Perforasi membran timpani adalah terjadinya ruptur pada membran timpani sehingga terbentuk
lubang di antara telinga tengah dan telinga luar. Membran timpani adalah jaringan penyambung
yang memisahkan antara telinga tengah dan telinga luar. Struktur ini yang berfungsi untuk
mentransmisikan gelombang suara dan melindungi telinga tengah dari lingkungan luar.[1,2]
Perforasi membran timpani dapat diklasifikasikan berdasarkan lokasi anatomi dan durasi perforasi.
Berdasarkan lokasi anatomi, perforasi membran timpani dapat dibagi menjadi tipe sentral, marginal,
dan atik. Berdasarkan durasi, perforasi membran timpani disebut akut bila terjadi kurang dari 3
bulan dan kronis bila lebih dari 3 bulan.[3,4]
Perforasi membran timpani dapat terjadi pada anak-anak dan dewasa, tetapi lebih sering ditemukan
pada anak-anak karena berkaitan dengan otitis media akut yang umum terjadi pada usia ini. Pada
dewasa, perforasi membran timpani lebih sering disebabkan oleh trauma.
Pada perforasi membran timpani yang disebabkan oleh trauma, lokasi yang sering terlibat adalah
pars tensa kuadran anteroinferior. Jika dibandingkan dengan bagian superior, pars tensa
anteroinferior merupakan bagian yang paling luas, lebih tipis, dan lebih mobile, sehingga lebih
rentan mengalami perforasi.[1,2]
Perforasi akibat barotrauma terjadi akibat perubahan gradien tekanan yang besar atau cepat antara
telinga bagian luar dan tengah. Perforasi membran timpani yang terjadi akibat menyelam
disebabkan oleh perbedaan tekanan antara telinga tengah dan saluran telinga luar (kanalis auditori
eksterna).
Anamnesis
Gejala yang ditimbulkan oleh perforasi membran timpani bervariasi, tergantung pada etiologi yang
mendasari. Manifestasi yang sering dijumpai adalah otorea (terkadang disertai darah), tinitus,
gangguan pendengaran, sensasi penuh pada telinga, dan vertigo. Keluhan tinitus dan vertigo dapat
ditemukan bila ada keterlibatan telinga bagian dalam.
Terapi Suportif
Sebanyak 78–90% kasus perforasi membran timpani dapat sembuh spontan hanya dengan terapi
suportif. Telinga perlu dijaga agar tetap kering untuk menghindari risiko infeksi yang sering
diakibatkan oleh telinga basah. Pada perforasi yang berukuran kecil, sebanyak 94% kasus dapat
menutup spontan dan tidak disarankan untuk menjalani tindakan pembedahan. Bila setelah 6 bulan
tidak terjadi penyembuhan spontan, tindakan miringoplasti atau timpanoplasti perlu dilakukan.
Komplikasi
Komplikasi akibat perforasi membran timpani adalah gangguan pendengaran, tinitus, dan infeksi.
Infeksi seperti otitis media kronis dapat menyebar hingga ke bagian osikular dan menyebabkan
gangguan pendengaran dan mastoiditis. Infeksi juga dapat menyebar hingga mengenai nervus
fasialis dan menyebabkan paralisis. Penyebaran infeksi ke intrakranial dapat menyebabkan abses
otak dan meningitis.
Edukasi Pasien
Pada pasien yang telah mengalami perforasi membran timpani, pasien harus diedukasi untuk
menjaga agar telinga tetap kering, karena saluran telinga yang basah merupakan predisposisi
terjadinya infeksi.