.
b. Stimulus emosional
Banyak stimulus yang mampu membngkitkan respon emosi seseorang. Buku yang
berisi materi bacaan seperti peperangan, penemuan sesuatu yang unik dan menakjubkan,
merupakan materi yang mudah dipelajari dan mudaah di ingat oleh peserta didik, karena isi
bacaan dapat membangkitkan emosi.
c. Stimulus kesenjangan
Stimulus yang mampu membangkitkan perhatian sebagian tergantung pada efek
kebaharuan, kompleksitas, dan keunikannya. Stimulus itu mampu menarik perhatian karena
memiliki karakteristik lain daripada yang lain. Contoh: dalam proses pembelajaran pendidik
mengajar dengan menggunakan gambar, memberikan sedikit tulisan untuk membrikan
penjelasan.

d. Manding stimuli
Mand merupakan pernyataan verbal yang memiliki konsekuensi tinggi. Dalam
pembelajaran misalnya, pendidik pada waktu menjelaskan materi pembelajaran tiba-tiba
menceritakan Sesuatu yang berhubungan dengan kehidupan di sekitar peserta didik.

2. Memori Jangka Pendek (STM) dan Memori Kerja (WM)


Kapasitas penampungan ini terbatas, kurang lebih tujuh penggal informasi. Informasi
tidak dalam bentuk penginderaan kasar sebagaimana di dalam STSS. Informasi dapat digeser
oleh informasi baru. STM adalah memori kesadaran, yakni seseorang menyadari adanya
informasi. Memori Kerja (Working Memory) memiliki karakteristik seperti STM.
STM adalah system penyimpanan yang mampu menyimpan sejumlah informasi
selama beberapa detik. Informasi yang masuk kedalam STM dapat berasal dari STSS, atau
dari LTM. Informasi yang berasal dari STSS dan LTM kadang-kadang masuk secara
bersamaan.
Salah satu cara untuk menyimpan informasi ke dalam STM adalah memikirkan atau
mengucapkannya secara terus-menerus. Proses mempertahankan informasi di dalam STN
melalui pengulangan disebut rehersal.
Dalam proses pembelajaran di kelas, pendidik harus memberi waktu kepada peserta
didik agar memiliki kesempatan untuk melakukan rehersal. Mengajar terrlalu banyak
informasi dan terlalu cepat tidak akan efektif karena peserta didik tidak memiliki kesempatan
melakukan rehersal pada setiap bagian informasi yang harus disimpan di dalam
memorinya(Rifa’i, 2012).

3. Memori Jangka Panjang (LTM)


Memori jangka panjang adalah bagian dari system memori dimana sesorang
menyimpan informasi untuk periode waktu yang sangat lama. LTM memiliki kapasitas tidak
terbatas dalam penyimpan informasi. Informasi yng telah disimpan tidak ada yang hilang
karena lupa.
Para teorisi belajar kognitif mebagi memori jangka panjang ke dalam tiga bagian,
yaitu:
a. Memori episodic
Memori episodic merupakan memori tentang penglaman personal, yakni semacam
gambaran mental mengenai sesuatu yang telah dilihat atau di dengar. Memori ini sukar
dilacak kembali karena episode kehidupan seseorang seringkali muncul secara berulang-
ulang, sehingga episode terakhir bercampur dengan memori sebelumnya.
b. Memori semantic
Berisi tentang fakta dan informasi tergenaralisasi yang telah diketahui sebelumnya,
konsep-konsep, prinsip dan cara menggunakan informasi tersebut, serta keterampilan
pemecahan masalah dan strategi belajar.
c. Memori procedural
Menunjuk pada pengetahuan tentang cara mengerjakan sesuatu, terutama dalam
tugas-tugas fisik. Jenis memori ini disimpan di dalam serangkaian pasangan stimulus-respon
(Rifa’i, 2012).

C. Teori Belajar Konstruktivisme


Teori belajar konstruktivitik menyatakan bahwa pendidik tidak dapat memberikan
pengetahuan kepada peserta didik. Sebaliknya, peserta didik harus mengontruksikan
pengetahuannya sendiri. Adapun peran pendidik adalah:
a. Memperlancar proses pengontruksian pengetahuan dengan cara membuat informasi secara
bermakna dan relevan dengan peserta didik,
b. Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengungkapkan atau menerapkan
gagasannya sendiri, dan
c. Menbimbing peserta didik untuk menyadari dan secara sadar menggunakan strategi
belajarnya sendiri (Slavin, 1994).
Dengan demikian fungsi utama pendidik adalah menyediakan tangga pemahaman
yang puncaknya merupakan bentuk pemahaman paing tinggi, dan peserta didik harus menaiki
tangga tersebut.
Intisari dari teori belajar kontriktivisme adalah bahwa belajar merupakan proses
penemuan (discovery) dan transformasi informasi kompleks yang berangsung pada diri
seseorang. Individu yang sedang belajar dipandang sebagai orang yang secara konstan
memeriksa informasi baru untuk dikonfirmasikan dengan prinsip yang telaah dimiliki,
kemudian merevisi prinsip tersebut apabila sudah tidak sesuai dengan informasi yang baru
diperoleh. Agar peserta didik mampu melakukan kegiatan belajar, maka ia harus melibatkan
diri secara aktif dalam pembelajaran (Rifa’i. 2012).
Menurut teori rekonstrivistik, belajar berarti mengkontruksi makna atas informasi dan
masukan-masukan yang masuk ke dalam otak. Belajar yang bersifat konstruktif ini sering
digunakan untuk menggambarkan jenis belajar yang terjadi selama penemuan ilmiah,
invention, diplomasi, dan pemecahan masalah kreatif di dalam kehidupan sehari-hari. Belajar
yang bersifat konstruktif ini seperti halnya aktivitas belajar yang dilakukan para ilmuan.

1. Asumsi tentang belajar


Teori belajar konstruktivisme menyampaikan perubahan paradigm dari pendidikan
berdasarkan aliran behaviorisme kepada pendidikan berdasarkan teori kognitif. Teori
behaviorisme memfokuskan pada tujuan, tingkat pengetahuan, dan penguatan. Sementara itu
teori konstruktivisme memfokuskan pada peserta didik mengkonstruktisikan pengetahuannya
sendiri melalui interaksi dengan lingkungannya. Berdasarkaan pada pemikiran itu,
selanjutnyya teori konstruktivisme menetapkan empat asumsi tentang belajar sebagai berikut:
a. Pengetahuan secara fisik dikonstruksikan oleh pesserta didik yang terlibat dalam belajar
aktif.
b. Pengetahuan secara simbolik dikonstruksikan oleh peserta didik yang membuat representasi
atas kegiatannya sendiri.
c. Pengetahuan secara social dikontruksikan oleh peserta didik yang menyampaikan maknanya
orang lain.
d. Pengetahuan secara teoritik dikontruksikan oleh peserta didik yang mencoba menjelaskan
objek yang tidak benar-benar dipahaminya.
2. Stategi belajar
Penentuan strategi belajar umumnya tidak seluruhnya efekktif bagi setiap orang,
artinya mungkin strategi yang digunakan itu efektif untuk seseorang, namun tidak efektif bagi
orang lain. Kebermaknaan strategi belajar yang efektif itu tergantung pada karakteristik
individu dalam belaajar, dan penggunaan strategi belajar dalam mempelaajari sesuatu.
Rohwer (Slavin, 1994) menyajikan beberapa prinsip belajar yang efektif sebagai
berikut:
a. Spesifikasi (Specification) . Strategi belajar itu hendaknya sesuai dengan tujuan belajar dan
karakteristik peserta didik yang menggunakannya. Misalnya, strategi belajar yang sama dapat
efektif bagi anak laki-laki namun tidak efektif bagi ank perempuan. Belajar sambil menulis
ringkasan mungkin lebih efektif bagi seseorang, namun tidak efektif bagi orang lain.
b. Pembuatan (Generativity). Strategi belajar yang efektif yaitu yang memungkinkan seseorang
mengerjakan kembali materi yang telah dipelajari, dan membuat sesuatu menjadi baru.
Strategi belajar itu hendaknya mampu melibatkan pengolahan mental tingkat tinggi pada diri
seorang. Misalnya, membuat ringkasan dari bacaan dan mebuat pertanyaan unttuk orang lain,
menyusun tulisan kedalam bentuk garis besar, dan membuat diagram yang menghubungkan
antar gagasan.
c. Pemantauan yang efektif ( Effective Monitoring). Pemantauan yang efektif yaitu berarti
bahwa peserta didik mengetahui kapan dan bagaimana cara menerapkan strategi belajarnya
dan bagaimana cara menyatakannya bahwa straategi yang digunakan itu bermanfaat.
d. Kemujaraban personal ( Personal Efficacy ). Peserta didik harus memiliki kejelasan bahwa
belajar akan berhasil apabila dilakukan dengan sungguh-sungguh. Dalam hal ini pendidik
dapat membantu peserta didik dengan cara menyelenggarakan ujian berdasarkan pada materi
yang telah dipelajari.

Berdasarkan pada prinsip-prinsip penggunaan strategi belajar tersebut, Slavin


(1994)menyarankan 3 strategi belajar yang dapat digunakan untuk belajar yang efektif, yaitu :
a. Membuat catatan
Strategi yang paling banyak digunakan pada waktu belajar dari bacaan maupun belajar
dari mendengarkan ceramah adalah membuat catatan. Strategi ini akan menjadi efektif untuk
materi belajar tertentu karena mempersyaratkan pengolahan mental untuk memperoleh
gagasan utama tentang materi yang telah dipelajaridan pembuatan keputusan tentang
gagasan-gagasan apa yang harus ditulis.
b. Belajar kelompok
Belajar kelompok ini memungkinkan peseta didik membahas materi yang telahdibaca
atau didengar di kelas. Banyak penelitian menemukan bahwa peserta didik yang belajar
kelompok akan belajar dan mengingat apa yang telah dipelajari secara lebih baik
dibandingkan dengan peserta didik belajar sendiri. Alasannya adalah setiap individu dalam
kelompok belajar dapat bertindak sebagai penyaji materi dan sekaligus menjadi pendengar.
Posisi penyaji dan pendengar ini dapat dilakukan secara bergantian sehingga seluruh individu
dalam kelompok memiliki pemahaman yang sama terhadap materi yang dipelajari.
c. Metode PD4R
Strategi belajar ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan daya ingat peserta
didik terhadap materi yang dipelajari. PQ4R merupakan singkatan dari Preview, Question,
Read, Recite dan Review (Robinson dalam Slavin, 1994). Prosedur yang digunakan dalam
metode ini adalah sebagai berikut:
a. Preview
Mensurvai atau membaca dengan cepat materi yang dibaca untuk mempeeroleh gagasan
utama dari pengorganisasian materi dan topic serta sub-topik.
b. Question
Membuat pertanyaan untuk dirinya sendiri mengenai materi yang dibaca. Gunaan judul untuk
merumuskan pertanyaan seperti apa, mengapa, kapan, dimana, siapa, dan bagaimana (4 W
dan 1 H)
c. Read
Membaca materi. Jangan menulis terlebih dahulu. Coba susun jawaban atas pertanyaan yang
telah dirumuskan pada saat membaca.
d. Reflect on the Material
Memahami dan membuat kebermaknaan informasi yang disajikan dengan cara:
(a) Menghubungkan meteri yang sedang dibaca dengan pengetahuan yang yang telah dimiliki,
(b) Menghbungkan sub-tropik di dalam bacaan dengan konsep atau prinsip yang penting,
(c) Memecahkan informasi yang kontradiktif,
(d) menggunakan materi untuk memcahkan masalah yang disarankan oleh matri bacaan
e. Recite
Praktik mengingat informasi dengan cara menyatakan secara lisan terhadap hal-hal penting,
ajukan pertanyaan dan jawab sendiri.
f. Review
Review secara aktif atas materi yang telah dipelajari, fokuskan pada pertanyaan yang telah
dirumuskan dan baca kembali materi yang mendukung jawaban atas pertanyaan yang telah
dirumuskan sendiri (Rifa’i. 2012).
Meskipun paradigma pembelajaran kontruktivistik telah dikenal sejak tahun 1710,
tetapi pada kenyataannya pradigma pembelajaran yang dikembangkan di sekolah lebih
didominasi oleh pembelajaran behavioristik. Atas dasar beberapa kajian ternyata model
behavioristik memiliki beberapa kelemahan antara lain terlalu mekanistik dan kurang mampu
mengembangkan potensi siswa secara optimal. Sehingga sebagai jawaban atas kelemahan
tersebut maka diskusi dan kajian model pembelajaran konstruktivistik menjadi makin marak
karena dianggap lebih baik daripada model behavioristik dalam mengembangkan potensi
siswa.
Maraknya diskusi dan kajian tentang pendekatan pembelajaran konstruktivistik
biasanya lebih diarahkan pada apa dan bagaimana pembelajaran konstruktivistik itu
diterapkan. Kajian tentang apa pembelajaran konstruktivistik biasanya dilakukan dengan
mengkontraskan antara pendekatan pembelajaran konstruktivistik dengan pendekatan
pembelajaran lainnya (behavioristik). Kajian tentang kemengapaan masih terlalu jarang. Oleh
sebab itu pada artikel ini penulis bermaksud mendeskripsikan beberapa teori yang melandasi
pembelajaran konstruktivistik untuk memperkaya bahasan tentang kemengapaan
pembelajaran konstruktivistik.
Pandangan konstruktivistik dilandasi oleh teori Piaget tentang skema, asimilasi,
akomodasi, dan equilibration, konsep Zone of Proximal Development (ZPD) dari Vygotsky,
teori Bruner tentang discovery learning, teori Ausubel tentang belajar bermakna, dan
interaksionisme semiotik. Berikut ini akan dideskripsikan beberapa teori yang melandasi
pendekatan konstruktivistik.
a. Skema
Skema adalah suatu struktur mental atau kognitif yang dengannya
seseorang secara intelektual beradaptasi dan mengkoordinasi lingkungansekitarnya. Skema
itu akan beradaptasi dan berubah selama perkembangan mental anak. Skema bukanlah benda
nyata yang dapat dilihat, melainkan suatu rangkaian proses dalam sistem kesadaran orang,
maka tidak memiliki bentuk fisik dan tidak dapat dilihat. Skema adalah hasil kesimpulan atau
bentukan mental, konstruksi hipotesis, seperti intelek, kreativitas, kemampuan, dan naluri
(Wadsworth, 1989).
Skema tidak pernah berhenti berubah atau menjadi lebih rinci. Skema seorang anak
berkembang menjadi skema orang dewasa. Gambaran dalam pikiran anak menjadi semakin
berkembang dan lengkap. Misalnya anak yang sedang berjalan dengan ibunya melihat seekor
kuda. Lalu ibunya bertanya, “Apa nama binatang itu nak?” Karena anak tersebut baru kali itu
melihat kuda dan sudah sering melihat sapi, maka ia menjawab “Itu sapi”. Anak tersebut
melihat ada sesuatu yang sama antara kuda dengan konsep sapi yang ia punyai, yaitu berkaki
empat, bermata dua, bertelinga dua, dan berjalan merangkak. Anak tersebut belum dapat
melihat perbedaannya, melainkan melihat kesamaannya antara sapi dengan kuda. Bila anak
mampu melihat perbedaannya, ia akan mengembangkan skemanya tentang kuda, tidak
sebagai sapi lagi.
b. Asimilasi
Asimilasi adalah proses kognitif yang dengannya seseorang mengintegrasikan persepsi,
konsep, atau pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya.
Asimilasi dapat dipandang sebagai suatu proses kognitif yang menempatkan dan
mengklasifikasikan kejadian atau rangsangan yang baru dalam skema yang telah ada.
Asimilasi tidak menyebabkan perubahan skema, melainkan memperkembangkan skema.
Misalnya, seseorang yang baru mengenal konsep balon, maka dalam pikiran orang itu
memiliki skema “balon”. Kalau ia mengempeskan balon itu kemudian meniupnya lagi sampai
besar dan meletus atau mengisinya dengan air sampai besar, ia tetap memiliki skema tentang
balon. Perbedaannya adalah skemanya tentang balon diperluas dan terici lebih lengkap,
bukan hanya sebagai balon yang menggelembung karena terisi udara, melainkan balon
dengan macam-macam sifatnya. Asimilasi merupakan salah satu proses individu dalam dunia
sekitarnya. Karena skema itu suatu konstruksi, maka bukan tiruan dari kenyataan dunia yang
ada. Menurut Piaget, proses asimilasi dan akomodasi ini terus berjalan dalam diri seseorang.
Dalam contoh pengalaman anak di atas, ia akan terus mengembangkan skemanya tentang
kaki binatang bila dijumpainya pengalaman yang berbeda, misalnya bahwa ada juga binatang
yang tidak berkaki.
c. Equilibration
Proses asimilasi dan akomodasi perlu untuk perkembangan kognitif seseorang. Dalam
perkembangan intelek seseorang diperlukan keseimbangan antara asimilasi dengan
akomodasi. Proses ini disebut equilibrium, yaitu pengaturan diri secara mekanis untuk
mengatur keseimbangan proses asimilasi dan akomodasi. Disequilibrium adalah keadaan
tidak seimbang antara asimilasi dan akomodasi. Equilibration adalah proses dari
disequilibrium ke equilibrium. Proses tersebut berjalan terus dalam diri individu melalui
asimilasi dan akomodasi. Equilibration membuat seseorang dapat menyatukan pengalaman
luar dengan struktur dalamnya (skema). Bila terjadi ketidakseimbangan, maka seseorang
terpacu untuk mencari keseimbangan dengan jalan asimilasi atau akomodasi.
D. Lupa dan Ingat
Lupa ialah peristiwa tidak dapat memproduksikan tanggapan-tanggapan kita, sedang
ingatan kita sehat. Adapula yang mengartikan lupa sebagai suatu gejala di mana informasi
yang telah disimpan tidak dapat ditemukan kembali utnuk digunakan.
1. Proses Terjadinya Lupa
Daya ingatan kita tidak sempurna. Banyak hal-hal yangpernah diketahui, tidak dapat
diingat kembali atau dilupakan. Dewasa ini ada empat cara untuk menerangkan proses lupa
keempatnya tidak saling bertentangan, melainkan saling mengisi.
a. Apa yang telah kita ingat, disimpan dalam bagian tertentu diotak kalau materi yang harus
diingat itu tidak pernah digunakan, maka karena proses metabolisme otak, lambat laun jejak
materi itu terhapus dari otak sehingga kita tidak dapat mengingatnya kembali. Jadi, karena
tidak digunakan, materi itu lenyap sendiri.
b. Mungkin pula materi itu tidak lenyap begitu saja, melainkan mengalami perubahan-
perubahan secara sistematis, mengikuti prinsip-prinsip sebagai berikut:
 Penghalusan: materi berubah bentuk ke arah bentuk yang lebih simatris, lebih halus dan
kurang tajam, sehingga bentuk yang asli tidak diingat lagi.
 Penegasan: bagian-bagian yang paling mencolok dari suatu hal adalah yang paling
mengesankan. Karena itu, dalam ingatan bagian-bagian ini dipertegas, sehingga yang diingat
hanyalah bagian-bagian yang mencolok, sedangkan bentuk keseluruhan tidak begitu diingat.
 Asimilasi: bentuk yang mirip botol misalnya, akan kita ingat sebagai botol, sekalipun bentuk
itu bukan botol. Dengan demikian, kita hanya ingat sebuah botol, tetapi tidak ingat bentuk
yang asli. Perubahan materi di sini disebabkan bagaimana wajah orang itu tidak kita ingat
lagi.
Kebanyakan peristiwa lupa terjadi karena informasi dalam STM tidak pernah
ditransfer ke LTM. Tetapi bisa juga lupa itu terjadi karena seseorang kehilangan
kemampuannya didalam mengingat informasi yang telah ada di dalam LTM. Salah satu
alasan orang mengalami lupa adalah karena faktor interferensi. Interferensi terjadi apabila
informasi bercampur dengan atau tergeser oleh informasi lain. Salah satu bentuk interferensi
adalah ketik orang mengalami hambatan dalam melakukan rehersal atas informasi yang
dimiliki karena adanya informasi lain.
Interferensi itu terjadi dalam dua bentuk, yaitu :
a. Interferensi retroaktif, disebut juga inhibisi retroaktif. Interferensi retroaktif terjadi apabila
informasi yang telah dipelajari mengganggu peserta didik dalam mempelajari informasi
berikutnya.
b. Interferensi proaktif, disebut juga inhibisi proaktif. Interferensi proaktif terjadi apabila
informasi yang baru dipelajari mengganggu seseorang dalam mengingat informasi yang telah
dipelajari sebelumnya.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan teori belajar kognitif di atas, dapat kami simpulkan sebagai berikut:
1. Belajar sebagai proses pemfungsian unsur-unsur kognisi terutama pikiran, untuk dapat
mengenal dan memahami stimulus yang datang dari luar. Dengan kata lain, aktivitas belajar
manusia ditentukan pada proses internal dalam berpikir yakni pengolahan informasi.
2. Teori belajar kognitif lebih menekankan arti penting proses internal, mental manusia.
Tingkah laku manusia yang tampak, tak dapat diukur dan diterangkan tanpa melibatkan
proses mental, seperti: motivasi, kesengajaan, keyakinan dan sebagainya.
3. Teori belajar kontriktivisme adalah bahwa belajar merupakan proses penemuan (discovery)
dan transformasi informasi kompleks yang berangsung pada diri seseorang.
4. Perilaku manusia tidak ditentukan oleh stimulus yang berada diluar dirinya, melainkan oleh
faktor yang ada pada dirinya sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

Anni, T. 2006. Psikologi Belajar. Semarang: Unnes.

Atkinson, R.L., Atkinson, R.C., Smith, E.E., & Bem,D.J.1994. Pengantar psikologi. Batam:
Interaksara.

Budiningsih, A. 2005. Belajar dan pembelajaran. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Julianto,Veri dan Magda Bhinnety Etsem.2011. The Effect of Reciting Holy Qur’an toward
Short-term Memory Ability Analysed trought the Changing Brain Wave.Jurnal Psikologi Vol
38(1).
MJ,Ustad.2012. Teori Perkembangan Kognitif dalam Proses Belajar Mengajar. Jurnal
Edukasi Vol 7 (2).

Nasution, F. 2011. Psikologi Umum, Buku Panduan untuk Fakultas Tarbiyah. Padang: IAIN
SU.
Rasyidin, Nasution, W. 2011. Teori Belajar dan pembelajaran. Medan: Perdana Publishing.
Rifa’i, A. 2012. Psikologi Pendidikan. Semarang: Unnes.

Slavin dalam Rifa’i. 2012. Psikologi Pendidikan. Semarang: Unnes

Styles, E.A.1997. The psychology of attention. UK: Psychology Press.,Ltd

Von Glasersfeld. 1988. Cognition, Construction of Knowledge, and Teaching, Washington


D.C.: National Science Foundation.
Wadsworth.1989.Piaget’s Theory of Cognitive and Affective Development (4th ed.), New
York: Logman.

Anda mungkin juga menyukai