Anda di halaman 1dari 15

COVER

MAKALAH
PERAN KERAJAAN ISLAM DALAM PERKEMBANGAN BUDAYA JAWA
Disusun untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah : Islam Budaya Jawa
Dosen Pengampu : Marsus, M. Hum

Disusun oleh :
1. Ana Nur Laili Syarifah (213141036)
2. Pungky Ambarwati (213141047)
3. Adelio Firmansyah (213141052)

KELAS 1B
PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
FAKULTAS ILMU TARBIYAH
UIN RADEN MAS SAID
2021

0
KATA PENGANTAR

Puji dan yukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmatdan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
bahan ajar ini dengan baik. Shalawat serta salam tak lupa penulis haturkan
kepada Rasulullah SAW yang merupakan Uswatun Hasanah dalam
kehidupan.
Makalah ini berjudul “Peran Kerajaan Islam dalam Perkembangan
Budaya Jawa” dibuat untuk memenuhi tugas pada mata kuliah ISLAM
BUDAYA JAWA. Kami ucapkan terima makasih kepada Bapak Marsus, M.
Hum selaku dosen ISLAM BUDAYA JAWA, dan kepada semua pihak yang
telah membantu dalam penulisan dari awal hingga selesai.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami
miliki. Untuk itu penulis dengan rendah hati dan dengan tangan terbuka
menerima masukan, saran, dan usuk penyempurnaan makalah ini. Akhirnya
kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
pembacanya.

Surakarta, , 2021

1
DAFTAR ISI

COVER...........................................................................................................
KATA PENGANTAR.....................................................................................
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................
BAB 1..............................................................................................................
PENDAHULUAN...........................................................................................
A. Latar Belakang......................................................................................
B. Rumusan Masalah.................................................................................
C. Tujuan Pembahasan..............................................................................
BAB 2..............................................................................................................
PEMBAHASAN.............................................................................................
BAB 3..............................................................................................................
PENUTUP.......................................................................................................
A. Kesmpulan............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................

2
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan Islam di Indonesia(Jawa)
perkembangan Islam di Dunia Indo Melayu (termasuk di dalamnya adalah Jawa) menimbulkan
transformasi kebudayaan-peradaban lokal melalui pergantian agama karena Islam bukan hanya
menekankan keimanan yang benar, tetapi juga tingkah yang baik, yang pada giliranya hal
tersebut harus disesuaikan dengan aspek budaya di dalamnya.

Masuknya Islam ke Jawa, dalam konteks kebudayaan membawa dampak pada akulturasi Islam
dan budaya Jawa. Akulturasi Islam dan budaya Jawa dapat dilihat pada batu nisan, arsitektur
(seni bangunan), seni sastra, seni ukir, dan berbagai tradisi perayaan hari-hari besar Islam.
akulturasi Islam dan budaya Jawa dapat dilihat dalam setiap era kesultanan (kerajaan Islam) yang
ada di Jawa, baik era Demak, era Pajang, era banten , maupun era Mataram Islam. Pada era
Demak, akulturasi antara Islam dan budaya Jawa terjadi dalam banyak hal, misalnya, arsitektur,
seni ukir, kesenian wayang, pola pemakaman, dan seni sastra (seperti babad, hikayat, dan
lainnya). Berbagai hasil akulturasi Islam dan budaya Jawa tersebut dijadikan sarana bagi
penanaman nilai-nilai Islam ke dalam masyarakat Jawa.
B. Rumusan Masalah
1. Apa arti dari kajian budaya?
2. Apa saja peradaban kerajaan Demak yang dapat kita rasakan sampai saat ini?
3. Apa peran kerajaan Mataram Islam dalam perkembangan budaya Jawa khususnya di
wilayah Yogyakarta?
C. Tujuan Pembahasan
1. Mengetahui apa yang di maksud kajian budaya
2. Mengetahui peradaban kerajaan Demak sampai saat ini
3. Mengetahui peran kerajaan Mataram Islam dalam perkembangan budaya Jawa
wilayah Yogyakarta
4. Menjelaskan perkembangan budaya Jawa

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Kajian Budaya


Kajian budaya merupakan (Cultural Studies) menyajikan bentuk kritis atas definisi
budaya yang mengarah pada “the complex everyday world we all encounter and through which
all move” (Edgar, 1999: 102). Budaya secara luas adalah proses kehidupan sehari-hari manusia
dalam skala umum, mulai dari tindakan hingga cara berpikir, sebagaimana konsep budaya yang
dijabarkan oleh Kluckhohn. Budaya masyarakat Yogjakarta, jika menurut teori tersebut, tentunya
Islam yang membawa nilai-nilai dalam bentuk aturan dalam kehidupan sehari-hari telah secara
tidak langsung mempengaruhi proses kehidupan sehari-hari masyarakat dan tentunya juga pada
tindakan cara berpikir, sehingga banyak kegiatan-kegiatan yang dilakukan bernafaskan Islami.

B. Peradaban Kerajaan Demak Sampai Saat Ini


Kerajaan Demak
Kehidupan sosial dan budaya masyarakat Demak lebih berdasarkan pada agama
dan budaya Islam karena pada dasarnya Demak adalah pusat penyebaran Islam di Pulau
Jawa.Sebagai pusat penyebaran Islam Demak menjadi tempat berkumpulnya para wali
seperti Sunan Kalijaga, Sunan Muria, Sunan Kudus dan Sunan Bonar.Para wali tersebut
memiliki peranan yang penting pada masa perkembangan Kerajaan Demak bahkan para
wali tersebut menjadi penasehat bagi raja Demak. Dengan demikian terjalin hubungan

4
yang erat antara raja/bangsawan/para wali/ulama dengan rakyat.Hubungan yang erat
tersebut, tercipta melalui pembinaan masyarakat yang diselenggarakan di Masjid maupun
Pondok Pesantren.Sehingga tercipta kebersamaan atau Ukhuwah Islamiyah (persaudaraan
diantara orang-orang Islam).
Demikian pula dalam bidang budaya banyak hal yang menarik yang merupakan
peninggalan dari Kerajaan Demak.Salah satunya adalah Masjid Demak, dimana salah
satu tiang utamanya terbuat dari pecahan-pecahan kayu yang disebut Soko Tatal. Masjid
Demak dibangun atas pimpinan Sunan Kalijaga. Di serambi depan Masjid (pendopo)
itulah Sunan Kalijaga menciptakan dasar-dasar perayaan Sekaten (Maulud Nabi
Muhammad SAW) yang sampai sekarang masih berlangsung di Yogyakarta dan
Cirebon.Hal tersebut menunjukan adanya akulturasi kebudayaan Hindu dengan
kebudayaan Islam.
Setelah Kerajaan Demak berkuasa kurang lebih setengah abad lamanya, ada hasil
peradaban Demak yang sampai saat ini masih dirasakan, di antaranya yaitu:
1. Perundang-undangan Kerajaan Demak yang dihimpun dalam Salokantara, di
mana mengatur tentang hukum pidana Islam dan hukum perdata Islam. Dalam
perundangan-undnagan tersebut diatur juga tentang peradilan, kehamikan, cara
mengajukan perkara di pengadilan, dan lain sebagainya. Kerajaan Demak
menjadi pelopor yang mengatur tentang peradilan dan kehakiman yang mana
masih kita rasakan ketentuan hukumnya sampai sekarang. Walau mungkin
ketentuan tersebut tidak sama persis alias sudah terjadi perombakan.
2. Gelar penghulu (kepala). Sebutan ini juga sudha dipakai pada zaman Kerajaan
Demak, yang pada saat itu digunakan untuk penyebutan Imam di Masjid
Demak.
3. Bertambahnya bangunan-bangunan militer di Demak dan ibukota lainnya di
Jawa pada abad XVI.
4. Peranan penting Masjid Demak sebagai pusat peribadatan Kerajaan Islam
pertama di Jawa. Dengan Masjid, umat Islam di Jawa dapat mengadakan
hubungan dengan pusat-pusat Islam Internasional di luar negeri (di Tanah Suci,
maka dengan kekhalifahan Ustmaniyah di Turki).

5
5. Munculnya kesenian seperti wayang orang, wayang topeng, gamelan, tembang
macapat, pembuatan keris, dan hikayat-hikayat Jawa. Meskipun bukan sultan-
sultan Demak langsung yang menciptakan ini semua, melainkan ada campur
tangan peran Wali Songo, namun makudnya karya-karya tersebut ini terjadi
atau muncul pada zaman Kerajaan Demak.
6. Perkembangan sastra Jawa yang terpusat di bandar-bandar pantai utara dan
pantai timur Jawa yang mungkin sebelumnya tidak di Islami, maupun pada
masa-masa selanjutnaya “di Islamkan”.
7. Pelestarian tradisi-tradisi yang sudah dilakukan sejak dahulu, salah satunya
adalah tradisi grebeg besar. Pada zaman kerajaan Demak, Tradisi Grebeg
Besar digunakan untuk mengenalkan agama Islam, tapi untuk saat ini tradisi
Grebeg Besar sebagai penghormatan dan rasa syukur atas perjuangan para
pendahulu, khususnya sehubungan dengan kegiatan syiar Islam yang
dilaksanakan Wali Songo, terutama Sunan Kalijaga. Konon katanya tradisi ini
sudah sejak tahun 1506 M. Tradisi ini dilakukan dengan beberapa rangkaian
acara, yaitu;
a. Melakukan ziarah ke makam Sultan-Sultan Demak serta Sunan Kalijaga
b. Adanya acara pasar malam rakyat
c. Selametan tumpeng Songo
d. Kirab budaya
e. Penjamasan pusaka peninggaalan Sunan Kalijaga

C. Peran Kerajaan Mataram Islam dalam Perkembangan Budaya Jawa


Wilayah Yogyakarta
Kerajaan Mataram Islam mempengaruhi budaya Jawa, khususnya di Daerah
Istimewa Yogyakarta. Hal ini dapat dilihat dari kehidupan Keraton Yogyakarta yang
bernuansa Islami yang merupakan pengaruh dari kerajaan Islam Mataram. Islam sebagai
agama yang berasal dari timur tengah telah dapat diterima masyarakat Jawa, khususnya
masyarakat Yogyakarta, karena sebagai sub culture, Islam tidak bertentangan dengan
budaya induk Jawa, dan banyak nilai-nilai di dalam agama Islam yang sesuai dengan
nilai-nilai kehidupan masyarakat Jawa.

6
Berikut ini beberapa budaya Jawa khususnya di Yogjakarta yang bernafaskan
Islam( Nana Sudiana, http://sejarah.kompasiana ):
1. Kegiatan Sosial
Keraton Yogya juga menghidupkan Tuntunan Islam (Syari‟at), yaitu
antara lain menjalankan hukum Islam dengan membuat “Mahkamah Al
Kaburoh” di Serambi Masjid Gede Kauman, membuat Masjid Kerajaan
(Masjid Gedhe), juga membuat Masjid Pathok Negara (Batas negara
Agung/IbuKota), dilengkapi tanah perdikan (mirip Tanah Wakaf) untuk
pesantren. Dibangun pula Masjid Panepen (Untuk nenepi/I‟tikaf) Sultan,
letaknya didalam Keraton. Dan Masjid Suronoto untuk Sholat para abdi dalem
(letaknya di Keben). Selain Masjid, dalam struktur Keraton juga terdapat
pejabat yang mengurusi perkembangan agama Islam, yang dikepalai oleh
penghulu keraton, dibantu Kaji Selusinan, dan para Ketib.
Keraton Yogya juga menghidupkan upacara-upacara budaya yang
bernafaskan Islam, yang dirintis sejak Zaman Kerajaan Demak dan Mataram
Islam. Seperti: Sekaten, Grebeg Mulud (untuk memperingati Maulid Nabi
Muhamad SAW); Grebeg Syawal dan Silahturahmi Sultan dengan Rakyat
( Untuk menyambut Idul Fitri); Grebeg Besar (memperingati Hari Raya Idul
Adha); tidak lupa Sultan membagikan Zakat Fitrah dan Hewan Qurban.
2. Seni dan Sastra
Budaya berwujud seni yang bernafaskan agama di Yogyakarta, dapat
dilihat antara lain pada: Seni Sastra, seperti serat Muhammad, Serat Ambiya‟,
Serat Tajus Salatin, dan sebagainya. Seni suara, seperti Macapat, Langen
Swara, Salawatan. Seni lukis, seperti kaligrafi di bangunan Keraton dan
Masjid. Seni musik seperti Gamelan Sekaten. Seni Pedalangan, seperti
dimunculkannya wayang sadat, episode Dewa Ruci dan Jimat kalimasada,
serta tokoh punokawan dalam pewayangan, dan sebagainya.
3. Prinsip Hidup
Dalam memahani budaya Yogyakarta, dapat di mulai dari mengerti
kaedah kehidupan dasar dalam kehidupan masyarakat Yogyakarta, yaitu:
Pertama: Prinsip RUKUN, yaitu untuk mewujudkan dan mempertahankan

7
masyarakat dalam keadaan yang harmonis (tenang, selaras, tentram, bersatu
saling membantu). Kedua: Prinsip HORMAT, yaitu memainkan peran yang
besar dalam mengatur pola interaksi social masyarakat Jawa . Rasa saling
menghormati ini memiliki peran yang besar dalam masyarakat Yogyakarta
(baca: Clifford Geetz: The Religion Of Java).

D. Peran Kerajaan Islam di Jawa


1. Kerajaan Demak
Demak merupakan pusat penyebaran agama Islam di Nusantara terutama dibagian Pulau
jawa. Dan dengan lahirnya wali-wali di Demak mempercepat proses penyebaran agama Islam
bahkan sampai ke pelosok pedalaman. Peranan Demak dalam Upaya penyebaran islam cukup
banyak diantaranya :
a. Mendirikan pesantren,adalah cara penyebaranagama Islam yang efektif.
b. Menyebarkan dengan cara pendekatan yang baik dan tidak menggunakan unsur
kepaksaan
c. Menghilang perilaku perilaku Masyarakat yang tidak sesuai ajaran agama Islam
d. Memperbaiki Akhlak Dan Moral masyarakat yang masih buruk pada saat mereka masih
berpegang teguh pada agama (sebelum masuk Islam).
Di sinilah, para walisongo memainkan peran penting dalam melakukan dakwah dengan
pendekatan budaya. Islam yang bercorak sufi yang dibawa oleh para walisongo, menjadi Islam
yang mampu “tampil dengan wajah yang ramah”. Islam sufi mampu mentoleransi dengan baik
dan menjaga kontinuitas budaya yang telah ada dan mengakar di masyarakat Jawa.Pada tahun
1476 M, di Bintoro (Demak) dikeluarkan kebijakan penyebaran Islam dengan dibentuknya
BayangkareIslah (angkatan pelopor perbaikan), dengan rencana kerja yang antara lain adalah
pendidikan dan ajaran Islam harus diberikan melalui jalan kebudayaan yang hidup dalam
masyarakat Jawa, asal tidak menyalahi (secara substantif) ajaran-ajaran Islam. Di tangan para
walisongo inilah akulturasi antara Islam dan budaya Jawa berjalan dengan baik dan harmonis,
dan nilai-nilai Islam mampu secara bertahap tertanam tertanam dengan baik di dalam masyarakat
Jawa.
Masjid Agung Demak –yang disebut sebagai masjid tertua di Jawa, dan masjid-masjid keraton di
Kota Gede (Mataram) memiliki bentuk atap bersusun seperti kuil-kuil Hindu Asia Selatan. Pola

8
arsitektur ini tidak dikenal di kawasan dunia Muslim lainnya.30 Jika merujuk pada gaya
arsitektur yang berkembang di dunia Islam, maka ada beberapa corak yang akan
kita temukan, yaitu: corak Ottoman style (Byzantium), India style, dan Syiro-Egypto style.
Arsitektur bangunan masjid banyak dipengaruhi oleh seni bangunan era kerajaan Hindu-Budha.
Pengaruh tersebut dapat dilihat pada hal-hal sebagai berikut:31
a. Bentuk atap masjid. Bentuk atap masjid tidak berbentuk kubah seperti Ottoman style, India
style atau Syiro-Egyptian style, namun berbentuk atap bersusun yang semakin ke atas
semakin kecil dan yang paling atas biasanya semacam mahkota. Bilangan atapnya selalu
ganjil, kebanyakan berjumlah tiga atau lima.
b. Tidak adanya menara. Tidak adaanya menara pada arsitektur masjid di Jawa berkaiatan
dengan digunakannya pemukulan bedug sebagai tanda masuk waktu sholat. Dari
masjidmasjid tua di Jawa, hanya masjid di Kudus dan Banten yang ada menaranya, dan
menara kedua masjid tersebut memiliki bentuk yang berbeda. Menara masjid Kudus
berbentuk candi Jawa Timur (Majapahit) yang telah diubah, disesuaikan penggunaannya dan
diberi atap tumpang. Menara masjid Banten adalah bangunan tambahan pada zaman
kemudian, menara tersebut dibangun oleh Cordell, seoranng pelarian Belanda yang masuk
Islam. Bentuk menara masjid Banten adalah seperti mercusuar.
c. Letak masjid. Masjid selalu terletak di dekat istana raja (atau adipati/bupati). Di belakang
masjid sering terdapat makammakam. Sedangkan di depan istana selalu ada lapangan besar
(alun-alun) dengan pohon beringin kembar. Letak masjid selalu ada di tepi barat istana.
Rangkaian makam dan masjid ini pada dasarnya adalah kelanjutan dari fungsi candi pada
zaman kerajaan Hindu-Nusantara. Berbagai “variasi” arsitektur masjid dengan pengaruh
budaya Jawa yang kental, merupakan wujud akulturasi Islam dan budaya Jawa. Dalam
bidang kesusasteraan, kesusasteraan Nusantara dapat dibagi dalam kesusasteraan zaman
madya (Islam) dan kesusasteraan purba (Hindu-Budha). Kesusasteraan zaman madya
berkembang di daerah selat Malaka, akan tetapi perkembangnya tidak sebesar kesusasteraan
zaman purba (Hindu-Budha). Hal ini dikarenakan tidak ada tempat khusus untuk
melestarikannya seperti kesusasteraan purba yang masih tersimpan rapi di Bali.
Kesusasteraan zaman madya yang ada saat ini sebagaian besar merupakan hasil gubahan
baru. Hal ini menyebabkan kesusasteraan zaman madya sulit diturutkan kepada perjalanan
sejarah sehingga hanya dapat dibagi-bagi menurut golongannya saja.

9
2. Kesultanan pajang.
Kesultanan Pajang adalah kesultanan Islam yang menggantungkan hidupnya pada budaya
agraris, karena secara geografis pajang jauh terletak di pedalaman Jawa. Pengaruh agama Islam
yang kuat di pesisir menjalar dan tersebar ke daerah pedalaman. Pada masa pemerintahan Sultan
Adiwijaya, Pajang berusaha mengembangkan kesusasteraan dan kesenian Islam.
Peran kesultanan pajang dalam perkembangan islam di indonesia yaitu Pada zaman
Pakubuwono I dan Jayanegara bekerja sama untuk menjadikan Pajang semakin maju dibidang
pertanian sehingga Pajang menjadi lumbung beras, kerja sama tersebut saling menguntungkan
bagi kedua belah pihak. Kehidupan rakyat Pajang mendapat pengaruh Islamisasi yang cukup
kental sehingga masyarakat Pajang sangat mengamalkan syariat Islam dengan sungguh-sungguh.

3. Kerajaan banten (1524-1813)


Pada masa ini Perdagangan sangat berkembang pesat. Peran kesultanan Banten dalam
perkembangan di indonesia : Seluruh wilayah Banten sudah mengikuti Islam. Semakin
berkembangnya Pesantren Kasunyatan dan Masjid Agung Banten sebagai sarana pendidikan dan
dakwah. o Melakukan Perlawana - Perlawanan terhadap Portugis

4. Kesultanan Mataram (1586-1755)


Peran Kesultanan Mataram dalam perkembangan Islam di Indonesia Sebagian masyarakat
sangat tergantung pada kondisi alam tanah dan luas kepemilikan tanah. Begitu pentingnya arti
penguasaan tanah, maka simbol kekuasaan kerajaan pun salah satunya adalah tanah. Hal inilah
yang mencirikan bahwa Kerajaan Mataram Islam adalah kerajaan yang bersifat feodal. Sifat
feodal tersebut juga tampak pada gelar sultan sebagai panatagama, yaitu pengatur kehidupan
keagamaan. Oleh karena itu, sultan memiliki kedudukan yang sangat tinggi. Rakyat sangat
hormat dan patuh, serta siap hidup mati mengabdi kepada sultan.
Kebudayaan yang berkembang pesat pada masa Kerajaan Mataram berupa seni tari, pahat,
suara, dan sastra. Bentuk kebudayaan yang berkembang adalah upacara Kejawen yang
merupakan akulturasi antara kebudayaan Hindu-Budha dengan Islam.Di samping itu,
perkembangan di bidang kesusastraan memunculkan karya sastra yang cukup terkenal, yaitu

10
Kitab Sastra Gending yang merupakan perpaduan dari hukum Islam dengan adat istiadat Jawa
yang disebut Hukum Surya Alam
Pada era Mataram Islam, Sultan Agung juga mengeluarkan kebijakan dakwah Islam dengan
basis kebudayaan, yaitu dengan mengakulturasikan berbagai kebudayaan lama Jawa (era Hindu-
Budha) dengan ajaran-ajaran Islam. Bentuk dakwah yang dilakukan oleh para wali (pada era
Demak), dan era Mataram Islam dengan pendekatan budaya pada akhirnya mampu menanamkan
nilainilai Islam ke dalam masyarakat Jawa tanpa mereka harus tercerabut dari basis
kebudayaannya.
Pada era Mataram Islam, Sultan Agung mengeluarkan kebijakan agar kebudayaan lama Jawa
(era Hindu-Budha) diakulturasikan dengan ajaran-ajaran Islam. Kebijakan Sultan Agung ini
menghasilkan akulturasi budaya, sebagai berikut:
a. Grebeg disesuaikan dengan hari besar Islam, yaitu hari raya idul fitri dan Maulid Nabi, yang
disebut Grebeg Poso dan Grebeg Mulud.
b. Gamelan Sekaten dibunyikan pada Grebeg Mulud, dipukul di halaman masjid Agung.Tahun
Caka (baca: Saka) -peninggalan era HinduBudha- yang berdasarkan perjalanan matahari,
tahun Caka pada tahun 1633 M telah menunjukkan tahun 15550 Saka tidak lagi ditambah
dengan hitungan matahari, tetapi dengan hitungan yang didasarkan pada perjalanan bulan,
sesuai dengan model tahun Hijriyah. Tahun yang baru disusun itu disebut tahun Jawa dan
sampai sekarang tetap dipakai.

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Jawa adalah wilayah yang dahulunya banyak terdapat kerajaan-
kerajaan. Kehadiran Islam di pesisir utara pulau Jawa dapat
dibuktikan berdasarkan arkeologi, hikayat, legenda, serta berita-
berita asing. Islamisasi yang terjadi di daerah pesisir utara Jawa
dari bagian timur-barat lambat laun menghasilkan munculnya
kerajaan Islam, mulai dari kerajaan Demak ke barat Cirebon dan
Banten, dari Demak ke pedalaman muncul kerajaan Pajang dan
Mataram dll.
Dari keempat kerajaan tersebut munculah berbagai peninggalan
budaya yang masih bisa kita rasakan sampai saat ini. Kebudayaan
itu berwujud benda dan tradisi yang tersebar di Jawa (khususnya di
Jawa Tengah, Di Yogyakarta, dan Jawa Timur). kebudayaan
seperti tradisi yang bernafas Islam masih sering dilaksanakan
setiap tahun dan menjadi ciri khas bagi dari bekas kekuasaan
kerajaan tersebut, seperti grebeg gede, Sekaten, dll. Sampai
sekarang pun peran kerajaan terhadap kebudayaan Jawa masih
dapat dilihat dan diikuti

B. Saran

12
Sebagai mahasiswa dan mahasiswi harus mengetahui kerajaan-
kerajaan di Nusantara terutama daerah Jawa. Maka sangatlah
penting untuk memahami materi tersebut, karena sebagian besar
kita berasal dari masyarakat Jawa dengan kebudayaan yang harus
dijaga dan dilestarikan sebagai bentuk cinta kita terhadap
kebudayaan yang ada di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Fadhilah, Naily.2020. ”Jejak Peradaban dan Hukum Islam Masa Kerajaan Demak” dalam
al-Mawarid: J. Sy. & Hk. Vol. 2 (hlm 33-46). Yogyakarta : al-Mawarid.

13
Maryam. 2016. “Transformasi Islam Kultural Ke Struktural (Studi Atas Kerajaan
Demak)” dalam Tsaqofah & Tarikh Vol. 1 No. 1 (hlm 64-76).
Putri, Vanya Karunia Mulia. 2021. Sejarah Grebeg Besar di Demak,
https://www.google.com/amp/s/amp.kompas.com/skala/read/2021/02/16/195834069/sejarah-
grebeg-besar-di-demak, diakses pada Tanggal 26 November 2021, pukul 18.00.
Rahman, Aulia Arif. Islam Dan Budaya Masyarakat Yogyakarta Ditinjau Dari Perspektif
Sejarah. Cirebon : Iain Syekh Nurjati Cirebon,

14

Anda mungkin juga menyukai