Anda di halaman 1dari 11

PENERAPAN AKAD KAFALAH PADA PERUSAHAAN EKSPOR

IMPORT DI INDONESIA

Dosen :
Dr.Azharsyah,S.E.Ak.,M.S.O.M.

Di susun oleh:
Dinda Tiara Nita (190603012)

Program Studi Perbankan Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam

Universitas Islam Negeri Ar-Raniry

Darussalam Banda Aceh

2021
2
Kata Pengantar

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan semesta alam. Rahmat
dan keselamatan semoga senantiasa dilimpahkan Allah Kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga
dan para sahabatnya, serta para pengikutnya yang setia hingga akhir zaman. Dan tak lupa penulis
bersyukur atas tersusunnya makalah ini. Sebelumnya kami ucapkan banyak terima kasih kepada
Bustamam Usman, S.H.I.,M.A selaku dosen pengampu yang telah memberikan kami kesempatan
untuk membahas Makalah yang berjudul Al- Masyaqqah Tajlibu At-Taisir. Tujuan kami menyusun
makalah ini adalah tiada lain untuk memperkaya ilmu pengetahuan kita semua dan untuk
memenuhi tugas mata kuliah Perbankan Syaraiah. Kami berharap agar makalah ini dapat
bermanfaat bagi seluruh pembaca dan pihak-pihak yang membutuhkan untuk dijadikan literatur.
Apabila dalam penulisan makalah ini terdapat banyak kesalahan dan kekurangan, kami mohon maaf
yang sebesar-besarnya.

Wassalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh.

Banda Aceh, 03 April 2021

Penulis

1
Daftar Isi

Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
BAB I 1
PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 1
C. Tujuan Penulisan 1
BAB II 2
PEMBAHASAN 2
a. Pengrtian Al-Masyaqqah Tajlibu At-Taysir 2
b. Dasar hokum Al- Masyaqqah Tajlib At- Taysir 2
c. Penerapan kaidah dalam Al- Masyaqqah Tajlibu At-Taysir dalam ekonomi 3
BAB III 6
PENUTUP 6
A. Kesimpulan 6
B. Saran 6
Daftar Pustaka 7

2
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kaidah assasyah tentang al-masyaqqah tajlib al-taysir. Mengingat hokum islam yang belum
atau tidak dijelaskan secara langsung oleh Al-quran dan Al-hadis dan baru bisa diketahui setelah
terjadi penggalian lewat ijtihad, maka dikenalkan sebutan dalam fiqih suatu istilah hokum dzanni
atau hokum ijtihad sehingga berpengaruh pada penerapan hukumnya yangharus disesuaikan
dengan situasi dan kondisi, bahkan harus sejalan dengan tuntunan zaman beserta kemaslahatan-
kemaslahatannya yang menjadi prinsip utama disyariatkan nya syariah (Maqashid Al-syariah) dalam
menyelesaikan permasalahan hokum yang dijalani mukhalaf. Kesukaran dan kesulitan yang menjadi
problematika dan dilema yang terjadi pada mukalaf menuntut adanya penerapan hokum untuk
mencapai kemaslahatan dan kepastian hokum guna menjawab permasalah yang terjadi.

Dalam makalah ini akan membahas unsur-unsur yang terkait dalam kaidah al-masyaqqah
tajlib at-taysir.

B. Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan Al-Masyaqqah Tajlibu At-Taysir?
b. Bagaimana Dasar hokum Al-Masyaqqah Tajlib At-taysir?
c. Apa penerapan kaidah Al-Masyaqqah Tajlibu At-Taysir dalam perekonomian islam?

C. Tujuan Penulisan
a. Mengetahui maksud atau pengertian dari Al-Masyaqqah Tajlib Taysir
b. Memahami dasar hokum Al-Masyaqqah Tajlibu At-Taysir
c. Memahami penerapan kaidah Al-Masyaqqah Tajlibu At-Taysir dalam perekonomian islam

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengrtian Al-Masyaqqah Tajlibu At-Taysir


”Al-Masyaqqah Tajlibu At-Taysir”

Artinya : “ kesukaran itu dapat menarik kemudahan”.

Al- Masyaqqah menurut etimologis adalah al-ta’ab yaitu kelelahan, kepayahan, kesulitan,
dan kesukaran sedangkan kata At-Taysir menurut etimologis adalah kemudahan, seperti didalam
hadist rasulullah saw disebutkan :

Artinya : “ sesungguhnya agama itu mudah” (HR. Bukhari dan Muslim)

Kaidah kesukaran itu dapat menarik kemudahan artinya kesukaran menyebabkan adanya
suatu kemudahan. Hokum yang dipraktikkannya menyulitkan mukallaf, pada diri, dan sekitarnya
terdapat kesukaran, maka syari’at memudahkannya sehingga beban tersebut berada di bawah
kemampuan mukallaf tanpa kesulitan. Hokum-hukum yang ada pada penerapannya menimbulkan
kesukaran dan kesulitan bagi mukallaf (subjek hokum) maka syariah memudahkannya sehingga
mukallaf mampu melaksanakannya tanpa merasa kesukaran dan kesulitan.

Dari kalimat Al- Masyaqqah Tajlibu At-Taysir dapat diambil dua kata didalamnya, yakni kata
al-masyaqqah berarti kepayahan, kesulitan dan kerepotan. Masyaqqah adalah suatu kesulitan yang
menghendaki adanya kebutuhan tentang sesuatu, bila tidak dipenuhi tidak akan membahayakan
eksistensi manusia. Sedangkan kata kedua adalah At-Taysir artinya adalah kemudahan dan
keringanan. Dari kedua kata tersebut dapat disimpulkan bahwa secara kaidah ini mempunyai
pengertian bahwa sebuah kesulitan akan menjadi sebab datangnya kemudahan dan keringanan.

Adapun secara istilah para ulama, maka kaidah ini berarti : hokum-hukum syar’i yang dalam
praktik nya menimbulkan kesulitan dan kepayahan serta kerumitan bagi seorang mukallaf (orang
yang diberi beban syar’i), maka syari’at islam meringankannya agar bisa dilakukan dengan mudah
dan ringan.

B. Dasar hokum Al- Masyaqqah Tajlib At- Taysir


Dikarnakan posisi kaidah ini nyaris sampai pada posisi qoth’I untuk menghilangkan kesulitan
bagi umat muslim, maka terdapat dalil-dalil yang cukup banyak, baik dari al-qur’an maupun sunnah
nabi Muhammad saw. Diantara dalil-dalil dari al qur’an adalah : QS. Al-baqarah : 185/286; QS
Annisa : 28; QS Al maidah:6; QS Al- A’raf: 157 ; QS Al Haj: 78 ; QS An nur:61. Ayat-ayat tersebut
memiliki kekuatan dalam mendukung kaidah Al- Masyaqqah Tajlib At- Taysir walaupun ayat
tersebut dapat juga digunakan sebagai dalil untuk kaidah-kaidah lain.

Sedangkan dalil sunnah nabi Muhammad saw terdapat beberapa hadist yang memiliki
makna terkait kaidah ini. Di antara yang paling dekat maknanya dengan kaidah adalah kata “ad-din
bi al-hanifah al-samhah” dalam hadist Rasulullah SAW yang berbunyi: “inna ad-dina ‘inda Allahi al-
hanifah al-samhah la al-yahudiyah wa la an-naroniyah” dinamakan agama dengan agama yang hanif

2
mengandung arti kemudahan dan keluwesan. Dalam buku Al-Qowaidul Fiqhiyah disebutkan bahwa
Imam Bukhari mencantumkan sub-bab khusus dalam bab shahih yaitu ad-din yusar (agama yang
dimudahkan). Disamping itu juga beberapa ulama-ulama klasik menerangkan maknamakna hadist
yang berkaitan langsung dengan kaidah sebagaimana telah disebutkan di atas, diantaranya; Imam
Ibnu Hajar menyebutkan bahwa “dinamakan agama yang sangat mudah bila dibandingkan dengan
agama-agama sebelumnya….”8.Kemudian dalil-dalil yang yang gunakan oleh para ulama-ulama
yang menerangkan bahwa kaidah ini merupakan kaidah yang sangat penting dalam agama Islam
adalah; hadist yang diriwayatkan Bukhori dari Anas yang maknanya kurang lebih “mudahkan jangan
mempersulit, bersosialisasilah jangan individualistik”; hadist dari Aisyah RA; hadist dari Jabir ibn
Abdullah tentang mengambil rokhsah (keringanan) bagi yang berpuasa ketika safar.

Selain itu juga ibnu daqiq al- ‘Ied menyebutkan bahwa tafsir dari hadist nabi Muhammad
saw “ ‘alaikum … lakum” adalah nabi Muhammad saw lebih menyukai umatnya untuk mengambil
ruksah ketika dalam keadaan butuh akan keringanan dan janganlah membiarkan diri dalam keadaan
sengsara. Masih banyak lagi hadist-hadist yang menerangkan bahwa kesulitan dalam menjalankan
agama ini harus dihilangkan bagi muslim mukallaf.
Ayat-ayat al qur’an dan hadis nabi Muhammad saw tentang kesulitan ini merupakan suatu
petunjuk kepada umat muslim adalah sesuatu yang harus dilakukan dengan baik. Dua sumber dalil
tersebut juga tidak menutup kemungkinan untuk digunakan sebagai dalil pada kaidah-kaidah yang
serupa dengan kaida al- masyaqqah tajlib at- taysir. Selanjutnya dalil-dalil tersebut setidaknya dapat
dibagi menjadi tiga bagian penting. Pertama, agama islam memperbolehkan untuk menghilangkan
kesulitan dari umatnya; kedua, bahwa rasullah saw memerintahkan umatnya untuk meninggalkan
keadaan yang membahayakan diri dan menempuh jalan yang lebih ringan; ketiga, bahwa nabi
Muhammad saw mengkhawatirkan kesulitan-kesulitan yang dihadapi umatnya.

C. Penerapan kaidah dalam Al- Masyaqqah Tajlibu At-Taysir dalam ekonomi


Tidak dapat dipungkiri bahwa perekonomian islam baik di Indonesia maupun di dunia
berlandaskan Al-quran dan sunnah. Selain dua sumber uatama pemikir islam juga merujuk kepada
ijmak dan qiyas. Fenomena berkembangnya ekonomi islam dan IJKS di Indonesia juga dapat
diimbangi oleh perkembangan ekonomi islam itu sendiri. Keberimbangan antara fenomena
perkembangan zaman dengan hokum islam sebagaimana pengkatagorian yang dikemukakan oleh
as-shiddqi dikutib oleh thalib menyebutkan ada tiga kategori hokum islam: pertama, hokum yang
telah sempurna dan tuntas; kedua,hokum yang menempuh jalan tengah dan; ketiga, hokum islam
yang dinamis yang bisa selalu bergerak dan berkembang sesuai zaman.

Berkaitan dengan penerapan kaidah Al- Masyaqqah Tajlibu At-Taysir dalam perekonomian
islam dan IJKS di Indonesia setidaknya terdapat tujuh bentuk kemudahan yang dapat diaplikasikan,
diantaranya adalah: pertama, kategori mencapai kemudahan dengan penghapusan kesulitan.
Dalam kategori ini islam mewajibkan untuk menghilangkan riba dari kegiatan muamalah keuanga
sehari-hari. Riba dapat di kategorikan sebagai hal yang membahayakan keberlangsungan ekonomi
suatu Negara karena sebagaimana disebutkan dalam Al-quran bahwa orang-orang yang memakan
riba bagaikan orang yang kemasukan setan karena penyakit gila.

Kedua, mencapai kemudahan dengan pengurangan kesulitan. Lembaga keuangan syariah


(LKS) bank memiliki setidaknya terdapat empat pola dalam pembiayaan bank syariah, yaitu:

3
pertama, bagi hasil untuk investment financing; kedua, pola jual beli untuk trading financing;
ketiga,pola sewa tried financing dan; keempat,pola pinjaman untuk dana talangan. Bank syariah
melakukan fungsinya sebagai intermediasi dalam perhimpunan dan penyaluran dana dengan
prinsip syariah. Dalam proses penyaluran dana dari bank kepada nasabah, pihak perbankan akan
meminta kepada calon nasabah pembiayaan untuk melengkapi syarat yang telah ditetapkan oleh
perbankan setelah proses kelengkapan berkas oleh calon nasabah akan dilakukan screening serta
akan diwawancara, rangkaain tersebut akan diputuskan oleh pihak perbankan berapa besaran dana
yang kemudian layak untuk diberikan kepada calon nasabah tersebut. Dalam konteks musayaqqah
tajlib taysir, apabila dalam tahapan proses yang dilakukan oleh pihak bank dan dalam pertimbangan
pihak bank bahwa calon nasabah tersebut akan menimbulkan kesulitan perbankan dan
mengakibatkan kerugian, maka pihak perbankan harus mengambil jalan yang lebih mudah untuk
menghindari kesulitan tersebut. Sebagai contoh dengan pertimbangan bank untuk mengurangi
versi pembiayaan yang diajukan oleh calon nasabah untuk memperkecil tingkat kerugian yang
kemudian akan terjadi.

Ketiga, mencapai kemudahan dengan penggantian kesulitan.Dalam dunia perbankan baik


syariah maupun konvensional sudah sangat akrab dengan pembiayaan bermasalah (Non-
Performing Financing/NPF). Berbagai cara yang dilakukan oleh pihak perbankan untuk mereduksi
kemungkinan terjadinya moral-hazard dalam pembiayaan. Diantara yang dilakukan oleh LKS adalah
screening, monitoring, collateral bahkan hukuman pinalti bagi yang terindikasi pembiayaan
bermasalah.Sebagimana yang dilakukan oleh perbankan Malaysia yang memberi hukuman kepada
mereka yang masuk dalam kategori pembiayaan bermasalah.Dilain pihak, LKS di Indonesia terutama
Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS), dalam konteks aktualisasi kaidah masyaqqoh tajlibu
taisirapabila terjadi pembiayaan bermasalah yang dilakukan oleh nasabah sehingga merugikan
operasional LKMS, maka LKMS tersebut memberikan solusi dengan merestukrusisasi akad
kontrak.Restrukturisasi akad ini bertujuan menghilangkan akad lama yang menyulitkan nasabah
dengan menggantinya dengan skema akad kontrak yang cenderung lebih aplikatif bagi nasabah.

Keempat, mencapai kemudahan dengan pendahuluan.Dalam konteks perekonomian


Indonesia khususnya dunia Industri Jasa Keuangan Syariah(IJKS) terdapat lembaga yang dikenal
dengan takaful.Takaful berasal dari kata Kafalah dapat diartikan sebagai pengalihan tanggung jawab
seseorang yang dijamin dengan berpegang pada tanggung jawab orang lain sebagai penjamin.
Konsep takaful mendapatkan peranan yang sangat signifikan dalam menjaga keberlangsungan
kehidupan di dunia maupun di akhirat baik dari kebutuhan individu, keyakinan, kehidupan,
kesehatan dan dari hal-hal yang tidak diketahui.Dalam praktik takaful, perusahaan takafulakan
mengumpulkan dana dari nasabah yang kemudian dana tersebut didiversifikasi untuk investasi
produktif dan sebagian lagi digunakan sebagai cadangan apabila nasabah ada yang melakukan
klaim. Dikarenakan takaful adalah lembaga pengumpulan dana kolektif untuk suatu tujuan tertentu
(jiwa, kesehatan, kebakaran dan bencana) dan ketika salah satu nasabah tertimpa kemalangan
maka dana tersebut digunakan untuk membantu nasabah klaim. Dalam konteks kaidah, klaim
nasabah yang mengalami kemalangan merupakan suatu kesulitan, sehingga dana perkumpulan
takaful dialokasikan terlebih dahulu kepada nasabah klaim dari pada yang tidak terkena
kemalangan. Dengan artian terdapat titik temu masyaqqoh tajlibu taisirdengan LKS takaful yaitu
kemudahan yang didahulukan untuk mengurangi atau menghindari kesulitan.

4
Kelima, mencapai kemudahan dengan pengakhiran.Sebagaimana disebutkan di atas
tentang Non-Performing Financing (pembiayaan bermasalah), tidak hanya terjadi dalam IJKS akan
tetapi juga terjadi dalam kehidupan muamalah sehari-hari. Ketidakmampuan seseorang untuk
membayar hutang kepada pemberi hutang dapat terjadi dikarenakan berbagai hal.Dalam keadaan
ketidaksanggupan membayar hutang ketika jatuh tempo dikarenakan kebutuhan doruri yang lebih
mendesak, maka Islam memperbolehkan untuk melakukan penagguhan pembayaran hutang
tersebut. Maka keterkaitan kaidah dengan masalah hutang ini adalah ketika sesorang yang terlilit
hutang tidak mampu untuk membayar ketika jatuh tempo dikarenakan kebutuhan doruri maka ia
berhak untuk mendapatkan penangguhan atau mengakhirkan pembayaran hutang tersebut,
sehingga ia mendapatkan kemudahan dalam penangguhan pembayaran hutang.

Keenam, mendapatkan kemudahan denganruksah, perkembangan ekonomi Islam dunia


ditandai dengan diadakannya konferensi negera-negara Islam pada kisaran tahun 1970an dan pada
saat yang tidak telalu lama didirikan Islamic Development Bank (IDB). Sedangkan di Indonesia geliat
pemikiran tentang perekonomian Islam muncul pada dekade 1980an ditandai dengan berdirinya
Baitul Maal wa Tamwil (BMT) di masjid Institut Teknologi Bandung (ITB) atas prakarsa para
cendikiawan yang tergabung dalam Ikatan Cendikiawan Muslim Indinesia (ICMI) di Bandung. Tidak
berselang lama, kemudian lahir perbankan syariah pertama yaitu Bank Muamalat Indonesia (BMI)
pada tahun 1992. Berkaitan dengan adanya ruksah dalam kaidah masyaqqaoh tajlibu taisir, maka
sebelum periode tersebut, dibawah tahun 1980an ummat muslim di Indonesia diberikan ruksah
untuk melakukan transaksi pada perbankan konvensional yang berbasis riba dengan model akan
kontrak apapun. Keringanan yang diperoleh berupa ruksah ini sebabkan beberapa hal, seperti
belum ada alternatif umat muslim untuk bertransaksi keuangan pada bank syariah yang berbasis
bagi hasil (Profit and Loss Sharing). Kemudian keringanan yang diberikanuntuk menyimpan uang di
bank konvensional agar tidak timbul masalah apabila uang tersebut disimpan dirumah, misalnya
terjadinya kasus pencurian.

Ketujuh, adanya kemudahan dengan perubahan.Sebagaimana dijelaskan pada point ketiga


tentang Non-Performing Financing (NPF) yang terjadi pada nasabah perbankan syariah pada point
ketujuh ini memiliki kesamaan teknis dalam muamalah keuangan sehari-hari.Sebagi contoh apabila
seorang nasabah masuk dalam kategori NPF dimungkinkan bagi lembaga keuangan tersebut untuk
merubah skema akad kontrak antara nasabah dan bank apabila nasabah kesulitan untuk
menyelesaikan akad kontrak pertama. Oleh karena itu atas dasar menghilangkan kesulitan skema
akan kontrak pertama direkonsrtuksi ulang dengan skama yang lebih mudah dan tidak menimbul
kesulitan bagi nasabah untuk menyelesaikan pembiayaannya.Misalnya dengan memperpanjang
jatuh tempo pembiayaan.

5
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Al- Masyaqqah Tajlib At- Taysir akan memunculkan adanya kemudahan kaidah ini termasuk
kaidah fiqih yang sangat penting untuk dipahami. Karena, seluruh rukhshah dan keringanan yang
ada dalam syari’at merupakan wujud dari kaidah ini. Di antara dalil yang menyangkut kaidah ini,
yaitu firman allah swt yang artinya : allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak
menghendaki kesukaran bagimu. (al-baqarah/2:185) allah tidak membebani seseorang melainkan
sesuai dengan kesanggupannya.

Ayat-ayat diatas menjadi landasan kaidah yang sangat berharga ini. Dikarenakan seluruh
syari’at dalam agama ini lurus dan penuh toleransi. Lurus tauhidnya, terbangun atas dasar perintah
beribadah hanya kepada allah swt semata, tidak menyekutukannya dengan sesuatu pun. Demikian
pula, syari’at ini penuh toleransi dalam hokum-hukum dan amalan-amalannya. Sebagai contoh,
ibadah-ibadah yang mencakup dalam rukun islam. Salah satunya adalag shalat. Jika kits lihst ibadah
ini merupakan amaliah yang mudah dan hanya membutuhkan sedikit waktu. Di samping
kemudahan- kemudahan ini, masih ditambah lagi, jika ada yang mempunyai udzur sehingga
menyebabkannya tidak mampu atau kesulitan melaksanakan hokum-hukum syari’at, maka allah
swt telah memberikan keringanan sesuai dengan keaadan dan kondisi orang yang bersangkutan.

B. Saran
Alhamdulillah, makalah ini dapat terselesaikan pada waktu yang telah ditentukan, semoga
bias bermanfaat bagi pembaca dan khususnya bagi penulis sendiri. Tentunya dalam penyusunan
makalah ini banyak yang perlu diperbaiki, maka dari itu penulis mengharap saran dan keritik yang
konstuktif sehingga penulis bias memperbaiki makalah selanjutnya

6
Daftar Pustaka

https://almanhaj.or.id/2502-kaidah-ke-3-adanya-kesulitan-akan-memunculkan-adanya-kemudahan.html

https://www.google.com/search?
q=jurnal+almasyaqqah+tajlib+attaysir+dalam+muamalah&safe=strict&sxsrf=ALeKk03fyWsN_y26At6p06n9q
OpaDKv26g%3A16174267595

https://scholar.google.com/scholar?hl=id&as_sdt=0%2C5&q=jurnal+al+masyaqqah&oq=jurnal+al+masyaqq

Anda mungkin juga menyukai