Anda di halaman 1dari 8

1.

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Es krim adalah produk dari campuran yang terdiri dari udara, air, susu mengandung
lemak, padatan susu tanpa lemak, pemanis, penstabil, pengemulsi dan flavor (Marshall,
et al., 2003). Ada 3 komponen struktural utama dari es krim yaitu sel udara, kristal es,
dan globula lemak. Kekerasan es krim dipengaruhi oleh volume fase es, ukuran kristal
es, overrun, destabilisasi lemak dan sifat reologi dari campuran es krim tersebut (Muse
& Hartel,2004). Es krim sangat digemari karena rasanya yang enak namun es krim tidak
memiliki nilai fungsional seperti antioksidan. Saat ini masyarakat cenderung memilih
produk healty food namun penerimaan konsumen juga tidak terlepas dari karakteristik
es krim itu sendiri. Salah satunya adalah warna, hal ini sesuai dengan yang diungkapkan
oleh deMan (1997) yang menjelaskan bahwa bersama – sama dengan bau, rasa dan
tekstur, warna memegang peranan penting dalam penerimaan makanan. Salah satu
bahan yang bisa berfungsi sebagai bahan fungsional dan juga dapat memberikan warna
pada produk adalah Spirulina.

Spirulina memiliki keunggulan dibandingkan jenis bahan pangan lainnya, yaitu


mengandung protein 60-70% dari bobot keringnya (Firdaus et al, 2011). Selain itu
Spirulina juga memiliki daya busa dimana kemampuan total protein terlarut untuk
membentuk busa yang dimiliki oleh isolat protein Spirulina sp yaitu sebesar 58,67%
(Tabita 2012). Daya busa ini akan berpengaruh terhadap tingkat overrun es krim yang
dihasilkan. Spirulina juga mampu menghasilkan pigmen fikosianin berwarna biru.
Fikosianin termasuk kelompok pigmen yang terikat pada protein (biliprotein). Selain
berpotensi sebagai bahan pewarna alami fikosianin juga diketahui memiliki kemampuan
penyembuhan, diantaranya adalah kemampuan sebagai antiradang dan antioksidan (
Romay et al. 2003 dalam Atrika, 2011). Pigmen fikosianin memiliki sifat yang sensitif
terhadap cahaya sehingga perlu perlakuan khusus untuk menghindari perubahan warna
(Vonshak, 1990 dalam Habib et al., 2008). Dari latar belakang tersebut maka Spirulina
dapat diaplikasikan dalam pembuatan es krim sehingga dapat menjadi produk yang
memiliki nilai fungsional namun juga memiliki karakteristik produk seperti yang
diinginkan oleh konsumen.
1
2

1.2. Tinjauan Pustaka

1.2.1.Es Krim
Es krim merupakan makanan beku yang terbuat dari campuran produk-produk susu
dengan presentase lemak susu dalam ukuran tertentu dan dicampur dengan telur serta
ditambah dengan penguat cita rasa dan pewarna tertentu sehingga tampilannya lebih
menarik (Astawan & Astawan, 1988). Es krim memiliki tekstur padat yang terdiri atas
2 fase yaitu fase kontinyu dan fase terdispersi. Fase kontinyu adalah kombinasi air, gula,
hidrokoloid, protein susu dan komponen terlarut lainnya serta padatan tidak terlarut
yang tersuspensi dalam cairan. Sedangkan fase terdispersinya adalah gelembung udara
dan globula lemak. Globula – globula lemak akan berikatan dengan protein susu dan
membentuk lapisan tipis yang menyelubungi tiap gelembung udara yang akan berperan
membentuk stabilitas dan ukuran gelembung udara ( Muse & Hartel,2004).

Ada 3 komponen struktural utama dari es krim yaitu sel udara, kristal es, dan globula
lemak. Destabilisasi lemak , ukuran kristal es dan koefisien konsistensi dari campuran
mempengaruhi laju pencairan dari es krim sedangkan kekerasan dipengaruhi oleh
volume fase es, ukuran kristal es, overrun, destabilisasi lemak dan sifat reologi dari
campuran. Kekerasan es krim diukur sebagai ketahanan suatu es krim untuk berubah
bentuk saat gaya ditetapkan. Es krim dengan kristal es lebih banyak akan lebih keras
dibandingkan dengan kristal es yang lebih sedikit. Kekerasan menurun jika volume fase
es (es sedikit), koefisien konsistensi, ukuran kristal es (pengaturan suhu pembekuan),
konsentrasi destabilisasi lemak menurun dan overrun meningkat (Muse&Hartel,2004).
Kekentalan es krim banyak.dipengaruhi oleh komposisi adonan, jenis dan kualitas
bahan, proses penanganan maupun suhu dan kadar lemak ( Astawan & Astawan, 1998).

Pada umumnya, susu dan susu skim merupakan bahan dasar utama yang digunakan
dalam pembuatan es krim. Industri kecil yang menggunakan bubuk susu skim, biasanya
menambahkan bubuk whey, yang dapat meningkatkan komposisi es krim tersebut.
Cream merupakan sumber lemak susu yang paling baik. Gula yang digunakan dalam
pembuatan es krim adalah sukrosa. Penambahan gula dalam pembuatan es krim selain
memberikan rasa manis juga dapat untuk membentuk struktur es krim. Bahan penstabil
3

dalam pembuatan es krim, berfungsi menyerap air bebas dalam es krim selama
pembekuan dalam freezer (biasanya pada suhu –40C) dan dapat mencegah
pertumbuhan dan pembentukan kristal es yang berukuran besar selama proses
penyimpanan es krim dalam freezer. Bahan emulsifier yang digunakan dalam
pembuatan es krim dapat meningkatkan penyebaran lemak. Penambahan bahan
emulsifier ini dapat digunakan untuk interaksi protein lemak yang dapat membantu
pembentukan tekstur yang halus dan stabil (Gaman & Sherrington, 1994).

Proses pembuatan es krim pada umumnya meliputi beberapa tahap, yaitu pasteurisasi,
homogenisasi, pengocokan adonan, dan pembekuan. Pasteurisasi merupakan proses
yang melibatkan panas dalam waktu tertentu untuk membunuh bakteri pathogen. Suhu
pasteurisasi yang biasa digunakan adalah 630C selama 30 menit atau 710C selam 15
detik (Bennion & Hughes, 1975). Homogenisasi dilakukan dengan tujuan untuk
menghomogenkan bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan es krim serta untuk
memperkecil ukuran globula-globula lemak dan membuatnya lebih terdistribusi secara
luas sehingga dapat menghasilkan es krim dengan tekstur dan massa (body) yang baik
(Potter & Hotchkiss, 1996).

Pengocokan adonan selama proses pembekuan merupakan kunci dalam pembuatan es


krim yang baik. Tujuan dari pengocokan ini adalah untuk mengecilkan ukuran kristal
yang terbentuk. Semakin kecil ukuran kristal es yang terbentuk, semakin lembut es krim
yang dihasilkan. Tindakan pengocokan dan kristalisasi es selama pembekuan es krim
akan mendestabilisasi emulsi lemak dalam adonan. Lemak yang terdestabilisasi akan
memberikan kekuatan dan struktur pada es krim (Adapa et al.,2000). Tahap terakhir
adalah pembekuan yang merupakan proses pada suhu rendah. Tujuan utama dari proses
pembekuan adalah untuk membekukan adonan sampai pada suhu -5,50C, membagi sel-
sel udara pada es krim, membekukan sejumlah air yang ada pada campuran, dan untuk
menggabungkan atau memasukkan udara kedalam campuran. Pembekuan harus
dilakukan secepat mungkin supaya tidak terbentuk kristal es berukuran besar, yang akan
menghasilkan tekstur yang kurang bermutu (Potter & Hotchkiss, 1996).
4

Whipped cream berperan dalam peningkatan overrun es krim. Whipped cream


merupakan hasil produk dari agitasi atau pengocokan krim. Selama proses whipping
atau pembuihan, udara terikat kemudian membentuk foam atau busa serta partikel
lemak berikatan satu sama lain sehingga menghasilkan karakteristik kaku atau keras dan
padat dalam whipped cream. Karena whiiping merupakan tahap awal dari churning,
pemecahan emulsi dapat terbentuk ketika proses whipping dilanjutkan dalam waktu
lama. Gelembung udara terbentuk di sekeliling whipped cream oleh lapisan tipis protein
dan membantu peningkatan overrun es krim ( Bennion & Hughes, 1975).

1.2.2. Spirulina
Spirulina adalah organisme multiseluer yang termasuk kelompok alga hijau biru (blue-
green algae). Tubuhnya berupa filamen berwarna hijau-biru berbentuk silinder dan
tidak bercabang (Richmond 1988). Spirulina mempunyai ukuran 100 kali lebih besar
dari sel darah merah manusia. Spirulina berwarna hijau tua di dalam koloni yang besar.
Warna hijau tua ini berasal dari klorofil dalam jumlah tinggi. Secara alami, Spirulina
mampu tumbuh di perairan danau yang bersifat alkali dan suhu hangat atau kolam
dangkal di wilayah tropis (Tietze, 2004). Mikroalga ini telah lama digunakan sebagai
sumber bahan makanan di Meksiko dan Afrika dan merupakan salah satu sumber
makanan alami paling potensial baik untuk hewan dan manusia. Kandungan proteinnya
yang tinggi mencapai 60-70% (basis kering) serta kandungan asam-asam amino
Spirulina sesuai dengan rekomendasi badan pangan dunia FAO.

Gambar 1. Spirulina dalam Bentuk Bubuk


(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2013)

Hal yang menjadi perhatian utama dari Spirulina adalah kandungan protein, vitamin,
asam amino esential, mineral, dan asam lemak. Dalam bidang kesehatan Spirulina
memiliki banyak manfaat diantaranya adalah meringankan diabetes, mengendalikan
5

kolesterol, penambahan vitamin A, mengatasi kekurangan gizi, membantu penderita


kanker dalam menjalani kemoterapi, mampu memperbaiki kerusakan liver, mengontrol
kegemukan,dan laktasi untuk ibu menyusui. Jenis Spirulina yang bisa dikonsumsi
manusia adalah Spirulina maxima dan Spirulina platensis. Hal ini terlihat dari
kandungan gizi Spirulina yaitu protein sebesar 60%, karbohidrat 15%, lemak 5%,
mineral 7%, dan sisanya vitamin dan fitokimia ( Molly & Lae,2009).

Protein pada Spirulina terdiri dari asam – asam amino seperti isoleusin, leusin,
methionin, phenilalanin, lysin, threonin, tryptophan dan valin serta mengandung asam
amino non esensial. Alga ini juga kaya gamma-linolenic (GLA), dan juga menyediakan
alpha-linolenic acid (ALA), linolenic acid (LA), stearidonic acid (SDA),
eicosapentaeonic (EPA), docosahexaenoic acid (DHA), and arachidonic acid (AA).
Vitamin yang terkandung di dalamnya adalah Vitamin A, vitamin B1, B2, B3, B6, B9,
B12, Vitamin C, Vitamin D, Vitamin E, biotin, niacin dan inositol. Selain hal-hal
tersebut di atas juga sebagai sumber potasium, kalsium, krom, tembaga, besi,
magnesium, manganese, fosfor, selenium, sodium, dan seng (Tietze, 2004). Spirulina
juga mengandung pigmen dengan pigmen utama didalamnya adalah fikosianin (biru),
selain fikosianin pigmen yang terdapat dalam Spirulina adalah klorofil dan karotenoid.
Terkadang juga terdapat fikoitrin yang memberikan warna merah jambu ( Habib et
al,2008).

Penelitian secara in vitro maupun in vivo telah membuktikan bahwa Spirulina


mengandung senyawa yang memiliki aktivitas antioksidan, yaitu kemampuan untuk
mencegah atau menghambat radikal bebas yang menyebabkan kerusakan pada sel
tubuh. Senyawa yang berperan aktif sebagai antioksidan di antaranya pigmen yang
memberikan warna hijau pada Spirulina yaitu klorofil a. Klorofil a merupakan Mg-
tetrapirol yang tersebar luas di organisme fotosintetik tingkat rendah maupun tingkat
tinggi. Pigmen fotosintetik berwarna hijau biru ini memiliki peran yang sangat penting
dalam proses fotosintesis, baik sebagai penangkap cahaya, transfer energi maupun
dalam konversi energi cahaya. Klorofil a memiliki serapan maksimum di daerah 380-
430 nm dan 530-665 nm dalam pelarut organik. Serapan klorofil a yang luas serta
kemampuannya sebagai fotosensitizer membuat molekul ini cenderung tidak stabil
6

terhadap cahaya atau mudah mengalami fotodegradasi. Selain itu kerusakan klorofil
juga dipengaruhi oleh udara atau oksigen dan juga suhu dimana klorofil tidak stabil
terhadap panas ( Christiana et.,all ,2008).

1.2.3. Fikosianin dan Aktivitas Antioksidan


Fikosianin berasal dari bahasa Yunani, ”fiko” berarti alga dan ”sianin” yang berarti biru.
Dalam alga biru, fikosianin merupakan pigmen protein yang paling dominan yaitu
sebesar 20 % berat kering (Arlyza 2005, Ciferri 1983). Fikosianin terdiri dari protein
dan billin (tetrapirol terbuka), memiliki rumus molekul C33H40N4O6 dan berbobot
molekul 587 kDa serta memiliki serapan maksimum di 620 nm. Kromofor tetrapirol
rantai terbuka dari fikobiliprotein terikat dengan rantai polipeptida dengan ikatan
tioeter. Struktur kimia bilin chromophore fikosianin dan bilirubin dilihat pada Gambar 1
sebagai berikut

Gambar 2. Struktur kimia bilin chromophore fikosianin (Atrika, 2011)

Pigmen fikosianin ini dapat larut pada pelarut polar seperti air. Spolaore et al (2006),
melaporkan bahwa pigmen ini berpotensi digunakan sebagai pewarna alami.
Pemanfaatan pigmen fikosianin sebagai bahan pewarna alami pada bahan makanan
telah lama dilakukan. Perusahaan Dainippon Ink & Chemicals (Sakura), bahkan telah
mengembangkan produk dengan bahan dasar pigmen fikobiliprotein dengan nama Lina
Blue. Produk ini telah diaplikasikan pada permen karet, ice sherberts, popsicles,
permen, minuman ringan, dairy product, dan wasabi. Sebagai pewarna alami, pigmen
fikosianin juga berpotensi menjadi pewarna untuk produk kosmetika yang bernilai jual
tinggi. Contoh produk yang telah mereka kembangkan adalah lispstick dan eyeliners
(Spolaore et al., 2006). Selain berpotensi sebagai bahan pewarna alami fikosianin juga
diketahui memiliki kemampuan penyembuhan, yaitu sebagai antiradang dan
antioksidan. Fikosianin, seperti pigmen alami pada umumnya, dapat mengalami
7

kerusakan akibat suhu tinggi. Larutan fikosianin mengalami pemudaran warna sebesar
30% setelah penyimpanan 5 hari dan menjadi bening setelah 15 hari pada suhu 35oC
(Mishra et al. 2008 dalam Atrika 2011).

Antioksidan adalah senyawa kimia yang dapat menyumbangkan satu atau lebih elektron
kepada radikal bebas, sehingga radikal bebas tersebut dapat diredam. Antioksidan
didefinisikan sebagai senyawa yang dapat menunda, memperlambat, dan mencegah
proses oksidasi lipid. Dalam arti khusus, antioksidan adalah zat yang dapat menunda
atau mencegah terbentuknya reaksi radikal bebas (peroksida) dalam oksidasi lipid.
Fikosianin merupakan antioksidan alami yang sangat efektif. Beberapa penelitian telah
membuktikan kemampuannya dalam menangkap radikal bebas. Berdasarkan penelitian
yang dilakukan oleh Romay et al., (2003), fikosianin dapat menangkap radikal bebas
oksigen dan dapat bereaksi dengan antioksidan lain seperti HOCl dan ONOO−. Bahkan
setelah melalui spray dry, fikosianin memiliki aktivitas antioksidan yang sama dengan
fikosianin yang diekstrak dari Spirulina segar. Kromofor dari fikosianin yaitu
fikosianobilin memiliki aktivitas antioksidan yang lebih besar dari alfa-tokoferol,
zaexanthin dan asam kefeat pada konsentrasi yang sama (Hirata et al,. 2004). Spirulina
merupakan genus yang menunjukkan potensi sebagai antioksidan, antimikrobial,
antivirus, dan anti-imflamatori. Beberapa komponen yang berkaitan dengan fungsi
tersebut yang terdapat dalam Spirulina adalah fikosianin, karotenoid,asam fenolat, serta
asam lemak tidak jenuh omega-3 dan omega-6 (Santoyo et al.,2006).

Salah satu uji untuk menentukan aktivitas antioksidan penangkap radikal adalah metode
DPPH (1,1 Diphenyl-2-picrylhidrazyl). Metode DPPH memberikan informasi
reaktivitas senyawa yang diuji dengan suatu radikal stabil. DPPH memberikan serapan
kuat pada panjang gelombang 517 nm dengan warna violet gelap. Penangkap radikal
bebas menyebabkan elektron menjadi berpasangan yang kemudian menyebabkan
penghilangan warna yang sebanding dengan jumlah elektron yang diambil (Sunarni,
2005). Senyawa DPPH akan berubah menjadi α-α-diphenil β-picrylhidrazine ketika
bereaksi dengan senyawa antioksidan dalam sampel. Perubahan ini disebabkan karena
senyawa DPPH mereduksi atom hidrogen antioksidan dalam sampel. Antioksidan yang
telah tereduksi inilah yang diuji aktivitasnya. Banyaknya hidrogen dari antioksidan yang
8

terserap oleh DPPH merupakan paramenter yang digunakan. Semakin banyak hidrogen
dari antioksidan yang tereduksi menandakan antioksidan tersebut makin baik
(Ardiansyah, 2005).

1.3.Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik fisik dan kimia yang
meliputi kadar antioksidan, kestabilan fikosianin selama penyimpanan pada produk es
krim yang ditambah dengan Spirulina powder dan ekstrak fikosianin.

Anda mungkin juga menyukai