Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

AHLUSSUNNAH WAL JAMA'AH

DOSEN PENGAMPU :
MUHAMMAD IKHSANUDIN, M.Pd.I.

DISUSUN OLEH :
ERNA NOVITA
NIM:
2386230056

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS NURUL HUDA SUKARAJA OKU TIMUR
2024
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh


Puji dan syukur saya panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
segala rahmat dan karunianya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah dengan baik
dan tanpa suatu kendala apapun.
Tidak lupa juga saya mengucapkan Terimakasih kepada Dosen Pengampu Mata
Kuliah “Ilmu Kalam", Bpk. MUHAMMAD IKHSANUDIN, M.Pd.I. yang telah
membimbing dan memberi arahan dalam penyelesaian tugas makalah “SEJARAH
DAN AJARAN AHLUSSUNNAH WALJAMA'AH”. Begitu pula kepada teman-teman
seperjuangan yang telah memberi masukan dan arahan kepada kami selama
menyelesaikan makalah ini. Saya memohon maaf apabila terdapat kesalahan dan
kekurangan dalam pembuatan makalah ini. Karenanya saya sangat menerima kritik
serta saran yang membangun dari para pembaca agar saya dapat menulis makalah
lebih baik lagi pada kesempatan berikutnya.
Besar harapan saya makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca, terutama
bagi Mahasiswa/i Universitas Nurul Huda Fakultas Agama Islam. Sekian harapan dari
saya, saya ucapkan terima kasih.

Wassalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh

Sukaraja, 22 Maret 2024


Penulis

Erna Novita

ii
DAFTAR ISI
COVER i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I 1
PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Rumusan Masalah 1
C. Tujuan Masalah 1
BAB II 2
PEMBAHASAN 2
A. Pengertian Ahlussunah Wal Jama'ah 2
B. Sejarah dan Pelopor Ahlussunah Wal Jama'ah 2
C. Ajaran ahlussunnah Wal Jama'ah 5
D. Peran Penting Ahlussunah Wal Jama'ah dalam Islam 8
E. Pemikiran Akidah Ahlussunah Wal Jama'ah 9
BAB III 11
PENUTUP 11
A. Kesimpulan 11
B. Saran 11
DAFTAR PUSTAKA 12

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Aswaja (Ahlussunah Wal Jama'ah) perlu dipelajari karna Aswaja (Ahlussunah Wal
Jama'ah) termasuk ajaran orang-orang Islam secara keseluruhan dan sebagai bekal untuk
pedoman hidup dalam sehari-hari. Aswaja (Ahlussunah Wal Jama'ah) adalah suatu
golongan yang menganut syariat Islam yang berdasarkan pada al-Qur'an dan al- Hadist.
Aswaja (Ahlussunah Wal Jama'ah) sebagai bagian dari kajian keislaman yang merupakan
upaya yang mendudukkan Aswaja secara proporsional, bukannya semata-mata untuk
mempertahankan sebuah aliran atau golongan tertentu yang mungkin secara subyektif
kita anggap baik karna rumusan dan konsep pemikiran teologis yang diformulasikan oleh
suatu aliran, sangat dipengaruhi suatu masalah teori pada masanya dan mempunyai sikap

B. Rumusan Masalah
1. Menjelaskan pengertian, sejarah, serta pelopor Ahlussunah Wal Jama'ah?
2. Menjelaskan ajaran serta peran Ahlussunah Wal Jama'ah dalam Islam?
3. Menjelaskan Pemikiran Akidah Ahlussunah Wal Jama'ah?

C. Tujuan Masalah
1. Mahasiswa mampu memaparkan tentang pengertian, sejarah, serta pelopor
terbentuknya Ahlussunah Wal Jama'ah!
2. Mahasiswa mampu memberikan penjelasan terkait ajaran serta peran Ahlussunah
Wal Jama'ah dalam Islam!
3. Mahasiswa mampu mengetahui apa saja pemikiran Akidah Ahlussunah Wal Jama'ah
dalam Islam!

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Ahlussunah Wal Jama'ah

Secara bahasa, kata ahlussunnah wal jamaah berasal dari kata ahlun, sunnah dan
jamaah. Kata ahlun yang artinya keluarga, golongan dan pengikut. Sunnah berarti
perkataan,pemikiran dan amal perbuatan nabi Muhammad SAW, sedangkan jamaah
adalah sekelompok orang yang memiliki tujuan tertentu. Pada penggunaan kata
Ahlussunnah wal Jama’ah atau yang lebih dikenal dengan istilah Ahlussunnah, Aswaja,
atau Sunni yang merupakan sebuah julukan yang disematkan kepada golongan atau
kelompok umat Islam yang mengikuti ajaran dan keteladanan nabi Muhammad SAW.
Jadi dapat disimpulkan golongan tersebut merupakan para sahabat, tabi’in, dan generasi
setelahnya yang bersepakat dan memiliki prinsip untuk tetap berpegang teguh pada Al-
Qur’an dan As-Sunnah. Sedangkan dalam kajian fiqih kelompok Ahlussunnah wal
Jama’ah (Sunni) merujuk kepada empat imam madzhab yaitu imam Hanafi, Imam Maliki,
Imam Syafi’i dan Imam Hanbali.

Dapat dikatakan bahwa pengertian ahlussunnah wal jamaah adalah aliran atau
paham yang mengikuti ajaran Rasulullah dan para sahabatnya serta menjauhi perkara-
perkara yang baru dan bid’ah dalam agama. Mengikuti Rasulullah berarti meneladani dari
semua aspek kehidupan beliau, baik yang berupa perkataan, perbuatan dan apa yang
disetujui oleh Rasulullah, termasuk juga mengikuti apa yang telah dicontohkan oleh para
sahabat beliau. Ahlussunnah wal jamaah juga dikenal atau disingkat dengan istilah Aswaja.
Pengertian ahlussunnah wal jamaah adalah istilah dalam Islam yang lebih merujuk pada
komunitas Muslim yang menganut ajaran berasal dari tradisi Islam. Ajaran ahlussunnah
wal jamaah ini lebih menekankan pada ajaran tauhid, keadilan, dan kemanusiaan. Nilai-
nilai tersebut diyakini memiliki peran penting dalam membentuk pemahaman dan sikap
masyarakat terhadap dunia dan Tuhan.

Dikutip dari laman NU Online, pengertian ahlussunnah wal jamaah adalah


mayoritas umat Islam sepanjang masa dan zaman, sehingga golongan lain menyebut
mereka dengan sebutan "Al-'Āmmah (orang-orang umum) atau Al-Jumhūr", karena lebih
dari 90 persen umat Islam adalah Aswaja. Ahlussunnah wal jamaah mentransmisikan teks
wahyu dengan sangat baik, bahkan ahlussunnah wal jamaah menafsirkannya,
menjabarkan yang mujmal (global), kemudian memanifestasikannya dalam kehidupan
dunia ini, sehingga mereka memakmurkan bumi dan semua yang berada di atasnya.
Ahlussunnah wal jamaah adalah golongan yang menjadikan hadis Jibrīl yang diriwayatkan
oleh Muslim dalam Shahīh-nya, sebagai dalil pembagian pilar agama menjadi tiga, yakni
Iman, Islam dan Ihsān, untuk kemudian membagikan ilmu kepada tiga ilmu utama, yakni
akidah, fiqih dan suluk.

B. Sejarah dan Pelopor Ahlussunah Wal Jama'ah

1. Sejarah Berdirinya Ahlussunah Wal Jama'ah

2
Dalam hadits Rasulululah SAW bahwa yang dimaksud Ahlu Sunnah Wal jamaah
adalah “ Ma Ana Alaihi Wa Ashabi‖. Hadits ini sangat jelas menunjukkan bahwa istilah
Ahlu Sunnah digunakan untuk orang-orang yang mengikuti Rasulullah dan para
sahabatnya. Berdasarkan sanad dasar keagamaan tersebut, jelaslah bahwa sumber
ajaran ahlu Sunnah waljamaah yaitu , Al-qurán, Sunnah dan Ijma‘. Dalam perspektif
Nahdhatul Ulama sebagai salah satu organisasi keagamaan yang mengnut ahlussunnah
wal jamaah mengakui qiyas sebagai salah satu sumber hukum Islam selain Al-Qur’an
dan hadits. Keberadaan qiyas sebagai salah satu sumber hukum Islam tidak berdiri
sendiri, tetapi tetap harus berlandaskan kepada Al-Qur’an dan hadits Rasulullah SAW.
Bahkan terdapat beberapa tokoh yang memahami qiyas sebagai salah satu metode
istinbath hukum Islam

Dalam kajian ilmu kalam Ahlussunnah wal Jama’ah dinisbatkan kepada kelompok
Asy’ariyah dan Maturidiyah. Dikarenakan dua kelompok ini yang menentang kelompok
Khawarij dan Jabariyah yang dianggap terlalu tekstual dan kelompok Qodariyah dan
Mu’tazilah karena dianggap pemikirannya terlalu liberal. Istilah Ahlu Sunnah wal
Jama’ah sendiri, pertama kali diperkenalkan oleh Nabi Muhammad SAW dalam
haditsnya yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Abu Dawud yang artinya, “Dari
Mu’awiyah bin Abu Sufyan bahwa ia berdiri di hadapan kami dan berkata, “Ketahuilah
bahwa Rasulullah SAW berdiri di hadapan kami dan berkata, ”Ketahuilah,
sesungguhnya orang-orang sebelum kalian dari kalangan ahlul kitab telah terpecah
menjadi tujuh puluh dua ajaran, dan sesungguhnya agama ini akan terpecah menjadi
tujuh puluh tiga golongan. Tujuh puluh dua golongan akan berada di neraka dan satu
golongan akan berada di surga, yaitu Al Jama’ah.” (H.R. Abu dawud dan Ibnu Majah).
Dalam keterangan lain juga dijelaskan bahwa, golongan Ahlussunnah wal Jama’ah
mulai dikenal luas sejak berdirinya dinasti Abbasiyah yang dipimpin oleh seorang tokoh
dari golongan Mu’tazilah dan menjadikan paham Mu’tazilah sebagai madzhab
pemerintah yang harus diikuti oleh semua rakyatnya.

Pada era kepemimpinan Mu’tazilah, pemerintah mulai bertindak sewenang-


wenang. Dengan cara memaksa semua orang, termasuk para pejabat dan tokoh agama
yang tidak sepaham dengannya untuk mengakui dan mengikuti paham Mu’tazilah dan
jika mereka menolak ajaran Mu’tazilah maka mereka tidak segan-segan untuk
melakukan kekerasan. Pada saat itu banyak sekali para ulama’ yang mendapatkan
siksaan dari kaum Mu’tazilah dan salah satu imam besar yang tak luput dari siksaan
kaum Mu’tazilah adalah imam Ahmad bin Hanbal, karena beliau tetap konsisten
terhadap ajarannya. Sehingga muncullah kelompok “Ahlussunnah wal Jama’ah”, yang
merasa tidak puas terhadap pemerintahan dan ajaran Mu’tazilah.

2. Pelopor Ahlussunah Wal Jama'ah


a.) Imam Abu Hasan al-Asy'ari
Nama yang sebenarnya adalah Ali bin Ismail bin Abi Sisyr Ishaq bin Salim bin
Ismail bin Abdilah bin Musa bin Amir Bashroh Bilal bin Abi Burdah bin Abu Musa
al-Asy’ari Abdulloh bin Qois bin Hadhor al-Asy’ari al-Yamani, Sahabat Rasulullah.
3
Populer dengan nama Abu Hasan al-Asy’ari. Dilahirkan di Basroh lalu menetap di
Baghdad setelah melepas faham Mu’tazilah. Tahun kelahirannya diperselisihkan,
namun mayoritas sejarawan menetapkan tahun 260 H, sebagaimana di tetapkan oleh
Adz-Dzahabi, dan wafat tahun 324 H. Beliau adalah satu keturunan sahabat Nabi
saw yang bernama Abu Musa al-Asy’ari. Setelah ayahnya meninggal, ibu beliau
menikah lagi dengan seorang tokoh Muktazilah yang bernama al-Jubba’i. Imam
Asy’ari sangat tekun mempelajari aliran Muktazilah dan sangat memahami tentang
aliran ini. Tidak jarang ia menggantikan ayah tirinya untuk menyampaikan ajaran
Muktazilah.

Dengan kemahiran dan posisinya sebagai anak tiri dari seorang tokoh utama
Muktazilah, banyak orang memperkirakan bahwa suatu saat Imam Asy’ari akan
menggantikan kedudukan ayah tirinya sebagai seorang tokoh Muktazilah. Namun
harapan itu tidak sesuai dengan kenyataannya. Fakta berbicara lain. Setelah Imam
Asy’ari mendalami ajaran Muktazilah, terungkaplah bahwa ada banyak celah dan
kelemahan yang terdapat dalam aliran tersebut. Sesudah mengetahui beberapa
kelemahan ini, beliau menyendiri dan ber-tafakkur (merenung dan berfikir) selama 15
hari. Ia meminta kepada Allah swt agar mendapat petunjuk tentang langkah terbaik
yang akan dilaluinya. Akhirnya, ia kembali pada ajaran Islam yang murni, yakni
ajaran yang telah digariskan Rasulullah dan para sahabat serta dilanjutkan oleh salafus
salih.

Imam Asy’ari beranggapan apabila tetap mengamalkan ajaran Muktazilah yang


sangat mengandalkan akal pikiranya, berarti telah melakukan dosa sosial yang besar,
karena mengajak orang lain untuk berbuat kemunafikan. Akhirnya beliau mengambil
keputusan untuk meninggalkan ajaran Muktazilah. Imam Asy’ari kemudian
memproklamirkan diri dan mengajak manusia untuk kembali Ahlussunnah Wal
Jamaah, seperti yang telah diajarkan para salaf salih. Setelah peristiwa ini, banyak
kalangan yang mengagumi keberanian Imam Asy’ari, sehingga beliau dijuluki sebagai
penyelamat akidah umat Islam. Beliau diposisikan sebagai pelopor kembali kepada
Ahlussunnah Wal Jamaah, karena setelah masa Sahabat, Tabi’in, Tabi’ut Tabi’in,
Fuqaha dan Imam Mazhab Empat, muncul kelompok yang akan merusak kemurnian
agama lslam, seperti para filosof yang terpengaruh betul dengan filsafat syirik Yunani
dan Rumawi kuni, terutama setelah masa penerjemahan buku tersebut ke dalam
bahasa Arab. Beliau dan kawan-kawannya muncul meluruskan kembali sesuai dengan
sunnah Rasulullah dan sahabat-sahabatnya. Asy’ari menulis banyak kitab, di
antaranya al-Ibanah ‘an Ushulid-Diyinah, Maqalat al-lslamiyuin dan lain sebagainya.

Metode beliau dalam perumusan Ahlussunnah Wal Jamaah didukung oleh


berbagai kalangan, para Muhadditsin (ahli hadis), Fuqaha’ (ahIi fiqh) serta para ulama
dari berbagai disiplin ilmu. Sebagai contoh kita sebutkan Imam An-Nawawy (w.677 H)
penyusun kitab Riyadhush Shalihin; Syeikh Ibnul Hajar Al-Asqalany (w.852 H)
penulis Fathul Bari, Bulughul Maram, dll; Imam Al-Qurthuby, pengarang Tafsir
Qurthubi; Syeikh Ibnul Hajar Al-Haitamy (w.974 H) muallif kitab Az-Zawajir; Imam

4
Zakariya Al-Anshary, pengarang kitab Fathul Wahhab; dan masih amat banyak lagi.
Tidak sedikit pula dari Ahli Tashawwuf yang berorientasi kepada Asy’ary, seperti
Abdul Karim Al-Hawazin (w.465 H) penulis kitab Ar-Risalah Al-Qusyairyah; Imam
Al-Ghazaly (w.505 H).

b.) Abu Manshur al-Maturidi


Tokoh Ahlussunnah Wal Jamaah yang kedua adalah Imam al-Maturidi. Nama
sebenar adalah Abu Mansur Muhammad bin Muhammad bin Mahmud al-Maturidi.
Al Maturidi dinisbahkan kepada tempat kelahirannya yang bertempat di Sungai Jihun,
kampung Maturid Samarqandi di Basrah. Berkenaan tanggal kelahiran beliau, tidak
ada satu rujukanpun yang mengungkapkan hal ini. Dr. Ayub Ali dalam kitab Al-
Bayadhi menyebutkan, bahwa Al-Maturidi Lahir sekitar tahun 238 H/852 M. kerana
salah satu gurunya yaitu Muhammad bin Muqotil Arrozi wafat pada tahun 348 H/862
M. dan para sejarawan sepakat bahwa beliau wafat pada tahun 333 H/944 M dan
dikebumikan di Samarqand. Sepuluh tahun setelah meninggalnya Imam Abu Hasan
al-Asy'ari.Sejarawan tidak menyebutkan secara jelas tentang silsilah keluarganya
namun ada yang menyebutkan, bahawa Al-Maturidi dinisbatkan kepada Abi Ayub
Kholid bin Zaid bin kulaib AlAnshory, yaitu salah seorang sahabat yang menyambut
Nabi SAW ketika hijrah ke Madinah. Dengan penisbatan ini Al-Imam Bayadhi
menyandangkan nama Al-Anshori pada namanya.

Seperti yang telah dijelaskan bahwa beliau mengikuti cara Abu Hanifah dalam
fiqh, maka kebanyakan ajaran yang beliau usung masih merupakan bagian dari
Mazhab Abu Hanifah, terutama dalam bidang akidah. Karena itu banyak pakar yang
menyimpulkan bahwa dasar pijak Maturidi dalam akidah adalah pemikiran Abu
Hanifah yang sebenarnya tidak berbeda dengan imam Syafi’ie, Maliki dan Hanbali,
karena keempat mazhab fiqih tersebut adalah Ahlussunnah Wal Jamaah dalam
akidahnya. Murid murid beliau yang terkenal ada 4 orang, yaitu Abu al-Qasim Ishaq
bin Mubammad terkenal sebagai hakim Samarkand (w.340 H); Imam Abu Hasan ‘Ali
bin Sa’id al-Ras Taghfani; Imam Abu Muhammad Abdul Karim bin Musa al-
Bazdawi (w.390 H). Dan, yang terakhir adalah Imam Abu al-Laits al-Bukhari. Satu-
satunya tulisan Imam Maturidi yang sampai kepada kita adalah kitab al-Tauhid yang
ditahqiq oleh Dr Fathullah Khulayf (cf. At-Tauhid, hal.2).

C. Ajaran Ahlussunah Wal Jama'ah

Sangat logis bahwa yang paling pantas menafsiri al-Quran adalah orang yang
membawa al-Quran itu sendiri, Nabi Muhammad. Beliaulah yang paling memahami apa
yang dimaksud dalam al-Quran. Dan sangat rasional bahwa yang paling mengerti pada
apa yang dikehendaki Nabi adalah para sahabatnya. Mereka paham betul pada kondisi
saat itu, karakter lawan bicara dalam teks hadis, dan hal-hal lain yang tak tertulis dalam
teks. Selain itu, mereka juga memiliki karakter bahasa Arab yang masih murni, sehingga
lebih kuat dalam memahami nash al-Quran dan Hadis. Saksi sejarah jelas lebih paham
dari sekadar peneliti sejarah. Dalam sebuah Hadis sahih Rasulullah bersabda, “Sebaik-
5
baik manusia adalah zamanku, lalu orang-orang setelahnya, lalu orang-orang setelahnya.
Kemudian datanglah golongan-golongan yang persaksiannya mendahului sumpahnya,
dan sumpahnya mendahului persaksiannya” . Tiga generasi awal itulah yang disebut
dengan salaf, yaitu masa Rasulullah beserta sahabat, masa tabiin, dan masa tabi tabiin.
Merekalah golongan yang dipastikan baik oleh Rasulullah. Sehingga golongan manapun
yang berusaha untuk sama dengan mereka, juga akan berada dalam kebaikan seperti
mereka.

Aswaja adalah paham untuk meniru ajaran Rasulullah dan para sahabatnya. Di
mana ajaran itu mencakup semua aspek kehidupan beliau dan para sahabat yang
dipahami oleh generasi tabiin serta para ulama selanjutnya. Secara umum, ideologi dan
perilaku Aswaja dapat terangkum dalam tiga ajaran pokok, yaitu Iman, Islam, dan Ihsan.
Iman terwujud dengan meyakini semua hal yang telah diajarkan oleh Rasulullah. Islam
dapat terwujud dengan melaksanakan hukum dan aturan fikih yang telah ditetapkan oleh
al-Quran dan Hadis dengan berbagai perangkat pemahamannya. Sedangkan Ihsan dapat
terwujud dengan menghayati hidup dan bertasawuf mengharap ridha Allah seperti yang
dilakukan oleh Rasulullah dan para sahabat dalam kehidupan mereka sehari-hari. Untuk
itu berikut jabaran dari ketiga ajaran tersebut:
1. Iman
Iman adalah keyakinan hati seorang mukmin terhadap kebenaran ajaran-ajaran
Islam, baik itu meliputi hal-hal tentang ketuhanan, tentang kenabian, dan tentang hal-
hal gaib yang telah dijelaskan dalam al-Quran dan Hadis.

a. Keyakinan tentang ketuhanan


Secara umum, rangkuman keyakinan tentang Tuhan ini adalah untuk
memproteksi seorang mukmin agar tidak meyakini salah tentang Tuhan dengan
mengetahui ciri-ciri Tuhan itu sendiri. Dalam karyanya Umm al-Barahin, ad-Dasuqi
mendefinisikan Tuhan dengan sangat gamblang, beliau menyatakan: Tuhan adalah
dzat yang tidak butuh pada apapun dan segala sesuatu selain dia butuh pada-Nya.
Untuk itu, harus diyakini bahwa Tuhan maha sempurna. Segala kekurangan dan
ketidak-layakan tidak boleh disandarkan pada-Nya. Misalnya, Tuhan itu berubah
menjadi manusia (keyakinan trinitas umat Kristen). Itu akan menyebabkan bahwa
Tuhan – yang asalnya kuat (tanpa kelemahan) – tiba-tiba menjadi lemah, butuh pada
makanan dan minuman, butuh pada udara, dan lain sebagainya. Untuk itu, kita
perlu mengetahui ciri-ciri (sifat) Tuhan Yang Maha Kuasa. Di mana sifat-sifat
kesempurnaan-Nya terangkum dalam:
1) Meyakini bahwa Allah memiliki sifat-sifat mulia yang terangkum dalam 20 sifat
wajib bagi Allah
2) Meyakini bahwa Allah tidak memiliki satupun sifat kekurangan yang terangkum
dalam 20 sifat mustahil bagi Allah
3) Meyakini bahwa Allah dalam mentakdirkan dan menentukan sesuatu tanpa
keterpaksaan

b. Keyakinan tentang kenabian

6
1.) Meyakini bahwa para nabi dan utusan Allah berperangai dengan sifat-sifat mulia
yang terangkum dalam 4 sifat wajib, dan tidak mungkin memiliki perangai buruk
yang terangkum dalam 4 sifat mustahil, sekaligus mereka berhak untuk melakukan
perilaku manusiawi.
2.) Meyakini kebenaran kitab-kitab Allah yang diturunkan kepada para nabi dan
utusan
3.) Meyakini kebenaran mukjizat-mukjizat para nabi dan utusan

c. Keyakinan tentang hal-hal gaib


1.) Meyakini bahwa Allah menciptakan makhluk gaib seperti dalam al-Quran dan
Hadis, yaitu malaikat, setan, dan jin dengan segala sifat dan perilakunya
2.) Meyakini bahwa hari kiamat dan hal-hal gaib setelahnya seperti kebangkitan dari
kubur, hisab, syafaat nabi, surga dan neraka adalah benar
3.) Meyakini cerita al-Quran dan Hadis tentang peristiwa-peristiwa sebelum kiamat
seperti Dajjal, Yakjuj Makjuj, dan turunnya Nabi Isa adalah benar

2. Fikih
Fikih adalah aturan yang ditetapkan Allah tentang segala perilaku mukmin. Aturan
itu dipahami dari al-Quran dan Hadis oleh para ulama yang memiliki kemampuan
tentang itu yang terjabarkan dalam bentuk aliran fikih yang disebut madzhab. Untuk
saat ini, dari sekian banyak madzhab yang berkembang di masa awal Islam, hanya ada
4 madzhab yang sanggup bertahan untuk disampaikan dari generasi ke generasi, yaitu
madzhab Hanafi, Maliki, Syafii, dan Hanbali. Sedangkan yang lain sudah tidak ada
generasi yang meneruskan, maka madzhabnya tidak terjaga keasliannya. Secara global
cakupan fikih meliputi:
a. Fikih ibadah, yaitu aturan fikih yang berkenaan dengan tata-cara beribadah kepada
Allah dan hal-hal terkait
b. Fikih muamalah, yaitu aturan fikih yang berkenaan dengan bersosial, melakukan
transaksi, hukum perdata, dan hal-hal terkait
c. Fikih faraid, yaitu aturan fikih yang berkenaan dengan hukum warisan
d. Fikih munakahah, yaitu aturan fikih dalam pernikahan dan hal-hal terkait
e. Fikih jinayah, yaitu aturan fikih yang berkenaan dengan politik, hukum pidana,
perbudakan, dan hal-hal terkait

3. Tasawuf
Tasawuf adalah usaha untuk menjaga hati agar dalam berperilaku dan bertingkah
laku selalu menuju satu harapan, yakni mengharap ridha Allah SWT sebagai wujud
dari Ihsan. Hal itu terwujud dengan mengetahui seluk-beluk penyakit hati dan
mengobatinya dengan senantiasa bermujahadah dengan amal baik serta selalu
bermunajat kepada Allah SWT. Secara umum konsep tasawuf terbagi menjadi dua
bagian:
a. Menghiasi diri dengan perangai baik yang secara global terangkum dalam beberapa
sifat berikut:
– Takwa, artinya senantiasa takut kepada Allah yang terwujud dalam bentuk
7
mentaati aturan-Nya dan menghindari larangan-Nya
– Tawakkal, artinya senantiasa pasrah dan berperasangka baik kepada Allah atas
semua yang Dia takdirkan
– Ikhlas, artinya senantiasa murni mengharap ridha Allah dengan tidak mengharap
hal-hal duniawi
– Zuhud, menghindari hal-hal duniawi
– Introspeksi diri dan Rendah hati, artinya senantiasa melihat kekuarang diri sendiri
dan tidak menganggap diri lebih baik dari orang lain
– Mujahadah, artinya melatih hati dengan terus-menerus melakukan hal-hal baik
b. Menghindari perangai buruk yang secara global terangkum dalam beberapa sifat
berikut:
– Tamak, artinya mengharap kenikmatan orang lain agar berpindah padanya
– Dengki, artinya tidak suka bila melihat orang lain mendapatkan nikmat
– Sombong, artinya menganggap diri sendiri lebih baik dari orang lain
– Riya’, artinya dalam berperilaku selalu pamrih dan mengharap hal-hal duniawi

Selain penjelasan sifat-sifat di atas, tasawuf sejatinya terletak pada perilaku


bukanlah pada teori. Penghayatan terhadap sejarah Nabi, sahabat , para ulama, dan
para sufi adalah bagian terbesar dalam menumbuhkan dasar-dasar tasawuf di dalam
hati. Di mana selanjutnya mujahadah melawan nafsu dan mensucikan hati adalah
suatu kewajiban guna mencari ridha Allah, karena jiwa setiap mukmin, bahkan setiap
manusia pastilah merindukan Tuhannya.

D. Peran Penting Ahlussunah Wal Jama'ah Dalam Islam


Ahlussunnah wal jamaah memiliki peran penting dalam Islam dan diakui sebagai
kelompok mayoritas umat Islam. Berikut adalah beberapa aspek yang menunjukkan
pentingnya ahlussunnah wal jamaah dalam Islam, yakni:
1. Sebagai Pegangan Ajaran Utama Islam
Ahlussunnah wal jamaah mendasarkan ajarannya pada Al-Qur'an, Hadis (tradisi
Nabi Muhammad SAW), Ijma (konsensus umat Islam), dan Qiyas (analogi). Mereka
mempertahankan pegangan ajaran utama Islam dan mengikuti jejak para sahabat Nabi
sebagai contoh teladan.
2. Konsensus dan Kesatuan Umat
Ahlussunnah wal jamaah menekankan pentingnya ijma (konsensus) dalam
mengambil keputusan keagamaan. Hal ini berkontribusi pada kesatuan umat Islam,
karena mereka mencari kesepakatan bersama dalam hal-hal yang berkaitan dengan
hukum dan ajaran agama.
3. Perlindungan Terhadap Ajaran Bid'ah
Ahlussunnah wal jamaah berusaha untuk melindungi umat Islam dari bid'ah
(inovasi dalam agama) dengan memegang teguh ajaran-ajaran yang telah ditetapkan
oleh Nabi Muhammad SAW dan para sahabat. Mereka menolak penyimpangan dari
ajaran Islam yang tidak memiliki dasar dalam Al-Qur'an dan Hadis.
4. Keberlanjutan dan Tradisi Pemahaman
Ahlussunnah wal jamaah melanjutkan tradisi pemahaman Islam yang telah

8
diterapkan oleh para sahabat dan generasi awal umat Islam. Mereka melestarikan
warisan intelektual dan spiritual Islam yang menjadi dasar bagi pengembangan ilmu
keagamaan dan hukum Islam.
5. Mazhab dalam Fiqh
Ahlussunnah wal jamaah memelihara keberagaman dalam pemahaman hukum
Islam dengan adanya empat mazhab utama dalam fiqh (hukum Islam), yakni Hanafi,
Maliki, Syafi'i, dan Hanbali. Hal ini memberikan fleksibilitas kepada umat Islam
dalam mengikuti satu mazhab yang sesuai dengan konteks kehidupan mereka.
6. Peran dalam Penyebaran Islam
Ahlussunnah wal jamaah sebagai kelompok mayoritas, memainkan peran sentral
dalam penyebaran Islam di seluruh dunia. Mereka berkontribusi dalam menyebarkan
ajaran Islam secara luas, membawa pesan perdamaian, keadilan, dan kebersamaan.
7. Peran Pemimpin dan Ulama
Ahlussunnah wal jamaah memiliki peran penting para ulama (cendekiawan agama)
dan pemimpin spiritual dalam memahami dan menjelaskan ajaran Islam. Ulama dari
kelompok ini memainkan peran kunci dalam memberikan panduan keagamaan
kepada umat Islam.

E. Pemikiran Akidah Ahlussunah Wal Jama'ah

Secara umum pemikiran aqidah Ahlussunnah wal Jama’ah tidak berbeda jauh
dengan pemikiran akidah aliran Asy’ariyah dan Maturidiyah. Di mana dalam
pemikirannya menganggap Tuhan bisa dilihat dengan mata kepala di akhirat, Nabi
Muhammad memberikan syafaat pada hari kiamat, Kebaikan dan keburukan tidak dapat
diketahui akal semata, manusia hanya bisa berusaha dan Tuhanlah yang menentukannya,
sifat-sifat Tuhan seperti qudrat, iradat, dan lain sebagainya. Menurut Al-Baghdadi yang
termasuk golongan akidah Ahlussunnah wal Jama’ah, yaitu:
1. Orang-orang yang memahami dengan benar tentang permasalahan ketauhidan,
kenabian, hukum janji dan ancaman, pahala dan siksa, syarat ijtihad, imamah dan
pimpinan umat dengan mengikuti metode aliran mutakallimin.
2. Imam-imam dalam fiqh, baik dari ahl ar-ra‘y maupun dari ahl al-hadis, yang
menganut madzhab shifatiyyah dalam persoalan pokok agama, mengenai zat Tuhan
dan sifat-sifat-Nya yang azali, menjauhkan diri dari paham Qadariyyah dan
Mu’tazilah.
3. Mengikuti ajaran dari khulafaur rosyidin; Abu Bakar, Umar bin Khattab, Ustman bin
Affan dan Ali bin Abi Thalib. Serta mengikuti salah satu ajaran pokok di antara
empat imam madzhab dan menghargai jika ada perbedaan pendapat di antara empat
imam madzhab; Imam Malik, Abu Hanifah, Syafi‘i dan Ahmad ibn Hanbal.
4. Orang-orang yang mengetahui dan memahami sanad dan jalur periwayatan hadis,
serta atsar-atsar yang datang dari Rasulullah SAW.
5. Orang-orang yang mengetahui berbagai macam qiraat al-Qur‘an dan tafsir ayat-
ayatnya serta pena‘wilannya yang sesuai dengan aliran Ahlussunnah wal Jama’ah.
6. Ahli zuhud dan golongan tasawuf yang giat beramal dengan tidak banyak bicara,
menepati ketauhidan dan meniadakan tasybih, serta menyerahkan diri kepada Tuhan.

9
7. Orang-orang yang bertempat di pos-pos pertahanan kaum muslimin untuk menjaga
keamanan negeri Islam dan mempertahankannya serta menyebarkan madzhab
Ahlussunnah wa al-Jama’ah.

10
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sebagai satu doktrin (ajaran) Ahlussunnah Waljamaah sudah ada jauh sebelum dia
tumbuh sebagai aliran dan gerakan, bahkan istilah Ahlussunnah Waljamaah itu sudah
dipakai sejak zaman Rosulullah dan para sahabat. Sebab hakikat Ahlussunnah
Waljamaah sebenarnya adalah Islam itu sendiri. Di Indonesia sendiri Ahlussunnah
Waljamaah muncul sebagai gerakan pemurnian ajaran-ajaran Islam, sebagai respons dan
reaksi atas terjadinya penyimpangan-penyimpangan ajaran agama yang dilakukan oleh
sekelompok yang mengaku atau mengatasnamakan diri sebagai pembaharu. Sebagai
gerakan pemeliharaan pemurnian ajaran Islam, kaum Ahlussunnah Waljamaah selalu
berpedoman sesuai karakteristik dari Ahlussunnah Waljamaah itu sendiri, yaitu At-
Tawasuth (jalan tengah), Al-I’tidal (tegak lurus), At-Tasamuh (toleran), At-Tawazun
(seimbang) dan amar ma’ruf nah Munkar.

B. Saran
Sebagai umat Islam kita harus waspada terhadap sesuatu yang bisa memecah belah
umat Islam sendiri, sehingga apabila umat Islam terpecah belah musuh-musuh Islam
dapat menyerang Islam dengan mudah. Dan juga terhadap kaum kafir yang selalu
berusaha untuk menghancurkan umat Islam yang selalu meluncurkan propagandanya
tersebut. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan dapat memberikan
inspirasi sehingga ada yang meneruskan karya ini karah yang lebih baik, lebih detail, dan
lebih akurat dari yang telah ada.

11
DAFTAR PUSTAKA

Mursyid, Imam,Ke-NU-an Ahlussunnah Waljamaah kelas XI, Semarang: Pimpinan


Wilayah Lembaga Pendidikan Ma’arif NU Jawa Tengah, 2011

S. Wanta. ASWAJA :Ahlus-Sunnah Wal-Jama’ah. Seri V. Majalengka : Pengurus Besar


Persatluan Ummat Islam, 1997

Siradjuddin Abbas,I’itiqad Ahlussunnah WalJama’ah. Jakarta : Pustaka Tarbiyah, 1994.

Hasyim Asy’ari,Risalah ahl al-Sunah wal al-Jamaah : fi hadits al-mautawa asyrath al-sa’at
wa bayan mafhum al-sunnah wa al-bid’ah, diterjemahkan oleh Ngabrurrahman al-Jawi,
dengan judul :Risalah Ahli Sunnah wal Jama’ah : Analisis tentang Hadits Kematian,
Tandatamnda Kiamat dan Pemahaman tentang Sunah dan Bid’ah. Jakarta : LTM
PBNU, 2011.

Aboe Bakar Atjeh,Perbandingan Madzhab : Ahl alsunnah wal Jama'ah (Perkembangan


Hukum dalam Islam). Jakarta : Yayasan Baitul Mal,1969.
.

12

Anda mungkin juga menyukai