Jurnal Ilmu Keperawatan, Vol: 3, No. 2, November 2015; Korespondensi: Yati Nur Azizah, Dinas
Kesehatan Kab. Malang. Jl. Panji No.120 Kepanjen Malang. Email:yatinurazizah@gmail.com.
Telp: 082140155005
www.jik.ub.ac.id
129
PENDAHULUAN (Dinas Kesehatan Kabupaten Malang, 2014).
Perawat dalam menangani bencana harus
Penilaian cepat kesehatan kejadian bencana
mempunyai pengetahuan, pengalaman dan
atau Rapid Health Assessment (RHA) sangat
ketrampilan dalam menghadapi kedaruratan
diperlukan dalam kondisi bencana, dimana
bencana (Cut,dkk.,2011). Bencana erupsi
bencana merupakan kejadian yang sering
Gunung Kelud yang terjadi pada tanggal 14
terjadi akibat pengaruh alam yang dapat
Februari 2014 dari hasil pengamatan peneliti,
menimpa kehidupan manusia dan mengancam
semua unsur pelayanan kesehatan terjun
lingkungan (Khankeh HR, dkk., 2007). Dampak
langsung ke tempat kejadian namun RHA baru
yang ditimbulkan mengakibatkan dampak fisik
dapat dilaksanakan 1 hari setelahnya karena
pada manusia seperti kesakitan dan kematian
kondisi dari bencana tersebut. Hasil studi
serta dampak lingkungan yaitu kerusakan
pendahuluan yang dilakukan dengan
infrastruktur, kerusakan area pertanian serta
wawancara pada salah satu perawat yang
menyebabkan gangguan kesehatan. Abu
melakukan RHA dan mengalami erupsi Gunung
vulkanik yang dikeluarkan oleh Gunung Kelud
Kelud menyebutkan bahwa RHA dilakukan oleh
mengakibatkan terkontaminasinya air bersih,
tim dari Puskesmas dan Dinas Kesehatan yang
tersumbatnya saluran air, serta rusaknya
terdiri dari dokter, perawat, petugas surveilans,
fasilitas air bersih. Dampak terhadap
petugas gizi dan sanitarian namun tidak
gangguan kesehatan secara umum abu vulkanik
terkoordinasi dengan baik dan format RHA
menyebabkan masalah kesehatan khususnya
tidak di isi keseluruhan karena belum
menyebabkan iritasi pada paru-paru, kulit dan
sepenuhnya menguasai dokumentasi RHA.
mata.(Suryani, 2014). RHA berisi data tentang
jenis bencana, lokasi bencana, dampak Keperawatan bencana bertujuan untuk
bencana, kondisi korban, kondisi sanitasi memastikan bahwa perawat mampu untuk
lingkungan penampungan, upaya yang telah mengidentifikasi, mengadvokasi dan merawat
dilakukan, kemungkinan KLB yang akan terjadi dampak dari semua fase bencana termasuk
serta kesiapan logistik dan bantuan yang didalamnya adalah berpartisipasi aktif dalam
mungkin segera diperlukan. RHA juga perencanaan dan kesiapsiagaan bencana.
mengidentifikasi angka morbiditas dan Perawat harus mempunyai ketrampilan teknis
mortalitas pada penduduk yang mengalami dan pengetahui tentang epidemiologi, fisiologi,
bencana terutama masyarakat khusus seperti farmakologi, struktur budaya dan social serta
anak-anak dibawah 5 tahun, orang tua, ibu masalah psikososial sehingga dapat membantu
hamil dan wanita menyusui (Depoortere & dalam kesiapsiagaan bencana dan selama
Brown, 2006, Kemenkes, 2013). bencana sampai dengan tahap pemulihan
Pengambilan data RHA pada saat terjadi (ICN,2009). Perawat bersama dengan dokter
bencana erupsi Gunung Kelud di Kabupaten merupakan ujung tombak kesehatan pada saat
Malang belum berjalan secara optimal, hal ini bencana terjadi selama dalam kondisi kritis dan
dibuktikan dengan masih ditemukannya lembar gawat darurat (Zarea, dkk.,2014). Perawat
RHA yang tidak terisi secara penuh karena dapat memberikan pelayanan kesehatan
adanya keterbatasan perawat dalam pengisian kepada masyarakat baik yang bersifat kegawat
RHA dan adanya informasi yang tidak jelas daruratan maupun berkelanjutan seperti
mengenai kondisi bencana serta kurangnya perawatan neonatal, pendidikan dan
koordinasi dengan anggota tim kesehatan lain penyuluhan kepada masyarakat,
Jurnal Ilmu Keperawatan – Volume 3, No. 2, November 2015
130
mengidentifikasi penyakit dan imunisasi serta membawa format ini…”(P4)
intervensi pada saat kesiapsiagaan dan tanggap “saya hanya melakukan wawancara dengan
darurat bencana (Savage & Kub, 2009). masyarakat yang kemudian saya catat di
catatan kecil saya hehehehe….” (P2)
METODE
“…..jadi yang kita punya adalah catatan-
Penelitian ini menggunakan desain penelitian
catatan kecil…”(P3)
kualitatif dengan pendekatan fenomenologi
interpretif. Partisipan yang ikut serta dalam Perawat merasakan kurangnya kerjasama tim
penelitian ini sebanyak lima orang perawat
yang terdiri dari tiga orang perawat yang Kurangnya kerjasama tim disebabkan karena
bekerja di Dinas Kesehatan Kabupaten Malang perawat banyak melakukan tupoksi orang lain
dan dua orang perawat yang bekerja di dan perawat sering bekerja sendirian tanpa
Puskesmas Ngantang dengan kualifikasi adanya tim lain dalam melakukan pengkajian
pendidikan keperawatan satu orang SPK, dua serta kurangnya koordinasi antar anggota tim.
orang berpendidikan Diploma Tiga Hal ini seperti yang diungkapkan oleh partisipan
Keperawatan, satu orang berpendidikan sebagai berikut :
Diploma Empat Kesehatan Jiwa dan satu orang “…mungkin seharusnya tidak dikerjakan oleh
berpendidikan Sarjana Keperawatan dengan perawat ya….namun harusnya tim…”(P1)
masa kerja berkisar antara enam sampai
“namun banyak masalah-masalah lain yang
dengan tiga puluh dua tahun. Tehnik
sebenarnya bukan tugas kita”(P2)
pengambilan data melalui wawancara yang
berkisar antara 30 – 50 menit dengan Perawat juga bekerja tanpa tim lain dalam
menggunakan alat perekam berbasis android. melakukan pengisian data. Perawat bekerja
Tempat wawancara dilakukan di rumah dan sendiri dalam melakukan pengkajian, seperti
kantor partisipan sesuai dengan kesepakatan yang diungkapkan oleh partisipan berikut ini :
yang telah dibuat. Hasil analisis dianalisis “selama ini juga yang melakukan RHA adalah
menggunakan tabel analisis yang berisi kata perawat itu sendiri dalam pengisian
kunci, analisis reflektif, kategori, sub-sub tema, datanya...”(P1)
sub tema dan tema.
“…tapi biasanya semua perawat sih yang
HASIL melakukan...”(P3)
Perawat tidak siap dalam pengisian RHA “malah perawat yang lebih banyak melakukan
pengkajian itu sendiri….(P2)
Persiapan yang harus disiapkan adalah format
dan pencatatannya, namun partisipan tidak “...pengkajian RHA itu banyak yang melakukan
siap akan format yang dibawanya, tidak ingat perawat….”(P3)
untuk membawa format maupun pencatatan “Mohon maaf ya mbak…selama ini menurut
yang apa adanya. Hal ini seperti yang pandangan saya…kita bekerja sendiri-
diungkapkan oleh partisipan sendiri…”(P2)
“...dan itu dan itupun tidak membawa
Perawat banyak melakukan pengkajian sendiri
format….karena ya itu….tidak sempat…”(P5)
sehingga dalam menilai pekerjaan perawatpun
“...terus terang kami sudah tidak ingat untuk tidak dilakukan oleh suatu tim, namun
www.jik.ub.ac.id
131
www.jik.ub.ac.id
127
dilakukan oleh perawat itu sendiri. Hal ini sih…..tanpa tahu itu untuk
seperti yang diungkapkan oleh partisipan apa….heheheheee…”(P3)
berikut : “….terutama yang punya program
“...jadi masing-masing program menilai dengan lain….karena saya kurang paham juga…”(P2)
cara kerjanya masing-masing”(P1) “….juga karena kita tidak memahami apa yang
“Bagaimana ya…(diam, berfikir)…kayaknya perlu ditulis”.(P1)
lebih banyak yang mengerjakan RHA itu malah “kemungkinan untuk bisa mengisi
justru perawatnya sih…”(P1) bisa….namun…untuk untuk melihat
Pengkajian yang dilakukan oleh perawat kebutuhan…kayaknya masih belum
sendiri, maka dalam koordinasi antar tim pun mengerti….”(P3)
kurang, hal ini seperti yang diungkapkan oleh Partisipan lain mengungkapkan keraguannya
partisipan berikut : dalam pengisi data karena tidak adanya
“malah perawat yang lebih banyak melakukan informasi yang jelas dari masyarakat. Berikut
pengkajian itu sendiri….jadi istilahnya apa adalah ungkapan partisipan tentang
ya….kurang koordinasi lah….dalam melakukan keraguannya :
pengkajian RHA itu..jadi untuk kerja timnya “..bahwasanya bahwa kurangnya informasi
masih terasa kurang terkoordinasi” (P2) dari masyarakat sehingga juga merasa ragu
untuk mengisi data.”(P5).
Perawat merasa kurang memahami dalam
pengisian format Perawat mengalami permasalahan dalam
Kurang pemahaman dalam pengisian format pengumpulan data
RHA, menyebabkan kesulitan dan kebingungan Pengkajian dilakukan untuk mengumpulkan
dalam pengisian format karena tidak sama data dan informasi tentang kesehatan didalam
dengan teori-teori yang diterima. Hal ini bencana. Di dalam pengkajian ditemukan
seperti yang diungkapkan oleh partisipan ketidakjelasan data dimana didapati data yang
berikut : tidak pasti, data yang terekam ulang, data yang
“Juga kadang bingung mengisinya…..karena hanya sebuah estimasi sampai dengan
datanya simpang siur…terutama adalah informasi yang tidak jelas mengenai keadaan
jumlah korban, jumlah penduduk rawan…itu… kesehatan selama bencana erupsi Gunung
itu…”(P2) Kelud tahun 2014.
“…saat gunung meletus saat kejadian ya Data yang tidak pasti ditemukan dengan
bingung mesti ada…..karena selama ini kan adanya data yang simpang siur, seperti yang
teori-teori saja yang kami terima .”(P5) dikemukakan oleh partisipan berikut :
Harapan perawat untuk optimalisasi RHA Pencatatan yang apa adanya merupakan
ketidaksiapan lain yang dialami oleh perawat
Perawat mempunyai harapan untuk pada saat akan melakukan pengkajian.
terwujudnya optimalisasi dalam pelaksanaan Menurut Jevon dan Ewens (2009), pencatatan
penilaian RHA, seperti yang diungkapkan oleh yang baik adalah sebagai sumber penyebaran
partisipan sebagai berikut : informasi dan sarana komunikasi sesama
“ kalau misal memungkinkan ya adanya anggota tim yang professional. Dokumentasi
pelatihan khusus tentang RHA pada saat bencana harus dilakukan pelaporan
sih….maksudnya biar semua perawat tahu apa oleh anggota tim yang melaksanakan
yang mesti dilakukan dengan RHA bila pendokumentasian. Kurangnya pedoman
desanya terjadi bencana” (P3) lapangan juga akan menjadi hambatan tehnis
dalam pelaksanaaan pengumpulan data
“…sesekali dilakukan penyegaran atau apalah
(Johnson, 2006).
dalam pengisian RHA”(P5)
“Yang perlu ditekankan juga adalah kerjasama Perawat merasakan kurangnya kerjasama tim
antar tim…jadi kira tidak bekerja dengan Kurangnya kerjasama tim disebabkan karena
sendirinya..namun kita bisa istilahnya perawat banyak melakukan tupoksi orang lain
berkolaborasi dengan anggota tim yang dan perawat sering bekerja sendirian tanpa
lain.”(P2) adanya tim lain. Hal ini senada dari hasil
penelitian Anam (2013), bahwa Kebijakan
PEMBAHASAN
dalam pelibatan tim penanggulangan bencana
Perawat tidak siap dalam pengisian RHA didapatkan hasil 61,4 persen perawat belum
Format RHA merupakan suatu metode pernah terlibat dalam tim penanggulangan
penilaian cepat diperlukan untuk bencana Gunung Kelud.
mengumpulkan informasi yang terpercaya, Secara konsep disebutkan bahwa dalam suatu
obyektif yang digunakan sebagai dasar dalam bencana, perawat harus dapat berkolaborasi
pengambilan keputusan. (Roorda, dkk,. 2004). dengan lingkungannya baik itu dengan
Format RHA digunakan sebagai alat kajian epidemiologi, laboratorium, biostatistik, dokter
cepat untuk melihat adanya keadaan yang maupun petugas yang lain unutk meningkatkan
darurat dengan mengumpulkan informasi kerjasama dalam kondisi bencana. (Magnaye,
penting status kesehatan sehingga memberikan 2011). Menurut Nicola, (2012), bahwa RHA
intervensi kesehatan yang diprioritaskan. harus diselesaikan sesegera mungkin berikut
Adanya suatu format penilaian cepat sangat darurat dan dilakukan oleh tim multidisiplin
penting untuk mengumpulkan informasi dalam personil yang berkualitas, dengan kisaran yang
waktu yang cepat. (Bradt & Drummond, 2002) tepat keahlian.
Menurut penelitian Korteweg dan Bokhoven Anggota tim sebaiknya memiliki pengalaman
(2010), bahwa versi digital dari format dan pengetahuan di bidangnya, memiliki
meningkatkan rapidness dari penilaian, namun integritas dan mampu bekerja dalam situasi
Jurnal Ilmu Keperawatan – Volume 3, No. 2, November 2015
tidak
136 bisa menarik kesimpulan apakah format bencana. Apabila dampak bencana sangat luas,
dapat dibentuk beberapa tim. (Kemenkes, mengevaluasi data, mengidentifikasi
2011). Hal senada diungkapkan Wibowo kebutuhan, memberikan alternatif dan
(2009), bahwa tim bencana termasuk memahami kebutuhan dalam keadaan bencana
didalamnya adalah perawat diseleksi (Alfaro, 2006). Berfikir kritis akan mendapatkan
berdasarkan keahlian dan kebutuhan yang obyektifitas dan tanggap terhadap apa yang
diperlukan. Menurut Daily (2009), mengatakan terjadi (Lipe & Beasley, 2004).
bahwa kompetensi suatu tim mudah
Menurut Notoatmodjo (2007), kemampuan
dipengaruhi oleh profesi kesehatan lain.
untuk menginterpretasikan dan memahami
Kurangnya koordinasi anggota tim dalam suatu objek materi harus mempunyai suatu
melakukan pengkajian sehingga dalam kemampuan dalam menjelaskan, memberikan
melakukan penilaian dilakukan sendiri oleh contoh dan menyimpulkan suatu objek
perawat tanpa adanya evaluasi dari tim. Firth sehingga membutuhkan ketrampilan.
& Cozen (2011), berpendapat bahwa suatu
organisasi dan tim merupakan suatu budaya Magnaye (2011), dalam penelitiannya pada
yang sangat penting untuk mendukung 250 perawat di Philipina bahwa pengetahuan
keberhasilan pembelajaran. Berbagai harus dipersiapkan sebelum kejadian bencana
penelitian menunjukkan bahwa kerjasama tim untuk meningkatkan kompetensi perawat saat
sering menimbulkan konflik dan ambiguitas bencana terjadi. Persiapan perawat meliputi
karena adanya otonomi professional. (Finn, training, workshop, seminar tentang
2008). Menurut penelitian Kerr (2009), keperawatan bencana. International Council
disebutkan bahwa tim yang berkomunikasi dan Nurse (2007), menyatakan bahwa faktor yang
berkoordinasi satu sama lain akan memantau mempengaruhi kesiapsiagaan perawat
kinerja masing-masing dan memberikan umpan diantaranya adalah kemampuan kognitif
balik dan memiliki solusi dalam keadaan salah. disamping sikap (affektif) dan psikomotor (skill)
Koordinasi tim juga akan meningkatkan dalam disaster manajemen.
pengetahuan, komunikasi dan dukungan bagi Penelitian yang dilakukan oleh Kija dan Paul
anggota tim yang kurang berpengalaman. (2008), mengatakan bahwa dalam managemen
bencana yang meliputi kesiapsiagaan bencana,
Perawat merasa kurang memahami dalam
tanggap bencana dan pemulihan setelah
pengisian format
bencana pengetahuan perawat masih kurang
Kurang pemahaman dalam pengisian format dan 80 % perawat yang menjadi tim bencana
RHA, menyebabkan kesulitan dan kebingungan tidak mempunyai pengalaman dalam tanggap
dalam pengisian format karena tidak sama darurat bencana serta sebagian kecil yaitu 23%
dengan teori-teori yang diterima merupakan perawat mendapatkan pelatihan dasar
perasaan yang diungkapkan oleh perawat kesiapsiagaan tanpa disertai dengan pelatihan
dalam pengisian format RHA. lanjutan. Hal ini juga senada dari hasil
Secara konsep bahwa berfikir kritis akan lebih penelitian Fung (2008), bahwa sebagian besar
meningkatkan kemampuan mereka terhadap perawat yaitu 97% tidak mempunyai persiapan
tanggap bencana dan respon bencana (Juli & dalam penanggulangan bencana.
Tim, 2011). Keterampilan dan berfikir kritis Perawat mengalami permasalahan dalam
sangat perlu untuk perawat dalam pengumpulan data www.jik.ub.ac.id
137
Pengkajian dilakukan untuk mengumpulkan karena adanya tekanan publik dan politik.
data dan informasi tentang kesehatan didalam Menurut penelitian Englande, dkk., (2008), di
bencana. Di dalam pengkajian ditemukan Thailand juga terjadi ketidakjelasan dalam
ketidakjelasan data dimana didapati data yang pengumpulan data sanitasi dan air paska
tidak pasti, data yang terekam ulang, data yang tsunami dimana tidak adanya indikator yang
hanya sebuah estimasi sampai dengan dibuat oleh publik.
informasi yang tidak jelas mengenai keadaan
Ketidakjelasan data terjadi hampir pada saat
kesehatan selama bencana erupsi Gunung
terjadinya bencana, tidak hanya pada saat
Kelud tahun 2014.
erupsi Gunung Kelud, namun terjadi juga pada
Secara konsep kejadian bencana menunjukkan bencana yang lain seperti tsunami maupun
peningkatan kejadian bencana dari tahun ke gempa bumi.
tahun. Pencatatan data bencana yang
sistematis akan mempermudah dalam Perawat mengalami kendala dalam koordinasi
pengolahan data bencana, membantu dalam rujukan antar wilayah
perencanaan pengurangan risiko bencana serta
Proses rujukan terjadi karena kapasitas,
program rehabilitasi dan rekonstruksi pasca
kemampuan dan keahlian di tempat pelayanan
bencana ke depannya. Terdapat perbedaan
kesehatan yang tidak merata (Dudley, dkk.,
format pelaporan data antara
2000). Rujukan dapat dilakukan ke rumah sakit
provinsi/kabupaten/kota yang satu dengan
dalam satu wilayah, rujukan ke daerah atau
yang lain. Format yang berbeda tersebut
propinsi lain atau bahkan ke negera lain bila
menyebabkan kesulitan dalam membuat
korban bencana membutuhkan perawatan
rekapitulasi data bencana secara nasional
lebih lanjut ataupun daya tampung rumah sakit
(BNPB, 2011). Informasi yang diterima saat
terdekat terlampaui (Kemenkes, 2011).
terjadi bencana harus akurat dan factual
Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang
sehingga dapat memberikan informasi dengan
Rumah Sakit tentang system rujukan Rumah
konteks yang tepat. Perawat dapat
Sakit dimana pelimpahan tugas dan tanggung
mengumpulkan data secara langsung dalam
jawab rujukan bisa secara vertikal maupun
lingkup bencana, sehingga memungkinkan
horizontal ataupun struktur dan fungsional
perawat untuk menilai dampak bencana
terhadap masalah kesehatan, hal ini juga
(Melinda, 2011).
sesuai dengan hasil penelitia Martono (2014),
Menurut penelitian CDC (2005), di Indonesia
yang mengatakan bahwa perawat melakukan
miskin pencatatan kesehatan setelah terjadi
rujukan pasien ke fasilitas pelayanan yang lebih
gempa bumi dan atau tsunami yang
lengkap tertuang dalam Peraturan Gubernur
mengakibatkan kesulitan dalam menentukan
DIY No. 59 tahun 2012 pasal 2, sedangkan
efek dan problem kesehatan. Ketidakjelasan
perawat dari RS Roemani Semarang melakukan
data juga terjadi di Sri Lanka menurut
proses rujukan berkoordinasi dengan Pimpinan
penelitian Rohan, dkk (2009), menyebutkan
Cabang Muhammadiyah dengan jalur rujukan
bahwa tim pengumpul data kematian di Sri
ke RS Aisiyah Muntilan.
Lanka menghadapi tantangan politik dimana
tim forensic yang seharusnya mengidentifikasi Koordinasi antar wilayah pada saat bencana
dan erupsi Gunung Kelud terjadi kendala di dalam
Jurnal merekam 1.500
Ilmu Keperawatan kematian
– Volume 3, No. 2,akibat tsunami
November 2015
138
hanya mampu menyelesaikan 250 catatan koordinasi antar pengambil kebijakan daerah,
sehingga sangat mempengaruhi proses rujukan menimbulkan bahaya yang signifikan bagi
dan menjadikan rujukan menjadi lama. anggota tim tanggap bencana. Hambatan
Menurut Jones (2008), proses pengambilan bahasa dan budaya local juga menghambat
keputusan di dalam rujukan terjadi secara dalam pengumpulan data (Morton, 2011).
konsensus, akomodasi maupun defakto. Informasi kurang memadai yang diakibatkan
Pengambilan keputusan dengan adanya karena kerusakan infrastruktur yang ditandai
negoisasi untuk mendapatkan semua dengan putusnya jalur komunikasi harus
persetujuan dari semua pihak yang terlibat. Hal direspon sebagai tanda peringatan bahaya
ini juga ditegaskan oleh Bech dan Schmidt sehingga Tim Reaksi Cepat (TRC) dapat
(2013), bahwa komunikasi dalam rujukan disiapkan untuk segera dikirim ke lokasi
dilakukan untuk oleh tempat yang merujuk ke bersama dengan Tim RHA. (Kemenkes, 2011).
tujuan rujukan sehingga memberikan informasi
yang diperlukan sehingga memerlukan Perawat merasakan adanya konflik tugas
mekanisme rujukan dengan adanya interaksi dalam pengisian RHA
awal. Setiap rujukan memerlukan komunikasi
Kompetensi perawat sebagai tim
dan dukukangan informasi baik secara verbal
penanggulangan bencana ini yaitu dapat
maupun tertulis sehingga meningkatkan
menjelaskan arti tanggap darurat bencana
koordinasi antar wilayah yang merujuk dan
terhadap masyarakat, mengumpulkan data
dirujuk (Blais, dkk., 2012).
cedera dan penyakit yang diperlukan,
mengevaluasi kebutuhan kesehatan dan
Perawat mengalami hambatan dalam
sumber daya yang tersedia untuk memenuhi
melakukan penilaian
kebutuhan dasar manusia, kolaborasi dengan
Hambatan yang terjadi banyak disebabkan tim penanggulangan bencana untuk
karena adanya jalur komunikasi yang terputus, mengurangi bahaya dan resiko bencana,
gangguan alat komunikasi, gangguan alat memprioritaskan masalah kesehatan,
penerangan, serta gangguan transportasi. berpartisipasi dalam penanggulangan kejadian
Kendala koordinasi juga menjadi hambatan luarbiasa dengan kegiatan seperti imunisasi,
dalam melakukan pengkajian mengevaluasi dari intervensi yang telah
Pengkajian awal harus dilakukan tepat waktu dilakukan berbasis pada hasil RHA (ICN, 2009,
untuk menginformasikan keadaaan darurat dan Hassmiller & Stanley, 2010). Pengumpulan data
segera, sehingga pengambil kebijakan dapat pada saat tanggap darurat bencana meliputi
melakukan penilaian cepat dengan melihat pengumpulan data angka kesakitan dan
kebutuhan dan sumber daya, layanan kematian, kebutuhan kesehatan termasuk
kedaruratan yang diperlukan (International kebutuhan psikologi, kebutuhan infrastruktur,
Federation of Red Cross, 2000). Pengumpulan nutrisi dan tempat mengungsi (Morton, 2011).
data yang cepat merupakan kunci yang sangat Perawat merupakan tulang punggung dari tim
penting untuk memastikan suatu bencana, kesehatan dan pelayanan kesehatan sebagai
namun lingkungan sekitar yang tidak kondusif tim kesehatan secara umum. Mengevakuasi
adanya beberapa bahaya seperti kerusakan korban, mengangkut penduduk beresiko tinggi
infrastruktur, akses jalan yang hancur dan seperti anak-anak, ibu hamil, balita, lansia dan
www.jik.ub.ac.id
system transportasi yang terganggu akan orang sakit serta menolong dan membantu 139
korban juga merupakan bagian dari tugas Harapan perawat untuk optimalisasi RHA
perawat. . Perencanaan yang jelas dalam manajemen
Perawat yang mempunyai tugas banyak akan bencana akan meningkatkan pelayanan
menimbulkan perubahan peran, hubungan, kesehatan dan koordinasi antar wilayah (Bella,
identitas, kemampuan dan perilaku seseorang 2011). Kesiapan lain yang harus dimiliki oleh
sehingga menimbulkan beban kerja yang lebih perawat adalah peningkatan kompetensi baik
berat yang dilakukan oleh perawat (Marquis, melalui pelatihan-pelatihan seperti
2012). Perubahan peran akan memberikan managemen bencana, adanya petunjuk teknis,
pengalaman tersendiri dalam menentukan sarana dan prasarana serta pengalaman
penyelesaian pekerjaannya sehingga perawat itu sendiri dalam menangani masalah
perubahan peran memerlukan pengetahuan bencana (Arbon, 2006).
dan ketrampilan (Pearson & Care, 2002). Perawat berkeinginan untuk meningkatkan
Terlalu banyak kompetensi dan kompleksitas pengetahuan dan kompetensinya dalam
tugas dalam bencana menggambarkan penilaian RHA. Perawat dapat mengikuti
kompleksitas kompetensi keperawatan, namun pendidikan maupun pelatihan tentang RHA.
keterlibatan keperawatannya harus bekerja Program peningkatan pengetahuan ini harus
sesuai dengan tugasnya sebagai seorang didukung dengan upaya kebijakan pemerintah
terutama oleh Dinas Kesehatan dengan
perawat dan harus mempertimbangkan dengan
memberikan dukungan kepada perawat dalam
pertanyaan “kompetensi untuk apa?”, “siapa
meningkatkan wawasan dan kompetensinya.
yang menetapkan kompetensi?” (Daily, 2009).
Keterbatasan waktu, pekerjaan dan tugas yang KESIMPULAN
banyak, kemalasan, pengetahuan dan Kurang optimalnya perawat dalam proses
ketrampilan perawat yang kurang akan penilaian cepat kesehatan dalam bencana baik
menjadikan suatu hambatan dalam dilihat dari segi persiapan perawat, kerjasama
penyelesaian pelayanan kesehatan (Sumiati, tim maupun pada saat pengumpulan data serta
2006), hal ini sesuai dengan penelitian Arlinta kurangnya koordinasi baik lintas program, lintas
(2015), yang mengatakan bahwa keterbatasan sektor maupun antar wilayah maka perawat
dalam jumlah sumber daya dan luasnya wilayah memiliki harapan untuk peningkatan dalam
cakupan kerja Puskesmas menjadi beban ganda optimalisasi RHA dengan melakukan pelatihan-
yang menghambat implementasi peran pelatihan dan peningkatan kompetensi
perawat. perawat