Anda di halaman 1dari 16

PENGALAMAN PERAWAT DALAM MELAKUKAN PENILAIAN CEPAT KESEHATAN

KEJADIAN BENCANA PADA TANGGAP DARURAT BENCANA ERUPSI


GUNUNG KELUD TAHUN 2014 DI KABUPATEN MALANG
(STUDI FENOMENOLOGI)
Yati Nur Azizah1, Retty Ratnawati2, Setyoadi3
1
DInas Kesehatan Kabupaten Malang
2,3
Program Studi Magister Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya
ABSTRAK
Rapid Health Assessment (RHA) sangat diperlukan dalam kondisi bencana, dimana bencana merupakan kejadian yang
sering terjadi akibat pengaruh alam yang dapat menimpa kehidupan manusia dan mengancam lingkungan. RHA sangat
dibutuhkan untuk mengumpulkan data, memberikan informasi yang obyektif sehingga mampu memecahkan masalah
selama tanggap darurat bencana sampai dengan pemulihan pasca bencana. Tujuan umum penelitian ini adalah
mengidentifikasi makna pengalaman perawat dalam melakukan Rapid Health Assessment / RHA pada tanggap darurat
bencana erupsi Gunung Kelud tahun 2014 di Kabupaten Malang. Penelitian ini menggunakan desain penelitian
kualitatif dengan pendekatan fenomenologi interpretif. Partisipan yang ikut serta dalam penelitian ini sebanyak lima
orang perawat yang terdiri dari tiga orang perawat yang bekerja di Dinas Kesehatan Kabupaten Malang dan dua orang
perawat yang bekerja di Puskesmas Ngantang. Hasil analisis didapatkan delapan tema yang didapatkan dari delapan
tujuan khusus penelitian. Tema yang di dapat antara lain : perawat tidak siap dalam pengisian RHA, perawat
merasakan kurangnya kerjasama tim, perawat merasa kurang memahami dalam pengisian format, perawat
mengalami permasalahan dalam pengumpulan data, perawat mengalami kendala dalam koordinasi rujukan antar
wilayah, perawat mengalami hambatan dalam melakukan penilaian dan perawat merasakan adanya konflik tugas
dalam pengisian RHA, serta harapan perawat untuk optimalisasi RHA. Perencanaan yang jelas dalam manajemen
bencana akan meningkatkan pelayanan kesehatan dan koordinasi antar wilayah. Kesiapan lain yang harus dimiliki oleh
perawat adalah peningkatan kompetensi baik melalui pelatihan-pelatihan seperti managemen bencana, adanya
petunjuk teknis, sarana dan prasarana serta pengalaman perawat itu sendiri dalam menangani masalah
bencana.Kurang optimalnya perawat dalam proses penilaian cepat kesehatan dalam bencana baik dilihat dari segi
persiapan perawat, kerjasama tim maupun pada saat pengumpulan data serta kurangnya koordinasi baik lintas
program, lintas sektor maupun antar wilayah maka perawat memiliki harapan untuk peningkatan dalam optimalisasi
RHA dengan melakukan pelatihan-pelatihan dan peningkatan kompetensi perawat
Kata Kunci : penilaian cepat kesehatan kejadian bencana, tanggap darurat bencana, pengalaman perawat,
fenomenologi
ABSTRACT
Rapid Health Assessment (RHA) is actually needed within disaster event especially due to natural disaster which it
could bring an adverse impact to human life and environmental as well. RHA is strongly required to collecting data,
providing objective information to solve its problem during disaster emergency response and post emergency disaster.
The purpose of the study was to examine nurse’s experience towards RHA in Disaster Event: Study of Phenomenology
at Mount Kelud Eruption in Malang County 2014. Method used in this study was a qualitative design with
phenomenology approach interpretive. The study participants were five nurses including three nurses who work at
Local Health Office, District of Malang while two other nurses at Community Health Center. Study result was obtained
eight themes, which are nurses were not ready to filling in RHA; less of team cooperation among nurses; less of
understanding to filling in RHA format; nurses had problem to collecting data; nurses exposed challenges to perform
referral within region; nurses had obstacle to perform assessment; nurses had conflict within RHA implementation;
and nurses hope to optimize RHA. Defined planning in disaster management will improve health care services and
coordination within regions. Other one that should be owned by nurses was about nurse’s competency in disaster
management performed, technical guidelines, infrastructure and nurses experience to address disaster. Less than
optimal when performing RHA and it could be seen as nurses readiness, less of team work to execute data collection
and coordination within cross program, cross sector and within regions. That could, hence, nurses had new hope to
improve RHA implementation during disaster event by conducting trainings and improving the competence of nurses
Keywords: rapid health assessment, disaster emergency response, nurses experience, phenomenology approach

Jurnal Ilmu Keperawatan, Vol: 3, No. 2, November 2015; Korespondensi: Yati Nur Azizah, Dinas
Kesehatan Kab. Malang. Jl. Panji No.120 Kepanjen Malang. Email:yatinurazizah@gmail.com.
Telp: 082140155005

www.jik.ub.ac.id
129
PENDAHULUAN (Dinas Kesehatan Kabupaten Malang, 2014).
Perawat dalam menangani bencana harus
Penilaian cepat kesehatan kejadian bencana
mempunyai pengetahuan, pengalaman dan
atau Rapid Health Assessment (RHA) sangat
ketrampilan dalam menghadapi kedaruratan
diperlukan dalam kondisi bencana, dimana
bencana (Cut,dkk.,2011). Bencana erupsi
bencana merupakan kejadian yang sering
Gunung Kelud yang terjadi pada tanggal 14
terjadi akibat pengaruh alam yang dapat
Februari 2014 dari hasil pengamatan peneliti,
menimpa kehidupan manusia dan mengancam
semua unsur pelayanan kesehatan terjun
lingkungan (Khankeh HR, dkk., 2007). Dampak
langsung ke tempat kejadian namun RHA baru
yang ditimbulkan mengakibatkan dampak fisik
dapat dilaksanakan 1 hari setelahnya karena
pada manusia seperti kesakitan dan kematian
kondisi dari bencana tersebut. Hasil studi
serta dampak lingkungan yaitu kerusakan
pendahuluan yang dilakukan dengan
infrastruktur, kerusakan area pertanian serta
wawancara pada salah satu perawat yang
menyebabkan gangguan kesehatan. Abu
melakukan RHA dan mengalami erupsi Gunung
vulkanik yang dikeluarkan oleh Gunung Kelud
Kelud menyebutkan bahwa RHA dilakukan oleh
mengakibatkan terkontaminasinya air bersih,
tim dari Puskesmas dan Dinas Kesehatan yang
tersumbatnya saluran air, serta rusaknya
terdiri dari dokter, perawat, petugas surveilans,
fasilitas air bersih. Dampak terhadap
petugas gizi dan sanitarian namun tidak
gangguan kesehatan secara umum abu vulkanik
terkoordinasi dengan baik dan format RHA
menyebabkan masalah kesehatan khususnya
tidak di isi keseluruhan karena belum
menyebabkan iritasi pada paru-paru, kulit dan
sepenuhnya menguasai dokumentasi RHA.
mata.(Suryani, 2014). RHA berisi data tentang
jenis bencana, lokasi bencana, dampak Keperawatan bencana bertujuan untuk
bencana, kondisi korban, kondisi sanitasi memastikan bahwa perawat mampu untuk
lingkungan penampungan, upaya yang telah mengidentifikasi, mengadvokasi dan merawat
dilakukan, kemungkinan KLB yang akan terjadi dampak dari semua fase bencana termasuk
serta kesiapan logistik dan bantuan yang didalamnya adalah berpartisipasi aktif dalam
mungkin segera diperlukan. RHA juga perencanaan dan kesiapsiagaan bencana.
mengidentifikasi angka morbiditas dan Perawat harus mempunyai ketrampilan teknis
mortalitas pada penduduk yang mengalami dan pengetahui tentang epidemiologi, fisiologi,
bencana terutama masyarakat khusus seperti farmakologi, struktur budaya dan social serta
anak-anak dibawah 5 tahun, orang tua, ibu masalah psikososial sehingga dapat membantu
hamil dan wanita menyusui (Depoortere & dalam kesiapsiagaan bencana dan selama
Brown, 2006, Kemenkes, 2013). bencana sampai dengan tahap pemulihan
Pengambilan data RHA pada saat terjadi (ICN,2009). Perawat bersama dengan dokter
bencana erupsi Gunung Kelud di Kabupaten merupakan ujung tombak kesehatan pada saat
Malang belum berjalan secara optimal, hal ini bencana terjadi selama dalam kondisi kritis dan
dibuktikan dengan masih ditemukannya lembar gawat darurat (Zarea, dkk.,2014). Perawat
RHA yang tidak terisi secara penuh karena dapat memberikan pelayanan kesehatan
adanya keterbatasan perawat dalam pengisian kepada masyarakat baik yang bersifat kegawat
RHA dan adanya informasi yang tidak jelas daruratan maupun berkelanjutan seperti
mengenai kondisi bencana serta kurangnya perawatan neonatal, pendidikan dan
koordinasi dengan anggota tim kesehatan lain penyuluhan kepada masyarakat,
Jurnal Ilmu Keperawatan – Volume 3, No. 2, November 2015
130
mengidentifikasi penyakit dan imunisasi serta membawa format ini…”(P4)
intervensi pada saat kesiapsiagaan dan tanggap “saya hanya melakukan wawancara dengan
darurat bencana (Savage & Kub, 2009). masyarakat yang kemudian saya catat di
catatan kecil saya hehehehe….” (P2)
METODE
“…..jadi yang kita punya adalah catatan-
Penelitian ini menggunakan desain penelitian
catatan kecil…”(P3)
kualitatif dengan pendekatan fenomenologi
interpretif. Partisipan yang ikut serta dalam Perawat merasakan kurangnya kerjasama tim
penelitian ini sebanyak lima orang perawat
yang terdiri dari tiga orang perawat yang Kurangnya kerjasama tim disebabkan karena
bekerja di Dinas Kesehatan Kabupaten Malang perawat banyak melakukan tupoksi orang lain
dan dua orang perawat yang bekerja di dan perawat sering bekerja sendirian tanpa
Puskesmas Ngantang dengan kualifikasi adanya tim lain dalam melakukan pengkajian
pendidikan keperawatan satu orang SPK, dua serta kurangnya koordinasi antar anggota tim.
orang berpendidikan Diploma Tiga Hal ini seperti yang diungkapkan oleh partisipan
Keperawatan, satu orang berpendidikan sebagai berikut :
Diploma Empat Kesehatan Jiwa dan satu orang “…mungkin seharusnya tidak dikerjakan oleh
berpendidikan Sarjana Keperawatan dengan perawat ya….namun harusnya tim…”(P1)
masa kerja berkisar antara enam sampai
“namun banyak masalah-masalah lain yang
dengan tiga puluh dua tahun. Tehnik
sebenarnya bukan tugas kita”(P2)
pengambilan data melalui wawancara yang
berkisar antara 30 – 50 menit dengan Perawat juga bekerja tanpa tim lain dalam
menggunakan alat perekam berbasis android. melakukan pengisian data. Perawat bekerja
Tempat wawancara dilakukan di rumah dan sendiri dalam melakukan pengkajian, seperti
kantor partisipan sesuai dengan kesepakatan yang diungkapkan oleh partisipan berikut ini :
yang telah dibuat. Hasil analisis dianalisis “selama ini juga yang melakukan RHA adalah
menggunakan tabel analisis yang berisi kata perawat itu sendiri dalam pengisian
kunci, analisis reflektif, kategori, sub-sub tema, datanya...”(P1)
sub tema dan tema.
“…tapi biasanya semua perawat sih yang
HASIL melakukan...”(P3)

Perawat tidak siap dalam pengisian RHA “malah perawat yang lebih banyak melakukan
pengkajian itu sendiri….(P2)
Persiapan yang harus disiapkan adalah format
dan pencatatannya, namun partisipan tidak “...pengkajian RHA itu banyak yang melakukan
siap akan format yang dibawanya, tidak ingat perawat….”(P3)
untuk membawa format maupun pencatatan “Mohon maaf ya mbak…selama ini menurut
yang apa adanya. Hal ini seperti yang pandangan saya…kita bekerja sendiri-
diungkapkan oleh partisipan sendiri…”(P2)
“...dan itu dan itupun tidak membawa
Perawat banyak melakukan pengkajian sendiri
format….karena ya itu….tidak sempat…”(P5)
sehingga dalam menilai pekerjaan perawatpun
“...terus terang kami sudah tidak ingat untuk tidak dilakukan oleh suatu tim, namun

www.jik.ub.ac.id
131
www.jik.ub.ac.id
127
dilakukan oleh perawat itu sendiri. Hal ini sih…..tanpa tahu itu untuk
seperti yang diungkapkan oleh partisipan apa….heheheheee…”(P3)
berikut : “….terutama yang punya program
“...jadi masing-masing program menilai dengan lain….karena saya kurang paham juga…”(P2)
cara kerjanya masing-masing”(P1) “….juga karena kita tidak memahami apa yang
“Bagaimana ya…(diam, berfikir)…kayaknya perlu ditulis”.(P1)
lebih banyak yang mengerjakan RHA itu malah “kemungkinan untuk bisa mengisi
justru perawatnya sih…”(P1) bisa….namun…untuk untuk melihat
Pengkajian yang dilakukan oleh perawat kebutuhan…kayaknya masih belum
sendiri, maka dalam koordinasi antar tim pun mengerti….”(P3)
kurang, hal ini seperti yang diungkapkan oleh Partisipan lain mengungkapkan keraguannya
partisipan berikut : dalam pengisi data karena tidak adanya
“malah perawat yang lebih banyak melakukan informasi yang jelas dari masyarakat. Berikut
pengkajian itu sendiri….jadi istilahnya apa adalah ungkapan partisipan tentang
ya….kurang koordinasi lah….dalam melakukan keraguannya :
pengkajian RHA itu..jadi untuk kerja timnya “..bahwasanya bahwa kurangnya informasi
masih terasa kurang terkoordinasi” (P2) dari masyarakat sehingga juga merasa ragu
untuk mengisi data.”(P5).
Perawat merasa kurang memahami dalam
pengisian format Perawat mengalami permasalahan dalam
Kurang pemahaman dalam pengisian format pengumpulan data
RHA, menyebabkan kesulitan dan kebingungan Pengkajian dilakukan untuk mengumpulkan
dalam pengisian format karena tidak sama data dan informasi tentang kesehatan didalam
dengan teori-teori yang diterima. Hal ini bencana. Di dalam pengkajian ditemukan
seperti yang diungkapkan oleh partisipan ketidakjelasan data dimana didapati data yang
berikut : tidak pasti, data yang terekam ulang, data yang
“Juga kadang bingung mengisinya…..karena hanya sebuah estimasi sampai dengan
datanya simpang siur…terutama adalah informasi yang tidak jelas mengenai keadaan
jumlah korban, jumlah penduduk rawan…itu… kesehatan selama bencana erupsi Gunung
itu…”(P2) Kelud tahun 2014.

“…saat gunung meletus saat kejadian ya Data yang tidak pasti ditemukan dengan
bingung mesti ada…..karena selama ini kan adanya data yang simpang siur, seperti yang
teori-teori saja yang kami terima .”(P5) dikemukakan oleh partisipan berikut :

Partisipan juga mengemukakan bahwa kurang “Nah….itulah...kadang kita mendapatkan data


mengetahui kegunaan format yang diisi, yang simpang siur…”(P1)
mereka hanya mengisi saja sesuai dengan “...karena datanya simpang siur…terutama
format yang ada. Hal ini diungkapkan oleh adalah jumlah korban, jumlah penduduk
partisipan sebagai berikut : rawan…”(P2)
“untuk mengisi ceklis hanya mengisi saja “jadi kami tidak bisa mengidentifikasi terlalu

Jurnal Ilmu Keperawatan – Volume 3, No. 2, November 2015


132
simpang siur datanya”(P3)(P4) dengan pernyataan berikut :
Data yang tidak pasti juga dikarenakan data “….namun ada data yang perbedaan
yang tidak sinkron, data yang tidak pasti, data selisih..misalnya hari ini dilaporkan 400 yang
yang belum jelas, terjadi krodit nominal, serta terkena bencana namun ternyata di data yang
data yang tidak siap sebagaimana yang lain misal ada 600.”(P3)
diungkapkan oleh partisipan berikut : “...kadang jumlah datanya tidak sama”(P1)
“memang ada beberapa yang tidak bisa “…data dari sekunder jumlah
sinkron…”(P3) sekian...eee...ternyata data primer
“sehingga data yang kita peroleh datanya sekian…”(P1)
tidak sinkron”(P3)
Ketidakjelasan data juga dikarenakan
“karena belum didapatkan data yang banyaknya data yang tidak diisi seperti yang
pasti…”(P2) diungkapkan oleh partisipan :
“…jumlah penduduk rawan…itu…itu…datanya “Ya…kemungkinan data yang diisi banyak
belum jelas…sehingga untuk mengisi format ya…”(P5)
RHA itu menjadi ragu-ragu.”(P2)
Informasi yang tidak jelas dan kurangnya
“Kroditnya pada nominal jumlah pengungsi informasi juga menjadikan ketidakjelasan data,
yang berubah-ubah….”(P2) hal ini diungkapkan oleh partisipan :
“namun data kebutuhannya belum kami “karena kita belum mendapat informasi yang
siapkan saat itu”(P5) jelas…seperti berapa jumlah korban,
Ketidakjelasan data itu juga disebabkan karena kebutuhan kesehatan apa yang
adanya data yang terekam ulang karena adanya diperlukan…”(P1)
double data, hal ini seperti yang diungkapkan “…tidak mendapatkan informasi apapun
partisipan berikut : dari lintas sector”(P3)
“Yaa….dari data sehingga kadang ada “...kayaknya seperti diagnose
double data…”(P2) keperawatan….apa ya ..kurang
“…jadi terjadi kemungkinan double informasi..”(P5)
data”(P3)
Perawat mengalami kendala dalam koordinasi
“kadang data yang sudah ada di pos 1
rujukan antar wilayah
terekam kembali di pos 2”(P2)
Rujukan antar wilayah ini terkendala pada
Partisipan juga mengungkapkan data yang
masalah koordinasi yang lama, misal ditingkat
ditemukan merupakan sebuah data estimasi
kebijakan terutama adalah koordinasi untuk
saja, seperti pernyataan berikut :
rujukan pelayanan kesehatan antar wilayah.
“karena belum didapatkan data yang Hal ini diungkapkan oleh partisipan sebagai
pasti…hanya sebuah estimasi saja..”(P1). berikut :
Data hasil pengkajian didapatkan juga “Kalau dalam pelayanan kesehatan kita
perpedaan selisih data serta adanya data yang memang terkendala dalam masalah
tidak sama antara data primer maupun data rujukannya karena yang kejadian Kelud
sekunder. Hal ini dikemukakan oleh partisipan kemarin itu….wilayah kita apa ya
www.jik.ub.ac.id
133
istilahnya….terbelah”(P1) “mau koordinasi bagaimana wong sinyal hp
“nahhh…inilah yang menjadikan koordinasinya juga ikutan mati”(P2)
lama…sehingga rujukannya juga lama”(P1) “telepon sudah tidak bisa lagi
“….karena belum ada koordinasi….nah ini sambungannya…. HT juga tidak
sebenarnya adanya mis ditingkat berfungsi…”(P3)
kebijakan”(P5). “signal hp tidak ada…. batre low bat”(P4)

Perawat mengalami hambatan dalam “….komunikasi baik hp sampai ht mati…”(P5)


melakukan penilaian ”Sudah itu listrik padam semua…”(P1)(P2)
Hambatan yang terjadi banyak disebabkan (P4)
karena adanya jalur komunikasi yang terputus, Hambatan lain yang terjadi adalah gangguan
gangguan alat komunikasi, gangguan alat transportasi dimana ambulance tidak dapat
penerangan, serta gangguan transportasi. digunakan dan transportasi yang tidak
Kendala koordinasi juga menjadi hambatan memadai, hal ini diungkapkan oleh partisipan
dalam melakukan pengkajian. sebagai berikut :
Komunikasi yang putus menjadi kendala dalam “….ambulance yang kami pakai, masuk ke
komunikasi sehingga tidak adanya jalur dalam kubangan abu, sehingga kami
komunikasi baik sms yang lama maupun meninggalkan ambulance karena tidak bisa
komunikasi yang tidak langsung tersambung. jalan.”(P1)
Hal ini diungkapkan oleh partisipan berikut :
“…walaupun seperti ambulance kami yang
“karena terkendala komunikasi sempat tidak bisa kami ambil sampai beberapa hari
terputus sampai H+2”(P1) karena terbenam lumpur itu.”(P5)
“tidak ada 1 alat komunikasipun yang “…untuk transportasi tidak memadai…..untuk
berfungsi ….”(P3) ambulance memang tidak bisa karena
“sudah tidak adanya jalur komunikasi, sms pun memang model ambulannya yang memang
nyampainya lama”(P2) susah untuk menerobos daerah yang ada.”(P3)
“….tapi kita walaupun ya…tidak langsung bisa Hambatan lain yang diungkapkan oleh
tersambung….”(P5) partisipan adalah kesulitan koordinasi, baik
koordinasi dengan BPBD, koordinasi yang rumit
Hambatan lain dalam melakukan pengkajian
maupun prosedur dan birokrasi yang rumit. Hal
adalah gangguan dari alat komunikasi itu
ini diungkapkan oleh partisipan dengan
sendiri seperti telepon mati, HP yang tidak ada
pernyataan sebagai berikut :
signal sampai dengan HT yang tidak berfungsi
sampai dengan gangguan alat penerangan. Hal “….yang terutama adalah fungsi koordinasi…
ini seperti yang diungkapkan oleh partisipan jadi pada saat kejadian memang case kita
sebagai berikut : yang memang bergerak Kabupaten Malang
yang bergerak total all out….jadi yang
“dimana telepon mati…hp tidak ada sinyal…
dilakukan hambatan pada koordinasi adalah
listrik juga mati…jadi susah sekali untuk
dengan pihak BPBD”(P1)
berkomunikasi dengan teman-teman yang
lain.” (P1)Keperawatan – Volume 3, No. 2, November 2015
Jurnal Ilmu “Terus pernah juga terkendala
134
koordinasi…..ada desa yang saat itu tidak kesehatan, sehingga kerjanya perawat itu juga
tercukupi kebutuhan logistic makanan…..saat banyak…”(P2)
itu saya koordinasi dg pak D ….pak D telp Partisipan juga bekerja mengurusi pengungsi
perangkat desa yang kemudian koordinasinya seperti yang diungkapkan oleh partisipan
rumitttt…..”(P3) berikut ini :
“….jadi kami kaya orang kebingungan “...karena kita masih mengurusi
juga….ribet untuk koordinasi saat itu….”(P4) pengungsi…”(P4)
“para perangkat datang ke sana…prosedurnya Partisipan juga bertugas mengganti tugas
dan birokrasinya sangat rumit sekali….”(P4) sanitarian maupun surveilans. Hal ini
diungkapkan oleh partisipan dengan
Perawat merasakan adanya konflik tugas
pernyataan :
dalam pengisian RHA
“Dan kami juga terlibat dalam pengisian RHA
Perawat merasakan adanya konflik tugas dalam
itu baik itu mengisi kepunyaan sanitarian
pengisian RHA diartikan bahwa perawat
maupun surveilans. “(P3)
mengerjakan tugas selain sebagai tim RHA.
Tugas lain yang dikerjakan oleh perawat ada di “….nah seperti puskesmas sendiri tidak
semua lini dimana selain perawat melakukan mempunyai sanitarian, sehingga kita juga
rapid health assessment perawat juga yang mengerjakan.”(P3)
melakukan rapid assessment mulai dari Partisipan mengungkapkan bahwa perawat
assessment awal sampai dengan perencanaan, merupakan tulang punggung dari tim
mengurusi pengungsi, bertugas mengganti kesehatan dan pelayanan kesehatan. Tim
tugas sanitarian maupun surveilans. Hal ini kesehatan secara umum juga melakukan
diungkapkan seperti pernyataan partisipan : pelayanan kesehatan pada pos-pos kesehatan
“...namun menurut saya perawat itu bisa ada yang ada. Hal ini diungkapkan oleh partisipan
di semua lini...”(P1) dengan ungkapan berikut :
“sepertinya RHA itu kayak semuanya punya “….kerjanya perawat juga sebagai tim
kita ya (tertawa)……sebenarnya ini bukan kesehatan” (P2)
hanya masalah kesehatan, namun banyak
“kami menjadi tulang punggung dalam
masalah-masalah lain yang sebenarnya bukan
melakukan pelayanan kesehatan.”(P4)
tugas kita ada semuanya ada disini”(P3)
Mengevakuasi korban, mengangkut penduduk
“kamilah yang melakukan tugasnya semua…
beresiko tinggi seperti anak-anak, ibu hamil,
(P4)
balita, lansia dan orang sakit serta menolong
Partisipan juga mempunyai pekerjaan lain dan membantu korban juga merupakan bagian
sehingga perawat melakukan double job dan dari tugas perawat. Pernyataan ini
kerja perawat juga semakin banyak seperti diungkapkan oleh partisipan sebagai berikut :
yang diungkapkan oleh partisipan berikut :
“..yang kami angkut pertama adalah, bayi
“yahhhh karena banyak sekali faktornya….ya… ada bayi umur 2 hari, balita dan ibu hamil,
karena double job….heheheeee….”(P1) anak-anak yang kami angkut setelah itu
www.jik.ub.ac.id
lansia serta orang-orang yang sakit”(P3)
“kerjanya perawat juga sebagai tim
135
“perawat berusaha untuk membantu semua dalam bentuk kertas atau versi digital
korban…”(P2) berpengaruh pada hasil dari penilaian.

Harapan perawat untuk optimalisasi RHA Pencatatan yang apa adanya merupakan
ketidaksiapan lain yang dialami oleh perawat
Perawat mempunyai harapan untuk pada saat akan melakukan pengkajian.
terwujudnya optimalisasi dalam pelaksanaan Menurut Jevon dan Ewens (2009), pencatatan
penilaian RHA, seperti yang diungkapkan oleh yang baik adalah sebagai sumber penyebaran
partisipan sebagai berikut : informasi dan sarana komunikasi sesama
“ kalau misal memungkinkan ya adanya anggota tim yang professional. Dokumentasi
pelatihan khusus tentang RHA pada saat bencana harus dilakukan pelaporan
sih….maksudnya biar semua perawat tahu apa oleh anggota tim yang melaksanakan
yang mesti dilakukan dengan RHA bila pendokumentasian. Kurangnya pedoman
desanya terjadi bencana” (P3) lapangan juga akan menjadi hambatan tehnis
dalam pelaksanaaan pengumpulan data
“…sesekali dilakukan penyegaran atau apalah
(Johnson, 2006).
dalam pengisian RHA”(P5)
“Yang perlu ditekankan juga adalah kerjasama Perawat merasakan kurangnya kerjasama tim
antar tim…jadi kira tidak bekerja dengan Kurangnya kerjasama tim disebabkan karena
sendirinya..namun kita bisa istilahnya perawat banyak melakukan tupoksi orang lain
berkolaborasi dengan anggota tim yang dan perawat sering bekerja sendirian tanpa
lain.”(P2) adanya tim lain. Hal ini senada dari hasil
penelitian Anam (2013), bahwa Kebijakan
PEMBAHASAN
dalam pelibatan tim penanggulangan bencana
Perawat tidak siap dalam pengisian RHA didapatkan hasil 61,4 persen perawat belum
Format RHA merupakan suatu metode pernah terlibat dalam tim penanggulangan
penilaian cepat diperlukan untuk bencana Gunung Kelud.
mengumpulkan informasi yang terpercaya, Secara konsep disebutkan bahwa dalam suatu
obyektif yang digunakan sebagai dasar dalam bencana, perawat harus dapat berkolaborasi
pengambilan keputusan. (Roorda, dkk,. 2004). dengan lingkungannya baik itu dengan
Format RHA digunakan sebagai alat kajian epidemiologi, laboratorium, biostatistik, dokter
cepat untuk melihat adanya keadaan yang maupun petugas yang lain unutk meningkatkan
darurat dengan mengumpulkan informasi kerjasama dalam kondisi bencana. (Magnaye,
penting status kesehatan sehingga memberikan 2011). Menurut Nicola, (2012), bahwa RHA
intervensi kesehatan yang diprioritaskan. harus diselesaikan sesegera mungkin berikut
Adanya suatu format penilaian cepat sangat darurat dan dilakukan oleh tim multidisiplin
penting untuk mengumpulkan informasi dalam personil yang berkualitas, dengan kisaran yang
waktu yang cepat. (Bradt & Drummond, 2002) tepat keahlian.
Menurut penelitian Korteweg dan Bokhoven Anggota tim sebaiknya memiliki pengalaman
(2010), bahwa versi digital dari format dan pengetahuan di bidangnya, memiliki
meningkatkan rapidness dari penilaian, namun integritas dan mampu bekerja dalam situasi
Jurnal Ilmu Keperawatan – Volume 3, No. 2, November 2015
tidak
136 bisa menarik kesimpulan apakah format bencana. Apabila dampak bencana sangat luas,
dapat dibentuk beberapa tim. (Kemenkes, mengevaluasi data, mengidentifikasi
2011). Hal senada diungkapkan Wibowo kebutuhan, memberikan alternatif dan
(2009), bahwa tim bencana termasuk memahami kebutuhan dalam keadaan bencana
didalamnya adalah perawat diseleksi (Alfaro, 2006). Berfikir kritis akan mendapatkan
berdasarkan keahlian dan kebutuhan yang obyektifitas dan tanggap terhadap apa yang
diperlukan. Menurut Daily (2009), mengatakan terjadi (Lipe & Beasley, 2004).
bahwa kompetensi suatu tim mudah
Menurut Notoatmodjo (2007), kemampuan
dipengaruhi oleh profesi kesehatan lain.
untuk menginterpretasikan dan memahami
Kurangnya koordinasi anggota tim dalam suatu objek materi harus mempunyai suatu
melakukan pengkajian sehingga dalam kemampuan dalam menjelaskan, memberikan
melakukan penilaian dilakukan sendiri oleh contoh dan menyimpulkan suatu objek
perawat tanpa adanya evaluasi dari tim. Firth sehingga membutuhkan ketrampilan.
& Cozen (2011), berpendapat bahwa suatu
organisasi dan tim merupakan suatu budaya Magnaye (2011), dalam penelitiannya pada
yang sangat penting untuk mendukung 250 perawat di Philipina bahwa pengetahuan
keberhasilan pembelajaran. Berbagai harus dipersiapkan sebelum kejadian bencana
penelitian menunjukkan bahwa kerjasama tim untuk meningkatkan kompetensi perawat saat
sering menimbulkan konflik dan ambiguitas bencana terjadi. Persiapan perawat meliputi
karena adanya otonomi professional. (Finn, training, workshop, seminar tentang
2008). Menurut penelitian Kerr (2009), keperawatan bencana. International Council
disebutkan bahwa tim yang berkomunikasi dan Nurse (2007), menyatakan bahwa faktor yang
berkoordinasi satu sama lain akan memantau mempengaruhi kesiapsiagaan perawat
kinerja masing-masing dan memberikan umpan diantaranya adalah kemampuan kognitif
balik dan memiliki solusi dalam keadaan salah. disamping sikap (affektif) dan psikomotor (skill)
Koordinasi tim juga akan meningkatkan dalam disaster manajemen.
pengetahuan, komunikasi dan dukungan bagi Penelitian yang dilakukan oleh Kija dan Paul
anggota tim yang kurang berpengalaman. (2008), mengatakan bahwa dalam managemen
bencana yang meliputi kesiapsiagaan bencana,
Perawat merasa kurang memahami dalam
tanggap bencana dan pemulihan setelah
pengisian format
bencana pengetahuan perawat masih kurang
Kurang pemahaman dalam pengisian format dan 80 % perawat yang menjadi tim bencana
RHA, menyebabkan kesulitan dan kebingungan tidak mempunyai pengalaman dalam tanggap
dalam pengisian format karena tidak sama darurat bencana serta sebagian kecil yaitu 23%
dengan teori-teori yang diterima merupakan perawat mendapatkan pelatihan dasar
perasaan yang diungkapkan oleh perawat kesiapsiagaan tanpa disertai dengan pelatihan
dalam pengisian format RHA. lanjutan. Hal ini juga senada dari hasil
Secara konsep bahwa berfikir kritis akan lebih penelitian Fung (2008), bahwa sebagian besar
meningkatkan kemampuan mereka terhadap perawat yaitu 97% tidak mempunyai persiapan
tanggap bencana dan respon bencana (Juli & dalam penanggulangan bencana.

Tim, 2011). Keterampilan dan berfikir kritis Perawat mengalami permasalahan dalam
sangat perlu untuk perawat dalam pengumpulan data www.jik.ub.ac.id
137
Pengkajian dilakukan untuk mengumpulkan karena adanya tekanan publik dan politik.
data dan informasi tentang kesehatan didalam Menurut penelitian Englande, dkk., (2008), di
bencana. Di dalam pengkajian ditemukan Thailand juga terjadi ketidakjelasan dalam
ketidakjelasan data dimana didapati data yang pengumpulan data sanitasi dan air paska
tidak pasti, data yang terekam ulang, data yang tsunami dimana tidak adanya indikator yang
hanya sebuah estimasi sampai dengan dibuat oleh publik.
informasi yang tidak jelas mengenai keadaan
Ketidakjelasan data terjadi hampir pada saat
kesehatan selama bencana erupsi Gunung
terjadinya bencana, tidak hanya pada saat
Kelud tahun 2014.
erupsi Gunung Kelud, namun terjadi juga pada
Secara konsep kejadian bencana menunjukkan bencana yang lain seperti tsunami maupun
peningkatan kejadian bencana dari tahun ke gempa bumi.
tahun. Pencatatan data bencana yang
sistematis akan mempermudah dalam Perawat mengalami kendala dalam koordinasi
pengolahan data bencana, membantu dalam rujukan antar wilayah
perencanaan pengurangan risiko bencana serta
Proses rujukan terjadi karena kapasitas,
program rehabilitasi dan rekonstruksi pasca
kemampuan dan keahlian di tempat pelayanan
bencana ke depannya. Terdapat perbedaan
kesehatan yang tidak merata (Dudley, dkk.,
format pelaporan data antara
2000). Rujukan dapat dilakukan ke rumah sakit
provinsi/kabupaten/kota yang satu dengan
dalam satu wilayah, rujukan ke daerah atau
yang lain. Format yang berbeda tersebut
propinsi lain atau bahkan ke negera lain bila
menyebabkan kesulitan dalam membuat
korban bencana membutuhkan perawatan
rekapitulasi data bencana secara nasional
lebih lanjut ataupun daya tampung rumah sakit
(BNPB, 2011). Informasi yang diterima saat
terdekat terlampaui (Kemenkes, 2011).
terjadi bencana harus akurat dan factual
Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang
sehingga dapat memberikan informasi dengan
Rumah Sakit tentang system rujukan Rumah
konteks yang tepat. Perawat dapat
Sakit dimana pelimpahan tugas dan tanggung
mengumpulkan data secara langsung dalam
jawab rujukan bisa secara vertikal maupun
lingkup bencana, sehingga memungkinkan
horizontal ataupun struktur dan fungsional
perawat untuk menilai dampak bencana
terhadap masalah kesehatan, hal ini juga
(Melinda, 2011).
sesuai dengan hasil penelitia Martono (2014),
Menurut penelitian CDC (2005), di Indonesia
yang mengatakan bahwa perawat melakukan
miskin pencatatan kesehatan setelah terjadi
rujukan pasien ke fasilitas pelayanan yang lebih
gempa bumi dan atau tsunami yang
lengkap tertuang dalam Peraturan Gubernur
mengakibatkan kesulitan dalam menentukan
DIY No. 59 tahun 2012 pasal 2, sedangkan
efek dan problem kesehatan. Ketidakjelasan
perawat dari RS Roemani Semarang melakukan
data juga terjadi di Sri Lanka menurut
proses rujukan berkoordinasi dengan Pimpinan
penelitian Rohan, dkk (2009), menyebutkan
Cabang Muhammadiyah dengan jalur rujukan
bahwa tim pengumpul data kematian di Sri
ke RS Aisiyah Muntilan.
Lanka menghadapi tantangan politik dimana
tim forensic yang seharusnya mengidentifikasi Koordinasi antar wilayah pada saat bencana
dan erupsi Gunung Kelud terjadi kendala di dalam
Jurnal merekam 1.500
Ilmu Keperawatan kematian
– Volume 3, No. 2,akibat tsunami
November 2015
138
hanya mampu menyelesaikan 250 catatan koordinasi antar pengambil kebijakan daerah,
sehingga sangat mempengaruhi proses rujukan menimbulkan bahaya yang signifikan bagi
dan menjadikan rujukan menjadi lama. anggota tim tanggap bencana. Hambatan
Menurut Jones (2008), proses pengambilan bahasa dan budaya local juga menghambat
keputusan di dalam rujukan terjadi secara dalam pengumpulan data (Morton, 2011).
konsensus, akomodasi maupun defakto. Informasi kurang memadai yang diakibatkan
Pengambilan keputusan dengan adanya karena kerusakan infrastruktur yang ditandai
negoisasi untuk mendapatkan semua dengan putusnya jalur komunikasi harus
persetujuan dari semua pihak yang terlibat. Hal direspon sebagai tanda peringatan bahaya
ini juga ditegaskan oleh Bech dan Schmidt sehingga Tim Reaksi Cepat (TRC) dapat
(2013), bahwa komunikasi dalam rujukan disiapkan untuk segera dikirim ke lokasi
dilakukan untuk oleh tempat yang merujuk ke bersama dengan Tim RHA. (Kemenkes, 2011).
tujuan rujukan sehingga memberikan informasi
yang diperlukan sehingga memerlukan Perawat merasakan adanya konflik tugas
mekanisme rujukan dengan adanya interaksi dalam pengisian RHA
awal. Setiap rujukan memerlukan komunikasi
Kompetensi perawat sebagai tim
dan dukukangan informasi baik secara verbal
penanggulangan bencana ini yaitu dapat
maupun tertulis sehingga meningkatkan
menjelaskan arti tanggap darurat bencana
koordinasi antar wilayah yang merujuk dan
terhadap masyarakat, mengumpulkan data
dirujuk (Blais, dkk., 2012).
cedera dan penyakit yang diperlukan,
mengevaluasi kebutuhan kesehatan dan
Perawat mengalami hambatan dalam
sumber daya yang tersedia untuk memenuhi
melakukan penilaian
kebutuhan dasar manusia, kolaborasi dengan
Hambatan yang terjadi banyak disebabkan tim penanggulangan bencana untuk
karena adanya jalur komunikasi yang terputus, mengurangi bahaya dan resiko bencana,
gangguan alat komunikasi, gangguan alat memprioritaskan masalah kesehatan,
penerangan, serta gangguan transportasi. berpartisipasi dalam penanggulangan kejadian
Kendala koordinasi juga menjadi hambatan luarbiasa dengan kegiatan seperti imunisasi,
dalam melakukan pengkajian mengevaluasi dari intervensi yang telah
Pengkajian awal harus dilakukan tepat waktu dilakukan berbasis pada hasil RHA (ICN, 2009,
untuk menginformasikan keadaaan darurat dan Hassmiller & Stanley, 2010). Pengumpulan data
segera, sehingga pengambil kebijakan dapat pada saat tanggap darurat bencana meliputi
melakukan penilaian cepat dengan melihat pengumpulan data angka kesakitan dan
kebutuhan dan sumber daya, layanan kematian, kebutuhan kesehatan termasuk
kedaruratan yang diperlukan (International kebutuhan psikologi, kebutuhan infrastruktur,
Federation of Red Cross, 2000). Pengumpulan nutrisi dan tempat mengungsi (Morton, 2011).
data yang cepat merupakan kunci yang sangat Perawat merupakan tulang punggung dari tim
penting untuk memastikan suatu bencana, kesehatan dan pelayanan kesehatan sebagai
namun lingkungan sekitar yang tidak kondusif tim kesehatan secara umum. Mengevakuasi
adanya beberapa bahaya seperti kerusakan korban, mengangkut penduduk beresiko tinggi
infrastruktur, akses jalan yang hancur dan seperti anak-anak, ibu hamil, balita, lansia dan
www.jik.ub.ac.id
system transportasi yang terganggu akan orang sakit serta menolong dan membantu 139
korban juga merupakan bagian dari tugas Harapan perawat untuk optimalisasi RHA
perawat. . Perencanaan yang jelas dalam manajemen
Perawat yang mempunyai tugas banyak akan bencana akan meningkatkan pelayanan
menimbulkan perubahan peran, hubungan, kesehatan dan koordinasi antar wilayah (Bella,
identitas, kemampuan dan perilaku seseorang 2011). Kesiapan lain yang harus dimiliki oleh
sehingga menimbulkan beban kerja yang lebih perawat adalah peningkatan kompetensi baik
berat yang dilakukan oleh perawat (Marquis, melalui pelatihan-pelatihan seperti
2012). Perubahan peran akan memberikan managemen bencana, adanya petunjuk teknis,
pengalaman tersendiri dalam menentukan sarana dan prasarana serta pengalaman
penyelesaian pekerjaannya sehingga perawat itu sendiri dalam menangani masalah
perubahan peran memerlukan pengetahuan bencana (Arbon, 2006).
dan ketrampilan (Pearson & Care, 2002). Perawat berkeinginan untuk meningkatkan
Terlalu banyak kompetensi dan kompleksitas pengetahuan dan kompetensinya dalam
tugas dalam bencana menggambarkan penilaian RHA. Perawat dapat mengikuti
kompleksitas kompetensi keperawatan, namun pendidikan maupun pelatihan tentang RHA.
keterlibatan keperawatannya harus bekerja Program peningkatan pengetahuan ini harus
sesuai dengan tugasnya sebagai seorang didukung dengan upaya kebijakan pemerintah
terutama oleh Dinas Kesehatan dengan
perawat dan harus mempertimbangkan dengan
memberikan dukungan kepada perawat dalam
pertanyaan “kompetensi untuk apa?”, “siapa
meningkatkan wawasan dan kompetensinya.
yang menetapkan kompetensi?” (Daily, 2009).
Keterbatasan waktu, pekerjaan dan tugas yang KESIMPULAN
banyak, kemalasan, pengetahuan dan Kurang optimalnya perawat dalam proses
ketrampilan perawat yang kurang akan penilaian cepat kesehatan dalam bencana baik
menjadikan suatu hambatan dalam dilihat dari segi persiapan perawat, kerjasama
penyelesaian pelayanan kesehatan (Sumiati, tim maupun pada saat pengumpulan data serta
2006), hal ini sesuai dengan penelitian Arlinta kurangnya koordinasi baik lintas program, lintas
(2015), yang mengatakan bahwa keterbatasan sektor maupun antar wilayah maka perawat
dalam jumlah sumber daya dan luasnya wilayah memiliki harapan untuk peningkatan dalam
cakupan kerja Puskesmas menjadi beban ganda optimalisasi RHA dengan melakukan pelatihan-
yang menghambat implementasi peran pelatihan dan peningkatan kompetensi
perawat. perawat

DAFTAR PUSTAKA Mempengaruhi Kesiapan Perawat


Dalam Penanggulangan Bencana
Alfaro-LeFevre R. Applying Nursing Process: A
Tool for Critical Thinking. Ed. 6. Gunung Kelud di Kabupaten Blitar
Philadelphia, PA: Lippincott, Williams, &
Wilkins; 2006.
Arlinta, A. (2015). "Pengaruh Kompetensi
Anam, Agus (2013) Kesiapan Perawat Dalam terhadap Kinerja Perawat dalam
Jurnal Ilmu Keperawatan – Volume 3, No. 2, November 2015 Kesiapsiagaan Triase dan
Managemen Bencana Dan Faktor Yang
140
Kegawatdaruratan pada Korban October 2009 Melbourne, Australia,
Bencana Massal di Puskesmas Langsa Depoortere, E. and Brown V (2006). Rapid
Baro Tahun Assessment of Refugee or Displaced
2013."http://repository.usu.ac.id/handl Population, UNHCR.
e/123456789/47959(3-Jul-2015).
Dinas Kesehatan Kab. Malang (2014). Laporan
Badan Nasional Penanggulangan Bencana. Angka Kesakitan Dan Kematian Akibat
2010. Rencana Nasional Erupsi Gunung Kelud.
Penanggulangan Bencana 2010-2014.
BNPB, Jakarta. Dudley, R., K. Johansen, (2000). "Selective
Refferal To High Volume Hospitals :
Bech, C. and T. Schmidt (2013). "Reporting Vital Estimating Potentially Avoidable
Parameters Upon Refferal of Patient to Death." JAMA 283: 159-66.
the Emergency Departement Needs to
be Improved." Scandinavian Journal of Finn, R. (2008). The language of teamwork:
Trauma, Resuscitation and Emergency reproducing professional divisions in the
Medicine operating theatre. Human Relations,
61(1), 103–130
Blais, K., J. Hayes, (2012). Praktek Keperawatan
Profesional Konsep dan Perspektif. Firth-Cozens, J. (2001). Cultures for improving
Jakarta, EGC. patient safety through learning: the role
of teamwork. Quality and Safety in
Bradt DA, Drummond CM. Rapid
Health Care, 10, 26–31
epidemiological assessment of health
status in displaced populations--an Hassmiller, B. and A. Stanley (2010). Public
evolution toward standardized Health Nursing and the Disaster
minimum, essential data sets. Prehosp Management Cycle, Elsevier.
Disaster Med. 2002;17:178–185 International Council Nursing (ICN), Center of
Centers for Disase Control and Prevention Excellence (COE); Nursing Emergency
(CDC): Assessment of health-related Preparedness Education Coalition
needs after tsunami and earthquake— (NEPEC) : Position Statement. Nurses
three districts, Aceh Province, Indonesia, and Disaster Preparedness. Available at
July-August 2005.MMWR 2006;4:93–97. www.icn.ch/ psdisasterprep01.htm.
Accessed 07 March 2009
Cut Husna, M., Urai Hatthakit, PhD, RNb,
Aranya Chaowalit, PhD, RNb. (2011). Do International Federation of Red Cross and Red
knowledge and clinical experience have Crescent Sociaties (2000). Disaster
specific roles in perceived clinical skills Emergency Needs Assessment. Disaster
for tsunami care among nurses in Banda Preparedbess Training Programme
Aceh, Indonesia? Australasian
Jevon, P. and B. Ewens (2009). Pemantauan
Emergency Nursing Journal, 14, 95 - 102.
Pasien Kritis. Seri Keterampilan Klinis
Daily, E. (2009). Disaster Nursing Competency untuk Perawat. Jakarta, Erlangga
Development. In Paper presented at the Medical Series. www.jik.ub.ac.id
Disaster Nursing in Oceania: Key
Johnson LJ, Travis AR: Trimodal death and 141
the
Issuesand Challenge Workshop on 22
injuries of survivors in Krabi Province, Preparedness And Management Of
Thailand, post-tsunami. ANZ J Surg Nurses During Disaster." E-International
2006;5:288–289. Scientific Research Journal III(4).
Jones, M. P. (2008). "Nursing Expertise : A Loot Marquis, N. L., & Huston, C. J. (2012).
at Theory and LNCC Certification Exam." Leadership Roles and Management
Journal of Legal Nursing Consulting Function in Nursing; Seventh Edition.
18(2): 12-15. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins.
Julie Ann Bulson, M., RN, M. Tim Bulson, et al.
(2011). "Nursing Process And Critical Martono, S. (2014). "Pengalaman Perawat
Thinking Linked To Disaster Dalam Pelayanan Kesehatan Pada
Preparedness." J Emerg Nurs Vol 37 Tanggap Darurat Bencana Erupsi
(ISSUE 5). Gunung Merapi di Jawa Tengah."
Kemenkes RI (2011). Pedoman Melinda Morton, M., MPH and M. J. Lee Levy,
Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat MSc (2011). "Challenges in Disaster
Bencana. Data Collection during " Prehospital and
Disaster Medicine Vol. 26(No. 3).
Kerr, A. (2009). "A problem shared? Teamwork,
autonomy and error in assisted Morton, M. and L. Levy (2011). "Challenges In
conception " Social Science & Medicine Disaster Data Collection During Recent
69: 1741–1749 Disasters." Journal Prehospital and
Disaster Medicine Vol. 6 No. 3.
Khankeh HR, Mohammadi R, Ahmadi F. Health
care services at time of natural Notoatmodjo, Soekidjo.2007. Kesehatan
disasters: a qualitative study. Iran Masyarakat Ilmu Dan Seni. Jakarta :
journal of nursing (IJN). 2007; 20(51):85- Rineka Cipta.
96 Pearson, C., & Care, W. (2002). Meeting the
Kija Chapman, B., BN, RN and A. Paul Arbon, continuing education needs of rural
BSc, DipEd, GradDipHealthEd, nurse in role transition. Journal of
MEdStudies, PhD (2008). "Are nurses continuing in nursing 33(4), 174-179.
ready? Disaster preparedness in the Roorda J, van Stiphout WA, Huijsman-Rubingh
acute setting." Australasian Emergency RR. Post-disaster health effects:
Nursing Journal 11: 135—144 strategies for investigation and data
Korteweg, H., I. Bokhoven, (2010). "Rapid collection. Experiences from the
Health and Need Assessment after Enschede firework disaster. J Epidemiol
Disaster : A Systematic Review." BMC Community Health. 2004;58:982–987.
Public Health 10: 295. Savage, C., & Kub, J. (2009). Public health and
Lipe SK, Beasley S. Critical Thinking in Nursing: nursing: A natural partnership.
A Cognitive Skills Workbook. International Journal of Environmental
Philadelphia, PA: Lippincott, Williams, & Research and Public Health, 6, 2843-
Wilkins; 2004 2848.
Jurnal Ilmu Keperawatan – Volume 3, No. 2, November 2015
Magnaye,
142 B., S. L. Munoz, (2011). "The Role Soebroto, A. C. (2010). Workshop BAPPENAS.
Kedudukan HukumPeraturan/Kebijakan Suryani, A. S. (2014). "Dampak Negatif Abu
Dibawah Peraturan Menteri Vulkanik Terhadap Lingkungan dan
Perencanaan Pembangunan Kesehatan." Pusat Pengkajian,
Nasional/Kepala BAPPENAS. Jakarta. Pengolahan Data dan Informasi Vol. VI,
No. 04/II/P3DI/Februari/2014.
Sumiati. (2006). Analisis faktor-faktor yang
berhubungan dengan kinerja kepala Zarea, K., S. Beiranvand, et al. (2014). "Disaster
ruang rawat inap di rumah sakit dokter Nursing in Iran : Challenges and
Kariadi Semarang. Semarang: Tesis Opportunities." Elsevier: 7.
Pasca Sarjana Undip.
www.jik.ub.ac.id
143

Anda mungkin juga menyukai