Anda di halaman 1dari 55

PETUNJUK PRAKTIKUM

MANAJEMEN TERNAK
POTONG DAN KERJA

OLEH :
TIM DOSEN DAN ASISTEN

PROGRAM STUDI
PETERNAKAN FAKULTAS
PERTANIAN UNIVERSITAS
SEBELAS MARET
SURAKARTA
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala karunia dan hidayahNya
penyusun mampu menyelesaikan buku petunjuk praktikum Manajemen Ternak
Potong dan Kerja. Praktikum ini merupakan bagian dari materi kuliah yang diikuti
oleh mahasiswa S-1 Peternakan, D-3 Agribisnis Peternakan.
Petunjuk praktikum ini disusun untuk membantu mahasiswa dalam
melaksanakan praktikum pada mata kuliah Manajemen Ternak Potong dan Kerja.
Petunjuk praktikum ini untuk memandu mahasiswa dalam pelaksanaan praktikum
dilapangan pada saat pengambilan data-data yang berkaitan dengan faktor-faktor
penting yang harus diamati dan dipahami oleh mahasiswa.
Materi yang disusun dalam buku ini meliputi aspek-aspek teknis dan
ekonomis dalam suatu usaha ternak potong dan kerja. Diharapkan dalam praktikum
ini mahasiswa mampu mengevaluasi dan memberikan suatu solusi pada perusahaan
yang bersangkutan sehingga dapat dicapai efisiensi teknis dan ekonomis. Di
samping itu diharapkan mahasiswa mampu merencanakan suatu usaha ternak
potong dan kerja dengan pengetahuan yang didapat tentang aspek-aspek teknis dan
ekonomis tersebut.
Kritik dan saran yang bersifat konstruktif sangat diharapkan demi
penyempurnaan petunjuk praktikum ini. Semoga petunjuk praktikum ini
bermanfaat untuk mahasiswa yang mempergunakannya.

Surakarta, April 2021

Tim Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i


KATA PENANTAR ....................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iii
TATA TERTIB ............................................................................................... v
KEGIATAN PRAKTIKUM .......................................................................... vi
I. MANAJEMEN PEMELIHARAAN TERNAK KELINCI .................. 1
A. Manajemen Pakan ............................................................................... 1
B. Manajemen Perkandangan .................................................................. 2
C. Manajemen Kesehatan ........................................................................ 3
D. Manajemen Breeding .......................................................................... 4
E. Manajemen Limbah ............................................................................. 5
II. MANAJEMEN PEMELIHARAAN TERNAK BABI ......................... 7
A. Manajemen Pakan ............................................................................... 7
B. Manajemen Perkandangan .................................................................. 10
C. Manajemen Kesehatan ........................................................................ 12
D. Manajemen Breeding .......................................................................... 15
E. Manajemen Limbah ............................................................................. 16
III. MANAJEMEN PEMELIHARAAN TERNAK KAMBING ............... 17
A. Manajemen Pakan ............................................................................... 17
B. Manajemen Perkandangan .................................................................. 20
C. Manajemen Kesehatan ........................................................................ 24
D. Manajemen Breeding .......................................................................... 27
E. Manajemen Limbah ............................................................................. 28
IV. MANAJEMEN PEMELIHARAAN TERNAK SAPI .......................... 29
A. Manajemen Pakan ............................................................................... 29
B. Manajemen Perkandangan .................................................................. 31
C. Manajemen Kesehatan ........................................................................ 32
D. Manajemen Breeding .......................................................................... 33
E. Manajemen Limbah ............................................................................. 34
V. MANAJEMEN PEMELIHARAAN TERNAK KUDA ....................... 36
A. Manajemen Pakan ............................................................................... 36
B. Manajemen Perkandangan .................................................................. 37
C. Manajemen Kesehatan ........................................................................ 37
D. Manajemen Breeding .......................................................................... 38
E. Manajemen Limbah ............................................................................. 39
VI. JUDGING................................................................................................. 41
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 45
LAMPIRAN .................................................................................................... 49
TATA TERTIB

1. Praktikum wajib diikuti oleh seluruh mahasiswa yang mengambil mata kuliah
Manajemen Ternak Potong dan Kerja baik kegiatan praktikum secara daring.
2. Praktikan wajib mengikuti seluruh kegiatan yang dilaksanakan yaitu asistensi,
kegiatan Live Streaming, pembuatan tugas dan responsi.
3. Kegiatan dan koordinasi praktikum dilaksanakan secara daring sesuai arahan
dari asisten.
4. Praktikan wajib mengerjakan syarat masuk serta mengerjakan tugas kelompok
secara bersama-sama dengan koordinasi dari ketua kelompok
5. Praktikan wajib mengumpulkan tugas praktikum sesuai dengan jadwal yang
telah ditentukan.

v
KEGIATAN PRAKTIKUM
MANAJEMEN TERNAK POTONG DAN KERJA

A. Kegiatan Pra Praktikum


1. Asistensi, yaitu kegiatan ceramah dan diskusi yang di lakukan secara
online untuk memberikan pembekalan praktikan tentang landasan teori
acara praktikum serta manfaat dalam produksi ternak potong dan kerja.
B. Acara Praktikum
1. Manajemen Pemeliharaan Ternak Kelinci
2. Manajemen Pemeliharaan Ternak Babi
3. Manajemen Pemeliharaan Ternak Kambing
4. Manajemen Pemeliharaan Ternak Sapi
5. Manajemen Pemeliharaan Ternak Kuda
C. Pelaporan dan Evaluasi Praktikan
1. Setiap mahasiswa diwajibkan membuat tugas secara berkelompok.
2. Pembuatan dan pengumpulan tugas dilaksanakan secara online dengan
konfirmasi kepada asisten masing-masing.
3. Responsi merupakan evaluasi atas pemahaman
mahasiswa tentang praktikum Manajemen Ternak Potong dan Kerja.

vi
I. MANAJEMEN PEMELIHARAAN TERNAK KELINCI

Kelinci merupakan hewan mamalia dari famili Leporidae. Kelinci termasuk


hewan liar yang hidup perkembangannya pada tahun 1912. Kelinci diklasifikasikan
dalam ordo Lagomorpha. Kelinci merupakan ternak yang mudah dikembangkan
dan sangat berpotensi untuk dijadikan sumber bahan pangan protein hewani.
Kelinci lokal merupakan salah satu jenis kelinci yang mempunyai potensi penghasil
daging. Kelinci yang dipeliharan dengan baik, diberi pakan yang berkualitas dan
kuantitas yang cukup maka dapat meningkatkan bobot badan kelinci. Kelinci lokal
mengalami perkawinan silang dengan kelinci lain yang kurang atau tidak jelas
secara recording.
Ternak kelinci mempunyai keunggulan yaitu kemampuan reproduksi yang
tinggi, kemampuan memanfaatkan hijauan dan produk limbah dengan efisien serta
dagingnya mengandung protein yang tinggi dengan kolesterol yang rendah.
Masyarakat menyukai kelinci karena pemeliharaan yang mudah serta tidak
membutuhkan modal yang besar. Kelinci jika diternakkan akan menghasilkan
daging, dilihat dari segi biologis kelinci mudah untuk berkembang biak dengan
pemberian pakan dengan pembuatan ransum sendiri.
Potensi peternakan kelinci di Indonesia memiliki peluang bisnis yang cukup
besar. Usaha peternakan kelinci tidak membutuhkan kemampuan khusus dalam
menjalaninya, dalam pemeliharaan kelinci terdapat manfaat yang bisa diambil dari
hewan kelinci seperti daging dan kulitnya. Kelinci cocok untuk dipelihara seperti
kelinci hias. Peternakan kelinci membutuhkan lahan yang besar dan perlunya
pemisahan tiap kelinci, terutama untuk induk kelinci. Kelinci memiliki potensi yang
baik untuk dikembangkan pada skala kecil maupun besar. Beternak kelinci dapat
untuk dijadikan usaha yang prospektif dengan keuntungan yang dapat menutup
biaya produksi karena kelinci mampu melahirkan 10–11 kali per tahun dengan
rataan 6–7 anak per kelahiran, oleh sebab itu kelinci mudah berkembang biak dan
tumbuh.
A. Manajemen Pakan
Pakan merupakan faktor terpenting dalam budidaya kelinci karena
berpengaruh terhadap produksi, pertumbuhan dan kondisi ternak. Kebutuhan

1
2

nutrisi kelinci pada masa pertumbuhan atau umur 4−12 minggu antara lain
digestible energy (DE) sebesar 2.500 kkal/kg, protein kasar (PK) 15%, serat
kasar (SK) 14%, lemak 3%, kalsium (Ca) 0,5% dan fosfor (P) 0,3%. Jumlah
pakan yang diberikan harus memenuhi kebutuhan kelinci, hal tersebut akan
mempengaruhi produktivitas kelinci. Kelinci yang mengonsumsi melebihi
kebutuhan energi maka akan disimpan sebagai lemak tubuh termasuk lemak
daging (Cheeke, 1986).
Pakan kelinci dapat berupa pellet, pellet merupakan campuran bahan pakan
yang diproses secara mekanik sehingga menghasilkan pakan yang kompak.
Pellet yang diberikan dapat berupa crumble atau pellet (butiran) tanpa
mengubah kualitas pakan. Pellet dapat dicetak dalam pentuk gumpalan dan
silinder kecil. Tujuan pembuatan pellet adalah untuk mengurangi sifat berdebu
pakan, meningkatkan palatabilitas, mengurangi pakan yang terbuang,
mengurangi sifat voluminous pakan (Mukodiningsih et al., 2014).
Kelinci yang diberi makanan dalam bentuk pellet dan mash menunjukkan
bahwa kelinci lebih menyukai pakan konsentrat yang dibentuk pellet daripada
mash. Pertumbuhan kelinci yang diberikan pakan pellet lebih tinggi daripada
mash, hal ini karena pakan dalam bentuk pellet akan lebih lama tinggal dalam
saluran pencernaan dan diperlukan waktu lama untuk memecah butiran-butiran
pellet yang masuk dalam saluran pencernaan kelinci sedangkan pakan mash
yang bentuknya sudah halus sehingga waktu yang dibutuhkan untuk
mengecilkan partikel pakan hanya sebentar. Pakan yang lebih lama di dalam
saluran pencernaan akan mengalami penyerapan nutrien yang lebih baik
daripada pakan yang sebentar melewati saluran pencernaan khususnya pada
usus halus, tempat terjadinya penyerapan sari-sari makanan
(Nugroho et al., 2012).
B. Manajemen Perkandangan
Sistem perkandangan merupakan salah satu faktor yang penting bagi
kelinci. Sistem perkandangan berpengaruh terhadap sirkulasi udara di dalam
kandang sehingga dapat mempengaruhi tingkat stress pada kelinci
(Finzi et al., 1992). Kondisi tersebut menyebabkan konsumsi ransum menurun
dan meningkatnya konsumsi air sehingga zat – zat makanan yang diserap oleh
3

tubuh kelinci juga lebih sedikit yang kemudian menyebabkan pertumbuhan


menjadi lambat. Faktor yang mempengaruhi laju pertumbuhan adalah faktor
lingkungan. Faktor lingkungan meliputi kepadatan kandang, ransum,
tatalaksana pemeliharaan, cuaca dan iklim. Kepadatan kandang memiliki
peranan penting dalam pemeliharaan kelinci, tingginya kepadatan kandang
akan mempengaruhi pertambahan bobot badan dan menambah jumlah
kematian, hal ini tergantung pada jumlah ternak per kandang
(Prawirodigdo et al., 1985).
Kandang yang digunakan dalam pemeliharaan kelinci terdapat beberapa
jenis kandang :
1. Kandang sistem battery untuk 1 ekor (1 m x 60 cm x 60 cm).
2. Kandang bibit berukuran (1 m x 75 cm x 60 cm).
3. Kandang ranch berukuran (1 m x 75 cm x 60 cm). Kandang ini dilengkapi
halaman umbaran biasanya berisi satu jantan, satu betina dan anakannya
(Gunawan, 2008).
Model pemeliharaan kelinci menggunakan kandang individu dapat
menurunkan tingkat konsumsi dibandingkan model koloni. Penggunaan
kandang individu juga berpengaruh untuk meningkatkan PBB dan efisiensi
ransum. Kepadatan kandang bervariasi menurut jenis dan umur kelinci.
Kandang yang berukuran 200 cm x 70 cm x 70 cm dengan tinggi alas 50 cm
cukup untuk 12 ekor betina atau 10 ekor jantan (Gunawan, 2010).
C. Manajemen Kesehatan
Kelinci yang sehat yaitu kelinci yang memiliki pandangan mata terang, bulu
halus; merata; hidung kering dan tingkah laku kelinci lincah. Kelinci yang
mengalami stress akan menujukkan tanda – tanda seperti gelisah berlebihan
(mata melotot). Agresif untuk orang atau kelinci lainnya, lesu dan kurang minat
terhadap lingkungan; pakan, selalu bersembunyi atau mencoba untuk
melarikan diri bila ada yang mendekati, terengah – engah
(Suci dan Lilis, 2017).
Penyakit yang sering menjangkit pada ternak kelinci yaitu diare. Kelinci
yang terserang diare menunjukkan gejala seperti kotoran kelinci berbentuk
lembek atau basah. Penanggulangan penyakit diare dapat diatasi dengan
4

pemberian obat yang mengandung soulfadiazin dan trimetopin, obat diare ini
umumnya berbentuk butiran pil. Pencegahan dengan cara menghindari
pemberian pakan yang kurang berkualitas dan mengatur pemberian pakan
hijauan dan konsentrat agar seimbang selain itu juga memastikan kandang agar
selalu terjaga kebersihannya (Priyatna, 2011).
Penyakit radang paru – paru (Pneumonia) pada kelinci merupakan penyakit
yang disebabkan oleh bakteri Pasteurella multocida. Gejala penyakit radang
paru – paru pada kelinci yaitu kelinci mengalami kesulitan bernafas, sering
mangangkat kepala tinggi – tinggi karena kesulitan bernafas, kotoran encer,
mata dan telinga kebiru – biruan kadang keluar cairan bernanah. Cara
pencegahan dan pengobatan penyakit radang paru – paru yaitu dengan
memelihara kelinci dalam kandang yang tidak terkena aliran angin secara
langsung, ventilasi kandang yang baik sehingga udara di dalam kandang selalu
segar dan memberikan pakan bergizi (Huda, 2017).
Penyakit kembung pada kelinci disebabkan karena udara lembab, basah atau
terkena angin malam secara langsung dan cuaca jelek, kembung juga bisa
disebabkan oleh kesalahan dalam mengonsumsi makanan karena perbandingan
serat kasar, protein dan lemak tidak tepat. Gejala kelinci yang terserang entritis
yaitu berdiri dengan posisi membungkuk, kaki depan agak maju, daun telinga
turun serta tampak haus sehingga selalu mendekati air minum, kotoran kelinci
cenderung berwarna hijau. Pencegahan dan pengobatan dengan cara
menyingkirkan hijauan dan air minum yang tersedia, memberikan pakan
berupa pellet dan hay dalam kondisi kering. Pengobatan dilakukan dengan
memberikan antibiotik melalui pakan atau air minum pada induk yang
menyusui (Masanto dan Ali, 2017)
D. Manajemen Breeding
Masa birahi induk kelinci akan mulai kelihatan jelas bila sudah mencapai
umur 7 bulan. Kelinci tipe berat dengan ciri – ciri bila diusap – usap punggung
dia akan mengangkat bagian pantat lebih tinggi atau menungging. Proses
ovulasi kelinci terjadi sesudah dilakukan induksi dengan rangsangan dari luar.
Rangsangan ini dapat berupa penggunaan pejantan dengan atau tanpa
vasektomi, rangsangan listrik dan mekanis serta penggunaan hormon
5

perangsang ovulasi. Umur kawin yang baik pada kelinci adalah 6 bulan bagi
betina dan 7 bulan bagi jantan. Kelinci indukan dapat dikawinkan kembali 3 –
4 minggu setelah melahirkan. Pemeliharaan yang baik pada induk
menyebabkan induk dapat dikawinkan 2 minggu setelah melahirkan. Lama
bunting dihitung sejak betina kawin sampai beranak. Lamanya berkisar antara
31 – 32 hari tetapi kemungkinan paling singkat 29 hari atau paling lama 35 hari
(Cheeke et al., 1987).
Dewasa kelamin pada kelinci dipengaruhi oleh bangsanya. Kelinci
mencapai dewasa kelamin pada umur 4 – 8 bulan tergantung pada bangsa,
makanan dan kesehatan. Kelinci yang mendapat makanan dengan kualitas baik,
mencapai dewasa kelamin lebih dini. Kelinci tipe ringan mencapai dewasa
kelamin pada umur 4 bulan, tipe medium 5 – 6 bulan dan tipe berat umur 7 – 8
bulan. Umur kawin yang baik pada kelinci adalah 6 bulan bagi betina dan 7
bulan bagi jantan meskipun pada umur 5 bulan keduanya sudah dapat kawin.
Kelinci induk dapat dikawinkan kembali 3 – 4 minggu setelah melahirkan.
Pemeliharaan yang baik pada induk menyebabkan induk dapat dikawinkan 2
minggu setelah melahirkan (Raharjo, 1994).
Kelinci betina segera dikawinkan ketika mencapai dewasa pada umur 5
bulan (betina dan jantan). Kelinci yang terlalu muda jika dikawinkan akan
menyebabkan kesehatan kelinci terganggu dan mortalitas anak tinggi. Waktu
perkawinan pagi/sore hari di kandang pejantan dan biarkan hingga terjadi dua
kali perkawinan setelah itu pejantan dipisahkan.
E. Manajemen Limbah
Pupuk kandang seperti kotoran dan urine kelinci adalah pupuk yang
memiliki kandungan unsur N (2,72%), P (1,1%), K (0,5%) yang lebih tinggi
dibandingkan kotoran ternak lain seperti kuda, kerbau, sapi, domba dan babi
(Nurrohman et al., 2014). Urine kelinci adalah salah satu pupuk organik cair
yang memiliki kandungan nitrogen (N) 2,72% yang penting bagi tanaman.
Unsur N diperlukan oleh tanaman untuk pembentukan bagian vegetatif
tanaman seperti daun, batang dan akar serta berperan pada saat tanaman
melakukan fotosintesis sebagai pembentuk klorofil (Rosdiana, 2015).
6

Satu ekor kelinci yang berusia dua bulan lebih atau yang beratnya mencapai
1 kg akan menghasilkan 28,0 gram kotoran lunak per hari dan mengandung 3
gram protein serta 0,35 gram nitrogen dari bakteri atau setara 1,3 gram protein.
Urine kelinci memiliki kandungan zat asam amino esensial, urin juga
mengandung 8 unsur mikro lain seperti Ca, Mg, Na, Cu, Zn, Mn dan Fe. Pupuk
kandang dari kotoran kelinci berepengaruh nyata terhadap pertumbuhan
maupun produksi rumput. Pemberian atau penambahan probiotik pada pupuk
keinci interaksinya mampu memberikan pengaruh nyata pada tanaman pakan
dan meningkatnya produksi hijauan sebesar 34,8 – 38,0% (Rahardjo, 2008).
II. MANAJEMEN PEMELIHARAAN TERNAK BABI

Ternak babi adalah ternak monogastrik dan bersifat prolific (banyak anak tiap
kelahiran), pertumbuhannya cepat dan dalam umur enam bulan sudah dapat
dipasarkan. Babi merupakan salah satu ternak penghasil daging yang
perkembangannya mengagumkan dan mempunyai keunggulan dibandingkan
dengan ternak lain dan ternak babi efisien dalam mengkonversi berbagai sisa
pertanian dan restoran menjadi daging oleh sebab itu memerlukan pakan yang
mempunyai protein, energi, mineral dan vitamin yang tinggi. Lama hidup babi
berkisar antara 20 – 25 tahun, dengan lama produksi ekonomis 3 – 4 tahun
(Ensminger, 1991).
Berdasarkan statistik peternakan tahun 2016, populasi ternak babi tertinggi
terdapat di Provinsi Nusa Tenggara Timur (1,871,717ekor), Bali (803.920 ekor),
Sumatera Utara (1.120.261 ekor), Sulawesi Selatan (688.019 ekor), Papua (738.714
ekor), Sulawesi Utara (427.450 ekor), Kalimantan Barat (598.263 ekor), Sulawesi
Tengah (262.115 ekor), Kepulauan Riau (331.574 ekor), Kalimantan Tengah
(201.104 ekor), Sulawesi Utara (427.450 ekor).
Ternak babi yang dipelihara secara intensif dapat menghasilkan produksi
daging yang baik harus dijalankan dengan menjalankan manajement yang baik.
Manajemen pemeliharaan ternak memegang peranan paling penting dalam
keberhasilan usaha peternakan. Keberhasilan usaha peternakan ± 50% bergantung
pada manajemen pemeliharaan. Manajemen pemeliharaan secara garis besar
meliputi manajemen pakan, kesehatan, perkandangan, perlakuan tiap fase
pertumbuhan dan perlakuan untuk meningkatkan pertumbuhan, produktivitas dan
reproduktivitas ternak.
A. Manajemen Pakan
Pakan merupakan salah satu faktor penting dalam usaha ternak babi, sebab
60% dari keseluruhan biaya dihabiskan untuk keperluan babi-babi induk
(bibit), dan 80% untuk keperluan babi fattening. Hal yang perlu diperhatikan
yaitu babi secara alamiah tergolong hewan yang makannya sangat rakus dan
suka makan apapun namun mereka perlu diberi makanan dengan perhitungan
yang benar dan sesuai. Konversi pakan babi terhadap makanan sangat bagus,

7
8

sehingga apabila pemeliharaannya baik, laju pertumbuhannya akan baik pula.


Babi termasuk hewan yang memiliki alat pencernaan sederhana yang tidak
mampu mencerna bahan makanan yang kadar serat kasarnya tinggi. Pakan
untuk ternak babi umumnya merupakan campuran dari berbagai macam bahan
makanan yang diberikan dalam kurun waktu tertentu (ransum).
Faktor penting yang harus diperhatikan peternak dalam pemberian
pakan/ransum pada ternak babi adalah sebagai berikut:
1. Kandungan Zat Makanan
Bahan makanan yang diperlukan oleh babi terutama terdiri dari enam
unsur pokok yaitu karbohidrat, serat kasar, lemak, protein, vitamin-vitamin,
mineral dan air.
2. Penyusunan Ransum
Kandungan zat makanan dalam ransum diperhitungkan berdasarkan
beberapa faktor diantaranya:
a. Tujuan peternakan itu sendiri, misalnya sebagai babi fattening, bibit
b. Fase hidup babi, starter, grower, finisher atau berat babi
c. Pedoman yang telah ada seperti zat-zat makanan yang diperlukan dan
pertimbangan ekonomis, serta bahan yang tersedia pada sepanjang tahun

Berdasarkan faktor-faktor tersebut di atas, maka dapat disusun berbagai


macam ransum sesuai dengan kebutuhan babi dan tujuan peternak :
9

Ransum Starter, babi starter ialah anak babi yang masih menyusui
dengan umur 8 – 10 minggu. Pada fase atau periode ini mereka harus
mendapatkan ransum starter, yaitu ransum yang terdiri dari :
1) Komposisi bahan makanan yang mudah dihisap oleh anak babi dan pula
mudah dicerna (creep feeder).
2) Kandungan serat kasarnya rendah, misalnya dari bahan jagung giling
halus, tepung susu skim. Sebab susu kandungan proteinnya tinggi,
sedangkan jagung memiliki kadar cerna yang tinggi dan merupakan
sumber karbohidrat.
3) Kandungan protein 20 – 22 %, MP 70.
4) Serat kasar 3 %.
Ransum Grower, babi grower yaitu anak babi sesudah melampaui fase
starter sampai umur 5 bulan. Babi-babi yang telah melewati fase grower dan
mencapai berat 50 kg. Babi yang hidup pada fase ini harus mendapatkan
ransum grower, yaitu ransum yang terdiri dari :
1) Bahan yang agak kasar sedikit dari pada ransum starter.
2) Kadar protein kurang lebih 17%, MP 68.
3) Serat kasar 5%.
4) Ditambah ekstra hijauan segar, vitamin-vitamin dan mineral.
Ransum Fattening, babi fattening adalah babi yang digemukkan
sebagai babi potongan yang beratnya 50 – 100 kg. Penggemukan ini dimulai
semenjak mereka sudah melewati fase grower yang berat hidupnya 50 kg
sampai dengan bisa dipotong yaitu pada waktu mencapai berat 100 kg.
Ransum yang diberikan ialah ransum fattening, yang terdiri dari :
1) Bahan makanan yang agak kasar.
2) Kadar protein 14%, MP 69.
Ransum Bibit merupakan ransum yang diberikan kepada babi dara,
sebagai pengganti makanan fase grower atau babi bunting 3 bulan pertama.
Untuk menghindarkan keadaan babi yang terlalu gemuk maka babi harus
diberikan ransum khusus yaitu :
1) Bahan-bahan makanan yang kadar serat kasarnya relative tinggi kurang
lebih 8,5%.
10

2) Protein 14,5 %, MP 64.


3) Ditambah hijauan.
Ransum Induk Menyusui yaitu ransum yang diberikan pada bulan
terakhir pada masa bunting dan selama mereka menyusui. Ransum tersebut
terdiri dari:
1) Bahan yang kandungan serat kasarnya relative rendah, (7% ).
2) Kadar protein tinggi, 18,5%, MP 66 (protein yang tinggi diperlukan untuk
pertumbuhan embrio dan persiapan produksi air susu).
3) Penyusunan Ransum :
a. Untuk anak babi berumur kurang lebih 8 minggu 0,25 kg/ ekor/hari.
b. Untuk anak babi berumur 1 tahun sebanyak 2 kg/ekor/hari.
c. Untuk induk yang tidak menyusui/ tidak bunting kurang lebih 2
kg/ekor/hari.
d. Untuk induk babi yang bunting sebanyak kurang lebih 2,5 kg/ekor/hari.
e. Untuk induk menyusui 2 kg/ekor/hari ditambah dengan jumlah anak
dikalikan 0,25 kg/ekor/hari.
f. Untuk pejantan sebanyak 3 – 4 kg/ekor/hari.
Pakan diberikan 2-3 kali sehari dan ketersediaan air minum secara ad-
libitum.
B. Manajemen Perkandangan
Syarat-syarat yang harus diperhatikan dalam pembuatan kandang babi :
1. Kandang dibangun dengan model terbuka dibagian atas dinding kandang
dengan tujuan mendapat sinar matahari cukup, sirkulasi udara lancar.
Bagian bawah kandang jika memungkinkan dibuat tembok setinggi 1 meter.
2. Lantai kandang memiliki bahan dasar kuat (lantai semen), tetapi usahakan
jangan licin serta sedikit miring.
3. Kandang dilengkapi saluran air dengan tujuan memudahkan pembuangan
kotoran. Lebar saluran ± 25 cm dan agak miring
4. Atap dapat dibuat dari seng tetapi sebaiknya terbuat dari bahan yang tidak
menyerap panas misalnya daun sagu atau daun alang-alang.
5. Luas kandang :
 Kandang beranak ukuran p x l yaitu (2,5 x 1,5 m).
11

 Kandang untuk ekor pejantan berukuran (3 x 2 m).


 Kandang babi berumur 3 bulan - 1 tahun berukuran p x l yaitu (1 m x 1 m)
untuk 1 ekor.
Ada berbagai macam kandang babi, masing-masing bisa dibedakan menurut
konstruksi dan kegunaannya :
Berbagai Macam Kandang Menurut Konstruksinya
Menurut konstruksinya kandang babi dibagi menjadi 2 (dua) yaitu:
1. Kandang Tunggal yaitu bangunan kandang yang terdiri dari satu baris saja.
2. Kandang Ganda yaitu bangunan kandang yang terdiri dari dua baris yang
letaknya bisa saling berhadapan ataupun bertolak belakang.
Berbagai Macam Kandang Menurut Kegunaannya
Menurut kegunaannya, kandang babi dibangun sesuai tujuannya masing-
masing :
1. Kandang Induk
Kendang induk yang efisien ialah jika kandang tersebut nyaman bagi
induk dan sekaligus nyaman bagi anak-anak yang dilahirkan, sehingga
anak-anaknya bisa mendapatkan kesempatan hidup pada kandang tersebut.
Kandang induk bisa dibedakan antara kandang individual dan kelompok.
2. Kandang Fattening
Kandang fattening ini pada prinsipnya sama dengan kandang induk, akan
tetapi perlengkapan dan ukuran lebih sederhana, masing-masing bisa
dibangun konstruksi tunggal atau ganda. Konstruksi ganda ini bisa dipakai
untuk kelompok fattening yang jumlahnya lebih besar, namun tiap-tiap unit
tak akan melebihi 12 – 15 ekor. Di samping kandang fattening ini berbentuk
kandang kelompok, tetapi ada pula yang berbentuk battery.
Kapasitas/ukuran:
a. 1 m²/1 ekor, babi yang berat badannya rata-rata 80 kg.
b. 0,75 m² untuk berat 50 kg/ekor.
c. 0,5 m² untuk babi berat 35 kg/ekor.
12

3. Kandang Pejantan
Kandang pejantan ini sebaiknya dilengkapi dengan halaman
pengumbaran, agar pejantan bisa exercise (lantai) dan bisa melihat babi-babi
betina dari halaman. Ukuran kandang pejantan :
a. 2 x 3 m dan halaman 4 x 3 meter.
b. Tinggi kandang, bagian depan 2 m, belakang 1,5 m.
C. Manajemen Kesehatan
Periode perlu diperhatikan sehubungan dengan kepadatan anak babi adalah
saat kritis pada umur minggu pertama dan minggu kedua hilangnya antibodi
dari induk (Nugroho dan Whendrato, 1990). Kontrol yang paling efektif
terhadap penyakit adalah melalui tindakan pencegahan. Babi yang mengalami
stres akan lebih gampang terkena penyakit dan parasit maka pencegahan yang
paling efektif adalah dengan mengurangi stres tehadap makanan.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah:
1. Melakukan program vaksinasi.
2. Pemberian makan yang cukup pada segala tahap umur .
3. Mencegah terjadinya stres dengan sistem perkandangan baik.
4. Pemisahan ternak–ternak yang terkena penyakit.
5. Pembersihan dan pensucihamakan dari kandang dan perlengkapannya bila
terjadi penyakit dan diistirahatkan selama 3–4 minggu
(Williamson dan Payne, 1993).
Pada prinsipnya penyakit yang menyerang babi bisa digolongkan menjadi dua:
1. Penyakit Tak Menular, misalnya penyakit akibat kekurangan zat-zat
makanan tertentu (deficiency) seperti anemia, bulu rontok, rakitis,
keracunan dan lain-lain.
2. Penyakit Menular, penyakit yang disebabkan oleh gangguan dari suatu
organisme (bakteri, virus dan parasit) seperti cacing, kutu dan lain – lain.
Beberapa jenis penyakit yang sering menyerang ternak babi antara lain:
1. Penyakit kekurangan vitamin A
2. Anemia
Penyebab Anemia :
 Kekurangan mineral, terutama zat besi dan tembaga.
13

 Anak babi kedinginan terus-menerus dan pada kondisi yang lembab.


 Air susu babi mengandung zat besinya sangat rendah.
Gejala Anemia :
 Pucat, terutama pada daun telinga dan perut.
 Pernapasan cepat.
 Pertumbuhan terganggu, kehilangan berat badan dan tidak lincah.
 Babi banyak berbaring.
 Diare, kotoran abu-abu atau berwarna kuning keputih-putihan.
Pencegahan :
a. Makanan untuk babi induk diberikan tambahan mineral yang
mengandung zat besi dan tembaga.
b. Memberikan anak babi tablet mineral yang berisikan zat besi dan cobalt.
Pemberian tablet ini diulangi pada hari ke-7 atau ke-20.
c. Memberikan larutan zat besi dan tembaga (iron-coper) yang terdiri dari
500 gram ferrosulphate, 75 gram coppersulphate dan 3 liter air pada anak
babi.
d. Putting induk dilumasi dengan ferrosulphate 1,8% sebanyak 4 cc.
Ferrosulphate tersebut dilarutkan pada cairan yang ditambahkan gula
sebanyak 500 gram dan diberikan pada setiap hari.
e. Memberikan zat besi “iron dextran” yang diinjeksikan sebanyak 100 mg
pada hari ketiga sehabis babi itu lahir. Tiga minggu kemudian, injeksi zat
besi ini diulangi dengan dosis yang lebih kecil.
3. Scours (Mencret)
Penyebab :
 Sanitasi kurang sempurna.
 Babi selalu kedinginan, keadaan udara lembab, tanpa alas kandang.
 Makanan yang kurang memenuhi syarat, kurang zat besi.
 Babi banyak mengalami stress.
Pencegahan dan pengobatan :
 Menjaga kebersihan kandang dengan menggunakan desinfektan.
14

 Memberikan alas kandang dari rumput, brambut, serbuk gergaji untuk


anak babi.
 Makanan diberi TM 10, atau Aureomycin.
4. Pneumonia
Penyebab:
 Mikroorganisme.
 Virus.
 Cacing paru-paru.
Gejala :
 Batuk-batuk, pernapasah cepat dan dangkal.
 Nafsu makan hilang.
 Temperatur tubuh tinggi, moncong dan hidung panas serta kering.
Pencegahan dan pengobatan :
 Memperhatikan kebersihan kandang.
 Makanan yang mudah dicerna, dan diberi aureomycin atau TM 10 untuk
mencegah infeksi pada saat stress.
 Pengobatan dengan terramycin atau sulmet injeksi. Agribon (mengandung
57 sulfadimenthoxine, vitamin A dan K)
5. Cacar (Swine Pox)
Penyebab : virus
Gejala :
 Nampak bintil-bintil kecil berwarna merah, terutama di telinga dan leher.
 Beberapa hari kemudian bintil-bintil itu merupakan lepuh sebesar kedelai
yang berisikan cairan jernih tetapi kemudian menjadi seperti darah putih
atau nanah.
 Lepuh-lepuh segera mengering dengan meninggalkan bekas, seperti kudis
yang berwarna coklat tua.
 Sebelum kulit berganti, panas tubuh meningkat dan tidak mau makan.
Pencegahan dan pengobatan :
 Pemeliharaan yang baik, pemberian makanan dengan TM 10.
 Memberikan penstrep, terramycin injeksi dan ditambahkan vitamin A
15

6. Kudis (Scabies)
Penyebab :
Semacam kutu kecil, yang tidak terlihat oleh mata. Ada dua macam
kutu, yaitu:
 Menyebabkan kulit yang digigit menjadi berlubang.
 Kutu menggigit, terus menghisap darah tanpa membuat lubang pada kulit.
Gejala :
 Nafsu makan menurun.
 Pertumbuhan kurang normal.
 Nampak suatu goresan yang gatal, karena kutu menembus kulit.
Pencegahan dan pengobatan :
 Ternak yang sakit harus diisolasi, supaya tidak menular kepada yang lain.
 Kandang harus dibersihkan, disemprot atau didesinfeksi.
 Pengobatan dengan Scabisix atau obat lainnya seperti zalf yang dilumaskan
pada kulit dan diulangi sampai sembuh.
D. Manajemen Breeding
Keberhasilan di dalam usaha ternak babi adalah juga sangat tergantung
kepada pemeliharaan induk dan pejantan yang memiliki sifat-sifat baik.
Peternak yang maju, tentu saja akan selalu mengadakan seleksi terhadap
ternaknya. Seleksi berarti memilih hewan ternak yang bernilai tinggi, yakni
memilih babi-babi yang menguntungkan. Seleksi diharapkan ada perbaikan
karakter ekonomi tertentu, terutama mengenai :
- Pertumbuhan : Cepat
- Daya tahan : Kuat
- Produksi : Cukup Baik
Syarat-syarat yang perlu diperhatikan pada waktu memilih bibit:
1) Babi Sehat (letak puting simetris dan jumlah 12 buah kiri dan kanan).
2) Ambing yang besar, tubuh yang padat dan kompak.
3) Kaki lurus, tegak dan kokoh.
Pemilihan babi-babi dewasa yang hendak dijadikan bibit, bisa dilakukan
dengan cara, yakni atas dasar :
1. Pemilihan individu.
16

2. Pemilihan atas hasil produksi.


3. Pemilihan berdasarkan silsilah.
E. Manajemen Limbah
Manajemen dan penampungan limbah ternak babi menggunakan teknologi
terapan untuk menekan pencemaran usaha peternakan babi seminimal
mungkin. Menangani limbah ternak dengan cara pengomposan, kolam oksidasi
ataupun kocokan, kolam aerob alamiah, kolam anaerob, kolam fakultatif
(aerob dan anaerob). Pencerna anaerob dan membuat biogas, dehidrasi,
pensilasean, pengeringan, pengkonversian elektrokimiawi, penumbuhan
simbiotik dengan ganggang (algae) atau bakteri (Riwantoro, 2011).
Produksi limbah ternak babi dari masing-masing golongan umur ternak babi
adalah sebagai berikut :
Tabel 1.Produksi limbah harian perekor ternak babi sesuai umur kronologisnya
Golongan Babi Produksi Limbah
(1/ekor/hari)
20-90 kg (umur 8-22 minggu) 5,1
5-10 kg (umur 3-6 minggu) 1,1
10-25 kg (umur 6-9 minggu) 2,3
25-35 kg (umur 9-12 minggu) 3,4
35-60 kg (umur 12-16 5,1
minggu)
60-80 kg (umur 16-20 7,4
minggu)
80-90 kg (20-22 minggu) 9,1
Induk beserta anak :
Anak disapih umur 3 minggu 15,6
Anak disapih umur 6 minggu 19,5

Rata–rata limbah ternak babi dapat mencapai 523.127,4 Kg/hari


(102.574 x 5,1) yang cukup banyak mengandung nutrien (N, P, K) yang secara
alami akan diuraika oleh mikroba dengan hasil akhir seperti amoniak (NH3)
dan gas metan (CH4) yang dapat menimbulkan polusi bagi lingkungan sekitar.
Limbah yang begitu banyak dan terdapatnya kandungan nutrient dalam feses
babi tersebut, dapat diolah dan dimanfaatkan oleh peternak. Pemanfaatan
limbah ternak babi yang dilakukan oleh masyarakat yaitu pupuk kandang,
pupuk kompos, pupuk bokashi. Era global saat ini sudah mulai gencarnya
pelatihan dan penggunaan instalasi biogas (bahan bakar asal limbah ternak).
III. MANAJEMEN PEMELIHARAAN TERNAK KAMBING

Kambing adalah salah satu ternak yang termasuk golongan ruminansia kecil
(Negara, 2016). Kambing banyak dipelihara oleh masyarakat Indonesia karena
memiliki banyak keunggulan yaitu kemampuan dalam reproduksi. Seekor kambing
betina dewasa mampu menghasilkan anak lebih dari satu perkelahiran. Hal ini
menjadi motivasi bagi peternak untuk membudidayakan kambing
(Segara et al., 2018). Kambing mampu beradaptasi dalam lingkungan yang kualitas
pakan rendah serta kuantitas pakan yang sedikit.
Jenis kambing yang dipelihara peternak di Indonesia antaranya adalah
kambing Kacang, kambing Ettawa, kambing Peranakan Ettawa (PE), kambing
Jawarandu, kambing Boer, kambing Saenen dan kambing Marica (Atmojo, 2007)
yang disitasi oleh Rini (2012). Kambing Kacang merupakan kambing asli dari
Indonesia. Kelebihan dari kambing Kacang adalah dapat hidup dengan baik
meskipun kualitas pakan dan lingkungan kurang baik, sebagai ternak penghasil
daging dan kulit, memiliki tingkat kesuburan reproduksi yang tinggi serta tahan
terhadap penyakit. Kambing Kacang memiliki kekurangan yaitu ukuran badan
relatif kecil dan pendek (Maisir, 2018). Hasil persilangan antara kambing Ettawa
dari India dengan kambing Kacang adalah kambing Peranakan Ettawa (PE).
Kambing Peranak Ettawa (PE) bersifat dwiguna, sehingga dapat menghasilkan susu
dan daging (Mulyono dan Sarwono, 2010) yang disitasi oleh Hidayat (2018).
Kambing Peranakan Ettawa (PE) memiliki beberapa tipe ras yaitu Peranakan
Ettawa Kaligesing, Peranakan Ettawa Senduro dan Peranakan Ettawa Jawarandu
(Kaleka dan Haryadi, 2013) yang disitasi oleh Rini (2012). Kambing Jawarandu
memiliki karakteristik secara fisik diantaranya adalah profil muka agak cembung,
telinga agak menggantung, tubuhnya memiliki warna belang antar coklat, hitam dan
putih serta, memiliki tanduk pada jantan maupun betina (Purbowati et al., 2015)
yang telah disitasi oleh (Al-Afkari et al., 2017)
A. Manajemen Pakan
Menurut Setiawan dan Arsa (2005), secara umum pakan ternak kambing
sebenarnya hanya terdiri dari tiga jenis, yaitu pakan kasar, pakan penguat dan

17
18

pakan pengganti. Pakan kasar merupakan bahan pakan berkadar serat kasar
tinggi. Bahan ini berupa pakan hijauan yang terdiri dari rumput dan dedaunan.
Pakan kambing sebagian besar terdiri dari hijauan, yaitu rumput dan daun
daunan tertentu (daun nangka, daun waru, daun pisang dan daunan
leguminosa). Seekor kambing dewasa membutuhkan kira-kira 6 kg hijauan
segar sehari yang diberikan 2 kali, yaitu pagi dan sore. Kambing lebih suka
mencari dan memilih pakannya sendiri di alam terbuka (Sosroamidjojo, 1985).
Siregar (1995) menjelaskan bahwa pemberian hijauan terbagi menjadi 2
macam yaitu hijauan yang diberikan dalam keadaan masih segar dengan kadar
air 70% dan hijauan yang diberikan dalam keadaan kering atau awetan. Hijauan
kering dapat berupa hay, sedangkan awetan dapat berupa silase.
Pemberian pakan hijauan diberikan sesuai kebutuhan ternak yaitu 3 – 4%
bahan kering dari bobot hidup (Sianipar dkk, 2006). Hijauan merupakan bahan
pakan berserat kasar yang dapat berasal dari rumput dan dedaunan. Kebutuhan
hijauan untuk kambing sekitar 70 % dari total pakan
(Setiawan dan Arsa, 2005). Pemberian pakan hijauan diberikan 10% dari bobot
badan (Sugeng, 1992). Menurut Mulyono dan Sarwono (2008) pada dasarnya
kambing tidak selektif dalam memilih pakan. Macam daun-daunan dan rumput
disukai, tetapi hijauan dari daun-daunan lebih disukai daripada rumput.
Hijauan yang baik untuk pakan adalah hijauan yang belum terlalu tua dan
belum menghasilkan bunga karena hijauan yang masih muda memiliki
kandungan PK (protein kasar) yang lebih tinggi.
Ketersediaan air minum untuk kambing harus ada setiap saat
(Sutama dan Budiarsana, 2009). Air diperlukan untuk membantu proses
pencernaan, mengeluarkan bahan-bahan yang tidak berguna dari dalam tubuh
(keringat, air kencing dan kotoran), melumasi persendian dan membuat tubuh
tidak kepanasan. Volume kebutuhan air pada kambing sangat bervariasi,
dipengaruhi oleh jenis kambing, suhu lingkungan, jenis pakan yang diberikan,
dan kegiatan kambing. Bobot kambing hidup 40 kg/ekor dan ransum kering
(dalam bahan kering) yang dibutuhkan ternak rata-rata sebanyak 0,8 kg dan air
minum minimal sebanyak 3 x 1 liter (3 liter). Kebutuhan air minum untuk
kambing berkisar 3-5 liter sehari (Mulyono dan Sarwono, 2008).
19

Manajemen pemberian pakan harus memperhatikan penyusunan ransum


kebutuhan zat-zat untuk ternak yang meliputi jenis ternak, berat badan, tingkat
pertumbuhan, tingkat produksi, dan jenis produksi
(Chuzaemi dan Hartutik, 1988). Pakan berada di dalam palungan lebih dari 12
jam maka pakan tersebut akan menjadi basi, apek dan mudah berjamur. Pakan
yang sudah basi akan menyebabkan pengambilan (intake) pakan oleh ternak
berkurang dan hal ini akan berdampak terhadap menurunnya performa
ternak. Setiap terjadi penurunan 1,0 % akan menyebabkan menurunnya
pertambahan bobot badan sebesar 1,5-2,0 %. Pakan di dalam palungan selalu
segar maka dilakukan pemberian pakan minimal 2 kali sehari. Idealnya ternak
harus sudah diberikan pakan kembali kira -kira setengah jam setelah pakan
pada pemberian sebelumnya habis. Inilah pentingnya menyusun ransum yang
sesuai dengan kebutuhan ternak (Santosa, 2006). Bahan pakan penggemukan
untuk komposisi gizi harus sesuai dengan tujuan produksi (penggemukan).
Jumlah pemberian tergantung berat badan (10 – 15 %). Perbandingan pakan
hijauan dan pakan tambahan (konsentrat) minimal 80 : 20.
Menurut Pamungkas dkk (2005) jumlah kebutuhan hijauan pakan sebanyak
10-20% dari bobot tubuh adalah sebagai berikut :
1. Anak sapih diberikan sebanyak 2-3 kg/ekor/hari.
2. Pejantan Muda diberikan 4-5 kg/ekor/hari.
3. Pejantan diberikan 5-6 kg/ekor/hari.
Sosroamidjojo (1985) menyatakan cara memilih hijauan pakan adalah :
1. Memilih tanaman berumur relatif muda (35-42 hari).
2. Utamakan bagian daun dibandingkan batang.
3. Menggunakan lebih dari satu jenis; 2-3 jenis hijauan yang disukai ternak.
4. Tanaman legum sangat baik sebagai sumber protein yang murah.
Frekuensi Pemberian Pakan Hijauan:
1. Mengupayakan konsumsi pakan maksimal.
2. Konsumsi pakan meningkat bila frekuensi pemberian pakan meningkat.
3. Frekuensi pemberian hijauan yang ideal 3 x dalam sehari.
4. Memberikan hojauan sore hari dalam jumlah terbanyak, pagi hari dalam
jumlah sedang dan siang hari dalam jumlah sedikit.
20

5. Menghindari pemberian hijauan 1 x dalam sehari.


Kambing memiliki kelebihan dalam kemampuan memanfaatkan bahan
pakan berserat tinggi ini dimungkinkan oleh proses fermentasi secara
anaerobik yang diperankan oleh mikroba yang berkembang didalam lambung.
Tanaman pakan ternak (hijauan pakan) dan hasil sisa tanaman maupun limbah
pertanian dan industri agro menjadi pilihan utama dalam mengembangkan
sistem pakan pada usaha ternak kambing (pakan dasar). Pakan dasar atau pakan
pokok memiliki arti bahwa secara kuantitatif bahan tersebut dialokasikan dan
dikonsumsi oleh ternak dalam jumlah paling banyak dibandingkan bahan
pakan lain. Produktivitas yang tinggi menurut kapasitas genetiknya, maka
suplai nutrisi dari pakan dasar sering tidak mencukupi, baik dalam jumlah
asupannya maupun dalam keseimbangan antar berbagai zat gizinya
(Sosroamidjojo, 1985). Manajemen pemberian pakan hijauan perlu
diperhatikan baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya.
B. Manajemen Perkandangan
Kandang mutlak diperlukan dalam usaha peternakan kambing yang
dilakukan secara intensif maupun semi intensif. Kandang dan perlengkapannya
termasuk tempat pakan, tempat minum, harus sudah disediakan sebelum
pengadaan ternak dilakukan. Fungsi kandang adalah sebagai berikut :
1. Melindungi ternak dari pemangsa dan kondisi lingkungan yang ekstrim.
2. Mencegah ternak kambing agar tidak merusak tanaman disekitar.
3. Tempat untuk makan, minum dan istirahat kambing.
4. Tempat untuk kawin dan beranak.
5. Untuk memudahkan pengontrolan ternak kambing.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam membuat kandang kambing :
1. Konstruksi kandang kuat.
2. Ventilasi yang cukup baik.
3. Atap kandang terbuat dari bahan yang mempunyai daya pantul dan
penghantar panas yang baik.
4. Lantai kandang terbuat dari bahan yang kuat, tidak licin, tahan lama.
21

5. Kolong kandang dibuat lubang sedalam 10 – 15 cm untuk menampung


kotoran. Kolong kandang bisa dibuat miring dengan tujuan kotoran mudah
digelontorkan.
6. Ukuran kandang disesuaikan dengan kebutuhan.
7. Mudah dalam pembersihan dan perawatan kandang.
8. Menempatkan kandang pada tempat yang kering atau tidak tergenang air.
9. Jarak kandang jauh dari rumah ± 10 meter.
10. Cukup mendapat sinar matahari dan terlindung dari angin kencang.
Tipe-tipe Kandang
Ada 3 (tiga) tipe kandang kambing yang umum digunakan :
Kandang Panggung
Kandang panggung merupakan kandang yang berkonstruksinya dibuat
panggung atau dibawah lantai kandang terdapat kolong untuk menampung
kotoran. Fungsi kandang dibuat panggung untuk menghindari ternak kontak
langsung dengan tanah yang mungkin tercemar penyakit.
Jarak antara lantai kandang dengan tanah minimal 50 cm. Alas kandang harus
dibuat dari bahan yang tahan lapuk seperti kayu / bambu yang sudah diawetkan
dengan jarak celah lantai panggung ± 1,5 - 2 cm agar kotoran mudah jatuh dan
kaki ternak tidak terperosok. Kandang panggung memiliki keunggulan yaitu
kandang relatif lebih bersih karena kotoran dan air kencing jatuh kebawah,
lantai kandang lebih kering dan tidak becek, kuman penyakit, parasit dan jamur
yang hidup di lantai kandang dapat ditekan perkembangannya.
Kelemahan kandang panggung yaitu biaya pembuatannya relatif mahal, resiko
kecelakaan karena ternak terperosok atau jatuh lebih besar.
Kandang Lemprak (Kandang Dengan Lantai Tanah/Semen)
Kandang Lemprak merupakan kandang yang sering digunakan untuk usaha
penggemukan/kereman. Kandang ini tidak dilengkapi dengan alas kayu tetapi
hanya beralaskan tanah atau semen dan dilapisi jerami atau rumut kering serta
sisa-sisa hijauan pakan. Kandang lemprak memiliki kelebihan yaitu biaya
pembuatan lebih murah, konstruksi kandang lebih sederhana, resiko
kecelakaan dapat dihindari dan kandang tidak memikul beban yang berat dari
ternak, sedangkan kelemahannya yaitu kebersihan kurang terjamin, kebersihan
22

ternak kurang terjamin, lantai becek dan lembab, kuman penyakit, parasit dan
jamur berkembang subur yang menyebabkan kesehatan ternak kurang terjamin.
Kombinasi Kandang Panggung dan Kandang Lemprak
Kandang kombinasi merupakan tipe kandang yang sebagian kandang
bertipe panggung dan sebagian berlantai tanah. Biasanya digunakan untuk
ternak kambing dengan tujuan untuk pembibitan. Keunggulan dari kandang
kombinasi panggung dan lemprak adalah dapat meminamalisir segala resiko
yang ada pada kandang panggung maupun kandang lemprak sedangkan
kelemahannya adalah biaya pembuatan kandang sangat mahal.
Jenis-jenis Kandang :
 Kandang Koloni / Kelompok :
Kandang koloni merupakan jenis kandang untuk memelihara ternak
kambing secara kelompok atau koloni. Luas kandang disesuaikan dengan
umur dan jumlah kambing yang dipelihara.
1. Umur 3 – 7 bulan, luas kandang rata-rata 0,5 m² / ekor.
2. Umur 7 – 12 bulan, luas kandang rata-rata 0,75 m² / ekor.
3. Umur >12 bulan, luas kandang rata-rata 1 – 1,5 m² / ekor.
 Kandang Individu/Baterai :
Kandang Individu merupakan jenis kandang yang disekat-sekat , cukup
untuk 1 ekor saja, gerak kambing dibatasi.
 Kandang Induk / Utama :
Kandang Induk merupakan tempat bagi induk ternak kambing untuk
beristirahat, makan, tidur dan membuang kotoran. Ukuran kandang
induk/utama, per ekor ternak kambing adalah 1 x 1 meter.
 Kandang Beranak :
Kandang Beranak merupakan kandang untuk induk yang baru
melahirkan dan menyusui anaknya. Induk yang baru beranak dan sedang
menyusui penting dipisahkan dari ternak lain untuk menghidari anak
terinjak oleh ternak lain.
 Kandang Pejantan :
Kandang Pejantan merupakan jenis kandang yang khusus digunakan
untuk seekor jantan pemacek. Kandang untuk pejantan sebaiknya cukup
23

luas, memperoleh sinar matahari pagi dan udara segar serta bersih.
Kandang pejantan sebaiknya terpisah dari kandang lainnya, tetapi tidak
terlalu jauh dengan kandang kambing betina. Hal ini bertujuan agar tidak
gaduh dan terjadi perkelahian. Luas kandang yang diperlukan untuk seekor
kambing pejantan pemacek adalah 1 x 1,5 m.
 Kandang Kawin :
Kandang Kawin merupakan kandang yang khusus digunakan untuk
proses perkawinan ternak kambing. Kandang tersebut cukup luas dengan
ukuran minimal 4 x 6 m atau digunakan untuk kapasitas tampung 4 ekor :
1 ekor pejantan dengan 3 ekor betina. Kandang ini digunakan untuk
menampung ternak kambing betina yang diduga sedang berada dalam
masa birahi untuk dikawinkan.
Sarana Prasaran Kandang :
 Tempat Pakan dan Minum
Tempat pemberian pakan dan air minum di dalam kandang yang dibuat
sedemikian rupa dengan tujuan agar tidak tercecer dan air minum tidak tumpah.
 Gudang Makanan
Tempat penyimpanan sementara untuk pakan yang belum diberikan kepada
ternak. Penyimpanan hijauan dalam gudang sebaiknya tidak dalam ikatan agar
tidak mengalami fermentasi yang menimbulkan panas dan akan mengurangi
kualitas hijauan. Penyimpanan konsentrat dalam gudang hendaknya disimpan
pada tempat yang terhindar dari proses pembusukan dan serangan hama.
 Tempat Umbaran
Tempat umbaran digunakan sebagai tempat excersice ketika kandang sedang
dibersihkan. Tempat umbaran akan sangat bermanfaat bagi ternak kambing yang
tidak pernah digembalakan (intensif) sehingga kesehatannya selalu terjaga
sekaligus merupakan tempat olahraga atau jalan-jalan bagi induk yang sedang
bunting. Kesulitan induk untuk beranak (Distokia) umumnya sering disebabkan
akibat kurangnya aktivitas bergerak dari induk yang sedang bunting.
 Tempat Kotoran
Te,pat yang digunakan untuk menampung kotoran ternak.
24

C. Manajemen Kesehatan
Faktor-faktor yang diperhatikan untuk menjaga kesehatan ternak :
a. Memandikan Ternak minimal seminggu sekali dengan prosedur tubuh
ternak badannya digosok dengan sikat. Ternak yang tidak pernah dimandikan
terlihat bulunya kotor dan lembab. Manfaat dari memandikan ternak adalah
agar kuman penyakit, parasit dan jamur yang bersarang dapat
dicegah/diberantas.
b. Pencukuran bulu dilakukan minimal 2 kali dalam setahun. Prosedur
pencukuran bulu yaitu menggunakan gunting rambut yang tajam, pencukuran
dilakukan sesuai dengan petunjuk yaitu dimulai dari bagian perut mengarah
ke depan sejajar dengan punggung ternak, menyisakan guntingan bulu
setinggi 0,5 cm.
c. Pemotongan kuku, kuku yang panjang apabila tidak segera dipotong dapat
mengakibatkan : ternak jantan mengalami kesulitan bila kawin, kuku yang
tidak dipotong dapat patah dan bisa mengakibatkan luka dan infeksi.
Pemeliharaan ternak kambing yang intensif disarankan untuk melakukan
pemotongan kuku secara berkala.
Situasi Penyakit Ternak :
a. Ciri-ciri Ternak Kambing Sehat yaitu berjalan teratur diatas keempat
kakinya, pernafasan tenang dan teratur, tidak batuk, hewan tidak kurus, tidak
terlihat penonjolan tulang rusuk, tulang punggung, tulang pinggul dan legok
lapar, otot-otot pantat berisi. Kulit mulus dan tidak ada luka. Pemeriksaan
kepala : Hewan dapat melihat, mata jernih dan terang, selaput lendir mata
basah dan berwarna merah muda, tidak ada kotoran atau eksudat dari mata,
hidung atau mulut, tidak ada pembengkakan. Pemeriksaan mulut : tidak ada
kotoran atau eksudat, tidak ada luka atau borok di mulut, hewan tidak
kekurangan cairan, ditandai dengan kulit yang elastis dan lemas, jika dicubit
kulit terangkat ke atas dan jika dilepaskan kulit kembali dengan cepat, tidak
ada tanda-tanda diare : anus bersih, kering dan tertutup, feses normal (tidak
keras, tidak lunak, tidak encer).
b. Ciri-ciri Ternak Kambing Sakit yaitu tidak makan, lesu, terbaring atau
berdiri. Tidak memandang, resah atau gemetar, bereaksi dengan hebat dan
25

bersuara. Pernafasan cepat atau tidak teratur, menggerakkan kepala secara


tidak normal, kesatu sisi atau ke atas. Hewan kurus, terlihat penonjolan tulang
rusuk, tulang punggung, tulang pinggul atau tulang lainnya, legok lapar
terlihat jelas. Pemeriksaan kepala : kotoran atau eksudat berair, bernanah
atau berdarah dari mata, hidung atau mulut, ada pembengkakan dan rasa
nyeri. Mata buram, mata merah, mata biru. Bottle jaw (pengumpulan cairan
di bawah kulit rahang bawah) akibat kekurangan protein atau cacing parasit.
Pemeriksaan mulut : kotoran atau keluaran (ludah, darah, makanan) dari
mulut, adanya luka atau borok di mulut. Selaput lendir pucat (anemik), merah
(demam), ungu merah (keracunan), kuning (penyakit kuning, hepatitis. Bulu
kusam atau kotor. Hewan kekurangan cairan yang ditandai dengan kulit yang
tidak lemas atau tidak elastis, bila dicubit, kulit terangkat dan tidak kembali
dengan segera. Tanda-tanda diare : Anus kotor, basah atau terbuka.
c. Penyebab Ternak Sakit yaitu gizi buruk pada anak kambing sehingga
pertumbuhan terganggu dan hewan menjadi mudah sakit dan mati. Pakan
hijauan tidak dipotong-potong, sedikit yang dimakan atau banyak yang
terbuang, kasar sehingga dapat melukai bibir atau lidah kambing. Kematian
kambing/kambing akibat diare, terperosok ke dalam lantai kandang, tergencet
induk. Cara mengikat kambing kurang tepat sehingga tali atau tambang
membelit badan atau kaki. Jumlah kambing/kambing di dalam kandang
terlalu padat, kotoran yang menumpuk di kolong kandang jarang dibersihkan.
d. Pencegahan dan Pengobatan Penyakit yaitu pakan tersedia dalam jumlah
dan kualitas yang cukup. Air minum yang bersih harus selalu tersedia setiap
saat, menciptakan kondisi lingkungan yang meningkatkan nafsu makan :
tempat pakan selalu dibersihkan minimal 2 kali sehari (pagi dan sore). Tidak
boleh ada pakan sisa hari kemarin, bau dari pakan yang membusuk akan
menurunkan nafsu makan kambing/kambing. Air yang digunakan sebagai air
minum harus berasal dari sumber air yang bersih (sumur). Air yang berasal
dari sungai, sawah atau sumber air yang terbuka beresiko mengandung
mengandung larva (kista, serkaria) dari cacing hati Fasciola Sp. yang dapat
menyebabkan serangan penyakit hati pada ternak. Kambing yang terserang
penyakit dapat segera diobati dan dipisahkan dari ternak yang sehat.
26

Melakukan pencegahan dengan menyuntikan vaksinasi pada kambing-


kambing yang sehat. Pemberian vaksinasi dapat dilakukan setiap enam bulan
sekali dengan menyuntikan obat ke dalam tubuh kambing. Vaksinasi mulai
dilakukan pada anak kambing bila telah berusia 1 bulan, selanjutnya diulangi
pada usia 2-3 bulan. Vaksinasi yang biasa diberikan adalah jenis vaksin Spora
(Max Sterne), Serum anti anthrax, vaksin AE, dan Vaksin SE (Septichaemia
epizootica).
Jenis penyakit yang sering menjangkit ternak kambing :
 Orf/bintumen/dakangan
Merupakan penyakit hewan yang menular, penyakit ini menyebabkan lesi-
lesi yang khas disekitar mulut/bibir berupa lepuh-lepuh atau benjolan
berkeropeng yang disebabkan oleh virus. Cara pencegahan : Melakukan
vaksinasi pada ternak sehat. Cara pengobatan : Hingga kini obat untuk
penyakit tersebut belum diketahui, pengobatan ditujukan untuk membunuh
infeksi sekunder oleh bakteri tidak untuk virus. Untuk itu digunakan salep
antibiotika (penisilin, streptonisin) atau antibiotika injekasi seperti terramisin,
selain itu memberikan vitamin untuk memperkuat kondisi tubuh.
 Kudis/budug
Merupakan penyakit akibat infeksi parasit kulit. Tanda-tandanya adalah
hewan yang terkena kudis/budug selalu menggosokkan bagian tubuh yang
terserang, bulu rontok, kulit tebal. Cara pencegahan : Tidak mencampur
hewan yang sehat dan sakit, menghindari kontak tubuh dengan yang kudisan,
membersihkan dan semprot kandang bekas yang kudisan dengan Basudin 60
yang diencerkan 1 sendok teh Basudin 60 dicampur dengan 1 ember air,
sebelum dipakai, kandang dicuci dengan air bersih. Cara pengobatan :
sebelum diobati hewan dimandikan agar bersih (digosok dengan sabun) lalu
dijemur, mengobati dengan cara menggosokan atau mengolesi berupa
campuran oli bekas yang kental dengan belerang secara merata. Mengulangi
pengobatan setiap setiap 3 hari dan pemberian suntik dengan obat Ivomec.
 Myasis/belatungan
Penyakit yang disebabkan oleh luka/tubuh berdarah yang diinfeksi oleh
lalat sehingga lalat bertelur dan menghasilkan larva/belatung. Cara
27

Pencegahan : Menghindari hal-hal yang dapat menyebabkan luka, menjaga


kebersihan dan penyemprotan insektisida. Cara Pengobatan :
Membersihkan luka dan membasmi belatung dengan insektisida seperti
Gusanex, kamper yang dihaluskan (ditumbuk). Lama pengobatan sekitar 2-3
hari, untuk mempercepat penyembuhan dapat diberi Yodium Tinctur.
Keracunan tanaman diantara rumput-rumputan atau daun-daunan ada
yang mengandung racun dan dapat membahayakan ternak seperti daun jarak
atau daun jawer kotok. Tanda-tanda klinis ternak yang keracunan adalah
mati mendadak dengan ciri mulut berbusa, kejang-kejang, terjadi perdarahan
(kotoran berdarah). Pencegahan : Jangan memberikan makanan/hijauan
yang beracun. Pengobatan : Pemberian arang aktif (tablet Norit) atau
diminumkan air kelapa muda.
D. Manajemen Breeding
Siklus birahi 22,79 hari, hasil ini lebih tinggi dari kambing Saanen yang
dilaporkan oleh Atabany (2001) yakni 21,73 hari. Sutama et al. (1995)
melaporkan bahwa kambing betina PE mencapai pubertas pada umur 10-12
bulan pada saat mencapai bobot badan sekitar 13,5-22,5 kg (rataan 18,5 kg)
yakni sekitar 55-60% dari berat badan dewasa dan berahi pertama selalu diikuti
dengan ovulasi. Menurut Mulyono (1999) bahwa pubertas (birahi pertama) pada
ternak kambing dan domba terjadi pada umur 6-12 bulan, dewasa kelamin pada
umur 4-6 bulan namun untuk tujuan perkawinan, sebaiknya pejantan digunakan
setelah mencapai antara 10-18 bulan (Willamson dan Payne, 1993).
Sutama dan Budiarsana (1997) menyatakan bahwa penundaan umur
perkawinan pertama perlu dilakukan untuk memberi kesempatan ternak
mencapai kondisi dan berat badan yang cukup untuk mempertahankan
kebuntingan dan kinerja produksi dan reproduksi selanjutnya.
Sukendar (2004), bahwa umur pertama kali ternak kambing kawin 7,50±2,50
bulan. Atabany (2001) melaporkan umur kawin pertama kali kambing betina di
Peternakan Barokah dicapai pada 403,32 hari atau 13,44 bulan. Tujuan mengatur
umur kawin ternak betina adalah untuk menjaga produktivitas, disarankan pada
saat dikawinkan ternak sudah mendekati masa dewasa tubuh. Manajemen
tersebut dilakukan agar segera setelah perkawinan tingkat kebuntingan kambing
28

optimum. Lama bunting ternak kambing dan domba rata rata 148 hari atau antara
140-159 hari (Mulyono, 1999). Selama masa kebuntingan kondisi induk harus
dijaga agar perkembangan anak dalam kandungan terjadi secara normal.
E. Manajemen Limbah
Limbah ternak yang berpotensi sebagai sumber pupuk organik adalah
kambing etawa dan domba. Limbah ternak kambing berupa feses dan urin
mengandung kalium relatif lebih tinggi dari limbah ternak lain. Feses kambing
mengandung N dan K dua kali lebih besar daripada kotoran sapi
(Balai Latihan Ternak, 2003). Feses kambing mengandung P lebih tinggi
daripada urin (Hardjowigeno, 2003). Urin kambing etawa mengandung hormon
alami golongan IAA, giberelin dan sitokinin lebih tinggi daripada urin ternak
lain (Prawoto dan Suprijadji, 1992).
Penggunaan POC limbah kambing + kompos padat per pohon per tahun
meningkatkan hasil 30-35% dibandingkan dengan pemberian kompos padat.
Hasil penelitian Haryanto (2011), pemberian POC urin domba terdekomposisi
berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah daun dan produksi
kangkung. Dosis POC urin domba yang semakin banyak diberikan maka
semakin baik pertumbuhan dan produksi tanaman kangkung.
IV. MANAJEMEN PEMELIHARAN TERNAK SAPI

Sapi potong merupakan salah satu komoditi ternak yang dapat diambil
dagingnya untuk memenuhi kebutuhan protein dalm tubuh manusia. Usaha
peningkatan pengadaan daging sapi dalam jumlah maupun kualitasnya adalah
dengan usaha pengemukan sapi potong. Usaha penggemukan sapi potong
merupakan salah satu mata pencaharian masyarakat peternakan yang mempunyai
prospek yang cerah untuk dikembangkan di masa depan. Hal ini terbukti dengan
semakin banyak diminati masyarakat baik dari kalangan peternak kecil, menengah
maupun swasta atau komersial. Usaha penggemukan sapi pada dasarnya adalah
mendayagunakan potensi genetik ternak untuk mendapatkan pertumbuhan bobot
badan yang efisien dengan memanfaatkan pakan serta sarana produksi lainnya.
Empat sistem penggemukan yang sering diterapkan di peternakan-peternakan
tertentu yakni sistem pasture fattening, dry lot fattening, sistem kombinasi yakni
pasture dan dry lot fattening dan sistem kereman atau penggemukan dry lot
fattening yang lebih sederhana. Keempat sistem penggemukan di atas, masing-
masing memiliki manajemen yang berbeda serta memiliki kelebihan serta
kelemahan. Prinsipnya, perbedaan sistem penggemukan sapi terletak pada teknik
pemberian pakan atau ransum, lama penggemukan serta umur dan kondisi sapi yang
akan digemukkan (Rudin, 2013).
Manajemen pemeliharaan ternak sapi pedaging meliputi pengelolaan pakan,
pengeloaan perkandangan, Perawatan dan pengamanan biologis serta pengeloaan
limbah. Manajemen ternak ayang baik akan menghasilkan produktifitas yang lebih
tinggi dan kesejahteraan yang baik. Hal ini menjadikan petingnya ilmu manajemen
pemeliharaan ternak untuk mencapai produksi optimal.
A. Manajemen Pakan
Pakan merupakan bahan makanan yang berupa bahan kering dan air. Bahan
makanan ini untuk kebutuhan hidup pokok ternak. Pakan sangat dibutuhkan oleh
ternak untuk tumbuh dan berkembang biak. Pemberian pakan dengan tujuan
proses pertumbuhan, reproduksi dan produksi susu akan berlangsung dengan
baik. Pakan terdiri dari zat-zat makanan yang dibutuhkan ternak berupa protein,
lemak, karbohidrat, mineral, vitamin dan air (Tillman et al., 1991).

29
30

Pakan komplit merupakan pakan yang cukup mengandung nutrien untuk


ternak dalam tingkat fisiologis tertentu yang mampu memenuhi kebutuhan hidup
pokok dan produksi tampa tambahan substansi lain kecuali air
(Hartadi et al., 2005). Bahan pakan tersebut, baik pakan kasar maupun
konsentrat dicampur secara homogen menjadi satu. Pembuatan pakan komplit
sebaiknya menggunakan pakan lokal. Hal ini sangat diperlukan mengingat
ketangguhan agribisnis peternakan adalah mengutamakan menggunakan bahan
baku lokal yang tersedia di dalam negeri dan sedikit mungkin menggunakan
komponen impor (Saragih, 2000).
Ransum untuk penggemukan sapi sebaiknya terdiri dari pakan hijauan dan
konsentrat, tujuannya adalah untuk saling melengkapi kekurangan zat gizi satu
sama lain dari bahan-bahan pakan sehingga penampilan ternak dapat optimal.
Pemberian konsentrat yang tinggi merupakan salah satu upaya untuk
mempercepat proses pertumbuhan, produksi karkas dan daging dengan kualitas
tinggi serta meningkatkan nilai ekonominya. Perbandingan pemberian pakan
hijauan dan konsentrat untuk penggemukan sapi secara komersial antara 30%:
70% atau maksimal 20% : 80% (Nuschati, 2003).
Rumput adalah tumbuhan yang kuat dan bisa tumbuh cepat. Hijauan yang
hendak ditanam tentu saja menguntungkan sehingga harus memenuhi
produktivitas persatuan luas yang tinggi, nilai palabilitas yang baik, serta
beradaptasi baik dengan lingkungan. Contoh jenis rumput potong yang memilki
palabilitas yang baik adalah rumput gajah (Pennistum purpureum), Setaria
sphacelata, Panicum maximum (Civardi dan Thomson, 2003).
Rumput gajah (Pennisetum purpureum) merupakan tanaman tahunan yang
membentuk rumpun dengan tinggi mencapai 4,5 m. Rumput gajah sangat disukai
ternak, tahan kering dan tergolong rumput yang berproduksi tinggi dengan
produksi di daerah lembah atau dengan irigasi dapat mencapai lebih dari 290 ton
rumput segar/ha/tahun (Mcllroy, 2000). Rumput gajah dipotong apabila rumput
sudah mencapai ketinggian 1 – 1,5 meter (Reksohadiprodjo, 2000).
Rumput gajah berasal dari Afrika dan mempunyai kadar protein yaitu 9,5%
dari BK (Soedomo, 2000). Rumput gajah berproduksi sekitar 150.000
kg/ha/tahun. Panjang batang rumput mencapai 2,7 m dengan buku dan kelopak
31

berbulu, helai daun mempunyai panjang 30-90 cm dan lebar 2,5 mm sedangkan
lidah daun sangat sempit dan berbulu putih pada ujungnya dengan panjang 3
mm. Rumput gajah banyak dijumpai di persawahan.Tingginya mencapai 5 m,
berbatang tebal dan keras, daun panjang, dan dapat berbunga seperti es lilin.
Kandungan rumput gajah terdiri atas 19,9% bahan kering (BK), 10,2% protein
kasar (PK), 1,6% lemak, 34,2% serat kasar, 11,7% abu, dan 42,3% bahan ekstrak
tanpa nitrogen (BETN). Produksi rata-rata sekitar 250 ton/ha/tahun.
B. Manajemen Perkandangan
Kandang merupakan tempat ternak melakukan segala aktivitas hidupnya.
Kandang yang baik adalah sesuai dengan persyaratan kondisi kebutuhan dan
kesehatan sapi. Persyaratan umum perkandangan adalah sinar matahari harus
cukup sehingga kandang tidak lembab, sinar matahari pada pagi hari tidak terlalu
panas dan mengandung sinar UV yang berfungsi sebagai desinfektan, lantai
kandang selalu kering dan memerlukan tempat pakan yang lebar sehingga sapi
mudah untuk mengkonsumsi pakan (Sasono, 2009). Bahan atap yang biasa
digunakan adalah genting, seng, asbes, rumbai, alang- alang (ijuk). Bahan
genting menggunakan bahan yang mudah didapat dan harga lebih efisien. Bahan
yang bayak digunakan adalah genting karena terdapat celah sehingga sirkulasi
udara cukup baik (Suranto,2003).
Perlengkapan kandang untuk sapi meliputi palungan yaitu tempat pakan,
tempat minum, saluran drainase, tempat penampungan kotoran, gudang pakan
dan peralatan kandang. Kandang harus dilengkapi dengan tempat penampungan
air (tangki air) yang dihubungkan dengan pipa ke seluruh kandang. Kandang
diperlukan untuk melindungi ternak sapi dari keadaan lingkungan yang
merugikan sehingga ternak memperoleh kenyamanan. Kepadatan kandang
diperhitungkan ±2 m per ekor (Santosa, 2001).
Kandang dapat dibuat bentuk ganda atau tunggal tergantung dari jumlah sapi
yang dimiliki. Kandang tipe tunggal, penempatan sapi dilakukan pada satu baris
atau satu jajaran sementara kandang tipe ganda penempatannya dilakukan pada
dua jajaran yang saling berhadapan atau bertolak belakang. Biasanya dibuat jalur
di antara kedua jajaran tersebut untuk jalan (Sugeng, 2002).
32

C. Manajemen Kesehatan
Penggemukan sapi umumnya dilakukan secara intensif dengan waktu yang
telah ditetapkan, misalkan 3 bulan, 4 bulan, 6 bulan dan 9 bulan. Peluang terkena
penyakit kemungkinan sangat kecil dikarenakan pemeliharaan dalam waktu
singkat. Penyakit yang paling umum menyerang yaitu pincang, pneumonia, flu,
dan lain-lain. Cara pencegahan yaitu dengan memisahkan ternak dari ternak
yang sehat dan kemudian diberikan obat (Lestari, 2014).
Pencegahan merupakan tindakan untuk melawan berbagai penyakit. Usaha
pencegahan meliputi karantina atau isolasi ternak, vaksinasi, deworming serta
pengupayaan peternakan yang higienis (Sudarmono dan Sugeng, 2008). Sapi-
sapi bakalan yang akan digemukkan atau yang baru dibeli di pasar hewan perlu
dimasukkan ke kandang karantina yang letaknya terpisah dari kandang
penggemukan. Pemberian vaksin dilakukan saat sapi bakalan di karantina.
Pemberian vaksin cukup dilakukan sekali untuk setiap ekor karena sapi hanya
dipelihara dalam waktu yang singkat yaitu sekitar 3-4 bulan (Abidin, 2008).
Tindakan pencegahan penyakit pada ternak sapi potong seperti menghindari
kontak dengan ternak sakit, kandang selalu bersih, isolasi sapi yang diduga sakit
agar tidak menular ke sapi lain, mengadakan tes kesehatan terutama penyakit
brucellosis dan tubercollosis, desinfeksi kandang dan peralatan dan vaksinasi
teratur. Penyakit yang sering menyerang sapi seperti antrax, ngorok, keluron.
Pencegahan penyakit dapat dilakukan vaksinasi secara teratur (Syukur, 2010).
Sanitasi yaitu tindakan untuk menjaga kebersihan lingkungan setiap
harinya. Sanitasi bertujuan untuk menekan perkembangan penyakit yang dapat
menyerang ternak. Pemeliharaan kandang dengan sanitasi adalah tindakan
pencegahan (preventif) yang sangat baik (Soedono et al., 2003). Pengendalian
penyakit sapi yang paling baik menjaga kesehatan sapi dengan tindakan
pencegahan. Tindakan pencegahan untuk menjaga kesehatan sapi dengan
menjaga kebersihan kandang beserta peralatannya termasuk memandikan sapi
serta sapi yang sakit dipisahkan dengan sapi sehat dan segera dilakukan
pengobatan. Mengusakan lantai kandang selalu kering dan memeriksa kesehatan
sapi secara teratur dan dilakukan vaksinasi sesuai petunjuk (Astiti, 2010).
33

D. Manajemen Breeding
Menurut Sarwono dan Arianto (2006) bahwa keberhasilan penggemukan sapi
potong tergantung pada pemilihan bakalan yang baik dan kecermatan selama
pemeliharaan. Bakalan yang akan digemukkan dengan pemberian pakan
tambahan dapat berasal dari sapi lokal yang dipasarkan di pasar hewan atau sapi
impor yang belum maksimal pertumbuhannya. Bakalan dipilih dari sapi yang
memiliki potensi dapat tumbuh optimal setelah digemukkan. Prioritas utama
bakalan sapi yang dipilih yaitu kurus, berusia remaja, dan sepasang gigi serinya
telah tanggal. Sapi pada umumnya digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu
Bos Indicus, Bos Taurus dan Bos Sondaikus. Bos Indicus merupakan bangsa sapi
yang terdapat di daerah tropis, Bos Taurus merupakan bangsa sapi yang terdapat
di daerah dingin dan Bos Sondaikus merupakan bangsa sapi yang terdapat di
daerah tropis. Sapi yang di usahakan sebagai ternak potong mempunyai ciri
antara lain :
1. Ukuran tubuh besar, berbentuk persegi panjang atau balok.
2. Kualitas dagingnya baik.
3. Laju pertumbuhannya cepat.
4. Efisiensi pakannya tinggi.
Menurut Sugeng, (2001) kriteria pemilihan sapi dari bentuk luarnya
yaitu :
1. Ukuran badan panjang dan dalam.
2. Bentuk tubuh segi empat, pertumbuhan tubuh bagian depan, tengah dan
belakang serasi dan garis badan atas dan bawah sejajar.
3. Paha sampai pergelangan kaki penuh berisi daging.
4. Dada lebar dan dalam serta menonjol.
5. Kaki besar, pendek dan kokoh.
Menurut Ngadiyono (2007) bahwa sapi bakalan ACC dengan kondisi kurus
tetapi sehat hanya membutuhkan waktu 60 hari untuk menjadi gemuk dengan
rataan bobot badan 454,35 kg dan konversi pakan 8,22 jauh lebih efisien
dibanding lama penggemukan 90 dan 120 hari. Kriteria pemilihan bakalan
yaitu berasal dari induk yang memiliki potensi genetik yang baik, umur bakalan
2 – 2,5 tahun, sehat dan tidak mengidap penyakit serta bentuk tubuh yang
34

proporsional (Rianto dan Purbowati, 2009). Usaha penggemukan sapi


pedaging yaitu tersedianya bakalan yang memenuhi syarat secara kontinyu.
Usaha penggemukan sapi bertujuan mendapatkan keuntungan dari
pertumbuhan bobot sapi yang dipelihara (Hadi et al., 2002).
E. Manajemen Limbah
Limbah sapi dapat berupa kotoran/feses dan air seni. Limbah sapi yang
dijadikan kompos atau pupuk organik banyak diminati masyarakat. Pengolahan
limbah sapi menjadi kompos jika dilakukan dengan benar akan menjadi sumber
penghasilan tambahan. Pengolahan limbah sapi ini dilakukan dengan berbagai
cara tergantung dari bahan tambahan yang digunakan (Soedono et al., 2003).
Kotoran sapi bila didekomposisi dengan stardec yang mengandung
mikroorganisme cell akan menghasilkan pupuk organik disebut sebagai fine
compost. Fine compost akan menyuplai unsur hara yang diperlukan tanaman
sekaligus memperbaiki struktur tanah. Hasilnya biaya produksi lebih rendah dan
produksi meningkat.Stardec dihasilkan LHM (Lembah Hijau Multifarm),
bertujuan sebagai salah satu upaya membantu tercapainya keseimbangan, serta
membuat limbah-limbah yang tidak berguna menjadi berdaya guna dan berdaya
hasil. Limbah seperti kotoran ternak dan blotong pabrik gula yang diolah dengan
stardec mampu menciptakan sebuah solusi untuk meningkatkan martabat alam
yang seimbang (Trobos, 2001).
Limbah peternakan seperti feses, urin beserta sisa pakan ternak sapi
merupakan salah satu sumber bahan yang dapat dimanfaatkan untuk
menghasilkan biogas. Perkembangan industri peternakan menimbulkan masalah
bagi lingkungan seperti menumpuknya limbah peternakan termasuknya di
dalamnya limbah peternakan sapi. Limbah ini menjadi polutan karena
dekomposisi kotoran ternak berupa BOD dan COD (Biological/Chemical
Oxygen Demand), bakteri patogen sehingga menyebabkan polusi air
(terkontaminasinya air bawah tanah, air permukaan), polusi udara dengan debu
dan bau yang ditimbulkannya (Efriza, 2009).
Seekor sapi dapat menghasilkan kotoran sebanyak 8-10 kg/hari yang apabila
diproses akan menjadi 4-5 kg pupuk organik. Potensi pupuk organik ini
diharapkan dapat dimanfaatkan secara optimal untuk mernpertahankan
35

kesuburan lahan, melalui siklus unsur hara secara sempurna


(Mariyono et al., 2010). Limbah peternakan dapat dimanfaatkan untuk berbagai
kebutuhan karena masih mengandung nutrisi atau zat padat yang potensial untuk
dimanfaatkan. Limbah ternak kaya akan nutrient seperti protein, lemak, bahan
ekstrak tanpa nitrogen (BETN), vitamin, mineral, mikroba atau biota, dan zat-
zat yang lain (unidentified subtances). Limbah ternak dapat dimanfaatkan untuk
bahan makanan ternak, pupuk organik, energi dan media berbagai tujuan
(Sihombing, 2002). Berikut adalah beberapa contoh pengolahan limbah ternak :
1. Pemanfaatan untuk pakan dan media cacing tanah
Feses sapi untuk media hidupnya cacing tanah, telah diteliti
menghasilkan biomassa tertinggi dibandingkan campuran feces ditambah
bahan organik lain seperti feses 50% + jerami padi 50%, feses 50% + limbah
organik pasar 50%, feses 50% + isi rumen 50% (Farida, 2000).
2. Pemanfaatan sebagai pupuk organik
Pemanfaatan limbah usaha peternakan kotoran ternak sebagai pupuk
organik dapat dilakukan melalui pemanfaatan kotoran tersebut sebagai
pupuk organik. Penggunaan pupuk kandang (manure) dapat meningkatkan
unsur hara pada tanah, meningkatkan aktivitas mikrobiologi tanah,
memperbaiki struktur tanah tersebut.
3. Pembentukan biogas
Proses gasbio dilakukan oleh mikroba pada situasi anaerob yang meliputi
tiga tahap yaitu tahap hidrolisis, tahap pengasaman dan tahap metanogenik.
Tahap hidrolisis terjadi pelarutan bahan-bahan organik mudah larut dan
pencernaan bahan organik yang komplek menjadi sederhana, perubahan
struktur bentuk primer menjadi bentuk monomer. Tahap pengasaman
komponen monomer (gula sederhana) yang terbentuk pada tahap hidrolisis
akan menjadi bahan makanan bagi bakteri pembentuk asam. Produk akhir
dari gula-gula sederhana pada tahap ini akan dihasilkan asam asetat,
propionat, format, laktat, alkohol, dan sedikit butirat, gas karbondioksida,
hidrogen dan amoniak.
V. MANAJEMEN PEMELIHARAN TERNAK KUDA
Sejarah kuda berasal dari Arab dimana kuda yang berasal dari Arab
sangat terkenal karena daya tahannya yang kuat dan penampilan fisiknya
yang menarik. Kuda dikelompokkan menjadi beberapa jenis diantaranya
hot blood dan cold blood dimana dari persilangan keduanya menghasilkan
keturunan jenis warm blood. Proses persilangan kuda jenis tunggang
mempergunakan kuda jantan dan betina darah dingin (cold blood) dari
daratan Eropa yang dikawinkan dengan jenis Thoroughbred menghasilkan
kuda tunggang jenis warm blood (Soehardjono, 1990).
Equus caballus adalah kuda modern yang termasuk famili Equidae,
seperti zebra dan kuda yang penampilannya sama. Famili Equinae adalah
Ordo Perrisodoctylae sehingga kuda kerabat dekat badak. Kuda berdarah
murni kecepatannya hampir mencapai 40 mph, kuda quarter Amerika
dengan jarak pendek pada kecepatan lebih dari 40 mph (Syefrizal, 2008).
Jenis-Jenis Kuda di klasifikasikan berdasar ukuran dan kegunaannya
(Maswarni dan Nofiar, 2014) :
1. Kuda ringan (light horses), Kuda ini memiliki tulang belulang kecil,
kakinya tipis, bobot badan 9001200 lbs (450-600 kg) saat dewasa, tinggi
144 17 hands (146-173 cm). Kegunaan kuda ini untuk kuda pacu, kuda
tunggang. Kuda light horses umumnya lebih lincah dan lebih cepat
dibandingkan dengan kuda draft horse.
2. Kuda berat (heavy horses), kuda ini memiliki tulang yang besar. Kakinya
tebal dan kuat dengan bobot 1400 lb (700 kg) atau lebih saat dewasa dan
tinggi 14,5-15,5 hands (147-157 cm). Kegunaan kuda ini untuk kuda tarik
beban, kuda tunggang, kuda yang dipakai untuk pekerjaan berat lainnya.
3. Kuda poni dan keledai, kuda ini memiliki bobot ≤800 lbs (400 kg) saat
dewasa dan tinggi di bawah 14,5 hands (147 cm).
A. Manajemen Pakan
Pakan merupakan bahan makanan ternak yang berupa bahan kering dan air.
Pakan harus terdiri dari zat-zat makanan yang dibutuhkan ternak berupa protein,

36
37

lemak, karbohidrat, mineral, vitamin dan air. Pakan merupakan salah satu faktor
kritis yang menentukan penampilan dari seekor kuda. (Tillman et al., 1991).
Pakan yang digunakan berupa bran dan pellet sedangkan pemberian pakan
tambahan berupa mitavite diberikan hanya untuk kuda yang akan dipakai dalam
perlombaan. Proses pencampuran pakan dengan mengambil bran sebanyak satu
ember, pellet sebanyak setengah gayung, menambahkan garam dan minyak
sayur kemudian semuanya dimasukkan dalam tempat pakan dan dicampur
dengan tambahan air. Kebutuhan air untuk kuda relatif antara 38 L sampai 45 L
per hari, bisa lebih apabila cuaca yang panas. Kuda lebih sedikit membutuhkan
air ketika cuaca dingin atau padang hijauan yang banyak kandungan airnya
(Parakasi, 1986).
B. Manajemen Perkandangan
Prinsipnya fungsi kandang adalah menyediakan kondisi lingkungan yang
nyaman dan sesuai bagi ternak. Bangunan kandang hendaknya dapat
mengisolasi atau setidaknya mengurangi pengaruh dari lingkungan luar yang
merugikan, misal terik matahari, air hujan, cuaca dingin dan lain sebagainya.
Pembangunan kandang untuk daerah tropis seperti di negara kita diusahakan
mempunyai ventilasi yang cukup untuk pertukaran udara. Kuda yang
dikandangkan membutuhkan ruang, udara, dan cahaya (Rahmat, 2005).
Stable seharusnya cukup besar agar kuda dapat bergerak dengan bebas, untuk
berbaring, rolling, dan bangun lagi tanpa terbentur dinding kandang. Ukuran
ideal untuk stable untuk kuda adalah 3,5 x 3,5 m dan untuk poni 3,5 x 3 m.
Konstruksi kandang dibuat dengan rangka dari kayu yang sangat kokoh sehingga
tahan lama. Atap bisa terbuat dari genting sehingga mampu untuk mengisolasi
terik matahari dan hujan.
C. Manajemen Kesehatan
Tindakan perawatan terhadap kuda secara garis besar diupayakan dalam
rangka pencegahan terhadap penyakit. Pencegahan penyakit dengan cara
melakukan program vaksinasi, menjaga kebersihan kuda, kandang dan
lingkungan kandang serta peralatan kandang, padang penggembalaan dan pakan
kuda. Temperatur kandang dijaga dan temperatur kandang yang baik adalah
temperatur yang memiliki variasi kecil terhadap temperatur di luar kandang.
38

Pemeliharaan dilakukan dimulai dari kandang yaitu pengambilan feses dan


urine dengan cara mengambil alas kandang berupa serbuk yang bercampur
dengan feses dan urine kemudian dimasukkan dalam karung dan dikumpulkan
menjadi satu, meratakan alas kandang (bedding) dengan alat. Perawatan kuda
(grooming) dimulai dengan mengeluarkan kuda dari kandang dan memasukkan
dalam tempat pembersihan. Pembersihan dimulai dari menggosok dengan alat
curry yang berguna untuk menghilangkan rambut maupun serbuk kayu yang
menempel dan menyikat bagian tubuh kuda dengan body brush agar semua
kotoran hilang. Pembersihan kaki kuda dari serbuk kayu yang menempel dengan
alat hoof pick, setelah itu diberikan hoof oil yang berguna merawat kuku kuda
agar tidak rapuh. Setelah selesai kuda di exercise yaitu dengan mengelilingi
lapangan beberapa kali putaran, baik dengan cara dinaiki atau langsung dituntun,
kemudian langsung dibawa kembali ke kandang.
Pemberian obat cacing penting bagi kuda. Pemberian obat cacing jika tidak
dilakukan secara teratur dalam jangka waktu 3 bulan sekali sebagai usaha
pencegahan, maka perut kuda akan tampak gemuk/membesar sebagai
manifestasi dari adanya infeksi endoparasit (Maswarni et al., 2014). Penyakit
yang sering dialami kuda adalah penyakit kolik. Kolik disebabkan karena makan
minum di waktu panas, makanan berjamur dan investasi cacing gelang di perut.
Penanganan kesehatan dilakukan denngan menjaga kebersihan kandang. Gejala
penyakit kolik : mengais-ngais tanah, berkeringat, sering melihat daerah sekitar
perutnya, selisah, nafsu makan menurun dan sering berbaring (Wuliandri, 2011).
D. Manajemen Breeding
Dua sampai tiga bulan sebelum masa perkawinan, kuda pejantan mulai
dipersiapkan dengan memberi pakan berkualitas tinggi. Pakan perlu
ditambahkan vitamin agar kesuburannya meningkat. Tambahan pakan pada
masa kawin adalah telur segar, susu bubuk, madu asli. Peralihan dari masa kawin
untuk memasuki masa istirahat tidak boleh berlangsung secara mendadak.
Pejantan yang akan digunakan sebagai pemacek sebaiknya sudah berumur 4
tahun. Pejantan yang dipakai bekas kuda pacu maka diistirahatkan terlebih
dahulu ±6 bulan(Toelihere, 1979).
39

Kuda betina yang baru pertama kali dikawinkan dipilih umur 3 tahun. Kuda
betina hanya mau dikawinkan apabila dalam kondisi subur, untuk mengetahui
subur tidaknya maka ditempatkan dengan kuda jantan apabila tidak menghindar
sewaktu dinaiki kuda jantan kemungkinan besar memang sedang dalam keadaan
subur (birahi) terkadang ada pula kuda betina yang “pura-pura” birahi (diam saja
sewaktu dinaiki pejantan).Usaha peternakan kuda hendaknya menerapkan cara
budidaya ternak kuda yang baik salah satunya adalah dalam pemilihan bibit kuda
yang akan dipelihara. Peternakan kuda umumnya memiliki cara atau tempat dan
daerah sendiri untuk mendapatkan bibit kuda yang baik, dan tidak jarang
peternakan tersebut mendatangkan bibit dari luar daerah bahkan dari luar negeri.
Hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan bibit di antaranya adalah
sebagai berikut :
1. Kriteria Umum
Kuda bibit harus sehat dan bebas dari cacat fisik seperti cacat mata,
pincang, lumpuh dan kelainan lainnya. Bibit kuda betina harus bebas dari
cacat alat reproduksi (tidak menunjukkan kemandulan). Kuda jantan harus
siap sebagai pejantan serta tidak menderita cacat pada alat kelamin.
2. Kriteria Khusus
Sifat kualitatif sesuai dengan sifat-sifat kuda menurut jenis kegunaan kuda
tersebut. Kuda pejantan merupakan salah satu faktor penting yang akan
menentukan hari depan peternakan kuda. Pejantan yang baik akan
menghasilkan keturunan yang baik pula. Cara memilih pejantan yang baik
adalah dengan cara melihat sertifikatnya, dari sini dapat ditelusuri
riwayatnya. Tingkat kesuburan yang dapat dipilih adalah yang menpunyai
nilai 60% apabila tingkat kesuburan di bawah 50% maka tingkat
kesuburannya relatif kecil.
E. Manajemen Limbah
Menurut Wheeler dan Zajackowski (2001) bahwa limbah yang dihasilkan
kuda terdiri dari 60% feses dan 40% urin. Rata-rata tiap ekor kuda dapat
menghasilkan 0,05 kg feses dan 0,03 kg cairan urin per 0,454 kg bobot badan
setiap harinya. Kuda yang memiliki bobot 454 kg dapat menghasilkan 22,7 kg
dan 13,62 kg urin per hari, total seluruhnya ialah 36,32 kg limbah yang
40

dihasilkan per hari. Jumlah feses kuda yang dihasilkan dipengaruhi oleh pakan
yang dikonsumsi, umur, dan bobot badan.
Feses yang dihasilkan menunjukan bahwa limbah yang dihasilkan dalam satu hari
dapat menimbulkan dampak buruk bagi lingkungan sekitar apabila tidak ditangani
dengan baik dan benar. Kotoran ternak sendiri dapat menghasilkan emisi yang
dapat merusak lingkungan apabila tidak diolah, terutama emisi yang dapat
menimbulkan efek rumah kaca, yaitu gas CO2, CH4, dan NOx. Menurut Moss
(1993) bahwa kontribusi relatif komponen gas efek rumah kaca terhadap global
warming adalah carbon dioxide (C02) sebesar 49%, methane (CH4) sebesar 18%,
nitrous oxide (N20) sebesar 6% dan gas lainnya 27%. Gas-gas tersebut membentuk
suatu perisai yang menyebabkan panas yang keluar dari permukaan bumi tidak
dapat keluar dari apisan atmosfir, namun akan dipantulkan kembali ke bumi
sehingga menyebabkan kenaikan suhu bumi atau disebut juga dengan global
warming (Wardhana, 2004). Feses kuda yang dihasilkan dapat diolah lebih lanjut
menjadi suatu produk yang lebih bernilai. Cara umum pengolahan limbah yang
banyak dilakukan adalah pembuatan pupuk kompos dan biogas
41

VI. JUDGING

Judging adalah penilaian tingkatan ternak dengan beberapa karakteristik


penting untuk tujuan tertentu secara subjektif. Judging terdiri atas tiga langkah
yaitu, penilaian melalui kecermatan pandangan (visual), penilaian melalui
kecermatan perabaan (palpasi), dan penilaian melalui pengukuran tubuh. Memilih
ternak berdasarkan visual berarti kita memilih ternak berdasarkan sifat-sifat yang
tampak. Dalam cara ini memilih bibit hampir sama saja dengan seleksi untuk
tujuan produksi. Seleksi berdasarkan visual ini biasa disebut dengan judging.
Ternak yang sehat dapat dipilih dengan melakukan penilaian melalui pandangan
dari samping, belakang, dan depan ternak tersebut. Ternak dalam kondisi sehat,
maka perlu diketahui karakteristik ternak yang sehat. Selanjutnya, penilaian dapat
dilakukan dengan pengamatan tulang-tulang rusuk (ribs) untuk memilih ternak yang
gemuk (Ahmad, 2010).
Judging pada ternak dalam arti yang luas adalah usaha yang dilakukan untuk
menilai tingkatan ternak yang memiliki karakteristik penting untuk tujuan-tujuan
tertentu. Sedangkan dalam arti sempit adalah referensi untuk pemberian penghargaan
tertentu dalam suatu kontes. Judging dilakukan untuk melakukan penggolongan
ternak berdasarkan kelasnya masing-masing. Ternak untuk bibit sebaiknya dipilih
pada waktu masih muda, paling tidak seumur pasca sapih, sehingga masih ada
waktu untuk pemeliharaan yang ditujukan sebagai bibit. Seleksi bibit jantan biasanya
lebih diutamakan karena jantan mempunyai keturunan lebih banyak daripada ternak
betina. Selain sifat-sifat produksi, faktor kesehatan harus diperhatikan, faktor ini erat
kaitannya dengan kemampuan reproduksi. Secara umum ternak calon bibit tidak
cacat, kaki lurus dan tegak, lincah, dan tidak pernah terserang penyakit yang
berbahaya. Pertumbuhan kelamin harus normal, kondisi tubuh tidak terlalu gemuk
atau kurus. Memilih ternak unggul untuk tujuan produksi berbeda dengan untuk
tujuan bibit.
Karakteristik ternak yang sehat meliputi, keadaan mata dan kulitnya normal,
pergerakannya tidak kaku, tingkah laku dan nafsu makan normal, pengeluaran
kotoran dan urine tidak sulit, tidak ada gangguan dalam berjalan dan berdiri, serta
memiliki respirasi dan sirkulasi darah yang normal.
Ternak (sapi) yang sehat memiliki kulit yang lentur dan mudah dilipat. Jika
kulit ternak ditarik dan dijepit kemudian lipatan tidak menghilang, maka ternak

41
42

tersebut kehilangan cairan. Keadaan ini terjadi pada ternak yang terserang diare.
Mata, mulut, dan hidung ternak yang terdapat lendir berlebihan menunjukkan ternak
tersebut dalam keadaan sakit. Cara ternak berjalan dan berdiri dapat menjadi
abnormal ketika ada bagian tubuh yang sakit. Jika kuku ternak terinfeksi, maka
ternak tersebut akan terlihat pincang.
Kotoran dan urine harus keluar secara teratur, tidak berdarah, dan memiliki
kepadatan normal. Jika kotoran keluar dalam keadaan cair dan menempel di sekitar
ekor, maka ternak tersebut terkena diare. Rambut yang tumbuh di sekitar kulit harus
tumbuh normal, halus, dan mengkilap. Ternak yang terkena anemia akan memiliki
rambut yang kasar, kering, dan terjadi kerontokan. Kasus seperti ini akan terlihat
pula pada ternak yang terinfeksi dan mengalami defisiensi nutrisi.
Selanjutnya, penilaian dapat dilakukan dengan pengamatan tulang-tulang rusuk
(ribs) untuk memilih ternak yang gemuk. Ternak kurus tidak selalu dalam keadaan
sakit, namun ternak yang gemuk menandakan produksi daging yang optimal. Tulang
rusuk sapi berjumlah 13 pasang. Semakin sedikit tulang rusuk yang membayang di
balik kulit, maka ternak tersebut semakin gemuk. Hal ini terjadi karena tulang rusuk
tertutup oleh perdagingan dan lemak.
Kegemukan ternak (sapi) dapat diketahui dengan meraba perkembangan otot di
antara tulang processus spinosus (tulang belakang) dengan processus transversus
(tulang rusuk rudimenter). Pada ternak yang gemuk, processus transversus tidak
dapat teraba oleh tangan dan terasa sekali perlemakan yang tebal di balik kulit. Pada
domba yang tertutup rambut tebal, perabaan dilakukan dengan tangan terbuka pada
punggung dari arah belakang dekat pangkal ekor sampai ke leher dengan jarak
perabaan tidak lebih dari 5 cm. Mengukur berbagai ukuran-ukuran tubuh seperti,
panjang badan, lingkar dada, tinggi gumba. Ukuran yang penting dalam mengetahui
kegemukan dan berat tubuh ternak tersebut adalah lingkar dada dan panjang badan.
Lingkar dada diukur melingkar di belakang sendi bahu (os. scapula).
Umumnya pertama-pertama ternak dilihat dari samping, kemudian dari
belakang dan terakhir dari depan. Observasi yang terpenting di sini adalah rentangan
panjang badannya karena semakin panjang maka volume dagingnya juga semakin
banyak.

Pengamatan dari belakang sapi jantan dengan bagian belakang lebar. Puncak dari
pantatnya harus lurus dan di daerah pangkal ekornya penuh/kompak. Puncak pangkal
43

ekor ke lutut tampak cukup dalam dan lebar, terlebih disukai lagi bila
bulat/menonjol, menunjukkan volume dagingnya yang lebih banyak.
Pengamatan di lakukan dari depan yang harus diamati adalah kepadatan pada
bagian depan dan kepadatan dari bagian dada. Bagian dada "brisket" yang
padat/kompak dan menggantung menunjukkan adanya lemak yang berlebihan.
Tulang kaki bagian depan juga diamati sama dengan cara pengamatan dari belakang.
Hal ini berarti ternak yang diinginkan adalah ternak dengan tulang yang besar/tebal
dan dapat berdiri tegak, dengan kaki yang padat/berat, yang dalam observasi ini
menunjukkan adanya hubungan ketebalan otot di bagian-bagian tubuh yang lain.
Body Condition Scoring (BCS) atau skor kondisi tubuh merupakan metode
yang digunakan untuk menilai secara subjektif tingkat kegemukan seekor ternak sapi
potong. Dengan melihat skor kondisi maka dapat diketahui baik buruknya
manajemen pemeliharaan yang telah dilakukan oleh peternak. Evaluasi dengan BCS
efektif untuk mengukur sejumlah energi metabolik yang disimpan sebagai lemak
subkutan dan otot pada ternak.
Body condition produksi mempengaruhi produksi, reproduksi, dan kesehatan.
Ternak yang mempunyai kondisi tubuh sangat jelek (sangat kurus) dan atau sangat
gemuk dapat disebabkan oleh kekurangan nutrisi, kelebihan nutrisi, masalah
kesehatan dan atau manajemen yang tidak tepat.
Mengevaluasi kondisi tubuh ternak secara teratur dapat menghindarkan atau
membantu mengatasi kondisi tubuh yang ekstrim (tidak normal), dan meningkatkan
produktivitas dan probabilitas. Menilai kondisi tubuh heirfers (sapi dara) juga
direkomendasikan untuk membantu mengidentifikasi pemberian pakan dan
permasalahan manajemen. Cara terbaik memonitor perubahan-perubahan kondisi
tubuh selama laktasi dan sepanjang periode pertumbuhan adalah melakukan scoring
tubuh induk dan heirfers secara teratur.
Penilaian BCS menggunakan angka skala 1 sampai 5. BCS (1= sangat kurus,
2= kurus, 3= sedang, 4= gemuk, 5= sangat gemuk). Penilaian tersebut berdasarkan
pada pendugaan visual maupun dengan perabaan terhadap delapan bagian tubuh
ternak. Bagian tubuh tersebut antara lain pada bagian processus spinosus, processus
transversus, legok lapar, tuber coxae (hooks), antara tuber coxae dan tuber
ischiadicus (pins), antara tuber coxae kanan dan kiri dan pangkal ekor ke tuber
ischiadicus.
44

Tabel 1. BCS (Body Condition Scoring)


BCS Keterangan
1 Sangat Kurus
2 Kurus
3 Sedang
4 Gemuk
5 Sangat Gemuk
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z. 2008. Penggemukan Sapi Potong. Agro Media Pustaka, Jakarta.


Animal Waste Management. 1971. Proceedings of National Symposium on Animal
Waste Management, September 28-30, 1971. The Airlie House, Warrenton,
Virginia.
Anonymous. 1947. Pig Boom in China. Pig International (Sept., 1974), hlm. 44.
Astiti, L. G. S. 2010. Petunjuk Praktis Manajemen Pencegahan dan Pengendalian
Penyakit pada Ternak Sapi. Nusa Tenggara Barat. Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian,NTB.
Budi, U. 2005. Pengaruh interval pemerahan terhadap aktivitas seksual setelah
beranak pada kambing PeranakanEtawah. J. Agri. Pet. Vol 1 No. 2
Cheeke, P. R. 1986. Potensial of rabbit production in tropical and subtropical
agricultural system. Journal Anim. Science 63 : 1581 – 1586.
Cheeke, P. R. 1987. Rabbit feeding and nutrition. Academic Press, Inc. Orlando,
Florida. Hal 5 – 99.
Cheeke, P. R. 1994. Nutrition and nutritional diseases. The Biology Of The
Laboratory Rabbit. Academic Press, New York.
Civardi, A. dan R. Thomson. 2003. Ensiklopedia Mini. Erlangga, Jakarta.
Efriza, F. E. 2009. Biogas Limbah Peternakan Sapi Sumber Energi Alternatif
Ramah Lingkungan.Universitas Gajah Mada Press, Yogyakarta.
Ensminger, M. E. 1991. Animal Science: Animal Agriculture Series. 9th Ed.
Interstate Publishers, Inc. Danville, Illinois.
Gunawan, D. 2008. Pedoman budidaya kelinci yang baik (good farming practice).
Direktorat Jenderal Peternakan Direktorat Budidaya Ternak Non
Ruminansia, Jakarta.
Gunawan. 2010. Pengaruh pemeliharaan koloni dengan individu terhadap performa
produksi kelinci. Skripsi Fakultas Peternakan UnPad, Sumedang.
Hadi, P. U., A. Thahar, N. Ilham. dan B. Winarso. 2002. A Progress Report
Summary: Analytic Framework To Facilitate Development Of Indonesia’s
Beef Industry. Paper Presented at the “Routine Seminar”. Center for Agro

45
Socio Economic Research and Development, Bogor. 8 Maret 2002. 24 p.
Jurnal Litbang Pertanian.
Mariyono, Y. Anggraeni. dan A. Rasyid. 2010. Rekomendasi Teknologi Peternakan
dan Veteriner Mendukung Program Swasembada Daging Sapi (PSDS)
Tahun 2014. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Masanti, R dan Ali, A. 2017. Beternak kelinci potong. Penebat Swadaya, Jakarta.
Mukodiningsih, S. Sutrisno, C. I., Sulisyanto, B., Prasetiyono B. W. H. E. 2014.
Pengendalian mutu pakan. UPT Universitas Diponegoro Press, Semarang.
Mulyono, S. 1999. Teknik Pembibitan Kambing dan Domba. Penerbit Swadaya,
Jakarta.
Muswarni, R.Nofiar. 2014. KUDA : Manajemen Pemeliharaan dan
Pengembangbiakan. Penebar Swadaya.Jakarta
Nugroho, E., dan Whendrato, I. 1990. Beternak Babi. Semarang: Eka Offset. Hal :
29-40
Nurrohman, M. Suryanto, A. dan Karuniawan, P. W. 2014. Penggunaan fermentasi
ekstrak paitan (Tithonia Diversifolia L.) dan kotoran kelinci cair sebagai
sumber hara pada budidaya sawi (Brassica Juncea L.) secara hidroponik
rakit apung. Jurnal Produksi Tanaman. Vol. 2 (8) : 649 – 657.
Nuschati, U. 2003. Penggunaan Kaliandra (Calliandra calotyrsus) untuk Substitusi
Konsentrat Pabrik dalam Pakan untuk Penggemukan Sapi Frisian Holstein
Jantan. Thesis Magister Sain. Jurusan Nutrisi Ternak, Fakultas Pasca
Sarjana. Universitas Diponegoro Semarang, Semarang.
Parakasi. 1986. Ilmu dan Makanan Ternak Monogastrik. Universitas Indonesia
Press, Jakarta.
Prawirodigdo, S. Y. C., Raharjo, P. R., Cheeke dan N. M., Patton. 1985. Effect of
cage density on the performance of growing rabbits. Journal Appl Rabbit
Res. Vol. 8 (2) : 85 – 86.
Priyatna, N. 2011. Beternak dan bisnis kelinci pedaging. PT AgroMedia Pustaka,
Jakarta.
Raharjo, C. Y. 1994. Potential and prospect of an integrated rex rabbit farming in
supporting and export oriented agribusiness. Indonesian Agricultural
Research and Development Journal. 16 : 69 – 79.

46
Rahmat, S. A. 2005. Rencana Bisnis Penggemukan Sapi Potong di Perkebunan
Tebu Subang. Http : // www.rni.com//.
Reksohadiprodjo, S. 2000. Produksi Tanaman Hijauan Makanan Ternak Tropik.
Badan Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Rianto, E. dan E. Purbowati. 2009. Panduan Lengkap Sapi Potong. Penebar
Swadaya, Jakarta.
Riwantoro. 2011. Pedoman Penataan Budidaya Ternak Babi Ramah Lingkungan.
Kementrian Pertanian Ditjen PKH. Jakarta. 15-20
Rosdiana. 2015. Pertumbuhan tanaman pakcoy setelah pemberian pupuk urin
kelinci. Jurnal Matematika, Saint dan Teknologi. Vol. 16 (1) : 1 – 8.
Rudin. 2013. Berbagai Sistem Penggemukan Sapi Potong. Fakultas Peternakan.
Universitas Halu Oleo (UHO), Kendari.
Sajimin, Y., C. Rahardjo dan Nurhayati, D., Purwantari. 2005. Potensi kotoran
kelinci sebagai pupuk organik dan pemanfaatannya pada tanaman pakan dan
sayuran. Lokakarya Nasional Potensi dan Peluang Pengembangan Usaha
Agribisnis Rabbits.
Santosa dan Yogaswara. 2006. Manajemen Usaha TernakPotong. Niaga Swadaya,
Jakarta.
Saragih, B. 2000. Kebijakan Pengembangan Agribisnis di Indonesia Berbasiskan
Bahan Baku Lokal. Bull. Peternakan edisi Tambahan hlm. 6 – 11.
Sarwono, B. dan B. M. Arianto. 2006. Penggemukan Sapi Potong Secara Cepat.
Edisi II. Penebar Swadaya, Jakarta.
Sasono. 2009. Beternak Sapi Secara Intensif. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Setiawan, T. dan T. Arsa. 2005. Beternak Kambing Perah Peranakan
Ettawa. Penebar Swadaya, Jakarta.
Setyaningrum, dkk. 2003. Manajemen Ternak Potong. Unsoed. Purwokert
Sihombing, D. T. H. 2000. Teknik Pengelolaan Limbah Kegiatan/Usaha
Peternakan. Pusat Penelitian Lingkungan Hidup. Lembaga Penelitian IPB,
Bogor.
Sihombing, D.T.H. 1997. Ilmu Ternak Babi. Fakultas Peternakan IPB, Bogor
Soedomo, R. 2000. Produksi Tanaman Hijauan Makanan Ternak Tropik. PT.
Gramedia, Jakarta.

47
48

Soedono, A., R. F. Rusdiana dan B. S. Setiawan. 2003. Beternak Sapi Perah Secara
Intensif.
Agromedia Pustaka, Jakarta.
Soehardjono, O . 1990. Pamulang Equestrion. Gramedia, Jakarta
Suci, D. M dan Lilis, K. 2017. Panduan beternak kelinci. Niaga Swadaya, Jakarta.
Sudarmono, A. S., dan Y. B. Sugeng. 2008. Sapi Potong. Edisi Revisi. Penebar
Swadaya, Jakarta.
Sugeng, B. 2002. Sapi Potong. Penebar Swadaya, Jakarta.
Sugeng, Y. B. 2001. Pengembangan Ternak Sapi. Gramedia, Jakarta.
Sukendar, A. 2004. Produktivitas dan dinamika populasi kambing Peranakan
Etawah di Desa Hegarmanah Kecamatan Cicantayan Kabupaten Sukabumi.
Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor
Suranto. 2003. Ilmu Penyakit Ternak. Universitas Gajah Mada Press. Yogyakarta.
Sutama, I-K., I. G. M. Budiarsana, H. Setianto,& A. Priyanti. 1995. Productive and
reproductive performances of young Peranakan Etawah does. Jurnal Ilmu
Ternak dan Veteriner
Syefrizal. 2008. Manajemen Kesehatan Kuda.
Syukur. D. A., 2010. Beternak Sapi Potong. Dinas Peternakan dan Kesehatan
Hewan, Bandar Lampung.
Tillman, A. D., H. Hartadi, S. Reksohadipradja, S. Prawirakusuma, dan S.
Lebdosukojo. 1991. Ilmu Makanan Ternak I. Universitas Gadjah Mada
Press, Yogyakarta.
Toelihere, M. R. 1979. Fisiologi Reproduksi pada Ternak. Angkasa, Bandung.
Wardhana, W. A. 2004. Dampak Pencemaran Lingkungan (Edisi Revisi). Edisi
Ketiga. Andi Offset, Yogyakarta. Wheeler, E. & J. S. Zajaczkowski. 2001.
Horse Stable Manure Management.
Williamson, G. & W. J. A. Payne. 1993. Pengantar Peternakan Di Daerah Tropis.
Tejamahan: S.G. N Djiwa Darmadja. An Introduction to Animal Husbandry
in The Tropics third edition.Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
Williamson, G. Dan W.J.A Payne. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis.
Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

48

Anda mungkin juga menyukai